You are on page 1of 41

LAPORAN PRAKTEK PRE KLINIK DI UNIT RADIOTERAPI

INSTALASI RADIOLOGI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA


22 MEI - 15 JUNI 2017

LAPORAN

Disusun sebagai salah satu syarat untuk


memenuhi Tugas Pre Klinik

Disusun Oleh :
LAILI ALFIANNIZAR MAJIB
NIM. P 1337430216200

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK RADIOLOGI


PEMINATAN RADIOTERAPI
JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan preklinik ini telah diperiksa dan disetejui untuk memenuhi tugas pre
klinik program studi D-IV Teknik Radiologi (Radioterapi) Politeknik Kesehatan
Semarang di Instalasi Radioterapi Rumah Sakit RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta

Nama : Laili Alfiannizar Majib

NIM : P1337430216200

Judul : LAPORAN PRAKTEK PRE KLINIK DI UNIT RADIOTERAPI


INSTALASI RADIOLOGI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

Pembimbing,

Dr. Wigati Dhamiyati, Sp. Rad (K) Onk


196009241986122001
KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadirat Allah SWT, karena
berkat kemurahan-Nya laporan ini dapat kami selesaikan sesuai dengan yang
diharapkan. Dalam laporan ini kami membahas tentang modalitas radioterapi dan
spek yang dimilikinya, tentang fisika radioterapi, keselamatan radiasi, budaya
keselamatan, alat keselamatan radiasi, Standar Prosedur Operasional, kegiatan
penjaminan mutu rutin dan insidentil, mengkaji tentang anatomi crosectional dari
hasil CT Simulator dalam fungsinya pada perencanaan TPS, metode perencanaan
radioterapi dan teknik dalam penyinaran.
Laporan ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman masalah yang
terdapat dalam radioterapi secara kompleks serta sekaligus melakukan apa yang
menjadi tugas mahasiswa dalam kegiatan praktek preklinik.
Dalam proses pendalaman materi Preklinik, tentunya kami mendapatkan
bimbingan, arahan, koreksi dan saran, untuk itu rasa terima kasih yang sedalam-
dalamnya kami sampaikan kepada :
1. Ibu Rini Indrati, S.Si., M.Kes., selaku Ketua Jurusan Teknik Radiodiagnostik
dan Radioterapi Poltekkes Kemenkes Semarang
2. Ibu Siti Masrochah, S.Si, M.Kes., selaku Ketua Program Studi DIV Teknik
Radiologi Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Poltekkes
Kemenkes Semarang
3. Ibu Dr. Wigati Dhamiyati, Sp.Rad.(K).Onk, Ibu Darmawati, MSi., FM., Ibu
Yani Siswaningsih, SST., M.Kes, dan Bapak Waloejo Hadi, SST selaku
Instruktur lapangan di Unit Radioterapi Instalasi Radiologi RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta
4. Rekan rekan mahasiswa yang telah banyak memberikan masukan untuk
makalah ini.
5. Bapak, Ibu, dan Adek tercinta yang selalu senantiasa memberikan
dukungannya.
Demikian laporan ini saya buat semoga bermanfaat.

Yogyakarta, 14 Juni 2017


Penyusun,

Laili Alfiannizar Majib


NIM.P13374302162000
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Radioterapi adalah salah satu metode pengobatan untuk berbagai jenis
kanker, dimana ia menggunakan sinar radiasi untuk membunuh sel-sel kanker.
Radioterapi dapat diterapkan secara mandiri tanpa pengobatan lain atau dalam
kombinasi dengan perawatan lain seperti operasi atau kemoterapi. Dalam uraian
ini akan diberikan beberapa penjelasan tentang tentang radioterapi. Informasi
dalam uraian ini merupakan penjelasan secara umum dan tidak memberikan
penjelasan secara spesifik terhadap kasus tertentu.
Radioterapi didefinisikan sebagai pengobatan penyakit kanker dengan
menggunakan energi tinggi radiasi yang difokuskan pada jaringan kanker yang
bertujuan untuk membunuh dan menghentikan pertumbuhan sel sel kanker.
Istilah radioterapi juga dikenal dengan terapi radiasi.
Pemberian radioterapi tidak lain adalah sebuah pengobatan, dimana dalam
pengobatan dengan menggunakan radioterapi ini ialah untuk menghambat dan
membunuh sel sel kanker. Dalam beberapa kasus radioterapi hanya diberikan
untuk membantu pengobatan kanker. Sebagai contoh, radioterapi diberikan untuk
kanker yang tumbuh kembali setelah menjalani operasi.
Perkembangan berbagai ilmu dan teknologi berjalan terus menerus
termasuk berkembangnya ilmu radiobiologi, dan radiofisika, sebagai ilmu dasar
dari terapi radiasi. Disamping itu dalam teknologi terjadi juga dengan pesat
perkembangan berbagai hal misalnya computerized treatment planning,
bermacam-macam tehnik imejing sebagai alat bantu diagnostik dan lokalisasi dan
juga penggunaan komputer dalam terapi radiasi. Kemajuan berbagai teknologi
canggih ini memungkinkan dilakukan terapi radiasi dengan tingkat ketepatan yang
sangat tinggi. Hal ini sejalan dengan tujuan radioterapi untuk mengeradikasi
tumor in vivo dengan memberikan sejumlah dosis radiasi yang diperlukan secara
tepat di daerah target radiasi, tanpa merusak jaringan sehat disekitamya, dengan
harapan memperbaiki kwalitas hidup dan memperpanjang kelangsungan hidup
penderita.
Sinar pengion disertai berbagai peralatan yang kompleks diperlukan
kerjasama yang juga kompleks diantara berbagai tenaga professional yang
berbeda dalam menjalankan atau menyelenggarakan terapi radiasi, maka
diperlukan tindakan-tindakan khusus untuk menjaga keamanan dari terapi
tersebut. Untuk menjamin keamanan tersebut dapat dipertahankan perlu
diadakan program Quality Assurance disertai program Quality Control-nya.
Praktek Pre Klinik adalah kegiatan belajar praktek modalitas-modalitas
penyinaran radioterapi di bawah bimbingan instruktur lapangan di rumah-rumah
sakit tempat praktek sebagai adaptasi awal sebelum mahasiswa melakukan
Praktek Kerja Lapangan (PKL). Dalam proses pembelajarannya, peserta didik
harus dibekali keahlian pengoperasian dan dasar-dasar penyinaran radioterapi,
dengan harapan pada saat selesainya kegiatan mahasiswa memiliki persiapan
yang cukup untuk mengikuti kegiatan praktek selanjutnya.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis yang merupakan
mahasiswa Diploma IV Teknik Radiologi Peminatan Radioterapi Jurusan Teknik
Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik Kesehatan Semarang melakukan
kegiatan pembelajaran Praktek Pre Klinik pada Unit Radioterapi Instalasi
Radiologi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada tanggal 22 Mei 15 Juni 2017.

B. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai pada kegiatan ini adalah agar mampu:
1. Mengenal modalitas radioterapi yang dilakukan di rumah sakit.
2. Melakukan pengoperasian dasar penyinaran radioterapi.
3. Melakukan pengaturan dan posisioning pasien pada penyinaran radioterapi
yang sering dilakukan di lapangan.
BAB II
MODALITAS

Modalitas peralatan radioterapi terbagi atas pesawat radiasi dan peralatan


penunjang. Pesawa radiasi merupakan komponen terpenting dalam suatu unit
radioterapi, dan terbagi dalam pesawat radiasi eksterna (teleterapi) dan radiasi
interna (brakiterapi). Radiasi eksterna merupakan metode pengobatan dengan
radioterapi dimana terdapat jarak antara sumber radiasi dengan pasien. Jarak ini
dapat berbeda tergantung pada peralatan yang dipakai, tujuan pengobatan, metode
pengobatan serta berbagai modifikasi yang akan dilakukan. Peralatan yang
digunakan untuk memberikan radiasi (pesawat) dapat dikelompokkan menjadi dua
yaitu menggunakan sinar gamma yang berasal dari unsur radioaktif (misal : Cobalt-
60) dan yang menggunakan sinar-X, foton atau electron yang dibangkitkan dari
sebuah generator listrik (misal : Linac). Radiasi Interna merupakan metode
pengobatan dengan radioterapi dimana sumber radiasi langsung dipasang pada
pasien. Peralatan yang digunakan untuk memberikan radiasi (pesawat) yaitu
menggunakan unsur radioaktif (misal Cobalt 60, Iridium 192) dengan metode
afterloading.
Pada Unit Radioterapi Instalasi Radiologi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
terdapat 3 pesawat radiasi yaitu pesawat terapi radiasi eksterna yaitu : Linac 1, dan
Linac 2 serta pesawat terapi radiasi internal yaitu Brachyterapi microSelectron High
Dose Rate. Sedangkan peralatan penunjang yang dimiliki adalah Simulator, CT
Simulator dan Treatment Planning System (TPS). Adapun spesifikasi dari modalitas-
modalitas tersebut adalah sebagai berikut :
A. Pesawat Radiasi
1. Pesawat Teleterapi
a. Nama Pesawat : Linear Accelerator I (Linac I)
b. BuataN : Elekta
c. Negara Pembuat: Inggris
d. Model : Precise System
e. Tipe Radiasi : Foton dan Elektron
f. Energi Radiasi
1) Foton : 6 MV dan 10 MV
2) Elektron : 4 MeV, 6 MeV, 8 MeV, 10 MeV, 12 MeV, 15 MeV
g. Aplikator Elektron: 6x6 cm, 10x10 cm, 14x14 cm, 20x20 cm
h. Verifikasi Radiasi: EPID (Electronic Portal Imaging Device) IView GT
i. Teknik Radiasi : 2D, 3DCRT dan IMRT
j. Blok Radiasi : MLC (Multi Leaf Collimator) tebal 1 cm sebanyak
40 MLC di kanan dan 40 MLC di kiri
k. Lapangan Radiasi: Minimal 3x3 cm dan Maksimal 40cm x 40cm
l. Transfer Data : DICOM dan ICOM
m. Aplication Software: Mosaiq Oncology Management System V 2.5
Gambar 1. Linac I Elekta Precise System

2. Pesawat Teleterapi
a. Nama Pesawat : Linear Accelerator II (Linac II)
b. Buatan : Elekta
c. Negara Pembuat: Inggris
d. Model : Synergy Platform
e. Tipe Radiasi : Foton dan Elektron
f. Energi Radiasi
1) Foton : 6 MV dan 10 MV
2) Elektron : 6 MeV, 8 MeV, 10 MeV, 12 MeV, 15 MeV, 18 MeV
g. Aplikator Elektron: 6x6 cm, 10x10 cm, 14x14 cm, 20x20 cm, 25x25 cm
h. Verifikasi Radiasi: EPID (Electronic Portal Imaging Device) IView GT
Upgradable XVI X-ray Volume Image)
i. Teknik Radiasi : 2D, 3DCRT, IMRT dan Support ke VMAT
j. Blok Radiasi : MLC (Multi Leaf Collimator) tebal 1 cm sebanyak
40 MLC di kanan dan 40 MLC di kiri
k. Lapangan Radiasi: Minimal 3x3 cm dan Maksimal 40cm x 40cm
l. Transfer Data : DICOM dan ICOM
m. Aplication Software: Mosaiq Oncology Management System V 2.5

Gambar 2. Linac II Elekta Synergy Platform


3. Pesawat Brachyterapi
a. Nama Pesawat : Brachyterapi 3D Digital
b. Buatan : Nucletron
c. Negara Pembuat: Belanda
d. Tipe : microselectron High Dose Rate (mHDR) Digital
e. Jumlah Channel : 18 Channel
f. Sumber Radioaktif: Iridium 192 (Ir-192)
g. Waktu Paruh : 73,83 hari
h. Aktivitas : 10 Ci
i. Tipe Radiasi : Surface/Mould, Intracavitary, Intraluminal,
Interstitial dan Intraoperative
j. Jenis Aplikator : Ginekolog, Head and Neck, Intraoperative,
Intraluminal
k. Teknik Radiasi : 2D dan 3D
l. Transfer Data : DICOM
m. Aplication Software: Oncentra TCS versi 3.1.5.500

Gambar 3 Brachyterapi mHDR 3D Digital


4. Pesawat Simulator
a. Nama Pesawat : Simulator 2D
b. Buatan : Shinva
c. Negara Pembuat: China
d. Fluoroskopi
1) Kv : 125 kV
2) mA : 2 mA
e. Radiografi
1) kV : 125 kV
2) mA : 320 mA
3) s : 6300 ms
4) Fokus : Besar dan Kecil
5) Kaset : Ukuran 24x30 Cm dan 30x40Cm
f. Transfer Image : DICOM
g. Aplication Software : Radiotherapy Simulator Controlling System
` Versi 3.1.6.0

Gambar 4. Simulator 2D
5. Pesawat Simulator
a. Nama Pesawat : CT Simulator
b. Merk Pesawat : Toshiba Aquilion LB MSCT
c. Tipe Xray : Fan Beam, Spiral
d. Jumlah Detektor: 32 Slice
e. FOV : 70 Cm
f. BOR : 90 Cm
g. Slice Thickness : 0,5 mm
h. kV : 80, 100, 120, 135 kV
i. Scan Time : 0,5, 0,75, 1,0, 1,5, 2,0, 3,0 s
j. Couch : Flat
k. Moving Laser : Horus A2J
l. Transfer Image : DICOM
m. Aplication Software : Toshiba V 6.0 Release SP0609E

Gambar 5. CT Simulator
6. Treatment Planning System (TPS) I
a. Nama Pesawat : TPS Linac I, TPS Linac II, TPS Brachyterapi
Merk Pesawat : Precise Plan, Xio, Oncentra
Konturing : Digitizer dan Monaco

(a) (b)

(c) (d)
Gambar 6. (a) TPS Precise Plan, (b) Xio x, (c) Oncentra, (d) Xio
BAB III
FISIKA RADIOTERAPI

A. Teleterapi
1. Linear Accelerator (LINAC)
Linear accelerator (LINAC) adalah instrumen radioterapi yang digunakan
untuk mematikan sel tumor maupun kanker pada penderita penyakit tersebut.
Ide pengembangan linac diawali oleh eksperimen Wilhelm Conrad Rontgen
(1845 -1923) yang merujuk pada ditemukannya radiasi energi tinggi yang
selanjutnya beliau namai sinar X. Kemudian pada tahun 1899, sinar -X
diaplikasikan pada bidang kesehatan berupa terapi penyakit karsinoma untuk
pertama kalinya. Hal ini mendorong ilmuwan lain salah satunya Gebbert dan
Schall untuk melakukan inovasi baru dan berhasil meningkatkan energi sinar -
X yang cukup tinggi yaitu sekitar 150 kV. Barulah pada tahun 1930 linac
pertama diperkenalkan oleh Rolf Wideroe. Pada tahun- tahun berikutnya
perkembangan linac semakin pesat hingga saat ini setidaknya sudah terdapat
3 generasi dari linac.
Prinsip Kerja Linear Accelerator
Sebuah linear accelarator bekerja berdasarkan prinsip penjalaran
gelombang frekuensi radio untuk mempercepat partikel bermuatan sehingga
partikel tersebut akan memliki energi kinetik yang tinggi pada arah/track yang
lurus. Proses mempercepat partkel bermuatan tersebut dilakukan didala
sebuah tabung yang disebut accelarator waveguide. Skema sederhana dari
linac diperlihatkan pada gambar berikut :

Gambar 7. Skematik prinsip kerja linac


Untuk dapat menghasilkan foton yang selanjutnya digunakan untuk terapi
radiasi, setidaknya sebuah linac membutuhkan sumber gelombang mikro,
sumber elektron yang akan dipercepat, serta lempengan target yang akan
ditumbuk. Sumber gelombang mikro disuplai oleh komponen Magnetron
ataupun Klystron. Magnetron berfungsi sebagai osilator frekuensi yang mampu
menghasilkan gelombang mikro dengan frekuensi tinggi. Gelombang mikro
tersebut digunakan untuk menghasilkan medan magnet statis yang
selanjutnya digunakan untuk mempercepat elektron yang dihasilkan oleh
elektron gun.
Berbeda dengan magnetron kylstron bukanlah penghasil gelombang mikro,
melainkan memperkuat gelombang sumber yang diberikan menggunakan
sebuah amplifier penguat frekuensi. Dari hasil penguatan frekuensi sumber
tersebut, akan dihasilkan sebuah sistem pandu gelombang dengan frekuensi
mencapai 3 GHz. Khusus magnetron, pada umumnya digunakan untuk
menghasilkan energi radiasi rendah yaitu 4 6 MeV. Untuk rentang energi
yang lebih tinggi digunakan kylstron.
Selanjutnya, elektron gun merupakan sumber elektron yang akan
dipercepat. Sebuah elektron gun dilengkapi dengan filamen tungsten yang
dipanaskan. Akibat pemanasan tersebut maka akan tejadi proses emisi
termionik yang mengakibatkan munculnya arus elektron yang terlepas dari
tungsten tersebut. Besarnya intensitas elektron berbanding lurus dengan
besarnya suhu pemanasan pada tungsten tersebut. Setelah elektron
dihasilkan maka berkas elektron tersebut akan diarahkan ke tabung
pemercepat (accelerating tube) untuk dipercepat sehingga energi kinetiknya
meningkat.

Gambar 8. Komponen pada accelerator tube


Tabung pemercepat dilengkapi dengan pengendali arus/ drift tube yang
berfungsi membalik polarisasi dari medan listrik. Dengan adanya proses ini
akan terjadi lompatan partikel sehingga menambah kecepatan partikel akibat
pembalikan polarisasi tersebut. Semakin banyak dan panjang drift tube yang
digunakan, semakin besar pula kecepatan akhir / energi kinetik partikel yang
dihasilkan. Namun , tentunya akan dibutuhkan konstruksi tabung yang panjang
untuk menghasilkan energi yang lebih tinggi.
Apabila energi kinetik yang dibutuhkan sudah tercapai, maka berkas
elektron dengan kecepatan tinggi ini akan arahkan untuk menumbuk
lempengan logam. Karena energi yang menumbuk lempengan logam sanagat
tinggi, maka akan dihasilkan berkas foton dari proses ini. Berkas tersebut
diarahkan keluar melalui kepala linac yang disebut gantri untuk selanjutnya di
arahkan menuju target. Setelah dihasilkan foton dengan energi tertentu, perlu
diadakan pengkondisian akan berkas tersebut dikarenakan berkas yang
dihasilkan tidak menghasilkan intensitas foton yang seragam yang artinya
energinya juga tidak seragam. Selain itu, dalam aplikasinya, geometri berkas
yang dibutuhkan akan beragam, sehingga diperlukan komponen yang bisa
mengatasi kedua permasalahan tersebut. Untuk menjadikan energi berkas
foton menjadi seragam/uniform dapat digunakan flattening filter (FF).
Komponen ini bekerja dengan menyerap sebagian berkas foton pada bagian
menggunakan bahan tertentu agar intensitas dibagian tersebut berkurang dan
sama dengan bagian lainnya sehingga semua bagian memiliki intensitas
energi yang merata. Berikut ilustrasinya.

(a) (b)
Gambar 9.a ) Profil energi tanpa FF, 3.b) Profil energi dengan FF

Sedangkan untuk memodifikasi geometri berkas, digunakan kolimator.


Prinsip kerjanya adalah dengan meloloskan berkas foton uniform pada sebuat
kerangka sesuai dengan bentuk yang diinginkan.

Gambar 10. Modifikasi geometri dengan multi leaf colimator.


Dari kombinasi komponen flattening filter dan colimator akan dihasilkan
berkas foton dengan intensitas seragam dan sesuai dengan geometri yang
dibutuhkan.

B. Brakiterapi
Brakiterapi berasal dari bahasa Yunani yang artinya terapi jarak dekat dan
merupakan bentukpertama dari terapi radiasi konformal. Pada brakiterapi, sumber
radiasi diletakkan di dalam atau sangat berdekatan dengan tumor, sehingga akan
didapatkan rasio yang tinggi antara jaringan tumor dengan jaringan normal yang
mendapatkan radiasi. Pada dasarnya terdapat dua bentuk brakiterapi, yaitu
intrakaviter dimana sumber radiasi diletakkan di dalam kavitas atau rongga tubuh
yang berdekatan dengan tumor, dan interstisial dimana sumber radiasi diimplan
atau ditanam langsung di dalam tumor atau jaringan. Penggunaan brakiterapi
berkembang sesaat setelah radium ditemukan. Radium ditemukan oleh Marie dan
Pierre Curie tahun 1898 dan kemudian segera dipelajari efek biologisnya. Dengan
radium, radiasi diberikan secara kontinyu dengan laju dosis yang rendah, dan
dapat memakan waktu harian hingga mingguan. Brakiterapi konvensional yang
seperti ini disebut sebagai brakiterapi low dose rate. Pada awal tahun 1962,
berkembang sebuah pendekatan baru brakiterapi. Sebuah pesawat radiasi
dapat menggerakan sumber radiasi ke dalam target radiasi dan kemudian
memberikan radiasi dalam waktu yang relatif singkat (kurang dari sejam). Dalam
waktu yang singkat tersebut sumber radiasi dapat memberikan radiasi dengan
dosis yang tinggi. Brakiterapi seperti ini disebut sebagai brakiterapi laju
dosis tinggi atau high dose rate (HDR) brachytherapy. Radiasi pada brakiterapi
diberikan secara berkesinambungan dalam kurun waktu tertentu, dan
proses radiobiologis yang terjadi seperti repair, repopulation, reoxygenation, dan
redistribution akan mempengaruhi respon jaringan tumor dan jaringan
normal terhadap radiasi, sehingga perbedaan laju dosis juga akan mempengaruhi
rasio terapeutik brakiterapi.

(a) (b)

Gambar 11. Perbedaan Brachyterapi (a) dan Teleterapi (b)

Menurut International Commission onRadiation Units and


Measurements(ICRU) 38, terdapat tiga kategori brakiterapi. Brakiterapi laju dosis
rendah, atau Low dose rate (LDR), memiliki laju dosis 0,4 2 Gy / jam.
Brakiterapi laju dosis menengah, atau Medium dose rate (MDR) memiliki laju
dosis 2 12 Gy / jam. Sedangkan brakiterapi laju dosis tinggi, atau High dose
rate (HDR) memiliki laju dosis lebih dari 12 Gy / jam, dan pemberiannya harus
dengan menggunakan remote afterloader. Bila dibandingkan dengan brakiterapi
laju dosis rendah atau low dose rate (LDR) brachytherapy, maka HDR memiliki
beberapa keuntungan :
1. Optimisasi: dengan brakiterapi HDR, maka dapat dimungkinkan optimisasi
dengan inverse planning.
2. Imobilisasi dan stabilitas: durasi terapi HDR yang relatif singkat menghasilkan
stabilitas yang lebih baik terutama untuk aplikator intrakaviter.
3. Pasien rawat jalan: kebanyakkan pasien HDR mendapatkan brakiterapi
sebagai pasien rawat jalan, sehingga akan membuat pasien merasa lebih
nyaman dan juga secara ekonomi menguntungkan karena pasien tidak
mengeluarkan biaya untuk rawat inap.
4. Lebih nyaman karena ukuran yang lebih kecil.
5. Prosedur intraoperatif: brakiterapi HDR memungkinkan dilakukannya
brakiterapi intraoperatif
6. Keamanan radiasi: brakiterapi HDR mengeliminasi paparan radiasi terhadap
petugas penyinaran.
Brakiterapi HDR juga memiliki kerugian bila dibandingkan dengan brakiterapi
LDR :
1. Radiobiologi : dibandingkan dengan LDR, maka terapi HDR memberikan
rasio terapeutik yang lebih buruk.
2. Bahaya error / kesalahan: prosedur yang lebih kompleks dengan brakiterapi
HDR meningkatkan kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pemberian
terapi dengan HDR.
3. Potensi terjadinya paparan dosis yang sangat tinggi terhadap pasien dan
operator ketika terjadi kegagalan retraksi dari sumber radiasi : sumber radiasi
HDR dapat memberikan paparan sebesar 7,4 Gy / menit pada kedalaman 1
cm terhadap pasien.
4. Sumber daya: terapi dengan HDR membutuhkan sumber daya yang lebih
banyak, baik personil maupun ekonomi.
Untuk menggabungkan keuntungan dari kedua jenis laju dosis tersebut,
dicoba dikembangkan suatu teknik yang disebut sebagai pulsed dose rate (PDR)
brachytherapy. PDR dikembangkan untuk mendapatkan efek biologis yang
menyerupai LDR tetapi juga mengambil keuntungan teknologi dan optimisasi dari
HDR.Secara umum total dosis dan waktu yang diperlukan PDR sama dengan
LDR, namun radiasi diberikan dalam banyak fraksi kecil, biasanya setiap 1
sampai dengan 4 jam. Perbedaan antara PDR dengan LDR menjadi minimal bila
PDR menggunakan dosis per fraksi yang kecil, antara 50 sampai dengan 60 cGy
yang diulang setiap jam. Jika waktu paruh repair jaringan sangat singkat atau
kurang dari setengah jam, maka PDR akan mengakibatkan kerusakan biologis
lebih banyak dari LDR. Pada kasus seperti ini maka total dosis yang diberikan
dapat diturunkan menjadi lebih rendah dari total dosis LDR dengan overall time
yang sama.
BAB IV
KESELAMATAN RADIASI

Keselamatan Radiasi / Proteksi Radiasi / Fisika Kesehatan adalah suatu


cabang ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan teknik kesehatan lingkungan yaitu
tentang proteksi yang perlu diberikan kepada seseorang atau sekelompok orang
terhadap kemungkinan diperolehnya akibat negatif dari radiasi pengion, sementara
kegiatan yang diperlukan dalam pemakaian sumber radiasi pengion masih tetap
dilakukan. Akibat negatif yang dimaksud tersebut disebut Somatik apabila diderita
oleh orang yang terkena radiasi dan disebut akibat genetik apabila dialami oleh
keturunannya. Akibat negatif juga dapat menimbulkan :
a. Efek Stokastik : akibat dimana kemungkinan terjadinya efek tersebut merupakan
fungsi dan dosis radiasi yang diterima oleh seseorang tanpa suatu nilai ambang.
b. Efek Non Stokastik : akibat dimana tingkat keparahan dari akibat radiasi ini
tergantung pada dosis radiasi yang diterima dan oleh karena itu diperlukan nilai
ambang
Dalam menentukan untung-rugi atau risiko manfaat dari kegiatan yang
menggunakan sumber radiasi perlu ditetapkan suatu sistem pembatasan dosis
berdasarkan pada :
a. Setiap pemakaian zat radioaktif dan/atau sumber radiasi lainnya hanya
didasarkan pada azas manfaat dan harus lebih dahulu memperoleh persetuuan
BAPETEN
b. Semua penyinaran harus diusahakan serendah rendahnya (ALARA) dengan
mempertimbangkan faktor ekonomi dan social
c. Dosis ekivalen yang diterima oleh seseorang tidak boleh melampaui NBD yang
telah ditetapkan.
Dalam menerapkan sistem pembatasan dosis ini maka rekomendasi yang
dikeluarkan Komisi Internasional untuk Proteksi Radiasi (ICRP) dibuat sedemikian
rupa sehingga efek non stokastik dapat dihindari dan untuk memperkecil efek
stokastik (kanker) sampai pada suatu nilai yang dapat diterima.
a. Risiko kematian yang dapat diterima oleh seorang pekerja dalam 1 tahun adalah
1 dari 10.000 untuk NBD yang berlakun sekarang ini 50mSv/thn
b. Jika bekerja di industri risiko tesebut besarnya 1 dari 2.000 atau 5 kali besar
risikonya.
c. Nilai tersebut dapat tinggi apabila ALARA tidak diterapkan.
Untuk tujuan standar keselamatan radiasi ICRP membedakan 3 macam
kategori penyinaran :
a. Penyinaran terhadap pekerja radiasi dewasa (di atas 18 tahun), dibagi lagi
penyinaran untuk wanita hamil dan pekerja radiasi lainnya
b. Anggota masyarakat terdiri dari anggota masyarakat perorangan dan
keseluruhan masyarakat
c. Penyinaran medik yaitu memperoleh dosis radiasi dengan sengaja yang
diberikan oleh tenaga medik dan paramedik yang mampu.
Dalam membatasi akibat negatif yang dapat terjadi pada pekerja radiasi maka
dalam SK Kepala BAPETEN No. 01/1999 tentang Ketentuan Keselamatan Terhadap
Radiasi ditetapka NBD sbb:
a. Untuk menghindari efek non stokastik, ditetapkan NBD : 0.5 Sv (5 rem) untuk
semua jaringan kecuali lensa mata sedangkan untuk lensa mata 0.15 Sv (15
rem)
b. Untuk membatasi dosis efek stokastik ditetapkan NBD ekivalen efektif untuk
penyinaran seluruh tubuh adalah 50 mSv/thn.
Dalam SK BAPETEN No. 01/1999 tentang Ketentuan Keselamatan Kerja
Terhadap Radiasi bahwa pekerja radiasi tidak boleh berumur kurang dari 18 tahun
dan pekerja wanita dalam masa menyususi tidak diizinkan bertugas di daerah radiasi
dengan risiko kontaminasi tinggi.
a. NBD untuk penyinaran seluruh tubuh 50 mSv
b. NBD untuk wanita dalam usia subur 13 mSv
c. NBD untuk wanita hamil 10 mSv
d. NBD untuk penyinaran lokal adalah 500 mSv dalam 1 tahun
e. Pembatasan dosis untuk penyinaran khusus direncanakan. Penyinaran khusus
tersebut tidak boleh diberikan kepada pekerja radiasi apabila :
1. Selama 12 bulan sebelumnya pernah menerima dosis lebih besar daripada
NBD seluruh tubuh
2. Pernah menerima penyinaran akibat keadaan darurat atau kecelakaan
3. Wanita usia subur
f. Pembatasan dosis untuk anggota masyarakat
g. Penyinaran anggota masyarakat secara keseluruhan
NBD dalam satu tahun untuk magang dan siswa yang harus menggunakan
sumber radiasi :
a. Yang berusia diatas 18 tahun, smaa dengan NBD untuk pekerja radiasi
b. Yang berusia antara 16 dan 18 tahun adalah 0.3 dari NBD untuk pekerja radiasi
c. Yang berusia dibawah 16 tahun adlah 0.1 dari NBD untuk masyarakat umum
dan tidak boleh menerima dosis sebesar 0.01 dari NBD masyarakat umum,
dalam sekali penyinaran
Dalam SK Kepala BAPETEN No. 01/1999 tersebut diatur hal hal sebagai
berikut bahwa pembatasan Penyinaran dilakukan dengan cara pembagian daerah
kerja, klasifikasi pekerja radiasi, dan pemeriksaan dan pengujian perlengkapan
proteksi radiasi dan alat ukur radiasi. Daerah Pengawasan (daerah yang
memungkinkan seseorang menerima dosis radiasi < 15 mSv dalam setahun dan
bebas kontaminasi). Daerah Pengendalian (daerah yang memungkinkan seseorang
menerima dosis radiasi 15 mSv / lebih dalam setahun). Petugas Proteksi Radiasi
bertanggung jawab atas terlaksananya tugas tugas dalam daerah yang
memungkinkan seseorang menerima dosis lebih dari 5 mSv dalam satu tahun dan
dalam daerah kontaminasi.
Ada berbagai hal yang perlu kita lakukan ketika kita menjadi petugas PPR
maupun pekerja radiasi agar keselamatan radiasi boleh tercapai :
a. Melakukan pemantauan terhadap kebocoran dinding / tembok ruangan
pemeriksaan, dimana besaran paparan radiasi pada ruangan yang digunakan
oleh pekerja radiasi 100mR/minggu sedangkan di ruangan yang digunakan
selaian pekerja radiasi 10 mR/minggu. Pengukuran tersebut meliputi
pengukuran pada daerah :
1. Disekitar ruangan operator
2. Dibelakang pintu, sekitar lobang kunci atau handle
3. Pada sekitar diding yang dicurigai adanya kebocoran
4. Diruangan ganti baju pasien
b. Melakukan pengukuran terhadap sumber radiasi yang dikenal dengan Uji
Kesesuaian / kalibrasi. Pelaksanaan dari uji kesesuaian ini adalah suatu badan
yang telah di tunjuk oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN)
c. Melakukan pemantauan dan perawatan terhadap Alat Proteksi Radiasi (APD
Apron, Pelindung Tiroid, Glove Pb, Gogle Pb, Shielding Pb) dengan cara
melakukan kalibrasi setiap 6 bulan sekali. Dan untuk APD yang telah dikalibrasi
diberi sticker yang berisikan tanggal pelaksanaan dan tanggal masa berlaku.
d. Menggunakan peralatan pemantauan dosis radiasi per orangan (TLD, Pen
Dosimetri, Survey meter)
e. Memasang tanda tanda bahaya pada daerah kerja seperti :
1. Memasang lampu merah pada ruangan pemeriksaan yang menggunakan
pesawat sinar x, disertai adanya tulisan DILARANG MASUK JIKALAMPU
MERAH MENYALA
2. Memasang stiker tanda bahaya radiasi di depan pintu ruangan pemeriksaan
yang menggunakan sinar x.

Gambar 12. Tanda Awas Bahaya Radiasi


3. Poster peringatan bahaya Radiasi harus dipasang di dalam ruangan pesawat
sinar-x, yang memuat tulisan WANITA HAMIL ATAU DIDUGA HAMIL
HARUS MEMBERITAHU DOKTER ATAU RADIOGRAFER

Gambar 13. Tanda Perhatian untuk Kehamilan


4. Membatasi tanda area bahaya radiasi terutama di depan pintu bunker
pemeriksaan.

Gambar 14. Tanda bahaya radiasi di depan pintu bunker


f. Melakukan pemantauan kesehatan terhadapa pekerja radiasi. Pemeriksaan
kesehatan meliputi: pemeriksaan kesehatan umum dan pemeriksaan kesehatan
khusus. Pemeriksaan kesehatan umum, dilakukan pada saat sebelum bekerja,
selama bekerja dan pada saat akan memutuskan hubungan kerja / pensiun.
Pemeriksaan kesehatan khusus, dilakukan pada pekerja radiasi yang
mengalami atau diduga mengalami gejala sakit akibat radiasi serta bagi pekerja
yang mendapatkan paparan radiasi yang melibihi nilai ambang batas.

Evaluasi pelaksanaan kegiatan dan pencatatan meliputi melakukan


pencatatan pada formulir pemeliharaan / kalibrasi pesawat sinar x dan peralatan
APD. Melakukan pencatatan dan penyimpanan hasil penerimaan dosis radiasi
perorangan (TLD). Melakukan pencatatan hasil pengukuran dosis radiasi hambur
pada sekitar ruangan pemeriksaan. Melakukan pencatatan inventaris data data
pesawat sinar x. Melakukan peng arsipan hasil hasil pemeriksaan kesehatan.
Melakukan pemantauan terhadap terjadinya kecelakaan radiasi.
BAB V
JAMINAN MUTU RADIOTERAPI

Jaminan kualitas menurut [ISO621 51 980] adalah adanya kecukupan bukti


kepercayaan suatu kegiatan sistematik yang direncanakan dan bahwa suatu
struktur, sistem dan komponen akan memberikan layanan yang
memuaskan. Jaminan kualitas pada radioterapi adalah semua prosedur yang dapat
menjamin konsistensi tahapan medik: pemenuhan keamanan dalam pemberian
dosis untuk volume organ target tersebut, dan dosis seminimal mungkin untuk
jaringan normal dan paparan pada personil serta pemonitoran yang cukup pada
pasien setelah tindakan. Untuk membuktikan adanya jaminan kualitas perlu
penilaian kualitas (qualityassessment) dan kontrol kualitas (quality control). Penilaian
kualitas adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk mengukur atau mengevaluasi
kinerja proses radioterapi. Sedangkan kontrol kualitas adalah ukuran yang diambil
untuk menilai, merawat dan atau memperbaiki kualitas perlakuan.
Pengamatan bukti pada tingkat dosis yang efektif dan berlebihan, telah
dilakukan oleh Herring dan Compton bahwa sistem terapi harus mampu memberikan
suatu dosis pada volume organ target dalam jangkauan 5 % dari dosis yang
dianjurkan. Ketidakpastian pemberian dosis dalam radioterapi bersumber dari :
a. Penentuan anatomi pasien (kesalahan dalam memperoleh outline, posisi
pasien, penentuan organ kritik, memperkirakan inhomogenitas jaringan,
dan lain lain)
b. Pendefinisian volume organ target (bentuk dan lokasi, kegagalan dalam
memperhitungkan gerakan organ atau jaringan akibat sirkulasi dan respirasi dari
pasien).
c. Rencana perlakuan (kesalahan dalam data berkas, model berkas, software dan
hardware).
d. Treatment delivery (kesalahan dalam kalibrasi mesin, setup pasien,
ketidaksesuaian setting mesin, dan lain lain).
e. Data pasien (identifikasi, diagnosis, catatan perlakuan terdahulu, dan lain lain).
Program jaminan kualitas yang harus diterapkan dan tanggungjawab personil
pada Instalasi Radioterapi. Kepala Instalasi Radioterapi mempunyai tanggungjawab
utama : menetapkan program jaminan kualitas. Dia harus dapat memastikan bahwa
proses radioterapi (perlakuan pasien) dilaksanakan sesuai standar lokal,
nasional maupun internasional. Masalah utama program jaminan kualitas pada
setiap departemen adalah memastikan apakah dan kapan program jaminan kualitas
(fisik dan klinik) telah dilaksanakan. Kepala departemen radioterapi harus meminta
dengan tegas catatan catatan tentang pelaksanaan jaminan kualitas, hasil kalibrasi
dan informasi yang berkaitan dengan pasien agar dipelihara selama periode waktu
tertentu. Hal ini perlu dilakukan untuk tujuan penyelidikan lebih lanjut dan
menghindari kemungkinan proses peradilan. Jika departemen radioterapi
merupakan suatu kesatuan klinik dan teknik, kepala ahli radioterapi dapat
mendelegasikan tanggungjawab jaminan kualitas tertentu kepada personil
personilnya sesuai dengan keahliannya, sehingga perlakuan yang dianjurkan
oleh ahli radioterapi dapat diimplementasikan sesuai dengan ketepatan dan
ketelitian yang diinginkan. Kepala ahli radioterapi harus dapat memberikan motivasi
kepada seluruh personilnya untuk memeriksa proses komputasi dan mengeliminasi
kesalahan kesalahan. Setiap departemen radioterapi sekurang kurangnya memiliki
seorang fisika medik dan radioterapis yang profesional, baik secara fulltime atau
parttime dan jaminan kualitas harus diberikan tanggung jawabnya kepada
mereka berdua.
Salah satu komponen penting program jaminan kualitas adalah
pengontrolan dosis pasien. Hal ini dapat dicapai dengan pengontrolan ketelitian dan
keakuratan prosedur dosimetri (misalnya kalibrasi peralatan dosimetri, output
sumber yang mengacu pada laboratorium standar nasional atau internasional),
geometri, pengaturan peralatan sumber dan anatomi pasien, dan mengerti
penyebab kesalahan perencanaan perlakuan.
Komponen lain dari program jaminan kualitas adalah keselamatan pasien.
Radioterapis memainkan peranan penting dalam keselamatan pasien. Dialah orang
yang terkait langsung dengan pasien, mengatur posisi pasien, mengatur posisi
shielding block dan wedge filter, dan memberikan penyinaran. Untuk meminimalisir
dosis yang diterima pasien pada titik di luar target, merupakan kerja tim. Ahli
radioterapi memberikan instruksi pemberian dosis tertentu pada organ kritik, dan
fisika medik mendisain rencana perlakuan, menghitung dosis dan memilih shielding
block yang sesuai, dan teknisi melaksanakan anjuran tersebut disamping juga
melakukan tugas maintenance peralatan terapi.
Jaminan kualitas yang terakhir adalah keselamatan personil. Untuk itu, setiap
personil yang terlibat pada departemen radioterapi harus memahami dan
melaksanakan semua prosedur yang berlaku sehingga keselamatan personil dapat
tercapai.
Personil yang
Tujuan Kontrol Kualitas
bertanggungjawab
Penetapan program (aspek Proses radioterapi Kepala
legal dan lain), pemeliharaan (penilaian dan koreksi) Departemen
catatan dan delegasi Radioterapi
tanggungjawab
Kontrol Dosis Pasien Kesalahan Dosimetri: Ahli Fisika dan
Peralatan metrologi, Sumber Radioterapis
dan peralatan brakhiterapi/
teleterapi
Geometri (posisi pasien: Radioterapis dan
marking dan verifikasi) teknisi
Akuisisi data pasien Ahli Fisika dan
(batasan volume target, Radioterapis
organ kritik)
Kesalahan perencanaan Ahli Fisika
perlakuan (perhitungan
dosis)
Keselamatan Pasien Dosis di luar volume target Radioterapis,
dan pengaturan berkas Ahli Fisika dan
Sistem Peralatan Interlock: Teknisi
radiasi, mekanik) Ahli Fisika dan
Monitoring pasien & Teknisi
komunikasi bahaya elektrik
Kegagalan mekanik, risiko Ahli Fisika
sparepart yang jatuh)
Keselamatan Personil Fasilitas: shielding Ahli Fisika dan
Pemonitoran Personil Teknisi
Keselamatan Elektrik
Sistem Peralatan Interlock:
radiasi, mekanik)
Tabel 1. Program Jaminan Kualitas dan Tanggungjawab Personil
Kontrol kualitas radioterapi pada aspek fisik dan teknik meliputi 5 hal :
1. Aspek mekanik dan geometri dari mesin terapi dan simulator
2. Dosimetri
3. Sistem perencanaan perlakuan
4. Brakhiterapi / Teleterapi
Keselamatan
Dari setiap hal di atas, perlu adanya program jaminan kualitas yang meliputi:
1. Spesifikasi peralatan yang dipesan
2. Uji penerimaan setelah pembelian peralatan dan penentuan standar baseline
3. Kalibrasi awal
4. Pengecekan kestabilan secara periodik dan uji khusus setelah adanya
perbaikan

Jaminan kualitas (QA) didalam terapi radiasi merupakan suatu tindakan yang
sangat penting, untuk menjamin ketepatan pemberian dosis kepada pasien yang
menjalani terapi radiasi. Kesalahan dalam pemberian radioterapi dapat terjadi
karena kekurangan dalam melokalisasi tumor, pergerakan pasien, menentukan
lapangan penyinaran, persiapan/positioning pasien setiap harinya, kalibrasi dan
perhitungan dosis, juga dapat terjadi karena masalah yang berhubungan dengan
alat/pesawat yang digunakan.
Program QA dalam radioterapi, mencakup daerah yang luas, yang melibatkan
beberapa disiplin ilmu dan manajemen institusi. Oleh karena itu koordinasi sangat
penting diantara fisikawan medis, dosimetris, teknisi, dokter radioterapi onkologi,
radiografer, perawat, disiplin medis lainnya dan pihak manajemen.
Tujuan program Quality Control (QC) dalam radioterapi adalah melakukan
evaluasi dari fungsi dan karakteristik seluruh peralatan radioterapi dan perhitungan
dosis. Karena karakteristik ini sangat berpengaruh kepada geometri dan ketepatan
dosimetri dalam pemberian dosis radiasi. Quality Assurance dibagi dalam 2 (dua)
bagian utama yaitu : pengukuran QC dan evaluasi secara periodik (harian,
mingguan, bulanan dan tahunan) dan pemeliharaan peralatan radioterapi secara
teratur.
A. Program Jaminan Mutu dan Langkah Pelaksanaan Kegiatan di Unit Radioterapi
Instalasi Radiologi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
1. Pemeriksaan status/dokumen pasien
Program : Melakukan pemeriksaan status/dokumen pasien untuk parameter
tehnik penyinaran yang harus dilakukan.

Langkah-langkah kegiatan:
a. Pemeriksaan dokumen pasien baru atau pasien yang mengalami modifikasi
lapangan penyinaran, hal yang perlu diperiksa Treatment prescription,
Treatment parameters, Isodose distribution, Special Dose Calculation,
Treament time, Daily record, Previous Radiation Treatments.
b. Pemeriksaan status pasien mingguan, dengan cara pemeriksaan data
penyinaran yang tercatat minggu sebelumnya dan dosis kumulatif.
c. Pemeriksaan pada akhir seluruh penyinaran, hal yang dilakukan yaitu
memeriksa jumlah dosis yang telah diberikan, status pasien
didokumentasikan pada lemari file yang disediakan dan memberikan
keterangan mengenai penyinaran kepada pasien
2. Pemeriksaan Peralatan Radioterapi
a. Pesawat Simulator
Simulator di desain untuk menghasilkan kondisi geometri dari
pesawat radiasi. Pesawat simulator harus dicek secara mekanik, sama
seperti pesawat radiasi lainnya. Disamping itu pesawat ini juga dicek untuk
kualitas imagenya menurut petunjuk radiografi diagnostik.
Langkah - langkah kegiatan :
Periode Prosedur Toleransi
Harian Safety
Door Interlock berfungsi
Cassete Holder berfungsi
Audio-visual monitor berfungsi
Mechanical :
Laser 2 mm
Indikator parameter lapangan 2 mm
Mingguan Mechanical
Indikator parameter lapangan 2 mm
Gantry dan collimator angle 1 derajat
indicator
SAD (Source Axis Distance) 2 mm
Radiation field coincidence 2 mm
Image Intensifier Rad berfungsi
Cross hair centring 2 mm
Bulanan Safety
Emergencies off switches berfungsi
Collision avidance berfungsi
Door interlock berfungsi
Mechanical
Treatment couch position indicator 2 mm/1derajat
Latching treatment accessories berfungsi
Field light intensity berfungsi
Field delineator symmetri 2 mm

Focal spot-axis indicator 2 mm


Focal spot-cassette indicator 2 mm
Tahunan Mengikuti Prosedur Acceptance
Test
Tabel 2 Quality Control Pesawat Simulator

b. Pesawat Teleterapi
Semua parameter didalam treatment planning harus diverifikasi
selama persiapan pertama, dengan begitu kekeliruan ataupun masalah
dapat dikoreksi saat itu juga. Selain itu perhatian khusus pada peralatan
modifikasi berkas radiasi seperti blok, wedge dan kompensator/alat bantu
harus benar-benar pada posisi yang tepat. Cek pada saat pertama kali
pasien mendapat penyinaran oleh fisikawan medis, akan meminimalkan
kesalahan-kesalahan yang tidak kelihatan karena perbedaan persepsi atau
ketidakmengertian mengenai konsep secara fisik.
Langkah - langkah kegiatan :
Periode Prosedur Toleransi
Harian Safety
Door Interlock berfungsi
Audio-visual monitor berfungsi
Mechanical :
Laser 2 mm
Indikator parameter lapangan 2 mm
Mingguan Safety
Door Interlock berfungsi
Audio-visual monitor berfungsi
Mechanical
Field size indicator 2 mm
Gantry dan collimator angle indicator 1 derajat
Radiation field coincidence 2 mm
Cross hair centring 2 mm
Bulanan Safet
y
Emergencies off switches berfungsi
Wedge interlock berfungsi
Mechanical
Wedge position 2 mm
Tray position 2 mm
Field light intensity berfungsi
Treatment couch position indicator 2mm/1deraja
t
Latching of wedge, bloking trays berfungsi
6 Bulanan Dosimetry (pengukuran output)
5 x 5 cm 2%
10 x 10 cm 2%
15 x 15 cm 2%
20 x 20 cm 2%
25 x 25 cm 2%
30 x 30 cm 2%
Tahunan Mengikuti prosedur acceptance test
Dosimetry (pengukuran output)
5 x 5 cm 2%
10 x 10 cm 2%
15 x 15 cm 2%
20 x 20 cm 2%
25 x 25 cm 2%
30 x 30 cm 2%
Tabel 3 Quality Control Pesawat Teleterapi

c. Pesawat Brakiterapi
Keistimewaan brachyterapi mHDR Nucletron adalah ukuran sumber radiasi
yang kecil sehingga dapat digunakan untuk banyak aplikasi, sumbernya
adalah sumber radiasi terbungkus tunggal dengan sistem afterloading
sehingga memudahkan tindakan proteksi radiasi. Disamping itu secara
komputerized dapat dilakukan pemindahan sumber setelah dosis tertentu
tercapai (dwell time dan dwell position), dengan demikian meskipun hanya
menggunakan sumber tunggal tetapi lebih baik dari pada yang
menggunakan sumber banyak. Kelemahan dari sistem ini adalah waktu
parohnya yang relatif pendek (73.83 hari/ 0.4658 R . m2 . Ci . h-1) sehingga
diperlukan penggantian sumber yang relatif sering ( 4 6 bulan).
Langkah - langkah kegiatan
Periode Prosedur Toleransi
Harian Safety
Door Interlock berfungsi
Audio-visual monitor berfungsi
alarm berfungsi
Indikator keberadaan sumber radiasi berfungsi
Dwell position kondisi treatment 2 mm
Mingguan Safety
Door Interlock berfungsi
Audio-visual monitor berfungsi
alarm berfungsi
Indikator keberadaan sumber radiasi berfungsi
Dwell position kondisi treatment 2 mm
Aktivitas sumber TCS vs TPS Sama
Monitor paparan radiasi berfungsi
Tabel 4 Quality Control Pesawat Brakhiterapi

3. Penyusunan Prosedur Tetap


Guna memberikan pemahaman dalam melaksanakan kegiatan disusun
prosedur tetap yang dapat diimplementasikan dalam pelayanan baik prosedur
tetap administrasi maupun prosedur tetap teknis pemanfaatan. Adapun protap
yang disusun antara lain :
a. Protap pendaftaran dan pembayaran
b. Protap pengoperasian pesawat Simulator, pesawat Linac dan TPS
komputer
c. Protap teknis pemeriksaan Simulator
d. Protap teknis tindakan terapi radiasi dengan pesawat Linac
e. Protap proteksi radiasi
f. Protap penanggulangan keadaan darurat/kecelakaan radiasi, dan lain-lain
Selain mengimplementasikan protap dan kebijakan yang ada juga dilakukan
evaluasi guna mengetahui masih sesuai atau tidak dengan kondisi terkini.
Langkah - langkah pelaksanaan :
Protap administrasi dan protap teknis disusun secara bersama - sama dan
dilaksanakan bersama-sama dengan diberlakukan oleh Direktur, jika masih
ada kekurangan pada protap segera disusun dan diberlakukan.
Protap dikaji ulang setiap setahun sekali atau jika dianggap perlu.

4. Perijinan Peralatan
Program :
Semua peralatan yang ada harus memiliki ijin dari pihak yang berwenang,
berkaitan dengan pemanfaatan zat radioaktif pihak yang berwenang adalah
Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN).
Langkah-langkah pelaksanaan :
Memeriksa setiap peralatan sudah memiliki ijin atau belum, jika ada peralatan
yang belum segera dipersiapkan berkas-berkas persyaratan perijinan guna
pengajuan dan jika ada ada perijinan yang akan habis masa berlakunya
segera dilakukan pengajuan perpanjangan ijin.
Persyaratan perijinan dan surat ijin disimpan dalam satu file khusus.
BAB VI
ANATOMI, PERENCANAAN DAN TEKNIK RADIOTERAPI

A. Anatomi Crossectional
Kanker payudara (Karsinoma mammae) merupakan salah satu tumor
ganas paling sering ditemukan pada wanita. Setiap payudara terdiri atas dua
belas sampai dua puluh kelenjar yang masing masing tumbuh besar, unit-unit
yang bersama-sama membentuk struktur kelenjar payudara yang berjendal
jendul dan semuanya bermuarah di puting. Payudara tidak ada hubungannya
dengan otot dada besar (muskulus pektoralis) yang melalui suatu urat yang
kokoh melekat pada lengan atas dan di ujung lain berpegangan kuat pada
dinding dada dengan melebar seperti kipas.
Kanker payudara pada prinsipnya adalah tumor ganas dari salah satu
kelenjar kulit di sebelah luar rongga dada. Kelenjar limfe ketiak membentuk
system pengaliran limfe bagi kedua kuadran atas tubuh, selain payudara
termasuk di sini juga kedua lengan. Jumlah kelenjar limfa ini berfariasi,
meluasnya dari sisi luar atas kelenjar payudara sampai di bawah dan belakang
tulang selangkah. Di sini berhubungan dengan kelenjar limfe leher terbawah
saling berhubungan dengan system pembulu balik, jalan bagi metastatis
hematogen berjarak.
Apabila pengaliran keluar limfe tertutup oleh diseksi kelenjar limfe,
pertumbuhan masuk dari kanker, penyinaran atau kombinasi sebab-sebab ini,
terjadilah edema (sembab, pembekakan) limfe yang ditakuti dari lengan dan
tangan. Pada penyebaran kanker secara limfogen, kelenjar satu persatu
terkena.
Kelenjar yang menempung penyebaran pertama disebut kelennjar
penjaga gerbang pengawal. Terkena tidaknya kelenjar ini akan menentukan
pilihan terapi. Jika kelenjar ini bebas dari metastatis, penyebaran dikelenjar limfe
lain yang letaknya lebih ke atas tidak perlu di fikirkan.
Pendefinisian target radiasi untuk radioterapi 2 dimensi menggunaan
prinsip penanda tulang dan batas-batas anatomi. Batas-batas lapangan radiasi
pada kanker payudara dengan teknik 2 dimensi. Batas medial: garis mid
sternalis. Batas lateral: garis mid aksilaris atau minimal 2 cm dari payudara yang
dapat teraba. Batas superior: caput clacivula atau pada sela iga ke-2. Batas
inferior: 2 cm dari lipatan infra mammary.Batas dalam: 2-2.5 cm dari tulang iga
sisi luar ke arah paru. Batas luar: 2 cm dari penanda di kulit
Dosis radiasi radioterapi seluruh payudara adalah 1. 25 fraksi x 2 Gy
tanpa booster. Booster skar operasi 5-8 fraksi x 2 Gy (regimen
konvensional)diberikan pada batas sayatan positif atau dekat. Dosis radioterapi
pada daerah supraklavikula (bila ada indikasi) adalah 25 fraksi x 2 Gy.
Radioterapi pada kanker payudara diberikan 1 fraksi per hari, 5 hari per minggu.
Pasien kanker payudara dengan radioterapi teknik 2D, sebelum
perencanaan pada CT Simulator, terlebih dahulu planning disimulator
Konvensional. Proses perencanaan radiasi pada CT Simulator dilakukan
dengan pemberian marker sebagai titik pada tubuh pasien dan selanjutnya
dilakukan proses scanning ( kontur anatomi pasien tidak boleh terpotong ) dan
mid sagital plane pasien pada pertengahan meja pemeriksaan

Gambar Potongan Axial CT Simulator

B. Perencanaan Radiasi
Di dalam ruangan CT Simulator terdapat beberapa hardware ( Perangkat
Keras ) untuk mendukung proses perencanaan/simulasi penyinaran, yaitu :
i. CT Scan Toshiba Aquillion
Input :
- Keyboard
- Mouse
- CT Detektor
- Monitor Touchscreen Injektor Otomatis
Processing :
- CPU : Intel Pentium Xeon Processor E5540 2,53GHz ( 8 CPUs )
- Memory : 12 GB
- Hard Disk Drive : 1TB
Output :
- Monitor : Toshiba 19 Inch
Storage :
- Optical : VCD / DVD
Software :
- System Software : Windows Server 2008 R 2 Standard 64 bit
- Aplication Software : Toshiba V 6.0 Release SP0609E
Gambar CT Scan Toshiba Aquillion 16 Slice

ii. PC Moving Laser


Input :
- Keyboard
- Mouse
- 5 Buah Laser Moving Horus ( Sumbu X, Y dan Z )
Processing :
- CPU : Intel Pentium Core i3 Processor 4160 3,60 GHz
- Memory : 4 GB
- Hard Disk Drive : 512 GB
Output :
- Monitor : Toshiba 19 Inch
Storage :
- Optical : VCD / DVD
- USB
Software :
- System Software : Windows 7 Profesional Service Pack 1
- Aplication Software : A2J Software

Gambar PC Laser Moving


Gambar Laser Moving Horus

iii. Pengaturan pasien (Positioning) CT Simulator Kanker Payudara


a. Pasien diposisikan di meja pemeriksaan sesuai dengan projeksi posisi
ketika dilakukan penyinaran (terlentang, tengkurap, miring dan lain
sebagainya), pastikan posisi pasien dalam kelurusan yang benar dengan
bantuan laser yang ada
b. Lakukan imobilisasi atau fiksasi pasien apabila diperlukan, ketika
dilakukan fiksasi pasien, pastikan anggota tubuh pasien lainnya tidak
mengenai atau mengganggu pergerakan bagian atas meja pemeriksaan,
c. Pasang marker pada tubuh pasien yang akan digunakan sebagai titik
referensi, marker ini diletakkan pada bidang atas pasien dan kanan kiri
pasien dan harus dalam satu garis laser. Tandai marker tersebut karena
akan digunakan sebagai titik acuan dalam penyinaran.
d. Pindahkan atau posisikan pasien ke posisi awal scanning dengan 3
marker tadi sebagai titik acuannya, dan tekan dan tahan tombol Auto
Slide sampai meja pasien berhenti sendiri.

iv. Scanning
a. Pilih prosedur yang tepat untuk pemeriksaan sesuai dengan kebutuhan
diagnosa, TPS dan treatment penyinaran,
b. Periksa identitas pasien (Patient ID, Patient Name, Insertion Direction dan
Posture)
c. Monitor akan menampilkan parameter scanning,
- Pilih parameter yang akan diubah apabila diperlukan, untuk prosedur
scannogram atur panjang scan dengan ketebalan irisannya supaya
ada yang melewati marker yang sudah dipasang di pasien.
- Lalu tekan Confirm setelah mengubahnya.
d. Tekan tombol Scan Start ketika proses persiapan selesai (ditandai
dengan lampu menyala pada keyboard )
e. Proses Scanning dimulai,
f. Ketika proses scanning selesai, monitor menampilkan jendela untuk menu
specifying additional scan,
g. Untuk melakukan scanning tambahan, masukkan jumlah scan tambahan
dan informasi lainnya lalu tekan tombol Confirm,
h. Untuk menutup jendela specifying additional scan, tekan tombol Quit
Exam terletak pada sisi sebelah kanan bawah dari tampilan monitor,
i. Untuk melakukan pengulangan atau scanning dengan parameter yang
sama, tekan tombol Repeat eXam pada tampilan monitor.
j. Untuk mengakhiri proses pemeriksaan, tekan tombol Next Patient,
k. Tekan tombol Auto Home untuk mengembalikan posisi meja pasien ke
posisi awal (meja bergerak keluar Gantri dan turun),
l. Turunkan pasien dari meja pasien.

v. Pemrosesan Gambar (Image Processing)


a. Menampilkan Hasil Scanning (Image Display)
b. Tekan tombol Start untuk display Autoview-s atau Autoview-m pada
Menu Command Box,
c. Tekan tombol Directory pada jendela startup untuk menampilkan hasil
scanning data pasien (Patient Directory),
d. Pilih file data image yang akan ditampilkan dari direktori pasien, dan tekan
tombol Load,
e. Tekan tombol Image Processing atau Image Selector, maka jendela
untuk memilih gambar hasil scanning akan muncul,
f. Pada jendela Image Selector, pilih gambar yang dikehendaki untuk
ditampilkan.
g. Kirim gambar yang diperlukan ke DICOM dengan tujuan transfer ke
Monaco Sim
vi. Treatment Planning System
Setelah dilakukan proses delineasi/konturing, maka hasil scanning

tersebut akan dilakukan proses rekonstruksi oleh treatment planning system.

Dalam proses ini selain dilakukan pemberian dosis radiasi dimana target

kanker diberikan semaksimal 100% dan organ jaringan sehat seminimal

mungkin dosisnya. Untuk mencapai hal tersebut maka jaringan sehat yang

bebas dari nodul dan kanker dilakukan proses blocking supaya selama

penyinaran tidak mendapatkan radiasi.

Target volume radiasi sangat penting ditetapkan pada perencanaan

radiasi karena akan sangat menentukan apakah lapangan radiasi akan

mencakup seluruh sasaran radiasi atau sebaliknya akan berlebihan sehingga

akan memasukkan banyak jaringan sehat di dalam lapangan radiasi.


Target volume radiasi meliputi :

a. Gross Target Volume (GTV), adalah volume tumor yang dapat dideteksi

secara fisik dan imaging ( delineasi dan contouring )

b. Clinical Target Volume (CTV) adalah volume tumor yang dibatasi oleh

penyebaran makroskopik tumor (penyebaran infiltrative tumor) seperti

kelenjar getah bening dan nodul-nodulnya.

c. Planning Target Volume (PTV), adalah CTV dengan ditambah 1-2 cm di

luarnya CTV untuk mengurangi kesalahan menetapkan CTV dan

pergerakan organ.

a) Lapangan Supraclavikula

b) Lapangan CMI (Centrasi Mamaria Internal)


c) Lapangan Tangensial Internal

d) Lapangan Tangensial Eksternal

e) Lapangan Axilla

Pada gambar diatas :


1. Garis hijau luas lapangan radiasi, area yang mendapatkan radiasi.
2. Garis merah sentrasi lapangan.

vii. Teknik Penyinaran Kanker Payudara (Ca Mammae)


a. Teknik Radiasi : 2D
b. Alat Radiasi : Linac I
c. Energy Radiasi : 6 MV
d. Lapangan Penyinaran : Supra Clavicula, Tangensial Internal,
Tangensial Eksternal, Centrasi Mammaria Internal (CMI), Axilla
e. Regio : Mammae Sinistra
f. Posisi Pasien : Supine tangan kiri keatas memegang
hand rest, menggunakan ganjal biru
Dalam penyinaran, posisi pasien harus sama persis dengan yang
dilakukan pada saat CT Simulator. Hal ini disebabkan proses
perencanaan radiasi berdasarkan posisioning saat dilakukan CT Simulator
bukan pada saat penyinaran dan selama fraksinasi penyinaran posisioning
harus selalu sama.

Gambar : Posisi Pasien


g. Posisi Tatto : Center
Tatto menggunakan jarum kecil steril dan disposable. Kemudian setelah
diberi tatto di tebali menggunakan spidol marker putih dan diberi hypafix
berbentuk center. Titik inilah yang digunakan untuk sentrasi saat dilakukan
penyinaran.

(a) (b)
Gambar : Posisi tatto sebagai sentrasi
(a) Tangensial Internal dan (b) Tangensial Eksternal
h. Aksesoris : Whole Body Base Plate
i. SAD / SSD : SSD 100
j. Kedalaman : Supra Clavicula (3 cm), Tangensial Internal (7
cm), Tangensial Eksternal (7 cm), CMI (3 cm), Axilla (6.7 cm)
k. Ukuran X : Supra Clavicula (15.5 cm), Tangensial Internal
(13 cm), Tangensial Eksternal (13 cm), CMI (4 cm), Axilla (9 cm)
l. Ukuran Y : Supra Clavicula (9 cm), Tangensial Internal
(4.5 cm), Tangensial Eksternal (4.5 cm), CMI (8 cm), Axilla (11 cm)
m. Colimator Rotation : Supra Clavicula (0 cm), Tangensial Internal
(93 cm), Tangensial Eksternal (267 cm), CMI (0 cm), Axilla (330 cm)
n. Gantry Rotation : Supra Clavicula (350 cm), Tangensial Internal
(320 cm), Tangensial Eksternal (143 cm), CMI (355 cm), Axilla (180
cm)
o. Blok : Multi Leaf Collimator (MLC)
p. Table Height : Supra Clavicula (13.9 cm), Tangensial Internal
(17.3 cm), Tangensial Eksternal (5.9 cm), CMI (48.8 cm), Axilla (42.1 cm)
q. Table Long : Supra Clavicula (40.5 cm), Tangensial Internal
(51.3 cm), Tangensial Eksternal (51.3 cm), CMI (48.8 cm), Axilla (42.1 cm)

C. SOP Teknik Penyinaran 5 besar kasus di Unit Radioterapi Instalasi Radiologi


RSUP dr. Sardjito Yogyakarta

SOP TEKNIK PENYINARAN RADIOTERAPI

Jenis Kasus CA Cervix


Energi 6 MV
Alat Radiasi Linac
Eksterna
Lapangan Lapangan AP Lapangan PA
Penyinaran
Regio Pelvis
Posisi Pasien Supine

Posisi Tatto Centre

Accesori -
SAD/SSD SAD 100 (92) SAD 100
(cm)
Kedalaman 8 8,4
X (cm) 18 18
Y (cm) 20 20
Coll Rotation 0 0
(CR)
Gantry 0 180
Rotation (GR)
Table Hight 8,4
Wedge Filter Tidak Tidak
Block MLC MLC
Jumlah 5 5
Fraksi/
Minggu
Dosis Tumor/ 2Gy 2Gy
Hari
Dosis Radiasi 50 Gy 50 Gy
Waktu - -
Radiasi (In)
MU
Waktu 108,4 107,1
Radiasi (Out)
MU

SOP TEKNIK PENYINARAN RADIOTERAPI

Jenis Kasus CA Cerebri


Energi 6 MV
Alat Radiasi Linac
Eksterna
Lapangan Lapangan Lapangan
Penyinaran Lateral Kanan Lateral Kiri
Regio Cerebri
Posisi Pasien Supine

Posisi Tatto Centre pada masker dan centre dari AP

Accesori Thermo Plastic Mask dan Head Rest A


SAD/SSD SAD 92 SAD 93
(cm)
Kedalaman 8 7
X (cm) 16,5 16,5
Y (cm) 13,5 13,5
Coll Rotation 400 3200 00
(CR)
Gantry 2700 900 1800
Rotation (GR)
Table Hight -9,5
Wedge Filter Tidak Tidak
Block - -
Jumlah 5 5
Fraksi/
Minggu
Dosis Tumor/ 1,5 Gy 1,5 Gy
Hari
Dosis Radiasi 15Gy 15Gy
Waktu - -
Radiasi (In)
MU
Waktu 166,2 162,4
Radiasi (Out)
MU

SOP TEKNIK PENYINARAN RADIOTERAPI

Jenis Kasus CA Mammae


Energi 6 MV
Alat Radiasi Linac
Eksterna
Lapangan Lapangan Lapangan Lapangan Lapangan Lapangan
Penyinaran Tangensial Tangensial Supraclav Axilla Centra
Interna Eksterna Posterior Mammae
Interna (CMI)
Regio Mammae Sinistra
Posisi Pasien Supine

Posisi Tatto Centre

Accesori Ganjal Bahu B


SAD/SSD SSD 100 SSD 100 SSD 100 SSD 100 SSD 100
(cm)
Kedalaman 6 6 3 5,9 3
X (cm) 12 12 15 8 4
Y (cm) 4 4 9 10 8
Coll Rotation 1050 2550 00 3310 00
(CR)
Gantry 3130 1350 3500 1800 3550
Rotation (GR)
Table Hight -18,7 -10,4 -13,6 0 -18,1
Wedge Filter Ya Ya Tidak Tidak Tidak
Block Tidak Tidak MLC Tidak Tidak
Jumlah 5 5 5 5 5
Fraksi/
Minggu
Dosis Tumor/ 2 Gy 2 Gy 2 Gy 2 Gy 2 Gy
Hari
Dosis Radiasi 50 Gy 50 Gy 50 Gy 50 Gy 50 Gy
Waktu 353,3 351,4 - - -
Radiasi (In)
MU
Waktu 41,2 41,0 209,3 128,9 210,4
Radiasi (Out)
MU

SOP TEKNIK PENYINARAN RADIOTERAPI

Jenis Kasus CA Nasopharing


Energi 6 MV
Alat Radiasi Linac
Eksterna
Lapangan Lapangan Lapangan Lapangan
Penyinaran Lateral Kanan Lateral Kiri Supraclav
Regio Nasopharing
Posisi Pasien Supine Kedua Tangan Sedakep

Posisi Tatto Centre

Accesori Thermo Plastic Mask dan Head Rest A


SAD/SSD SAD SAD 100 SSD 100
(cm) 100(93,5) (93,5)
Kedalaman 6,5 6,5 3
X (cm) 13,5 13,5 18
Y (cm) 16 16 9
Coll Rotation 00 00 00
(CR)
Gantry 2700 900 00
Rotation (GR)
Table Hight 13,0 13,5
Wedge Filter Tidak Tidak
Block MLC MLC MLC
Jumlah 5 5 5
Fraksi/
Minggu
Dosis Tumor/ 1 Gy 1 Gy 2 Gy
Hari
Dosis Radiasi 70 Gy 70 Gy 50 Gy
Waktu - - -
Radiasi (In)
MU
Waktu 109,1 107,7 208,5
Radiasi (Out)
MU
SOP TEKNIK PENYINARAN RADIOTERAPI

Jenis Kasus CA Vertebrae


Energi 6 MV
Alat Radiasi Linac
Eksterna
Lapangan Lapangan PA
Penyinaran
Regio Vertebrae Thorakal 11-Sacrum 1
Posisi Pasien Supine kedua tangan disamping tubuh

Posisi Tatto Centre

Accesori Head Rest F untuk ganjal kepala


SAD/SSD SSD 100
(cm)
Kedalaman 7
(cm)
X (cm) 11
Y (cm) 23
Coll Rotation 00
(CR)
Gantry 1800
Rotation (GR)
Table Hight 0
Wedge Filter Tidak
Block -
Jumlah 5
Fraksi/
Minggu
Dosis Tumor/ 3 Gy
Hari
Dosis Radiasi 30 Gy
Waktu -
Radiasi (In)
MU
Waktu 388,3
Radiasi (Out)
MU
BAB VII
PENUTUP

A. Kesimpulan
Melihat berjalannya waktu, perkembangan berbagai ilmu dan teknologi
berjalan terus menerus termasuk berkembangnya ilmu radiobiologi, dan
radiofisika, sebagai ilmu dasar dari terapi radiasi. Disamping itu dalam teknologi
terjadi juga dengan pesat perkembangan berbagai hal misalnya computerized
treatment planning, bermacam-macam tehnik imejing sebagai alat bantu
diagnostik dan lokalisasi dan juga penggunaan komputer dalam terapi radiasi.
Kemajuan berbagai teknologi canggih ini memungkinkan dilakukan terapi radiasi
dengan tingkat ketepatan yang sangat tinggi. Hal ini sejalan dengan tujuan
radioterapi untuk mengeradikasi tumor in vivo dengan memberikan sejumlah
dosis radiasi yang diperlukan secara tepat di daerah target radiasi, tanpa
merusak jaringan sehat disekitamya, dengan harapan memperbaiki kwalitas
hidup dan memperpanjang kelangsungan hidup penderita.
Praktek Pre Klinik di Unit Radioterapi Instalasi Radiologi RSUP Dr. Sardjito
adalah kegiatan belajar praktek modalitas-modalitas penyinaran radioterapi di
bawah bimbingan instruktur lapangan di rumah sakit tempat praktek sebagai
adaptasi awal sebelum mahasiswa melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL).
Dalam proses pembelajarannya, peserta didik harus dibekali keahlian
pengoperasian dan dasar-dasar penyinaran radioterapi, dengan harapan pada
saat selesainya kegiatan mahasiswa memiliki persiapan yang cukup untuk
mengikuti kegiatan praktek selanjutnya.
Dari kegiatan ini penulis dapat memahami modalitas radioterapi dan spek
yang dimilikinya, tentang fisika radioterapi, keselamatan radiasi, budaya
keselamatan, alat keselamatan radiasi, Standar Prosedur Operasional, kegiatan
penjaminan mutu rutin dan insidentil, mengkaji tentang anatomi crosectional dari
hasil CT Simulator dalam fungsinya pada perencanaan TPS, metode
perencanaan radioterapi dan teknik dalam penyinaran.

You might also like