You are on page 1of 7

ABSTRAK

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi anterior loop dari nervus mentalis
dan kanali insisif mandibula serta menentukan perpanjangan ke arah mesial/anterior
dari struktur tersebut pada panoramik dan rekonstruksi cross-sectional menggunakan
radiograf panoramik (PAN) dan cone-beam computed tomography (CBCT). Selain itu
penelitian ini juga bertujuan untuk menilai visibilitas, lokasi, dan arah dari landmark
anatomis mandibula menggunakan CBCT.

Materials dan Methods: Pendeteksian anterior loop dan kanal insisif


mandibula dilakukan pada PAN dan CBCT dari 90 pasien dan di evaluasi oleh 2 orang
pengamat. Sedangkan peninjauan landmark anatomis mandibula dilakukan pada 96
CBCT oleh seorang pengamat dan visibilitasnya dinilai menggunakan skala four-point
rating.

Hasil: Pada CBCT, anterior loop dan kanal insisif mandibular secara berturut-turut
terdeteksi sebanyak 7.7% dan 24.4% pada hemimandibula. Pada PAN, anterior loop dan
kanal insisif mandibular secarea berturut-turut terdeteksi sebanyak 15% dan 5.5%.
Perpanjangan ke arah mesial/anterior berkisar dari 0.0mm hingga 19.0mm pada CBCT.
Sedangkan pengukuran dengan PAN lebih rendah sekitar 2mm. Pengamatan terhadap
96 CBCT menunjukkan foramen mandibula, anterior loop, kanal insisivus, dan foramen
lingualis terlihat pada 100%, 84%, 83%, dan 49% dari gambar CBCT.

Kesimpulan: CBCT memberikan gambaran landmark anatomis mandibula lebih


baik daripada PAN untuk deteksi preoperatif. Variasi individual dari anterior loop dari
nervus mentalis dan kanali insisif mandibula menandakan bahwa zona aman tidak
dapat diandalkan untuk penentuan penempatan implan atau operasi tulang pada regio
interforaminal.
PENDAHULUAN

Peningkatan ekspektasi kehidupan telah menyebabkan permintaan akan prosedur


pembedahan rehabilitas oral meningkat, seperti implan dan bone graft. Walaupun
pemasangan dental implan pada regio interforaminal mandibula dianggap sebagai
prosedur yang aman, pasien mungkin mengalami gangguan sensori setelah
pembedahan.

Baru-baru ini, telah dikembangkan suatu prosedur all-in-four yang memungkinkan


penempatan 4 dental implan secara cepat pada area interforaminal pada rahang
bawah dengan fixed bridge hanya dalam satu pertemuan. Sebagian struktur anatomi
harus diobservasi secara hati-hati ketika mempertimbangkan pembedahan pada
anterior mandibula, seperti anterior loop dari saraf mentalis dan kanal insisif
mandibular, untuk menghindari resiko cedera saraf dan pendarahan. Foramen
mentalis merupakan landmark penting pada prosedur oseteotomi.

Penempatan implan yang tidak tepat dapat menyebabkan udema pada epineurium.
Hal ini dapat menyebar ke cabang mentalis, yang pada akhirnya menyebabkan
gangguan neurosensori. Beberapa penulis telah melaporkan adanya bukti
ketidaknyamanan, rasa sakit, dan gangguan sensasi setelah pemasangan implan
pada area inter-mental. Rosequist mengasumsikan bahwa kegagalan implan dan
disfungsi neurosensori sebagian disebabkan oleh besarnya diameter kanal insisif
mandibula dan kerusakan pada struktur anatomis pada area interforamina
mandibula.

Anterior loop adalah perluasan ke arah anterior/ mesial dari saraf mentalis pada regio
interforaminal mandibula, dengan jalur yang menciptakan lingkaran sebelum
berbalik posterosuperiorly untuk keluar tulang melalui foramen mentalis.

Kanal insisif mandibula adalah perpanjangan ke arah mesial dari kanal mandibula,
berisi nerus insisif dan pembuluh darah, yang mengirigasi dan menginervasi gigi
anterior rahang bawah. Jalur intraoseus dari kanal insisif dapat menjadi faktor
penentu kesuksesan prosedur operasi pada regio interforaminal.

Sebagian besar prosedur operasi masih hanya menggunakan panduan dari radiografi
konvensional. Namun, sulit untuk memvisualisasikan kanal neurovaskular tulang
pada mandibula hanya menggunakan radiografi 2-dimensi (2-D). Sebagai alternatif,
teknik cross-sectional seperti cone-beam computed tomography dapat memberikan
gambaran 3-dimensi, sehingga didapat pemeeriksaan preoperatif yang lebih akurat,
karena teknik semacam ini menyediakan perkiraan lebih lengkap terhadapap
struktur yang terkait. Beberapa penelitian telah mengevaluasi prevalensi dari
anterior loop dan kanal insisif, baik dengan evaluasi langsung pada kadaver maupun
sampel anatomi. Gambaran dua-dimensi seperti panoramik (PAN) dan radiografi
intraoral, juga telah digunakan untuk mengevaluasi variasi ini, juga CT scan. Namun
hasil mengenai prevalensi dari struktur ini masih kontradiksi dan hasil yang
bertentangan juga masih didapat di antara perbandingan berbagai metode
penggambaran dalam mendeteksi variasi anatomis. Prevalensi anterior loop
dilaporkan berkisar antara 28% hingga 71%. Prevalensi kanal insisif mandibula
berkisar antara 15% pada PAN hingga 93% pada CT scan.

Penelitian cross-sectional ini bertujuan untuk menilai deteksi anterior loop dan kanal
insisif menggunakan PAN dan CBCT, serta untuk mengukur dan membandingkan
perluasan ke arah anterior/mesial struktur anatomis ini dari foramen mentalis pada
PAN dan CBCT.

HASIL

Kesepakatan intraobserver untuk struktur visualisasi yang substansial untuk CBCT,


mulai dari 0.715 (kanal insisivus) ke 0.802 (anterior loop), dan hampir sempurna untuk PAN,
mulai dari 0.849 (kanal insisivus) ke 0.878 (anterior loop), berdasarkan interpretasi dari
kappa yang disajikan oleh Landis dan Koch. Persetujuan intraobserver (ICC) sangat baik
untuk pengukuran CBCT (0.971, rekonstruksi panoramik; dan 0.931, rekonstruksi potong
lintang) dan untuk pengukuran panoramik (0.961).
Respon dari evaluator untuk gambar PAN mengenai visualisasi struktur anatomi,
dibandingkan dengan hasil yang diperoleh untuk standar referensi (CBCT), ditunjukkan pada
tabel 1. Tes McNemar-Bowker menunjukkan bahwa gambar PAN tidak sesuai dengan
standar referensi untuk kedua struktur anatomi (P <0.05). Kanal insisivus terdeteksi lebih
sering pada gambar CBCT. Anterior loop terdeteksi lebih sering pada gambar PAN. PAN
adalah metode dengan skor frekuensi kasus tertinggi sebagai yang sulit untuk diinterpretasi.

Tabel 1. Tabel kontingensi membandingkan hasil PAN dan CBCT untuk visualisasi anterior
loop dan kanal insisivus.
Perluasan anterior loop ke mesial dan kanal insisivus pada 3 metode gambar (PAN,
CBCTp, dan CBCTcs) ditunjukkan pada tabel 2. ANOVA menggunakan tes post hoc Tuckey
menunjukkan bahwa pengukuran secara signifikan lebih pendek pada gambar PAN daripada
gambar CBCT (rata-rata, 2.0 mm lebih pendek; P <0.05) (Tabel 3). Perbedaan antara 2 jenis
rekonstruksi CBCT adalah submilimetrik dan tidak ada perbedaan yang signifikan (P> 0.05).

Tabel 2. Nilai maksimum dan minimum, means, median, dan standard deviasi, dengan satuan
mm, struktur panjang mesial dari foramen mentalis pada PAN, CBCTp dan CBCTcs.

Tabel 3. Perbandingan antara pengukuran panjang mesial dari foramen mental dalam
3 metode gambar.
Hasil Pengamatan terhadap 96 CBCT, foramen mentalis kanan terdeteksi pada 100%
kasus. Namun, hanya 68.8% kasus yang memiliki visibilitas yang baik. Foramen mentalis kiri
juga diamati, diperoleh sebanyak 67.7% memiliki visibilitas yang baik dari 100% kasus.
Kanal insisivus dapat terdeteksi pada 71.9% kasus pada regio inter-foraminal dengan
visibilitas yang baik pada 39.6% kasus. Anterior loop dapat terlihat pada 83.3% kasus sisi
kanan dan 62.5% kasus sisi kiri. Keberadaan foramen lingualis terlihat pada 49.0% kasus.

Diskusi
Keberadaan dan perluasan dari anterior loop dalam literatur radiologi dilaporkan
sangat beragam. Pada penelitian ini, anterior loop divisualisasikan 7.7% CBCT dan 15%
PAN. Studi anatomi sebelumnya pada kadaver dan spesimen anatomi melaporkan prevalensi
dari anterior loop berkisar dari 10% hingga 62.7% . Benninger et al. menganggap anterior
loop sebagai anomali, dibandingkan temuan anatomi. Rosenquist visualisasikan anterior loop
secara langsung pada operasi transposisi nervus alveolar inferior, dilaporkan bahwa loop itu
absen pada 74.1% sampel dan, jika ada, berukuran <1 mm. Namun, meskipun anterior loop
ditemukan dalam penelitian ini memiliki prevalensi yang rendah, implan tidak harus dipasang
dekat dengan foramen mentalis tanpa evaluasi yang cermat. Disfungsi sensori dapat terjadi
akibat alveolar inferior atau saraf mentalis rusak sewaktu osteotomi. Akibat penempatan
implan yang tidak semestinya di daerah intermental menyebabkan rasa sakit dan
ketidaknyamanan, telah dilaporkan dalam beberapa kasus, zona aman untuk penempatan
implan harus ditentukan.
Pentingnya lokasi kanal insisivus harus diperhatikan. Kohavi dan Bar-Ziv
mengambarkan kasus dimana rasa sakit dan ketidaknyamanan pada penempatan implan di
daerah intermental. Gambar CT menunjukkan implan melewati lumen besar dari kanal
insisivus. Kontak langsung dari implan dengan struktur ini dapat menyebabkan migrasi dari
jaringan lunak disekitar perangkat logam, mencegah osseointegration, dan, bila mengenai
neurovaskular, dapat menyebabkan gangguan sensorik dan pendarahan pada regio. Prevalensi
dari kanal insisivus mandibula berkisar dari 20% hingga 100% pada studi anatomikal
sebelumnya. Deteksi kanal insisivus pada CT scan berkisar antara 71.9% hingga 100%,
sedangkan pada PAN dan intraoral radiografi, berkisar antara 11% hingga 56%, tergantung
pada derajat kanal corticalization. Pada penelitian ini, visualisasi kanal insisivus berkisar dari
5.5% pada PAN hingga 24.4% pada CBCT. CBCT memberikan pengukuran yang akurat,
sehingga menjadi standar referensi dalam penelitian ini. Kesenjangan yang diamati antara
CBCT dan PAN memastikan keterbatasan gambar 2D dalam pemeriksaan anterior loop dan
kanal insisivus, seperti kesulitan yang tinggi untuk mendeteksi struktur dan penafsiran yang
terlalu rendah dari panjang anterior loop dan kanal insisivus. Hasil ini berarti bahwa hanya
penggunaan PAN harus dicegah untuk rencana bedah pada anterior mandibula.
Perbedaan signifikan ditemukan antara gambar PAN dan CBCT dalam mendeteksi
anterior loop dan kanal insisivus. Selain itu, secara signifikan gambar PAN lebih sulit
diinterpretasi. Penelitian sebelumnya menunjukkan interpretasi gambar 2D memiliki
keterbatasan dan sering mengakibatkan negatif palsu dan positif palsu, serta salah
menentukan perluasan anterior loop. Pada studi sebelumnya, keberadaan anterior loop diluar
perkiraan sebanyak 40% dalam gambar PAN, dimana positif palsu ditentukan dengan
menganalisa spesimen anatomikal radiograf. Gambar yang tumpang tindih dan derajat
corticalization dari kanal tulang merupakan faktor yang dapat mempengaruh visualisasi
struktur seperti anterior loop dan kanal insisivus.
Perluasan ke mesial dari foramen mentalis telah diukur secara menyeluruh untuk
menentukan zona aman untuk penempatan implan di regio interforminal. Namun, faktor
penting yang dipertimbangkan adalah acuan yang digunakan untuk melakukan pengukuran.
Tergantung pada bidang acuan yang diadopsi, jarak dari foramen mentalis berbeda-beda.
Uchida et al. hanya menggunakan batas bawah dari mandibula sebagai acuan, sedangkan de
Oliveira-Santos et al. dan Couto-Filho et al. digunakan dua acuan: batas bawah mandibula
(pengukuran dilakukan dengan CBCTp) dan occlucal plane, yang bisa lebih representatif di
bidang pandangan ahli bedah sewaktu prosedur penempatan implan (untuk CBCTcs).
Pada penelitian ini, bila kasus tidak ada anterior loop dan kanal insisivus dimasukan
dalam penelitian, rata-rata jarak mesial dari foramen mentalis pada CBCTp dan CBCTcs
(masing-masing, 4.51 mm dan 4.02 mm). Tidak termasuk kasus di mana anterior loop dan
kanal insisivus tidak ada, rata-rata diukur 7.89 mm (CBCTp) dan 6.13 mm (CBCTcs). Tidak
ada perbedaan signifikan antara metode gambar, menunjukkan bahwa kedua metode
sebanding.
Gambar PAN meremehkan jarak dengan rata-rata 2.0 mm, yang ditemukan menjadi
signifikan secara statistik. Gambar PAN meremehkan keberadaan dan perluasan struktur ini,
menunjukkan bahwa modalitas gambar 2D tidak menawarkan informasi yang dapat dipercaya
mengenai lokasi struktur neurovaskular dari anterior mandibula.
Beberapa studi menyarankan area aman untuk penempatan implan pada anterior
mandibula. Pada penelitian ini, keseluruhan rata-rata jarak mesial dari foramen mentalis,
terlepas dari keberadaan dan tidak adanya anterior loop atau kanal insisivus berkisar antara
2.28 mm pada PAN hingga 4.51 mm pada CBCT. Mengingat hanya kasus di mana
keberadaan anterior loop dan kanal insisivus, rata-rata jarak berkisar 8 mm. Hasil penelitian
ini mengindikasi variabilitas anatomi yang cukup besar, seperti jarak dari foramen mentalis
yang mencapai hingga 20 mm (2.0 cm). Variabilitas ini bisa berhubungan dengan kanal
inisivus, struktur tidak dievaluasi pada penelitian sebelumnya oleh Couto-Filho et al. akibat
dari perbedaan ini, dianjurkan bahwa semua kasus bedah yang melibatkan anterior mandibula
akan dinilai secara individual daripada mengandalkan rata-rata.
Mengingat keterbatasan dari gambar 2D, serta perbedaan pengamatan antara PAN dan
CBCT dalam visualisasi dan pengukuran perluasan anterior loop dari nervus mentalis dan
kanal insisivus mandibula, CBCT adalah pilihan terbaik metode pengambilan gambar untuk
rencana preoperatif prosedur yang melibatkan anterior mandibula. Selain itu, variasi individu
yang besar untuk pengukuran yang diperoleh dari kedua metode pengambilan gambar (PAN
dan CBCT) menunjukkan bahwa tidak bijaksana untuk bergantung pada zona aman untuk
penempatan implan atau operasi tulang di regio interforaminal.
Pada penelitian ini foramen lingualis terlihat pada 49% dari gambar CBCT. Foramen
lingual terletak di midline, setinggi atau lebih superior dari genial tuberkel. Sebuah pilot studi
pada populasi dewasa mengungkapkan insidensi 49% foramen lingualis pada radiografi
periapikal regio mandibula insisivus. Arteri lingual memiliki ukuran yang cukup untuk
menyebabkan kesulitan dalam kontrol perdarahan intraosseus atau jaringan lunak. Juga dapat
menjadi pertimbangan dalam penempatan implan di midline.

You might also like