You are on page 1of 28

Pendahuluan

Seluruh cairan tubuh didistribusikan di antara dua kompartemen utama,


cairan ekstraseluler dan caian intraseluler. Cairan ekstraseluler dibagi menjadi
cairan insterstitial dan plasma darah. Ada juga kompartemen cairan yang kecil
yang disebut sebagai cairan transeluler. Kompartemen ini meliputi cairan dalam
rongga sinovial, peritoneum, perikardial, intraokular, dan cairan serebrospinal.
Cairan intraseluler dipisahkan dari cairan ekstraseluler oleh membran selektif
yang sangat permeabel terhadap air, tetapi tidak permeabel terhadap sebagian
elektrolit dalam tubuh.
Beberapa contoh kation dalam tubuh adalah natrium (Na+), kalium (K+),
kalsium (Ca2+), magnesium (Mg2+). Sedangkan anion adalah klorida (Cl-),
bikarbonat (HCO3-), fosfat (PO4-), sulfat (SO4-). Dalam keadaan normal, kadar
kation dan anion ini sama besar sehingga potensial listrik cairan tubuh bersifat
netral. Pada cairan ektraseluler, kation utamanya adalah Na+ sedangkan anion
utamanya adalah Cl- sedangkan di intraseluler kation utamanya adalah K+.
Distribusi elektrolit pada cairan intraseluler dan ekstraseluler dapat dilihat pada
Gambar 1.1

1
2

Gambar 1. Kation dan Anion dalam Cairan Intraseluler dan Ekstraseluler


Disamping sebagai penghantar aliran listrik, elektrolit mempunyai banyak
manfaat, tergantung dari jenisnya, seperti:2
Natrium : Menentukan osmolaritas dalam darah dan berperan pada regulasi
volume ekstraseluler.
Kalium : Mempertahankan membran potensial elektrik dalam tubuh dan
mempunyai peranan penting dalam sel syaraf.
Magnesium : Berperan dalam aktivitas elektrik jaringan, mengatur pergerakan
Ca2+ ke dalam otot serta memelihara kekuatan kontraksi jantung
dan kekuatan pembuluh darah tubuh, serta berperan dalam proses
keseimbangan asam basa.
Kalsium : Berfungsi untuk kontraksi otot, transmisi impuls syaraf, sekresi
hormon, pembekuan darah, pembelahan dan pergerakan sel,
penyembuhan luka.
Klorida : Mempertahankan tekanan osmotik, distribusi air pada berbagai
cairan tubuh dan keseimbangan anion dan kation dalam cairan
ekstraseluler.
Fosfat : Berperan dalam metabolisme energi sel.

Fisiologi Natrium

Natrium adalah kation terbanyak dalam cairan ekstraseluler, jumlahnya


bisa mencapai 60 mEq per kilogram berat badan dan sebagian kecil (sekitar 10-14
mEq/L) berada dalam cairan intrasel. Lebih dari 90% tekanan osmotik di cairan
ekstrasel ditentukan oleh garam yang mengandung natrium, khususnya dalam
bentuk natrium klorida (NaCl) dan natrium bikarbonat (NaHCO 3) sehingga
perubahan tekanan osmotik pada cairan ekstrasel menggambarkan perubahan
konsentrasi natrium.1
Perbedaan kadar natrium intravaskuler dan interstitial disebabkan oleh
keseimbangan GibbsDonnan, sedangkan perbedaan kadar natrium dalam cairan
3

ekstrasel dan intrasel disebabkan oleh adanya transpor aktif dari natrium keluar
sel yang bertukar dengan masuknya kalium ke dalam sel (pompa Na+ K+).2
Jumlah natrium dalam tubuh merupakan gambaran keseimbangan antara
natrium yang masuk dan natrium yang dikeluarkan. Pemasukan natrium yang
berasal dari diet melalui epitel mukosa saluran cerna dengan proses difusi dan
pengeluarannya melalui ginjal atau saluran cerna atau keringat di kulit.
Pemasukan dan pengeluaran natrium perhari mencapai 48-144 mEq. Tabel 1
menunjukkan kadar elektrolit dalam cairan intrasel dan ekstrasel.1

Tabel 1. Kadar Elektrolit dalam Cairan Ekstrasel dan Intrasel


Plasma Cairan Cairan
(mEq/L) Interstitial Intraseluler
(mEq/L) (mEq/L)
+
Na 140 148 13
K+ 4,5 5,0 140
Ca2+ 5,0 4,0 1 x 10-7
Mg2+ 1,7 1,5 7,0
Cl- 104 115 3,0
HCO3 24 27 10
SO42+ 1,0 1,2 --
PO42- 2,0 2,3 107
Protein 15 8 40
Anion Organik 5,0 5,0 --

Jumlah natrium yang keluar dari traktus gastrointestinal dan kulit kurang
dari 10%. Cairan yang berisi konsentrasi natrium yang berada pada saluran cerna
bagian atas hampir mendekati cairan ekstrasel, namun natrium direabsorpsi
sebagai cairan pada saluran cerna bagian bawah, oleh karena itu konsentrasi
natrium pada feses hanya mencapai 40 mEq/L. Keringat adalah cairan hipotonik
yang berisi natrium dan klorida. Kandungan natrium pada cairan keringat orang
normal rerata 50 mEq/L.
Ekskresi natrium terutama dilakukan oleh ginjal. Pengaturan eksresi ini
dilakukan untuk mempertahankan homeostasis natrium, yang sangat diperlukan
4

untuk mempertahankan volume cairan tubuh. Natrium difiltrasi bebas di


glomerulus, direabsorpsi secara aktif 60-65% di tubulus proksimal bersama
dengan H2O dan klorida yang direabsorpsi secara pasif, sisanya direabsorpsi di
lengkung henle (25-30%), tubulus distal (5%) dan duktus koligentes (4%).
Sekresi natrium di urine <1%. Aldosteron menstimulasi tubulus distal untuk
mereabsorpsi natrium bersama air secara pasif dan mensekresi kalium pada sistem
renin-angiotensin-aldosteron untuk mempertahankan elektroneutralitas.1

Nilai Rujukan Natrium


Nilai rujukan kadar natrium pada:
- Serum bayi : 134-150 mmol/L
- Serum anak dan dewasa : 135-145 mmol/L
- Urine anak dan dewasa : 40-220 mmol/24 jam
- Cairan serebrospinal : 136-150 mmol/L
- Feses : < 10 mmol/hari

Hiponatremia

a. Definisi
Hiponatremia didefinisikan sebagai serum Na 135 mmol/L.
Hiponatremia dilaporkan memiliki insiden dalam praktek klinis antara 15% dan
30%.2

b. Etiologi dan Klasifikasi


Penyebab hiponatremia diklasifikasikan menurut status cairan pasien
(euvolemik, hipovolemik, atau hipervolemik). Pseudohiponatremia ditemukan
ketika ada pengukuran natrium rendah karena lipid yang berlebihan atau protein
dalam plasma, atau karena hiperglikemia, dimana pergerakan air bebas terjadi ke
dalam ruang ekstraselular dalam menanggapi akumulasi glukosa ekstraseluler.
Ada tiga penyebab utama hypervolaemic hiponatremia: congestive heart
failure (CHF), gagal ginjal dan sirosis hati. Dalam kasus ini jumlah natrium tubuh
meningkat tetapi jumlah total air dalam tubuh tidak proporsional lebih besar
5

mengarah ke hiponatremia dan edema. Penurunan curah jantung di CHF


menyebabkan penurunan aliran darah ginjal, merangsang produksi ADH dan
resorpsi air di collecting ducts. Penurunan aliran darah ginjal juga merangsang
sistem reninangiotensin, menyebabkan retensi natrium dan air. Hiponatremia di
CHF juga dapat diperburuk oleh penggunaan diuretik. Ini telah ditunjukkan dalam
beberapa penelitian bahwa hiponatremia di CHF adalah faktor prognosis yang
buruk.2
Sirosis hati merupakan salah satu faktor menyebabkan hiponatremia. Ini
termasuk pengurangan volume sirkulasi, hipertensi portal menyebabkan ascites,
dan kegagalan hati untuk metabolisme zat vasodilatasi. Perubahan ini
mengakibatkan stimulasi sistem renin-angiotensin dan retensi natrium dan air.
Hiponatremia terjadi karena konsumsi berlebihan air dan ekskresi natrium yang
relatif lebih rendah (seperti pada pelari maraton), tetapi mekanisme lain yang
dijelaskan dalam literatur lain meliputi peningkatan ADH, dan menurunnya
motilitas usus.3

Tabel 2. Klasifikasi Hiponatremia


Euvolaemic Hypovolaemic Hypervolaemic Other
SIADH GIT loss: CHF Hyperglycaemia
Psychogenic Diarrhoea and Liver cirrhosis Mannitol
polydipsia vomiting Nephrotic administration
Bowel syndrome
obstruction
sepsis
Renal loss:
Addisons disease
Renal tubular
acidosis
Salt wasting
nephropathy
Diuretic use
cerebral salt
wasting
6

c. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala dan tanda-tanda hiponatremia dapat sangat halus dan non
spesifik (lihat Tabel 3). Hal ini penting untuk menentukan apakah hiponatremia
ini akut (memburuk dalam 48 jam) atau kronis (memburuk dalam 48 jam).
Tingkat toleransi natrium jauh lebih rendah jika hiponatremia berkembang
menjadi kronis. Etiologi hiponatremia harus dipertimbangkan ketika melakukan
anamnesa dan melakukan pemeriksaan pasien, misalnya cedera kepala, bedah
saraf, abdominal symptoms and signs, pigmentasi kulit (terkait dengan penyakit
Addison), riwayat obat, dll. Status cairan pasien sangat penting untuk diagnosis
dan pengelolaan selanjutnya.2
Tabel 3. Gambaran Klinis dari Hiponatremia
Severity Expected plasma Clinical features
sodium
Mild 130 135 mmol/ l Often no features, or,
anorexia, headache,
nausea, vomiting, lethargy
Moderate 120 129 mmol/ l Muscle cramps, muscle
weakness, confusion,
ataxia, personality change
Severe 120 mmol /l Drowsiness, reduced
reflexes, convulsions,
coma, death

d. Tatalaksana
Tatalaksana hiponatremia harus dipertimbangkan dari kronisitasnya,
keseimbangan cairan pasien, dan potensi etiologinya. Dalam hiponatremia akut
(durasi 48 jam), pengobatan yang cepat dan koreksi natrium disarankan untuk
mencegah edema serebral. Hal ini berbeda dengan hiponatremia kronis, di mana
koreksi harus lambat untuk mencegah central pontine myelinolysis yang dapat
menyebabkan kerusakan saraf permanen. Target yang harus dicapai untuk
meningkatkan natrium ke tingkat yang aman ( 120 mmol/L). Natrium tidak
harus mencapai level normal dalam 48 jam pertama.
Pada pasien dengan hiponatremia akut dan gejala sisa neurologis (kejang
atau koma) pengobatan dapat dimulai dengan NaCl 3%. Tidak ada konsensus
7

universal untuk penggunaan atau dengan rezim yang harus diberikan: bisa dimulai
pada 1-2 mL/kg/jam dengan pengukuran rutin natrium serum, urin dan status
kardiovaskular. Disarankan agar natrium dikoreksi tidak lebih dari 8 mmol dalam
24 jam. Furosemide juga dapat digunakan untuk mengeluarkan air yang
berlebihan.
Hiponatremia hipovolemik terkait penyakit Addison harus ditangani
dengan saline isotonik dan menggunakan hormon pengganti dengan
hidrokortison. Pasien-pasien ini dapat memerlukan sejumlah besar penggantian
cairan ketika mereka berada dalam keadaan krisis. Hiponatremia kronis dapat
diobati dengan menghilangkan penyebab (misalnya diuretik) dan pembatasan
cairan menjadi sekitar 500-800 ml/hari. Vasopresin antagonis reseptor adalah
kelompok baru obat untuk pengobatan hiponatremia. Mereka bekerja dengan
menghalangi pengikatan ADH (AVP arginin vasopressin) di nefron distal,
sehingga mempromosikan ekskresi air bebas. Tolvaptan adalah salah satu obat
tersebut dan telah terbukti efektif meningkatkan natrium serum pada euvolemik
atau hipervolemik hiponatremia kronis.2
Dapat diberikan NaCl 3%:
Na+ > 125 mg/L restriksi cairan
Na+ < 120 mg/L NaCl 3%: (140-X) x BB x 0,6 =.mg
Pediatrik: 1,5-2,5 mg/kgBB

Hipernatremia

a. Definisi
Hipernatremia didefinisikan sebagai serum Na > 145 mmol/L dan selalu
dikaitkan dengan keadaan hiperosmolar. Ada morbiditas dan mortalitas yang
signifikan terkait dengan hipernatremia yang sulit untuk dihitung karena
hubungannya dengan komorbiditas serius lainnya. Beberapa studi telah mengutip
angka kematian setinggi 75% akibat hipernatremia.2
Hipernatremia menyebabkan dehidrasi sel yang menyebabkan sel-sel
menyusut. Sel-sel merespon dengan mengangkut elektrolit melintasi membran sel
dan mengubah potensial membran menjadi istirahat. Sekitar satu jam kemudian
8

jika masih ada hipernatremia, larutan organik intraseluler dibentuk untuk


mengembalikan volume sel dan mencegah kerusakan struktural. Oleh karena itu
ketika mengganti air harus dilakukan dengan sangat perlahan untuk
memungkinkan akumulasi zat terlarut untuk menghindari edema serebral.
Jika hipernatremia berlanjut dan sel-sel mulai menyusut, perdarahan otak
dapat terjadi karena peregangan dan pecahnya pembuluh darah (subdural,
subarachnoid atau intraserebral).3

b. Etiologi dan Klasifikasi


Penyebab hipernatremia dapat dibagi menjadi tiga kategori besar seperti
yang ditunjukkan pada Tabel 4. Ini sering memiliki penyebab iatrogenik dan yang
paling berisiko pada pasien yang diintubasi, bayi yang hanya meminum susu
formula, atau orang tua dan orang-orang dalam perawatan yang tidak memiliki
cairan yang tersedia atau mereka yang memiliki penurunan reseptor kehausan.2

Tabel 4. Penyebab Hipernatremia


Reduced water intake Loss of free water Sodium gain
Unwell infants e.g. with 1. Extra-renal: Primary
diarrhoea and vomiting Dehydration hyperaldosteronism
Intubated patients Burns (Conns)
Institutionalised elderly Exposure Secondary
Gastrointestinal losses hyperaldosteronism e.g.
2. Renal: CHF, liver cirrhosis, renal
Osmotic diuretics e.g. failure, nephrotic
Glucose, urea, mannitol, syndrome
diabetes insipidus Sodium-bicarbonate
administration
Hypertonic saline
administration
c. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis hipernatremia non spesifik seperti anoreksia, mual,
muntah, kelelahan dan mudah tersinggung. Perubahan dalam fungsi neurologis
yang lebih menonjol terjadi jika kadar natrium tinggi atau meningkat pesat.
9

Natrium serum > 160 mg/dL menunjukkan gejala perubahan mental, letargis,
kejang, bahkan koma. Bayi cenderung menunjukkan takipnea, kelemahan otot,
gelisah, tangisan bernada tinggi, dan koma. Diagnosis diferensial utama untuk
gejala-gejala tersebut pada populasi ini adalah sepsis yang bisa diperparah oleh
hipernatremia.1

d. Tatalaksana
Manajemen terdiri dari mengobati penyebab yang mendasari dan
memperbaiki hipertonisitas tersebut. Jika hipernatremia dikoreksi terlalu cepat
ada risiko mengakibatkan edema serebral. Saran yang baik adalah bertujuan untuk
0,5 mmol/L/jam dan maksimal 10 mmol/L/ hari dalam semua kasus kecuali
onsets sangat akut. Dalam hipernatremia akut ( 48 jam) natrium dapat diperbaiki
dengan cepat tanpa menimbulkan masalah. Namun, jika ada keraguan untuk
tingkat onset, natrium harus diperbaiki perlahan selama setidaknya 48 jam.2
Dapat diberikan:
Kelebihan cairan: (X-140) x BB x 0,6=mg
Defisit cairan: {(X-140) x BB x 0,6} : 140=L

Fisiologi Kalium

Sekitar 98% jumlah kalium dalam tubuh berada di dalam cairan intrasel.
Konsentrasi kalium intrasel sekitar 145 mEq/L dan konsentrasi kalium ekstrasel
4-5 mEq/L (sekitar 2%). Jumlah konsentrasi kalium pada orang dewasa berkisar
50-60 per kilogram berat badan (3000-4000 mEq). Jumlah kalium ini dipengaruhi
oleh umur dan jenis kelamin. Jumlah kalium pada wanita 25% lebih kecil
dibanding pada laki-laki dan jumlah kalium pada orang dewasa lebih kecil 20%
dibandingkan pada anak-anak.
Perbedaan kadar kalium di dalam plasma dan cairan interstisial
dipengaruhi oleh keseimbangan Gibbs-Donnan, sedangkan perbedaan kalium
cairan intrasel dengan cairan interstisial adalah akibat adanya transpor aktif
(transpor aktif kalium ke dalam sel bertukar dengan natrium). Jumlah kalium
dalam tubuh merupakan cermin keseimbangan kalium yang masuk dan keluar.
10

Pemasukan kalium melalui saluran cerna tergantung dari jumlah dan jenis
makanan. Orang dewasa pada keadaan normal mengkonsumsi 60-100 mEq
kalium perhari (hampir sama dengan konsumsi natrium). Kalium difiltrasi di
glomerulus, sebagian besar (70-80%) direabsorpsi secara aktif maupun pasif di
tubulus proksimal dan direabsorpsi bersama dengan natrium dan klorida di
lengkung henle. Kalium dikeluarkan dari tubuh melalui traktus gastrointestinal
kurang dari 5%, kulit dan urine mencapai 90%.1

Nilai Rujukan Kalium


Nilai rujukan kalium serum pada:
- Serum bayi : 3,6-5,8 mmol/L
- Serum anak : 3,5-5,5 mmo/L
- Serum dewasa : 3,5-5,3 mmol/L
- Urine anak : 17-57 mmol/24 jam
- Urine dewasa : 40-80 mmol/24 jam
- Cairan lambung : 10 mmol/L

Hipokalemia

a. Definisi
Hipokalemia (kadar kalium yang rendah dalam darah) adalah suatu
keadaan dimana konsentrasi kalium dalam darah kurang dari 3,5 mEq/L darah.2

b. Etiologi
Ginjal yang normal dapat menahan kalium dengan baik. Jika konsentrasi
kalium darah terlalu rendah, biasanya disebabkan oleh ginjal yang tidak berfungsi
secara normal atau terlalu banyak kalium yang hilang melalui saluran pencernaan
(karena diare, muntah, penggunaan obat pencahar dalam waktu yang lama atau
polip usus besar). Hipokalemia jarang disebabkan oleh asupan yang kurang
karena kalium banyak ditemukan dalam makanan sehari-hari, kecuali pada
penderita dengan malnutrisi, alkoholisme, atau anorexia nervousa. Kalium bisa
hilang lewat air kemih karena beberapa alasan. Yang paling sering adalah akibat
penggunaan obat diuretik tertentu yang menyebabkan ginjal membuang natrium,
air dan kalium dalam jumlah yang berlebihan. Selain itu, kehilangan melalui
11

ginjal dapat disebabkan akibat diuresis, alkalosis metabolik, gangguan tubuli


ginjal, ketoasidosis diabetikum, obat (aminoglikosida), hipomagnesia, muntah,
sindroma Cushing, dan hiperaldosteronemia.
Pada sindroma Cushing, kelenjar adrenal menghasilkan sejumlah besar
hormon kostikosteroid termasuk aldosteron. Aldosteron adalah hormon yang
menyebabkan ginjal mengeluarkan kalium dalam jumlah besar. Ginjal juga
mengeluarkan kalium dalam jumlah yang banyak pada orang-orang yang
mengkonsumsi sejumlah besar kayu manis atau mengunyah tembakau tertentu.
Penderita sindroma Liddle, sindroma Bartter dan sindroma Fanconi
terlahir dengan penyakit ginjal bawaan dimana mekanisme ginjal untuk menahan
kalium terganggu. Obat-obatan tertentu seperti insulin dan obat-obatan asma
(albuterol, terbutalin dan teofilin), meningkatkan perpindahan kalium ke dalam
sel dan mengakibatkan hipokalemia. Tetapi pemakaian obat-obatan ini jarang
menjadi penyebab tunggal terjadinya hipokalemia.2

c. Manifestasi Klinis
Hipokalemia ringan biasanya tidak menyebabkan gejala sama sekali.
Hipokalemia yang lebih berat (< 3 mEq/L) menimbulkan aritmia (ventricular
tachycardia, supraventricular tachycardia, bradycardia, conduction delay), ECG
abnormal (U wave, GT interval prolongation, flat/inverted T), otot lemah atau
paralise, parestesia, ileus, kram perut, dan mual-muntah. Kadar kalium serum < 2
mEq/L berakibat fatal.2

d. Tatalaksana
Penanganan hipokalemia tergantung dari adanya dan beratnya disfungsi
organ yang terlibat.4 Hipokalemia sekunder akibat redistribusi akut tidak selalu
membutuhkan terapi. Pada hipokalemia ringan dan sedang (3-3,5 mEq/L), terapi
pengganti kalium tidak perlu dilakukan segera, khususnya apabila hipokalemia
tersebut asimptomatik dan terjadi secara kronis.5 Pada pasien dengan perubahan
gambaran EKG yang signifikan seperti perubahan segmen ST atau aritmia,
diperlukan pemantauan EKG, khususnya selama terapi kalium intravena.
Kekuatan otot juga sebaiknya diperiksa pada pasien dengan kelemahan otot.4
12

Terapi oral dengan cairan kalium klorida (60-80 mEq/hari) umumnya


adalah yang paling aman. Terapi hipokalemia biasanya memerlukan waktu
beberapa hari. Terapi kalium klorida secara intravena biasanya hanya dilakukan
pada pasien dengan atau yang memiliki risiko kelainan jantung serius atau
kelemahan otot. Tujuan terapi intravena adalah untuk menyelamatkan pasien dari
bahaya yang mengancam; bukan untuk mengoreksi defisit kalium. Terapi
intravena melalui kateter perifer tidak boleh melebihi 8 mEq/jam karena kalium
memiliki efek iritasi pada vena perifer. Cairan yang mengandung dekstrosa
sebaiknya dihindari karena dapat mengakibatkan hiperglikemia dan sekresi
insulin sekunder dapat mengurangi kadar kalium plasma. Terapi intravena secara
cepat (10-20 mEq/jam) memerlukan kateter vena sentral dan pemantauan EKG.
Terapi yang lebih cepat paling aman melalui kateter femoralis, karena konsentrasi
kalium yang sangat tinggi di dalam jantung dapat terjadi apabila dilakukan
melalui kateter vena sentral standar.4 Pemberian kalium melalui vena cava
superior tidak direkomendasikan apabila kecepatan terapi melebihi 20 mEq/jam
karena peningkatan kalium plasma mendadak di ruang jantung kanan dapat
menyebabkan asistol.6 Terapi kalium intravena tidak boleh melebihi 240
mEq/hari.4
Kalium klorida merupakan garam kalium pilihan apabila terdapat
alkalosis metabolik karena dapat mengoreksi defisit klorida. Kalium bikarbonat
atau yang setara (kalium asetat atau kalium sitrat) merupakan pilihan utama pada
pasien dengan asidosis metabolik. Kalium fosfat merupakan alternatif yang dapat
dipilih pada pasien ketoasidosis diabetikum (pada ketoasidosis diabetikum terjadi
hipofosfatemia).4
Dapat juga diberikan dengan KCl:
K+ > 3 mEq/L via oral atau NGT: 20-40 mmol
K+ < 3 mEq/L (4,5 X) x BB x 0,3=mEq
Kecepatan: 0,5 mEq/kg/jam; pediatrik 0,2-0,3 mEq/kg/jam

Hiperkalemia
13

a. Definisi
Secara teknis, hiperkalemia berarti tingkat potasium dalam darah yang
naiknya secara abnormal. Kadar potassium dalam darah yang normal adalah 3,5-
5,5 mEq/L. Kadar potasium antara 5,5-6,0 mEq/L mencerminkan hiperkalemia
yang ringan. Kadar potasium dari 6,1-7,0 mEq/L adalah hiperkalemia yang
sedang, dan tingkat potasium diatas 7 mEq/L adalah hiperkalemia yang berat.1

b. Manifestasi Klinis
Hiperkalemia dapat menjadi asimptomatik. Adakalanya, pasien-pasien
dengan hiperkalemia melaporkan gejala-gejala yang samar-samar termasuk:
Mual
Hipoaktif
Kelemahan otot sampai paralisis
Kesemutan atau parestesia
Gejala-gejala hiperkalemia yang lebih serius menimbulkan gejala berupa
aritmia, heart block, bradikardia, konduksi dan kontraksi terbatas, ECG abnormal
(diffuse peaked T wave, PR prolongation, QRS widening, diminished P wave,
sine waves). Umumnya, tingkat potasium yang naiknya secara perlahan (seperti
dengan gagal ginjal kronis) ditolerir lebih baik daripada potasium yang naiknya
tiba-tiba. Kecuali naiknya potasium adalah sangat cepat, gejala-gejala dari
hiperkalemia adalah biasanya tidak jelas hingga kadar potasium yang sangat
tinggi (secara khas 7,0 mEq/L atau lebih tinggi).2

c. Etiologi
Penyebab utama dari hiperkalemia adalah disfungsi ginjal, penyakit
kelenjar adrenal, hiperaldosteronemia, obat-obatan tertentu, kematian sel
(rhabdomyolysis, tumorlysis, hemolisis, luka bakar), dan asupan berlebihan.
Disfungsi ginjal
Potasium normalnya disekresikan (dikeluarkan) oleh ginjal, jadi penyakit-
penyakit yang mengurangi fungsi ginjal dapat berakibat pada hiperkalemia. Ini
termasuk:
Gagal ginjal akut dan kronis,
Glomerulonephritis,
Lupus nephritis,
14

Penolakan transplantasi,
Penyakit-penyakit yang menghalangi saluran urin (kencing), seperti
urolitiasis (batu-batu dalam saluran kencing).
Lebih jauh, pasien-pasien dengan disfungsi ginjal sensitif terhadap obat-
obatan yang dapat meningkatkan kadar potasium darah. Contohnya, pasien-pasien
dengan disfungsi ginjal dapat mengalami perburukan hiperkalemia jika diberikan
pengganti garam yang mengandung potasium, suplemen potasium (secara oral
atau intravena), atau obat-obat yang dapat meningkatkan kadar potasium darah.
Obat-obat yang dapat menyebabkan hiperkalemia antara lain:
ACE inhibitors,
Non steroidal anti inflammatory drugs (NSAIDs),
Angiotensin II Receptor Blockers (ARBs)
Potassium sparing diuretics, seperti: spironolactone (aldactone),
triamterene (dyrenium), dan trimethoprim-sulfamethoxazole (bactrim).2

d. Tatalaksana
Pada individu yang normal, ginjal yang sehat dapat beradaptasi pada
pemasukan potasium oral yang berlebihan dengan meningkatkan ekskresi
potasium urin, jadi mencegah perkembangan dari hiperkalemia. Bagaimanapun,
memasukan terlalu banyak potasium (melalui makanan, suplemen, atau pengganti
garam yang mengandung potasium) dapat menyebabkan hiperkalemia jika ada
disfungsi ginjal atau jika pasien meminum obat-obat yang mengurangi ekskresi
potasium urin seperti ACE inhibitors dan diuretics hemat potasium. Meskipun
hiperkalemia yang ringan adalah umum dengan obat-obat ini, hiperkalemia yang
parah biasanya tidak terjadi kecuali obat-obat ini diberikan pada pasien dengan
disfungsi ginjal.2
Dapat diberikan:
ECG abnormal: CaCl2 10% 10 mL atau Ca gluconas 10% 30 mL perlahan
Redistribusi kalium: Insulin 10 unit dari 50% dextrose 50 mL i.v
Eksresi kalium: Loop diuretik (Furosemide), fludcocortisone, dialisa
Ekskresi melalui GI tract: Sodium polystyrene sulfonate (Kayexalate) dan
sorbitol per oral atau rektal
15

Hiperventilasi sehingga CO2 menurun alkalosis respirstorik K+


masuk intrasel

Fisiologi Magnesium

Magnesium merupakan ko-faktor dalam berbagai proses enzimatik dan


menjadi ko-faktor penting dalam pembuatan adenosine triphosphate (ATP). 50%
magnesium dalam tubuh terdapat di dalam tulang sedangkan 1-2% terdapat di
dalam serum. Kadar normal magnesium dalam serum yaitu 1,8-3 mg/dL.
Magnesium diserap di usus dan disimpan di ginjal. Apabila kadar
magnesium abnormal, reabsorpsi magnesium ditingkatkan oleh ginjal dibantu
dengan peranan PTH.3

Hipomagnesemia

a. Etiologi
Hipomagnesemia sering terjadi, khususnya pada pasien kritis. Defisiensi
magnesium umumnya merupakan akibat dari asupan yang kurang, penurunan
absorpsi gastrointestinal, atau peningkatan ekskresi ginjal. Agonis reseptor B
dapat menyebabkan hipomagnesemia transien karena ion yang ditangkap oleh
jaringan adiposa. Obat-obatan yang dapat menyebabkan pembuangan magnesium
dari ginjal diantaranya etanol, teofilin, diuretik, cysplatin, aminogkikosida,
siklosforin, amphotericin B, pentanidin, dan granulocyte stimulating factor.4

b. Manifestasi Klinis
Sebagaian besar pasien dengan hipomagnesemia tidak menimbulkan
gejala, tetapi anoreksia, fasikulasi, parestesi, kebingungan, ataksia, dan kejang
dapat terjadi. Hipomagnesemia sering kali dihubungksn dengan hipokalsemia
(gangguan sekresi hormon parstiroid) dan hipokalemia (akibat pembuangan
kalium dari ginjal). Manifestasi pada jantung yaitu iritabilitas elektrik, dan
potensiasi dari toksisitas digoxin; yang keduanya diperparah oleh hipokalemia.
16

Gangguan kardiovaskuler lainnya seperti arrhythmia (atrial fibrilasi), vasospasme,


dan myocardial ischaemia. Hipomagnesemia juga menyebabkan abnormalitas
neuromuskuler seperti lemah, tremor, tetani, kejang, dan koma. Pemanjangan PR
dan interval QT juga dapat terjadi dan biasanya berhubungan hipokalsemia.4

c. Tatalaksana
Pemberian magnesium oral dapat diberikan ketika gejala yang timbul
minimal. Pada pasien yang menunjukan gejala, airway, breathing, dan circulation
harus dipastikan. Pasien disritmia, kejang, atau memiliki potensi asma harus
diberikan magnesium intravena; pada kasus pasien dengan fungsi renal normal
dapat diberikan 25-50 mg/kgBB dapat diberikan 30-60 menit. Pemberian secara
bolus dapat menyebabkan bradikardi, hipotensi, dan heart block sehingga harus
diberikan secara hati-hati pada pasien dengan gangguan tersebut. Dikarenakan
magnesium pada umumnya dieksresikan melalui urin, pengembalian kadar
magnesium total menjadi normal dapat memakan waktu beberapa hari.3
Dapat diberikan:
Gejala minimal: preparat oral (magnesium oxide, magnesium citrate)
Emergensi (disritmia, kejang, potensi asma): MgSO4 10% 0,2
mL/kg/dosis i.v pelan-pelan
Hipermagnesemia

a. Etiologi
Peningkatan kadar megnesium plasma hampir selalu disebabkan oleh
asupan berlebih (antasida dan laxative yang mengandung magnesium), gangguan
ginjal (GFR < 30 ml/menit), atau keduanya. Hipermagnesemia iatrogenik juga
dapat terjadi selama terapi hipertensi gestasional denganmagnesium sulfat baik
pada ibu dan janin. Penyebab lain yang lebih jarang ditenukan yaitu insufisiensi
adrenal, hipotiroidisme, rhabdomyolisis, dan penggunaan lithium.4

b. Manifestasi Klinis
17

Hipermagnesemia simptomatik muncul dengan manifestasi neurologis,


neuromuskular, dan jantung. Hiporefleks, sedasi, dan kelemahan otot skeletal
merupakan gejala khas. Hipermagnesemia mengganggu pelepasan asetilkolin dan
menurunkan sensitivitas motor end-plate terhadap asetilkolin pada otot.
Vasodilatasi, bradikardi, dan depresi miokardium dapat mengakibatkan hipotensi
pada tingkat > 10mmol/dL (> 24 mg/dL). Gambaran EKG tidak konsisten namun
sering terjadi pemanjangan interval PR dan pelebaran kompleks QRS.
Hipermagnesemia yang jelas dapat mengakibatkan henti napas.4

c. Tatalaksana
Tatalaksana meliputi pengurangan kandungan magnesium dan forced
diuresis. Pada kasus-kasus berat, pemberian kalsium (ca glukonas) secara
intravena adalah lini pertama agar tercapainya stabilitas membran. Dialisa
merupakan tatalaksana definitif pada pasien gangguan ginjal, disritma, dan
instabilitas hemodinamik persisten.3

Fisiologi Kalsium

Kadar normal kalsium dalam darah yaitu 8,5-10,5 mg/dL. Kadar kalsium
sebaiknya dinilai dari ionized calcium. Absorbsi kalsium terjadi di usus halus.
Terdapat dua jalur dalam uptake kalsium dalam tubuh. Jalur transeluler terjadi
pada proksimal intestinal terutama pada duodenum. Jalur paraseluler terjadi di
sepanjang usus kecil terutama pada ileum dan jejunum. Suatu senyawa organik
dapat menurunkan absorpsi kalsium, karena menurunkan waktu transit makanan
dalam saluran cerna, sehingga menurunkan kesempatan untuk absorpsi.
Contohnya adalah serat, asam oksalat dan asam fitat. Kalsium dan asam okasalat
akan membentuk garam kalsium oksalat yang tidak larut. Asam oksalat banyak
ditemukan dalam bit yang masih hijau, bayam rhubarb dan coklat. Asam fitat
banyak terkandung dalam bekatul gandum merah. Penyerapan kalsium
dipengaruhi umur dan kondisi tubuh. Pada usia anak-anak atau masa
pertumbuhan, sekitar 50-70% kalsium yang dicerna dan diserap. Tetapi pada usia
dewasa, hanya sekitar 10-40% yang mampu diserap tubuh.3
18

Hipokalsemia

a. Etiologi
Hipokalsemia mengacu pada konsentrasi serum kalsium yang lebih rendah
dari normal, yang terjadi dalam beragam situasi klinis. Bila kadar kalsium < 8,5
mg/dL dikatakan hipokalsemia. Hipoparatiroidisme primer terjadi dalam
gangguan ini, seperti pada hipoparatiroidisme bedah. Hipoparatiroidisme akibat
bedah sangat sering terjadi. Tidak hanya berkaitan dengan bedah tiroid dan
paratiroid, tetapi hal ini juga dapat terjadi setelah diseksi leher radikal dan paling
sering terjadi dalam 24 jam sampai 48 jam setelah pembedahan. Hipokalsemia
transien dapat terjadi dengan pemberian darah bersitrat (seperti pada transfusi
tukar pada bayi baru lahir), karena sitrat dapat bergabung dengan kalsium
berionisasi dan secara sementara membuangnya dari sirkulasi.
Inflamasi pankreas menyebabkan pecahnya protein dan lemak. Ada
dugaan bahwa ion kalsium bergabung dengan asam lemak yang dilepaskan oleh
lipolisis, membentuk sabun. Sebagai hasil dari proses ini, hipokalsemia terjadi
dan umum dalam pankreatitis. Juga menjadi dugaan dalam bahwa hipokalsemia
kemungkinan berkaitan dengan sekresi glukagon yang berlebihan dari pankreas
yang mengalami inflamasi, sehingga mengakibatkn peningkatan sekresi kalsitosin
(suatu hormon yang menurunkan ion kalsium).
Hipokalsemia umumnya terjadi pada pasien dengan gagal ginjal karena
pasien ini sering mengalami kenaikan kadar serum fosfat. Hiperfosfatemia
biasanya menyebabkan penurunan resiprokal dalam kadar serum kalsium.
Penyebab lain hipokalsemia dapat mencakup konsumsi vitamin D yang tidak
adekuat, defisiensi magnesium, karsinoma medula tiroid, kadar albumin serum
yang rendah, dan alkalosis. Medikasi yang dapat memprediposisi kepada
hipokalsemia termasuk antasid yang mengandung aluminium, aminoglikosida,
kafein, sisplatin, kortikosteroid, mitramisin, fosfat, isoniasid, dan diuretik loop.
Osteoporosis berkaitan dengan masukan kalsium rendah dalam waktu
yang lama dan menunjukan kekurangan kalsium tubuh total, meskipun kadar
kalsium serum biasanya normal. Gangguan ion banyak menyerang orang Amerika
terutama wanita pascamenopause. Gangguan ini ditandai dengan kehilangan
19

massa tulang, yang menyebabkan tulang menjadi berongga dan rapuh, dan
karenaya rentan terhadap fraktur.2

b. Manifestasi Klinis
Tetani merupakan manisfestasi yang paling khas dari hipokalsemia. Tetani
mengacu pada kompleks gejala keseluruhan yang diinduksi oleh eksatibilitas
neural yang meningkat. Gejalagejala ini adalah akibat lepasan secara spontan
baik serabut motorik dan sensorik pada saraf perifer. Sensasi kesemutan dapat
terjadi pada ujung jarijari, sekitar mulut, dan yang jarang terjadi adalah pada
kaki. Dapat terjadi spasme otot ekstremitas dan wajah. Nyeri dapat terjadi sebagai
akibat dari spasme ini.
Kejang dapat terjadi karena hipokalsemia meningkatkan iritabilitas sistem
saraf pusat juga saraf ferifer. Perubahan lain yang termasuk dengan hipokalsemia
termasuk perubahanperubahan mental seperti depresi emosional, kerusakan
memori, kelam pikir, delirium, dan bahkan halusinasi. Interval QT yang
memanjang tampak pada gambar EKG karena elongasi segmen ST; bentuk
takikardia ventrikular yang disebut Torsades de Pointes dapat terjadi.
Gejala lain yang dapat timbul antara lain karies dentis, pertumbuhan
tulang yang tidak sempurna, gangguan penggumpalan darah.1,2
c. Tatalaksana
Hipokalsemia simtomatik adalah kedaruratan, membutuhkan pemberian
segera kalsium intravena. Garam kalsium parenteral termasuk kalsium glukonat,
kalsium klorida dan kalsium gluseptat. Meskipun kalsium klorida menghasilkan
kalsium berionisasi yang secara signifikan lebih tinggi dibanding jumlah
akuimolar kalsium glukonat, cairan ini tidak sering digunakan karena cairan
tersebut lebih mengiritasi dan dapat menyebabkan peluruhan jaringan jika
dibiarkan menginfiltrasi. Pemberian infus intravena kalsium yang terlalu cepat
dapat menginduksi henti jantung, yang didahului oleh brakikardia. Pemberian
kalsium intavena terutama bahaya pada pasien yang mendapat digitalis karena ion
kalsium mengeluarkan suatu efek yang serupa dengan efek yang dimiliki digitalis
dan dapat menyebabkan toksisitas digitalis dengan efek jantung yang merugikan.
20

Terapi vitamin D dapat dilakukan untuk meningkatkan absorbsi ion


kalsium dari traktus GI. Antasid hidroksida alumunium dapat diresepkan untuk
menurunkan kadar fosfor yang meningkat sebelum mengobati hipokalsemia. Dan
terakhir, meningkatkan masukan diet kalsium sampai setidaknya 1000 hingga
1500 mg/hari pada orang dewasa sangat di anjurkan (produk dari susu; sayuran
berdaun hijau, salmon kaleng, sadin, dan oyster segar). Jika tetani tidak
memberikan respons terhadap kalsium IV maka kadar magnesium yang rendah
sebagai kemungkinan penyebab tetani.2
Dapat diberikan:
CaCl2 10%: 3-4 mL atau Ca gluconas 10%: 10 mL

Hiperkalsemia

a. Etiologi
Hiperkalsemia (kadar kalsium darah yang tinggi) adalah suatu keadaan
dimana konsentrasi kalsium dalam darah lebih dari 10,5 mg/dL darah.
Hiperkalsemia didefinisikan sebagai kadar kalsium serum > 10,6 mg/dL atau
ketika kalsium ion > 1,38 mmol/L. Penyebab umum hiperkalsemia adalah:
Hiperparatiroid
Penyakit neuroplastik malignan
Imobilisasi lama
Penggunaan berlebih suplemen kalsium
Kelebihan vitamin D

b. Manifestasi Klinis
Konsumsi kalsium yang berlebihan dapat menyebabkan sulit buang air
besar (konstipasi) dan menggnggu penyerapan mineral seperti zat besi, seng, dan
tembaga. Kelebihan kalsium jangka panjang akan menyebabkan resiko
hiperkalsemia, batu ginjal dan gangguan fungsi ginjal. Oleh karena itu konsumsi
kalsium dianjurkan tidak lebih dari 2500 mg/hari. Gejala lain yang dapat terjadi
yaitu:
Nyeri epigastrik
Kelemahan otot
21

Anoreksia
Mual atau muntah
Gangguan mental
Penurunan berat badan

c. Tatalaksana
Terapi pada kasus hipokalsemia dapat dilihat pada Tabel 5. Pasien dengan
hiperkalsemia berat atau dengan dehidrasi harus segera ditangani. Pada
insufisiensi adrenal dapat juga diberikan glukokortikoid.3

Dapat diberikan:
NaCl 0,9% + loop diuretik (furosemid)
NaCl: perbaiki volume intravaskuler perfusi jaringan dan aliran darah
ke ginjal adekuat
Diuretika: meningkatkan eksresi kalsium

Fisiologi Klorida

Klorida merupakan anion utama dalam cairan ekstrasel. Jumlah klorida


pada orang dewasa normal sekitar 30 mEq per kilogram berat badan. Sekitar 88%
klorida berada dalam cairan ekstraseluler dan 12% dalam cairan intrasel.
Konsentrasi klorida pada bayi lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak dan
dewasa.
22

Keseimbangan Gibbs-Donnan mengakibatkan kadar klorida dalam cairan


interstisial lebih tinggi dibanding dalam plasma. Klorida dapat menembus
membran sel secara pasif. Perbedaan kadar klorida antara cairan interstisial dan
cairan intrasel disebabkan oleh perbedaan potensial di permukaan luar dan dalam
membran sel.
Jumlah klorida dalam tubuh ditentukan oleh keseimbangan antara klorida
yang masuk dan yang keluar. Klorida yang masuk tergantung dari jumlah dan
jenis makanan. Kandungan klorida dalam makanan sama dengan natrium. Orang
dewasa pada keadaan normal rerata mengkonsumsi 50-200 mEq klorida per hari,
dan ekskresi klorida bersama feses sekitar 1-2 mEq perhari. Drainase lambung
atau usus pada diare menyebabkan ekskresi klorida mencapai 100 mEq perhari.
Kadar klorida dalam keringat bervariasi, rerata 40 mEq/L. Bila pengeluaran
keringat berlebihan, kehilangan klorida dapat mencapai 200 mEq per hari.
Ekskresi utama klorida adalah melalui ginjal.1

Nilai Rujukan Klorida


- Serum bayi baru : 94-112 mmol/L
- Serum anak : 98-105 mmol/L
- Serum dewasa : 95-105 mmol/L
- Keringat anak : <50 mmol/L
- Keringat dewasa : <60 mmol/L
- Urine : 110-250 mmol/24 jam
- Feses : 2 mmol/24 jam

Hipokloremia

a. Etiologi
Hipokloremia (serum [Cl-] < 95 mmol/L) terjadi jika pengeluaran klorida
melebihi pemasukan.1 Hipokloremia dapat disebabkan oleh dilusi dan menyertai
penyakit tertentu. Hipoklorinemia juga dapat terjadi pada gangguan yang
berkaitan dengan retensi bikarbonat, contohnya pada asidosis respiratorik kronik
dengan kompensasi ginjal.1 Hipokloremia dapat disebabkan oleh:5
Alkalosis metabolik
Asidosis respiratorik (kronis)
23

Overhidrasi dengan cairan hipotonis


Terapi diuretik
Pelepasan ADH yang tidak sesuai
Luka bakar

Hiperkloremia

a. Etiologi
Hiperklorinemia terjadi jika pemasukan melebihi pengeluaran pada
gangguan mekanisme homeostasis dari klorida. Umumnya penyebab
hiperklorinemia sama dengan hipernatremia. Hiperklorinemia dapat dijumpai
pada kasus dehidrasi, asidosis tubular ginjal, gagal ginjal akut, asidosis metabolik
yang disebabkan karena diare yang lama dan kehilangan natrium bikarbonat,
diabetes insipidus, hiperfungsi status adrenokortikal, alkalosis respiratorik,
intoksikasi bromida dan penggunaan larutan salin hipertonis atau larutan normal
salin yang berlebihan.1,5 Asidosis hiperklorinemia dapat menjadi petanda pada
gangguan tubulus ginjal yang luas.1 Gangguan klorida seringkali merupakan
pertanda abnormalitas lain pada penyakit serius dan biasanya ada indikasi
penanganan khusus. Akan tetapi, penting untuk menentukan penyebab gangguan
klorida dan menangani penyebabnya.5

Fisiologi Fosfat

Fosfor, dalam bentuk fosfat inorganik didistribusikan dalam konsentrasi


yang serupa di cairan intraseluler dan ekstraseluler. Dari total fosfor, 90% terdapat
di tulang, 10% intraseluler, serta sisanya <1% ditemukan di cairan ekstraseluler.
Fosfat di dalam tubuh ditemukan dalam bentuk ion bebas (55%), ion kompleks
(33%), dan protein-bound (12%).6
Kadar fosfat dalam darah bervariasi; rentang normal dari total fosfat
inorganik pada orang dewasa berkisar antara 2,7-4,5 mg/dL. Regulasi fosfat
inorganik dicapai dengan perubahan ekskresi ginjal dan redistribusi dalam
kompartemen tubuh. Absorpsinya terjadi di duodenum dan jejunum.6
24

Reabsorpsi fosfat di ginjal utamanya diatur oleh PTH, asupan diet, dan
insulin-like growth factor. Fosfat secara bebas difiltrasi di glomerulus dan
konsentrasinyadi glomerular ultrafiltrate mirip dengan plasma. Fosfat yang sudah
difiltrasi kemudian direabsorpsi di tubulus proksimal dan kemudian di
kotransportasikan bersama dengan natrium. Reabsorpsi fosfat di tubulus
proksimal terjadi dengan cara kotransport pasif dengan natrium. Kontransport
diatur oleh masukan fosfor dan PTH. Ekskresi fosfat meningkat pada ekspansi
volum dan menurun pada alkalosis respiratorik.6
Fosfat menyediakan ikatan energi pada ATP dan fosfat kreatinin. Oleh
karena itu, kurangnya fosfat yang berlebihan berakibat pada penurunan energi
seluler. Fosfor merupakan elemen penting dalam system second messenger,
termasuk cAMP dan fosfoionositid, dan merupakan komponen mayor dari asam
nukleat, fosfolipid, dan membran sel. Sebagai bagian dari 2,3-
diphosphoglycerate, fosfat membantu pelepasan oksigen dari molekul
hemoglobin. Fosfor juga berfungsi pada fosforilasi protein dan berperan sebagai
buffer urin.6
Hipofosfatemia

a. Etiologi
Penyebab hipofosfatemia:7
- Pergeseran transeluler: alkalosis akut, obat (insulin, epinephrine),
pemberian KH
- Kehilangan lewat ginjal: hiperparatiroidea, diuretika, hipokalemia, steroid,
hipomagnesemia
- Kehilangan lewat gastrointestinal: diare, malabsorpsi, antasida
- Asupan kurang: malnutrisi, nutrisi parenteral, alcohol withdrawal

b. Manifestasi Klinis
Manifestasi neurologis dari hipofosfatemia adalah parestesi, miopati,
ensefalopati, delirium, kejang, dan koma. Kelainan hematologi yang dapat terjadi
adalah disfungsi eritrosit, trombosit, dan leukosit. Karena hipofosfatemia
membatasi kemampuan aktivitas kemotaksis, fagositik, dan bakterisidal dari
25

granulosit, disfungsi imunitas dapat berkontribusi terhadap terjadinya sepsis pada


pasien hipofosfatemia. Kelemahan otot dan malaise sering ditemukan. Kegagalan
otot-otot pernapasan dan dan disfungsi miokardium dapat terjadi. Rhabdomyolisis
merupakan komplikasi dari hipofosfatemia berat.6

c. Tatalaksana
Sebelum memulai terapi, penyebab hipofosfatemia harus diidentifikasi
melalui pemeriksaan analisa gas darah dan konsentrasi ion kalsium, magnesium,
kalium, serta fosfor serum dan urin. Garam fosfat seperti fosfat natrium dan
kalium tersedia untuk pemberian oral dan intravena. Volume distribusi (400
mL/kg) dikalikan dengan kadar fosfat anorganik yang diinginkan untuk
menentukan jumlah total fosfat yang akan diberikan. Hiperfosfatemia harus
dihindari karena dapat menyebabkan hipokalsemia dan deposit kristal pada mata,
jantung, paru-paru, pembuluh darah, dan ginjal. Setelah kadar fosfat serum
normal tercapai, konsentrasi serum fosfat anorganik, ion kalsium dan sampel urin
24 jam harus dimonitor untuk memastikan keseimbangan sudah tercapai.7
Dapat diberikan:
> 1 mg/dL oral atau enteral
< 1 mg/dL potassium phosphate: 0,6-0,9 mg/kg/jam i.v, kemudian 1000
mg/hari + kehilangan (excess loss)

Hiperfosfatemia

a. Etiologi

Mechanism Clinical Syndromes


Binding to serum
Including plasma cell dyscrasias
proteins
Renal insufficiency, hypoparathyroidism,
pseudohypoparathyroidism types I and II, tumoral calcinosis,
Decreased renal
pseudoxanthoma elasticum, infantile hypophosphatasia,
excretion
hyperostosis, hyperthyroidism, adrenal insufficiency,
bisphosphonate therapy
26

Mechanism Clinical Syndromes


Increased Phosphorus-containing cathartics; medication with vitamin D
intestinal compounds; granulomatous disease producing vitamin D,
absorption including sarcoidosis and tuberculosis
Internal Acute metabolic or respiratory acidosis, reduced insulin level,
redistribution clonidine administration
Rhabdomyolysis; organ infarction; tumor lysis, as in Burkitt's
Cellular release
or lymphoblastic lymphomas or metastatic small cell carcinoma
Parenteral
Intravenous phosphate salts, lipid (phospholipid) infusion
administration

Hiperfosfatemia berat terjadi setelah kerusakan jaringan atau kematian sel.


Hiperfosfatemia derajat sedang atau berat dapat disebabkan oleh gangguan
ekskresi fosfor akibat gagal ginjal. Dengan memburuknya gagal ginjal,
glomerular filtration rate turun hiingga kurang dari 25 mL/menit, dan
hiperfosfatemia terjadi. Peningkatan turnover sel dapat terjadi akibat keganasan
atau destruksi sel akibat kemoterapi.7
Hipoparatiroidisme dapat menyebabkan hiperfosfatemia pada fungsi
ginjal normal. Peningkatan serum fosfat yang cepat dapat menyebabkan
hipokalsemia berat. Hipokalsemia terjadi akibat penurunan produksi kalsitriol
yang menyebabkan penurunan absorpsi kalsium di traktus gastrointestinal. Ketika
produk kalsium-fosfor melebihi 70 mg/dL, resiko kalsifikasi abnormal
meningkat. Peningkatan kadar kalsium dan fosfor menandakan kontrol fosfat
yang buruk dan seringkali dihubungkan dengan kalsifikasi jaringan metastatik.7

b. Manifestasi Klinis
Meskipun hiperfosfatemia sendiri tidak bertanggung jawab secara
langsung terhadap gangguan fungsional apapun, efek sekundernya terhadap
kalsium plasma sangat penting. Hiperfosfatemia yang bermakna menurunkan
kadar kalsium plasma dengan presipitasi dan deposisi kalsium fosfat di tulang dan
jaringan lunak.

c. Tatalaksana
27

Hiperfosfatemia dikoreksi dengan mengeliminasi penyebab peningkatan


ion fosfat dan koreksi hipokalsemia. Suplementasi kalsium pada pasien
hipokalsemia harus ditunda sampai kadar serum fosfat kurang dari 2,0 mmol/L
(6,0 mg/dL). Konsentrasi serum ion fosfat dikurangi dengan membatasi asupan,
emingkatkan ekskresi urin dengan saline dan asetazolamid (500 mg tiap 6 jam),
dan meningkatkan ekskresi melalui gastrointestinal dengan pemberian aluminium
hidroksida (30-45 mL tiap 6 jam). Aluminium hidroksida menyerap ion fosfat
yang diekskresikan ke lumen usus. Hemodialisa dan dialisa peritoneal efektif
dalam mengeliminasi ion fosfat pada pasien dengan gagal ginjal.7

Kesimpulan

Gangguan elektrolit yang sering mengancam kehidupan pada pasien


dalam keadaan kritis adalah natrium, kalium, kalsium, magnesium, klorida dan
fosfat. Urgensi terapi tergantung pada keadaan klinis, bukan kadar absolut
(absolute electrolyte value). Natrium merupakan kation utama di kompartemen
ekstraseluler dan penting dalam menentukan osmolalitas darah. Kalium
merupakan kation terbanyak di kompartemen intraseluler dan penting untuk
mempertahankan membran potensial elektrik. Kalsium merupakan komponen
yang memediasi kontraksi otot, transmisi impuls syaraf, sekresi hormon,
pertumbuhan sel, dan transpor cairan dan elektrolit. Magnesium berperan penting
untuk transfer energi dan stabilitas elektrik. Klorida merupakan anion utama di
cairan ekstrasel, penurunan klorida menghambat ekskresi HCO3- sehingga
menyebabkan alkalosis hipokloremia. Fosfat merupakan anion utama di cairan
intraseluler dan berperan dalam glikolisis dan produksi ATP.

Daftar Pustaka

1. Yaswir R, Ferawati I. Fisiologi dan gangguan keseimbangan natrium, kalium,


dan klorida, serta pemeriksaan laboratorium. Jurnal Kesehatan Andalas
2012;1(2):80-84.
2. Wang, NE. Management of electrolyte emergencies. Hospital Physician
Emergency Medicine Board Review Manual 2006;8(3):1-12.
28

3. Lobo DN, Lewington AJP, Allison SP. Disorders of sodium, potassium,


calcium, magnesium, and phosphate. Dalam: Basic Concepts of Fluid and
Electrolyte Therapy; 2013, 101-112.
4. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Management of patients with fluid
and electrolyte disturbances. Dalam: Clinical Anesthesiology, 4th ed.
McGraw Hill; 2006, 671-674.
5. Prough DS, Wolf SW, Funston JS, Svensn CH. Acid-base, fluids, and
electrolytes. Dalam: Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK, editors. Clinical
Anesthesia, 5th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006, 201.
6. Marino PL. Renal and electrolyte disorders. Dalam: Marinos The ICU Book,
4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2014, 633-648.
7. Hillman K, Bishop G. Fluid therapy and electrolytes. Dalam: Clinical
Intensive Care and Acute Medicine, 2nd ed. New York: Cambridge University
Press; 2004, 60.

You might also like