Professional Documents
Culture Documents
SYOK ANAFILAKSIS
Sovian Anugrah
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang
Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana Kupang
dr.Regina M. Manubulu, Sp.A, M.Kes dan dr.Hendrik Tokan, SpA
I. PENDAHULUAN
Syok adalah kurangnya perfusi terhadap jaringan akibat tidak terpenuhinya kebutuhan
tubuh. Hal ini dapat disebabkan oleh peningkatan massif kebutuhan metabolik (konsumsi
bervariasi sesuai dengan etiologinya dan mempunyai gambaran klinis yang berbeda pula.
Anafilaksis merupakan reaksi alergi sistemik berat yang dapat menyebabkan kematian
dan terjadi secara tiba-tiba setelah terpapar oleh alergen maupun pencetus yang lainnya.
dihasilkan dalam rilis mediator kimia ampuh dari sel mast dan basofil sehingga berpengaruh
Insiden terjadinya reaksi anafilaksis pada anak di Amerika Serikat pada seluruh
populasi yaitu sebesar 0,021% (21 per 100.000) dan 0,002%-nya meninggal dunia. Hal ini
seragga, latex, agen biologis, dan olahraga, sehingga pemberian obat-obatan dan makanan
tertentu perlu diwaspadai utuk mencegah terjadinya syok anafilaktik. Manifestasi klinis yang
muncul pada reaksi anafilaktik dapat terjadi beberapa detik maupun menit, baik lokal maupun
sistemik. Bentuk reaksi ringan dapat berupa urtikaria dan reaksi berat seperti respirasi distress
atau syok. Jika sudah terjadi respirasi distress dan syok, maka harus ditangani lebih cepat
dengan penatalaksanaan yang tepat dikarenakan anafilaksis merupakan reaksi alergi yang
dapat mengancam jiwa sehingga dapat menurunkan mortalitas. Oleh karena itu pentingnya
memahami dan mengetahui tentang syok anafilaktik disertai segala macam penanganan yang
diperlukan.1,5
Anafilaksis berasal dari kata Yunani ana, atau berbalik, dan phylaxis atau perlindungan
dimana seharusnya terjadi reaksi imun yang melakukan perlindungan namun berbalik
Immunoglobulin E (hipersensitivitas tipe I) dan menghasilkan rilis mediator kimia seperti sel
mast dan basofil yang akan berpengaruh pada sistem kardiovaskuler yang ditandai dengan
curah jantung dan tekanan arteri yang menurun hebat, sistem pernapasan seperti depresi
1. Rapid reaction/reaksi cepat, terjadi beberapa menit sampai 1 jam setelah terpapar dengan
alergen
2. Moderate reaction/reaksi moderat terjadi antara 1-24 jam setelah terpapar dengan alergen
3. Delayed rection/reaksi lambat terjadi >24 jam setelah terpapar dengan alergen.
reaksi anafilaksis di Amerika yang meninggal dunia sebanyak 1500 per tahun, dan 1300
orang meninggal disebabkan karena obat-obatan seperti penggunaan antibiotik golongan
penisilin dengan kematian terbanyak setelah 60 menit penggunaan obat yaitu sebanyak 0.02%
Anafilaksis lebih sering terjadi pada usia setelah 19 tahun tetapi lebih sering pada anak-
anak dan dewasa muda, sedangkan pada orang tua dan bayi anafilaksis jarang terjadi Masih
terjadi silang pendapat mengenai keberadaan konstitusi atopik sebagai hal yang
mempermudah terjadinya reaksi ini. Berdasarkan jenis kelamin, wanita lebih sering
dibanding pria dengan perbandingan 1 : 3 wanita dimana wanita yang lebih dewasa muda
Secara etiologi, anafilaksis dibagi atas reaksi anafilaksis alergi dan reaksi anafilaksis
non alergi (reaksi anafilaktoid). Reaksi anafilaksis alergi adalah reaksi antara antigen spesifik
dan antibodi spesifik (IgE) yang terikat pada sel mast. Sel mast dan Basofil akan
mengeluarkan mediator yang mempunyai efek farmakologik terhadap berbagai macam organ,
sedangkan reaksi anafilaktoid secara klinis sama dengan anafilaksis alergi, akan tetapi tidak
disebabkan oleh interaksi antara antigen dan antibodi. Reaksi anafilaksis nonalergi
disebabkan oleh zat yang bekerja langsung pada sel mast dan basofil sehingga menyebabkan
terlepaskan mediator.6
oleh Coombs dan Gell (1963), timbul segera setelah tubuh terpajan dengan alergen.
Anafilaksis diperantarai melalui interaksi antara antigen dengan IgE pada sel mast, yang
menyebabkan terjadinya pelepasan mediator inflamasi. Reaksi ini terjadi melalui 2 fase:1,5
1. Fase sensitasi yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikatnya
2. Fase aktivasi yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang sama
dan sel mast melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi.
Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan di tangkap
berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit). Sel plasma memproduksi Ig E spesifik untuk
antigen tersebut kemudian terikat pada reseptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil.
Aktivasi mastosit dan basofil menyebabkan juga respon bifasik dari cAMP intraselluler.
Terjadi kenaikan cAMP kemudian penurunan drastis sejalan dengan pelepasan mediator dan
dapat menghilangkan gejala anafilaksis. Obat-obatan ini antara lain adalah katekolamin
vaskuler dan hemostasis, sebaliknya obat-obat yang dapat meningkatkan cGMP (misalnya
obat cholinergik) dapat memperburuk keadaan karena dapat merangsang terlepasnya
mediator.9
Mastosit dan basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan reaksi
pada paparan ulang. Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam tubuh.
Alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera
yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa
bahan vasoaktif lain dari granula yang di sebut dengan istilah preformed mediators.9
Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran sel yang
akan menghasilkan leukotrien (LT) dan prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu
setelah degranulasi yang disebut newly formed mediators. Fase efektor adalah waktu
terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator yang dilepas mastosit
atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada organ organ tertentu. Histamin memberikan
edema, sekresi mucus, dan vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan
bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF) berefek
Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin leukotrien yang
fenomena maldistribusi dari volume dan aliran darah. Hal ini menyebabkan penurunan aliran
darah balik sehingga curah jantung menurun yang diikuti dengan penurunan tekanan darah.
Kemudian terjadi penurunan tekanan perfusi yang berlanjut pada hipoksia ataupun anoksia
a) Atopi
Pada studi berbasis populasi di Olmsted County, 53% dari pasien anafilaksis memiliki
riwayat penyakit atopi. Penelitian lain menunjukkan bahwa atopi merupakan faktor risiko
untukreaksi anfilaksis terhadap makanan, reaksi anafilaksis yang diinduksi olehlatihan fisik,
anafilaksis idiopatik, reaksi terhadap radiokontras, dan reaksi terhadap latex. Sementara, hal
ini tidak didapati pada reaksi terhadap penisilin dan gigitan serangga.
sedikit kemungkinannya menimbulkan reaksi dan kalaupun ada biasanya tidak berat,
meskipun reaksi fatal dapat terjadi pada seseorang yang memang alergi setelahmenelan
makanan. Selain itu, semakin lama interval pajanan pertama dan kedua, semakin kecil
kemungkinan reaksi anafilaksis akan muncul kembali. Hal ini berhubungan dengan
c) Asma
Merupakan faktor risiko yang fatal berakibat fatal. Lebih dari 90% kematian karena
berat, tetapi kadang-kadang langsung berat. Berdasarkan derajat keluhan sistemik, anafilaksis
biasanya disertai perasaan penuh dalam mulut dan tenggorokan. Gejala permulaan ini dapat
disertai dengan hidung tersumbat dan pembengkakan peri orbita. Dapat juga disertai rasa
gatal pada membran mukosa, keluarnya air mata, dan bersin. Gejala ini biasanya timbul
dalam 2 jam sesudah kontak dengan antigen. Lamanya gejala bergantung pada pengobatan,
Reaksi sistemik sedang mencakup semua gejala dan tanda yang ditemukan pada
reaksi sistemik ringan ditambah dengan bronkospasme dan atau edema jalan napas, dispnu,
batuk, dan mengi. Dapat juga terjadi angioedema, urtikaria umum, mual, dan muntah.
Biasanya penderita mengeluh gatal menyeluruh, merasa panas, dan gelisah. Masa awitan dan
lamanya reaksi sistemik sedang hampir sama dengan reaksi sistemik ringan.
Masa awitan biasanya pendek, timbul mendadak dengan tanda dan gejala seperti reaksi
sistemik ringan dan reaksis sistemik sedang, kemudian dengan cepat dalam beberapa menit
(kadang tanpa gejala permulaan) timbul bronkospasme hebat dan edema laring disertai serak,
stridor, dispnu beratm sianosism dan kadangkala terjadi henti napas. Edema faring
gastrointestinal dan hipermotilitas menyebabkan disfagia, kejang perut hebat, diare, dan
muntah. Kejang umum dapat terjadi, dapat disebabkan oleh rangsangan sistem saraf pusat
atau karena hipoksia. Kolaps kardiovaskular menyebabkan hipotensi, aritmia jantung, syok,
dan koma.9
Rangkaian peristiwa yang menyebabkan gagal nafas dan kolaps kardiovaskular sering
sangat cepat dan mungkin merupakan gejala obyektif pertama pada anafilaksis. Beratnya
reaksi berhubungan langsung dengan cepatnya masa awitan. Reaksi fatal umumnya terjadi
pada orang dewasa, Pada anak penyebab kematian paling sering adalah edema laring.3,9
Diagnosis anafilaksis ditegakkan secara klinis. Perlu dicari riwayat penggunaan obat,
makanan, gigitan binatang, atau transfusi. Pada beberapa keadaan dapat timbul keraguan
terhadap penyebab lain sehingga perlu dipikirkan diagnosis banding. Pada reaksi sitemik
ringan dan sedang diagnosis bandingnya adalah diagnosis banding urtikaria dan angioedema.8
Pada pasien dengan reaksi anafilaksis biasanya dijumpai keluhan 2 organ atau lebih
setelah terpapar dengan alergen tertentu. Untuk membantu menegakkan diagnosis maka
American Academy of Allergy, Asthma and Immunology telah membuat suatu kriteria.5,8,10
Kriteria pertama adalah onset akut dari suatu penyakit (beberapa menit hingga
beberapajam) dengan terlibatnya kulit, jaringan mukosa atau kedua-duanya (misalnya bintik-
bintik kemerahan pada seluruh tubuh, pruritus, kemerahan, pembengkakan bibir, lidah,
uvula), dan salah satu dari respiratory compromise (misalnya sesak nafas, bronkospasme,
stridor, wheezing , penurunan PEF, hipoksemia) dan penurunan tekanan darah atau gejala yang
Kriteria kedua, dua atau lebih gejala berikut yang terjadi secara mendadak setelah
terpapar alergen yang spesifik pada pasien tersebut (beberapa menit hingga beberapa jam),
yaitu keterlibatan jaringan mukosa kulit (misalnya bintik-bintik kemerahan pada seluruh
penurunan tekanan darah atau gejala yang berkaitan (misalnya hipotonia, sinkop,
inkontinensia); dan gejala gastrointestinal yang persisten (misalnya nyeri abdominal, kram,
muntah).5
Kriteria ketiga yaitu terjadi penurunan tekanan darah setelah terpapar pada alergen
yang diketahui beberapa menit hingga beberapa jam (syok anafilaktik). Pada bayi dan anak-
anak, tekanan darah sistolik yang rendah (spesifik umur) atau penurunan darah sistolik lebih
dari 30%.5
- Kebanyakan reaksi terjadi dalam beberapa menit, jarang reaksi terjadi lebih
onsetnya daripada sengatan, dan cenderung disebabkan lebih cepat onsetnya dari
Airway Problem :
(faring/laring edem). Pasien sulit bernafas dan menelan dan merasa tenggorokan
tertutup.
- Suara Hoarse
- Stridor, tingginya suara inspirasi karena saluran nafas atas yang mengalami
obstruksi.
Breathing Problems :
- Wheezing
- Respiratory arrest
Circulation Problems:
- Cardiac arrest
Sering muncul gambaran pertama dan muncul lebih dari 80% dari reaksi anafilaksis.
- Mungkin urtikaria yang muncul dimana saja pada tubuh, berwarna pucar, merah
Angioedema mungkin seperti urtikaria tetapi termasuk pada jaringan lebih dalam sering
pada kelopak mata dan bibir, kadang pada mulut dan tenggorokan.
Jika terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan alergen baik peroral
maupun parenteral, maka tindakan pertama yang paling penting dilakukan adalah
mengidentifikasi dan menghentikan kontak dengan alergen yang diduga menyebabkan reaksi
anafilaksis. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari
kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung
dan menaikkan tekanan darah. Tindakan selanjutnya adalah penilaian airway, breathing, dan
circulation dari tahapan resusitasi jantung paru untuk memberikan kebutuhan bantuan hidup
dasar.5
a) Airway / penilaian jalan napas. Jalan napas harus dijaga tetap bebas agar tidak ada
sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan leher
diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan
melakukan triple airway manuver yaitu ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan
buka mulut. Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong
dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi.
b) Breathing support segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada tanda-
tanda bernapas spontan, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pada syok
anafilaktik yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan
napas total atau parsial. Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas parsial,
selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan napas dan oksigen
5-10 liter/menit melalui masker. Oksigen harus diberikan pada penderita yang
mengalami sianosis, dispnu yang jelas, atau penderita dengan mengi.
c) Circulation support yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis atau a.
femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.
Apabila anafilaksis terjadi karena suntikan pada ekstrimitas atau sengatan/gigitan
hewan berbisa maka dipasang turniket proksimal dari daerah suntikan atau tempat gigitan
Untuk mengatasi syok pada anak dapat diberikan cairan NaCl fisiologis atau Ringer
Laktat sebanyak 20 ml/kgBB secepatnya sampai syok teratasi, lalu dilanjutkan dengan cairan
maintenance. Pemberian cairan akan meningkatkan tekanan darah dan curah jantung serta
mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis cairan antara larutan kristaloid dan koloid tetap
dasarnya, bila memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3-4 kali dari perkiraan
kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat diperkirakan terdapat
Pemberian adrenalin secara intramuskuler pada lengan atas, paha, ataupun sekitar lesi
pada sengatan serangga merupakan pilihan pertama pada penatalaksanaan syok anafilaktik.
Adrenalin memiliki onset yang cepat setelah pemberian intramuskuler. Pada pasien dalam
keadaan syok, absorbsi intramuskuler lebih cepat dan lebih baik dari pada pemberian
subkutan. Berikan 0,5 ml larutan 1:1000 (0,3-0,5 mg) untuk orang dewasa dan 0,01 ml/kg BB
untuk anak. Dosis diatas dapat diulang beberapa kali tiap 5-15 menit, sampai tekanan darah
dan nadi menunjukkan perbaikan. Jika hipotensi berlanjut, meskipun diberikan epinefrin,
resusitasi cairan agresif, maka epinefrin intravena harus diberikan. Pemberiannya adalah
dengan solusi epinefrin 1:10.000 dengan dosis 0,01 mg / kg (0,1 ml / kg), dengan dosis
maksimal 1 mg. Sebuah infus epinefrin terus menerus mungkin diperlukan untuk
mempertahankan tekanan darah. Jika hipotensi terus meskipun disebutkan di atas intervensi,
vasopresin atau vasopressor potensial lainnya (agonis a1) mungkin lebih efektif.1,5,7
Pilihan kedua dari epinefrin atau terapi tambahan diantaranya adalah termasuk
antihistamin memiliki onset yang lambat dan tidak dapat memblokir peristiwa yang terjadi
telah dilaporkan lebih efektif dalam memperbaiki beberapa manifestasi anafilaksis daripada
parenteral dan paling sering digunakan dalam pengelolaan anafilaksis. Dalam hal terjadi
spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang memberi respons, dapat ditambahkan
RJP dilakukan apabila terdapat tanda-tanda kagagalan sirkulasi dan pernafasan. Untuk
itu tidakan RJP yang dilakukan sama seperti pada umumnya. Bilamana penderita akan
dirujuk ke rumah sakit lain yang lebih baik fasilitasnya, maka sebaiknya penderita dalam
keadaan stabil terlebih dahulu. Sangatlah tidak bijaksana mengirim penderita syok anafilaksis
yang belum stabil penderita akan dengan mudah jatuh ke keadaan yang lebih buruk bahkan
fatal. Saat evakuasi, sebaiknya penderita dikawal oleh dokter dan perawat yang menguasai
Sebuah periode pengamatan diindikasikan bagi semua pasien yang mengalami reaksi
anafilaksis. Reaksi laten dapat terjadi pada 20% pasien dan jarang dapat terjadi pada 72 jam
akhir setelah reaksi awal. Lamanya waktu untuk observasi harus didasarkan pada keparahan
dari reaksi awal, kecukupan pengawasan, ketahanan pasien, dan kemudahan akses ke
perawatan medis. Banyak penulis menyarankan waktu pengamatan dari 6 sampai 8 jam,
namun waktu pengamatan hingga 24 jam dapat dibenarkan untuk beberapa pasien.3
memberikan edukasi, terutama pada pasien muda dengan anafilaksis terhadap makanan.
Edukasi yang utama adalah meghindari faktor alergen seperti makanan, obat obatan
ataupun sengatan serangga. Edukasi juga dilakukan kepada orang tua bilamana mempunyai
anak dibawah umur 12 tahun sehingga orang tua pun tidak langsung panik dalam menghadapi
4. Neugut AI, Ghatak AT,et all.2001. Anaphylaxis in the United States: an investigation into
its epidemiology. Arch Intern Med.161(1):15 21.
6. Koury SI, Herfel LU . (2000) Anaphylaxis and acute allergic reactions. In :International
edition Emergency Medicine.Eds :Tintinalli,Kellen,Stapczynski 5th ed McGrraw-Hill
New York-Toronto.pp 242-6
7. Rudolph at al. 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph Vol I. Page 532. JAKARTA : EGC
8. Johnson RF, Peebles RS. 2011. Anaphylactic Syok: Pathophysiology, Recognition, and
Treatment. Medscape. Available from URL:
http://www.medscape.com/viewarticle/497498_2
9. Rengganis Rengganis I. Rejatan Anafilaktik. Dalam : Sudoyo A ed. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. 5th Ed. Jilid I. 2011. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam, p: 190-193
10. Muraro, A., G.Roberts, A.Clark, A.Eigenmann, S.Halken, G.Lack. et al. The
Management of anaphylaxis in childhood : Position paper of the European academy of
allergology and clinical immunology. Allergy. 2007;62:857-71