You are on page 1of 52

HAZARD, RISK AND VULNERABILITY ANALYSIS (HRVA)

BENCANA KEBAKARAN

RSUD dr.SOEDIRAN MANGUN SUMARSO

KABUPATEN WONOGIRI

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmatNya Pedoman
HRVA Kebakaran RSUD ini dapat terselesaikan dengan baik.

wonogiri, 2016

Penulis

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR, TABEL DAN GRAFIK iv
BAB 1
PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1. 2 Permasalahan 2
1.3 Tujuan 3
1.4 Manfaat 3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 Teori dasar kebakaran 4
2.1.1 Definisi api 4
2.1.2 Teori segitiga api 4
2.1.3 Teori bidang empat api 5
2.2 Definisi kebakaran 5
2.3 Sebab terjadinya kebakaran 6
2.4 Klasifikasi kebakaran 7
2.4.1Klasifikasi kebakaran menurut NFPA 7
2.5 Sistem pencegahan dan penanggulangan kebakaran 8
2.6 Sarana proteksi kebakaran aktif 9
2.6.1 Alarm kebakaran 9
2.6.2 Detektor kebakaran 10
2.6.3 APAR 10
2.6.4 Sistem sprinkler 11
2.7 Program pemeriksaan dan pemeliharaan sarana proteksi kebakaran 11
2.8. Manajemen bencana 12
2.8.1 Mitigasi bencana 13
2.9 Hazard, Risk and Vulnerability Analysis (HRVA) 15
2.9.1 Tahap dalam HRVA 15

BAB 3
HASIL OBSERVASI 17
3.1 Profil Rumah Sakit 17
3.1.1 Profil bangunan 19
3.1.2 Profil pekerja 20
3.1.3 Profil pengunjung 20
3.2 Fasilitas umum sekitar lingkungan Rumah Sakit 20
3.3 Sarana dan prasarana proteksi kebakaran 21
3.3.1 Sistem proteksi aktif 21
3.3.2 Sistem proteksi pasif 22
3.4 Analisis kemungkinan dampak bencana 22
3.5 Kerentanan 29

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 3
3.6 Identifikasi bahaya potensial kebakaran 32
3.7 Analisis hazard dan risiko 37
3.8 Risk reduction measures 40
3.9 Checklist informasi risiko 41
BAB 4
REKOMENDASI 45
DAFTAR REFERENSI 46

BAB 3 23
KESIMPULAN 23
DAFTAR PUSTAKA 24

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 4
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Bencana banjir, gempa, dan datangnya badai, dengan kemajuan teknologi yang ada
biasanya didahului dengan datangnya peringatan. Hal ini menjadi sangat
memungkinkan untuk dapat menekan timbulnya kerugian dan korban jiwa yang lebih
besar yang diakibatkan oleh bencana tersebut. Tidak demikian halnya dengan bahaya
kebakaran, dimana bencana ini proses datangya selalu tanpa dapat diperkirakan dan
diprediksi sebelumnya sebagaimana bencana lain. Teknologi yang ada hanya dapat
membantu memberi peringatan dini, tetapi mempunyai kemampuan yang sangat
terbatas untuk memberi waktu persiapan dan pertolongan dalam menghadapi
bahayanya. Hal ini disebabkan oleh karena peringatan hanya dapat diberikan pada saat
kebakaran ataupun api telah ataupun dalam keadaan sedang berlangsung. Sehingga cara
yang paling efektif dalam menghadapi terjadinya bencana kebakaran tersebut adalah
dengan menghindari dan meminimalkan kemungkinan-kemungkinan penyebab
terjadinya bencana tersebut.
Kebakaran sering menimbulkan berbagai akibat yang tidak diinginkan baik yang
menyangkut kerugian (material, stagnasi kegiatan usaha, kerusakan lingkungan,
maupun menimbulkan ancaman terhadap keselamatan jiwa manusia). Bencana
kebakaran juga merupakan bahaya yang mempunyai dampak yang sangat luas yang
meliputi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat yang mengalaminya. Kebakaran
yang terjadi dipemukiman padat penduduk ataupun pusat-pusat kegiatan ekonomi
didaerah perkotaan dapat menimbulkan akibat-akibat sosial, ekonomi dan psikologis
yang luas orang yang mengalami bencana ini, akan bisa mengalami syok yang
berkepanjangan. Sebaliknya, karena bencana kebakaran ini datangnya tidak umum dan
bukan bahaya yang rutin terjadi,kesiapan dan interest masyarakat terhadapnya sangat
minim. Akibatnya, bila bahaya ini terjadi, semakin memperbesar kerugian yang akan
dialami.
Pada umumnya risiko bencana alam meliputi bencana akibat faktor geologi (gempa
bumi, tsunami dan letusan gunung api), bencana akibat hidrometeorologi (banjir, tanah

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 5
longsor, kekeringan, angin topan), bencana akibat faktor biologi (wabah penyakit
manusia, penyakit tanaman atau ternak, hama tanaman) serta kegagalan teknologi
(kecelakan industri, kecelakaan transportasi, radiasi nuklir, pencemaran bahan kimia).
Bencana akibat ulah manusia terkait dengan konflik antar manusia akibat perebutan
sumberdaya yang terbatas, alasan ideologi, religius serta politik. Sedangkan
kedaruratan kompleks merupakan kombinasi dari situasi bencana pada suatu daerah
konflik.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana


mengamanatkan pada pasal 35 dan 36 agar setiap daerah dalam upaya penanggulangan
bencana, mempunyai perencanaan penanggulangan bencana. Secara lebih rinci
disebutkan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.

Undang-Undang R.I. No. 28 Tahun 2002, tentang Bangunan Gedung,


mengamanatkan 4 faktor utama yang perlu diperhatikan, yaitu Keselamatan,
Kesehatan, Kenyamanan, dan Kemudahan. Disamping itu pula, Undang-Undang R.I
No. 44 Tahun 2009, tentang Rumah Sakit, mengamanatkan diperlukannya
persyaratan teknis yang berkaitan dengan pencegahan dan penanggulangan
kebakaran.

Hazard, Risk and Vulnerability Analysis (HRVA) adalah salah satu analisis terhadap
bencana yang bertujuan untuk menganalisis bahaya, risiko dan kerentanan guna
mengantisipasi masalah dan solusi yang memungkinkan untuk menyelamatkan nyawa
dan properti, mengurangi kerusakan dan mempercepat perbaikan pasca bencana
disamping menjadi kebutuhan untuk melengkapi akreditasi Rumah Sakit yang dalam
hal ini dikhususkan untuk bencana kebakaran

1.2 Permasalahan
RSUD dr.Soediran Mangun Sumarso belum mempunyai HRVA untuk bencana
kebakaran. HRVA bencana diperlukan untuk kelengkapan akreditasi Rumah Sakit

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 6
1.3 Tujuan

Melakukan analisis HRVA bencana kebakaran RSUD dr.SoediranMangun Sumarso


Kabupaten Wonogiri

I.4 Manfaat

1. Mengetahui bahaya potensial kebakaran


2. Mengetahui kerentanan yang terdapat pada RSUD dr.Soediran MangunSumarso
3. Dapat meminimalkan kerugian dan risiko akibat dampak kebakaran

Kegiatan Minggu 2 3 4 5 6 7 8
1
Orientasi dan pengenalan

Kunjungan lapangan

Pengumpulan dokumen

Analisis risiko

Pengolahan data

Sosialisasi

Tabel 1.1 Rencana Kegiatan

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Dasar Kebakaran


2.1.1. Definisi Api
Api didefinisikan sebagai suatu peristiwa/reaksi kimia yang diikuti oleh pengeluaran
asap, panas, nyala dan gas-gas lainnya. Api juga dapat diartikan sebagai hasil dari
reaksi pembakaran yang cepat (Pusdiklatkar, 2006). Untuk bisa terjadi api diperlukan
3 (tiga) unsur yaitu bahan bakar (fuel), udara (oksigen) dan sumber panas. Bilamana
ketiga unsur tersebut berada dalam suatu konsentrasi yang memenuhi syarat, maka
timbullah reaksi oksidasi atau dikenal sebagai proses pembakaran (Siswoyo, 2007;
IFSTA, 1993).

2.1.2. Teori Segitiga Api (Fire Triangle)


Secara sederhana susunan kimiawi dalam proses kebakaran dapat digambarkan
dengan istilah Segitiga Api. Teori segitiga api ini menjelaskan bahwa untuk dapat
berlangsungnya proses nyala api diperlukan adanya 3 unsur pokok, yaitu: bahan yang
dapat terbakar (fuel), oksigen (O2) yang cukup dari udara atau dari bahan oksidator,
dan panas yang cukup (materi pengawasan K3 penanggulangan Kebakaran
Depnakertrans, 2008).
Berdasarkan teori segitiga api tersebut, maka apabila ketiga unsur di atas bertemu
akan terjadi api. Namun, apabila salah satu unsur tersebut tidak ada atau tidak berada
pada keseimbangan yang cukup, maka api tidak akan terjadi. Prinsip segitiga api ini
dipakai sebagai dasar untuk mencegah kebakaran (mencegah agar api tidak terjadi)
dan penanggulangan api yakni memadamkan api yang tak dapat dicegah (Karla, 2007;
Sumamur, 1989).

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 8
http://www.sc.edu/ehs/training/Fire/01_triangle.htm
Gambar 2.1. Segitiga Api

2.1.3 Teori Bidang Empat Api (Tetrahedron of Fire)


Teori segitiga api mengalami perkembangan yaitu dengan ditemukannya unsur
keempat untuk terjadinya api yaitu rantai reaksi kimia. Konsep ini dikenal dengan
teori tetrahedron of fire. Teori ini ditemukan berdasarkan penelitian dan
pengembangan bahan pemadam bubuk kimia (dry chemical) dan halon (halogenated
hydrocarbon).

Teori tetrahedron of fire ini didasarkan bahwa dalam panas pembakaran yang
normal akan timbul nyala, reaksi kimia yang terjadi menghasilkan beberapa zat hasil
pembakaran seperti CO, CO2, SO2, asap dan gas. Hasil lain dari reaksi ini adalah
adanya radikal bebas dari atom oksigen dan hidrogen dalam bentuk hidroksil (OH).
Bila 2 (dua) gugus OH pecah menjadi H2O dan radikal bebas O. O radikal ini
selanjutnya akan berfungsi lagi sebagai umpan pada proses pembakaran sehingga
disebut reaksi pembakaran berantai. (Karla, 2007; Goetsch, 2005).

2.2. Definisi Kebakaran


Kebakaran adalah suatu peristiwa oksidasi dengan ketiga unsur (bahan bakar, oksigen
dan panas) yang berakibat menimbulkan kerugian harta benda atau cidera bahkan
sampai kematian (Karla, 2007; NFPA, 1986). Menurut Dewan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Nasional (DK3N), kebakaran adalah suatu peristiwa bencana yang
berasal dari api yang tidak dikehendaki yang dapat menimbulkan kerugian, baik
HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG
Page 9
kerugian materi (berupa harta benda, bangunan fisik, deposit/asuransi, fasilitas sarana
dan prasarana, dan lain-lain) maupun kerugian non materi (rasa takut, shock,
ketakutan, dan lain-lain) hingga kehilangan nyawa atau cacat tubuh yang ditimbulkan
akibat kebakaran tersebut.
Sifat kebakaran adalah terjadi secara tidak diduga, tidak akan padam apabila tidak
dipadamkan, dan kebakaran akan padam dengan sendirinya apabila konsentrasi
keseimbangan hubungan 3 unsur dalam segitiga api tidak terpenuhi lagi.

2.3. Sebab-Sebab Terjadinya Kebakaran


Menurut Agus Triyono (2001), kebakaran terjadi karena manusia, peristiwa alam,
penyalaan sendiri dan unsur kesengajaan.
a. Kebakaran karena manusia yang bersifat kelalaian, seperti:
Kurangnya pengertian, pengetahuan tentang penanggulangan bahaya kebakaran.
Kurang hati-hati dalam menggunakan alat atau bahan yang dapat menimbulkan
api.
Kurangnya kesadaran pribadi atau tidak disiplin.
b. Kebakaran karena peristiwa alam terutama menyangkut cuaca dan gunung berapi,
seperti sinar matahari, letusan gunung berapi, gempa bumi, petir, angin dan topan.
c. Kebakaran karena penyalaan sendiri, sering terjadi pada gudang-gudang bahan
kimia dimana bahan-bahan tersebut bereaksi dengan udara, air dan juga dengan
bahan-bahan lainnya yang mudah meledak atau terbakar.
d. Kebakaran karena unsur kesengajaan, untuk tujuan-tujuan tertentu, misalnya:
Sabotase untuk menimbulkan huru-hara, kebanyakan dengan alasan politis.
Mencari keuntungan pribadi karena ingin mendapatkan ganti rugi melalui
asuransi kebakaran.
Untuk menghilangkan jejak kejahatan dengan cara membakar dokumen atau
bukti-bukti yang dapat memberatkannya.
Untuk jalan taktis dalam pertempuran dengan jalan bumi hangus.

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 10
2.4 Klasifikasi Kebakaran
Klasifikasi kebakaran adalah penggolongan atau pembagian kebakaran atas dasar jenis
bahan bakarnya. Pengklasifikasian kebakaran ini bertujuan untuk memudahkan usaha
pencegahan dan pemadaman kebakaran (Soehatman Ramli, 2005).
2.4.1 Klasifikasi Kebakaran Menurut NFPA
Menurut NFPA, kebakaran dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelas, yaitu:
1. Kelas A, yaitu kebakaran bahan padat kecuali logam
Kelas ini mempunyai ciri jenis kebakaran yang meninggalkan arang dan abu.
Unsur bahan yang terbakar biasanya mengandung karbon. Misalnya: kertas, kayu,
tekstil, plastik, karet, busa, dan lain-lain yang sejenis dengan itu.
Aplikasi media pemadam yang cocok adalah bahan jenis basah yaitu air. Karena
prinsip kerja air dalam memadamkan api adalah menyerap kalor/panas dan
menembus sampai bagian yang dalam.
2. Kelas B, yaitu kebakaran bahan cair dan gas yang mudah terbakar.
Kelas ini terdiri dari unsur bahan yang mengandung hidrokarbon dari produk
minyak bumi dan turunan kimianya. Misalnya: bensin, aspal, gemuk, minyak,
alkohol, gas LPG, dan lain-lain yang sejenis dengan itu.
Aplikasi media pemadam yang cocok untuk bahan cair adalah jenis busa. Prinsip
kerja busa dalam memadamkan api adalah menutup permukaan cairan yang
mengapung pada permukaan. Aplikasi media pemadam yang cocok untuk bahan
gas adalah jenis bahan pemadam yang bekerja atas dasar substitusi oksigen dan
atau memutuskan reaksi berantai yaitu jenis tepung kimia kering atau CO2.
3. Kelas C, yaitu kebakaran listrik yang bertegangan.
Misalnya: peralatan rumah tangga, trafo, komputer, televisi, radio, panel listrik,
transmisi listrik, dan lain-lain. Aplikasi media pemadam yang cocok untuk kelas C
adalah jenis bahan kering yaitu tepung kimia atau CO2
4. Kelas D, yaitu kebakaran bahan logam
Pada prinsipnya semua bahan dapat terbakar tak terkecuali benda dari jenis logam,
hanya saja tergantung pada nilai titik nyalanya. Misalnya: potassium, sodium,
aluminum, magnesium, calcium, zinc, dan lain-lain.
Bahan pemadam untuk kebakaran logam tidak dapat menggunakan air dan bahan
pemadam seperti pada umumnya. Karena hal tersebut justru dapat menimbulkan

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 11
bahaya. Maka harus dirancang secara khusus media pemadam yang prinsip
kerjanya adalah menutup permukaan bahan yang terbakar dengan cara menimbun.
Diperlukan pemadam kebakaran khusus (misal, Metal-X, foam) untuk
memadamkan kebakaran jenis ini.
2.5 Sistem Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran
Pencegahan dan penanggulangan kebakaran adalah semua tindakan yang berhubungan
dengan pencegahan, pengamatan dan pemadaman kebakaran dan meliputi perlindungan
jiwa dan keselamatan manusia serta perlindungan harta kekayaan. Pencegahan kebakaran
lebih ditekankan kepada usaha-usaha yang memindahkan atau mengurangi terjadinya
kebakaran. Penanggulangan lebih ditekankan kepada tindakan-tindakan terhadap
kejadian kebakaran, agar korban menjadi sesedikit mungkin (Sumamur, 1981).
Pencegahan kebakaran pada dasarnya dilakukan sebagai upaya untuk menanggulangi
kebakaran secara dini agar tidak meluas. Untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran
perlu disediakan sarana pengaman/ keselamatan bahaya kebakaran yang sesuai dan
cocok untuk bahan yang mungkin terbakar di tempat yang bersangkutan. Dalam buku
Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan karangan Dr. Sumamur dijelaskan
bahwa pencegahan kebakaran dan pengurangan korban kebakaran tergantung dari 5
(lima) prinsip pokok sebagai berikut:
1. Pencegahan kecelakaan sebagai akibat kecelakaan atau keadaan panik.
2. Pembuatan bangunan yang tahan api.
3. Pengawasan yang teratur dan berkala.
4. Penemuan kebakaran pada tingkat awal dan pemadamannya.
5. Pengendalian kerusakan untuk membatasi kerusakan sebagai akibat kebakaran dan
tindakan pemadamannya.
Mengingat akibat-akibat dari peristiwa terjadinya suatu kebakaran, berbagai macam usaha
telah dilakukan untuk menanggulangi bahaya kebakaran. Menurut IFSTA dapat dibagi
menjadi 3 kelompok besar, yaitu:
1. Tindakan pencegahan (preventive), yaitu usaha-usaha pencegahan yang dilakukan
sebelum terjadinya kebakaran dengan maksud menekan atau mengurangi faktor-faktor
yang dapat menyebabkan timbulnya kebakaran, antara lain:
Mengadakan penyuluhan-penyuluhan.
Pengawasan terhadap bahan-bahan bangunan.

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 12
Pengawasan terhadap penyimpanan dan penggunaan barang-barang.
Pengawasan peralatan yang dapat menimbulkan api.
Pengadaan sarana pemadam kebakaran.
Pengadaan sarana penyelamatan dan evakuasi.
Pengadaan sarana pengindra kebakaran.
Mempersiapkan petunjuk pelaksanaan (juklak) atau prosedur pelaksana.
Mengadakan latihan berkala.
2. Tindakan represif yaitu usaha-usaha yang dilakukan setelah terjadi kebakaran dengan
maksud evakuasi dan menganalisa peristiwa kebakaran tersebut untuk mengambil
langkah-langkah berikutnya, antara lain:
Membuat pendataan.
Menganalisa tindakan-tindakan yang telah dilakukan (kegagalan-kegagalan).
Menyelidiki faktor-faktor penyebab kebakaran sebagai bahan pengusutan.
3. Tindakan rehabilitasi, yaitu tindakan pemulihan yang dilakukan setelah terjadinya
kebakaran yang dilakukan terhadap suatu kelompok bangunan setelah dilakukan
pemeriksaandan penelitian mengenai tingkat kehandalan bangunan gedung tersebut
setelah kejadian kebakaran sesuai dengan pedoman teknis yang berlaku.

2.6 Sarana Proteksi Kebakaran Aktif


Sistem proteksi kebakaran aktif, merupakan sistem perlindungan terhadap kebakaran
yang dilaksanakan dengan mempergunakan peralatan yang dapat bekerja secara otomatis
maupun manual, digunakan oleh penghuni atau petugas pemadam kebakaran dalam
melaksanakan operasi pemadaman kebakaran. Yang termasuk dalam sistem proteksi
kebakaran aktif yaitu alarm (audible dan visible), deteksi/detektor (panas, asap, nyala),
alat pemadam api ringan (APAR), hydrant dan sprinkler.

2.6.1 Alarm Kebakaran


Sistem alarm kebakaran (fire alarm system) pada suatu tempat atau bangunan digunakan
untuk pemberitaan kepada pekerja/ penghuni dimana suatu bahaya bermula. Sistem
alarm ini dilengkapi dengan tanda atau alarm yang bisa dilihat atau didengar.
Penempatan alarm kebakaran ini biasanya pada koridor/gang-gang dan jalan dalam
bangunan atau suatu instalasi. Sistem alarm kebakaran dapat dihubungkan secara manual

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 13
ataupun otomatis pada alat-alat seperti sprinkler system, detektor panas, detektor asap,
dan lain-lain (Soehatman Ramli, 2005).
Sistem alarm kebakaran otomatis dirancang untuk memberikan peringatan kepada
penghuni akan adanya bahaya kebakaran sehingga dapat melakukan tindakan proteksi
dan penyelamatan dalam kondisi darurat (Kepmen PU No. 10/KPTS/2000). Komponen
alarm kebakaran terdiri dari master control fire alarm, alarm bell, manual station (titik
panggil manual) yang dilengkapi dengan break glass, detektor panas, detektor asap,
detektor nyala, sistem sprinkler. Menurut Perda DKI No. 3 Tahun 1992, instalasi alarm
kebakaran harus selalu dalam kondisi baik dan siap pakai. Sistem alarm kebakaran harus
dipasang pada semua bangunan kecuali bangunan kelas 1a, yaitu bangunan hunian
tunggal. Sistem alarm otomatis harus dilengkapi dengan sistem peringatan keadaan
darurat dan sistem komunikasi internal (Kepmen PU No. 10/KPTS/2000).

2.6.2 Detektor Kebakaran


Detektor adalah alat untuk mendeteksi kebakaran secara otomatik, yang dapat dipilih tipe
yang sesuai dengan karakteristik ruangan, diharapkan dapat mendeteksi secara cepat
akurat dan tidak memberikan informasi palsu (Depnakertrans, 2008). Detektor kebakaran
ini dipasang di tempat yang tepat sehingga memiliki jarak jangkauan penginderaan yang
efektif sesuai spesifikasinya.

2.6.3 Alat Pemadam Api Ringan (APAR)


Menurut Permenaker No. Per.04/MEN/1980, alat pemadam api ringan (APAR) adalah
alat yang ringan serta mudah dilayani oleh satu orang untuk memadamkan api pada mula
kebakaran. APAR bersifat praktis dan mudah cara penggunaannya, tapi hanya efektif
untuk memadamkan kebakaran kecil atau awal mula kebakaran. Keefektifan penggunaan
APAR dalam memadamkan api tergantung dari 4 faktor (ILO, 1989):
1. Pemilihan jenis APAR yang tepat sesuai dengan klasifikasi kebakaran.
2. Pengetahuan yang benar mengenai teknik penggunaan APAR.
3. Kecukupan jumlah isi bahan pemadam yang ada di dalam APAR.
4. Berfungsinya APAR secara baik berkaitan dengan pemeliharaannya.

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 14
2.6.4 Sistem Sprinkler
Menurut Kepmen PU No. 10/KPTS/2000, sprinkler adalah alat pemancar air untuk
pemadaman kebakaran yang mempunyai tudung berbentuk deflektor pada ujung mulut
pancarnya, sehingga air dapat memancar ke semua arah secara merat. Sprinkler atau
sistem pemancar air otomatis bertujuan untuk mencegah meluasnya peristiwa kebakaran.
Sistem sprinkler harus dirancang untuk memadamkan kebakaran atau sekurang-
kurangnya mampu mempertahankan kebakaran untuk tetap, tidak berkembang, untuk
sekurang-kurangnya 30 menit sejak kepala sprinkler pecah.

2.7.Program Pemeriksaan dan Pemeliharaan Sarana Proteksi Kebakaran


Penyediaan peralatan kebakaran seperti: APAR, instalasi alarm kebakaran otomatik,
sistem sprinkler, dan lain-lainnya di dalam suatu perusahaan adalah agar kebakaran di
tempat kerja tersebut dapat dihindari atau setidak-tidaknya dikurangi/diperkecil. Agar
maksud tersebut dapat tercapai maka peralatan kebakaran yang telah disediakan harus
selalu dalam keadaan siap untuk digunakan atau siap bekerja setiap saat (Bahan Training
Keselamatan Kerja dan Penanggulangan Kebakaran, 1987).
Pemerikasaan dan pemeliharaan dilakukan untuk menjaga suatu peralatan tetap dalam
kondisi siap untuk operasi. Pemeriksaan dapat berupa inspeksi visual ataupun teknis.
Inspeksi visual dilakukan untuk melihat kondisi fisik dan kelengkapannya dan
dilaksanakan secara berkala sesuai kebutuhan. Sedangkan inspeksi teknis dilakukan
untuk mengetahui kualitas dan kehandalan serta dilaksanakan minimum satu kali setahun
atau sesuai peraturan yang berlaku.

Tabel 2.1 Ketentuan Inspeksi dan Pemeliharaan Peralatan Pemadam Kebakaran


No Elemen Inspeksi dan Pemeliharaan
1 Detektor dan alarm kebakaran. Pemeriksaan awal disaat detektor dan alarm
diserahterimakan dan setiap 1 tahun sekali
Komponen : (meliputi uji fungsi secara keseluruhan).
Saklar, lampu, power supply Mingguan
Control Unit Trouble Signals Mingguan dan setiap 6 bulan
Emergency voice/alarm Setiap 6 bulan
communication equipment

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 15
Remote announciator Setiap 6 bulan
2 Alat Pemadam Api Ringan Setiap 6 bulan sekali meliputi uji
(APAR) fungsi/tes APAR.
Komponen :
Fisik : tabung, segel, selang, tekanan 1 bulan sekali
Label APAR (pada tempatnya) 1 bulan sekali
3 Sprinkler
Pressure gauge (wet pipe system) 1 bulan sekali
Pipa dan sambungan pipa 1 tahun sekali
Valve kontrol 1 tahun sekali
Alarm sprinkler 4 bulan sekali & tes alarm setiap 6 bulan sekali
Aliran utama (main drain) Test setiap 1 tahun sekali
Sumber : Siswoyo, 2007; NFPA 72: National Fire Alarm Code, NFPA 10: Standard for Portable Fire
Extinguishers, dan NFPA 13 Installation of Sprinkler Systems. 2002.

2.8. Manajemen bencana


Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan sebelum bencana dapat berupa pendidikan
peningkatan kesadaran bencana (disaster awareness), latihan penanggulangan bencana
(disaster drill), penyiapan teknologi tahan bencana (disaster-proof), membangun sistem
sosial yang tanggap bencana, dan perumusan kebijakan-kebijakan penanggulangan
bencana (disaster management policies).

Secara umum kegiatan manajemen bencana dapat dibagi dalam kedalam tiga kegiatan
utama, yaitu:

1. Kegiatan pra-bencana yang mencakup kegiatan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan,


serta peringatan dini;
2. Kegiatan saat terjadi bencana yang mencakup kegiatan tanggap darurat untuk
meringankan penderitaan sementara, seperti kegiatan search and rescue (SAR),
bantuan darurat dan pengungsian;
3. Kegiatan pasca bencana yang mencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi, dan
rekonstruksi.

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 16
Kegiatan pada tahap pra bencana ini selama ini banyak dilupakan, padahal justru
kegiatan pada tahap pra bencana ini sangatlah penting karena apa yang sudah
dipersiapkan pada tahap ini merupakan modal dalam menghadapi bencana dan pasca
bencana. Sedikit sekali pemerintah bersama masyarakat maupun swasta memikirkan
tentang langkah-langkah atau kegiatan-kegiatan apa yang perlu dilakukan didalam
menghadapi bencana atau bagaimana memperkecil dampak bencana.

Kegiatan saat terjadi bencana yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana, untuk
menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan korban dan
harta benda, evakuasi dan pengungsian, akan mendapatkan perhatian penuh baik dari
pemerintah bersama swasta maupun masyarakatnya. Pada saat terjadinya bencana
biasanya begitu banyak pihak yang menaruh perhatian dan mengulurkan tangan
memberikan bantuan tenaga, moril maupun material. Banyaknya bantuan yang datang
sebenarnya merupakan sebuah keuntungan yang harus dikelola dengan baik, agar setiap
bantuan yang masuk dapat tepat guna, tepat sasaran, tepat manfaat, dan terjadi efisiensi.
Kegiatan pada tahap pasca bencana, terjadi proses perbaikan kondisi masyarakat yang
terkena bencana, dengan memfungsikan kembali prasarana dan sarana pada keadaan
semula. Pada tahap ini yang perlu diperhatikan adalah bahwa rehabilitasi dan
rekonstruksi yang akan dilaksanakan harus memenuhi kaidah-kaidah kebencanaan serta
tidak hanya melakukan rehabilitasi fisik saja, tetapi juga perlu diperhatikan juga
rehabilitasi psikis yang terjadi seperti ketakutan, trauma atau depresi.
Dari uraian di atas, terlihat bahwa titik lemah dalam Siklus Manajemen Bencana adalah
pada tahapan sebelum/pra bencana, sehingga hal inilah yang perlu diperbaiki dan
ditingkatkan untuk menghindari atau meminimalisasi dampak bencana yang terjadi.

2.8.1 Mitigasi Bencana


Kegiatan-kegiatan pada tahap pra bencana erat kaitannya dengan istilah mitigasi
bencana yang merupakan upaya untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh
bencana. Mitigasi bencana mencakup baik perencanaan dan pelaksanaan tindakan-
tindakan untuk mengurangi risiko-risiko dampak dari suatu bencana yang dilakukan
sebelum bencana itu terjadi, termasuk kesiapan dan tindakan-tindakan pengurangan
risiko jangka panjang.

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 17
Upaya mitigasi dapat dilakukan dalam bentuk mitigasi struktur dengan memperkuat
bangunan dan infrastruktur yang berpotensi terkena bencana, seperti membuat kode
bangunan, desain rekayasa, dan konstruksi untuk menahan serta memperkokoh struktur
ataupun membangun struktur bangunan penahan longsor, penahan dinding pantai, dan
lain-lain. Selain itu upaya mitigasi juga dapat dilakukan dalam bentuk non struktural,
diantaranya seperti menghindari wilayah bencana dengan cara membangun menjauhi
lokasi bencana yang dapat diketahui melalui perencanaan tata ruang dan wilayah serta
dengan memberdayakan masyarakat dan pemerintah daerah.

Mitigasi bencana yang efektif harus memiliki tiga unsur utama, yaitu penilaian bahaya,
peringatan dan persiapan.

1. Penilaian bahaya (hazard assessment); diperlukan untuk mengidentifikasi populasi


dan aset yang terancam, serta tingkat ancaman. Penilaian ini memerlukan
pengetahuan tentang karakteristik sumber bencana, probabilitas kejadian bencana,
serta data kejadian bencana di masa lalu. Tahapan ini menghasilkan Peta Potensi
Bencana yang sangat penting untuk merancang kedua unsur mitigasi lainnya;
2. Peringatan (warning); diperlukan untuk memberi peringatan kepada masyarakat
tentang bencana yang akan mengancam (seperti bahaya tsunami yang diakibatkan
oleh gempa bumi, aliran lahar akibat letusan gunung berapi, dsb). Sistem peringatan
didasarkan pada data bencana yang terjadi sebagai peringatan dini serta
menggunakan berbagai saluran komunikasi untuk memberikan pesan kepada pihak
yang berwenang maupun masyarakat. Peringatan terhadap bencana yang akan
mengancam harus dapat dilakukan secara cepat, tepat dan dipercaya.
3. Persiapan (preparedness). Kegiatan kategori ini tergantung kepada unsur mitigasi
sebelumnya (penilaian bahaya dan peringatan), yang membutuhkan pengetahuan
tentang daerah yang kemungkinan terkena bencana dan pengetahuan tentang sistem
peringatan untuk mengetahui kapan harus melakukan evakuasi dan kapan saatnya
kembali ketika situasi telah aman.

Tingkat kepedulian masyarakat dan pemerintah daerah dan pemahamannya sangat


penting pada tahapan ini untuk dapat menentukan langkah-langkah yang diperlukan
untuk mengurangi dampak akibat bencana. Selain itu jenis persiapan lainnya adalah
HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG
Page 18
perencanaan tata ruang yang menempatkan lokasi fasilitas umum dan fasilitas sosial di
luar zona bahaya bencana (mitigasi non struktur), serta usaha-usaha keteknikan untuk
membangun struktur yang aman terhadap bencana dan melindungi struktur akan
bencana (mitigasi struktur).

2.9 Hazard, Risk and Vulnerability Analysis (HRVA)

HRVA bertujuan untuk menganalisis bahaya, risiko dan kerentanan guna


mengantisipasi masalah dan solusi yang memungkinkan untuk menyelamatkan nyawa
dan properti, mengurangi kerusakan dan mempercepat perbaikan pasca bencana.

Risiko adalah konsep total dari kemungkinan terjadinya suatu hazard ( likelihood) dan
keparahan akan dampak yang ditimbulkan ( severity).

2.9.1 Tahap dalam HRVA

Terdapat 8 tahap dalam pembuatan HRVA menurut Ministry of Public Safety and
Solicitor General, British Columbia, yaitu:

1. Administration
Dalam tahap ini dilakukan pembentukan panitia, penyusunan checklist dan
melakukan pertemuan mengenai bagaimana HRVA akan dijalankan
2. Training
Pada tahap training dilakukan peninjauan mengenai tujuan yang akan dicapai,
proses HRVA, pelatihan penilaian risiko dan juga peninjauan kembali checklist
lapangan
3. Gather risk information
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan checklist informasi penemuan di lapangan ,
informasi risiko dan denah
4. Hazard and vurnerability indentification
pada tahap ini dilakukan peninjauan terhadap checklist lapangan, definisi hazard,
identifikasi hazard serta pemetaan hazard dan kerentanan
5. Risk analysis
Pada analisis risiko dilakukan penilaian risiko secara kualitatif dengan
memperhitungkan kemungkinan kejadian (likelihood) dan keparahan (severity)

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 19
6. Risk evaluation
Evaluasi risko dilakukan dengan melakukan evaluasi terhadap profil risiko,
pengukuran reduksi risiko (risk reduction measures)
7. Public consultation plan
Tahap ini membutuhkan keberadaan stakeholder dan menginformasikan hasil
penemuan mengenai risiko bahaya yang tinggi dan mmbuat rencana tindakan
8. Action plans

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 20
BAB 3

HASIL OBSERVASI

3.1 Profil Rumah Sakit

Pada saat berdiri tanggal 29 Juni 1990 dinamakan Rumah Sakit Medika Griya (RSMG)
yang beralamat di jl. Danau Sunter Utara, Sunter Paradise Jakarta Utara dan diresmikan
oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia yaitu Bapak Adhiyatma MPH. Selanjutnya
sebagai Soft Opening pada tanggal 1 Maret 2003 terjadi perubahan nama yaitu Royal
Progress International Hospital dan pada tanggal 17 Juli 2007 secara resmi ditetapkan
perubahan nama tersebut oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Dengan
berjalannya waktu dan peraturan yang ada dari pemerintah tahun 2009 menjadi Rumah
Sakit Royal Progress. Gedung Rumah sakit Royal Progress terdiri dari 9 lantai dan saat
ini membuka kamar perawatan sebanyak 130 tempat tidur yang terdiri dari VIP (VIP,
VIP Deluxe, VIP Executive), kelas I, II, III, NICU, PICU, ICU .Disamping itu juga
terdapat Poli rawat jalan Spesialis, Poli Umum, IGD, MCU dan Penunjang Medik (
Laboratorium, Radiologi, Apotik ), Rekam Medik.

Gambar 3.1. Denah RSUD

3.1.1 Profil bangunan

Luas area bangunan Luas tanah 4940 m2

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 21
Luas tiap lantai: Lantai 1 : 1264 m2
Lantai 2: 1264 m2
Lantai 3-8 : 725 m2
Luas lapangan parkir 3125 m2 cukup untuk 88 buah mobil. Terdapat 2 lokasi lapangan
parkir, didepan lobi RS dan disamping kiri RS yang merupakan
tempat parkir gabungan dengan perumahan penduduk
Bentuk bangunan Gedung 9 lantai
Jenis bangunan Beton dengan beberapa menggunakan penyekat dari gipsum
(terutama Lt.3)
Lingkungan sekitar Sebelah utara : Jalan Danau Sunter Utara
Sebelah timur: ruko dan perumahan penduduk
Sebelah barat: ruko dan perumahan penduduk
Sebelah selatan : perumahan penduduk
Jumlah ruangan Lantai 1 terdiri dari: Lobby, Ruang tunggu, Poliklinik, MCU,
Apotek, Informasi, Rekam Medis, UGD, Logistik, ruang endoskopi,
farmasi, USG, Audiometri, Gizi, Radiologi
Lantai 2: Rawat Inap Kelas 1-3, Poli aanak, poli mata, poli gigi,
doctor lounge, NICU, ICU, HND,isoloasi, kamar operasi,
laboratorium
Lantai 3: Poliklinik, Ruang menyusui, Rawat Inap, Kitty center,
chiropractic, fisioterapi, psikiatri
Lantai 5:Rawat Inap
Lantai 8: office, convention hall
Lantai 9: ruang pertemuan, vihara
Lift Jumlah 3 buah dan terdapat pada 2 lokasi. Lokasi 1 pada lobby
depan berjumlah 1 buah, Lokasi 2 pada bagian belakang dekat UGD
berjumlah 2 buah
Pintu 4 pintu masuk
1 pasang pintu kaca di lobby utama, 1 pasang pintu kaca pada lobby
sebelah barat, 1 pasang pintu kaca pada lobby timur dan 1 pasang
pintu kaca pada UGD dengan lebar 1,5 m yang dapat dibuka
keduanya.

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 22
Jendela Jendela kaca yang tidak dapat dibuka pada lobby. Terdapat jendela
kaca pada ruangan poli. Jendela vertikal yang dapat dibuka pada
setiap ruang rawat inap
Listrik PLN: 725 KVA
Genset: 750 KVA
Genset berjumlah 2 buah dengan waktu back up 7 detik ( 3 detik)
UPS ( Lab, OK, ICU)

3.1.2 Profil pekerja

Jumlah karyawan Jumlah 548 orang dengan rincian:


16 orang dokter umum, 65 orang dokter spesialis part time, 87
orang perawat, 17 orang bidan, 2 orang apoteker, 15 orang asisten
apoteker, 2 ahli gizi , 335 orang non medis, 3 orang fisioterapis.

3.1.3 Profil pengunjung

Jumlah pasien (Laporan tahunan 2012) Kunjungan klinik : 36.859 orang dengan
kunjungan terbanyak pada klinik Penyakit Dalam,
Kebidanan dan hemodialisa
Medical Check Up: 2.533 orang
UGD: 11.935 orang
Rawat inap: 3.485 orang
Usia pasien Bayi, anak, dewasa, manula.

3.2. Fasilitas umum disekitar lingkungan rumah sakit

Jalan utama Danau Sunter Utara Berhadapan langsung dengan Rumah Sakit
Perumahan penduduk Sunter Agung 10 m
(terdekat)
Ruko dan pertokoan Sepanjang jalan Danau Sunter Utara
Rumah Sakit Satya Negara 500 m
Rumah Sakit Sulianti Soeroso 1000 m
Rumah Sakit Mitra Kemayoran 2000 m

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 23
RSIA Hermina Sunter 1000 m
Puskesmas Kelurahan Sunter 1000 m
Pompa Bensin 50 m disebelah kanan jalan utama
Pemadam kebakaran Jakarta Utara 10 km

Sub Unit Pemadam Kebakaran Sunter 5 km


Kantor Polisi 3 km
Pasar 25 m
Sekolah SMA 15 200 m
Masjid 200 m
Gereja 50 M

3.3 Sarana dan prasarana proteksi kebakaran

3.3.1 Sistem Proteksi Aktif

Sistem deteksi dan alarm kebakaran. Detektor asap dan panas kecuali instalasi gizi hanya
terdapat detektor panas
Alat pemadam api ringan (APAR) 7 buah pada setiap lantai. Terdapat SOP kalibrasi,
checklist pemeliharaan rutin yang dilakukan setiap
bulan dan manual penggunaan
Sistem pipa tegak dan slang kebakaran 2 buah pada setiap lantai kecuali 6 buah pada lantai
(hidran gedung). 1
Sistem sprinkler otomatik. Terdapat disetiap ruangan
Sistem tangki air pemadam kebakaran. Kapasitas: tidak diukur

PAM: 3 buah tangki ( 1 bawah tanah)

Debit air: 122 m3 berasal dari PAM


Sistem ventilasi dan pembuangan asap Terdapat disetiap lantai
kebakaran.

3.3.2 Sistem Prokteksi Pasif

Ruang tangga darurat Terdapat disetiap lantai ( 2 buah dengan lebar

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 24
tangga 1 m
Tanda dan arah EXIT Terpasang dengan jelas disetiap lantai

Titik kumpul Terpasang pada lantai dasar dan halaman parkir


tempat titik kumpul berada
Tanda jalur evakuasi dan koridor Terdapat disetiap lantai menggunakan bahan
fluorescence.
Pintu tangga kebakaran Terdapat disetiap lantai
Lampu penerangan darurat Terdapat disetiap lantai
Pressurizing fan Terdapat disetiap lantai
Bukaan-bukaan vertikal Menghadap keluar, terdapat disetiap ruang rawat

3.4 Analisis kemungkinan dampak bencana

Pertemuan dari faktor-faktor ancaman bencana dan kerentanan masyarakat, akan dapat
memposisikan masyarakat dan daerah yang bersangkutan pada tingkatan risiko yang berbeda.
Semakin tinggi ancaman bahaya di suatu daerah, maka semakin tinggi risiko daerah tersebut
terkena bencana. Demikian pula semakin tinggi tingkat kerentanan masyarakat atau
penduduk, maka semakin tinggi pula tingkat risikonya. Tetapi sebaliknya, semakin tinggi
tingkat kemampuan masyarakat, maka semakin kecil risiko yang dihadapinya.

Menurut Emergency Program Management Regulation of the Emergency Program Act,


British Columbia, bahaya bencana dikelompokkan menjadi:

Tabel 3.2 Pengelompokan bahaya bencana

Hazard Groups Hazard


Kecelakaan Kecelakaan lalu lintas (tabrakan)
Kecelakaan pesawat terbang
Atmosfir Angin ribut
Tornado
Petir dan guntur
Badai
Bendungan Bendungan jebol
Penyakit dan epidemik Penyakit pada manusia
Penyakit pada hewan
Penyakit pada tanaman

Ledakan dan emisi Kebocoran gas


Kebocoran pipa

Kebakaran Kebakaran gedung


Kebakaran lingkungan sekitar

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 25
Geologis
Bahan berbahaya Tumpahan B3
Radiasi
Hidrologis Banjir
Sumber listrik Hubungan pendek arus listrik
Huru-hara Huru hara
Seismik Gempa bumi
Tsunami
Benda luar angkasa Jatuhnya benda luar angkasa
Struktural Bangunan rubuh
Terorisme Penyekapan, penyanderaan

Adapun bahaya bencana yang memiliki kemungkinan untuk terjadi di lingkungan RS Royal
Progress adalah:

1. Banjir
RS Royal Progress merupakan tempat yang berlokasi di daerah Sunter dan
dikelilingi oleh danau dan kali, yang berpotensi banjir. Banjir sebagai fenomena
alam terkait dengan ulah manusia terjadi sebagai akibat akumulasi beberapa faktor
yaitu : hujan, kondisi sungai, kondisi daerah hulu, pasang surut air laut. Potensi
terjadinya ancaman bencana saat ini disebabkan keadaan badan sungai rusak,
kerusakan daerah tangkapan air, pelanggaran tata-ruang wilayah, pelanggaran
hukum meningkat, perencanaan pembangunan kurang terpadu, dan disiplin
masyarakat yang rendah.

2. Kebakaran
Kebakaran gedung dan permukiman penduduk sangat marak pada musim kemarau.
Hal ini terkait dengan kecerobohan manusia diantaranya pembangunan gedung atau
pemukiman yang tidak mengikuti standar keamanan bangunan serta perilaku
manusia. Hubungan arus pendek listrik, meledaknya kompor serta kobaran api
akibat lilin (lentera) untuk penerangan merupakan sebab umum kejadian kebakaran
permukiman atau gedung.

3. Radiasi

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 26
Fasilitas pemeriksaan penunjang yang digunakan di RS Royal antara lain CT-
scan,dan alat rontgen yang berpotensi mengakibatkan bahaya radiasi bagi operator
dan pasien.

4. Wabah penyakit
Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat
yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang
lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka.
Beberapa indikasi dan gejala awal kemungkinan terjadinya epidemi seperti avian
influenza (Flu burung), antrax serta beberapa penyakit hewan ternak lainnya yang
telah membunuh ratusan ribu ternak yang mengakibatkan kerugian besar bagi
petani. Pasca banjir di RS Royal berpotensi terjadinya wabah (KLB) misalnya kasus
DBD, dll.

5. Gempa
Bencana yang dapat timbul oleh gempa bumi ialah berupa kerusakan atau
kehancuran bangunan (rumah, sekolah, rumah sakit dan bangunan umum lain), dan
konstruksi prasarana fisik (jalan, jembatan, bendungan, pelabuhan laut/udara,
jaringan listrik dan telekomunikasi, dli), serta bencana sekunder yaitu kebakaran
dan korban akibat timbulnya kepanikan.

Dalam HRVA dinilai adanya kemungkinan (likelihood) terjadinya bencana dan keparahan
(severity) yang ditimbulkan dimana keparahan yang ditimbulkan dikelompokkan lagi
kedalam 7 kategori, yaitu fatality, injury, critical facilities, lifelines, property, environment,
economic dan social impacts.

Dengan menggunakan perhitungan analisis risiko dapat ditentukan tingkat besaran risiko
yang dihadapi oleh RS Royal Progress. Sebagai langkah sederhana untuk pengkajian risiko
adalah pengenalan ancaman di RS Royal Progress. Semua ancaman tersebut diinventarisasi,
kemudian di perkirakan kemungkinan terjadinya (probabilitasnya) dengan rincian :

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 27
Sumber: Hazard, Risk and Vulnerability Analysis Tool Kit. Ministry of Public Safety and Solicitor General.
British Columbia. 2003

Keterangan:

Frequent or very likely to occur (6) memiliki pengertian bahwa suatu kejadian seringkali
terjadi dan biaanya memiliki angka kecelakaan terdata. Sebagai contoh sebuah daerah
memiliki kejadian banjir setiap tahun.

Moderate or likely to occur (5) memiliki riwayat data tetapi terjadi antara 3-10 tahun.

Occasional or slight chance (4) berarti suatu kejadian terjadi jarang, mungkin terdapat
sedikit data kejadian dan intervalnya antara 10-30 tahun.

Unlikely or improbable (3) terjadi sangat jarang, antara 30-100 tahun sekali.

Highly unlikely or rare events (2) memiliki interval waktu 100-200 tahun sekali

Very rare events (1) berarti suatu kejadian hanya terjadi diatas 200 tahun sekali.

Jika probabilitas di atas dilengkapi dengan perkiraan dampaknya apabila bencana itu memang
terjadi dengan pertimbangan faktor dampak antara lain:

Jumlah korban;
Kerugian harta benda;
Kerusakan prasarana dan sarana;
Cakupan luas wilayah yang terkena bencana; dan
Dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan,

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 28
Terdapat tujuh kategori dampak yang dinilai untuk setiap bahaya, yaitu:
fatality;
injury;
critical facilities;
lifelines;
property;
environment;
economic & social impacts.

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 29
Maka akan didapatkan tabel sebagaimana yang terdapat di bawah ini :

NO JENIS ANCAMAN BAHAYA PROBABILITAS DAMPAK

1 Banjir 5 fatality: 2
injury: 2
critical facilities: 2
lifelines: 3
property: 1
environment: 2
economic & social

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 30
impacts: 1
2 Kebakaran 4 fatality: 2
injury: 2
critical facilities: 3
lifelines: 2
property: 1
environment: 2
economic & social
impacts: 2
3 Gempa 1 fatality: 1
injury: 1
critical facilities: 3
lifelines: 1
property: 2
environment: 2
economic & social
impacts: 2

Berdasarkan hasil analisis kemungkinan bencana, banjir masih memiliki kemungkinan yang
paling besar diikuti oleh kebakaran dimana dampak akibat kebakaran menyebabkan kerusakan
pada fasilitas penting (critical facilities) yang cukup besar sehingga bahaya kebakaran tidak
dapat diabaikan.

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 31
3.5 Kerentanan (vulnerability)
Ketentanan didefinisikan sebagai orang, properti, infrastruktur, industri dan sumber daya atau
lingkungan yang berkontak atau mengalami dampak dari kejadian bencana.
Beberapa contoh kerentanan adalah:

Social Physical
Confined penitentiaries or jails Bridges
Elderly group homes or Communications systems
retirement complex telephone, radio, cellular,
Gender mothers and children, television
violence against women Critical infrastructure
High density shopping malls, Gas and oil transmission and
theatres, stadiums, high-rise distribution pipelines
buildings Hazardous waste sites
Infirm hospitals Historic sites
Language ethnic centres Mobility of population
Persons with disabilities Power transmission towers
vision, hearing, mobility, mental, Property and infrastructure in
dependency close proximity to hazard
Young schools or recreation Trailer parks and campgrounds
centre Transportation routes,
terminals, systems: road, rail, air,
water
Water reservoirs and hydro
dams

Economic Environmental
Farm land and animals Areas of biodiversity and
Lack of economic diversity ecological value wetlands
single major employer or tourism Parks
Limited access to credit Resource degradation or
Minimal access to critical depletion forests
services Sensitive areas coastline or
No insurance fisheries
Poor social housing or low-
rent areas

Sumber: Hazard, Risk and Vulnerability Analysis Tool Kit. Ministry of Public Safety and Solicitor General.
British Columbia. 2003

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 32
Kerentanan dapat dibagi menjadi kerentanan eksternal dan internal. Kerentanan internal
berasal dari dalam Rumah Sakit sedangkan kerentanan eksternal berasal dari lingkungan
luar sekitar Rumah Sakit.
Adapun kerentanan yang terdapat pada RS Royal Progress adalah
1. Sosial
Kerentanan internal: RS. Royal Progress memiliki kunjungan pasien yang terbanyak
berasal dari poliklinik Penyakit Dalam diikuti oleh Kebidanan dan Anak dimana
sebagian besar pasien berasal dari kalangan manula, ibu hamil, bayi dan anak-anak .
Pasien manula memiliki mobilitas yang terbatas saat evakuasi kejadian bencana.
Pasien ICU dan pasien dalam ruang operasi tidak dapat melakukan mobilitas sendiri
saat terjadinya bencana. Pasien hemodialisa juga memiliki mobilitas terbatas saat
terjadinya bencana.
Terdapatnya badan independent (tenant, minimarket), dan jasa cleaning service yang
menggunakan sistem outsourcing di dalam rumah sakit memiliki turn over karyawan
yang tinggi. Karyawan jasa cleaning service tidak diikutkan di dalam pelatihan
kebakaran membuat pengetahuan dan sikap tanggap bencana menjadi kurang.
Kerentanan eksternal: N/A

2. Fisik
Kerentanan internal: Lebar tangga darurat adalah 100 cm dimana ketentuan dari
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1087/Menkes/SK/VIII/2010 tentang Standar K3
di Rumah Sakit adalah lebar tangga minimal 120 cm jalan searah dan 160 cm untuk
jalan dua arah membuat jalur evakuasi menjadi terbatas.
Tidak tersedianya jalur landai (ramp) untuk evakuasi pasien tirah baring mempersulit
evakuasi saat terjadinya bencana. Hanya terdapat APAR (Alat Pemadam Api Ringan)
di daerah sekitar. Sumber air untuk keadaan darurat hanya terdapat pada air kran
setempat.
Tidak terdapat penerangan pada beberapa pada lantai tangga darurat dan penggunaan
petunjuk fluorescence yang cukup membuat evakuasi saat bencanamenjadi lebih sulit
Kerentanan eksternal : N/A
3. Ekonomi
Kerentanan internal dan eksternal: N/A

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 33
4. Lingkungan
Kerentanan internal: Ruang ICU dimana terdapat pasien tirah baring yang tidak dapat
melakukan mobilitas sendiri saat kejadian bencana terletak di lantai 2 dimana
evakuasi menjadi lebih sulit.
Instalasi linen yang terletak terpisah dari gedung Rumah Sakit berada di dalam
kompleks perumahan penduduk.
Kerentanan eksternal: N/A

Gambar 3.3. Tangga darurat

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 34
Ruang HAZARD Risiko

3.6 Identifikasi bahaya potensial kebakaran

Lantai 1

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 35
Ruang N/A N/A
rekam
medis
Ruang gizi Tabung gas LPG, kompor, alat elektronik (blender, -Kebakaran,
food processor, dll) ledakan, korsleting
listrik
Ruang B3 mudah terbakar -Kebakaran
Logistik
farmasi
Ruang Steker -Kebakaran,
Logistik
umum
Ruang B3 mudah terbakar -Kebakaran
Farmasi
Ruang Steker -Kebakaran
radiologi
Poliklinik N/A N/A

Ruang Steker, tabung oksigen yang mudah meledak -Kebakaran,


hemodialisa korsleting
Ruang EKG -Steker -Kebakaran
Ruang -Kabel listrik, tabung oksigen yang mudah meledak -Kebakaran,
endoskopi korsleting
Ruang Tabung oksigen, tabung gas LPG yang tergeletak tak Korsleting,
IPSRS beraturan, B3 yang tidak tertata, panel listrik, alat kebakaran, ledakan
elektronik. Kabel gulung.

Ruang panel Kabel yang tidak intak, penutup lantai yang hilang -Kebakaran,
listrik korsleting
UGD N/A N/A

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 36
Lantai 2

Doctor lounge Steker paralel Kebakaran

Kamar operasi Gas anestesi, tabung gas mudah meledak Ledakan gas, kebakaran

NICU Tabung gas oksigen, steker Ledakan gas, kebakaran

ICU Tabung gas oksigen, steker Ledakan gas, kebakaran

High Nursing Tabung gas oksigen, steker Ledakan gas, kebakaran


Dependency

Laboratorium Cairan B3 yang mudah terbakar Kebakaran

Ruang rawat N/A N/A


inap

Ruang isolasi N/A N/A

Lantai 3

Klinik obsgyn N/A N/A


dan kulit

Poliklinik (gigi, N/A N/A


mata, laktasi,
tumbuh
kembang anak)

Ruang N/A N/A


menyusui

Rawat inap ( N/A N/A


VIP, VVIP, I,
II, III)

Chiropractic Kabel gulung Kebakaran

Fisioterapi Steker cabang Kebakaran

Psikiatri N/A N/A

Office Kabel gulung, steker cabang Kebakaran

Kitty center - -

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 37
Lantai 5

N/A N/A
Ruang inap (IA,
superior, VVIP,
VIP, VIP
deluxe)
Lantai 8

Steker paralel Korsleting


Office
N/A N/A
Convention hall

Lantai 9

N/A N/A
Ruang
pertemuan
Lilin Kebakaran
Vihara

Keterangan: lantai 6 dan 7 sedang dalam renovasi dan tidak beroperasi.

Lingkungan sekitar Rumah Sakit

Daerah HAZARD Risiko

Tempat parkir Gardu listrik PLN wilayah Sunter Korsleting , kebakaran


Mobil, motor yang terparkir Ledakan, kebakaran
Panel listrik Korsleting, kebakaran
Puntung rokok yang masih menyala Kebakaran

Keterangan: instalasi linen dan laundry sudah dipindahkan ke rumah asrama disebelah rumah
sakit dimana pengolahan laundry sudah dikerjakan oleh pihak ketiga dan rumah sakit hanya
melakukan penyeleksian linen dan tidak ada proses yang dilakukan oleh rumah sakit

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 38
Gambar 3.4. Instalasi linen

Gambar 3.5. Tabung oksigen dan LPG pada Ruang IPSRS

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 39
Gambar 3.6. Papan penutup lantai hilang

Gambar 3.7. Penggunaan kabel gulung pada ruang IPSRS

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 40
Gambar 3.8. Penggunaan steker cabang dan steker paralel

3.7 Analisis hazard dan risiko

No Hazard Detail skenario termasuk Kemungki Konsekuensi


dampak dan kerentanan nan keparahan
1 Kebakaran akibat Kebakaran menyebabkan 4 fatality: 2
ledakan tabung LPG kerusakan sarana dan prasarana
injury: 2
RS, korban jiwa
critical facilities: 1
lifelines: 2
property: 2
environment: 1
economic & social
impacts: 1
2 Tumpahan bahan Tumpahan B3 menyebabkan 3 fatality: 1
kimia (B3) yang kemungkinan kebakaran jika
injury: 1
mudah terbakar terdapat sumber api disekitar
tumpahan (contoh: puntung critical facilities: 1
rokok)
lifelines: 1
property: 1
environment: 1

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 41
economic & social
impacts: 1
3 Kebakaran akibat Kebakaran menyebabkan 3 fatality: 2
penggunaan steker kerusakan sarana dan prasarana,
injury: 2
cabang, kabel roll, korban jiwa RS serta lingkungan
korsleting listrik di sekitar critical facilities: 3
panel listrik,dan
lifelines: 3
gardu listrik, ruang
server, ruang genset property: 2
environment: 2
economic & social
impacts: 1
4 Ledakan tabung gas Ledakan menyebabkan 2 fatality: 2
akibat kebocoran kebakaran yang mengakibatkan
injury: 2
pipa kerusakan sarana dan prasarana,
korban jiwa critical facilities: 3
lifelines: 2
property: 2
environment: 2
economic & social
impacts: 1
5 Kebakaran akibat Puntung rokok yang dibuang 3 fatality: 1
puntung rokok yang sembarangan memicu terjadinya
injury: 1
masih menyala kebakaran jika didekatnya
terdapat bahan yang mudah critical facilities: 1
terbakar
lifelines: 1
property: 1
environment: 1
economic & social
impacts: 1
Keterangan

LIKELIHOOD

6:Frequent or Very Likely

5:Moderate or Likely

4:Occasional, Slight Chance

3:Unlikely, Improbable

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 42
2:Highly Unlikely (Rare Event)

1:Very Rare Event

CONSEQUENCE:IMPACT & VULNERABILITY

4:Very High

3:High

2:Low

1:Very Low

Berdasarkan analisis hazard dan risiko yang terdapat di Rumah Sakit Royal Progress
ditentukan penilaian risiko secara kualitatif dengan memperhitungkan kemungkinan dan
konsekuensi menggunakan profil risiko sebagaimana rekomendasi dari Ministry of Public
Safety and Solicitor General, British Columbia didapatkan hasil sebagai berikut:

Grafik 3.1 Profil Risiko Kebakaran RS. Royal Progress


HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG
Page 43
Kebakaran akibat ledakan tabung LPG merupakan risiko yang paling besar dengan
kemungkinan kejadian 4 dan konsekuensi keparahan 2 untuk masing-masing kategori
fatality, injury, lifelines dan property.

3.8 Risk reduction measures

No Hazard Risk Reduction Measures


1 Ledakan tabung LPG di dapur SOP Pemeliharaan LPG, sosialisasi penggunaan
dan pemasangan LPG yang benar
2 Tumpahan B3 yang mudah SOP B3, MSDS, Rambu peringatan, sosialisasi
terbakar penggunaan dan penyimpanan
3 Kebakaran akibat penggunaan SOP Pemeliharaan. Penyediaan steker listrik sesuai
steker cabang dan kabel roll. keperluan. Penggunaan daya sesuai kapasitas.
Korsleting gardu listrik dan Pemeliharaan berkala, koordinasi dengan PLN
hubungan pendek kabel listrik dan setempat
4 Ledakan tabung gas SOP Pemeliharaan, pengecekan berkala
5 Puntung rokok Kebijakan dilarang merokok, tanda dilarang
merokok, pengawasan petugas rumah sakit

Gambar 3.9. Checklist pemeliharaan rutin dan instruksi penggunaan APAR

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 44
Gambar 3.10. Tangki peyimpanan air

3.9 Checklist informasi risiko

Informasi Status Keterangan


Denah wilayah Tersedia Terlampir
Rujukan dan no telp penting Tersedia Tersedia di operator
Denah rumah sakit Tersedia Berbentuk print out yang ditempel ditiap
lantai (tanpa skala)
Denah fasilitas proteksi Tersedia Keterangan tercantum bersama dengan
kebakaran denah RS
Denah jalur evakuasi Tersedia Berbentuk print out yang ditempel ditiap
lantai (tanpa skala)
Sistem proteksi kebakaran Tersedia Terdapat detektor asap, panas, sprinkler
dan APAR disetiap ruangan
Emergency Response Plan Tersedia ERP bencana kebakaran
(ERP)
Disaster plan Tersedia Bencana internal: kebakaran,gempa
bumi,kebocoran gas,ledakan
- Bencana eksternal

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 45
Standar Prosedur Tersedia SPO Pencegahan dan Penanggulangan
Operasional (SPO) Bencana
1. SPO Pengendalian dan Penanggulangan
Kebakaran yang dilakukan regu APAR
2. SPO Pengendalian dan Penanggulangan
Kebakaran yang dilakukan regu
Hydrant
3. SPO Pengendalian dan penanggulangan
Kebakaran yang dilakukan regu P3K
4. SPO Pengendalian dan Penanggulangan
Kebakaran yang dilakukan regu
Evakuasi
5. SPO Pengendalian dan penanggulangan
Kebakaran yang dilakukan oleh regu
Penyelamat I
6. SPO Pengendalian dan Penanggulangan
Kebakaran yang dilakukan regu
penyelamat 2
7. SPO Pengendalian dan Penanggulangan
kebakaran yang dilakukan Kepala Peran
Lantai
8. SPO mencegah kebakaran di unik OK
9. SPO evakuasi pasien
SPO Pengendalian dan Penanggulangan
Kebakaran yang dilakukan Koordinator
Peran Kebakaran
SPO Penggunaan Tabung Apar Isi
Foam

Ahli K3 Tersedia
Struktur K3 Tersedia Terlampir
Rantai komando bencana Tersedia Terlampir
Pelatihan dan drilling Pelatihan Melibatkan seluruh staff rumah sakit
kebakaran dilakukan 1 tahun tanpa karyawan luar (ousourcers)
sekali,
dokumentasi
tersedia
MOU pelatihan kebakaran Tersedia adendum Ikut dalam pelatihan
dengan badan independen
(tenant)
Sosialisasi karyawan baru Tersedia Tersedia daftar dan jadwal sosialisasi RS
secara umum (termasuk K3)
Checklist penilaian kejadian Tersedia Layout
Rancangan listrik
HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG
Page 46
Rancangan keselamatan kebakaran
Penggunaan LPG
Rencana emergensi
Rancangan pertolongan pertama

Gambar 3.11. Denah gedung beserta letak APAR, hydrant, jalur evakuasi dan titik kumpul

Gambar 3.12. Jalur evakuasi Gambar 3.13. Titik kumpul

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 47
Gambar 3.14. Absensi pelatihan kebakaran

Gambar 3.15. Dokumentasi pelatihan kebakaran

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 48
BAB 4

REKOMENDASI

1. Jalur landai (ramp) sebaiknya tersedia pada setiap lantai guna memudahkan
evakuasi pasien tirah baring atau pasien yang tidak melakukan mobilisasi sendiri
terutama pasien-pasien yang rentan seperti pasien ICU, NICU, operasi, dan pasien
dengan kursi roda.
Untuk saat ini RSRP mempunyai regulasi lain dalam mengevakuasi pasien yang
tidak dapat mobilisasi sendiri, dengan menggunakan kain minimal 2 kain (telah
dilakukan uji coba/pelatihan), menggendong pasien baik oleh satu orang penolong
ataupun beberapa orang (telah diuji coba/pelatihan), menggunakan tandu (telah
diuji coba)
2. Lebar tangga darurat sebaiknya disesuaikan dengan ketentuan dari Keputusan
Menteri Kesehatan RI No. 1087/Menkes/SK/VIII/2010 tentang Standar K3 di
Rumah Sakit adalah lebar tangga minimal 120 cm jalan searah dan 160 cm untuk
jalan dua arah untuk memudahkan evakuasi.
3. Tangga darurat untuk jalur evakuasi sebaiknya diberikan penerangan yang cukup
dan penambahan pemasangan sticker fluorescence sebagai penunjuk arah ketika
terjadi bencana kebakaran
4. Ruang rawat inap per lantai sebaiknya dikategorikan sesuai dengan kategori
perawatan dan pasien yang tidak dapat melakukan mobilisasi dan dengan
mobilitas terbatas sebaiknya ditempatkan di lantai 2 untuk memudahkan evakuasi
saat bencana
5. Pengukuran dan pengecekan tangki air untuk kebakaran sebaiknya dilakukan
secara berkala.
6. Pelatihan tentang kebakaran sebaiknya diikuti oleh seluruh anggota rumah sakit
termasuk cleaning service, dan badan independent (mini market, dan tenant)
dimana turnover karyawan pada pihak tersebut cukup besar,
Untuk badan independent diperlukan suatu MOU atau addendum dan surat tugas,
untuk keharusan atau kewajiban dalam mengikuti pelatihan penanggulangan
bencana

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 49
7. Inspeksi selang hydrant dilakukan 1 tahun sekali dan tes penggunaan serta
penggantian dilakukan 5 tahun sekali sesuai dengan peraturan yang berlaku
8. Ruang IPSRS sebaiknya dilakukan perbaikan dan penataan kembali dikarenakan
masih terdapat bahan dan barang yang berpotensi untuk terjadinya kebakaran (
tabung gas, bahan kimia, kabel listrik).
9. Hindari penggunaan steker listrik bercabang dan kabel roll untuk mengurangi
risiko terjadinya kebakaran.

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 50
DAFTAR REFERENSI

1. Hazard, Risk and Vulnerability Analysis Tool Kit. Ministry of Public Safety and
Solicitor General. British Columbia. 2003 Edition.

2. Pedoman Teknis Prasarana Rumah Sakit Sistem Proteksi Kebakaran Aktif.


Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

3. Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit. Kementrian Kesehatan


Republik Indonesia. 2010

4. Penanggulangan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Tinggi. Dinas Pemadam


Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta. 2012

5. Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum No. 10/KPTS/2000 tentang Ketentuan


Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan
6. Standard for the Instalation of Sprinkler Systems.NFPA 13. 1999 Edition.
7. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per 02/Men/1983 tentang Instalasi Kebakaran
Otomatik
8. Ratri Fatmawati. Audit Keselamatan Kebakaran di Gedung PT.X. Universitas
Indonesia. 2009 .

Panudju - Stefanie

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 51
SKENARIO

Sebuah ledakan terdengar diikuti dengan teriakan adanya kebakaran. Ledakan tersebut
ternyata berasal dari dapur. Seorang staff rumah sakit berteriak adanya korban di dalam dapur
dan membutuhkan pertolongan sementara api terus membesar. Saat itu dapur sedang aktif
memasak makanan untuk makan siang. Tidak diketahui pasti berapa banyak orang yang
berada di dapur saat kejadian. Seorang satpam yang sedang berjaga kemudian langsung
mengambil APAR untuk memadamkan api tetapi api terlalu besar untuk dipadamkan,
sehingga pemadaman gagal. Saat itu rumah sakit sedang ramai, pasien dan pengunjung
berteriak panik dan berlarian berusaha menyelamatkan diri sehingga suasana kacau. Asap
mulai menyelubungi lantai dasar. Sistem sprinkler tidak berfungsi. Listrik mendadak mati.
Terdengar satu lagi ledakan susulan dari dalam dapur, belum ada seorangpun yang berhasil
masuk ke dalam dapur karena api terlalu besar dan takut adanya ledakan susulan.

Keterangan: saat itu ruang hemodialisa penuh pasien, di lantai 2 kamar operasi sedang
berlangsung 1 operasi appendicitis dan 2 operasi caesar. Di UGD terdapat 2 pasien korban
kecelakaan yang sedang dilakukan pertolongan oleh dokter dan staff UGD. Sebagian staff
rumah sakit berikut dokter sedang mengikuti pelatihan di lantai 8 sehingga staff di lantai
dasar kurang.

Apa yang seharusnya dilakukan?

HRVA, Bencanan kebakaran, RSUD WNG


Page 52

You might also like