You are on page 1of 13

BAB III

TATANAN GEOLOGI DAERAH WAYMULI DAN SEKITARNYA

III.1 GEOMORFOLOGI

Daerah penelitian terletak di kaki Gunung Rajabasa bagian selatan dengan


ketinggian 0 hingga 500 meter di atas permukaan laut (m dpl). Daerah ini sebagian
besar berupa rawa, perkebunan, dan hutan (Departemen Kehutanan, 1997). Sungai
yang mengalir di daerah penelitian adalah Waymuli, Waymerak, Waylubuk,
Waykunjir, dan Wayjuwet. Kelima sungai ini memiliki hulu di dekat puncak Gunung
Rajabasa dan bermuara di Teluk Lampung yang membatasi bagian selatan daerah
penelitian (Gambar III.1).

Gambar III.1 Morfologi daerah penelitian (http://maps.google.com, 2011).


Pembagian satuan geomorfologi di daerah penelitian dilakukan berdasarkan
pengamatan di lapangan dan referensi dari publikasi yang terdahulu. Penamaan
satuan geomorfologi di daerah penelitian dilakukan dengan mengacu kepada
penamaan bentang alam daerah vulkanik oleh van Zuidam (1985). Berdasarkan hasil
analisis topografi dan pengamatan morfologi di lapangan, daerah penelitian dapat
dibagi menjadi dua satuan geomorfologi yaitu Satuan Kaki Gunung Bagian Tengah
dan Satuan Kaki Gunung Bagian Bawah.

13
III.1.1 Satuan Kaki Gunung Bagian Tengah

Satuan ini menempati bagian utara hingga tengah daerah penelitian yang
mencakup 50% dari total luas daerah penelitian (Gambar III.2). Morfologi dari
satuan ini berupa kaki gunung api dengan lereng landai hingga agak terjal
(kemiringan 5-15, van Zuidam, 1985). Satuan ini terletak di ketinggian 100 hingga
500 m dpl dan terdiri dari litologi berupa lava andesit dan piroklastik aliran.
Penggunaan lahan di satuan ini berupa hutan sekunder dan perkebunan. Sungai yang
terdapat di satuan ini memiliki arus yang tenang. Pola aliran sungainya berupa pola
aliran radial yang berhulu di dekat puncak Gunung Rajabasa dan bermuara di Teluk
Lampung. Sungai-sungai di daerah ini memiliki lembah berbentuk V dan bentuk
salurannya lurus. Proses eksogen yang terjadi adalah erosi secara vertikal, longsor,
dan pelapukan.

Gambar III.2 Satuan Kaki Gunung Bagian Tengah dengan morfologi kaki gunung
berlereng landai hingga agak terjal (foto diambil dari Gunung Botak ke arah
baratlaut). Ketinggian gunung ini adalah 5 m dpl.

III.1.2 Satuan Kaki Gunung Bagian Bawah

Satuan ini menempati bagian tengah hingga selatan yang mencakup 50%
dari total luas daerah penelitian (Gambar III.3). Morfologi dari satuan ini berupa kaki
gunung api dengan lereng datar hingga landai (kemiringan 0-5, van Zuidam, 1985).
Satuan ini terletak di ketinggian 0 hingga 100 m dpl dan terdiri dari litologi berupa
lava andesit dan endapan aluvial pantai. Penggunaan lahan di satuan ini berupa
14
perkebunan, rawa, dan pemukiman. Pada satuan ini, muncul manifestasi panas bumi
berupa geiser, kolam lumpur, dan fumarola. Sungai yang terdapat di satuan ini
merupakan bagian hilir sungai dengan arus yang sangat tenang. Pola aliran sungainya
berupa pola aliran radial yang berhulu di dekat puncak Gunung Rajabasa dan
bermuara di Teluk Lampung. Sungai-sungai di daerah ini memiliki lembah berbentuk
V dan bentuk salurannya lurus. Proses eksogen yang terjadi adalah erosi vertikal dan
pelapukan.

Gambar III.3 Satuan Kaki Gunung Bagian Bawah dengan morfologi kaki gunung
berlereng datar hingga landai (foto diambil dari Waymuli ke arah timur).

III.1.3 Pola Aliran dan Tipe Genetik Sungai

Sungai-sungai yang berada di daerah penelitian adalah Waymuli,


Waymerak, Waylubuk, Waykunjir, dan Wayjuwet. Berdasarkan analisis peta
topografi skala 1:50.000 Lembar 1110 oleh Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan
Nasional (Bakosurtanal, 1993), sungai-sungai di daerah penelitian memiliki pola
aliran radial. Pola aliran ini dikontrol oleh topografi yang berupa tinggian (kerucut
gunung api). Sungai-sungai ini mengalir dari daerah bertopografi tinggi yaitu puncak
Gunung Rajabasa dan menuruni lereng gunung hingga ke kaki gunung (Gambar
III.4). Di daerah penelitian sendiri, sungai pada umumnya mengalir dari utara ke
selatan.

15
Gambar III.4 Pola aliran sungai di kompleks Gunung Rajabasa yang menunjukkan
pola radial.

III.1.4 Pola Kelurusan

Pola kelurusan di daerah penelitian ditentukan berdasarkan kelurusan yang


ditarik dari peta topografi dan citra SRTM (Shuttle Radar Topography Mission).
Berdasarkan data kelurusan yang ditarik dari citra SRTM, dapat dilihat bahwa pola
kelurusan di daerah penelitian memiliki arah dominan baratlaut-tenggara (Gambar
III.5).

Gambar III.5 Pola kelurusan yang ditarik dari citra SRTM.


16
1053630 1053930

534900
55030

Gambar III.6 Pola kelurusan yang ditarik dari peta topografi.


Dominasi arah yang serupa juga dapat dilihat pada pola kelurusan yang
ditarik dari peta topografi (Gambar III.6). Semua kelurusan yang ditarik, baik dari
citra SRTM maupun peta topografi, diukur arahnya dan ditentukan dominasi arahnya
dengan menggunakan diagram roset. Hasil pengeplotan pada diagram roset
menunjukkan dominasi arah kelurusan di daerah penelitian adalah N325E
(baratlaut-tenggara) (Gambar III.7).

Gambar III.7 Dominasi arah kelurusan berdasarkan pengeplotan di diagram roset.

17
III.1.5 Tahapan Geomorfik

Tahapan geomorfik di daerah penelitian adalah tahap muda. Hal ini


dibuktikan oleh karakteristik sungai yang terlihat di daerah penelitian. Sungai-sungai
di daerah penelitian memiliki lembah berbentuk V yang menunjukkan erosi vertikal
lebih dominan daripada erosi lateral. Kerucut Gunung Rajabasa berbentuk kerucut
terpancung dengan kawah yang membuka ke arah baratlaut-utara. Karakteristik-
karakteristik ini yang menunjukkan bahwa tahapan geomorfik di daerah penelitian
merupakan tahap geomorfik muda.

III.2 STRATIGRAFI

Penamaan satuan stratigrafi di daerah penelitian mengacu kepada Sandi


Stratigrafi Indonesia oleh IAGI (Ikatan Ahli Geologi Indonesia, 1992 dalam
Yuwono, 2004) yang berdasarkan pengelompokan sumber, jenis batuan/endapan, dan
urutan kejadian serta penamaan satuan tidak resmi (lokal) yang telah dilakukan para
peneliti sebelumnya seperti Mangga dkk., (1993), Pusat Survei Geologi (1989 dalam
Pusat Survei Geologi, 2009), dan Suswati dkk. (2001).

Penggolongan mekanisme pengendapan material vulkanik menjadi lava dan


piroklastik aliran mengacu kepada klasifikasi oleh McPhie dkk. (1993 dalam
Yuwono, 2004). Mekanisme aliran lava dicirikan oleh kenampakan lava dengan
struktur kekar berlembar dan/atau pengamatan mikroskopis yang menunjukkan
struktur aliran. Piroklastik aliran dicirikan oleh breksi piroklastik aliran dengan
fragmen monolitik berbentuk sangat menyudut hingga menyudut tanggung, terpilah
buruk sampai sedang, masif, kemas terbuka, dan tertanam dalam massa dasar tuf.

Penamaan megaskopis batuan beku ditentukan berdasarkan klasifikasi


batuan beku secara megaskopis menurut IUGS (International Union of Geological
Science, 1973 dalam Sumintadireja, 2005) dan penamaan batuan piroklastik
berdasarkan klasifikasi batuan piroklastik secara megaskopis oleh Schmidt (1981
dalam Sumintadireja, 2005). Penamaan batuan beku secara mikroskopis ditentukan
berdasarkan klasifikasi batuan beku mikroskopis oleh Williams dkk. (1953).

18
Penamaan pusat erupsi sebagai sumber material vulkanik ditentukan
berdasarkan penamaan secara geografis dan disusun secara relatif dari yang berumur
tua ke muda. Di daerah penelitian, pusat erupsi adalah Gunung Rajabasa dan Gunung
Botak. Umur absolut dari setiap satuan batuan belum dapat ditentukan karena pada
daerah penelitian tidak didapatkan data umur dengan metode pentarikhan umur.
Metode yang digunakan untuk menentukan umur setiap batuan adalah umur relatif
berdasarkan tingkat erosi, ketinggian topografi, pelamparan produk, dan penyetaraan
dengan Peta Geologi Kompleks Gunung Rajabasa oleh Suswati dkk. (2001).

Dalam Peta Geologi Lembar Tanjung Karang, Sumatera (Mangga dkk.,


1993), daerah penelitian termasuk ke dalam Endapan Gunung Api Muda Rajabasa
(Qhv(rb)). Satuan ini terdiri dari lava andesit hingga basalt, breksi, dan tuf yang
berumur Kuarter (Mangga dkk., 1993).

Berdasarkan hasil pemetaan lapangan yang lebih rinci dan analisis sayatan
batuan, daerah penelitian dapat dibagi menjadi empat satuan batuan. Satuan ini dari
tua ke muda yaitu Satuan Piroklastik Aliran Cugung, Satuan Lava Andesit Piroksen
Waymuli, Satuan Lava Andesit Gunung Botak, dan Satuan Aluvial Pantai. Tabel
III.1 menunjukkan kesebandingan stratigrafi daerah penelitian dengan para peneliti
terdahulu.

III.2.1 Satuan Piroklastik Aliran Cugung

Satuan ini menempati bagian utara yang mencakup 35% daerah penelitian
(Lampiran C). Secara megaskopis, satuan ini berupa breksi piroklastik yang
singkapannya berwarna coklat keabuan, lapuk, besar butir 2-40 cm, menyudut
tanggung, pemilahan sedang, kemas terbuka, terdiri dari fragmen andesit (lapuk,
coklat keabuan, masif, terdiri dari mineral plagioklas dan mineral opak) yang
tertanam dalam massa dasar tuf (Gambar III.8).

Sayatan mikroskopis fragmen andesit dalam satuan ini menunjukkan tekstur


hipokristalin porfiritik. Mineral yang teramati pada sayatan satuan ini terdiri dari
fenokris berupa plagioklas berkomposisi andesin, hornblenda, gelas, dan mineral
opak yang tertanam dalam massa dasar yang berupa plagioklas berukuran mikrolit
(Lampiran D).

19
Tabel III.1 Kesetaraan stratigrafi daerah penelitian dari para peneliti sebelumnya dengan hasil pengamatan lapangan.
Zaman Kala Mangga dkk., 1993 Pusat Survei Geologi, 1989 Suswati dkk., 2001 Penulis, 2011
(dalam Pusat Survei
Geologi, 2009)
Sistem Batuan/ Sistem Batuan/ Sistem Batuan/ Sistem Batuan/Endapan
Endapan Endapan Endapan Gunung Api Sedimen
Lava Piroklastik
Aliran
Kuarter Holosen Endapan Endapan Kipas Endapan Endapan
Permukaan (Fd) Permukaan Aluvial
Pantai
Endapan Pantai
(Al)

Pleistosen Gunung Endapan Gunung Lava Gunung Gunung Lava Balerang Gunung Andesit
Rajabasa Gunung Api Rajabasa Rajabasa Balerang (Bl) Botak Gunung
Muda (Qlr) Botak
Rajabasa
(Qhv(rb))

Gunung Lava Gunung Gunung Andesit


Balerang Balerang Balerang Piroksen
(Qlb) Waymuli

Piroklastik
Aliran
Cugung
20
Satuan ini tersingkap dengan baik di Waylubuk, Waykunjir, dan Wayjuwet.
Umur absolut satuan ini tidak ditentukan. Satuan ini dapat disetarakan dengan Satuan
Aliran Piroklastik 2 Balerang (Ba.2) yang berumur Pleistosen (Suswati dkk., 2001).

(a) (b)

Gambar III.8 (a) Foto singkapan breksi piroklastik dari Satuan Piroklastik Aliran
Cugung di Wayjuwet (lokasi WJ 4-23 di Wayjuwet), (b) Foto singkapan breksi
piroklastik dari Satuan Piroklastik Aliran Cugung di Waylubuk (lokasi WL 4-21 di
Waylubuk).

III.2.2 Satuan Lava Andesit Piroksen Waymuli

Satuan ini menempati bagian tengah yang mencakup 40% daerah penelitian
(Lampiran C). Secara megaskopis, satuan ini berupa lava andesit berwarna abu-abu,
agak lapuk, masif, porfiritik dengan mineral piroksen dan plagioklas (Gambar III.9).
Selain itu juga terdapat kekar berlembar dengan litologi andesit yang memiliki
kedudukan N330E/32NE.

(a) (b)

Gambar III.9 (a) Foto singkapan andesit piroksen dari Satuan Lava Andesit
Piroksen Waymuli di Waylubuk, (b) Foto singkapan kekar berlembar di Waylubuk
(lokasi WK 3-10 dan WK 3-9 di Waykunjir).
Sayatan mikroskopis satuan ini menunjukkan tekstur holokristalin porfiritik.
Mineral yang teramati pada sayatan satuan ini terdiri dari fenokris berupa piroksen,
21
plagioklas berkomposisi andesin, hornblenda, dan mineral opak yang tertanam dalam
massa dasar yang berupa plagioklas dan piroksen berukuran mikrolit. Massa dasar
pada sayatan ini menunjukkan struktur aliran yang merupakan karakteristik lava
(Lampiran D).

Satuan ini tersingkap dengan baik di Waymuli dan Waykunjir. Umur


absolut satuan ini tidak ditentukan. Satuan ini dapat disetarakan dengan Satuan Lava
7 Balerang (Bl.7) yang berumur Pleistosen (Suswati dkk., 2001).

III.2.3 Satuan Lava Andesit Gunung Botak

Satuan ini menempati bagian selatan yang mencakup 5% daerah penelitian


(Lampiran C). Secara megaskopis, satuan ini berupa lava andesit berwarna coklat,
agak lapuk, porfiritik dengan mineral plagioklas dan hornblenda (Gambar III.10).

Sayatan mikroskopis satuan ini menunjukkan tekstur holokristalin porfiritik.


Mineral yang teramati pada sayatan satuan ini terdiri dari fenokris berupa plagioklas
berkomposisi andesin, hornblenda, dan mineral opak yang tertanam dalam massa
dasar yang berupa plagioklas berukuran kriptolit. Massa dasar pada sayatan ini
menunjukkan struktur aliran yang merupakan karakteristik lava (Lampiran D).

(a) (b)

Gambar III.10 (a) dan (b) Foto singkapan andesit dari Satuan Lava Andesit
Gunung Botak di Gunung Botak (lokasi GB 5-27 di Gunung Botak).
Satuan ini tersingkap dengan baik di Gunung Botak. Umur absolut satuan
ini tidak ditentukan. Satuan ini berasal dari suatu sistem tersendiri yaitu sistem
Gunung Botak dan dapat disetarakan dengan Satuan Lava 12 Balerang (Bl.12) yang
berumur Pleistosen (Suswati dkk., 2001). Satuan Lava Andesit Gunung Botak
merupakan suatu kubah lava. Hal ini dapat dikenali dari bentuk Gunung Botak yang
22
berupa kubah dengan puncak cembung, membulat, tanpa keberadaan depresi dari
morfologi kepundan, dan mempunyai kenampakan halus serta rata. Produk Gunung
Botak ini juga hanya ditemukan di sekitar Gunung Botak saja.

III.2.4 Satuan Aluvial Pantai

Satuan ini menempati bagian selatan yang mencakup 20% daerah penelitian
(Lampiran C). Secara megaskopis, satuan ini terdiri dari bongkah-bongkah andesit
berwarna abu kecoklatan, membulat-menyudut tanggung, berukuran 15-100 cm, dan
agak lapuk (Gambar III.11).

Satuan ini tersingkap sangat baik di Pantai Wartawan (sekitar Gunung


Botak). Umur satuan ini adalah Holosen hingga Resen.

(a) (b)

Gambar III.11 (a) dan (b) Foto Satuan Aluvial Pantai di Pantai Wartawan (sekitar
Gunung Botak) (lokasi AP 1-3 di Gunung Botak).

III.3 STRUKTUR GEOLOGI

III.3.1 Analisis Kelurusan Citra SRTM dan Peta Topografi

Pola kelurusan di daerah penelitian memiliki arah baratlaut-tenggara


(N325E) seperti yang ditunjukkan pada Gambar III.6. Dominasi arah ini didapatkan
dari pengeplotan arah kelurusan-kelurusan dari citra SRTM dan peta topografi pada
diagram roset (Gambar III.7). Secara regional, arah sesar-sesar di kompleks Gunung
Rajabasa juga berarah baratlaut-tenggara (Suswati dkk., 2001). Sesar-sesar regional
berarah baratlaut-tenggara ini mengontrol sistem panas bumi di Gunung Rajabasa

23
bagian utara dan tenggara (Nazarwin, 1994). Di daerah penelitian, pola kelurusan
yang berarah baratlaut-tenggara mengikuti kelurusan dari sesar di Gunung Botak.

III.3.2 Analisis Sesar

Struktur geologi di daerah penelitian ditentukan berdasarkan pengamatan


kelurusan dari citra SRTM dan peta topografi serta pengamatan langsung di
lapangan. Pola kelurusan di daerah penelitian menunjukkan arah pola struktur yang
berkembang. Berdasarkan hasil pengamatan, struktur geologi di daerah penelitian
terdiri dari struktur primer yang berupa kekar berlembar dan struktur sekunder yang
berupa sesar.

Struktur kekar berlembar dapat diamati dengan jelas pada singkapan lava
andesit piroksen di Waylubuk serta singkapan lava andesit di Gunung Botak.
Struktur sesar yang teramati di lapangan berupa gejala breksiasi (Gambar III.12 (a))
dan kenampakan shear fractures (Gambar III.12 (b)) yang tampak di sebelah barat
Gunung Botak. Analisis kinematika dilakukan untuk mengetahui jenis pergerakan
sesar. Penentuan nama sesar dilakukan berdasarkan klasifikasi ganda oleh Richard
(1973 dalam Sapiie dan Harsolumakso, 2009). Penamaan struktur ditetapkan dari
nama daerah yang menunjukkan bukti-bukti keberadaan sesar tersebut.

(a) (b)

Gambar III.12 (a) Zona breksiasi di sekitar Gunung Botak, (b) Shear fractures di
sekitar Gunung Botak (lokasi GB 5-25 dan GB 5-27 di Gunung Botak).
Sesar yang ditemukan di daerah penelitian adalah Sesar Gunung Botak.
Bukti pertama keberadaan sesar ini adalah munculnya geiser Gunung Botak di
sebelah barat Gunung Botak (tepatnya di Pantai Wartawan, Teluk Lampung). Bukti
selanjutnya adalah keberadaan zona breksiasi serta shear fractures (Gambar III.12).
Data arah zona breksiasi dan kedudukan shear fractures terdapat pada Lampiran E.
24
Berdasarkan analisis kinematika sesar, sesar di daerah penelitian merupakan
sesar menganan turun (Gambar III.13) dan dinamakan Sesar Menganan Turun
Gunung Botak. Sesar ini berumur relatif muda, yaitu Pleistosen. Hal ini dibuktikan di
lapangan, bahwa batuan lava andesit di Gunung Botak terpotong oleh sesar ini,
sehingga terkekarkan sangat kuat. Sesar ini juga mengakibatkan munculnya geiser di
Gunung Botak.

2
Shear Fracture 1
Shear Fracture 2
2
Bidang Sesar

3 1
Arah pergerakan sesar

2
2

Gambar III.13 Analisis kinematika sesar Gunung Botak. Data pengukuran diberikan
pada Lampiran E.

25

You might also like