You are on page 1of 40

LAPORAN KASUS

SEORANG LAKI-LAKI 52 TAHUN DENGAN SIROSIS HEPATIS


DEKOMPENSATA

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Dokter Umum Fakultas


Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing:

dr. Musrifah Budi Utami, Sp. PD, M. Kes

Disusun Oleh:

Irkhamyudhi Primasakti, S. Ked J510165074

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2017
LAPORAN KASUS
ILMU PENYAKIT DALAM

SEORANG LAKI-LAKI 52 TAHUN DENGAN SIROSIS HEPATIS


DEKOMPENSATA

Diajukan oleh :

Irkhamyudhi Primasakti, S. Ked J510165074

Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta pada hari ,
..

Pembimbing :

dr. Musrifah Budi Utami, Sp. PD, M.Kes (..........................)

Dipresentasikan di hadapan :

dr. Musrifah Budi Utami, Sp. PD, M.Kes (..........................)

Disahkan Ka. Program Profesi :

dr. Dona Dewi Nirlawati (..........................)


BAB I
LAPORAN KASUS

I. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 17 Januari 2017 di bangsal Mawar 3
bed 02.

A. Identitas Penderita
Nama : Tn. S
Umur : 52 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Alamat : Tlobo 20/10 Tlobo Jatiyoso Karanganyar
No. RM : 370076
Masuk RS : 16 Januari 2017
Pemeriksaan : 17 Januari 2017

B. Keluhan Utama
Perut membesar

C. Riwayat Penyakit Sekarang


Sejak 2 bulan SMRS pasien mengeluh perut membesar, semakin lama
semakin membesar dan menetap. Keluhan ini membuat pasien merasa
mbebesek, terasa cepat kenyang, dan penuh bila diisi makanan. Mual (-),
muntah (-), nyeri ulu hati (-). Keluhan juga diikuti dengan penurunan nafsu
makan, badan dirasa semakin kurus tetapi perut tetap membesar. Sesak saat
aktivitas (-), terbangun pada malam hari karena sesak (-). Bengkak pada
kedua kaki (+), muncul bersamaan pada kedua kaki, menetap, tidak
berkurang dengan istirahat maupun aktivitas. Bengkak pada kedua kelopak
mata (-), bengkak seluruh tubuh (-).
Pada 1 bulan SMRS pasien mengeluh BAK berwarna seperti teh. Tetapi
seiring berjalan waktu, keluhan tersebut, menghilang dan BAK kembali
jernih. BAK 2-3x sehari, @ 1-1 cangkir, nyeri saat BAK (-), panas saat
BAK (-), anyang-anyangan (-), pasir (-), batu (-), darah (-). BAB 1x sehari,
BAB warna hitam disangkal. Keluar benjolan maupun darah yang menetes
saat BAB disangkal.
Sejak 2 minggu SMRS pasien mengeluhkan badan terasa lemas. Lemas
dirasakan terus menerus dan semakin lama semakin memberat. Lemas
dirasakan pasien saat beraktivitas ringan seperti berjalan beberapa meter
saja. Lemas tidak berkurang dengan istirahat, makan, ataupun minum
minuman yang manis. Pasien juga merasakan sesak dan perut mbesesek saat
makan. Aktivitas sehari-hari pasien dirasakan semakin terbatas karena
keadaan pasien yang mudah lelah, sehingga pasien selalu dibantu oleh
keluarga untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Demam (-), berkeringat pada
malam hari (-).
HMRS pasien mengeluhkan kembali perut semakin membesar dan
mbesesek saat pasien makan. Mbesesek membaik saat pasien tidak makan.
Nyeri perut bertambah jika berubah posisi kearah kanan dan kearah kiri.
Pasien juga merasa sesak (+) saat berbaring, dan membaik saat tidur
setengah duduk dan diberi oksigen. Pasien merasa lemas karena nafsu
makan berkurang. Bengkak pada kedua kaki (+), bengkak pada kedua
kelopak mata (-), bengkak seluruh tubuh (-). Pasien merasakan BAB tidak
lancar, BAK pasien sedikit sekitar - 1 cangkir sehari dan berwarna seperti
teh gelap.

D. Riwayat Penyakit Dahulu


1. Riwayat sakit serupa : disangkal
2. Riwayat sakit kuning : disangkal
3. Riwayat sakit darah tinggi : disangkal
4. Riwayat sakit gula : diakui
5. Riwayat sakit jantung : disangkal
6. Riwayat sakit ginjal : disangkal
7. Riwayat transfusi : disangkal
8. Riwayat mondok : disangkal

E. Riwayat Kebiasaan
1. Riwayat merokok : diakui
2. Riwayat minum jamu :diakui sejak muda, minum jamu 1x
tiap minggu, namun pasien telah
berhenti minum jamu sejak 7 bulan
SMRS
3. Riwayat minum alkohol : disangkal
4. Riwayat minum obat-obatan : diakui
5. Riwayat olahraga teratur : disangkal

F. Riwayat Penyakit pada Anggota Keluarga


1. Riwayat sakit dengan keluhan serupa : disangkal
2. Riwayat sakit kuning : disangkal
3. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
4. Riwayat sakit gula : disangkal
5. Riwayat sakit jantung : disangkal

G. Riwayat Perkawinan dan Sosial Ekonomi


Pasien adalah seorang suami dengan seorang istri dan dua orang anak.
Pasien bekerja sebagai petani. Pasien berobat dengan biaya BPJS.

H. Riwayat Gizi
Sebelum sakit, pasien makan 2-3 kali sehari dengan nasi, sayur, tahu,
dan tempe. Pasien jarang mengkonsumsi telur, ikan, daging dan buah-
buahan.

I. Anamnesis Sistem
1. Keluhan utama : perut membesar
2. Kulit : pucat (-), kuning (-), kering (-), kebiruan (-), gatal (-),
bercak kuning (-), luka (-), bintik-bintik perdarahan
pada kulit (-).
3. Kepala : pusing (-), nggliyer (-), kepala terasa berat (-),
perasaan berputarputar (-), rambut mudah rontok (-)
4. Mata : mata berkunang kunang (-), pandangan kabur (+),
gatal (-), mata merah (-), kelopak mata bengkak (-).
5. Hidung : tersumbat (-), keluar darah (-), keluar lendir atau air
berlebihan (-), gatal (-).
6. Telinga : telinga berdenging (-), pendengaran berkurang (-),
keluar cairan atau darah (-).
7. Mulut : bibir kering (-), gusi mudah berdarah (-), sariawan
berulang (-), gigi tanggal (-), sulit berbicara (-).
8. Tenggorokan : rasa kering dan gatal (-), nyeri untuk menelan (-),
sakit tenggorokan (-), suara serak (-).
9. Sistem respirasi : sesak nafas (+), batuk (-), dahak (-), darah (-), nyeri
dada (-), mengi (-).
10. Sistem kardiovaskuler : nyeri dada (-), terasa ada yang menekan (-),
sering pingsan (-), berdebar-debar (-), keringat
dingin (-), ulu hati terasa panas (-), denyut
jantung meningkat (-), bangun malam karena
sesak nafas (-).
11. Sistem gastrointestinal : perut membesar, nafsu makan berkurang
(+), mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-),
perut sebah (-), cepat kenyang (-), diare (-),
sulit BAB (-), perut nyeri setelah makan(-),
BAB warna hitam seperti petis (-).
12. Sistem musculoskeletal : lemas (+), badan terasa keju-kemeng (-),
kaku sendi (-), nyeri sendi (-), bengkak sendi
(-), nyeri otot (-), kaku otot (-), kejang (-).
13. Sistem genitouterina : BAK berwarna seperti teh (+), nyeri saat
BAK (-), panas saat BAK (-), sering buang air
kecil (-), BAK darah (-), nanah (-), BAK
berkali-kali karena tidak lampias/ anyang-
anyangan (-), sering menahan kencing (-), rasa
pegal di pinggang, rasa gatal pada saluran
kencing (-), rasa gatal pada alat kelamin (-).
14. Ekstremitas :
a. Atas : luka (-/-), kesemutan (-/-), tremor (-/-), ujung jari
terasa dingin (-/-), bengkak (-/-), lemah (-/-), nyeri (-/-),
lebam-lebam kulit (-/-)
b. Bawah : luka (-/-), kesemutan (-/-), tremor (-/-), ujung jari
terasa dingin (-/-), bengkak (+/+), lemah (-/-), nyeri
(-/-), lebam-lebam kulit (-/-)
15. Sistem neuropsikiatri : kesemutan (-), kejang (-), gelisah (-), mengigau(-)

II. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 17 Januari 2017
1. Keadaan Umum
Tampak sakit, kesadaran compos mentis, gizi kesan cukup
2. Tanda Vital
Tensi : 120/70 mmHg
Nadi : 76 x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup
Denyut jantung : 76 x/menit, irama reguler
Frekuensi nafas : 21 x/menit, pernafasan torakoabdominal
Suhu : 36,8C per aksiler
3. Status Gizi
BB = 55 kg
TB = 172 cm
BMI = 55/(1,72)2= 18,58 kg/m2 (harga normal = 18,5-22,5 kg/m2)
Kesan : normoweight
4. Kulit
Warna coklat, turgor menurun (-), hiperpigmentasi (-), kering (-),
teleangiektasis (-), petechie (-), ikterik (-), ekimosis (-), lebam kemerahan (-).
5. Kepala
Bentuk normocephal, rambut warna hitam, uban (-), mudah rontok (-), luka (-)
6. Wajah
Simetris, eritema (-)
7. Mata
Mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (+/+), perdarahan
subkonjungtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter 3 mm/3 mm, reflek cahaya
(+/+) normal, edema palpebra (-/-), strabismus (-/-).
8. Telinga
Membran timpani intak, sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri
tekan tragus (-), gangguan fungsi pendengaran (-).
9. Hidung
Deviasi septum nasi (-), epistaksis (-), nafas cuping hidung (-), sekret (-),
fungsi pembau baik, foetor ex nasal (-)
10. Mulut
Sianosis (-), papil lidah atrofi (-), gusi berdarah (-), bibir kering (-), stomatitis
(-), pucat (-), lidah tifoid (-), luka pada sudut bibir (-).
11. Leher
JVP tidak meningkat, trakea di tengah, simetris, pembesaran tiroid (-),
pembesaran kelenjar getah bening (-), leher kaku (-), distensi vena leher (-).
12. Thoraks
Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostalis (-), spider nevi (+),
pernafasan thorakoabdominal, sela iga melebar (-), pembesaran kelenjar getah
bening aksilla (-), rambut ketiak rontok (-), ginecomastia (-).
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat, thrill (-)
Perkusi :
kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra
kiri bawah : SIC V 1 cm medial linea midclavicularis sinistra
kanan atas : SIC II linea sternalis dextra
kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dextra
pinggang jantung : SIC II-III lateral linea parasternalis sinistra
konfigurasi jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : HR 76x/menit, bunyi jantung I-II intensitas normal, regular,
bising (-), gallop (-)
Pulmo :
Depan
Inspeksi :
Statis : normochest, simetris kanan-kiri, sela iga tak melebar,
retraksi (-), sela iga tidak mendatar
Dinamis : simetris, pengembangan dada kanan = kiri, sela iga tak
melebar, retraksi (-),
Palpasi :
Statis : simetris, sela iga tidak melebar, retraksi (-), tidak ada yang
tertinggal
Dinamis : pengembangan paru simetris, tidak ada yang tertinggal,
fremitus raba kanan = kiri
Perkusi :
Kanan : sonor hingga SIC III, batas paru hepar redup relatif di SIC
VI LMCD, batas paru hepar redup absolut di SIC VII
LMCD
Kiri : sonor, sesuai batas paru jantung pada SIC VI LMCS.
Auskultasi :
Kanan : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan wheezing (-)
ronki basah kasar (-), ronki basah halus (-), krepitasi (-)
Kiri : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan wheezing (-)
ronki basah kasar (-), ronki basah halus (-), krepitasi (-)
Belakang
Inspeksi :
Statis : punggung kanan kiri simetris
Dinamis : pengembangan dada simetris
Palpasi :
Statis : punggung kanan dan kiri simetris
Dinamis : pergerakan kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiri
Perkusi :
Kanan : sonor, mulai redup pada batas paru bawah V Th X
Kiri : sonor, mulai redup pada batas paru bawah V Th XI
Peranjakan diafragma 5 cm kanan sama dengan kiri.
13. Punggung
kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-), nyeri ketok kostovertebra (-/-)
14. Abdomen
Inspeksi : dinding perut lebih tinggi dari dinding dada, distended
(+), tidak tampak dilatasi vena.
Auskultasi : peristaltik (+) normal, bruit hepar (-), bising epigastrium
(-)
Perkusi : tympani, pekak sisi (+), pekak alih (+), liver span =
10cm, tes undulasi (+)
Palpasi : supel (+), shifting dullnes (+), hepatomegali
splenomegali sulit dievaluasi, nyeri tekan (-)
15. Genitourinaria
Ulkus (-), secret (-), tanda-tanda radang (-)
16. Rectal Toucher
Hemoroid (-)
17. Kelenjar getah bening inguinal
Tidak membesar
18. Ekstremitas
Akral dingin Edema Palmar eritema Sianosis
(-/-) / (-/-) (-/-) / (+/+) (+/+) / (+/+) (-/-) / (-/-)

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Pemeriksaan Laboratorium Darah 16 Januari 2017
Hematologi Rutin Hasil Satuan Rujukan
Hb 10.1 g/dl 14 18
HCT 30.5 42 52
AL 6.0 103/l 5 10
AT 118 103/l 150 450
AE 3.36 106/l 4,50 5,50
Index Eritrosit
MCV 90.8 /um 82,0 92,0
MCH 30.1 Pg 27,0 31,0
MCHC 13.0 g/dl 32,0 37,0
RDW 15.7 % 11,6 14,6
Hitung Jenis
Granulosit 64.8 % 50,0 70,0
Limfosit 26,9 % 25,0 40,0
Monosit 8,3 % 3,0 9,0

Limfosit 1,6 Ribu/ul 1,25 4,0

Monosit 0,5 Ribu/ul 0,30 1,00

Granulosit 3,9 Ribu/ul 2,50 7,00


Kimia Klinik
GDS 91 mg/dL 70 150
SGOT 33 U/L 0 46
SGPT 15 U/L 0 42
Albumin 2,9 g/dl 3,5 5,5
Globulin 3,12 g/dl 1,3 2,7
Ureum 26 mg/dL 10 - 50
Kreatinin 0,88 mg/dL 0,8-1,1
Serologi
HEPATITITS
HbsAg Non reaktif Non reaktif

B. Pemeriksaan Laboratorium tanggal 18 Januari 2017


Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
GDS 146 mg/dL 70 150
Albumin 3,2 g/dl 3,5 5,5
C. Pemeriksaan USG Abdomen tanggal 18 Januari 2017
Kesan :
1. Proses kronis intra parenkim hepar ( Sirosis Hepar )
2. Splenomegali S2
3. Acites di peri hepar, para vesica dan resus hepatorenalis

IV. RESUME
Seorang laki-laki 52 tahun datang ke RSUD Karanganyar dengan keluhan
perut membesar sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan ini membuat pasien merasa
mbebesek, terasa cepat kenyang, dan penuh bila diisi makanan. Keluhan juga
diikuti dengan penurunan nafsu makan, badan dirasa semakin kurus tetapi perut
tetap membesar. Bengkak pada kedua kaki (+), muncul bersamaan pada kedua
kaki, menetap, tidak berkurang dengan istirahat maupun aktivitas. Pada 1 bulan
SMRS pasien mengeluh BAK berwarna seperti teh. Tetapi seiring berjalan
waktu, keluhan tersebut, menghilang dan BAK kembali jernih. BAK 2-3x
sehari, @ 1-1 cangkir. Sejak 2 minggu SMRS pasien mengeluhkan badan
terasa lemas. Lemas dirasakan terus menerus dan semakin lama semakin
memberat. Aktivitas sehari-hari pasien dirasakan semakin terbatas karena
keadaan pasien yang mudah lelah.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit
sedang, kesadaran compos mentis, gizi kesan cukup. TD : 120/70 mmHg, N: 76
kali/menit, RR : 21 kali/ menit. Konjungtiva pucat (+/+). Pada pemeriksaan
abdomen didapatkan dinding perut lebih tinggi dari dinding dada, spider naevi
(+), pekak sisi (+), pekak alih (+), tes undulasi (+), liver span 10cm, shifting
dullnes (+). Oedem pada kedua ekstremitas inferior. Pemeriksaan laboratorium
didapatkan anemia ringan, hematokrit menurun, trombositopeni, eritrosit
menurun dan hipoalbumin. Pmeriksaan USG didapatkan hasil sirosis hepatis
dengan ascites.

V. DAFTAR ABNORMALITAS
Anamnesis :
1. perut membesar
2. perut terasa penuh, cepat kenyang, dan mbesesek
3. nafsu makan menurun
4. bengkak pada kedua kaki
5. BAK warna seperti teh
6. lemas

Pemeriksaan Fisik :
7. konjungtiva pucat (+/+)
8. pekak sisi (+)
9. pekak alih (+)
10. tes undulasi (+)
11. shifting dullnes (+)

Pemeriksaan Laboratorium :
12. anemia ringan
13. hematokrit menurun
14. trombositopeni
15. eritrosit menurun
16. hipoalbuminemia

VI. ASSESSMENT
Sirosis hepatis dekompensata
Anemia normositik normokromik

VII. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa :
O2 3 lpm
Infus RL 20 tpm
Infus Aminofusin hepar / 24 jam
Infus Plasbumin 25% 100cc
Injeksi Ranitidin 1 amp/ 12 jam
Injeksi Furosemid 3 amp/ 8 jam
Spironolacton 100 mg 4-4-0
Propanolol 10 mg 1x1
Curcuma 20mg 3x1

Non Medikamentosa :
1. Tirah baring setengah duduk
2. Mengurangi makanan yang bersantan berminyak dan berlemak
3. Nasi putih extra telur 5 buah
4. Diet rendah garam
5. Edukasi minum obat teratur
6. Edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya dan komplikasinya

VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad malam
Quo ad funtionam : ad malam
Quo ad sanam : ad malam

IX. FOLLOW UP

17 Januari 2017 S/
pasien mengeluhkan perut membesar (+) dan sebah (+),
terasa ampeg (+), saat dan setelah makan terasa sesak
(+), BAK sedikit coklat gelap, BAB (-).
O/
TD : 120/80, N : 78, S : 36.1, RR : 19
KU/Kes : Lemah/ CM
K/L : Normochepal, SI +/+, CA -/- ,PKGB
Tho : SDV+/+, Rh-/-, Wh -/-, BJ I/II reg, bising -

Abd : Pekak beralih +, Tes Undulasi +, shifting dullness


+
Ext : akral dingin tidak ada, udem kaki kanan dan kiri.
A/
Serosis Hepatikum Dekompensata, Anemia Normositik
Normokromik
P/ Bed rest
Infus RL 20 tpm
Infus Aminofusin hepar / 24 jam
Infus Plasbumin 25% 100cc
Injeksi Ranitidin 1 amp/ 12 jam
Injeksi Furosemid 3 amp/ 8 jam
Spironolacton 100 mg 4-4-0
Propanolol 10 mg 1x1
Curcuma 20mg 3x1
Diet extra putih telur 5 buah

18 Januari 2017 S/
pasien mengeluhkan perut sebah (+), terasa ampeg (+),
saat dan setelah makan terasa sesak (+), nyeri kepala (+),
BAK (+), BAB (-)
O/
TD : 120/70, N : 76, S : 35.9, RR : 18
KU/Kes : Lemah/ CM
K/L : Normochepal, SI +/+, CA -/- ,PKGB
Tho : SDV+/+, Rh-/-, Wh -/-, BJ I/II reg, bising -

Abd : Pekak beralih +, Tes Undulasi +, shifting dullness


+
Ext : akral dingin tidak ada, udem kaki kanan dan kiri.
A/
Serosis Hepatikum Dekompensata, Anemia Normositik
Normokromik
P/ Bed rest
Infus RL 20 tpm
Infus Aminofusin hepar / 24 jam
Injeksi Ranitidin 1 amp/ 12 jam
Injeksi Furosemid 4 amp/ 8 jam
Spironolacton 100 mg 4-4-0
Propanolol 10 mg 2x1
Curcuma 20mg 3x1
Diet extra putih telur 5 buah

19 Januari 2017 S/
pasien mengeluhkan perut sebah (+), terasa ampeg (+),
saat dan setelah makan terasa sesak (+), napas sesak (+),
nyeri kepala (-), mual (-), muntah (-), mata kanan dan
kiri gatal, berair dan keluar kotoran (+) BAK (+), BAB
(+)
O/
TD : 120/80, N : 72, S : 36.1, RR : 23
KU/Kes : Lemah/ CM
K/L : Normochepal, SI +/+, CA -/- ,PKGB
Tho : SDV+/+, Rh-/-, Wh -/-, BJ I/II reg, bising -

Abd : Pekak beralih +, Tes Undulasi +, shifting dullness


+
Ext : akral dingin tidak ada, udem kaki kanan dan kiri.
A/
Serosis Hepatikum Dekompensata, Anemia Normositik
Normokromik
P/ Bed rest setengah duduk
O2 3 lpm
Infus RL 20 tpm
Infus Aminofusin hepar / 24 jam
Injeksi Ranitidin 1 amp/ 12 jam
Injeksi Furosemid 4 amp/ 8 jam
Spironolacton 100 mg 4-4-0
Propanolol 10 mg 2x1
Curcuma 20mg 3x1
Sendoleter tetes mata
Diet extra putih telur 5 buah

20 Januari 2017 S/
pasien mengeluhkan perut terasa ampeg (+), sesak sudah
berkurang (+), mual (-), muntah (-), mata kanan dan kiri
gatal, berair dan keluar kotoran (+),lemas (+), makan
susah (+), BAK (+), BAB (+)
O/
TD : 130/90, N : 72, S : 36.0, RR : 21
KU/Kes : Lemah/ CM
K/L : Normochepal, SI +/+, CA -/- ,PKGB
Tho : SDV+/+, Rh-/-, Wh -/-, BJ I/II reg, bising -

Abd : Pekak beralih +, Tes Undulasi +, shifting dullness


+
Ext : akral dingin tidak ada, udem kaki kanan dan kiri.
A/
Serosis Hepatikum Dekompensata, Anemia Normositik
Normokromik
P/ Bed rest setengah duduk
O2 3 lpm
Infus RL 20 tpm
Infus D 5% 20 tpm
Injeksi furosemid 5 amp/ 8 jam
Injeksi Ranitidin 1 amp/ 12 jam
Spironolacton 100 mg 4-4-0
Propanolol 10 mg 2x1
Curcuma 20mg 3x1
Sendoleter tetes mata
Diet extra putih telur 5 buah

21 Januari 2017 S/
pasien mengeluhkan perut sebah (+), terasa ampeg (-),
saat dan setelah makan terasa sesak (-), nyeri kepala (-),
mual (-), muntah (-), mata kanan dan kiri gatal, berair
dan keluar kotoran (-), lemas (-), makan susah (-), BAK
(+), BAB (+)
O/
TD : 120/80, N : 72, S : 36.1, RR : 18
KU/Kes : Lemah/ CM
K/L : Normochepal, SI +/+, CA -/- ,PKGB
Tho : SDV+/+, Rh-/-, Wh -/-, BJ I/II reg, bising -

Abd : Pekak beralih +, Tes Undulasi +, shifting dullness


+
Ext : akral dingin tidak ada, udem kaki kanan dan kiri.
A/
Serosis Hepatikum Dekompensata, Anemia Normositik
Normokromik
P/ Bed rest
Infus RL 20 tpm
Infus D 5% 20 tpm
Injeksi Ranitidin 1 amp/ 12 jam
Injeksi Furosemid 5 amp/ 8 jam
Spironolacton 100 mg 4-4-0
Propanolol 10 mg 2x1
Curcuma 20mg 3x1
Diet extra putih telur 5 buah

BLPL

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi, Fisiologi, dan Histologi Hepar


Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar
pada manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di
kedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan.
Beratnya 1200 1600 gram. Permukaan atas terletak bersentuhan di bawah
diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen.
Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh
peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan dengan v.cava
inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak
diliputi oleh peritoneum disebut bare area. Terdapat refleksi peritoneum dari
dinding abdomen anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa
ligamen.
Macam-macam ligamennya:

1. Ligamentum falciformis : Menghubungkan hepar ke dinding anterior abdomen


dan terletak di antara umbilicus dan diafragma.
2. Ligamentum teres hepatis = round ligament : Merupakan bagian bawah lig.
falciformis ; merupakan sisa-sisa peninggalan v.umbilicalis yg telah menetap.
3. Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis : Merupakan
bagian dari omentum minus yg terbentang dari curvatura minor lambung dan
duodenum sblh prox ke hepar. Di dalam ligamentum ini terdapat Aa.hepatica,
v.porta dan ductus choledocus communis. Ligamen hepatoduodenale turut
membentuk tepi anterior dari Foramen Winslow.
4. Ligamentum Coronaria Anterior kanan kiri dan ligamentum coronaria
posterior kanan kiri: Merupakan refleksi peritoneum terbentang dari diafragma
ke hepar.
5. Ligamentum triangularis kanan kiri : Merupakan fusi dari ligamentum
coronaria anterior dan posterior dan tepi lateral kiri kanan dari hepar.
Secara anatomis, organ hepar tereletak di hipochondrium kanan dan
epigastrium, dan melebar ke hipokondrium kiri. Hepar dikelilingi oleh cavum
toraks dan bahkan pada orang normal tidak dapat dipalpasi. Permukaan lobus
kanan dapat mencapai sela iga 4/ 5 tepat di bawah aerola mammae. Ligamentum
falciformis membagi hepar secara topografis bukan secara anatomis yaitu lobus
kanan yang besar dan lobus kiri.
Secara mikroskopis, hepar dibungkus oleh simpai yang tebal, terdiri
dari serabut kolagen dan jaringan elastis yang disebut kapsul glisson. Simpai ini
akan masuk ke dalam parenkim hepar mengikuti pembuluh darah getah bening
dan duktus biliaris. Massa dari hepar seperti spons yg terdiri dari sel-sel yg
disusun di dalam lempengan-lempengan/ plate dimana akan masuk ke dalamnya
sistem pembuluh kapiler yang disebut sinusoid. Sinusoid-sinusoid tersebut
berbeda dengan kapiler-kapiler di bagian tubuh yang lain, oleh karena lapisan
endotel yang meliputinya terdiri dari sel-sel fagosit yg disebut sel kupfer. Sel
kupfer lebih permeabel yang artinya mudah dilalui oleh sel-sel makro
dibandingkan kapiler-kapiler yang lain. Lempengan sel-sel hepar tersebut
tebalnya 1 sel dan punya hubungan erat dengan sinusoid. Pada pemantauan
selanjutnya nampak parenkim tersusun dalam lobuli-lobuli. Di tengah-tengah
lobuli terdapat 1 vena sentralis yangg merupakan cabang dari vena-vena hepatika
(vena yang menyalurkan darah keluar dari hepar).
Di bagian tepi di antara lobuli-
lobuli terhadap tumpukan jaringan
ikat yang disebut traktus portalis/
TRIAD yaitu traktus portalis yang
mengandung cabang-cabang v.porta,
A.hepatika, ductus biliaris. Cabang
dari vena porta dan A.hepatika akan
mengeluarkan isinya langsung ke dalam sinusoid setelah banyak percabangan.
Sistem bilier dimulai dari canaliculi biliaris yang halus yg terletak di antara sel-
sel hepar dan bahkan turut membentuk dinding sel. Canaliculi akan
mengeluarkan isinya ke dalam intralobularis, dibawa ke dalam empedu yg lebih
besar , air keluar dari saluran empedu menuju kandung empedu.
B. Fisiologi Hepar

Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan


sumber energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 25% oksigen darah.
Ada beberapa fungsi hati yaitu :
1. Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat
Pembentukan, perubahan dan pemecahan karbohidrat, lemak dan
protein saling berkaitan 1 sama lain. Hati mengubah pentosa dan heksosa yang
diserap dari usus halus menjadi glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis.
Glikogen lalu ditimbun di dalam hati kemudian hati akan memecahkan
glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen menjadi glukosa disebut
glikogenelisis. Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber utama glukosa
dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa
monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa
mempunyai beberapa tujuan: Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida,
nucleic acid dan ATP, dan membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon (3C)yaitu
piruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam siklus krebs).

2. Fungsi hati sebagai metabolisme lemak


Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus
mengadakan katabolisis asam lemak. Asam lemak dipecah menjadi beberapa
komponen :

a. Senyawa 4 karbon keton bodies


b. Senyawa 2 karbon active acetate (dipecah menjadi asam lemak dan
gliserol)
c. Pembentukan cholesterol
d. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid
Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi
kholesterol .Dimana serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan
metabolisme lipid
3. Fungsi hati sebagai metabolisme protein
Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan
proses deaminasi, hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino.
Dengan proses transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan
non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya organ yang membentuk plasma
albumin dan organ utama bagi produksi urea.Urea merupakan end product
metabolisme protein. - globulin selain dibentuk di dalam hati, juga dibentuk
di limpa dan sumsum tulang. globulin hanya dibentuk di dalam hati.

4. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah


Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang
berkaitan dengan koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen,
protrombin, faktor V, VII, IX, X.

C. Sirosis Hepatis
1. Definisi

Sirosis hepatis adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi


pembuluh darah besar dan seluruh sistem arsitektur hepar mengalami
perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat
(fibrosis) disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi (Sutadi, 2003).
Batasan fibrosis sendiri adalah suatu penumpukan berlebihan matriks
ekstraseluler (seperti kolagen, glikoprotein, proteoglikan) di dalam hepar.
Respons fibrosis terhadap kerusakan hati bersifat reversibel. Namun pada
sebagian besar pasien sirosis, proses fibrosis biasanya ireversibel.

2. Insidens

Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika
dibandingkan dengan kaum wanita sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata
terbanyak antara golongan umur 30 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40
49 tahun (Sutadi, 2003). Suatu survey penelitian di USA melaporkan bahwa
sekitar 5,5 juta penduduk (2% dari populasi USA) menderita sirosis. Sirosis ini
menyebabkan kematian pada 26.000 jiwa tiap tahunnya dan merupakan
penyebab kematian terbesar ke-9 di USA pada usia antara 25-64 tahun
(Sanchez and Talwalkar, 2008). Sedangkan di Indonesia, belum ada data resmi
nasional tentang sirosis hepatis. Namun dari beberapa laporan rumah sakit
umum pemerintah di Indonesia secara keseluruhan prevalensi sirosis adalah
3,5% seluruh pasien yang dirawat di bangsal penyakit dalam atau rata-rata
47,4% dari seluruh pasien penyakit hati yang dirawat.

3. Etiologi

Penyebab utama sirosis di Amerika Serikat adalah hepatitis C (26%),


penyakit hati alkoholik (21%), hepatitis C plus penyakit hati alkoholik (15%),
kriptogenik (18%), hepatitis B, yang bersamaan dengan hepatitis D (15%), dan
penyebab lain (5%), meliputi hepatitis autoimun, sirosis bilier, drug induced
liver disease, hemokromatosis, penyakit Wilson, defisiensi alfa-1 antitripsin
(Sanchez and Talwalkar, 2008). Sedangkan di Indonesia terutama akibat
infeksi virus hepatitis B dan C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan
bahwa virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50% dan virus
hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui, alkohol
sebagai penyebab sirosis hati di Indonesia mungkin frekuensinya kecil sekali
karena belum ada datanya (Nurjanah, 2007).

4. Patogenesis

Menurut penelitian terakhir, patogenesis sirosis hepatis


memperlihatkan adanya peranan dari sel stelata. Sel stellata terletak di ruang
perisinusoidal dan merupakan sel yang penting untuk produksi matriks
ekstraseluler. Matriks ekstraselular merupakan penyusun hepatosit, terdiri
dari kolagen (khususnya tipe I, III, dan V), glikoprotein, dan proteoglikan.
Dalam keadaan normal, sel stelata mempunyai peran dalam keseimbangan
pembentukan matriks ekstraseluler dan proses degradasi. Namun, pada
sirosis terjadi ketidakseimbangan antara kedua proses tersebut. Sel-sel
stellata, yang dulu dikenal sebagai sel Ito, lipocytes, atau sel-sel
perisinusoidal, menjadi aktif membentuk kolagen karena berbagai faktor
parakrin. Faktor-faktor tersebut disekresi oleh hepatosit, sel Kupfer, dan
endothelium sinusoid saat terjadi cedera pada hepar akibat paparan faktor
tertentu yang berlangsung terus menerus, seperti hepatitis virus, bahan
hepatotoksik. Jika proses berjalan terus maka fibrosis akan berjalan terus di
dalam sel stelata dan jaringan hepar normal akan diganti oleh jaringan ikat
(Nurjanah, 2007).

Pada sirosis hepatis terdapat peningkatan kadar sitokin TGF-beta1 yang


merangsang aktivasi dari sel-sel stellata untuk memproduksi kolagen tipe I.
Peningkatan deposisi kolagen pada ruang Disse (ruang antara hepatosit dan
sinusoid) dan berkurangnya ukuran fenestrae endotel menyebabkan
terjadinya kapilarisasi sinusoid. Sel-sel stellata yang aktif juga memiliki sifat
kontraktil sehingga adanya kapilarisasi dan konstriksi sinusoid karena sel-sel
stellata ini dapat menimbulkan terjadinya hipertensi portal (David, 2011).

5. Patofisiologi

Hubungan hati terhadap darah adalah unik. Tidak seperti kebanyakan


organ-organ tubuh, hanya sejumlah kecil darah disediakan pada hati oleh
arteri-arteri. Kebanyakan dari penyediaan darah hati datang dari vena-vena
usus ketika darah kembali ke jantung. Vena utama yang mengembalikan darah
dari usus disebut vena portal (portal vein). Ketika vena portal melewati hati, ia
terpecah kedalam vena-vena yang meningkat bertambah kecil. Vena-vena yang
paling kecil (disebut sinusoid-sinusoid karena struktur mereka yang unik) ada
dalam kontak yang dekat dengan sel-sel hati. Faktanya, sel-sel hati berbaris
sepanjang sinusoid-sinusoid. Hubungan yang dekat ini antara sel-sel hati dan
darah dari vena portal mengizinkan sel-sel hati untuk mengeluarkan dan
menambah unsur-unsur pada darah. Sekali darah telah melewati sinusoid-
sinusoid, ia dikumpulkan dalam vena-vena yang meningkat bertambah besar
yang ahirnya membentuk suatu vena tunggal, vena hepatik (hepatic veins)
yang mengembalikan darah ke jantung.
Pada sirosis, hubungan antara darah dan sel-sel hati hancur. Meskipun
sel-sel hati yang selamat atau dibentuk baru mungkin mampu untuk
menghasilkan dan mengeluarkan unsur-unsur dari darah, mereka tidak
mempunyai hubungan yang normal dan intim dengan darah, dan ini
mengganggu kemampuan sel-sel hati untuk menambah atau mengeluarkan
unsur-unsur dari darah. Sebagai tambahan, luka parut dalam hati yang
bersirosis menghalangi aliran darah melalui hati dan ke sel-sel hati. Sebagai
suatu akibat dari rintangan pada aliran darah melalui hati, darah tersendat pada
vena portal, dan tekanan dalam vena portal meningkat, suatu kondisi yang
disebut hipertensi portal. Karena rintangan pada aliran dan tekanan-tekanan
tinggi dalam vena portal, darah dalam vena portal mencari vena-vena lain
untuk mengalir kembali ke jantung, vena-vena dengan tekanan-tekanan yang
lebih rendah yang membypass hati. Hati tidak mampu untuk menambah atau
mengeluarkan unbsur-unsur dari darah yang membypassnya. Merupakan
kombinasi dari jumlah-jumlah sel-sel hati yang dikurangi, kehilangan kontak
normal antara darah yang melewati hati dan sel-sel hati, dan darah yang
membypass hati yang menjurus pada banyaknya manifestasi-manifestasi dari
sirosis.
Hipertensi portal merupakan gabungan antara penurunan aliran darah
porta dan peningkatan resistensi vena portal (1). Hipertensi portal dapat terjadi
jika tekanan dalam sistem vena porta meningkat di atas 10-12 mmHg. Nilai
normal tergantung dari cara pengukuran, terapi umumnya sekitar 7 mmHg (2).
Peningkatan tekanan vena porta biasanya disebabkan oleh adanya hambatan
aliran vena porta atau peningkatan aliran darah ke dalam vena splanikus.
Obstruksi aliran darah dalam sistem portal dapat terjadi oleh karena obstruksi
vena porta atau cabang-cabang selanjutnya (ekstra hepatik), peningkatan
tahanan vaskuler dalam hati yang terjadi dengan atau tanpa pengkerutan (intra
hepatik) yang dapat terjadi presinusoid, parasinusoid atau postsinusoid dan
obstruksi aliran keluar vena hepatik.
Diagnosis hipertensi portal ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisis, laboratorium, endoskopi, pencitraan, biopsi hati dan
pengukuran tekanan vena porta. Usaha penyelamat hidup seperti tindakan
pembedahan endoskopik atau pemberian obat-obatan terus berkembang.
Untuk dapat mengelola dengan baik, diagnosis yang tepat merupakan syarat
mutlak.
Hipertensi portal adalah sindroma klinik umum yang berhubungan
dengan penyakit hati kronik dan dijumpai peningkatan tekanan portal yang
patologis. Tekanan portal normal berkisar antara 5-10 mmHg. Hipertensi
portal timbul bila terdapat kenaikan tekanan dalam sistem portal yang sifatnya
menetap di atas harga normal.
Hipertensi portal dapat terjadi ekstra hepatik, intra hepatik, dan supra
hepatik. Obstruksi vena porta ekstra hepatik merupakan penyebab 50-70%
hipertensi portal pada anak, tetapi dua per tiga kasus tidak spesifik
penyebabnya tidak diketahui, sedangkan obs-truksi vena porta intra hepatik
dan supra hepatik lebih banyak menyerang anak-anak yang berumur kurang
dari 5 tahun yang tidak mempunyai riwayat penyakit hati sebelumnya.
Penyebab lain sirosis adalah hubungan yang terganggu antara sel-sel
hati dan saluran-saluran melalui mana empedu mengalir. Empedu adalah suatu
cairan yang dihasilkan oleh sel-sel hati yang mempunyai dua fungsi yang
penting: membantu dalam pencernaan dan mengeluarkan dan menghilangkan
unsur-unsur yang beracun dari tubuh. Empedu yang dihasilkan oleh sel-sel
hati dikeluarkan kedalam saluran-saluran yang sangat kecil yang melalui
antara sel-sel hati yang membatasi sinusoid-sinusoid, disebut canaliculi.
Canaliculi bermuara kedalam saluran-saluran kecil yang kemudian bergabung
bersama membentuk saluran-saluran yang lebih besar dan lebih besar lagi.
Akhirnya, semua saluran-saluran bergabung kedalam satu saluran yang masuk
ke usus kecil. Dengan cara ini, empedu mencapai usus dimana ia dapat
membantu pencernaan makanan. Pada saat yang bersamaan, unsur-unsur
beracun yang terkandung dalam empedu masuk ke usus dan kemudian
dihilangkan/dikeluarkan dalam tinja/feces. Pada sirosis, canaliculi adalah
abnormal dan hubungan antara sel-sel hati canaliculi hancur/rusak, tepat
seperti hubungan antara sel-sel hati dan darah dalam sinusoid-sinusoid.
Sebagai akibatnya, hati tidak mampu menghilangkan unsur-unsur beracun
secara normal, dan mereka dapat berakumulasi dalam tubuh. Dalam suatu
tingkat yang kecil, pencernaan dalam usus juga berkurang.
Ada tiga jenis pembuluh darah yaitu arteri, vena dan kapiler. Arteri
membawa darah dari jantung dan mendistribusikannya ke seluruh jaringan
tubuh melalui cabang-cabangnya. Arteri yang terkecil (diameter < 0,1 mm)
disebut arteriola. Persatuan antara cabang-cabang arteri disebut anastomosis.
End artery anatomic yang cabang-cabang terminalnya tidak beranastomosis
dengan cabang-cabang arteri yang mendarahi daerah yang berdekatan. End
artery fungsional adalah pembuluh darah yang cabang-cabangnya
beranatomosis dengan cabang-cabang terminal arteri yang ada di dekatnya,
tetapi besarnya anatomosis tidak cukup untuk mempertahankan jaringan tetap
hidup bila salah satu arteri tersumbat.
Vena adalah pembuluh yang membawa darah kembali ke jantung,
banyak diantaranya mempunyai katup. Vena terkecil disebut venula. Vena
yang lebih besar atau muara-muaranya, bergabung membentuk vena yang
lebih besar dan biasanya membentuk hubungan satu dengan yang lain menjadi
plexus venosus. Arteri propunda yang berukuran sedang sering diikuti oleh
dua buah vena, masing-masing berjalan di sisinya disebut venae comitantes.
Vena yang keluar dari trachtus gastrointestinal tidak langsung menuju ke
jantung tetapi bersatu membentuk vena porta. Vena ini masuk ke hati dan
kembali bercabang-cabang menjadi vena yang ukurannya lebih kecil dan
akhirnya bersatu dengan pembuluh menyerupai kapiler di dalam hati yang
disebut sinusoid. Sistem portal adalah sistem pembuluh yang terletak diantara
dua jejari kapiler. Anastomosis portal-sistemik
Oeshophagus mempunyai tiga buah penyempitan anatomis dan
fisiologis. Yang pertama di tempat faring bersatu dengan ujung atas
oeshopagus, yang kedua di tempat arcus aorta dan bronkus sinister menyilang
permukaan anterior oeshophagus dan yang ketiga terdapat di tempat
oeshopagus melewati diaphragma untuk masuk kegaster. Penyempitan-
penyempitan ini sangat penting dalam klinik karena merupakan tempat benda
asing yang tertelan tertambat atau alat esofagoskop sulit dilewatkan. Karena
jalannya makanan atau minuman lebih lambat pada tempat-tempat ini, maka
dapat timbul striktura atau penyempitan di daerah ini setelah meminum cairan
yang mudah terbakar dan kororsif atau kaustik. Penyempitan ini juga
merupakan tempat yang lazim untuk kanker oeshopagus.
Dalam keadaan normal, darah di dalam vena portae hepatis melewati
hati dan masuk ke vena cava inferior, yang merupakan sirkulasi vena sistemik
melalui venae hepaticae. Rute ini merupakan jalan langsung. Akan tetapi,
selain itu terdapat hubungan yang lebih kecil di antara sistem portal dan sistem
sistemik, dan hubungan penting jika hubungan langsung tersumbat,

1. Pada sepertiga bawah oeshophagus, rami oeshophagei vena gastrica sinistra


(cabang portal) beranastomosis dengan venae oesophageales yang
mengalirkan darah dari sepertiga tengah oeshopagus ke vena azygos (cabang
sistemik).5
2. Pada pertangaan atas canalis analis, vena rectalis superior (cabang portal)
yang mengalirkan darah dari setengah bagian atas canalis analis dan
beranastomosis dengan vena rectalis media dan vena rectalis inferior (cabang
sistemik), yang masing-masing merupakan cabang vena iliaca interna dan
vena pudenda interna.5
3. Vanae paraumbilicales menghubungkan ramus sinistra vena portae hepatis
dan venae superficiales dinding anterior abdomen (cabang sistemik). Venae
para umbilicales berjalan di dalam ligamentum falciforme dan ligamentum
teres hepatis.5
4. Vena-vena colon ascendens, colon descendens, duodenum, pancreas, dan
hepar (cabang portal) beranastomosis dengan vena renalis, vena lumbalis, dan
venae phrenicae (cabang sistemik).
Sirkulasi portal di mulai dari vena-vena yang berasal dari lambung,
usus, limpa dan pankreas, vena porta, hepar, vena hepatika, dan vena cava.
Vena-vena yang membentuk sistem portal adalah vena porta, vena mesenterika
superior dan inferior, vena splanikus dan cabang-cabangnya. Vena porta
sendiri dibentuk dari gabungan vena splanikus dan vena mesenterika superior.
Vena porta membawa darah ke hati dari lambung, usus, limpa,
pankreas, dan kandung empedu. Vena mesenterika superior dibentuk dari
vena-vena yang berasal dari usus halus, kaput pankreas, kolon bagian kiri,
rektum dan lambung. Vena porta tidak mempunyai katup dan membawa
sekitar tujuh puluh lima persen sirkulasi hati dan sisanya oleh arteri hepatika.
Keduanya mempunyai saluran keluar ke vena hepatika yang selanjutnya ke
vena kava inferior.
Vena porta terbentuk dari lienalis dan vena mesentrika superior
menghantarkan 4/5 darahnya ke hati, darah ini mempunyai kejenuhan 70%
sebab beberapa O2 telah diambil oleh limfe dan usus, guna darah ini
membawa zat makanan ke hati yang telah di observasi oleh mukosa dan usus
halus. Besarnya kira-kira berdiameter 1 mm. Yang satu dengan yang lain
terpisah oleh jaringan ikat yang membuat cabang pembuluh darah ke hati,
cabang vena porta arteri hepatika dan saluran empedu dibungkus bersama oleh
sebuah balutan dan membentuk saluran porta.
Darah berasal dari vena porta bersentuhan erat dengan sel hati dan setiap
lobulus disaluri oleh sebuah pembuluh Sinusoid darah atau kapiler hepatika.
Pembuluh darah halus berjalan di antara lobulus hati disebut Vena interlobuler.
Dari sisi cabang-cabang kapiler masuk ke dalam bahan lobulus yaitu Vena
lobuler. Pembuluh darah ini mengalirkan darah dalam vena lain yang disebut
vena sublobuler, yang satu sama lain membentuk vena hepatica.
Empedu dibentuk di dalam sela-sela kecil di dalam sel hepar melalui
kapiler empedu yang halus/korekuli. Dengan berkontraksi dinding perut
berotot pada saluran ini mengeluarkn empedu dari hati. Dengan cara
berkontraksi, dinding perut berotot pada saluran ini mengeluarkanempedu.

6. Manifestasi klinis

Pada sirosis terjadi gangguan arsitektur hepar yang mengakibatkan


kegagalan sirkulasi dan kegagalan parenkim hepar yang masing- masing
memperlihatkan gejala klinis berupa :

a. Kegagalan parenkim hepar


1) ikterus
2) koma
3) spider nevi
4) alopesia pectoralis
5) ginekomastia
6) kerusakan hati
7) rambut pubis rontok
8) eritema palmaris
9) atropi testis
10) kelainan darah (anemia, hematon/mudah terjadi perdarahan)
b. Hipertensi portal
1) varises oesophagus
2) spleenomegali
3) perubahan sumsum tulang
4) caput meduse
5) asites
6) collateral veinhemorrhoid
7) kelainan sel darah tepi (anemia, leukopeni dan trombositopeni)
Klasifikasi derajat sirosis hepatis menurut criteria Child-pugh :

Skor / parameter 1 (ringan) 2 (sedang) 3 (berat)


Bilirubin (mg%) <2,0 2,0 3,0 > 3,0
Albumin (gr%) >3, 5 3,0- < 3,5 <3,0
Prothrombin time > 70 40 70 < 40
(Quick%)
Asites - Minimal sedang Banyak (+++)
(+) (++) Sukar dikontrol
Mudah dikontrol
Hepatic Tidak ada Std 1 dan II Std III dan IV
enchephalopathy (minimal) (berat/koma)
(Sutadi, 2003)

7. Komplikasi Sirosis

a. Edema dan ascites


Ketika sirosis hati menjadi parah, tanda-tanda dikirim ke ginjal-ginjal
untuk menahan garam dan air didalam tubuh. Kelebihan garam dan air
pertama-tama berakumulasi dalam jaringan dibawah kulit pergelangan-
pergelangan kaki dan kaki-kaki karena efek gaya berat ketika berdiri atau
duduk. Akumulasi cairan ini disebut edema atau pitting edema. (Pitting
edema merujuk pada fakta bahwa menekan sebuah ujung jari dengan kuat
pada suatu pergelangan atau kaki dengan edema menyebabkan suatu
lekukan pada kulit yang berlangsung untuk beberapa waktu setelah
pelepasan dari tekanan. Sebenarnya, tipe dari tekanan apa saja, seperti dari
pita elastik kaos kaki, mungkin cukup untk menyebabkan pitting).
Pembengkakkan seringkali memburuk pada akhir hari setelah berdiri atau
duduk dan mungkin berkurang dalam semalam sebagai suatu akibat dari
kehilnagan efek-efek gaya berat ketika berbaring. Ketika sirosis memburuk
dan lebih banyak garam dan air yang tertahan, cairan juga mungkin
berakumulasi dalam rongga perut antara dinding perut dan organ-organ
perut. Akumulasi cairan ini (disebut ascites) menyebabkan
pembengkakkan perut, ketidaknyamanan perut, dan berat badan yang
meningkat.
b. Spontaneous bacterial peritonitis (SBP)
Cairan dalam rongga perut (ascites) adalah tempat yang sempurna
untuk bakteri-bakteri berkembang. Secara normal, rongga perut
mengandung suatu jumlah yang sangat kecil cairan yang mampu melawan
infeksi dengan baik, dan bakteri-bakteri yang masuk ke perut (biasanya
dari usus) dibunuh atau menemukan jalan mereka kedalam vena portal dan
ke hati dimana mereka dibunuh. Pada sirosis, cairan yang mengumpul
didalam perut tidak mampu untuk melawan infeksi secara normal. Sebagai
tambahan, lebih banyak bakteri-bakteri menemukan jalan mereka dari usus
kedalam ascites. Oleh karenanya, infeksi didalam perut dan ascites, dirujuk
sebagai spontaneous bacterial peritonitis atau SBP, kemungkinan terjadi.
SBP adalah suatu komplikasi yang mengancam nyawa. Beberapa pasien-
pasien dengan SBP tdak mempunyai gejala-gejala, dimana yang lainnya
mempunyai demam, kedinginan, sakit perut dan kelembutan perut, diare,
dan memburuknya ascites.
c. Perdarahan dari Varices-Varices Kerongkongan (esophageal varices)
Pada sirosis hati, jaringan parut menghalangi aliran darah yang
kembali ke jantung dari usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena
portal (hipertensi portal). Ketika tekanan dalam vena portal menjadi cukup
tinggi, ia menyebabkan darah mengalir di sekitar hati melalui vena-vena
dengan tekanan yang lebih rendah untuk mencapai jantung. Vena-vena
yang paling umum yang dilalui darah untuk membypass hati adalah vena-
vena yang melapisi bagian bawah dari kerongkongan (esophagus) dan
bagian atas dari lambung.
Sebagai suatu akibat dari aliran darah yang meningkat dan peningkatan
tekanan yang diakibatkannya, vena-vena pada kerongkongan yang lebih
bawah dan lambung bagian atas mengembang dan mereka dirujuk sebagai
esophageal dan gastric varices; lebih tinggi tekanan portal, lebih besar
varices-varices dan lebih mungkin seorang pasien mendapat perdarahan
dari varices-varices kedalam kerongkongan (esophagus) atau lambung.
Perdarahan dari varices-varices biasanya adalah parah/berat dan, tanpa
perawatan segera, dapat menjadi fatal. Gejala-gejala dari perdarahan
varices-varices termasuk muntah darah (muntahan dapat berupa darah
merah bercampur dengan gumpalan-gumpalan atau "coffee grounds"
dalam penampilannya, yang belakangan disebabkan oleh efek dari asam
pada darah), mengeluarkan tinja/feces yang hitam dan bersifat ter
disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam darah ketika ia melewati usus
(melena), dan kepeningan orthostatic (orthostatic dizziness) atau membuat
pingsan (disebabkan oleh suatu kemerosotan dalam tekanan darah terutama
ketika berdiri dari suatu posisi berbaring).
Perdarahan juga mungkin terjadi dari varices-varices yang terbentuk
dimana saja didalam usus-usus, contohnya, usus besar (kolon), namun ini
adalah jarang. Untuk sebab-sebab yang belum diketahui, pasien-pasien
yang diopname karena perdarahan yang secara aktif dari varices-varices
kerongkongan mempunyai suatu risiko yang tinggi mengembangkan
spontaneous bacterial peritonitis.
d. Hepatic encephalopathy
Beberapa protein-protein dalam makanan yang terlepas dari
pencernaan dan penyerapan digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara
normal hadir dalam usus. Ketika menggunakan protein untuk tujuan-tujuan
mereka sendiri, bakteri-bakteri membuat unsur-unsur yang mereka
lepaskan kedalam usus. Unsur-unsur ini kemudian dapat diserap kedalam
tubuh. Beberapa dari unsur-unsur ini, contohnya, ammonia, dapat
mempunyai efek-efek beracun pada otak. Biasanya, unsur-unsur beracun
ini diangkut dari usus didalam vena portal ke hati dimana mereka
dikeluarkan dari darah dan di-detoksifikasi (dihliangkan racunnya).
Seperti didiskusikan sebelumnya, ketika sirosis hadir, sel-sel hati tidak
dapat berfungsi secara normal karena mereka rusak atau karena mereka
telah kehilangan hubungan normalnya dengan darah. Sebagai tambahan,
beberapa dari darah dalam vena portal membypass hati melalui vena-vena
lain. Akibat dari kelainan-kelainan ini adalah bahwa unsur-unsur beracun
tidak dapat dikeluarkan oleh sel-sel hati, dan, sebagai gantinya, unsur-
unsur beracun berakumulasi dalam darah.
Ketika unsur-unsur beracun berakumulasi secara cukup dalam darah,
fungsi dari otak terganggu, suatu kondisi yang disebut hepatic
encephalopathy. Tidur waktu siang hari daripada pada malam hari
(kebalikkan dari pola tidur yang normal) adalah diantara gejala-gejala
paling dini dari hepatic encephalopathy. Gejala-gejala lain termasuk sifat
lekas marah, ketidakmampuan untuk konsentrasi atau melakukan
perhitungan-perhitungan, kehilangan memori, kebingungan, atau tingkat-
tingkat kesadaran yang tertekan. Akhirnya, hepatic encephalopathy yang
parah/berat menyebabkan koma dan kematian.
Unsur-unsur beracun juga membuat otak-otak dari pasien-pasien
dengan sirosis sangat peka pada obat-obat yang disaring dan di-
detoksifikasi secara normal oleh hati. Dosis-dosis dari banyak obat-obat
yang secara normal di-detoksifikasi oleh hati harus dikurangi untuk
mencegah suatu penambahan racun pada sirosis, terutama obat-obat
penenang (sedatives) dan obat-obat yang digunakan untuk memajukan
tidur. Secara alternatif, obat-obat mungkin digunakan yang tidak perlu di-
detoksifikasi atau dihilangkan dari tubuh oleh hati, contohnya, obat-obat
yang dihilangkan/dieliminasi oleh ginjal-ginjal.
e. Hepatorenal syndrome
Pasien-pasien dengan sirosis yang memburuk dapat mengembangkan
hepatorenal syndrome. Sindrom ini adalah suatu komplikasi yang serius
dimana fungsi dari ginjal-ginjal berkurang. Itu adalah suatu persoalan
fungsi dalam ginjal-ginjal, yaitu, tidak ada kerusakn fisik pada ginjal-
ginjal. Sebagai gantinya, fungsi yang berkurang disebabkan oleh
perubahan-perubahan dalam cara darah mengalir melalui ginjal-ginjalnya.
Hepatorenal syndrome didefinisikan sebagai kegagalan yang progresif dari
ginjal-ginjal untuk membersihkan unsur-unsur dari darah dan
menghasilkan jumlah-jumlah urin yang memadai walaupun beberapa
fungsi-fungsi penting lain dari ginjal-ginjal, seperti penahanan garam,
dipelihara/dipertahankan. Jika fungsi hati membaik atau sebuah hati yang
sehat dicangkok kedalam seorang pasien dengan hepatorenal syndrome,
ginjal-ginjal biasanya mulai bekerja secara normal. Ini menyarankan
bahwa fungsi yang berkurang dari ginjal-ginjal adalah akibat dari
akumulasi unsur-unsur beracun dalam darah ketika hati gagal. Ada dua tipe
dari hepatorenal syndrome. Satu tipe terjadi secara berangsur-angsur
melalui waktu berbulan-bulan. Yang lainnya terjadi secara cepat melalui
waktu dari satu atau dua minggu.
f. Hepatopulmonary syndrome
Jarang, beberapa pasien-pasien dengan sirosis yang berlanjut dapat
mengembangkan hepatopulmonary syndrome. Pasien-pasien ini dapat
mengalami kesulitan bernapas karena hormon-hormon tertentu yang
dilepas pada sirosis yang telah berlanjut menyebabkan paru-paru berfungsi
secara abnormal. Persoalan dasar dalam paru adalah bahwa tidak cukup
darah mengalir melalui pembuluh-pembuluh darah kecil dalam paru-paru
yang berhubungan dengan alveoli (kantung-kantung udara) dari paru-paru.
Darah yang mengalir melalui paru-paru dilangsir sekitar alveoli dan tidak
dapat mengambil cukup oksigen dari udara didalam alveoli. Sebagai
akibatnya pasien mengalami sesak napas, terutama dengan pengerahan
tenaga.
g. Hypersplenism
Limpa (spleen) secara normal bertindak sebagai suatu saringan (filter)
untuk mengeluarkan/menghilangkan sel-sel darah merah, sel-sel darah
putih, dan platelet-platelet (partikel-partikel kecil yang penting uktuk
pembekuan darah) yang lebih tua. Darah yang mengalir dari limpa
bergabung dengan darah dalam vena portal dari usus-usus. Ketika tekanan
dalam vena portal naik pada sirosis, ia bertambah menghalangi aliran
darah dari limpa. Darah tersendat dan berakumulasi dalam limpa, dan
limpa membengkak dalam ukurannya, suatu kondisi yang dirujuk sebagai
splenomegaly. Adakalanya, limpa begitu bengkaknya sehingga ia
menyebabkan sakit perut.
Ketika limpa membesar, ia menyaring keluar lebih banyak dan lebih
banyak sel-sel darah dan platelet-platelet hingga jumlah-jumlah mereka
dalam darah berkurang. Hypersplenism adalah istilah yang digunakan
untuk menggambarkan kondisi ini, dan itu behubungan dengan suatu
jumlah sel darah merah yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih yang
rendah (leucopenia), dan/atau suatu jumlah platelet yang rendah
(thrombocytopenia). Anemia dapat menyebabkan kelemahan, leucopenia
dapat menjurus pada infeksi-infeksi, dan thrombocytopenia dapat
mengganggu pembekuan darah dan berakibat pada perdarahan yang
diperpanjang (lama).

h. Kanker Hati (hepatocellular carcinoma)


Sirosis yang disebabkan oleh penyebab apa saja meningkatkan risiko
kanker hati utama/primer (hepatocellular carcinoma). Utama (primer)
merujuk pada fakta bahwa tumor berasal dari hati. Suatu kanker hati
sekunder adalah satu yang berasal dari mana saja didalam tubuh dan
menyebar (metastasizes) ke hati.

8. Penatalaksanaan Sirosis Hepatis


Penatalaksanaan kasus sirosishepatis dipengaruhi oleh etiologi
darisirosis hepatis. Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi
progresifitas dari penyakit. Menghindarkan bahan-bahan yang dapat
menambah kerusakaan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi
merupakan prinsip dasar penanganan kasus sirosis (EASL, 2009).
Pasien sirosis hepatis jika tidak ada koma hepatik diberikan diet yang
mengandung protein 1g/kgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari.
Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk
mengurangi progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk
menghilangkan etiologi, di antaranya: alkohol dan bahan-bahan lain yang
toksik dan dapat mencederai hati dihentikan penggunaannya.
Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal bisa menghambat
kolagenik. Pada hepatitis autoimun bisa diberikan steroid atau imunosupresif
Pada hemokromatosis flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi besi
menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan. Pada penyakit hati
nonalkoholik, menurunkan berat badan akan mencegah terjadinya sirosis. Pada
hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan
terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara
oral setiap hari selama satu tahun. Namun pemberian lamivudin setelah 9- 12
bulan menimbulkan mutasi YMDD sehingga terjadi resistensi obat. Interferon
alfa diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu selama 4-6
bulan, namun ternyata juga banyak yang kambuh.Pada hepatitis C kronik;
kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi standar. Interferon
diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU tiga kali seminggu
dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mgl hari selama 6 bulan.
Pada pengobatan fibrosis hati, pengobatan antifibrotik pada saat ini
lebih mengarah kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa
datang, menempatkan sel stelata sebagai target pengobatan dan mediator
fibrogenik akan merupakan terapi utama. Pengobatan untuk mengurangi
aktifasi dari sel stelata bisa merupakan salah satu pilihan. Interferon
mempunyai aktivitas antifibrotik yang dihubungkan dengan pengurangan
aktivasi sel stelata. Kolkisin memiliki efek anti peradangan dan mencegah
pembentukan kolagen, namun belum terbukti dalam penelitian sebagai anti
fibrosis dan sirosis. Metotreksat dan vitamin A juga dicobakan sebagai anti
fibrosis.Selain itu, obat-obatan herbal juga sedang dalam penelitian.
Pengobatan Sirosis Dekompensata
Asites : tirah baring dan diawali diet rendah garam (<5,2gr/hari) atau
90 mmol/hari. Diet rendah garam juga disertai dengan pemberian diuretik.
Diuretic yang diberikan awalnya dapat dipilih spironolakton dengan dosis
100-200 mg sekali perhari. Respon diuretik dapat dimonitor dengan penurunan
berat badan 0,5kg/hari tanpa edema kakiatau 1kg/hari dengan edema kaki.
Sindrom hepatorenal: mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur
keseimbangan garam dan air. Transplantasi hati; terapi definitif pada pasien
sirosis dekompensata. Namun sebelum dilakukan transplantasi ada beberapa
kriteria yang harus dipenuhi resipien dahulu (Sudoyo, 2007).
Jika terjadi komplikasi hiperkalemia dapat diberikan furosemide
dengandosis awal 40 mg/hari dan ditingkatkan hingga160 mg/hari hingga
terdapat respon, yaitu penurunan berat badan>2kg/minggu. Jika dilakukan
pungsi asites < 5L, maka dilakukan penggantian plasma expanders
menggunakan humanalbumin 20% sebanyak 8g/L cairan yang hendak
dikeluarkan untuk mencegahkolaps sirkulasi.

Tatalaksana Ensefalopathy hepatikum


Tatalaksana factor presipitasi
Beberapa factor presipitasi mencetuskan terjadinya EH, seperti
dehidrasi, infeksi obat-obatan sedative dan perdarahan saluran cerna.
Pemberian laktulosa dan konsumsi cairan untuk menghindari dehidrasi,
antibiotic spectrum luas untuk mencegah infeksi. Konsumsi alcohol dan obat-
obatan dihindari untuk mencegahterjadinya perdarahan saluran cerna.
Tatalaksana Farmakologi
Penurunan kadar ammonia merupakan salah satu strategi yang diterapkan
dalam tatalaksana EH. Beberapa modalitas untuk menurunkan kadar ammonia
dilakukan dengan penggunaan laktulosa, antibiotic, L-ornithinL-Aspartat.
- Non absorbable disaccharides (Lactulosa)
Lactulosa merupakan lini pertama dalam penatalaksanaan EH. Sifatnya yang
laksatif menyebabkan penurunan sintesis dan uptake amonia dengan
menurunkan pH kolon dan juga mengurangi uptake glutamin. Selain itu,
laktulosa diubah menjadi monosakarida oleh flora normal yang digunakan
sebagai sumber makanan sehingga pertumbuhan flora normal usus akan
menekan bakteri lain yang menghasilkan urease.
- L-Ornithin L-Aspartat
LOLA merupakan garam stabil tersusun atas dua asam amino, bekerja sebagai
substrat yang berperan dalam perubahan amonia menjadi urea dan glutamine.
LOLA meningkatkan metabolisme amonia di hati dan otot, sehingga
menurunkan amonia di dalam darah.Selain itu, LOLA juga mengurangi edema
serebri pada pasien dengan EH.
- Probiotik
Probiotik didefinisikan sebagai suplementasidiet mikrobiologis hidupyang
bermanfaat untuk nutrisi pejamu.Amonia dan substansi neurotoksik telah lama
dipikirkan berperan penting dalam timbulnya EH.Amonia juga dihasilkan oleh
flora dalam usus sehingga manipulasi flora usus menjadi salah satu strategi
terapi EH.Mekanisme kerja probiotik dalam terapi EH dipercaya terkait
dengan menekan substansi untuk bakteri patogenik usus dan meningkatkan
produk akhir fermentasi yang berguna untuk bakteri baik (Hasan I dan
Araminta, 2014).

BAB III
KESIMPULAN

1. Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia dan memiliki fungsi
yang kompleks, diantaranya adalah berperan dalam metabolisme protein. Salah
satu protein yang memiliki peranan penting adalah albumin. Adanya gangguan
pada fungsi hepar akan menyebabkan gangguan pada metabolisme albumin. Salah
satu penyakit hepar yang menyebabkan gangguan fungsi hepar adalah sirosis
hepatis. Kadar albumin pada sirosis hepatis dipengaruhi oleh adanya penurunan
sintesis albumin di sinusoid, peningkatan degradasi albumin, efek dilusi, dan
distribusi albumin di ekstra dan intravaskuler yang berbeda dari kondisi normal.
2. Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatik yang berlangsung progresif.

3. Sirosis hepatis dapat disebabkan oleh banyak keadaan, antara lain; konsumsi
alkohol, virus hepatitis B dan C, gangguan imunologis, zat hepatotoksik, dan lain-
lain.
4. Sirosis hepatis dapat diklasifikasikan berdasarkanpenyebabnya (Sirosis Laennec,
sirosis Pascanekrotik, Sirosis biliaris), sirosis hepatis berdasarkan fungsi hepar
(Kompensasi baik dan Dekompensasi), sirosis hepatis berdasarkan morfologi
(Sirosis mikronodular, Sirosis makronodular, Sirosis campuran)
5. Manifestasi utama dan lanjut dari sirosis terjadi akibat dua tipe gangguan
fisiologis: gagal sel hati dan hipertensi portal. Manifestasi gagal hepatoselular
adalah ikterus, edema perifer, kecenderungan perdarahan, eritema palmaris,
angioma spidernevi, ensefalopati hepatik. Gambaran klinis yang terutama
berkaitan dengan hipertensi portal adalah splenomegali, varises esofagus dan
lambung, serta manifestasi sirkulasi kolateral lainnya. Asites dapat dianggap
sebagai manifestasi kegagalan hepatoselular dan hipertensi portal
6. Diagnosis Sirosis dapat ditegakkan dengan ditemukannya 5 dari 7 kriteria
Soebandini.
7. Komplikasi yang dapat terjadi yaitu Varises Esofagus, Peritonitis bacterial
spontan, Sindrom hepatorenal, danEnsefalopati hepatikum.
8. Prognosis sirosis hepatis sangat bervariasi tergantung pada penyebabnya, untuk
menilai ini biasanya menggunakan Skor Child Pugh yang dapat dibedakan menjadi
Class A, Class B, dan Class C.

DAFTAR PUSTAKA
Arroyo V. 2010. Pathophysiology,Diagnosis And Treatment Of Ascites In Cirrhosis.
http://mse.mef.hr/msedb/slike/p06030201_1/dir429/pdf0.pdf

David C W. 2011. Cirrhosis. Medscape.


http://emedicine.medscape.com/article/185856-overview#showall

EASL. Management of Chronic Hepatitis B:EASL clinical practice


guidelines.Switzerland, Journal of Hepatol. 2009. p.227-42
Doweiko JP and DJ Nompleggi a. 1991. Role of Albumin in Human Physiology and
Pathophysiology. Journal of Parenteral and enteral Nutrition. 15 (2) : 207
11

----------------------------------------b. 1991. The Role of Albumin in Human Physiology


and Pathophysiology, Part III : Albumin and Disease States. Journal of
Parenteral and Enteral Nutrition. 18 (4) : 476 84

Guyton &Hall. 2000. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

Hasan, et al. 2008. Medicinus Journal : Peran Albumin dalam Penatalaksanaan Sirosis
Hati. Jakarta : Dexa-Medica. PP : 3-6

Hasan I dan Araminta, 2014.Apa dan Bagaimana Ensefalopathy Hepatikum.


Jakarta :Medicinus Vol. 27, No.3, Desember 2014

Murray, et al. 2005. Biokimia Harper Edisi 25. Jakarta : EGC. Pp : 703-705

Nicholson JP, MR Wolmarans, and GR Park. 2000. The Role of Albumin in Critical
Illnes. British Journal of Anaesthesia. 85 (4) : 599 610

Nurdjanah S. 2007. Sirosis Hati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid I.
Editor Sudoyo AW, Setitohadi B, Alwi I. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam FKUI

Peralta R. 2010. Hypoalbuminemia. http://emedicine.medscape.com/article/166724-


clinical#showall (28 Juni 2010)

Sacher R.A. and Mcpherson R.A. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Jakarta : EGC. pp : 373.

Sanchez W and Talwalkar JA. 2008. Liver Cirrhosis. The American College of
Gastroenterology. P : 301-263-90000

Sutadi SM, 2003. Sirosis Hepatis. http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-


srimaryani5.pdf

Sudoyo et al, 2007. Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi kelima. Jakarta : Interna
pubhlising.
Throop, et al. 2004. Article : Albumin in Health and Disease : Protein Metabolism
and Function. Columbia : University of Missouri-Columbia. Pp : 932-938

You might also like