You are on page 1of 26

BAB I

PENDAHULUAN

Henoch-Schnlein purpura (HSP) merupakan suatu vaskulitis sistemik dengan


karakteristik adanya deposisi kompleks imun dan keterlibatan imunoglobulin A (IgA)
pada dinding pembuluh darah kecil seperti arteriol, kapiler dan venula. Kelainan ini
pertama kali dikemukakan oleh seorang dokter bernama Johann Schnlein pada tahun
1837 berupa adanya kelainan pada kulit dan nyeri sendi. Pada tahun 1874, Edward
Henoch menggambarkan adanya kelainan pada gastrointestinal dan manifestasi
ginjal. Oleh karena itu, nama penyakit Henoch-Schnlein purpura diberikan untuk
mengenang nama-nama beliau ini.1,2
Penyakit ini lebih sering terjadi pada anak-anak dibandingkan dewasa. Angka
kejadian HSP pada anak 8 20 per 100.000 penduduk setiap tahunnya. Sebagian
besar kasus terjadi pada umur 3 8 tahun. Kejadian pada laki-laki 1,5 2 kali lebih
banyak dari pada perempuan. Insiden HSP di Indonesia belum diketahui secara pasti.
Berdasarkan data yang dilaporkan oleh Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, didapatkan
kecenderungan peningkatan kasus baru yaitu dari bulan Juli sampai Desember 2006
didapatkan 10 kasus HSP. Jumlah kasus tersebut lebih banyak dibandingkan dengan
23 kasus yang terjadi dalam kurun waktu 5 tahun (1998 2003).2,3
Penyebab HSP sampai saat ini belum diketahui dengan pasti, diduga IgA
memiliki peranan penting. Hal-hal lainnya yang diduga berhubungan dengan kejadian
HSP yaitu infeksi gigi, infeksi saluran nafas baik karena bakteri maupun virus,
vaksinasi, genetik dan pengaruh lingkungan. Diagnosis HSP dapat ditegakkan apabila
terdapat palpable purpura dengan predominasi pada ekstremitas bawah disertai satu
dari empat kriteria yaitu (1) nyeri abdomen, (2) histopatologi menunjukkan gambaran
vaskulitis tipikal leukositoklastik dengan predominasi deposisi IgA atau
glomerulonefritis proliferatif dengan deposisi IgA, (3) atritis atau artralgia dan (4)
keterlibatan ginjal seperti proteinuria atau hematuria atau adanya sedimen eritrosit.
Pada umumnya, HSP dianggap sebagai penyakit ringan dengan prognosis baik, tetapi

1
hampir 40% pasien memerlukan rawat inap akibat manifestasi akut seperti
glomerulonefritis, hipertensi, perdarahan gastrointestinal, atralgia, nyeri abdomen dan
intususepsi.2,4,5,6,7
Henoch-Schnlein purpura merupakan kasus yang jarang ditemukan pada
praktik klinis dan memerlukan penangan yang optimal untuk menghindari
komplikasinya. Sesuai dengan standar kompetensi dokter Indonesia, seorang dokter
umum diharapkan mampu membuat diagnosis klinik HSP dan menentukan rujukan
yang paling tepat. Hal ini membuat penulis tertarik untuk membahas kasus HSP yang
ada di RSUD Sanjiwani Gianyar.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Henoch-Schnlein purpura merupakan suatu vaskulitis sistemik dengan
karakteristik adanya deposisi kompleks imun dan keterlibatan imunoglobulin A (IgA)
pada dinding pembuluh darah kecil seperti arteriol, kapiler dan venula.1,8,9

2.2 Epidemiologi
Penyakit ini lebih sering terjadi pada anak-anak dibandingkan dewasa. Angka
kejadian HSP pada anak 8 20 per 100.000 penduduk setiap tahunnya dan rata-rata
14 kasus per 100.000 terjadi pada anak usia sekolah. Anak laki-laki 1,5 sampai 2 kali
lebih besar dibandingkan perempuan. Henoch-Schnlein purpura terjadi 50% pada
usia kurang dari 5 tahun dan 75% pada usia kurang dari 10 tahun. Sebagian besar
kasus terjadi pada umur 3 8 tahun. Insiden HSP di Indonesia belum diketahui secara
pasti. Berdasarkan data yang dilaporkan oleh Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo,
didapatkan kecenderungan peningkatan kasus baru yaitu dari bulan Juli sampai
Desember 2006 didapatkan 10 kasus HSP. Jumlah kasus tersebut lebih banyak
dibandingkan dengan 23 kasus yang terjadi dalam kurun waktu 5 tahun dari tahun
1998 sampai 2003.2,4
Henoch-Schnlein purpura umumnya merupakan benign self-limited disorder,
penyakit ini membaik dalam 6 8 minggu, tetapi dapat menimbulkan komplikasi.
Kasus HSP kurang dari 5% berkembang menjadi kronis dan kurang dari 1% menjadi
gagal ginjal.Kejadian HSP sering terjadi pada cuaca dingin sepanjang tahun dan telah
dilaporkan di seluruh dunia. Penelitian yang dilakukan oleh Bhukari et al di Saudi
Arabia menyatakan bahwa onset gejala HSP muncul 37,9% terjadi pada musim
dingin, 24 % terjadi pada musim semi dan musim panas dan musim semi serta 13,8%
terjadi pada musim gugur. 2,3,4,7

2.3 Etiologi

3
Penyebab HSP sampai saat ini belum diketahui dengan pasti, diduga IgA
memiliki peranan penting. Hal ini ditandai dengan peningkatan konsentrassi IgA
serum, kompleks imun dan deposit IgA pada dinding pembuluh darah serta
mesangium ginjal. Adapun beberapa kondisi yang di duga sebagai faktor risiko dari
HSP yaitu:1,4
1. Infeksi Gigi
2. Infeksi Saluran Nafas
Infeksi saluran nafas atas diduga kuat sebagai pemicu utama timbulnya HSP.
Infeksi tersebut dapat disebabkan baik oleh bakteri seperti Streptococcus grup A
dan staphylococcus maupun virus seperti virus Epstein Barr, virus Herpes
Simpleks, Parvovirus B19, Coxsackievirus, Adenovirus, measles dan mumps.
3. Vaksinasi
Henoch-Schnlein purpura juga dapat timbul setelah vaksinasi varicella, rubella
dan hepatitis B.
4. Lingkungan
Alergen makanan, obat-obatan, pestisida, paparan terhadap dingin serta gigitan
serangga diduga menjadi pemicu HSP.

2.4 Patofisiologi
Imunoglobulin A (IgA) adalah immunoglobulin utama yang secara langsung
melawan antigen virus dan bakteri pada sistem imun area mukosa. Kompleks IgA
dibentuk dan terdeposisi pada kulit, usus, dan glomeruli ginjal, memicu respons
inflamasi daerah lokal. Terdapat dua subklas IgA, yaitu IgA1 dan IgA2, di mana
hanya IgA1 yang terlibat dalam patogenesis HSP. Hal ini berhubungan dengan
multiple O-linked glycosylation, penyimpangan glikosisasi yang ditunjukkan pada
HSP. Glikosilasi IgA yang menyimpang tidak dibersihkan oleh hati dengan baik
sehingga rentan terjadi agregat kompleks makromolekul. Hal ini mengakibatkan
akumulasi pada sirkulasi dan terdeposisi pada dinding pembuluh darah kecil dan
mencetuskan lesi inflamasi melalui jalur alternatif dan lectin komplemen dan aktivasi
sel langusng. Vaskulitis leukositoklastik kemudian terbentuk dan mengakibatkan

4
nekrosis pembuluh darah kecil. Hal ini mengakibatkan ekstravasasi darah dan cairan
ke jaringan sekitar yang bermanifestasi sebagai gejala spesifik terhadap organ yang
terlibat.1
Semua penderita HSP memiliki kompleks imun IgA1 yang bersirkulasi, namun
hanya pasien dengan manifestasi nefritis yang memiliki imun kompleks bermassa
molekul besar yang mengandung IgA1 dan IgG. Kompleks tersebut diekskresikan
melalui urin pada sebagian penderita sehingga berpotensi menjadi marker spesifik
terhadap penyakit ini.1
Tumor necrosis factor- (TNF-) adalah sebuah sitokin yang diproduksi oleh
makrofag dan T cells saat respon imun berlangsung. Sitokin ini mungkin berkaitan
dengan vaskulitis yang terjadi pada HSP. Penelitian Besbas et al, menunjukkan bahwa
pada fase akut HSP ditemukan level TNF- yang tinggi pada jaringan dan plasma.
TNF- memicu reaksi antigen pada sel endothelial yang menyebabkan meningkatnya
afinitas ikatan IgA dan menghasilkan inflamasi vaskuler. Penelitian lebih lanjut perlu
dilakukan untuk menentukan antigen spesifik. Level endothelin secara signifikan
lebih tinggi pada fase akut HSP, namun masih diperlukan penelitian lebih lanjut
signifikansi dari peningkatan endothelin tersebut.1,4

2.5 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis HSP pada setengah sampai dua pertiga kasus ditandai dengan
infeksi saluran napas atas yang muncul 1 3 minggu sebelumnya berupa demam
ringan dan nyeri kepala. Henoch-Schnlein purpura merupakan vaskulitis sistemik
yang melibatkan berbagai organ mulai dari kulit, sistem gastrointestinal, sendi dan
ginjal.1,2,4,5
1. Kulit
Lesi kulit ini penting dalam mendiagnosis HSP karena terdapat pada 95 100%
kasus. Kelainan kulit yang dimulai dengan terbentuknya ruam makula
eritematosa dan berkembang menjadi palpable purpura (perdarahan kulit yang
agak meninggi bila diraba) dalam waktu singkat. Purpura dengan distribusi
simetris terutama terdapat pada kulit yang sering terkena tekanan seperti bagian

5
belakang ekstrimitas bawah, bokong dan lengan sisi ulna. Lesi kulit ini juga
dapat ditemukan pada muka dan seluruh tubuh berupa lesi petekie dan ekimotik
disertai rasa gatal yang minimal. Awalnya purpura tersebut berwarna merah,
lambat laun berubah menjadi ungu, kemudian coklat kekuning-kuningan lalu
menghilang. Kekambuhan purpura dilaporkan terjadi pada 25% kasus, terkait
dengan keterlibatan ginjal yang lebih parah.

Gambar 1. ruam makula eritematosa yang berkembang menjadi palpable


purpura
2. Sistem gastrointestinal
Keluhan nyeri perut dialami dua pertiga anak-anak dengan HSP. Penelitian
yang dilakukan oleh Widjajanti menyatakan bahwa kelainan gastrointestinal
dijumpai pada 71,4% kasus dengan manifestasi tersering berupa kolik
abdomen. Nyeri pada umumnya berhubungan dengan mual, muntah, diare atau
konstipasi serta dijumpai darah atau lendir pada tinja. Gejala ini disebabkan
oleh ekstravasasi darah dan cairan ke dinding usus yang mengakibatkan ulserasi
mukosa usus dan terkadang perdarahan terutama usus kecil proksimal.
Komplikasi gastrointestinal yang paling parah adalah intususepsi yaitu sebesar
3 4%.
3. Sendi
Gejala sendi terjadi pada 68 75% kasus berupa arthralgia atau artritis yang
mengenai satu atau beberapa sendi dan 25% merupakan keluhan penderita saat
datang berobat. Keluhan ini muncul 1 2 hari sebelum adanya kelainan kulit.
Tempat predileksi yang paling sering adalah persendian besar pada anggota
gerak bagian bawah yaitu lutut, pergelangan kaki, tumit, dan panggul. Namun

6
tidak menutup kemungkinan anggota gerak atas juga terlibat. Pada sebuah
review retrospektif 100 pasien, 72% pasien mengalami gejala pada sendi tumit
dan pergelangan kaki, 50% pasien mengalami gejala pada lutut, 26% pasien
mengalami gejala pada tangan dan pergelangan tangan, dan 10% pada sendi
siku. Gejala yang terjadi meliputi nyeri sendi, bengkak dan penurunan range of
movement. Meskipun keterlibatan sendi tampak memperberat penyakit, namun
hal ini tidak menyebabkan kerusakan permanen.
4. Ginjal
Keterlibatan ginjal dilaporkan terjadi pada 20 50% kasus. Temuan yang
paling umum adalah adanya hematuria mikroskopik dengan atau tanpa
proteinuria sampai glomerulonephritis progresif yang dapat menimbulkan gagal
ginjal. Hipertensi biasanya terjadi saat onset atau selama pemulihan. Fungsi
ginjal biasanya normal namun terkadang dapat terjadi glomerulonefritis
progresif dengan kerusakan ginjal yang signifikan.
Keterlibatan sistem saraf pusat terjadi pada 2 8% pasien, mulai dari nyeri
kepala, kejang, perdarahan intracranial, hemiparesis, dan gejala neurologis fokal.
Manifestasi yang jarang terjadi adalah perdarahan paru dan pleural, miokarditis,
hepatomegali, kelainan skrotum, pankreatitis dan kolesistitis.1,4

2.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menunjang diagnosis,
menyingkirkan diagnosis banding dan mendeteksi keterlibatan sistemik. Tidak ada
pemeriksaan laboratorium spesifik yang dapat menegakkan diagnosis HSP.
Pemeriksaan laboratorium rutin yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah tepi
lengkap, laju endap darah, pemeriksaan fungsi ginjal dan urinalisis. Pemeriksaan
laboratorium rutin yang harus dilakukan antara lain:1,4
1. Pemeriksaan darah tepi lengkap
Pemeriksaan darah tepi lengkap dapat menunjukkan leukositosis dengan
eosinophilia dan pergeseran hitung jenis ke kiri. Leukositosis dijumpai pada
kasus HSP yang didasari oleh adanya infeksi bakteri. Hemoglobin umumnya

7
normal tergantung ada tidaknya perdarahan. Kadar hemoglobin yang rendah
mungkin ditemui jika terjadi perdarahan saluran cerna atau hematuria berat
akibat komplikasi HSP. Jumlah trombosit normal atau meningkat. Peningkatan
trombosit (trombositosis) sering ditemukan dan diduga berkaitan erat dengan
nyeri abdomen serta perdarahan saluran cerna. Hal ini yang membedakan HSP
dengan Idiopathic Trombocytopenic Purpura (ITP).
2. Laju endap darah
Laju endap darah merupakan pertanda non spesifik dari adanya proses
inflamasi. Pada 60% kasus HSP dapat ditemui laju endap darah yang
meningkat.
3. Pemeriksaan fungsi ginjal
Pemeriksaan fungsi ginjal dinilai dari kadar ureum dan kreatinin serum yang
bertujuan untuk menilai keterlibatan ginjal. Kadar ureum dan kreatinin dapat
meningkat. Hal ini menunjukkan penurunan fungsi filtrasi glomerulus akibat
adanya kerusakan pembuluh darah ginjal.
4. Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis dilakukan secara rutin sebagai tes skrining untuk
mengetahui nefritis. Pada 10 20% penderita ditemukan hematuria atau
proteinuria.
Pada pemeriksaan radiologi dapat ditemukan penurunan motilitas usus yang
ditandai dengan pelebaran lumen usus ataupun intususepsi. Temuan intusepsi yang
paling spesifik pada foto poles abdomen dan pemeriksaan enema adalah adanya
target sign atau coiled-spring sign dan meniscus sign. Pada anak dengan manifestasi
klinis yang tidak khas dapat dilakukan biopsi organ yang terkena untuk
mengkonfirmasi diagnosisnya. Biopsi kulit pada HSP menunjukkan vaskulitis
leukositoklastik yaitu berupa inflamasi segmental pembuluh darah, sel endotel
membengkak, nekrosis fibrinoid dinding pembuluh darah dan infiltrat di sekitar
pembuluh darah. Pemeriksaan imunofluoresens menunjukkan deposit IgA dan C3
diantara pembuluh darah papilla dermis. Pemeriksaan Doppler atau radionuclide

8
testicular scan menunjukkan aliran darah normal atau meningkat. Hal ini yang
membedakan HSP dengan torsi testis.1,4

2.7 Diagnosis
Diagnosis HSP ditegakkan berdasarkan kriteria terbaru dari European League
Against Rheumatism/Pediatric Rheumatology International Trials Organization/
Pediatric Rheumatology European Society (EULAR/PRINTO/PRES) tahun 2008.
Kriteria ini memiliki sensitivitas 100% dan spesifisitas 87%. Penegakkan diagnosis
HSP tersebut didasari dengan adanya purpura yang dapat dipalpasi dengan
predominansi pada ekstrimitas bawah tanpa adanya trombositopenia disertai satu dari
empat kriteria yaitu:3,6,9
1. Nyeri abdomen
Nyeri abdomen yang bersifat kolik dan difus dengan onset akut berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik, dapat berupa intususepsi dan perdarahan
saluran cerna.
2. Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi menunjukkan gambaran vaskulitis tipikal
leukositoklastik dengan predominansi deposisi IgA atau glomerulonefritis
proliferatif dengan deposisi IgA.
3. Artritis atau atralgia
Artritis dengan onset akut yang didefinisikan sebagai pembengkakan sendi atau
nyeri sendi dengan keterbatasan gerak. Sementara itu, artralgia dengan onset
akut yang dimaksud adalah nyeri sendi tanpa pembengkakan sendi atau
keterbatasn gerak.
4. Keterlibatan ginjal
Keterlibatan ginjal yaitu adanya proteinuria atau hematuria. Proteinuria > 0,3 g/
24 jam atau rasio albumin/kreatinin urin > 30 mmol/mg pada urin pagi hari atau
+2 pada dipstick. Hematuria atau red blood cell atau red blood cell cast >
5/lpb pada sedimen urin.

9
2.7 Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk HSP antara lain:
1. Immunologic trombocytopenia purpura (ITP). Trombositopenia yang
ditemui pada ITP merupakan pembeda utama ITP dengan HSP dimana
kadar trombosit pada HSP normal atau meningkat.
2. Erupsi Obat, Urtikaria dan Eritema Multiformis. Manifestasi kulit pada
penyakit tersebut dapat menyerupai lesi pada HSP. Namun pada HSP,
predileksi lesi khas predominan pada tungkai bawah dan harus disertai
salah satu dari kriteria diagnosis lainnya. Bila diagnosis masih diragukan,
diagnosis HSP harus dikonfirmasi dengan biopsi kulit atau ginjal.
3. Systemic Lupus Erythematosus (SLE). Inflamasi vaskuler sekunder akibat
SLE dapat menyerupai HSP. Pemeriksaan antibodi DNA double stranded
dan antinuklear dapat menyingkirkan diagnosis SLE.
4. Chrons Disease. Pada Chrons disease terjadi inflamasi pada usus dengan
gejala nyeri perut yang dapat menyerupai nyeri perut pada HSP. Namun
pada Chrons disease ini tidak terdapat palpable purpura.

2.8 Penatalaksanaan
Sebagian besar HSP dapat sembuh tanpa pengobatan. Penatalaksanaan HSP
meliputi terapi suportif, simtomatik dan terapi imunosupresif. Prinsip dasar terapi
suportif terdiri dari hidrasi, nutrisi dan pereda nyeri simtomatik. Jika hidrasi yang
adekuat tidak dapat dipertahankan secraa oral, dapat diberikan melalui intravena. Beri
diet lunak selama terdapat keluhan perut seperti muntah dan nyeri perut. Nutrisi
parenteral biasanya tidak diperlukan, kecuali pada kasus dengan keterlibatan nyeri
abdomen yang berkepanjangan. Golongan anti-inflamasi nonsteroid (AINS) seperti
ibuprofen atau parasetamol 10 mg/kgBB dapat diberikan untuk mengurangi keluhan
nyeri.1,4
Kortikosteroid oral diindikasikan pada pasien dengan rash yang berat, edema,
nyeri abdomen hebat tanpa mual muntah, dan keterlibatan ginjal, skrotum serta testis.
Prednison atau methylprednisolone dapat diberikan dengan dosis awal 1-2 mg/kgBB

10
per hari selama satu hingga dua minggu. Selanjutnya, dosis diturunkan secara
bertahap menjadi 0,5 mg/kgBB/hari untuk satu minggu selanjutnya. Steroid intravena
dapat diberikan apabila pasien tidak toleran terhadap steroid oral.1
Terapi imunosupresif direkomendasikan untuk pasien dengan perburukan
fungsi ginjal. Pasien dengan keterlibatan ginjal yang parah sebaiknya dirujuk ke ahli
nefrologi dan dilakukan biopsi ginjal. Beberapa studi juga mengatakan bahwa dapson
atau colchicine dapat memberikan manfaat untuk pasien HSP kronis.1,4
Pasien HSP dengan perdarahan gastrointestinal dan komplikasi pulmonal jarang
ditemui. Namun bila terjadi hal demikian, intervensi seperti pembedahan mungkin
dilakukan jika ada indikasi. Steroid intravena pada kasus HSP dengan perdarahan
saluran cerna hanya merupakan terapi suportif jangka pendek untuk mengurangi
gejala, namun tidak memperbaiki perdarahan saluran cerna yang terjadi.1,4

2.9 Prognosis
Prognosis baik pada sebagian besar kasus, sembuh pada 94% kasus anak-anak.
Rekurensi dapat terjadi pada 10 20% kasus, umunya pada anak yang usianya lebih
besar dan dewasa; kurang dari 5% penderita berkembang menjadi HSP kronis.
Keluhan nyeri perut pada sebagian besar penderita biasanya sembuh spontan dalam
72 jam. Rekurensi dapat timbul pada sepertiga sampai setengah kasus dalam jangka
waktu 6 minggu atau bertahun-tahun setelah gejala awal timbul. Pada episode
rekurensi, gejala yang timbul lebih ringan dengan jangka waktu lebih pendek tanpa
disertai hematuria atau proteinuria. Angka kematian sangat rendah yaitu sebesar 1%.
Morbiditas jangka panjang biasanya berhubungan dengan komplikasi ginjal yang
terjadi sebanyak 5%. Purpura persisten ( lebih dari satu bulan), nyeri abdomen dan
feses yang berdarah menjadi faktor risiko keterlibatan ginjal yang signifikan.4

11
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : IMDW
Umur : 4 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Ngenjung Sari Babakan Gianyar
Tanggal MRS : 3 Juni 2017
Tanggal Pemeriksaan : 5 Juni 2017
Ruang Rawat : Abimanyu

3.2 Anamnesis
Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama: Sakit perut
Pasien datang ke Poli Anak RSUD Sanjiwani Gianyar dengan keluhan sakit
perut sejak dua hari yang lalu (01/05/2017). Sakit perut muncul tiba-tiba dan
dirasakan hilang timbul sepanjang hari. Sakit dirasakan pada seluruh perut
seperti orang ingin BAB. Keluhan ini sangat menggangu aktivitas pasien.
Pasien belum sempat berobat untuk mengatasi keluhannya tersebut. Selain itu,
pasien juga mengeluh nyeri serta bengkak pada kedua kaki, bintik-bintik merah,
nyeri pinggang, muntah dan penurunan berat badan. Nyeri dan bengkak pada
kaki dirasakan sejak empat hari yang lalu (29/04/2017). Nyeri terutama
dirasakan pada sendi lutut dan pergelangan kaki. Keluhan bengkak juga disertai
bintik-bintik merah yang bermula dari kaki kanan bawah bagian dalam sampai
menyebar ke kaki kiri, bokong dan perut. Pasien juga mengeluh nyeri pinggang
sejak tiga hari yang lalu (30/04/2017). Nyeri pinggang muncul mendadak
seperti di tusuk-tusuk. Keluhan lain yaitu mual dan muntah sejak kemarin
(02/05/2017) sebanyak lima kali sampai sekarang. Muntah berupa makanan dan
air yang dikonsumsinya kira-kira setengah gelas. Nafsu makan pasien juga
mulai menurun. Berat badan pasien menurun sebanyak 1 kg selama 4 hari
terakhir yaitu dari 15 kg menjadi 14 kg. Satu minggu sebelum pasien datang ke
RSUD Sanjiwani, pasien menderita demam disertai pilek. Demam dikatakan
berlangsung selama tiga hari dan membaik setelah meminum obat penurun
panas. Pilek berupa cairan bening dan sudah membaik. Buang air kecil pasien

12
berwarna kuning pekat dan berbau obat. Buang air besar sebanyak satu kali
dalam sehari. Konsistensi BAB lunak, berwarna kecoklatan ,tidak ada lendir
maupun darah. Keluhan lain seperti batuk, nyeri kepala, riwayat trauma pada
pinggang atau sempat terjatuh tidak ada.

Riwayat penyakit sebelumnya


Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Pada tahun
2014, pasien sempat dirawat di RSUD Sanjiwani Gianyar karena diare dengan
dehidrasi. Riwayat penyakit asma, diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit
ginjal dan alergi disangkal oleh orang tua pasien.

Riwayat penyakit dalam keluarga


Anggota keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan sakit perut seperti
pasien. Riwayat penyakit kronis pada anggota keluarga seperti penyakit
jantung, diabetes, tuberculosis dan asma disangkal.

Riwayat sosial
Pasien merupakan anak kedua dan saat ini tinggal bersama kedua orang tua dan
kakaknya. Sehari-harinya pasien bermain bersama dengan kakaknya. Sebagian
besar waktu pasien dihabiskan di rumah.

Anamnesis tambahan
Riwayat persalinan :
Persalinan ditolong oleh bidan, lahir spontan segera menangis dengan berat
lahir 2400 gram dan panjang badan 50 cm.
Riwayat imunisasi
Pasien telah mendapatkan imunisasi: Hepatitis B: 3 kali; Polio: 5 kali; BCG: 1
kali; DPT: 4 kali, Hib: 4 kali. Ibu pasien tidak ingat usia pemberian imunisasi.

Riwayat nutrisi
- ASI : eksklusif 6 bulan durasi 18 bulan, frekuensi on demand
- Susu formula :-
- Bubur susu : sejak usia 6 bulan, frekuensi 3 kali sehari
- Nasi tim saring : sejak usia 6 bulan, frekuensi 3 kali sehari
- Nasi tim :-

13
- Makanan Dewasa : sejak usia 18 bulan, frekuensi 3 kali sehari

Riwayat Tumbuh Kembang


Menegakkan kepala : 3 bulan
Membalik badan : 5 bulan
Duduk : 6 bulan
Merangkak : 7 bulan
Berdiri : 9 bulan
Berjalan : 10 bulan
Bicara : 13 bulan

3.3 Pemeriksaan Fisik


Status Present
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Nadi : 102 kali/menit
Respirasi : 24 kali/menit
Temp Axila : 38,6oC
Berat Badan : 14 kg
Tinggi Badan : 101 cm
Berat Badan Ideal Berdasarkan WHO : 15,3 kg
Status Gizi Berdasarkan WHO :
BB/U : -2 SD s/d -1 SD (gizi baik)
TB/U : -1 SD s/d 0 SD (normal)
BB/TB : -2 SD s/d -1 SD (normal)
Status Gizi Berdasarkan Waterlow (%) : 91,5% (Gizi Baik)

Status general
Kepala : normocephali
Mata : anemia (-/-), ikterus (-/-), refleks pupil (+/+) isokor
THT :
Telinga: sekret (-), hiperemis (-)
Hidung : sekret (-), darah (-), nafas cuping hidung (-)
Tenggorok : faring : hiperemis (-), tonsil : T1/T1 hiperemis (-)
Leher :
Inspeksi : benjolan (-), bendungan vena jugularis (-)
Palpasi : pembesaran kelenjar getah bening (-), kaku kuduk (-)
Thorak :
Jantung
- Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus kordis teraba di ICS 5 parastrenal line sinistra
- Perkusi : batas atas ICS 2 sternal line sinistra

14
batas kiri ICS 5 parastrenal line sinistra
batas kanan ICS 4 parasternal line dextra
Paru
- Inspeksi : gerakan dada saat diam simetris, gerakan dada saat bergerak
simetris, retraksi interkostal (-)
- Palpasi : gerakan dada simetris
- Perkusi : sonor, batas jantung paru dalam batas normal
- Auskultasi : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen :
- Inspeksi : distensi (-)
- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Perkusi : Timpani
- Palpasi : hepar tidak teraba, lien tidak teraba, nyeri tekan (+) pada perut
kanan bawah
Ekstremitas
- Inspeksi : sianosis (-)
- Palpasi : akral hangat (+) pada keempat ekstremitas, oedem (+) minimal
pada kedua ekstrimitas bawah, CRT < 2 detik
Kulit : Pada regio sekitar pusat, tungkai bawah kanan dan kiri tampak purpura
multipel yang dapat diraba, berbatas tegas, bentuk bulat ukuran miliar
hingga nummular, susunan konfluen terdistribusi simetris.

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Darah Lengkap (03/06/2017)
Parameter Hasil Nilai Rujukan Keterangan
WBC 8,0 4 12 N
Lymph% 29,0 20 40 N
Mid% 6,4 39 N
Gran% 64,6 50 70 N
HGB 11,7 11 16 N
MCV 71,6 82 95 L
MCH 23,4 27 31 L
MCHC 32,7 32 36 N
HCT 35,8 37 54 L

15
PLT 392 150 450 N

Ureum dan Creatinin (03/06/2017)


Parameter Hasil Harga Normal Keterangan
Ureum 22 18 65 N
Creatinin 0,3 0,7 1,2 L

Urin Lengkap (03/06/2017)


Jenis Hasil Rujukan Sedimen urin Hasil Rujukan
pemeriksaan
Warna Kuning Kuning Eritrosit 14 02
Berat jenis 1.030 1.003-1.030 Leukosit 01 05
Ph 6,0 6,0-6,5 Epitel (+) (+) sedikit
Protein Trace Negatif Torak hialin Negatif Negatif
Glukosa Negatif Negatif Torak granuler Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif Triplephospat Negatif Negatif
Urobilinogen Negatif Normal Torak eritrosit Negatif Negatif
Keton (+) 3 Negatif Ca oxalat Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif Bakteri Negatif Negatif
Eritrosit Negatif Negatif Jamur Negatif Negatif
Lekosit Negatif Negatif Trichomonas Negatif Negatif

3.5 Diagnosis Kerja


Henoch Schonlein Purpura

3.6 Penatalaksanaan
- Rawat Inap
- Kebutuhan cairan 1200 ml/hari ~ IVFD D5 NS 17 tetes
makro/menit
- Ranitidin 1 mg/kg/kali ~ 14 mg dalam NaCl 0,9% 20 mL habis dalam
20 menit diberikan setiap 8 jam (intravena)
- Monitoring: keluhan, vital sign, skala nyeri, tampung kencing

16
3.7 Follow Up Selama Di Ruangan Abimanyu
Tanggal Subjective, Objective, Assessment, Planning

03/06/2017 S : Anak tampak lemas dan rewel, BAK terakhir pukul 08.00 WITA
(18.00 WITA)
(03/06/2017), nyeri perut (+) berkurang, nyeri pinggang (+), bengkak
pada kaki (-), nyeri sendi (+), BAB (-)
O : St. Present
TD : 100/60 mmHg
HR : 110 kali/menit
RR : 28 kali/menit
Tax : 36,70C
Skala nyeri : 5
St. General
Mata : Anemis -/-, Ikterus -/-, Cowong +/+, Air mata kering
THT : Faring hiperemis (-), Tonsil T1/T1, NCH (-)
Bibir : Sianosis (-), Mukosa bibir kering (+)
Thoraks : Simetris (+), Retraksi (-)
Cor : S1S2 tunggal regular murmur (-)
Pulmo : Bronkovesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Distensi (-), Bising usus (+) meningkat, Nyeri tekan
epigastrium (+), Turgor kulit > 3 detik
Ekstrimitas : Hangat (+) pada keempat ekstrimitas, CRT < 2 detik
Kulit : Regio abdomen: ptechiae (+) purpura palpable tidak
bertambah.
Regio kaki kanan dan kiri purpura palpable bertambah
A : Henoch-Schnlein Purpura + Dehidrasi Ringan Sedang
P: - Rehidarsi RL 70 ml/kg/ 3-5 jam ~ 980 ml dalam 5 jam
- Setelah rehidrasi cairan kembali ke maintenance, D5
NS 12 tetes makro per menit
04/06/2017 S : Nyeri perut (+), nyeri pinggang (+) berkurang, nyeri sendi pada kaki (+),
(06.00 WITA)
muntah (-), demam (-), BAB (+), BAK (+), makan (+), minum (+)
St. Present
TD: 90/60 mmHg
HR : 100 kali/menit
RR : 28 kali/menit
Tax : 36,60C
Skala nyeri : 4
GDA sebelum masuk metil prednisolon: 137
GDA setelah masuk metil prednisolone: 138
St. General
Mata : Anemis -/-, Ikterus -/-, Edema -/-, Cowong (-)
THT : Faring hiperemis (-), Tonsil T1/T1, NCH (-)
Thoraks : Simetris (+), Retraksi (-)
Cor : S1S2 tunggal regular murmur (-)
Pulmo : Bronkovesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Distensi (-), Bising usus (+) normal, Nyeri tekan

17
epigastrium (+), turgor kulit < 3 eetik
Ekstrimitas : Hangat (+) pada keempat ekstrimitas, CRT < 2 detik
Kulit : Regio abdomen: ptechiae (-) purpura palpable tidak
bertambah.
Regio kaki kanan dan kiri purpura palpable bertambah
A : Henoch-Schnlein Purpura + Dehidrasi Ringan Sedang (terehidrasi)
P : - Kebutuhan cairan 1200 ml/hari ~ IVFD D5 NS 17 tetes makro per
menit
- Diet Lunak bubur halus 3 x 1 porsi dan banyak minum air
putih
- Ranitidin 1 mg/kg/kali ~ 15 mg dalam NaCl 0,9% 20 ml
habis dalam 20 menit tiap 8 jam intravena
- Metil prednisolone 2 mg/kg/hari ~ 9 mg dalam NaCl
0,9% 20 ml habis dalam 20 menit tiap 8 jam intravena
- Sucralfate syrup cth tiap 8 jam
- Cek BS sebelum dan sesudah pemberian metil
prednisolone
- Cek FL + FOBT
- Monitoring vital sign, skala nyeri, balance cairan,
tamping urin
05/05/2017 S : Lemas (-), nyeri perut (+) berkurang, nyeri pinggang (-), nyeri sendi (-)
(06.00 WITA)
pada kaki, muntah (-), demam (-), BAB (+), BAK (+), makan (+),
minum (+)
O: St. Present
TD: 100/60 mmHg
HR : 108 kali/menit
RR : 30 kali/menit
Tax : 36,20C
Skala nyeri : 3
GDA sebelum masuk metil prednisolon: 128
GDA setelah masuk metil prednisolone: 130
St. General
Mata : Anemis -/-, Ikterus -/-, Edema -/-
THT : Faring hiperemis (-), Tonsil T1/T1, NCH (-)
Thoraks : Simetris (+), Retraksi (-)
Cor : S1S2 tunggal regular murmur (-)
Pulmo : Bronkovesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Distensi (-), Bising usus (+) normal, Nyeri tekan
epigastrium (+), Turgor kulit < 3 detik
Ekstrimitas : Hangat (+) pada keempat ekstrimitas, CRT < 2 detik
Kulit : Regio abdomen: ptechiae dan purpura palpable tidak
ada.
Regio kaki kanan dan kiri purpura palpable berkurang

18
A : Henoch-Schnlein Purpura + Dehidrasi Ringan Sedang (Terehidrasi)
P : - Kebutuhan cairan 1200 ml/hari ~ IVFD D5 NS 17 tetes makro per
menit
- Diet Lunak bubur halus 3 x 1 porsi dan banyak minum air
putih
- Ranitidin 1 mg/kg/kali ~ 15 mg dalam NaCl 0,9% 20 ml
habis dalam 20 menit tiap 8 jam intravena
- Metil prednisolone 2 mg/kg/hari ~ 9 mg dalam NaCl
0,9% 20 ml habis dalam 20 menit tiap 8 jam intravena
- Sucralfate syrup cth tiap 8 jam
- Cek BS sebelum dan sesudah pemberian metil
prednisolon
- Monitoring vital sign, skala nyeri, balance cairan,
tamping urin
06/06/2017 S : Lemas (-), nyeri perut (-), nyeri pinggang (-), muntah (-), demam (-),
(06.00 WITA)
BAB (+), BAK (+), makan (+), minum (+)
O: St. Present
TD: 90/60 mmHg
HR : 102 kali/menit
RR : 31 kali/menit
Tax : 36,60C
Skala nyeri : 0
GDA sebelum masuk metil prednisolon: 135
GDA setelah masuk metil prednisolone: 138
St. General
Mata : Anemis -/-, Ikterus -/-, Edema -/-
THT : Faring hiperemis (-), Tonsil T1/T1, NCH (-)
Thoraks : Simetris (+), Retraksi (-)
Cor : S1S2 tunggal regular murmur (-)
Pulmo : Bronkovesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Distensi (-), Bising usus (+) normal, Nyeri tekan
epigastrium, Turgor kulit > 3 detik
Ekstrimitas : Hangat (+) pada keempat ekstrimitas, CRT < 2 detik
Kulit : Regio kaki kanan dan kiri purpura palpable berkurang
A : Henoch-Schnlein Purpura + Dehidrasi Ringan Sedang (Terehidrasi)
P : - Kebutuhan cairan 1200 ml/hari ~ IVFD D5 NS 17 tetes makro per
menit
- Ranitidin 1 mg/kg/kali ~ 15 mg dalam NaCl 0,9% 20 ml
habis dalam 20 menit tiap 8 jam intravena
- Metil prednisolone 2 mg/kg/hari ~ 9 mg dalam NaCl
0,9% 20 ml habis dalam 20 menit tiap 8 jam intravena
- Sucralfate syrup cth tiap 8 jam
- Cek BS sebelum dan sesudah pemberian metil

19
prednisolone

06/062017 S : Menerima hasil Feses Lengkap


(12.00 WITA) O: St. Present
TD: 100/60 mmHg
HR : 90 kali/menit
RR : 20 kali/menit
Tax : 370C
Hasil Feses Lengkap

A : Henoch-Schnlein Purpura + Dehidrasi Ringan Sedang (terehidrasi)


P : - Kebutuhan cairan 1200 ml/hari ~ IVFD D5 NS 17 tetes makro per
menit
- Ranitidin 1 mg/kg/kali ~ 15 mg dalam NaCl 0,9% 20 ml
habis dalam 20 menit tiap 8 jam intravena
- Metil prednisolone 2 mg/kg/hari ~ 9 mg dalam NaCl
0,9% 20 ml habis dalam 20 menit tiap 8 jam intravena
- Sucralfate syrup cth tiap 8 jam

20
- Cek BS sebelum dan sesudah pemberian metil
prednisolone

07/06/2017 S : Lemas (-), nyeri perut (-), nyeri pinggang (-), muntah (-), demam (-),
(06.00 WITA)
BAB (+), BAK (+), makan (+), minum (+)
O: St. Present
TD: 110/70 mmHg
HR : 100 kali/menit
RR : 30 kali/menit
Tax : 360C
Skala nyeri : 0
GDA sebelum masuk metil prednisolon: 128
GDA setelah masuk metil prednisolone: 130
St. General
Mata : Anemis -/-, Ikterus -/-, Edema -/-
THT : Faring hiperemis (-), Tonsil T1/T1, NCH (-)
Thoraks : Simetris (+), Retraksi (-)
Cor : S1S2 tunggal regular murmur (-)
Pulmo : Bronkovesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Distensi (-), Bising usus (+) normal, Nyeri tekan
epigastrium (-), Turgor kulit < 3 detik
Ekstrimitas : Hangat (+) pada keempat ekstrimitas, CRT < 2 detik
Kulit : Regio kaki kanan dan kiri purpura palpable berkurang
A : Henoch-Schnlein Purpura + Dehidrasi Ringan Sedang (Terehidrasi)
P : - Kebutuhan cairan 1200 ml/hari
- Mampu minum 700 ml
- IVFD D5 NS 7 tetes makro per menit
- Ranitidin 1 mg/kg/kali ~ 15 mg dalam NaCl 0,9% 20 ml
habis dalam 20 menit tiap 8 jam intravena
- Metil prednisolon 2 mg/kg/hari ~ 9 mg dalam NaCl 0,9%
20 ml habis dalam 20 menit tiap 8 jam intravena
- Sucralfate syrup cth tiap 8 jam
- Cek BS sebelum dan sesudah pemberian metil
prednisolone
- Cek UL
07/06/2017 S : Menerima hasil Urin Lengkap, Keluhan tidak ada
(12.00 WITA) O: St. Present
TD: 100/60 mmHg
HR : 90 kali/menit
RR : 20 kali/menit
Tax : 370C
Skala nyeri: 0

21
Hasil Urin Lengkap

A : Henoch-Schnlein Purpura + Dehidrasi Ringan Sedang (terehidrasi +


Gizi Kurang
P : - Pasien diperbolehkan pulang
- Obat pulang: Elkana syrup 1 x 1 cth
- KIE keluarga

22
BAB IV
PEMBAHASAN

Henoch-Schnlein purpura merupakan suatu vaskulitis sistemik dengan


karakteristik adanya deposisi kompleks imun dan keterlibatan IgA pada dinding
pemmbuluh darah kecil seperti arteriol, kapiler dan venula. Etiologi terjadinya HSP
sampai saat ini masih belum diketahui, tetapi dilaporkan HSP sering terjadi setelah
infeksi saluran napas atas yang muncul 1 3 minggu sebelumnya. Lebih dari
sepertiga kasus HSP menunjukkan kultur tenggorokan positif terhadap Streptococcus
b haemolyticus grup A, disertai peningkatan titer anti streptolisin O. Pada pasien ini
diduga penyebabnya adalah infeksi saluran napas atas, satu minggu sebelum masuk
rumah sakit didapatkan gejala demam disertai pilek. Beberapa kasus HSP juga terjadi
setelah pasien terinfeksi dengan varicella, measles, rubella, adenovirus dan
parvovirus B19. Pencetus HSP lain adalah vaksinasi campak, tifoid, gigitan
serangga, toksin kimiawi, dan obata-obatan seperti penisilin, eritromisin serta
antikonvulsan.1,2,4,8,9
Manifestasi klinis HSP melibatkan berbagai organ mulai dari kulit, sistem
gastrointestinal, sendi dan ginjal. Lesi pada kulit berupa purpura yang dapat diraba,
terutama pada kulit bokong dan ekstrimitas bawah, tetapi dapat juga ditemukan pada
lengan, muka dan seluruh tubh. Terkadang purpura disertai rasa gatal minimal. Gejala
pada sendi berupa artritis dan arthralgia. Tempat predileksi yang paling sering adalah
lutut dan pergelangan kaki. Gejala yang melibatkan gastrointestinal bervariasi muali
dari mual, muntah, nyeri perut hingga perdarahan. Manifestasi ginjal yang paling
sering adalah hematuria mikroskopik dengan atau tanpa proteinuria sampai
glomerulonefritis yang dapat menimbulkan gagal ginjal.1,2,4,5
Tidak ada pemeriksaan laboratorium spesifik yang dapat menegakkan diagnosis
HSP. Pemeriksaan laboratorium rutin yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah
tepi lengkap, laju endap darah, pemeriksaan fungsi ginjal dan urinalisis. Selain itu
dapat juga dilakukan pemeriksaan radiologi dan biopsi. Berdasarkan kriteria Kriteria
EULAR/PRINTO/PRES tahun 2008, diagnosis HSP diteggakkan apabila ada purpura

23
yang dapat dipalpasi dengan predominansi pada ekstrimitas bawah tanpa adanya
trombositopenia disertai satu dari empat kriteria yaitu (1) nyeri abdomen, (2)
pemeriksaan histopatologi menunjukkan gambaran vaskulitis tipikal leukositoklastik
dengan predominansi deposisi IgA atau glomerulonefritis proliferatif dengan deposisi
IgA, (3) artritis atau arthralgia, (4) keterlibatan ginjal.1,3,4,9
Pada kasus ini, pasien mengeluh adanya purpura multipel yang dapat diraba
pada kedua tungkai dan pusat, nyeri perut, mual, muntah, nyeri pinggang, nyeri lutut,
nyeri pergelangan kaki dan bengkak pada kedua kaki. Pemeriksaan laboratorium yang
dialakukan pada pasien yaitu darah tepi lengkap, pemeriksaan kadar ureum dan
kreatinin, urinalisis serta feses lengkap. Hasil dari pemeriksaan tersebut adalah tidak
ditemukan adanya penurunan trombosit, kadar ureum dan kreatinin tidak meningkat,
tidak ada darah pada feses dan tidak ditemukannya proteinuria maupun hematuria.
Pasien di diagnosis dengan HSP karena terdapat purpura yang dapat dipalpasi dengan
predominansi pada ekstrimitas bawah tanpa adanya trombositopenia disertai dengan 2
kriteria yaitu nyeri abdomen dan artralgia atau artritis.
Sebagian besar HSP dapat sembuh tanpa pengobatan. Penatalaksanaan HSP
meliputi terapi suportif, simtomatik dan terapi imunosupresif. Prinsip dasar terapi
suportif terdiri dari hidrasi, nutrisi dan pereda nyeri simtomatik. Golongan anti-
inflamasi nonsteroid (AINS) seperti ibuprofen atau parasetamol 10 mg/kgBB dapat
diberikan untuk mengurangi keluhan nyeri. Kortikosteroid oral diindikasikan pada
pasien dengan rash yang berat, edema, nyeri abdomen hebat tanpa mual muntah, dan
keterlibatan ginjal, skrotum serta testis. Prednison atau methylprednisolone dapat
diberikan dengan dosis awal 1-2 mg/kgBB per hari selama satu hingga dua minggu.
Pada kasus, pasien diberikan IVFD D5 NS 17 tetes makro per menit, Diet Lunak
bubur halus 3 x 1 porsi dan banyak minum air putih, ranitidin 1 mg/kg/kali, metil
prednisolone 2 mg/kg/hari serta sucralfate sirup.1,4
Henoch-Schnlein purpura umumnya merupakan benign self-limited disorder,
penyakit ini membaik dalam 6 8 minggu. Prognosis penyakit HSP baik bila tidak
disertai gangguan ginjal dan gangguan saluran cerna yang berat. Pada kasus, pasien
mempunyai prognosis yang baik.3,4,7

24
BAB V
SIMPULAN

Pada pembahasan kasus didapatkan adanya kesesuaian antara teori dan kasus.
Berdasarkan kriteria EULAR/PRES/PRINTO tahun 2008 diagnosis Henoch-
Schnlein purpura (HSP) diteggakkan apabila ada purpura yang dapat dipalpasi
dengan predominansi pada ekstrimitas bawah tanpa adanya trombositopenia disertai
satu dari empat kriteria yaitu (1) nyeri abdomen, (2) pemeriksaan histopatologi
menunjukkan gambaran vaskulitis tipikal leukositoklastik dengan predominansi
deposisi IgA atau glomerulonefritis proliferatif dengan deposisi IgA, (3) artritis atau
arthralgia, (4) keterlibatan ginjal. Pada kasus ini terdapat purpura yang dapat
dipalpasi dengan predominansi pada ekstrimitas bawah tanpa adanya trombositopenia
disertai dengan 2 kriteria yaitu nyeri abdomen dan artralgia atau artritis sehingga
mendukung kearah diagnosis dari HSP. Demikian juga penatalaksanaan kasus ini
sudah sesuai dengan teori yang dijelaskan pada kepustakaan.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Trnka, P. Henoch- Schnlein Purpura in Children. Journal of Pediatrics and


Child Health. 2013; 43: 995 1003.
2. Sugianti, I, Akib, A, Soedjatmiko. Karakteristik Purpura Henoch- Schnlein
pada Anak di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.Sari Pediatri. 2014; 16 (2):
128 135.
3. Bluman, J & Goldman, RD. Henoch- Schnlein Purpura in Children: Limited
Benefit of Corticosteroids. Canadian Family Physician. 2014; 60: 1007 1010.
4. Yuly. Purpura Henoch- Schnlein. Cermin Dunia Kedokteran. 2012; 39 (6): 413
415.
5. Widjajanti, M. Manifestasi dan Komplikasi Gastrointestinal pada Purpura
Henoch- Schnlein. Sari Pediatri. 2012; 13 (5): 334 339.
6. Yang, YH, Yu, HH, Chiang, BL. The Diagnosis and Classification of Henoch-
Schnlein Purpura: An Update Review. Autoimmunity Reviews. 2014; 1-4.
7. Ozen, S, Pistorio, A, Lusan, SM, Bakkaloglu, A, Herlin, T, Brik, R.
EULAR/PRINTO/PRES Criteria for Henoch- Schnlein Purpura, Chilhood
Polyarteritis Nodosa, Childhood Wegener Granulomatosis and Childhood
Takayasu Arteritis: Ankara 2008. Part II: Final Classification Criteria. Ann
Rheum Dis. 2010; 69: 798 806.
8. Bukhari, EM, Sofyani, KA, Muzaffer, MA. Spectrum of Henoch- Schnlein
Purpura in Children: A Single-Center Experience from Western Provence of
Saudi Arabia. Open Journal of Rheumatology and Autoimmune Diseases. 2015;
5: 17 22.
9. Setiabudiawan, B, Ghrahani, R, Sapartini G, Kadir, MR. Infeksi Gigi sebagai
Faktor Pencetus Terbanyak Henoch- Schnlein Purpura dengan Keterlibatan
Ginjal. Sari Pediatri. 2013; 14 (6): 369 373.

26

You might also like