You are on page 1of 12

LAPORAN KASUS

Modul Bedah Minor


Ekstrasi Komplikasi Gigi 26 Gangren Radix

Disusun oleh:
Marisa Intanries
040.11.132 / 041.214.117

Pembimbing:
drg. Hartono Pudjowibowo, MS, DURMF

UNIVERSITAS TRISAKTI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
JAKARTA
2017

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pencabutan gigi merupakan suatu proses pengeluaran gigi dari alveolus, dimana
pada gigi tersebut sudah tidak dapat dilakukan perawatan lagi. Pencabutan gigi juga
merupakan suatu tindakan pembedahan yang melibatkan jaringan bergerak dan jaringan
lunak dari rongga mulut, akses yang dibatasi oleh bibir dan pipi, dan selanjutnya
dihubungkan atau disatukan oleh gerakan lidah dan rahang.1 Kriteria pencabutan gigi
yang ideal ialah proses pencabutan dengan trauma minimal terhadap jaringan pendukung
gigi sehingga luka bekas cabutan tidak menimbulkan masalah prostetik dan dapat
sembuh sempurna. Prosedur pencabutan gigi ini merupakan tindakan dalam kedokteran
gigi yang paling sering dilakukan, yaitu dengan rasio terhadap angka penambalan gigi
ialah 6 dibanding 1. Seorang dokter gigi harus mampu menyesuaikan teknik pencabutan
gigi dengan kesulitan-kesulitan yang ada selama proses pencabutan dan adanya
kemungkinan komplikasi setelah proses pencabutan. Prediksi tingkat kesulitan dalam
pencabutan gigi dapat dilakukan dengan menganamnesa pasien dengan cermat, yaitu
mengenai riwayat pencabutan gigi sebelumnya, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan
radiografi. Penyesuaian teknik dan anamnesa yang cermat akan menghasilkan suatu
proses pencabutan gigi yang ideal.2,3,4
Salah satu dari kesulitan pada prosedur pencabutan gigi ialah kondisi kerusakan
gigi pasien yang sudah parah oleh karena sudah terlalu lamanya gigi dibiarkan berlubang
atau hasil dari penundaan pencabutan. Tindakan pencabutan yang dilakukan pada
keadaan tersebut umumnya memerlukan peralatan penunjang yang lebih lengkap sesuai
dengan SOP bedah minor. Jenis pencabutan gigi seperti ini disebut sebagai Open Method
Extraction atau pencabutan dengan pembedahan. Prosedur pencabutan gigi tersebut
dilakukan dengan membuka jaringan keras dan jaringan lunak yang berada di sekitar gigi
yang akan diekstraksi. Pengurangan tulang secara konservatif kemudian dilakukan
sampai adanya akses yang cukup untuk melakukan pengungkitan gigi. Prosedur diakhiri
dengan pengembalian jaringan lunak ke tempatnya dengan melakukan penjahitan.3,4,5

2
B. Rumusah Masalah
Dari latar belakang yang telah dijabarkan, maka didapat rumusan masalah:
Bagaimana penatalaksaan ekstraksi komplikasi gangren radix gigi 26 pada pasien yang
datang ke RSGM Trisakti?

C. Tujuan Laporan
Untuk mengetahui penatalaksanaan ekstraksi komplikasi yang dilakukan dalam
mengatasi gangren radix gigi 26.

D. Manfaat Laporan
1. Bagi dokter gigi, menambah informasi dan bahan pembelajaran mengenai
penatalaksanaan ekstraksi komplikasi gangren radix.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Pencabutan Gigi


Pencabutan gigi adalah pengangkatan gigi dari soketnya. Pencabutan gigi dapat
dilakukan dengan lokal anestesi jika gigi terlihat jelas dan tampak mudah dicabut.
Ekstraksi gigi adalah suatu tindakan bedah pencabutan gigi dari soket gigi dengan alat-alat
ekstraksi untuk mengeluarkan satu gigi utuh atau akar gigi dari alveolus yang sudah tidak
dapat dilakukan perawatan. Prinsip-prinsip asepsis dan pembedahan perlu dilaksanakan
pada tindakan pencabutan gigi. Prinsip asepsis diperlukan untuk mencegah terjadinya
infeksi sebagai konlikasi dalam penyembuhan luka paska ekstraksi. Ekstraksi tanpa rasa
sakit, taruma minimal pada jaringan periodontal, dan penyembuhan sempurna dari luka
bekas pencabutan merupakan komponen dari ekstraksi gigi yang ideal.4

B. Indikasi dan Kontra Indikasi Pencabutan Gigi


Indikasi pencabutan gigi banyak dan bervariasi. Jika perawatan konservasi gagal
6,7,8
atau tidak indikasi sebuah gigi harus dicabut karena hal lain sebagai berikut:
a. Gigi karies yang parah dan tidak bisa dirawat lagi
b. Penyakit periodontal (gigi mobility II dan mobility III)
c. Infeksi periapikal
d. Abrasi, erosi, atrisi yang parah
e. Gigi impaksi
f. Kelainan pulpa ( nekrosis pulpa dan irreversible pulpitis)
g. Gigi berlebih (supernumery teeth)
h. Keperluan ortodontik (misalnya gigi premolar) dan keperluan prostetik
i. Gigi fraktur yang parah
j. Terapi pra-radiasi
k. Gigi yang terkait dengan lesi patologis

7
Kontra indikasi pencabutan gigi sebagai berikut:
a. Faktor lokal
a) Akut perikoronitis

4
b) Fasial selulitis, gingivitis, stomatitis, sinusitis akut maxilla pada molar dan
premolar atas
c) Pertumbuhan gigi yang disertai tumor ganas
b. Faktor sistemik
a) Diabetes mellitus tidak terkontrol
b) Kelainan darah ( hemofili, leukemia, anemia)
c) Kehamilan pada trimester I dan trimester 3
d) Kelainan kardiovaskular ( hipertensi)
e) Pasien dengan kelainan hati (hepatitis)

C. Metode Pencabutan Gigi


a. Closed / intra-alveolar extraction
Pencabutan gigi atau akar gigi dengan menggunakan bein atau forcep atau
kombinasi. Metode ini merupakan metode yang biasanya dilakukan pada sebagian
besar kasus.9,10

b. Open / trans-alveolar extraction


Pada beberapa kasus terutama pada gigi impaksi, pencabutan dengan metode
intra-alveolar sering kali mengalami kegagalan sehingga perlu dilakukan pencabutan
dengan metode trans-alveolar. Metode pencabutan ini dilakukan dengan terlebih
dahulu mengambil sebagian tulang penyangga gigi. Metode ini juga sering disebut
metode terbuka atau metode bedah yang digunakan pada kasus-kasus:7,8,11
a) Gigi tidak dapat dicabut dengan menggunakan metode intra alveolar.
b) Gigi yang mengalami hipersementosis atau ankilosis.
c) Gigi yang mengalami germinasi atau dilaserasi.
d) Sisa akar yang tidak dapat dipegang dengan tang atau dikeluarkan dengan bein,
terutama sisa akar yang berhubungan dengan sinus maxillaris.
Prosedur pencabutan gigi dengan metode trans-alveolar melibatkan
pembedahan dengan melakukan pemotongan gigi atau tulang. Pembuatan flap,
pembuangan sebagian tulang alveolar, pemotongan dan pengangkatan gigi,
penghalusan tulang alveolar, kuretase, serta penjahitan merupakan prinsip dari metode
pencabutan ini.5
Pembuatan flap merupakan salah satu tahapan pada pencabutan dengan
metode trans-alveolar yang harus direncanakan dengan rinci. Flap merupakan
5
pemisahan atau pemotongan bagian dari gingiva, mukosa alveolar atau periosteum
dari prosesus alveolar dan gigi dengan suplai darah yang baik. Perluasan lapang
pandang dan akses menuju permukaan akar dan tulang alveolar merupakan tujuan
pembuatan flap. Jenis dari flap antara lain ialah flap mukoperiosteal, flap mukosa,
flap semilunar tinggi, mid-level flap, envelope flap dan flap pedikel.3
Perencanaan dalam setiap tahap dari metode trans-alveolar harus dibuat
secermat mungkin untuk menghindari kemungkinan yang tidak diinginkan. Masing-
masing kasus membutuhkan perencanaan yang berbeda yang disesuaikan dengan
keadaan dari setiap kasus. Secara garis besarnya, komponen penting dalam
perencanaan adalah bentuk flep mukoperiostal dan cara yang digunakan untuk
mengeluarkan gigi atau akar gigi dari soketnya serta seberapa banyak pengambilan
tulang yang diperlukan.7,8,11

6
BAB III
LAPORAN KASUS BEDAH MINOR

Nama Mahasiswa : Marisa Intanries


NIM Profesi : 041.214.117
Semester :5
Kasus : Ekstraksi komplikasi gangren radix gigi 26

Identitas Pasien
Nama : Bismo D
Sex/ Usia : Pria/ 30 tahun
Alamat : Jl. Anggrek Rosliana VII No 55C, Kemanggisan
Pekerjaan : Karyawan swasta

Laporan tindakan dan perawatan :


Temuan kasus
Anamnesis: pasien pria berusia 30 tahun datang ke RSGM Trisakti dengan keluhan gigi atas
kiri belakang pernah sakit karena berlubang besar, gigi tersebut kemudian patah dan tinggal
sisa akar sejak sekitar 5 tahun lalu. Gigi tersebut sekarang tidak sakit dan hanya menggangu
karena sering terselip makanan.

FOTO (KLINIS/ RONTGEN) SEBELUM TINDAKAN [Foto Indikasi]

7
FOTO SELAMA TINDAKAN

Asepsis extra dan intra oral Anastesi topikal Suntik infiltrasi bukal

Suntik infiltrasi palatal Pembuatan flap Pembukaan flap

Pembuangan tulang Ungkit dengan bein Pencabutan sisa akar mesiobukal

8
Pencabutan sisa akar distobukal Pencabutan sisa akar palatal Kuretase

Penghalusan tulang Spooling Penjahitan Sisa akar gigi 26


yang tajam

FOTO SETELAH TINDAKAN

Kontrol 1 Kontrol 2 buka jahitan

9
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kunjungan pertama dilakukan anamnesis dan pemeriksaan radiografi dengan


teknik rontgen periapikal paralel. Pada saat anamnesis diketahui bahwa gigi 26 pernah sakit
karena berlubang besar, gigi tersebut kemudian patah dan tinggal sisa akar sejak sekitar 5
tahun lalu. Sisa akar yang didiamkan terlalu lama menyebabkan terpendam didalam gusi.
Pada pemeriksaan radiografi ditemukan sisa akar gigi 26 yang masih utuh dari 1/3 servikal
akar sampai 1/3 apikal akar. Kemudian dilakukan pemeriksaan intra oral yang kemudian
didapatkan hasil pemeriksaan gigi 26 yaitu: perkusi (-), palpasi (-), druksasi (-).
Sebelum dilakukan tindakan ekstraksi komplikasi, operator memeriksa tekanan
darah pasien 120/80 mmHg, frekuensi nadi 60x/menit, frekuensi pernafasan 20x/menit. Pada
saat tindakan ekstrasi komplikasi dilakukan operator harus membuat insisi yang
memudahkan akses dan visibilitas dari operator itu sendiri. Dan juga harus hati-hati ketika
mengambil tulang pada daerah bukal gigi 26. Dan pada saat pencabutan gigi 26 ini operator
harus memfiksasi agar menjaga gigi sebelahnya agar tidak goyang. Setelah mendapatkan
akses yang cukup untuk gigi 26, dilakukan pengebeinan pada gigi 26, setelah goyang baru
menggunakan forcep untuk mengeluarkan gigi.
Lakukan kuretase pada soket gigi 26 serta pengasahan tulang tulang yang tajam dan
kemudian irigasi menggunakan povidone iodine yang telah diencerkan. Untuk tahapan
selanjutnya dilakukan penjahitan pada daerah gigi 26 setelah selesai pasien diinstruksikan
untuk menggigit tampon selama 30-60 menit, tidak memainkan daerah bekas pencabutan
dengan lidah, jangan berkumur keras-keras, jangan menyikat gigi didaerah bekas pencabutan
dan hindari makanan panas dan pedas. Pasien juga diberikan post medikasi yaitu amoxilin
500 mg dan asam mefenamat 500mg selama 5 hari. Pada kontrol pertama, jahitan masih
dalam keadaan utuh dan pada kontrol kedua terlihat penyembuhan soket baik dan dapat
dilakukan pembukaan jahitan.

10
BAB V
KESIMPULAN

Perkiraan tingkat kesulitan dan perencanaan tindakan pencabutan gigi dapat


dilakukan dengan tepat apabila anamnesa dilakukan dengan cermat, pemeriksaan klinis
dialkukan secara seksama dan melakukan pemeriksaan radiografi. Dengan pemeriksaan
radiografi kita dapat melihat kelainan yang terdapat dalam akar dan dapat melihat batas
tulang alveolar, jika kondisi gigi terlihat hampir sama atau dibawah tulang alveolar sebaiknya
kita menggunakan open method untuk tindakannya agar dapat mengurangi resiko komplikasi
pencabutan dan mengurangi trauma pasca ekstrasi.
Teknik ekstraksi komplikasi perlu dikuasai dengan baik oleh seorang
dokter gigi karena kasus-kasus yang ditemui tidak selalu merupakan kasus yang
sederhana. Perkembangan wawasan menganai alat-alat kedokteran gigi dan peningkatan
kemampuan dalam melakukan prosedur pencabutan gigi sebaiknya selalu dilakukan oleh
dokter gigi, terutama dalam halnya menghadapi kasus ekstraksi komplikasi.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. De Haantjes van Het Oosten. Pencabutan gigi atau exodontia. 2010. Available from:
URL: http://www.potooloodental.com. Accessed: 15 June 2017.
2. Pinasti, RA. Studi Kasus Dry Socket Pasca-Ekstraksi Gigi di Rumah Sakit Angkatan
Laut Dr. Ramelan dan RSUD Dr. Mohammad Soewandhie Surabaya, Skripsi.
Surabaya: Airlangga University Library, 2013.
3. Pedersen, GW. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut (Oral Surgegry), Alih Bahasa:
Purwanto, Jakarta: EGC, 1996.
4. Dwiastuti, SAP. Dental Extraction Technique Using Difficulty, Jurnal Kesehatan
Gigi, 2013; 1(2): 115-119.
5. Dimitroulis, G. A synopsis of Minor Oral Surgery. London: Linacre House, 1997.
6. Gokul, V. Complication of eksodontia. J Indian Of Dental Research, 2011; 22: 633-8.
7. Balaji, SM. Textbook of oral maxillofacial surgery. New Delhi: Elsevier, 2007: 211-
29.
8. Ghosh, KP. Synopsis of oral maxillofacial surgery. New Delhi: Jaypee, 2006: 7- 15.

9. Archer, W. Oral and Maxillofacial Surgery. 5th ed. Philadelphia: Saunders Company,
1975: 16-17.
10. Cawson, RA. Essential of Dental Surgery and Phatology. 4th ed. London: Churchil
Livingstone, 1984: 76-114, 143-158.
11. Howe, L. Pencabutan gigi geligi. Jakarta: EGC, 1999: 83-90.

12

You might also like