You are on page 1of 166

HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DAN FAKTOR LINGKUNGAN

DENGAN KEBERADAAN LARVA NYAMUK AEDES AEGYPTI


DI KELURAHAN SAWAH LAMA TAHUN 2013

SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Oleh:

Mentary Putry Rendy

109101000043

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2013
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
KESEHATAN LINGKUNGAN
Skripsi, Agustus 2013

MENTARY PUTRY RENDY, NIM : 109101000043

Hubungan Faktor Perilaku dan Faktor Lingkungan dengan Keberadaan Larva


Nyamuk AedesAegypti di Kelurahan Sawah Lama Tahun 2013
XVII + 112halaman, 3 bagan, 2 gambar, 20 tabel, 4lampiran

ABSTRAK
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang sering menimbulkan
Kejadian Luar Biasa (KLB) di Indonesia dan sering menjadi masalah kesehatan
masyarakat yang utama di berbagai wilayah. Salah satu cara mencegahnya adalah
dengan memutus siklus kehidupan nyamuk, khususnya pada stadium larva. Berdasarkan
hasil studi pendahuluan pada penelitian ini, ditemukan larva nyamuk Aedes aegypti pada
4 dari 10 rumah yang diperiksa.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional,
yang dilakukan pada bulan Juni-Juli di Kelurahan Sawah Lama Kota Tangerang Selatan
tahun 2013. Tujuannya untuk mengetahui hubungan faktor perilaku dan faktor
lingkungan dengan keberadaan larva Aedes aegypti di Kelurahan Sawah Lama tahun
2013. Sampel pada penelitian ini merupakan ibu-ibu yang bertempat tinggal di
Kelurahan Sawah Lama.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 55% rumah responden ditemukan larva
Aedes aegypti. Faktor-faktor yang berhubungan dengan keberadaan larva Aedes aegypti
dalam penelitian ini yaitu pengetahuan (p value 0,001), sikap (p value 0,004), praktek
menguras tempat penampungan air (p value 0,013),praktekmenyingkirkanbarang-
barangbekas yang dapatmenjaditempatpenampungan air(p value 0,032), jenis tempat
penampungan air(p value 0,007). Sedangkan faktor-faktor yang tidak berhubungan
dengan keberadaan larva Aedes aegypti dalam penelitian ini yaitu praktek menutup
tempat penampungan air (p value 0,099) dan ketersediaan tutup pada tempat
penampungan air (p value 0,621). Faktor yang paling dominan dengan keberadaan larva
Aedes aegypti adalah pengetahuan.
Untuk mengurangi adanya keberadaan larva Aedes aegypti disarankan agar setiap
masyarakat dan stakeholder bekerjasama untuk mencegah adanya larva dengan selalu
berperilaku hidup bersih dan sehat sehingga dapat meniadakan tempat-tempat yang
berpotensi untuk kelangsungan siklus hidup nyamuk.

Kata kunci : DBD, larva nyamuk Aedes aegypti, perilaku dan lingkungan
Daftar bacaan : 62 (1971 - 2012)

ii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH
ENVIRONMENTAL HEALTH
Undergraduate Thesis, August 2013

Mentary Putry Rendy, NIM : 109101000043

Behavioral Factors Relationships And Environmental Factors With Aedes Aegypti


Mosquito Larvae Presence In Kampung Sawah 2013
XVII + 112 pages, 3 charts, 2 images, 20 tables, 4 attachments

ABSTRACT

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is a kind of diseases which causes an extra


ordinary ambience in Indonesia and often become a major healthy problem of people
among the citizen. One of the way to prevent this disease is to break the life cycle of
mosquitoes, especially over the larva level. Based on result of the preliminary study in
this research, 4 from 10 houses that had been checked there are larvae to be found over
the research.
This research is quantitative research by approaching cross sectional, the research
conducted on June-July at Sawah Lama village of Tanggerang Selatan in 2013. The
objection of this research is to know about the correlation of the behavior factor and the
environment factor over the larvae of Aedes aegypti that has exist on it at Sawah Lama
district of Tanggerang Selatan in 2013. The samples of the research are the house wives
as the resident of Sawah Lama district.
The result of the research showed that 55% houses as respondent have been found
larve Aedes aegypti. The common factors that has a correlation with the existence of
Aedes aegypti larva in this research is a knowledge (p value 0,001), behavior (p value
0,004), act of draining the water container (p value 0,013), act of throw out unusable
thing that can be mosquitos nest (p value 0,032), kind of water container (p value
0,007). More over factors that not related to Aedes aegypti larva in this research is the
act of closing the water container cap (p value 0,099) and the existence of the water lid
(p value 0,621). Dominantly, a knowledge factor as the most factor of the existence of
Aedes aegypti larvae.
For reducing the existence of Aedes aegypti larvae, suggested to every people
over the community and stakeholder work together to break the existence Aedes aegypti
larva by applying clean and health life behavior in order to leave the environment
prospects of mosquitos life cycle.

Keywords : dengue, mosquito larvae of Aedes aegypti, behavioral and environmental


References : 62 (1971 - 2012)

iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Identitas Pribadi
Nama : Mentary Putry Rendy
TTL : Pasir, 25Februari 1992
AlamatAsal : Surau Kamba No. 25, IV Angkat, Kab. Agam, Sumatera Barat
AlamatSekarang : Jalan Nubala No. 25 B, RT. 004 / RW. 08, Pisangan, Ciputat,
Tangerang Selatan
Agama : Islam
Gol.Darah :A
Status : BelumMenikah
No. Telp : 085697258905
Email : mentary.putry@yahoo.com

RiwayatPendidikan
2009 - sekarang : S1-Peminatan Kesehatan Lingkungan, Program Studi Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2006 - 2009 : SMA Negeri 3 TeladanBukittinggi
2003 - 2006 : SMP Negeri 2 Bukittinggi
1997 - 2003 : SD Negeri 01 BPA Bukittinggi

PengalamanOrganisasi
2009 - 2010 : Anggota KSR PMI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2010 2011 : Staff Publikasi dan Humas KSR PMI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2010 - 2011 : Koordinator Departemen Seni dan Budaya IKMM Ciputat
2011 - sekarang : Anggota Environmental Health Student Association (ENVIHSA)
Indonesia
2011 - sekarang : Sekretaris I IKMM Ciputat

vi
PengalamanKerja
2011 - 2012 : Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) di Puskesmas Ciputat
2012 : Orientasi Kerja di PT. Proton Gumilang
2012 : Panitia Peresmian dan Pelatihan Program CSR Kemitraan PT. Yama
Engineering dengan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2013 : Kerja Praktek di PT. Chevron Pacific Indonesia

vii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbilalamin, puji syukur kepada Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan
Skripsi yang berjudul Hubungan Faktor Perilaku dan Faktor Lingkungan dengan
Keberadaan Larva Nyamuk Aedes Aegypti di Kelurahan Sawah Lama Kota
Tangerang Selatan tahun 2013. Sholawat dan salam juga dihaturkan kepada
Rasulullah SAW, semoga kita memperoleh syafaatnya di akhirat nanti. Amin.
Penulis menyadari bahwa laporan ini tidak akan tersusun dan selesai tanpa adanya
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan hingga terselesaikannya
laporan skripsi ini, diantaranya:
1. Orang tua dan keluarga besar penulis yang senantiasa memberikan dukungan
moril dan materil serta doa yang tulus untuk keberhasilan penulis.
2. Bapak Prof. Dr. (hc). Dr. M.K. Tadjuddin, Sp. And selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Febrianti, MSi, selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat.
4. Ibu Ela Laelasari, S.KM, M.Kes dan Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS
selaku pembimbing skripsi yang telahbanyakmembantupenelitidariawalsampai
akhir penulisan laporan skripsi ini serta telah banyak meluangkan waktu untuk
memberikan masukan dan arahan dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Ibu Minsarnawati, SKM, M.Kes selaku penguji dalam ujian proposal skripsi,
terima kasih atas kesediaannya untuk menjadi penguji dalam ujian proposal
skripsi dan saran-saran yang sangat berarti bagi penulis.
6. Bapak/Ibu dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan
banyak ilmu yang sangat bermanfaat dan semoga dapat diaplikasikan dalam
kehidupan peneliti.

viii
7. Para pegawai di Puskesmas Kampung Sawah yang telah memberikan izin
pengambilan data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini dan membantu
di lapangan.
8. Sahabat-sahabat terbaik cumi-cumi (Amelia Marif, Indryani, Nani Sulistyarini
dan Rahmi Fadhila).
9. Sahabat-sahabat di kosan (Ami, Rosita, Emmy dan Reni).
10. Sahabat-sahabat Jamaah Kesehatan Lingkungan 2009 (Nisa, Agung,Ima, Ersa,
Ratna, Rudi, Zia, Yeni, Maya, Dilla, Cita, Udin, Reni, Yudi, Ami, Aan, Nita,
Morrys, Risma) serta adik-adik kelas Kesehatan Lingkungan.
11. Sahabat-sahabat di Program Studi Kesehatan Masyarakat angkatan 2009.
12. Dunsanak-dunsanak IKMM Ciputat.
13. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan skripsi ini, yang
tidak dapat peneliti sebutkan satu-persatu.
Peneliti menyadari bahwa dalam penulisan laporan skripsi ini masih jauh dari
sempurna, sehingga peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran demi kemajuan
dimasa mendatang. Semoga laporan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Amin.

Jakarta, 2013

Peneliti

ix
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PERNYATAAN i
ABSTRAK ii
ABSTRAC iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING iv
LEMBAR PERSETUJUAN PENGUJI v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP vi
KATA PENGANTAR viii
DAFTAR ISI x
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR BAGAN xvii

BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 5
C. Pertanyaan Penelitian 6
D. Tujuan Penelitian 8
1. Tujuan Umum 8
2. Tujuan Khusus 8
E. Manfaat Penelitian 10
1. Bagi Dinas Kesehatan 10
2. Bagi Puskesmas 10
3. Bagi Kelurahan 10
4. Bagi Program Kesehatan Lingkungan 10
F. Ruang Lingkup 11

BAB II TINJAUAN PUSAKA 12


A. Demam Berdarah Dengue (DBD) 12
B. Vektor Penular 17
C. Pengendalian Vektor DBD 24
D. Patogenesis Penyakit Berbasis Lingkungan 33
E. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keberadaan Larva
Aedes Aegypti 34
F. KerangkaTeori 43

x
BAB IIIKERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN
HIPOTESIS PENELITIAN 44
A. Kerangka Konsep 44
B. Definisi Operasional 46
C. Hipotesis Penelitian 53

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 54


A. Desain Penelitian 54
B. Lokasi dan Waktu Penelitian 54
C. Populasi dan Sampel 54
D. Pengumpulan Data 57
E. Instrument Penelitian 58
F. Jenis Data 59
G. Pengolahan Data 59
H. Analisis Data 60

BAB V HASIL 62
A. Gambaran Umum Tempat Penelitian 62
B. Analisis Univariat 62
1. Gambaran Keberadaan Larva 63
2. Gambaran Pengetahuan 64
3. Gambaran Sikap 64
4. Gambaran Praktek Menguras Tempat Penampungan Air 65
5. Gambaran Praktek Menyingkirkan Barang-Barang Bekas 66
6. Gambaran Praktek Menutup Tempat Penampungan Air 67
7. Gambaran Ketersediaan Tutup Pada TPA 67
8. Gambaran Jenis TPA 68
C. Analisis Bivariat 69
1. Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Keberadaan Larva
Aedes Aegypti 69
2. Hubungan Antara Sikap Dengan Keberadaan Larva Aedes
Aegypti 71
3. Hubungan Antara Praktek Menguras Tempat Penampungan
Air Dengan Keberadaan Larva Aedes Aegypti 72
4. Hubungan Antara Praktek Menyingkirkan Barang-Barang
Bekas Yang Dapat Menjadi Tempat Penampungan Air
Dengan Keberadaan Larva Aedes Aegypti 73
5. Hubungan Antara Praktek Menutup Tempat Penampungan
Air Dengan Keberadaan Larva Aedes Aegypti 75

xi
6. Hubungan Antara Ketersediaan Tutup Pada TPA Dengan
Keberadaan Larva Aedes Aegypti 76
7. Hubungan Antara Jenis TPA Dengan Keberadaan Larva
Nyamuk Aedes Aegypti 78
D. Analisis Multivariat 79
1. Pemilihan Variabel Kandidat Analisis Multivariat 79
2. Pembuatan Model Faktor Penentu Variabel yang Paling
Berpengaruh 80

BAB VI PEMBAHASAN 83
A. Keterbatasan Penelitian 83
B. Gambaran Keberadaan Larva Aedes Aegypti 84
C. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Keberadaan Larva
Aedes Aegypti 86
1. Pengetahuan 86
2. Sikap 88
3. Praktek Menguras Tempat Penampungan Air 91
4. Praktek Menyingkirkan Barang-Barang Bekas 93
5. Praktek Menutup Tempat Penampungan Air 96
6. Ketersediaan Tutup pada Tempat Penampungan Air 97
7. Jenis Tempat Penampungan Air 100

BAB VII PENUTUP 102


A. Simpulan 102
B. Saran 104

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xii
DAFTAR TABEL

No.Tabel No. Halaman


3.1 Definisi Operasional 46
4.1 Hasil Perhitungan Sampel 56
5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Keberadaan
Larva Aedes aegypti 63
5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan 64
5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap 64
5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Praktek Menguras
Tempat Penampungan Air 65
5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Praktek
Menyingkirkan Barang Barang Bekas 66
5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Praktek Menutup
Tempat Penampungan Air 67
5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Ketersediaan Tutup
Pada Tempat Penampungan Air 68
5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Tempat
Penampungan Air 69
5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan dan Keberadaan
Larva Aedes aegypti di Kelurahan Sawah Lama Tahun 2013 70
5.10 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap dan Keberadaan Larva
Aedes aegypti di Kelurahan Sawah Lama Tahun 2013 71
5.11 Distribusi Responden Berdasarkan Praktek Menguras Tempat
Penampungan Air dan Keberadaan Larva Aedes aegyptidi
KelurahanSawah Lama Tahun 2013 72
5.12 Distribusi Responden Berdasarkan Praktek Menyingkirkan
Barang Barang Bekas dan Keberadaan Larva Aedes aegyptidi
Kelurahan Sawah Lama Tahun 2013 74
5.13 Distribusi Responden Berdasarkan Praktek Menutup Tempat
Penampungan Air dan Keberadaan Larva Aedes aegypti di
Kelurahan Sawah Lama Tahun 2013 75
5.14 Distribusi Responden Berdasarkan Ketersediaan Tutup Pada
Tempat Penampungan Air dan Keberadaan Larva Aedes aegypti
Di Kelurahan Sawah Lama Tahun 2013 77
5.15 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Tempat Penampungan Air
Dan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Kelurahan Sawah Lama
Tahun 2013 78

xiii
5.16 Hasil Analisis Bivariat Antara Variabel Pengetahuan, Sikap,
Praktek Menguras Tempat Penampungan Air, Praktek
Menyingkirkan Barang-Barang Bekas yang Dapat Menjadi
Tempat Penampungan Air, Praktek Menutup Tempat
Penampungan Air dan Jenis Tempat Penampungan Air
di Kelurahan Sawah Lama Tahun 2013 80
5.17 Hasil Analisis Multivariat di Kelurahan Sawah Lama
Tahun 2013 81
5.18 Hasil Analisis Multivariat Antara Pengetahuan, Sikap, Praktek
Menyingkirkan Barang-Barang Bekas yang dapat Menjadi
Tempat Penampungan Air dan Jenis Tempat Penampungan Air
Di Kelurahan Sawah Lama Tahun 2013 82

xiv
DAFTAR GAMBAR

No.Gambar Nomor Halaman


2.1 Siklus Hidup Nyamuk 21
2.2 Tempat yang Diperlukan untuk Siklus
Perkembangan Nyamuk 22

xv
DAFTAR BAGAN

Nomor Bagan Nomor Halaman


2.1 Patogenesis Penyakit Dalam Prespektif Lingkungan
Dan Kependudukan 33
2.1 Kerangka Teori 43
3.1 Kerangka Konsep 45

xvi
LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Penelitian


Lampiran 2 Lembar Kuesioner
Lampiran 3 Lembar Observasi
Lampiran4 Output

xvii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

(DHF) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dari genus

Flavivirus, famili Flaviviridae yang dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk

Aedes aegypti yang terinfeksi virus dengue ke manusia. Virus dengue mempunyai

4 jenis serotipe, yaitu Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4. Penyakit DBD dapat

menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian, (Kemenkes RI,

2010).

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang banyak

ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan

bahwa Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap

tahunnya, (Kemenkes RI, 2010). WHO (2007), memperkirakan setiap tahun

terdapat sekitar 50-100 juta kasus DBD dengan 500.000 diantaranya memerlukan

perawatan di rumah sakit dan diketahui bahwa DBD merupakan penyebab utama

kesakitan dan kematian di Asia Tenggara dengan 57% dari total kasus DBD di

Asia Tenggara terjadi di Indonesia. Sementara itu, WHO dalam Kemenkes RI

(2010) juga mencatat sejak tahun 1968 hingga tahun 2009 Indonesia sebagai

negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara.

1
2

Dalam epidemiologi terdapat ukuran-ukuran yang dapat menggambarkan

angka kesakitan/angka insiden (IR/Incident Rate) dan angka kematian (CFR/Case

Fatality Rate) kasus DBD. IR merupakan frekuensi penyakit baru yang berjangkit

dalam masyarakat di suatu wilayah/tempat pada waktu tertentu. Sedangkan CFR

merupakan persentase angka kematian oleh sebab penyakit tertentu, (Notoatmodjo,

2007).

Data dari Ditjen PP & PL Depkes RI (2009) dalam Kemenkes RI (2010),

menunjukkan angka insiden DBD per 100.000 penduduk di Indonesia tahun 1968-

2009 terjadi tren yang terus meningkat. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor yang

mempengaruhi peningkatan kasus termasuk lemahnya upaya program

pengendalian DBD, sehingga upaya program pengendalian DBD perlu mendapat

perhatian lebih terutama pada tingkat kabupaten/kota dan Puskesmas.

Berdasarkan data Ditjen PP & PL, Kemenkes (2012) dalam Profil Data

Kesehatan Indonesia Tahun 2011, dari jumlah penduduk Indonesia 241.182.182

jiwa terjadi kasus DBD sebanyak 65.432 jiwa dan jumlah kasus meninggal 595

dengan CFR 0,91% dan IR per 100.000 penduduk adalah 27,56. Sementara itu,

target nasional untuk IR adalah <53 per 100.000 penduduk. Provinsi Banten

dengan jumlah penduduk 10.922.177 jiwa terdapat jumlah kasus 1.736 jiwa dan

jumlah kasus meninggal 32 kasus dengan CFR 1,84% dan IR per 100.000

penduduk adalah 15,89. Angka IR di atas masih di bawah standar nasional, namun

Indonesia dan Provinsi Banten masih merupakan daerah endemis DBD. Hal ini
3

dikarenakan penyakit DBD di wilayah Indonesia dan Banten sering terjadi pada

populasi secara konstan dalam jumlah sedikit atau sedang.

Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu kota Endemis DBD di

Provinsi Banten. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan

(2013), IR tahun 2012 adalah 60 per 100.000 penduduk, tercatat juga beberapa

Puskesmas masih memiliki angka kesakitan DBD diatas target nasional. Selain itu,

berdasarkan data tersebut diketahui pula bahwa Puskesmas Kampung Sawah

merupakan daerah dengan kasus DBD yang tinggi dibandingkan dengan

Puskesmas lainnya yang berada di wilayah Tangerang Selatan. Dari 66.496 jumlah

penduduk terdapat 79 total kasus DBD dengan 1 orang meninggal dengan IR 11,9

per 10.000 penduduk dan CFR 1,3.

Puskesmas Kampung Sawah mempunyai 2 kelurahan wilayah kerja, yakni

Kelurahan Sawah Lama dan Sawah Baru. Untuk kasus DBD Kelurahan Sawah

Lama memiliki angka kasus paling tinggi dibandingkan dengan Kelurahan Sawah

Baru dan Kelurahan lainnya di Kota Tangerang Selatan, yaitu dengan total 41

kasus dari 35.130 jumlah penduduk. Disamping itu IR dan CFR masing-masing

yaitu 11,671 per 10.000 penduduk dan 0,00. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh

kondisi lingkungan yang kurang baik sehingga memungkinkan untuk

perkembangan siklus hidup vektor DBD, (Dinkes Tangsel, 2013).

Kondisi lingkungan yang memungkinkan nyamuk Aedes aegypti hidup

merupakan faktor yang mendorong adanya kejadian DBD. Memutus mata rantai

penularan DBD adalah cara yang tepat untuk mencegah terjadinya penyakit ini.
4

Memberantas jentik-jentik/larva nyamuknya adalah cara yang tepat untuk

mencegah kejadian DBD, (Depkes, 2000).

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

(2005) menetapkan bahwa standar nasional untuk Angka Bebas Jentik (ABJ) yaitu

95%. Namun, yang sangat penting diperhatikan adalah peningkatan pemahaman,

sikap dan perubahan perilaku masyarakat terhadap penyakit ini akan sangat

mendukung percepatan untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit DBD,

(Ginanjar, 2008).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Angka Bebas

Jentik (ABJ) di wilayah kerja Puskesmas Kampung Sawah ini sangat rendah yaitu

69%. Sedangkan untuk kelurahan wilayah kerjanya yakni Kelurahan Sawah Lama

dan Kelurahan Sawah Baru memiliki Angka Bebas Jentik masing-masing wilayah

53% dan 83%. Studi pendahulan yang dilakukan peneliti pada 10 rumah di

Kelurahan Sawah Lama ditemukan 4 rumah dengan jentik nyamuk. Hal ini

menandakan kurangnya perilaku untuk hidup bersih dan sehat di masyarakat.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ririh (2005) menunjukkan

terdapat hubungan antara kelembaban udara, jenis kontainer, pengetahuan dan

sikap terhadap keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan

Wonokusumo, Kecamatan Semampir, Kota Surabaya. Penelitian Suyasa (2008),

menunjukkan ada hubungan antara kepadatan penghuni, keberadaan tempat

ibadah, keberadaan pot tanaman hias, saluran air hujan, mobilitas penduduk,

keberadaan kontainer, tindakan dan kebiasaan menggantung pakaian dengan


5

keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas I Denpasar

Selatan.

Penelitian lain, Setiawan (2002) menunjukkan ada hubungan antara letak

TPA/tempat penampungan air, tutup TPA dan frekuensi pembersihan TPA. Selain

itu penelitian Damyanti (2009) mengenai hubungan pengetahuan, sikap dan

praktek 3M (menutup, mengubur dan menguras) dengan keberadaan jentik Aedes

aegypti menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan, sikap, praktek

menguras tempat penampungan air dan praktek mengubur atau menyingkirkan

barang-barang bekas dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di

Kelurahan Kepolorejo, Magetan.

Berdasarkan uraian di atas, penyebab terjadinya DBD bukan hanya terjadi

karena adanya vektor pembawa virus DBD saja, namun ada faktor lain seperti

perilaku masyarakat terhadap pemberantasan sarang nyamuk atau yang dikenal

PSN DBD dengan kegiatan 3M (mengubur, menutup dan menguras tempat

penampungan air/TPA) serta lingkungan yang mempengaruhi keberadaan vektor

tersebut yang menyebabkan keberadaan vektor tetap ada. Oleh karena itu, peneliti

ingin meneliti mengenai hubungan faktor perilaku dan faktor lingkungan dengan

keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Sawah Lama tahun 2013.

B. Rumusan Masalah

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang sering

ditemukan baik endemik maupun epidemik di wilayah tropis dan subtropis. Di


6

Indonesia sering menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) DBD dan sering menjadi

masalah kesehatan masyarakat yang utama di berbagai wilayah. Faktor manusia,

faktor agen dan faktor lingkungan merupakan faktor yang saling berhubungan

dengan kejadian penyakit ini. Oleh karena itu, perlu dilakukan pencegahan untuk

mengurangi dan menghabiskan penyakit ini.

Salah satu caranya adalah dengan memutus siklus vektor pembawa penyakit

DBD yaitu siklus kehidupan nyamuk Aedes aegypti. Keberadaan larva/jentik

nyamuk Aedes aegypti pada tempat penampungan air rumah tangga merupakan

keadaan yang harus dihilangkan. Standar nasional menetapkan standar untuk

Angka Bebas Jentik yaitu 95%. Kelurahan Sawah Lama memiliki Angka Bebas

Jentik 53%.

Disamping itu, total kasus DBD di Kelurahan Sawah Lama juga tinggi

dibandingkan dengan total kasus yang ada di tiap kelurahan yang ada di Kota

Tangerang Selatan yakni 41 total kasus. Berdasarkan hal di atas penelitian ingin

meneliti hubungan faktor perilaku dan faktor lingkungan dengan keberadaan larva

nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Sawah Lama tahun 2013.

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran keberadaan larva Aedes aegypti di Kelurahan Sawah


Lama tahun 2013?

2. Bagaimana gambaran pengetahuan di Kelurahan Sawah Lama tahun 2013?


7

3. Bagaimana gambaran sikap di Kelurahan Sawah Lama tahun 2013?

4. Bagaimana gambaran praktek menguras tempat penampungan air di

Kelurahan Sawah Lama tahun 2013?

5. Bagaimana gambaran praktek menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat

menjadi tempat penampungan air di Kelurahan Sawah Lama tahun 2013?

6. Bagaimana gambaran praktek menutup tempat penampungan air di Kelurahan

Sawah Lama tahun 2013?

7. Bagaimana gambaran ketersediaan tutup pada TPA di Kelurahan Sawah Lama

tahun 2013?

8. Bagaimana gambaran jenis TPA di Kelurahan Sawah Lama tahun 2013?

9. Bagaimana hubungan pengetahuan dengan keberadaan larva nyamuk Aedes

aegypti di Kelurahan Sawah Lama tahun 2013?

10. Bagaimana hubungan sikap dengan keberadaan larva nyamuk Aedes aegypti

di Kelurahan Sawah Lama tahun 2013?

11. Bagaimana hubungan praktek menguras tempat penampungan air dengan

keberadaan larva nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Sawah Lama tahun

2013?

12. Bagaimana hubungan praktek menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat

menjadi tempat penampungan air dengan keberadaan larva nyamuk Aedes

aegypti di Kelurahan Sawah Lama tahun 2013?


8

13. Bagaimana hubungan praktek menutup tempat penampungan air dengan

keberadaan larva nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Sawah Lama tahun

2013?

14. Bagaimana hubungan ketersediaan tutup pada TPA dengan keberadaan larva

nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Sawah Lama tahun 2013?

15. Bagaimana hubungan jenis TPA dengan keberadaan larva nyamuk Aedes

aegypti di Kelurahan Sawah Lama tahun 2013?

16. Apakah faktor yang paling dominan terhadap keberadaan larva nyamuk Aedes

aegypti di Kelurahan Sawah Lama tahun 2013?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan faktor perilaku dan faktor lingkungan dengan

keberadaan larva Aedes aegypti di Kelurahan Sawah Lama tahun 2013.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran keberadaan larva Aedes aegypti di Kelurahan Sawah

Lama tahun 2013.

b. Mengetahui gambaran pengetahuan di Kelurahan Sawah Lama tahun 2013.

c. Mengetahui gambaran sikap di Kelurahan Sawah Lama tahun 2013.

d. Mengetahui gambaran praktek menguras tempat penampungan air dengan

keberadaan larva nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Sawah Lama tahun

2013.
9

e. Mengetahui gambaran praktek menyingkirkan barang-barang bekas yang

dapat menjadi tempat penampungan air di Kelurahan Sawah Lama tahun

2013.

f. Mengetahui gambaran praktek menutup tempat penampungan air di

Kelurahan Sawah Lama tahun 2013.

g. Mengetahui gambaran ketersediaan tutup pada TPA di Kelurahan Sawah

Lama tahun 2013.

h. Mengetahui gambaran jenis TPA di Kelurahan Sawah Lama tahun 2013.

i. Mengetahui hubungan pengetahuan dengan keberadaan larva nyamuk Aedes

aegypti di Kelurahan Sawah Lama tahun 2013.

j. Mengetahui hubungan sikap dengan keberadaan larva nyamuk Aedes aegypti

di Kelurahan Sawah Lama tahun 2013.

k. Mengetahui hubungan praktek menguras tempat penampungan air dengan

keberadaan larva nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Sawah Lama tahun

2013.

l. Mengetahui hubungan praktek menyingkirkan barang-barang bekas yang

dapat menjadi tempat penampungan air dengan keberadaan larva nyamuk

Aedes aegypti di Kelurahan Sawah Lama tahun 2013.

m. Mengetahui hubungan praktek menutup tempat penampungan air dengan

keberadaan larva Aedes aegypti di Kelurahan Sawah Lama tahun 2013.

n. Mengetahui hubungan ketersediaan tutup pada TPA dengan keberadaan

larva nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Sawah Lama tahun 2013.


10

o. Mengetahui hubungan jenis TPA dengan keberadaan larva nyamuk Aedes

aegypti di Kelurahan Sawah Lama tahun 2013.

p. Mengetahui faktor yang paling dominan yang mempengaruhi keberadaan

larva nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Sawah Lama tahun 2013.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Dinas Kesehatan

Untuk memberikan masukan bagi pengambil keputusan dan pengelola

program pada Dinas Kesehatan dalam melakukan intervensi yang tepat untuk

program pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD.

2. Bagi Puskesmas

Untuk meningkatkan kinerja dan intervensi dalam program pencegahan

dan penanggulangan penyakit DBD melalui Puskesmas.

3. Bagi Kelurahan

Untuk memberikan masukan sebagai upaya peningkatan peran serta

masyarakat dalam kegiatan pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD.

4. Bagi Program Kesehatan Lingkungan

Untuk memberikan informasi bagi peneliti selanjutnya tentang faktor-

faktor yang berhubungan dengan keberadaan larva Aedes aegypti terhadap

kejadian DBD.
11

F. Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan faktor perilaku dan

faktor lingkungan dengan keberadaan larva Aedes aegypti di Kelurahan Sawah

Lama tahun 2013. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan

rancangan cross sectional. Penelitian dilakukan pada bulan Juni-Juli tahun 2013.

Data diperoleh dari data primer yaitu lembar kuesioner dan lembar observasi serta

data sekunder yaitu data Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, Puskesmas

Kampung Sawah dan Kelurahan Sawah Lama.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Demam Berdarah Dengue (DBD)

1. Pengertian Demam Berdarah Dengue

Demam Berdarah Dengue (Dengue Haemorraghic Fever) merupakan

penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis

demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam,

limfadenopati, diatesis hemoragik dan perembesan plasma yang ditandai oleh

hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga

tubuh, (Nisa, 2007).

2. Etiologi DBD

Virus dengue memiliki 4 tipe virus penyebab DBD, yaitu: DEN-1,

DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Tiap virus dapat dibedakan melalui isolasi virus

di laboratorium. Infeksi oleh satu tipe virus dengue akan memberikan

imunitas yang menetap terhadap infeksi virus yang sama pada masa yang akan

datang. Namun hanya memberikan imunitas sementara dan parsial terhadap

infeksi tipe virus lainnya, (Ginanjar, 2008).

Virus yang ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes

aegypti memerlukan 8-10 hari untuk menyelesaikan masa inkubasi ekstrinsik

dari lambung sampai kelenjar ludah nyamuk tersebut. Sebelum demam

12
13

muncul pada penderita, virus ini sudah terlebih dulu berada dalam darah 1-2

hari. Setelahnya penderita berada dalam kondisi virenia selama 4-7 hari,

(Ginanjar, 2008).

3. Gejala Klinis

Gejala klinis yang mungkin timbul pasca-infeksi virus dengue sangat

beragam, mulai dari demam tidak spesifik (sindrom infeksi demam virus),

demam dengue, demam berdarah dengue (DBD), hingga yang terberat yaitu

sindrom syok dengue, (Ginanjar, 2008).

Pada penderita penyakit DBD dapat ditemukan gejala-gejala klinis dan

laboratoris, sebagai berikut, (Tumbelaka, 2004):

a. Kriteria Klinis

1) Demam tinggi yang berlangsung dalam waktu singkat, antara 2-7 hari,

yang dapat mencapai 40oC. Demam sering disertai gejala tidak

spesifik, seperti tidak nafsu makan (anoreksia), lemah badan

(malaise), nyeri sendi dan tulang serta rasa sakit di daerah bola mata

(retro orbita) dan wajah yang kemerah-merahan (flusing).

2) Tanda-tanda perdarahan seperti mimisan (epistaksis), perdarahan gusi,

perdarahan pada kulit seperti tes Rumpeleede (+), ptekiae dan

ekimosis, serta buang air besar berdarah berwarna merah kehitaman

(melena).

3) Pembesaran organ hati (hepatomegali).


14

4) Kegagalan sirkulasi darah yang ditandai dengan denyut nadi yang

teraba lemah dan cepat, ujung-ujung jari terasa dingin serta dapat

disertai penurunan kesadaran dan renjatan (syok) yang dapat

menyebabkan kematian.

b. Kriteria Laboratoris

Diagnosis penyakit DBD ditegakkan berdasarkan adanya dua

kriteria klinis atau lebih, ditambah dengan adanya minimal satu kriteria

laboratoris. Kriteria laboratoris meliputi:

1) Penurunan jumlah trombosit (trombositopenia) 100.000/mm3.

2) Peningkatan kadar hematokrit >20% dari normal.

c. Derajat Keparahan/Besar Penyakit DBD

Derajat keparahan penyakit DBD berbeda-beda menurut tingkat

keparahannya. Tingkat keparahan penyakit DBD terbagi menjadi:

1) Derajat 1 : badan panas selama 5-7 hari, gejala umum tidak khas.

2) Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai pendarahan spontan pada

kulit berupa ptekiae dan ekimosis, mimisan (epistaksis), muntah darah

(hematemesis), buang air besar berdarah berwarna merah kehitaman

(melena), perdarahan gusi, perdarahan rahim (uterus), telinga dan

sebagainya.
15

3) Derajat 3 : ada tanda-tanda kegagalan sirkulasi darah, seperti

denyut nadi teraba lemah dan cepat (>120x/menit), tekanan nadi

(selisih antara tekanan darah sistolik dan diastolik) menyempit (<20

mmHg). DBD derajat 3 merupakan peringatan awal yang mengarah

pada terjadinya renjatan (syok).

4) Derajat 4 : denyut nadi tidak teraba, tekanan darah tidak terukur,

denyut jantung >140x/menit, ujung-ujung jari kaki dan tangan terasa

dingin, tubuh berkeringat, kulit membiru. DBD derajat 4 merupakan

manifestasi syok, yang sering kali berakhir dengan kematian.

4. Epidemiologi DBD

a. Distribusi penyakit DBD menurut orang

Menurut WHO (1998), DBD dapat menyerang semua umur

walaupun sampai sampai saat ini DBD lebih banyak menyerang anak-anak

tetapi dalam dekade terakhir DBD terlihat kecendrungan kenaikan

proporsi pada kelompok dewasa, karena pada kelompok umur ini

mempunyai mobilitas yang tinggi dan sejalan dengan perkembangan

transportasi yang lancar, sehingga memungkinkan tertularnya virus

dengue lebih besar.

Pada awal epidemi, jenis kelamin pernah ditemukan perbedaan

nyata antara anak laki-laki dan perempuan. Beberapa negara melaporkan

banyak kelompok wanita dengan Dengue Shock Syndrome (DSS)


16

menunjukkan angka kematian yang tinggi daripada laki-laki. Singapura

dan Malaysia pernah mencatat adanya perbedaan angka kejadian infeksi di

antara kelompok etnik. Penduduk Cina banyak terserang DBD dari pada

yang lain (Soegijanto, 2003).

b. Distribusi penyakit DBD menurut tempat

Penyakit DBD dapat menyebar pada semua tempat kecuali tempat-

tempat dengan ketinggian 1000 meter dari permukaan laut karena pada

tempat yang tinggi dengan suhu yang rendah siklus perkembangan Aedes

aegypti tidak sempurna, (Depkes RI, 2007).

Depkes (2005), menyebutkan bahwa dalam kurun waktu 30 tahun

sejak ditemukan virus dengue di Surabaya dan Jakarta, baik dalam jumlah

penderita maupun daerah penyebaran penyakit meningkat pesat. Hingga

saat ini DBD telah ditemukan di seluruh provinsi di Indonesia dan 200

kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa dengan IR meningkat

dari 0,005 per 100.000 penduduk pada tahun 1968 menjadi 6-27 per

100.000 penduduk pada tahun 2004.

Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang

terjangkit disebablan karena semakin baiknya sarana transportasi, adanya

pemukiman baru dan terdapatnya vektor nyamuk hamper di seluruh

wilayah di Indonesia (Depkes RI, 2003).


17

c. Distribusi penyakit DBD menurut waktu

Menurut Djunaedi (2006), menyebutkan bahwa epidemi DBD di

negara-negara 4 musim, berlangsung pada musim panas walaupun

ditemukan kasus DBD yang sporadis pada musim dingin. Negara-negara

kawasan Asia Tenggara, epidemik DBD terutama terjadi pada musim

hujan. Epidemi DBD yang berlangsung pada musim hujan, erat kaitannya

dengan kelembaban yang tinggi pada musim hujan. Kelembaban yang

tinggi merupakan lingkungan yang optimal bagi masa inkubasi (dapat

mempersingkat masa inkubasi) dan juga dapat meningkatkan aktivitas

vektor penular virus DBD.

B. Vektor Penular

1. Morfologi Nyamuk Aedes Aegypti

Nyamuk Aedes aegypti betina dewasa memiliki tubuh berwarna hitam

kecoklatan. Ukuran tubuh nyamuk Aedes aegypti betina antara 3-4 cm dengan

mengabaikan panjang kakinya. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan

garis-garis putih keperakan. Di bagian dorsal (punggung) tubuhnya tampak

dua garis melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari

nyamuk Aedes aegypti, (Ginanjar, 2008).

Sisik pada tubuh nyamuk pada umumnya mudah rontok dan terlepas

sehingga menyulitkan identifikasi pada nyamuk-nyamuk tua. Ukuran dan

warna nyamuk Aedes aegypti kerap berbeda antarpopulasi, tergantung pada


18

kondisi lingkungan dan nutrisi yang diperoleh nyamuk selama perkembangan,

(Ginanjar, 2008).

Dalam hal ukuran nyamuk jantan dan betina tidak memiliki perbedaan

nyata. Biasanya, nyamuk jantan memiliki tubuh lebih kecil dari pada betina

dan terdapat rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan. Kedua ciri ini

dapat diamati dengan mata telanjang, (Ginanjar, 2008).

2. Siklus Hidup Nyamuk Aedes Aegypti

Nyamuk termasuk hewan yang bermetamorfosis sempurna atau

holometabola. Masa pertumbuhan dan perkembangbiakan nyamuk Aedes

aegypti dibagi menjadi empat tahap, yaitu telur, larva, pupa dan nyamuk

dewasa, (Soegijanto, 2006).

a. Stadium Telur

Telur nyamuk Aedes aegypti berbentuk elips atau oval memanjang,

berwarna hitam, berukuran 0,5-0,8 mm, tidak memiliki alat pelampung

dan terpisah satu dengan yang lain. Nyamuk Aedes aegypti meletakkan

telur pada permukaan air bersih secara individual dan meletakkan telur-

telurnya satu per satu pada permukaan air, biasanya pada tepi air di

kontainer/tempat penampungan air (TPA) bersih dan sedikit di atas

permukaan air. Setiap hari nyamuk Aedes aegypti betina dapat bertelur

rata-rata 100 butir apabila telah menghisap darah manusia. Telur pada
19

tempat kering (tanpa air) dapat bertahan hingga 6 bulan. Telur-telur

menetas dalam satu sampai dua hari menjadi larva/jentik, (Herms, 2006).

b. Stadium Larva

Larva nyamuk Aedes aegypti mempunyai ciri khas yakni memiliki

siphon yang pendek, besar dan berwarna hitam. Tubuh larva ini langsing,

bergerak sangat lincah, bersifat fototaksis negatif dan pada waktu istirahat

membentuk sudut hampir tegak lurus dengan permukaan air. Larva

menuju ke permukaan air dalam waktu kira-kira setiap -1 menit, guna

mendapatkan oksigen untuk bernapas. Larva nyamuk Aedes aegypti dapat

berkembang selama 6-8 hari, (Herms, 2006).

Larva sangat membutuhkan air yang cukup untuk

perkembangannya. Kondisi larva saat berkembang dapat memengaruhi

kondisi nyamuk dewasa yang dihasilkan. Contohnya, populasi larva yang

melebihi ketersediaan makanan akan menghasilkan nyamuk dewasa yang

cenderung lebih rakus dalam menghisap darah, (Ginanjar, 2008).

Menurut Depkes RI (2005) terdapat empat tahapan pada

perkembangan larva yang disebut instar. Pertumbuhan larva tersebut yaitu:

1) Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm

2) Instar II : 2,5-3,8 mm

3) Instar III : lebih besar sedikit dari larva instar II

4) Instar IV : berukuran paling besar, yaitu 5 mm


20

Perkembangan dari instar satu ke instar empat memerlukan waktu

sekitar lima hari. Setelah mencapai instar keempat, larva berubah menjadi

pupa dimana larva memasuki masa dorman (inaktif/tidur), (Ginanjar,

2008).

c. Stadium Pupa

Pupa nyamuk Aedes aegypti mempunyai bentuk bengkok dengan

bagian kepala dada (cephalothorax) lebih besar bila dibandingkan dengan

bagian perutnya sehingga tampak seperti tanda baca koma. Tahap pupa

pada nyamuk Aedes aegypti umumnya berlangsung selama 2-4 hari. Pupa

akan naik ke permukaan dan berbaring sejajar dengan permukaan air saat

nyamuk dewasa akan melengkapi perkembangannya dalam cangkang

pupa untuk persiapan munculnya nyamuk dewasa, (Achmadi, 2011).

d. Nyamuk Dewasa

Nyamuk dewasa yang baru muncul akan beristirahat untuk periode

singkat di atas permukaan air agar sayap-sayap dan badan mereka kering

dan menguat sebelum akhirnya dapat terbang. Nyamuk jantan dan betina

muncul dengan perbandingan jumlah 1:1. Nyamuk jantan muncul satu hari

sebelum nyamuk betina, menetap dekat tempat perkembangbiakan, makan

dari sari buah tumbuhan dan kawin dengan nyamuk betina yang muncul

kemudian. Setelah kemunculan pertama nyamuk betina makan sari buah

dan tumbuhan untuk mengisi tenaga, kemudian kawin dan menghisap


21

darah manusia. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan,

(Achmadi, 2011).

Gambar 2.1 Siklus Hidup Nyamuk


Sumber: Febrianto (2012)

3. Prilaku Nyamuk

Ada tiga tempat yang diperlukan untuk kelangsungan hidup nyamuk,

hubungan tersebut terlihat pada diagram berikut:


22

Gambar 2.2
Tempat yang Diperlukan untuk Siklus Perkembangan Nyamuk
Sumber : Sumantri (2010)

Tempat untuk
berkembang biak

Environment
Tempat untuk Tempat untuk
istirahat mencari makan

Perilaku vektor yang berhubungan dengan ketiga macam habitat

tersebut penting diketahui untuk menunjang program pemberantasan vektor,

(Sumantri, 2010).

a. Tempat Perkembangbiakan Vektor

Tempat perkembangbiakan utama nyamuk Aedes aegypti adalah

tempat penampungan air bersih di dalam atau sekitar rumah, berupa

genangan air yang tertampung di suatu tempat atau bejana seperti bak

mandi, tempayan, tempat minum burung dan barang-barang bekas yang

dibuang sembarangan yang dapat terisi air pada waktu hujan. Nyamuk

Aedes aegypti tidak dapat berkembangbiak pada genangan air yang

berhubungan langsung dengan tanah, (Depkes RI, 2005).

Pernyataan ini diperkuat dengan penelitian Nelson (1976), bahwa

tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti di Jakarta sebagian besar

terletak di rumah. Sedangkan penelitian Chan (1971) 95% tempat


23

perindukan Aedes aegypti adalah di rumah. Serta penelitian Suzuki (1976),

menunjukkan bahwa 70% bejana penyimpanan air di dalam rumah

merupakan tempat berkembangbiaknya Aedes aegypti.

Menurut Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan

Penyehatan Lingkungan (2005), jenis tempat perkembangbiakan nyamuk

Aedes aegypti dapat dikelompokkan menjadi:

1) Tempat penampunga air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti:

drum, tangki reservoir, bak mandi/wc, tempayan dan ember.

2) Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari (non

TPA), seperti tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut dan

barang-barang bekas (ban, botol, kaleng, dan lain-lain).

3) Tempat penampungan air alamiah, seperti: lubang pohon, lubang batu,

potongan bambu dan lain-lain.

b. Tempat Mencari Makan Vektor

Nyamuk Aedes aegypti memiliki kebiasaan yang disebut dengan

endophagic, artinya golongan nyamuk yang lebih senang mencari makan

di dalam rumah, (Sumantri, 2010). Selain itu nyamuk Aedes aegypti

bersifat diurnal, yakni aktif pada pagi dan sore hari, biasanya pada jam

09.00-10.00 dan 16.00-17.00 (Ginanjar, 2008). Berdasarkan data Depkes

RI (2004), nyamuk betina membutuhkan protein untuk memproduksi

telurnya. Oleh karena itu, setelah kawin nyamuk betina memerlukan


24

darah untuk pemenuhan kebutuhan proteinnnya. Nyamuk betina

menghisap darah manusia setiap 2-3 hari sekali. Untuk mendapatkan

darah yang cukup, nyamuk betina sering menggigit lebih dari satu orang.

Posisi menghisap darah nyamuk Aedes aegypti sejajar dengan permukaan

kulit manusia. Jarak terbang nyamuk ini sekitar 100 meter.

c. Tempat Istirahat Vektor

Setelah selesai menghisap darah, nyamuk betina akan beristirahat

sekitar 2-3 hari untuk mematangkan telurnya. Nyamuk Aedes aegypti

hidup domestik, artinya lebih menyukai tinggal di dalam rumah daripada

di luar rumah. Tempat-tempat yang lembab dan kurang terang seperti

kamar mandi, dapur dan WC adalah tempat-tempat beristirahat yang

disenangi nyamuk. Di dalam rumah nyamuk ini beristirahat di baju-baju

yang digantung, kelambu dan tirai. Sedangkan di luar rumah nyamuk ini

beristirahat pada tanaman-tanaman yang ada di luar rumah, (Depkes RI,

2004).

C. Pengendalian Vektor DBD

1. Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD)

Salah satu program pemerintah Republik Indonesia untuk mengontrol

keberadaan vektor DBD dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang

Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD). Indikator keberhasilan PSN


25

DBD dapat diukur dengan Angka Bebas Jentik (ABJ). Jika ABJ lebih atau

sama dengan 95% diharapkan penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi.

Apabila kegiatan PSN DBD dilaksanakan oleh seluruh masyarakat, maka

populasi nyamuk Aedes aegypti dapat ditekan sehingga penyakit DBD tidak

terjadi lagi. Oleh karena itu, upaya penyuluhan dan motivasi kepada

masyarakat harus dilakukan secara terus-menurus karena keberadaan jentik

nyamuk berkaitan erat dengan prilaku masyarakat, (Direktorat Jenderal

Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2005).

PSN DBD dalam program kesehatan dikenal dengan istilah 3M.

Pelaksanaan 3M meliputi, (WHO, 2009):

a. Menguras tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, bak WC

dan lain-lain.

Praktek ini merupakan banyaknya jumlah pengurasan yang dilaku-

kan oleh masyarakat dalam 1 minggu. Dikatakan baik adalah jika

responden menguras lebih atau sama dengan 1 kali per minggu ( 1x

minggu), dan tidak baik jika melakukan pengurasan kurang dari 1 kali per

minggu (< 1x minggu), (Rahman, 2012).

b. Menutup rapat tempat-tempat penampungan air, seperti tong, gendi, drum

maupun yang lainnya yang ada di luar maupun di dalam rumah.

Praktek ini merupakan prilaku masyarakat yang memperlakukan

tempat penampungan air dengan baik, yaitu dengan memberikan tutup


26

pada tempat penampungan air sehingga nyamuk tidak dapat berkem-

bangbiak di dalamnya, (Rahman, 2012).

c. Mengubur, memusnahkan atau menyingkirkan barang-barang bekas yang

dapat menampung air seperti kaleng bekas dan plastik bekas.

Praktek ini merupakan kebiasaan masyarakat dalam

memperlakukan sampah rumah tangga ataupun barang bekas yang ada

disekitar rumahnya seperti plastik, kaleng bekas, pecahan kaca, ember

bekas dan lainnya yang memungkinkan menjadi tempat berkem-

bangbiakkan nyamuk dengan cara dikubur, (Rahman, 2012).

Kegiatan diatas dapat menjadikan tempat perindukan nyamuk Aedes

aegypti tidak ada, sehingga dapat memutus mata rantai perkembangbiakan

nyamuk. Selain kegiatan 3M, kegiatan PSN DBD ditambah dengan tindakan

plus yaitu:

a. Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat-tempat

lainnya yang sejenis seminggu sekali

b. Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak

c. Menutup lubang-lubang pada potongan bambu/pohon dan lain-lain, seperti

dengan tanah

d. Menaburkan bubuk larvasida, misalnya pada tempat-tempat yang sulit

dikuras atau di daerah yang sulit air

e. Memasang kawat kasa

f. Memelihara ikan pemakan jentik di kolam/bak-bak penampungan air


27

g. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian

h. Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai

i. Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk

j. Menggunakan kelambu

Berdasarkan penelitian Ayubi dan Hasan (2007), menemukan bahwa

ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan melakukan PSN DBD dengan

kejadian DBD di Kota Bandar Lampung. Individu yang tidak melakukan dan

melakukan 1M (menguras atau menutup atau mengubur saja) berisiko 2,22

kali dan 5,85 kali lebih besar untuk menderita DBD dari pada yang melakukan

PSN (2M atau 3M). Selain itu, penelitian Setyobudi (2011) menunjukkan

bahwa partisipasi PSN memiliki hubungan yang bermakna dengan keberadaan

jentik nyamuk dengan nilai p = 0,0001.

2. Pengendalian secara Kimia

Pengendalian secara kimiawi masih paling sering digunakan baik bagi

program pengendalian DBD dan masyarakat. Penggunaan insektisida dalam

pengendalian vektor DBD bisa menguntungkan sekaligus merugikan.

Insektisida jika digunakan secara tepat sasaran, tepat dosis, tepat waktu dan

cakupan akan mampu mengendalikan vektor dan mengurangi dampak negatif

terhadap lingkungan dan organisme yang bukan sasaran. Penggunaan

insektisida dalam jangka tertentu secara akan menimbulkan resistensi vektor.


28

Insektisida untuk pengendalian DBD harus digunakan dengan bijak dan

merupakan media yang ampuh untuk pengendalian vektor, (Sukowati, 2010).

3. Pengendalian secara Biologi

Pengendalian secara biologis merupakan upaya pemanfaatan agent

biologi untuk pengendalian vektor DBD. Beberapa agen biologis yang sudah

digunakan dan terbukti mampu mengendalikan populasi larva vektor DBD

adalah dari kelompok bakteri, predator seperti ikan pemakan jentik dan cyclop

(Copepoda), (Sukowati, 2010).

4. Manajemen Lingkungan

Manajemen lingkungan adalah upaya pengelolaan lingkungan untuk

mengurangi bahkan menghilangkan habitat perkembangbiakan nyamuk vektor

sehingga akan mengurangi kepadatan populasi. Manajemen lingkungan hanya

akan berhasil dengan baik kalau dilakukan oleh masyarakat, lintas sektor, para

pemegang kebijakan dan lembaga swadaya masyarakat melalui program

kemitraan, (Sukowati, 2010).

a. Predator

Cukup banyak predator larva di alam, namun yang bisa digunakan

untuk pengendalian larva vektor DBD tidak banyak jenisnya dan yang

paling mudah didapat dan dikembangkan masyarakat serta murah adalah

ikan pemakan jentik. Ada beberapa ikan yang berkembang biak secara
29

alami dan biasa digunakan di Indonesia adalah ikan kepala timah dan ikan

cetul. Namun ikan pemakan jentik yang terbukti efektif dan telah

digunakan untuk pengendalian larva DBD adalah ikan cupang. Meskipun

terbukti efektif untuk pengendalian larva Aedes aegypti, namun sampai

sekarang belum digunakan oleh masyarakat secara luas dan

berkesinambungan.

Jenis predator lainnya yang dalam penelitian terbukti mampu

mengendalikan larva DBD adalah dari kelompok Copepoda atau cyclops,

jenis ini merupakan jenis Crustacea dengan ukuran mikro. Beberapa

spesies sudah diuji coba dan efektif, antara lain Mesocyclops aspericornis

diuji coba di Vietnam, Tahiti dan juga di Balai Besar Penelitian Vektor

dan Reservoir, Salatiga. Peran Copepoda dalam pengendalian larva DBD

masih harus diuji coba lebih rinci ditingkat operasional.

b. Bakteri

Kelompok bakteri merupakan agen biologis yang sudah dibuat

secara komersial dan digunakan untuk larvasidasi dan efektif untuk

pengendalian larva vektor. Dua spesies bakteri yang sporanya

mengandung endotoksin dan mampu membunuh larva adalah Bacillus

thuringiensis serotype H-14 (Bt. H-14) dan B. spaericus (BS). Endotoksin

merupakan racun perut bagi larva, sehingga spora harus masuk ke dalam

saluran pencernaan larva. Keunggulan agent biologis ini tidak mempunyai


30

pengaruh negatif terhadap lingkungan dan organisme bukan sasaran.

Kelemahan cara ini harus dilakukan secara berulang dan sampai sekarang

masih harus disediakan oleh pemerintah melalui sektor kesehatan. Karena

endotoksin berada di dalam spora bakteri, bilamana spora telah

berkecambah maka agent tersebut tidak efektif lagi.

5. Kepadatan Vektor

Menurut WHO-South East Region (2010), kepadatan vektor DBD

dapat diketahui dengan melakukan surveilans nyamuk Aedes aegypti.

Kegiatan ini dapat memperoleh distribusi, kepadatan vektor, habitat utama

vektor serta faktor resiko lainnya seperti tempat dan waktu yang berhubungan

dengan transmisi virus dengue dan level insektisida yang rentan atau resisten

untuk menentukan wilayah dan musim yang menjadi prioritas kegiatan

pengendalian vektor.

Suatu metode yang digunakan untuk mendeteksi dan memonitoring

populasi larva nyamuk yaitu dengan melakukan metode survey larva atau

jentik. Metode ini paling sering digunakan dibandingkan dengan metode

survei telur maupun nyamuk dewasa karena lebih praktis dibandingkan

metode lainnya. Tempat pengambilan sampelnya adalah rumah atau tempat

yang dilakukan penyelidikan tempat penampungan air atau kontainer vektor

(WHO-South East Region, 2010). Menurut Direktorat Jenderal Pengendalian


31

Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (2005) pemeriksaan jentik dilakukan

dengan cara sebagai berikut:

a. Memeriksa keberadaan jentik nyamuk pada semua TPA atau kontainer di

rumah tangga yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk

Aedes aegypti. Pemeriksaan dilakukan dengan mata telanjang.

b. Pemeriksaan pada TPA yang berukuran besar (bak mandi, drum dan lain-

lain), jika pada pandangan pertama tidak menemukan jentik maka tunggu

kira-kira - 1 menit untuk memastikan bahwa jentik benar-benar tidak

ada.

c. Pemeriksaan pada TPA berukuran kecil (vas bunga, air tampungan kulkas,

tempat minum burung dan lain-lain), airnya harus dipindahkan dahulu ke

tempat lain.

d. Pemeriksaan pada tempat yang agak gelap atau airnya keruh dapat

menggunakan senter.

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan

Lingkungan (2005), menyebutkan bahwa terdapat 2 metode yang digunakan

pada survei jentik, yaitu:

a. Single larva, dimana dilakukan dengan mengambil satu jentik di setiap

tempat genangan air yang ditemukan jentik untuk diidentifikasi lebih

lanjut.

b. Visual, cukup dengan melihat ada atau tidaknya jentik di setiap tempat

genangan air tanpa mengambil jentiknya.


32

Ukuran-ukuran yang digunakan untuk mengetahui kepadatan larva

Aedes aegypti yaitu (Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan

Penyehatan Lingkungan, 2005):

a. Angka Bebas jentik (ABJ)

X 100%

Angka bebas jentik yang tergolong aman yaitu lebih dari sama

dengan 95%.

b. House index (HI)

X 100%

House index yang dianggap aman untuk penularan penyakit DBD

adalah kurang dari 5 %.

c. Container Index (CI)

X 100%

Container index menyediakan informasi mengenai proporsi

kontainer atau tempat penampungan air yang positif jentik.

d. Breateau Index (BI)

X 100%

Breateau index menentukan hubungan antara kontainer positif

jentik dalam rumah dan ukuran ini merupakan yang paling informatif,

namun tetap tidak dapat mengetahui produktivitas dari kontainer.


33

D. Patogenesis Penyakit Berbasis Lingkungan

Menurut Achmadi (2011), hubungan interaktif antara manusia dan

perilakunya serta komponen lingkungan yang memiliki potensi penyakit akan

menghasilkan kejadian penyakit, dengan kata lain kejadian penyakit hanya

dipengaruhi oleh variabel-variabel kependudukan dan variabel lingkungan.

Patogenensis penyakit dalam prespektif lingkungan dan kependudukan

digambarkan dalam teori simpul, (Achmadi, 2008) berikut:

Bagan 2.1
Patogenesis Penyakit Dalam Perspektif Lingkungan Dan Kependudukan

Simpul 3
Simpul 2
Simpul 1 Kependudukan
Media Transmisi 1. Umur Simpul 4
Sumber 1. Air 2. Gizi
Penyakit 2. Udara Sakit/Sehat
3. Pengetahuan
3. Vektor 4. Pendidikan
4. Makanan 5. Sosial dan
Ekonomi
6. Perilaku
kesehatan
7. dll

Simpul 5
Lingkungan, topografi, suhu, iklim, dll

Sumber : (Achmadi, 2011)


34

Berdarkan bagan diatas, proses kejadian suatu penyakit diuraikan pada 5

simpul, yakni:

1. Simpul 1, yaitu sumber penyakit.

2. Simpul 2, yaitu Komponen lingkungan yang merupakan media transmisi

penyakit.

3. Simpul 3, yaitu penduduk dengan berbagai variabel kependudukan seperti

pendidikan, perilaku, gizi, dan lain-lain.

4. Simpul 4, yaitu penduduk dengan keadaan sehat atau sakit.

5. Simpul 5, yaitu semua variabel yang memiliki pengaruh terhadap keempat

simpul tersebut, seperti lingkungan, iklim, topografi, dan lain-lain.

E. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keberadaan Jentik Aedes aegypti

1. Faktor Individu (Perilaku)

Para ahli psikologi pendidikan dalam Notoatmodjo (2007), perilaku

dibagi menjadi perilaku dalam bentuk operasional menjadi:

1) Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan yaitu dengan diketahuinya situasi atau ransangan dari

luar. Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan adalah pengindraan

terhadap suatu objek yang dilakukan oleh seseorang, hasilnya seseorang itu

tahu terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan manusia terjadi melalui

panca indra manusia, yaitu indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa

dan raba.
35

Pengetahuan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dimana pengetahuan

kesehatan akan berpengaruh pada perilaku sebagai hasil jangka menengah

dari pendidikan kesehatan, perilaku kesehatan akan berpengaruh pada

peningkatan indikator kesehatan masyarakat sebagai hasil dari pendidikan,

(Notoatmodjo, 2003). Prilaku yang didasarkan pada pengetahuan akan lebih

bertahan daripada yang tidak didasarkan pada pengetahuan, (Notoatmodjo,

2007).

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek

penelitian atau responden (Notoadmodjo, 2007). Pengukuran pengetahuan

menurut Notoatmodjo (2003) dapat dikategorikan menjadi:

a) Baik, apabila subjek mampu menjawab dengan benar 76-100% dari

semua pertanyaan.

b) Cukup, apabila subjek mampu menjawab dengan benar 60-75% dari

semua pertanyaan.

c) Buruk, apabila subjek mampu menjawab pertanyaan benar < 60% dari

semua pertanyaan.

Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, seperti penelitian

Benthem, (2002), seseorang yang memiliki pengetahuan baik mengenai

penyakit DBD akan melakukan upaya pencegahan penyakit DBD

dibandingkan orang yang tidak memiliki pengetahuan. Sejalan dengan

penelitian Hairi, (2003), pengetahuan yang baik mengenai DBD memiliki


36

hubungan yang signifikan (p = 0,047) dengan sikap seseorang terkait

pengontrolan nyamuk Aedes aegypti.

Berbeda dengan penelitian Santoso, (2008), pengetahuan tidak

memiliki hubungan dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di

rumah dengan p value 0,40. Sejalan dengan penelitian Nugrahaningsih

(2010), bahwa pengetahuan tidak berhubungan dengan keberadaan larva

nyamuk Aedes aegypti di wilayah kerja Puskesmas Kuta Utara. Penelitian

Suyasa (2008), yang juga menunjukkan tidak ada hubungan antara

pengetahuan dengan keberadaan vektor DBD di wilayah kerja Puskesmas I

Denpasar Selatan.

2) Sikap

Sikap yaitu tanggapan bathin terhadap keadaan atau ransangan dari

luar diri subjek atau kecendrungan untuk berespon (secara positif dan

negatif) terhadap orang banyak, objek dan situasi tertentu. Menurut

Notoatmodjo (2007), sikap adalah suatu stimulus atau objek yang diterima

seseorang yang digambarkan melalui reaksi atau respons seseorang yang

masih tertutup. Sikap tidak dapat langsung terlihat tetapi hanya dapat

diartikan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap menunjukkan

konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu secara nyata.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak

langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau


37

pernyataan responden terhadap suatu objek yang bersangkutan. Pengukuran

secara langsung juga dapat dilakukan dengan cara memberikan pendapat

dengan menggunakan kata setuju atau tidak setuju terhadap pertanyaan-

pertanyaan terhadap objek tertentu.

Beberapa penelitian sebelumnya, seperti penelitian Nugrahaningsih

(2010) menunjukkan bahwa sikap dan keberadaan larva nyamuk Aedes

aegypti mempunyai hubungan yang signifikan. Menurut Fathi (2005),

semakin kurang sikap seseorang atau masyarakat terhadap penanggulangan

dan pencegahan penyakit DBD maka akan semakin besar kemungkinan

timbulnya kejadian luar biasa (KLB) DBD.

Sikap baik responden terhadap upaya pemberantasan sarang nyamuk

(PSN) berupa gerakan 3M perlu diikuti dengan tindakan/praktek yang nyata.

Sikap yang mau berperan dan terlibat aktif dalam upaya pemberantasan

sarang nyamuk akan sangat berpengaruh dalam tindakan dan upaya

penanggulangan dan pencegahan penyakit DBD, (Nugrahaningsih, 2010).

3) Tindakan

Tindakan/praktik (practice), sudah konkrit berupa perbuatan terhadap

situasi dan ransangan dari luar. Dalam penelitian ini tindakan yang dimaksud

adalah kegiatan PSN DBD yang dinyatakan oleh WHO (2009). Menurut

Notoatmodjo (2007), tindakan belum tentu terlaksana dalam suatu sikap.

Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu tindakan yang nyata diperlukan


38

faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan. Faktor pendukung

tersebut seperti fasilitas, dukungan dari pihak lain (support).

Pengukuran tindakan secara tidak langsung dapat dilakukan dengan

wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam,

hari, atau bulan yang lalu (recall). Sedangkan pengukuran secara langsung

dapat dilakukan dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

Penelitian Suyasa (2008), menunjukkan bahwa terdapat hubungan

antara tindakan responden dengan keberadaan vektor DBD di wilayah kerja

Puskesmas I Denpasar Selatan. Penelitian Sumekar (2007) dalam Suyasa

(2008) juga menunjukkan bahwa ada hubungan antara pelaksanaan PSN

dengan keberadaan jentik DBD.

Penelitian Nugrahaningsih (2010), menunjukkan bahwa terdapat

hubungan antara tindakan responden dengan keberadaan larva nyamuk

Aedes aegypti. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Suroso (2003)

dan Sumekar (2007) dalam Suyasa (2008), yang menyatakan bahwa cara

yang tepat dalam pemberantasan penyakit DBD adalah dengan pelaksanaan

pemberantasan sarang nyamuk (PSN).

2. Faktor Lingkungan

a. Suhu dan Kelembaban

Menurut Michael (2006) dalam Kemenkes RI (2010), perubahan iklim

dapat menyebabkan perubahan suhu, kelembaban, curah hujan, arah udara


39

sehingga berpengaruh terhadap ekosistem daratan dan lautan serta kesehatan

terutama pada perkembangbiakan vektor penyakit seperti nyamuk Aedes dan

lainnya. Hampir sama dengan pernyataan Achmadi (2011), bahwa suhu

lingkungan dan kelembaban akan mempengaruhi bionomik nyamuk, seperti

perilaku menggigit, perilaku perkawinan, lama menetas telur dan lain

sebagainya.

Menurut Iskandar (1985) dalam Nugrahaningsih (2010), nyamuk pada

umumnya akan meletakkan telurnya pada temperatur udara sekitar 20oC-

30oC. Toleransi terhadap suhu tergantung pada spesies nyamuk. Susanna, et

al. (2011), suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk Aedes berkisar antara

25oC-27oC dan pertumbuhan akan terhenti pada suhu kurang dari 10oC atau

di atas 40oC.

Hasil penelitian Ririh (2005) menunjukkan tidak adanya hubungan

yang bermakna antara suhu udara dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes

aegypti di Kelurahan Wonokusumo. Sedangkan penelitian Nugrahaningsih

(2010), menunjukkan ada hubungan antara kelembaban udara dengan

keberadaan jentik nyamuk penular DBD di wilayah kerja Puskesmas Kuta

Utara. Penelitian Ririh (2005) menunjukkan bahwa ada hubungan yang

bermakna antara kelembaban udara dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes

aegypti di Kelurahan Wonokusumo.


40

b. Ketersediaan Kontainer/ Tempat Penampungan Air (TPA)

Adanya keberadaan tempat penampungan air (TPA)/breeding place

akan menciptakan peluang bagi nyamuk Aedes aegypti untuk berkembang

biak. Hal ini dikarenakan sebagian besar siklus hidup nyamuk (telur, larva,

pupa) terjadi di dalam air. Nyamuk yang berkembang biak di sekitar rumah

akan lebih mudah dalam menjangkau manusia (host), dengan hal ini

keberadaan tempat penampungan air di sekitar rumah akan meningkatkan

angka kejadian DBD, (Rahman, 2012; Nugrahaningsih, 2010).

Hal ini sejalan dengan Brunkard, et al., (2004), faktor resiko yang

sangat penting pada kejadian penyakit DBD adalah keberadaan habitat larva.

Keberadaan kontainer/tempat penampungan air berpotensi untuk

perkembangbiakan vektor dalam kontak dengan manusia sebagai hospes.

Tingkat endemisitas penyakit DBD dipengaruhi oleh keberadaan larva

nyamuk Aedes aegypti pada kontainer/tempat penampungan air terutama

yang digunakan untuk kebutuhan manusia, (Barrera, et al., 2011).

Menurut Fathi (2005) keberadaan kontainer sangat berperan dalam

kepadatan vektor nyamuk Aedes aegypti karena dengan semakin banyak

kontainer akan semakin banyak pula tempat perindukan nyamuk sehingga

populasi nyamuk Aedes aegypti semakin padat. Hal ini mengakibatkan

resiko terinfeksi virus dengue akan semakin tinggi dengan periode

penyebaran yang cepat sehingga jumlah kasus DBD meningkat dengan cepat

dan dapat menimbulkan terjadinya KLB DBD.


41

Berdasarkan penelitian Nugrahaningsih (2010), menunjukkan bahwa

terdapat hubungan antara keberadaan kontainer dengan keberadaan larva

nyamuk Aedes aegypti. Penelitian Respati (2007), terdapat hubungan yang

bermakna antara keberadaan larva Aedes aegypti dengan kejadian penyakit

DBD.

Penelitian Setyobudi (2011), juga menunjukkan keberadaan TPA

(breeding place) memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap

keberadaan jentik nyamuk nyamuk Aedes aegypti. Begitu pula dengan

penelitian Widyanto (2007) dalam Setyobudi (2011), bahwa DBD

disebabkan oleh karena keberadaan breeding place positif jentik.

c. Ketersediaan Tutup Pada Kontainer/Tempat Penampungan Air (TPA)

Penggunaan tutup pada kontainer dengan benar memiliki dampak yang

signifikan untuk mengurangi keberadaan larva dan pupa nyamuk Aedes

aegypti dibandingkan dengan kontainer tanpa penutup, (Tsuzuki, et al.,

2009).

Penelitian Arsin (2004) mengenai faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap kejadian DBD di Kota Makasar menunjukkan bahwa keberadaan

tutup pada kontainer berhubungan dengan keberadaan vektor DBD. Dengan

adanya tutup berarti tempat hidup bagi nyamuk Aedes aegypti tidak tersedia.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Sandra (2010), menunjukkan


42

bahwa terdapat hubungan antara ketersediaan tutup pada TPA (p=0,009)

dengan kejadian DBD di Kelurahan Pabuaran Kecamatan Cibinong.

d. Jenis Kontainer

Penelitian yang dilakukan oleh Ririh (2005) di Kelurahan

Wonokusumo mengenai keberadaan larva nyamuk Aedes aegypti

berdasarkan jenis kontainer, hasilnya menunjukkan bahwa tempat

perindukan nyamuk yang paling potensial untuk perkembangbiakan nyamuk

adalah TPA yang digunakan untuk keperluan sehari-hari seperti drum, bak

mandi/WC ember dan sejenisnya. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa

ada hubungan yang bermakna antara jenis kontainer dengan keberadaan

jentik nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Wonokusumo.

Penelitian Medronho, et al. (2009) di Brazil, menunjukkan bahwa

kontainer dengan persentase keberadaan larva dan pupa terbanyak

ditemukan pada kontainer yang digunakan untuk penyimpanan air (bak

mandi, drum, tanki air) dan kontainer pada barang-barang tidak terpakai atau

sampah (kaleng dan ban bekas).

Pada daerah penelitian Setyobudi (2011) menyatakan bahwa

keberadaan tempat penampungan air (TPA) paling banyak terinfeksi jentik

di daerah endemis dan non endemis DBD adalah bak mandi. Sejalan dengan

penelitian Ririh dan Anny (2005) menunjukkan bahwa ada hubungan yang
43

bermakna antara jenis kontainer dengan keberadaan larva nyamuk Aedes

aegypti.

F. Kerangka Teori

Berdasarkan teori-teori diatas, diperoleh kerangka teori sebagai berikut:

Bagan 2.2
Kerangka Teori
Modifikasi Achmadi (2011), Notoatmodjo (2007), WHO (2009),
Nugrahaningsih (2010), Arsin (2004), Ririh (2005)

Faktor Individu :
1. Perilaku
a. Pengetahuan
b. Sikap
c. Praktek menguras tempat
penampungan air
d. Praktek menyingkirkan Keberadaan
barang - barang bekas Vektor Penular :
e. Praktek menutup tempat
penampungan air (Telur-Larva-Pupa-
Nyamuk
Aedes aegypti)
Faktor Lingkungan :
1. Suhu
2. Kelembaban
3. Ketersediaan TPA
4. Ketersediaan tutup TPA
5. Jenis TPA
BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL

DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Tidak semua faktor yang ada dalam kerangka teori diambil dan

diikutsertakan sebagai variabel pada penelitian ini. Variabel yang tidak diteliti

yaitu: suhu, kelembaban dan ketersediaan TPA, karena pada penelitian ini

diasumsikan sama. Hal ini disebabkan karena keadaan geografis antara rumah

yang satu dengan yang lain tidak jauh berbeda. Sedangkan untuk ketersediaan

TPA tidak diteliti karena setiap rumah dipastikan mempunyai tempat

penampungan air. Oleh karena pertimbangan diatas, hanya beberapa variabel

yang diteliti pada penelitian ini.

Adapun variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian ini, yakni: variabel

dependen yaitu keberadaan larva Aedes aegypti. Keberadaan larva Aedes aegypti

menjadi dependen karena merupakan topik dan tujuan penelitian dalam penelitian

ini. Sedangkan variabel independen yakni faktor perilaku meliputi: pengetahuan,

sikap, praktek menguras tempat penampungan air, praktek menyingkirkan

barang-barang bekas dan praktek menutup tempat penampungan air, serta faktor

lingkungan meliputi: ketersediaan tutup pada TPA dan jenis TPA. Berikut bagan

kerangka konsep pada penelitian ini:

44
45

Bagan 3.1
Kerangka Konsep

Pengetahuan

Sikap

Praktek menguras TPA

Praktek menyingkirkan barang-


Keberadaan larva
barang bekas
Aedes aegypti

Praktek menutup TPA

Ketersediaan tutup pada TPA

Jenis TPA
46

B. Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi Operasional

Skala
No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
Ukur
1 Keberadaan larva Aedes Larva nyamuk Aedes Observasi Lembar 0. Ada larva Ordinal
aegypti aegypti yang ditemukan Observasi 1. Tidak ada larva
dari hasil survai jentik (Setyobudi, 2011;
secara visual di tempat Nugrahaningsih,
penampungan air yang 2010)
dapat menjadi tempat
perkembangbiakan
nyamuk Aedes aegypti
baik di dalam maupun di
luar rumah responden.
47

Tabel Lanjutan

Skala
No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
Ukur
2 Pengetahuan Kemampuan responden Wawancara Kuesioner 0. Kurang, jika Ordinal
menjawab pertanyaan <60% dari
seputar DBD pada lembar total skor
kuesioner. 1. Baik, jika
60% dari total
skor
(Notoatmodjo,
2003)
3 Sikap Kemampuan responden Wawancara Keusioner 0. Negatif, jika Ordinal
menjawab pertanyaan total skor <
terkait sikap pada lembar median 32
kuesioner. 1. Positif, jika
total skor
median 32
(Cut of point)
48

Tabel Lanjutan

Skala
No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
Ukur
4 Praktek menguras Banyaknya jumlah Wawancara Kuesioner 1. < 1x Ordinal
tempat penampungan pengurasan yang dilakukan seminggu
air oleh responden dalam 1 2. 1x seminggu
minggu. (Rahman, 2012)
5 Praktek menyingkirkan Kebiasaan responden Wawancara Kuesioner 0. < 1x Ordinal
barang-barang bekas dalam memperlakukan seminggu
sampah rumah tangga 1. 1x seminggu
ataupun barang bekas yang
ada disekitar rumahnya
seperti kaleng bekas,
pecahan kaca, ember bekas
dan lainnya yang
memungkinkan menjadi
tempat berkembangbiakkan
nyamuk dengan cara
menyingkirkan.
49

Tabel Lanjutan

Skala
No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
Ukur
6 Praktek menutup Prilaku responden yang Wawancara Kuesioner 0. Tidak Ordinal
tempat penampungan memperlakukan tempat menutup
air penampungan air dengan 1. Menutup
baik yaitu dengan (Rahman, 2012)
memberikan tutup pada
tempat penampungan air
sehingga nyamuk tidak dapat
berkembangbiak di
dalamnya.
7 Ketersediaan tutup Tersedianya tutup pada Observasi Lembar 0. Terbuka Ordinal
pada kontainer/TPA kontainer/TPA yang diteliti. observasi 1. Tertutup
(Setiawan, 2002)
50

Tabel Lanjutan

Skala
No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
Ukur
8 Jenis TPA Jenis tempat Observasi Lembar 0. Tempat Nominal
perkembangbiakan nyamuk observasi penampungan
Aedes aegypti menurut air (TPA)
Direktorat Jenderal untuk
Pengendalian Penyakit dan keperluan
Penyehatan Lingkungan sehari-hari,
tahun 2005. seperti: drum,
tangki
reservoir, bak
mandi/wc,
tempayan dan
ember.
51

Tabel Lanjutan

Skala
No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
Ukur
1. Tempat
penampungan
air bukan untuk
keperluan
sehari-hari
(non TPA),
seperti tempat
minum burung,
vas bunga,
perangkap
semut dan
barang-barang
bekas (ban,
botol, kaleng,
dan lain-lain).
52

Tabel Lanjutan

Skala
No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
Ukur
2. Tempat

penampungan

air alamiah,

seperti: lubang

pohon, lubang

batu dan lain-

lain.
53

C. Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan antara pengetahuan dengan keberadaan larva Aedes aegypti

di Kelurahan Sawah Lama tahun 2013.

2. Ada hubungan antara sikap dengan keberadaan larva Aedes aegypti di

Kelurahan Sawah Lama tahun 2013.

3. Ada hubungan antara praktek menguras tempat penampungan air dengan

keberadaan larva Aedes aegypti di Kelurahan Sawah Lama tahun 2013.

4. Ada hubungan antara praktek menyingkirkan barang-barang bekas yang

dapat menjadi tempat penampungan air dengan keberadaan larva Aedes

aegypti di Kelurahan Sawah Lama tahun 2013.

5. Ada hubungan antara praktek menutup tempat penampungan air dengan

keberadaan larva Aedes aegypti di Kelurahan Sawah Lama tahun 2013.

6. Ada hubungan antara ketersediaan tutup pada TPA dengan keberadaan

larva Aedes aegypti di Kelurahan Sawah Lama tahun 2013.

7. Ada hubungan antara jenis TPA dengan keberadaan larva nyamuk Aedes

aegypti di Kelurahan Sawah Lama tahun 2013.

8. Adanya faktor yang memiliki hubungan yang lebih dominan yang

mempengaruhi keberadaan larva nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan

Sawah Lama tahun 2013.


BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan menggunakan

desain cross sectional melalui pendekatan kuantitatif. Dimana tiap variabel hanya

diobservasi dan diukur pada waktu yang bersamaan. Pendekatan ini digunakan

untuk melihat hubungan antara variabel yang satu dengan variabel lainnya,

(Notoatmodjo, 2010).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sawah Lama Kota Tangerang Selatan.

2. Waktu

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-Juli tahun 2013.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi Penelitian

Populasi merupakan keseluruhan objek penelitian atau objek yang

diteliti, (Notoatmodjo, 2010). Populasi pada penelitian ini adalah semua

rumah masyarakat yang berada di Kelurahan Sawah Lama, Kota Tangerang

Selatan.

54
55

2. Sampel

Sampel merupakan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh

populasi, (Notoatmodjo, 2010). Perhitungan jumlah sampel yang akan diambil

diperoleh dengan rumus menurut Lameshow (1997) dengan menggunakan

rumus uji hipotesis beda dua proporsi, yaitu:

[ ( ) ( ) ( )]
( )

Keterangan :

n : Jumlah sampel minimal yang diperlukan

P1 : Proporsi variabel pada kelompok yang ditemukan larva

P2 : Proporsi variabel pada kelompok yang tidak ditemukan larva

P : Rata-rata proporsi pada populasi {(P1+P2/2)}

: Derajat kemaknaan yaitu sebesar 5%=1,96

Z1- : Kekuatan uji 1- yaitu sebesar 80%


56

Tabel 4.1
Hasil Perhitungan Sampel

Peneliti Variabel P1 P2 P OR n
Setiawan Ketersediaan 0,668 0,304 0,486 4,63 29
(2002) tutup pada (2,42-
kontainer/TPA 8,84)
Setyobudi Ketersediaan 0.019 0.937 0,478 - 4
(2011) TPA
Setyobudi Perilaku PSN 0,733 0,236 0,4845 - 15
(2011)

Berdasarkan hasil perhitungan dari beberapa variabel yang dilakukan,

peneliti memilih jumlah sampel yang paling besar yaitu 29 sampel. Dari hasil

tersebut, kemudian dikali 2 karena perhitungan sampel menggunakan uji beda

dua proporsi. Sehingga diperoleh total sampel sebanyak 58 sampel. Namun

untuk menghindari missing jawaban dari responden, maka peneliti

menambahkan dan membulatkan jumlah sampel penelitian menjadi 80

responden.

3. Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan quota

sampling. Quota sampling merupakan teknik untuk menentukan sampel dari

populasi yang mempunyai kriteria-kriteria tertentu sampai jumlah kuota yang

diinginkan peneliti (Kriyantono, 2012). Sedangkan responden pada penelitian


57

ini diutamakan adalah ibu rumah tangga. Ibu rumah tangga dipilih menjadi

sampel karena yang bertanggung jawab mengurus rumah tangga termasuk

masalah kebersihan rumah adalah ibu rumah tangga (Depkes RI, 1998).

D. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui metode wawancara dan observasi.

Menurut Notoatmodjo (2010), wawancara merupakan metode pengumpulan data

dimana peneliti mendapatkan informasi atau keterangan secara lisan dari

responden. Sedangkan, observasi merupakan suatu prosedur yang terencana,

meliputi melihat, mendengar dan melakukan pencatatan-pencatatan.

Penelitian ini menggunakan alat pengumpulan data berupa lembar

kuesioner, lembar observasi dan senter. Kegiatan wawancara dilakukan oleh

peneliti. Sedangkan observasi dilakukan Petugas Jumantik dan peneliti. Observasi

dilakukan menggunakan metode visual, karena Dinas Kesehatan RI dalam

melaksanakan programnya menggunakan metode ini. Pemeriksaan keberadaan

jentik dilakukan dengan cara sebagai berikut (Direktorat Jenderal Pengendalian

Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2005):

1. Memeriksa keberadaan jentik nyamuk pada semua TPA atau kontainer di

rumah tangga yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk

Aedes aegypti. Pemeriksaan dilakukan dengan mata telanjang.


58

2. Pemeriksaan pada TPA yang berukuran besar (bak mandi, drum dan lain-

lain), jika pada pandangan pertama tidak menemukan jentik maka tunggu

kira-kira - 1 menit untuk memastikan bahwa jentik benar-benar tidak ada.

3. Pemeriksaan pada TPA berukuran kecil (vas bunga, air tampungan kulkas,

tempat minum burung dan lain-lain), airnya harus dipindahkan dahulu ke

tempat lain.

4. Pemeriksaan pada tempat yang agak gelap atau airnya keruh dapat

menggunakan senter.

E. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dimana kualitas

pengumpulan data sangat ditentukan oleh kualitas instrumen atau alat pengukuran

yang digunakan peneliti. Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini

adalah :

1. Lembar kuesioner untuk mengetahui pengetahuan, sikap dan perilaku 3M

responden meliputi: praktek menguras tempat penampungan air, praktek

menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menjadi tempat

penampungan air dan praktek menutup tempat penampungan air.

2. Lembar observasi untuk mengetahui ketersediaan tutup pada TPA dan jenis

TPA.
59

F. Jenis Data

Berdasarkan sumbernya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

(Amran, 2012):

1. Data primer adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti dan diperoleh secara

langsung dari responden baik dalam bentuk wawancara dan observasi. Pada

penelitian ini meliputi: pengetahuan, sikap, praktek menguras TPA, praktek

menyingkirkan barang-barang bekas, praktek menutup TPA, ketersediaan

tutup pada TPA dan jenis TPA.

2. Data sekunder yaitu data yang bersumber dari instansi (pihak tertentu) melalui

penelusuran dokumen, data pustaka, literatur, catatan, laporan dari perusahaan

dan instansi terkait. Pada penelitian ini meliputi: data Dinas Kesehatan Kota

Tangerang Selatan, Puskesmas Kampung Sawah, Kelurahan Sawah Lama

serta literatur lainnya.

G. Pengolahan Data

Semua data yang telah terkumpul baik data primer maupun data sekunder

akan diolah melalui tahap-tahap sebagai berikut:

1. Coding Data

Data diklasifikasikan dan diberi untuk masing-masing kelas sesuai dengan

tujuan dikumpulkannya data.


60

2. Editing Data

Kegiatan penyuntingan data sebelum proses memasukkan data. Data yang

telah dikumpulkan diperiksa kelengkapannya terlebih dahulu, yaitu

kelengkapan jawaban kuesioner, konsistensi atas jawaban dan kesalahan

jawaban pada kuesioner. Data ini merupakan data input utama untuk

penelitian ini.

3. Entry Data

Proses memasukkan data ke dalam program (software) atau fasilitas analisis

data statistik. Data dimasukkan ke dalam software statistik untuk dilakukan

analisis univariat (untuk mengetahui gambaran secara umum), bivariat (untuk

mengetahui variabel yang berhubungan) dan multivariat (untuk mengetahui

variabel yang paling dominan).

4. Cleaning Data

Proses pembersihan data setelah data dientri. Hal ini dilakukan supaya data

yang telah dimasukkan tidak ada yang salah, sehingga data tersebut telah siap

untuk dianalis.

H. Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisa yang dilakukan terhadap tiap variabel dan hasil penelitian

pada umumnya. Dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi

dan persentase dari tiap variabel. Analisis univariat dalam penelitian ini untuk
61

semua variabel, meliputi hasil secara deskriptif dengan menggunakan tabel

distribusi frekuensi.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dalam penelitian ini adalah untuk menguji hipotesis

penelitian antara variabel independen dengan variabel dependen. Uji yang

digunakan yaitu Chi-Square yaitu untuk melihat hubungan antara dua variabel

yang dikategorikan secara statistik. Derajat kemaknaan 5% dan tingkat

keyakinan CI=95%. Jika p 0,05 artinya ada hubungan secara statistik antara

variabel independen dan variabel dependen, sebaliknya jika p > 0,05 artinya

tidak ada hubungan secara statistik antara variabel independen dengan

variabel dependen.

3. Analisis Multivariat

Analisis multivariat dalam penelitian ini adalah untuk melihat

hubungan antara variabel dependen dengan seluruh variabel independen

sehingga diketahui variabel independen yang paling dominan hubungannya

dengan variabel dependen. Analisis multivariat pada penelitian ini

menggunakan uji regresi logistik berganda, dimana variabel yang telah

dilakukan analisis bivariat dengan uji Chi-Square yang memiliki p < 0,25.

Hasil analisis multivariat akan didapatkan variabel independen yang paling

dominan terhadap variabel dependen yaitu yang memiliki nilai p value < 0,05.
BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Tempat Penelitian

Puskesmas Kampung Sawah merupakan puskesmas yang berada di

Kecamatan Ciputat Kota Tangerang Selatan. Puskesmas ini memiliki 2

Kelurahan yakni Kelurahan Sawah Lama dan Kelurahan Sawah Baru yang terdiri

dari 559 Ha dengan jumlah penduduk 47.480 jiwa. Di Kelurahan Sawah Lama

terdapat 54 RT dan 12 RW dengan luas wilayah 261 Ha sedangkan di Kelurahan

Sawah Baru terdapat 55 RT dan 9 RW dengan luas wilayah 289 Ha.

Batas wilayah kerja Puskesmas Kampung Sawah:

a. Sebelah utara : Pondok Jaya

b. Sebelah selatan : Serua Indah/Kedaung

c. Sebelah barat : Sawah Baru

d. Sebelah timur : Pondok Ranji

B. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari

masing-masing variabel penelitian baik variabel dependen maupun variabel

independen. Hasil analisis univariat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

62
63

1. Gambaran Keberadaan Larva

Variabel dependen pada penelitian ini adalah keberadaan larva Aedes

aegypti pada rumah responden di Kelurahan Sawah Lama tahun 2013. Dimana

responden dikategorikan menjadi dua, yaitu rumah responden yang ada

ditemukan larva Aedes aegypti dan rumah responden yang tidak ditemukan

larva Aedes aegypti. Adapun gambaran responden berdasarkan ditemukannya

larva Aedes aegypti di rumahnya dapat dilihat pada tabel 5.1 dibawah ini :

Tabel 5.1
Distribusi Responden Berdasarkan
Keberadaan Larva Aedes Aegypti

Keberadaan Larva Jumlah Persentase (%)


Aedes aegypti
Ada Larva 44 55%
Tidak Ada Larva 36 45%
Total 80 100%
Sumber : Data Primer

Berdasarkan pengumpulan data dengan observasi terhadap rumah

responden, diketahui bahwa rumah responden yang ditemukan larva Aedes

aegypti di Kelurahan Sawah Lama tahun 2013 adalah sebesar 55%.

Sedangkan rumah responden yang tidak ditemukan larva Aedes aegypti di

Kelurahan Sawah Lama adalah sebesar 45%.


64

2. Gambaran Pengetahuan

Pengetahuan responden terhadap ditemukannya larva Aedes aegypti di

rumahnya dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut ini:

Tabel 5.2
Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan

Pengetahuan Jumlah Persentase (%)


Kurang 30 37,5%
Baik 50 62,5%
Total 80 100%
Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 5.2 diatas diketahui bahwa sebagian besar responden

memiliki pengetahuan kurang yaitu sebesar 37,5%. Sedangkan responden yang

memiliki pengetahuan baik yaitu 62,5%. Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang baik.

3. Gambaran Sikap

Sikap responden terhadap ditemukannya larva Aedes aegypti di rumahnya

dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut ini:

Tabel 5.3
Distribusi Responden Berdasarkan Sikap

Sikap Jumlah %
Negatif 39 48,8%
Positif 41 51,2%
Total 80 100%
Sumber : Data Primer
65

Berdasarkan tabel 5.3 diatas diketahui bahwa sebagian besar responden

bersikap negatif yaitu sebesar 48,8%. Sedangkan responden yang bersikap

positif yaitu 51,2%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar

responden memiliki sikap yang sudah positif.

4. Gambaran Praktek Menguras Tempat Penampungan Air

Praktek menguras tempat penampungan air responden terhadap

ditemukannya larva Aedes aegypti di rumahnya dapat dilihat pada tabel 5.4

berikut ini:

Tabel 5.4
Distribusi Responden Berdasarkan
Praktek Menguras Tempat Penampungan Air

Variabel Jumlah %
<1 x seminggu 35 43,8%
1 x seminggu 45 56,2%
Total 80 100%
Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 5.4 diatas diketahui bahwa responden yang melakukan

praktek menguras tempat penampungan air sebanyak <1 x seminggu yaitu

sebesar 43,8%. Sedangkan responden yang melakukan praktek menguras

tempat penampungan air sebanyak 1 x seminggu yaitu 56,2%. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden telah melakukan

praktek menguras tempat penampungan air dengan frekuensi yang benar.


66

5. Gambaran Praktek Menyingkirkan Barang-Barang Bekas

Praktek menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menjadi tempat

penampungan air responden terhadap ditemukannya larva Aedes aegypti di

rumahnya dapat dilihat pada tabel 5.5 berikut ini:

Tabel 5.5
Distribusi Responden Berdasarkan
Praktek Menyingkirkan Barang-Barang Bekas

Praktek
Menyingkirkan
Jumlah %
Barang-Barang
Bekas
<1 x seminggu 53 66,2%
1 x seminggu 27 33,8%
Total 80 100%
Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 5.5 diatas diketahui bahwa responden yang melakukan

praktek menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menjadi tempat

penampungan air sebanyak <1 x seminggu yaitu sebesar 66,2%. Sedangkan

responden yang melakukan praktek menyingkirkan barang-barang bekas yang

dapat menjadi tempat penampungan air sebanyak 1 x seminggu yaitu 33,8%.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden belum

melakukan praktek menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menjadi

tempat penampungan air dengan frekuensi yang benar.


67

6. Gambaran Praktek Menutup Tempat Penampungan Air

Praktek menutup tempat penampungan air responden terhadap

ditemukannya larva Aedes aegypti di rumahnya dapat dilihat pada tabel 5.6

berikut ini:

Tabel 5.6
Distribusi Responden Berdasarkan
Praktek Menutup Tempat Penampungan Air

Variabel Jumlah %
Tidak Menutup 63 78,8%
Menutup 17 21,2%
Total 80 100%
Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 5.6 diatas diketahui bahwa responden yang tidak

melakukan praktek menutup tempat penampungan air yaitu sebesar 78,8%.

Sedangkan responden yang melakukan praktek menutup tempat penampungan

air yaitu 21,2%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar

responden belum melakukan praktek menutup tempat penampungan air.

7. Gambaran Ketersediaan Tutup Pada TPA

Ketersediaan tutup pada tempat penampungan air responden terhadap

ditemukannya larva Aedes aegypti di rumahnya dapat dilihat pada tabel 5.7

berikut ini:
68

Tabel 5.7
Distribusi Responden Berdasarkan
Ketersediaan Tutup pada Tempat Penampungan Air

Ketersediaan
Tutup pada Jumlah %
TPA
Tidak Ada
57 71,2%
Tutup
Ada Tutup 23 28,8%
Total 80 100%
Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 5.7 diatas diketahui bahwa responden yang tidak

memiliki tutup pada tempat penampungan air yaitu sebesar 71,2%. Sedangkan

responden yang memiliki tutup pada tempat penampungan air yaitu 28,8%.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden tidak

memiliki tutup pada tempat penampungan air.

8. Gambaran Jenis TPA

Jenis tempat penampungan air responden terhadap ditemukannya larva

Aedes aegypti di rumahnya dapat dilihat pada tabel 5.8 berikut ini:
69

Tabel 5.8
Distribusi Responden Berdasarkan
Jenis Tempat Penampungan Air
Jenis TPA Jumlah %
TPA Sehari-hari 62 77,5%
Tidak
Keperluan 18 22,5%
Sehari-hari
TPA Alamiah 0 0%
Total 80 100%
Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 5.8 diatas diketahui bahwa responden yang memiliki

tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari yaitu sebesar 77,5%,

responden yang memiliki tempat penampungan air bukan untuk keperluan

sehari-hari yaitu 22,5%, sedangkan tempat penampungan air alamiah sebesar

0%.

C. Analisis Bivariat

1. Hubungan antara Pengetahuan dengan Keberadaan Larva Aedes Aegypti

di Kelurahan Sawah Lama Tahun 2013

Hubungan antara pengetahuan dengan keberadaan larva Aedes aegypti

dapat dilihat pada tabel 5.9 dibawah ini:


70

Tabel 5.9
Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan dan Keberadaan Larva
Aedes aegypti di Kelurahan Sawah Lama Tahun 2013

Keberadaan Larva Aedes aegypti


OR (95% P
Pengetahuan Ada Tidak ada Jumlah
CI) value
n % N % n %

Kurang 24 80% 6 20% 30 100% 6

Baik 20 40% 30 60% 50 100% (2.082 - 0,001

Total 44 55% 36 45% 80 100% 17.292)

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 5.9 diatas, dapat diketahui bahwa responden yang

memiliki pengetahuan kurang dan ditemukan larva Aedes aegypti di rumahnya

adalah sebesar 24 dari 30 responden (80%). Sedangkan responden yang

memiliki pengetahuan baik dan ditemukan larva Aedes aegypti dirumahnya

adalah sebesar 20 dari 50 responden (40%). Dari uji statistik, diperoleh bahwa

nilai probabilitas (p-value) sebesar 0,001, artinya pada alpha 5% terdapat

hubungan yang bermakna secara statistik antara pengetahuan dengan adanya

keberadaan larva Aedes aegypti.

Dari hasil uji statistik diperoleh nilai OR (Odd Ratio) = 6, artinya

responden yang memiliki pengetahuan kurang memiliki peluang 6 kali untuk

ditemukannya larva Aedes aegypti di rumahnya.


71

2. Hubungan antara Sikap dengan Keberadaan Larva Aedes Aegypti di

Kelurahan Sawah Lama Tahun 2013

Hubungan antara sikap dengan keberadaan larva Aedes aegypti dapat

dilihat pada tabel 5.10 dibawah ini:

Tabel 5.10
Distribusi Responden Berdasarkan Sikap dan Keberadaan Larva
Aedes aegypti di Kelurahan Sawah Lama Tahun 2013

Keberadaan Larva Aedes aegypti OR


P
Sikap Ada Tidak ada Jumlah (95%
value
n % n % n % CI)

Negatif 28 71,8% 11 28,2% 39 100% 3,977

Positif 16 39,0% 25 61,0% 41 100% (1.556 - 0,004

Total 44 55,0% 36 45,0% 80 100% 10.163)

Sumber data : data primer

Berdasarkan tabel 5.10 diatas, dapat diketahui bahwa responden yang

memiliki sikap negatif dan ditemukan larva Aedes aegypti di rumahnya adalah

sebesar 28 dari 39 responden (71,8%). Sedangkan responden yang memiliki

sikap positif dan ditemukan larva Aedes aegypti dirumahnya adalah sebesar 16

dari 41 responden (39%). Dari uji statistik, diperoleh bahwa nilai probabilitas

(p-value) sebesar 0,004, artinya pada alpha 5% terdapat hubungan yang

bermakna secara statistik antara sikap dengan adanya keberadaan larva Aedes

aegypti.
72

Dari hasil uji statistik diperoleh nilai OR (Odd Ratio) = 3,977, artinya

responden yang memiliki sikap negatif memiliki peluang 3,977 kali untuk

ditemukannya larva Aedes aegypti di rumahnya.

3. Hubungan antara Praktek Menguras Tempat Penampungan Air dengan

Keberadaan Larva Aedes Aegypti di Kelurahan Sawah Lama Tahun 2013

Hubungan antara praktek menguras tempat penampungan air dengan

keberadaan larva Aedes aegypti dapat dilihat pada tabel 5.11 dibawah ini:

Tabel 5.11
Distribusi Responden Berdasarkan Praktek Menguras
Tempat Penampungan Air dan Keberadaan Larva Aedes aegypti
di Kelurahan Sawah Lama Tahun 2013

Keberadaan Larva Aedes aegypti OR


Praktek P
Menguras Ada Tidak ada Jumlah (95%
value
TPA n % N % N % CI)

<1xseminggu 25 71,4% 10 28,6% 35 100% 3,421

1xseminggu 19 42,2% 26 57,8% 45 100% (1,333


0,013
-
Total 44 55% 36 45% 80 100%
8,777)

Sumber data : data primer

Berdasarkan tabel 5.11 diatas, dapat diketahui bahwa responden yang

melakukan praktek menguras tempat penampungan air sebanyak <1 x seminggu

dan ditemukan larva Aedes aegypti di rumahnya adalah sebesar 25 dari 35


73

responden (71,4%). Sedangkan responden yang melakukan praktek menguras

tempat penampungan air sebanyak 1 x seminggu dan ditemukan larva Aedes

aegypti dirumahnya adalah sebesar 19 dari 45 responden (42,2%). Dari uji

statistik, diperoleh bahwa nilai probabilitas (p-value) sebesar 0,013, artinya

pada alpha 5% terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara praktek

menguras tempat penampungan air dengan adanya keberadaan larva Aedes

aegypti.

Dari hasil uji statistik diperoleh nilai OR (Odd Ratio) = 3,421, artinya

responden yang melakukan praktek menguras tempat penampungan air <1 x

seminggu memiliki peluang 3,421 kali untuk ditemukannya larva Aedes aegypti

di rumahnya.

4. Hubungan antara Praktek Menyingkirkan Barang-Barang Bekas dengan

Keberadaan Larva Aedes Aegypti di Kelurahan Sawah Lama Tahun 2013

Hubungan antara praktek menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat

menjadi tempat penampungan air dengan keberadaan larva Aedes aegypti dapat

dilihat pada tabel 5.12 dibawah ini:


74

Tabel 5.12
Distribusi Responden Berdasarkan Praktek Menyingkirkan Barang-
Barang Bekas dan Keberadaan Larva Aedes aegypti
di Kelurahan Sawah Lama Tahun 2013

Praktek Keberadaan Larva Aedes aegypti OR


Menyingkir Ada Tidak ada Jumlah (95%
P
kan Barang- CI)
value
Barang n % n % n %
Bekas
<1 x 3,042 0,032
34 64,2% 19 35,8% 53 100%
seminggu (1,163
1 x -
10 37% 17 63% 27 100%
seminggu 7,960)
Total 44 55% 36 45% 80 100%
Sumber data : data primer

Berdasarkan tabel 5.12 diatas, dapat diketahui bahwa responden yang

melakukan praktek menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menjadi

tempat penampungan air sebanyak <1 x seminggu dan ditemukan larva Aedes

aegypti di rumahnya adalah sebesar 34 dari 53 responden (64,2%). Sedangkan

responden yang melakukan praktek menyingkirkan barang-barang bekas yang

dapat menjadi tempat penampungan air sebanyak 1 x seminggu dan ditemukan

larva Aedes aegypti dirumahnya adalah sebesar 10 dari 27 responden (37%).

Dari uji statistik, diperoleh bahwa nilai probabilitas (p-value) sebesar 0,032,

artinya pada alpha 5% terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara

praktek menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menjadi tempat


75

penampungan air sebanyak <1 x seminggu dengan adanya keberadaan larva

Aedes aegypti.

Dari hasil uji statistik diperoleh nilai OR (Odd Ratio) = 3,042, artinya

responden yang tidak melakukan praktek menyingkirkan barang-barang bekas

yang dapat menjadi tempat penampungan air sebanyak <1 x seminggu memiliki

peluang 3,042 kali untuk ditemukannya larva Aedes aegypti di rumahnya.

5. Hubungan antara Praktek Menutup Tempat Penampungan Air dengan

Keberadaan Larva Aedes Aegypti di Kelurahan Sawah Lama Tahun 2013

Hubungan antara praktek menutup tempat penampungan air dengan

keberadaan larva Aedes aegypti dapat dilihat pada tabel 5.13 dibawah ini:

Tabel 5.13
Distribusi Responden Berdasarkan Praktek Menutup
Tempat Penampungan Air dan Keberadaan Larva Aedes aegypti
di Kelurahan Sawah Lama Tahun 2013

Keberadaan Larva Aedes aegypti


Praktek P
Menutup Ada Tidak ada Jumlah
value
TPA n % N % n %

Tidak
38 60,3% 25 39,7% 63 100%
menutup
0,099
Menutup 6 35,3% 11 64,7% 17 100%

Total 44 55% 36 45% 80 100%

Sumber data : data primer


76

Berdasarkan tabel 5.13 diatas, dapat diketahui bahwa responden yang

melakukan praktek menutup tempat penampungan air dan ditemukan larva

Aedes aegypti di rumahnya adalah sebesar 38 dari 63 responden (60,3%).

Sedangkan responden yang melakukan praktek menutup tempat penampungan

air dan ditemukan larva Aedes aegypti dirumahnya adalah sebesar 6 dari 17

responden (35,3%). Dari uji statistik, diperoleh bahwa nilai probabilitas (p-

value) sebesar 0,099, artinya pada alpha 5% terdapat hubungan yang bermakna

secara statistik antara praktek menutup tempat penampungan air dengan adanya

keberadaan larva Aedes aegypti.

6. Hubungan antara Ketersediaan Tutup Pada Tempat Penampungan Air

dengan Keberadaan Larva Aedes Aegypti di Kelurahan Sawah Lama

Tahun 2013

Hubungan antara ketersediaan tutup pada tempat penampungan air

dengan keberadaan larva Aedes aegypti dapat dilihat pada tabel 5.14 dibawah

ini:
77

Tabel 5.14
Distribusi Responden Berdasarkan Ketersediaan Tutup pada
Tempat Penampungan Air dan Keberadaan Larva Aedes aegypti
di Kelurahan Sawah Lama Tahun 2013

Keberadaan Larva Aedes aegypti


Ketersediaan P
Tutup pada Ada Tidak ada Jumlah
value
TPA n % n % n %

Tidak punya
30 52,6% 27 47,4% 57 100%
tutup
0,621
Punya tutup 14 60,9% 9 39,1% 23 100%

Total 44 55% 36 45% 80 100%

Sumber data : data primer

Berdasarkan tabel 5.14 diatas, dapat diketahui bahwa responden yang

tidak memiliki tutup pada tempat penampungan air dan ditemukan larva Aedes

aegypti di rumahnya adalah sebesar 30 dari 57 responden (52,6%). Sedangkan

responden yang memiliki tutup pada tempat penampungan air dan ditemukan

larva Aedes aegypti dirumahnya adalah sebesar 14 dari 23 responden (60,9%).

Dari uji statistik, diperoleh bahwa nilai probabilitas (p-value) sebesar 0,621,

artinya pada alpha 5% terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara

ketersediaan tutup pada tempat penampungan air dengan adanya keberadaan

larva Aedes aegypti.


78

7. Hubungan antara Jenis Tempat Penampungan Air dengan Keberadaan

Larva Aedes Aegypti di Kelurahan Sawah Lama Tahun 2013

Hubungan antara jenis tempat penampungan air dengan keberadaan larva

Aedes aegypti dapat dilihat pada tabel 5.15 dibawah ini:

Tabel 5.15
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis
Tempat Penampungan Air dan Keberadaan Larva Aedes aegypti
di Kelurahan Sawah Lama Tahun 2013

Keberadaan Larva Aedes aegypti OR


P
Jenis TPA Ada Tidak ada Jumlah (95%
value
n % n % n % CI)
TPA Sehari-
29 46,8% 33 53,2% 62 100%
hari
Tidak 0,176
Keperluan 15 83,3% 3 16,7% 18 100% (0,046
0,007
Sehari-hari -
TPA 0,669)
0 0% 0 0% 0 0%
alamiah
Total 44 55% 36 45% 80 100%
Sumber data : data primer

Berdasarkan tabel 5.15 diatas, dapat diketahui bahwa responden yang

memiliki tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari dan ditemukan

larva Aedes aegypti di rumahnya adalah sebesar 29 dari 62 responden (46,8%).

Sedangkan responden yang memiliki tempat penampungan air bukan untuk

keperluan sehari-hari dan ditemukan larva Aedes aegypti dirumahnya adalah

sebesar 15 dari 18 responden (83,3%). Untuk tempat penampungan alamiah


79

tidak ditemukan adanya larva Aedes aegypti. Dari uji statistik, diperoleh bahwa

nilai probabilitas (p-value) sebesar 0,007, artinya pada alpha 5% terdapat

hubungan yang bermakna secara statistik antara tempat penampungan air untuk

keperluan sehari-hari dengan adanya keberadaan larva Aedes aegypti.

Dari hasil uji statistik diperoleh nilai OR (Odd Ratio) = 0,176, artinya

responden yang memiliki tempat penampungan air untuk keperluan sehari-

hari memiliki peluang 0,176 kali untuk ditemukannya larva Aedes aegypti di

rumahnya.

D. Analisis Multivariat

Untuk mengetahui variabel yang paling dominan dengan keberadaan larva

nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Sawah Lama tahun 2013, perlu dilakukan

analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik berganda.

1. Pemlilihan Variabel Kandidat Analisis Multivariat

Pada penelitian ini variabel yang masuk dalam kandidat analisis

multivariat adalah variabel pengetahuan, sikap, praktek menguras tempat

penampungan air, praktek menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat

menjadi tempat penampungan air, praktek menutup tempat penampungan air

dan jenis tempat penampungan air. Pemilihan variabel sebagai kandidat analisis

multivariat adalah variabel yang telah dilakukan analisis bivariat dan memiliki

nilai p value < 0,25. Adapun hasil analisis bivariat antara variabel independen

dengan variabel dependen dapat dilihat pada Tabel 5.16, berikut:


80

Tabel 5.16
Hasil Analisis Bivariat Antara Variabel Pengetahuan, Sikap, Praktek
Menguras Tempat Penampungan Air, Praktek Menyingkirkan Barang-
Barang Bekas yang Dapat Menjadi Tempat Penampungan Air, Praktek
Menutup Tempat Penampungan Air dan Jenis Tempat Penampungan Air
di Kelurahan Sawah Lama Tahun 2013

No Variabel P Value
1 Pengetahuan 0,001
2 Sikap 0,004
3 Praktek menguras tempat 0,013
penampungan air
4 Praktek menyingkirkan barang- 0,032
barang bekas yang dapat menjadi
tempat penampungan air,
5 Praktek menutup tempat 0,099
penampungan air
6 Jenis tempat penampungan air 0,007

2. Pembuatan Model Faktor Penentu Variabel yang Paling Berpengaruh

Adapun hasil dari analisis multivariat adalah didapatkannya model yang

terbaik dalam menentukan faktor penentu keberadaan larva nyamuk Aedes

aegypti di Kelurahan Sawah Lama. Dalam pemodelan ini semua variabel

kandidat dianalisis secara bertahap atau dengan metode enter. Model terbaik

akan dipertimbangkan pada variabel yang memiliki nilai p value < 0,05.

Pemilihan model dilakukan secara hirarki dengan cara semua variabel

independen yang menjadi kandidat yang memebuhi syarat dimasukkan ke

dalam model, kemudian variabel yang memiliki p value > 0,05 dikeluarkan dari

model satu-persatu. Secara keseluruhan hasil pembuatan model faktor penentu

dapat dilihat pada tabel 5.17


81

Tabel 5.17
Hasil Analisis Multivariat di Kelurahan Sawah Lama Tahun 2013

No. Variabel Model Model Model


1 2 3
1. Pengetahuan 0,004 0,003 0,003
2. Sikap 0,063 0,048 0,049
3. Praktek menguras tempat penampungan air 0, 161 0,156 -
4. Praktek menyingkirkan barang-barang 0,079 0,075 0,025
bekas yang dapat menjadi tempat
penampungan air
5. Praktek menutup tempat penampungan air 0,915 - -
6. Jenis tempat penampungan air 0,016 0,016 0,009

Hasil analisis multivariat di tabel 5.17 dapat diketahui bahwa dari 6

(enam) variabel yang masuk dalam analisis, 4 (empat) diantaranya yaitu

variabel pengetahuan, sikap, praktek menyingkirkan barang-barang bekas yang

dapat menjadi tempat penampungan air dan jenis tempat penampungan air

mempunyai p value < 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa keempat variabel

tersebut merupakan variabel yang mempunyai hubungan secara signifikan

dengan keberadaan larva nyamuk Aedes aegypti.


82

Tabel 5.18
Hasil Analisis Multivariat Antara Pengetahuan, Sikap, Praktek
Menyingkirkan Barang-Barang Bekas yang dapat Menjadi Tempat
Penampungan Air dan Jenis Tempat Penampungan Air
Di Kelurahan Sawah Lama Tahun 2013

No. Variabel B Pwald OR 95% Pvalue


CI
1. Pengetahuan 1,918 9,140 6,807 1,963- 0,003
23,604
2. Sikap 1,115 3,887 3,050 1,007- 0,049
9,240
3. Praktek 1,376 5,000 3,957 1,185- 0,025
menyingkirkan 13,215
barang-barang bekas
yang dapat menjadi
tempat penampungan
air
4. Jenis tempat - 6,746 0,129 0,028- 0,009
penampungan air 2,046 0,605
Constant - 10,591 0,030
3,508

Sedangkan jika dilihat dari koefisien B dan nilai OR pada tabel 5.18

dapat disimpulkan bahwa dari keempat variabel yang memiliki hubungan

signifikan, variabel pengetahuan merupakan variabel yang paling dominan

yang mempengaruhi keberadaan larva nyamuk Aedes aegypti.


BAB VI

PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan penelitian,

yaitu:

1. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Desain ini tidak dapat

menjelaskan hubungan sebab akibat, hanya menjelaskan hubungan keterkaitan.

Meskipun demikian, desain ini dipilih karena paling sesuai dengan tujuan

penelitian serta efektif dari segi waktu.

2. Pemeriksaan keberadaan larva Aedes aegyipti hanya dilihat secara visual yang

mengandalkan penglihatan, tanpa pengujian seperti teknik single larva method

untuk memperkuat hasil. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan biaya dan

waktu penelitian.

3. Penelitian ini menggunakan instrumen berupa kuesioner yang disusun oleh

peneliti berdasarkan teori-teori dan pengembangan dari kuesioner penelitian

terdahulu, sehingga dapat dikatakan bahwa instrumen penelitian bukan

merupakan instrumen baku.

4. Pengumpulan data dilakukan melalui metode wawancara kepada responden

dengan menggunakan alat bantu kuesioner. Sehingga kualitas data mengenai

kebenaran, keakuratan dan kelengkapan data yang diperoleh sangat dipengaruhi

83
84

oleh kejujuran, keterbukaan dan pemahaman responden dalam menjawab

pertanyaan-pertanyaan setiap variabel.

B. Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) tetap ada sepanjang tahun yang

berarti keberadaan vektornya yaitu nyamuk Aedes aegypti tetap ada sepanjang

tahun (Troyo, 2008). Memutus siklus hidupnya adalah cara yang tepat dalam

mengurangi vektor DBD. DBD dapat dicegah dengan memberantas larva-larvanya

(jentik-jentik), (Depkes RI, 2005).

Survey terhadap keberadaan larva nyamuk sangat bermanfaat untuk

keperluan pemberantasan penularan DBD. Survey terhadap keberadaan larva

nyamuk dapat digunakan sebagai indikator untuk menentukan Angka Bebas Jentik

(ABJ) di suatu daerah. Apabila suatu daerah memiliki angka bebas jentik sama

atau lebih besar dari 95% kemungkinan terjadinya penularan penyakit DBD

berkurang, demikian juga sebaliknya, (Setyobudi, 2011).

Penelitian keberadaan larva nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Sawah

Lama tahun 2013 dilakukan dengan metode visual. Larva nyamuk dilihat dengan

mata telanjang sesuai dengan petunjuk Direktoral Jenderal Pengendalian Penyakit

dan Penyehatan Lingkungan (2005). Pada penelitian ini, pemeriksaan keberadaan

larva nyamuk Aedes aegypti dibantu oleh petugas jumantik. Hasil penelitian,

ditemukan bahwa 55% dari rumah responden yang diperiksa rumahnya di


85

Kelurahan Sawah Lama terdapat larva Aedes aegypti dan yang tidak ditemukan

larva Aedes Aegypti sebanyak 45%.

Angka tersebut menunjukan bahwa kepadatan nyamuk di Kelurahan Sawah

Lama termasuk kategori tinggi sehingga mempunyai risiko transmisi nyamuk yang

cukup tinggi untuk terjadi penularan penyakit DBD. Jika dihitung ABJ dari hasil

yang diperoleh diketahui bahwa ABJ di Kelurahan Sawah Lama adalah sebesar

45%. Hal ini sangat jauh dengan indikator ABJ yang telah ditetapkan oleh nasional

dan internasional (WHO), yaitu 95%.

Rendahnya nilai ABJ di Kelurahan Sawah Lama kemungkinan disebabkan

oleh wilayah Kelurahan Sawah Lama yang cukup padat penduduk dan lingkungan

yang memungkinkan untuk perkembangan siklus kehidupan nyamuk. Selain itu,

perilaku masyarakat terkait pengetahuan, sikap dan tindakan (praktek) juga sangat

berpengaruh dengan adanya keberadaan vektor penular DBD.

Berdasarkan uji statistik, dapat diketahui bahwa terdapat 5 variabel yang

memiliki hubungan yang bermakna secara statistik terhadap keberadaan larva

Aedes aegypti di Kelurahan Sawah Lama tahun 2013, yaitu variabel pengetahuan,

sikap, praktek menguras tempat penampungan air, praktek menyingkirkan barang-

barang bekas dan jenis tempat penampungan air. Sedangkan 2 variabel yang tidak

memiliki hubungan yang bermakna secara statistik terhadap keberadaan larva

Aedes aegypti di Kelurahan Sawah Lama tahun 2013, yaitu variabel praktek

menutup tempat penampungan air dan keberadaan tutup pada tempat

penampungan air.
86

C. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti

1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep dan

pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan isinya termasuk manusia

dan kehidupannya (Keraf, 2001). Sedangkan menurut Tafsir (2004),

pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui. Manusia memiliki rasa ingin

tahu, lalu mencari, hasilnya ia tahu sesuatu. Sesuatu itulah yang dinamakan

pengetahuan.

Pengetahuan responden mengenai DBD dan vektor penyebabnya serta

faktor yang mempengaruhi keberadaan larva nyamuk Aedes aegypti sangat

diperlukan untuk mencegah terjadinya penularan penyakit DBD serta menekan

perkembangan dan pertumbuhan larva nyamuk Aedes aegypti, (Ririh, 2005).

Dalam penelitian ini, untuk mengetahui tingkat pengetahuan seseorang

dengan keberadaan larva Aedes aegypti di Kelurahan Sawah Lama dilakukan

dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang berkaitan tentang keberadaan

larva Aedes aegypti dan seputar penyakit demam berdarah serta pencegahannya.

Informasi mengenai pengetahuan pada penelitian ini diperoleh dari hasil

jawaban pertanyaan yang diajukan kepada responden.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden yang memiliki

pengetahuan kurang dan ditemukan larva Aedes aegypti di rumahnya sebanyak

24 dari 30 (80%). Sedangkan responden yang memiliki pengetahuan baik dan

ditemukan larva Aedes aegypti di rumahnya sebanyak 20 dari 50 (40%).


87

Berdasarkan hasil analisis bivariat, diperoleh nilai p-value sebesar 0,001

(p-value < 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

bermakna secara statistik antara pengetahuan dengan adanya keberadaan larva

Aedes aegypti pada rumah responden di Kelurahan Sawah Lama. Dari hasil uji

statistik juga diperoleh nilai OR (odd ratio) sebesar 6, artinya responden yang

memiliki pengetahuan buruk memiliki peluang 6 kali untuk adanya keberadaan

larva Aedes aegypti di rumahnya dibandingkan dengan responden yang

memiliki pengetahuan baik.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ririh (2005), dimana

diperoleh p = 0,001 (p<0,05), berarti terdapat hubungan yang bermakna secara

statistik antara tingkat pengetahuan responden dengan keberadaan jentik Aedes

aegypti di Kelurahan Wonokusumo. Penelitian Damyanti (2009) juga

menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan dengan keberadaan larva Aedes

aegypti di Kelurahan Kepolorejo Kecamatan Magetan Kabupaten Magetan

dengan p value sebesar 0,046.

Pengetahuan berpengaruh sebagai motivasi awal bagi seseorang dalam

berprilaku, (Green, 1980). Seseorang yang mempunyai pengetahuan yang baik

mengenai suatu penyakit, dalam hal ini DBD akan muncul sikap dan

tindakan/perilaku yang benar. Jika pengetahuan seseorang semakin tinggi maka

semakin benar pula sikap dan tindakan seseorang (Notoadmodjo, 2003).

Menurut Notoadmodjo (2007), pengetahuan yang baik akan membuat

perilaku akan bertahan daripada perilaku yang tidak didasarkan pengetahuan.


88

Oleh karena itu, seharusnya masyarakat yang memiliki pengetahuan yang baik

terkait DBD dapat berpartisipasi aktif secara berkesinambungan untuk

melakukan kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD (PSN DBD) di

lingkungannya. Hal tersebut dapat menaikkan angka bebas jentik dari 45%

menjadi lebih tinggi, sehingga standar nasional bisa dicapai.

Program edukasi mengenai DBD hendaknya dilakukan oleh Puskesmas

yang berada di Kelurahan Sawah Lama. Program edukasi dapat dilakukan oleh

Puskesmas dengan memberikan TOT (Training of Trainer) kepada ibu-ibu

kader. Program edukasi tersebut hendaknya dapat menjadi jembatan untuk

meningkatkan pengetahuan masyarakat Kelurahan Sawah Lama. Hal ini

dikarenakan kader merupakan tangan kanan Puskesmas yang dekat dengan

masyarakat, sehingga diharapkan pemberian pengetahuan kepada masyarakat

dapat lebih efektif melalui peran kader.

2. Sikap

Sikap adalah kesiapan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku

atau merespon sesuatu baik terhadap ransangan positif maupun ransangan

negatif dari objek rangsangan. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau

aktivitas akan tetapi merupakan faktor predisposisi bagi seseorang untuk

berperilaku, (Tafsir, 2004).

Dalam penelitian ini, untuk mengetahui sikap seseorang dengan

keberadaan larva Aedes aegypti di Kelurahan Sawah Lama dilakukan dengan


89

mengajukan beberapa pertanyaan yang berkaitan tentang respon seseorang

terhadap DBD serta cara pencegahannya. Informasi mengenai sikap pada

penelitian ini diperoleh dari hasil jawaban pertanyaan yang diajukan kepada

responden.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa responden yang

memiliki sikap negatif dan ditemukan larva Aedes aegypti di rumahnya

sebanyak 28 dari 39 (71,8%). Sedangkan responden yang memiliki sikap positif

dan ditemukan larva Aedes aegypti di rumahnya sebanyak 16 dari 41 (39%).

Berdasarkan hasil analisis bivariat, diperoleh nilai p-value sebesar 0,004

(p-value < 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

bermakna secara statistik antara sikap dengan adanya keberadaan larva Aedes

aegypti pada rumah responden di Kelurahan Sawah Lama. Dari hasil uji

statistik juga diperoleh nilai OR (odd ratio) sebesar 3,977, artinya responden

yang memiliki sikap negatif memiliki peluang 3,977 kali untuk adanya

keberadaan larva Aedes aegypti di rumahnya dibandingkan dengan responden

yang memiliki sikap positif.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Damyanti (2009), yang menunjukkan bahwa adanya hubungan yang bermakna

secara statistik antara sikap dengan keberadaan larva Aedes aegypti di

Kelurahan Kepolorejo Kecamatan Magetan Kabupaten Magetan dengan p value

sebesar 0,008. Penelitian Nugrahaningsih (2010) juga menunjukkan bahwa

sikap dan keberadaan larva nyamuk Aedes aegypti mempunyai hubungan yang
90

bermakna secara statistik di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Utara tahun 2010

dengan p value 0,001.

Sikap merupakan produk dari proses sosialisi, seseorang akan bereaksi

sesuai dengan ransangan yang diterimanya. Pengetahuan pada diri seseorang

mempengaruhi sikap yang muncul, (Marat, 1984). Jika pengetahuan seseorang

semakin tinggi maka semakin benar pula sikap dan tindakan seseorang.

Seseorang yang mempunyai pengetahuan yang baik mengenai suatu penyakit,

dalam hal ini DBD akan muncul sikap dan tindakan/perilaku yang benar,

(Notoadmodjo, 2003). Sikap yang mau terlibat dan berperan aktif dalam upaya

pemberantasan sarang nyamuk akan sangat berpengaruh dalam tindakan dan

upaya penanggulangan serta pencegahan penyakit DBD, (Nugrahaningsih,

2010).

Sama halnya dengan pengetahuan, program edukasi mengenai DBD

hendaknya dilakukan oleh Puskesmas yang berada di Kelurahan Sawah Lama.

Program edukasi dapat dilakukan oleh Puskesmas dengan memberikan TOT

(Training of Trainer) kepada ibu-ibu kader. Program edukasi tersebut

hendaknya dapat menjadi jembatan untuk menjadikan perubahan sikap yang

positif masyarakat Kelurahan Sawah Lama terhadap pemberantasan sarang

nyamuk. Sehingga angka bebas jentik di Kelurahan Sawah Lama bisa

meningkat dan mencapai standar nasional yaitu sebesar 95%.


91

3. Praktek Menguras Tempat Penampungan Air

Praktek menguras tempat penampungan air merupakan salah satu dari

kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Dalam penelitian ini praktek

menguras tempat penampungan air diukur dengan frekuensi pengurasan dalam

satu minggu yang dilakukan oleh responden. Keadaan yang dikatakan baik

adalah jika responden melakukan praktek menguras tempat penampungan air

lebih dari satu kali dalam seminggu.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa responden yang

melakukan praktek menguras tempat penampungan air dengan frekuensi <1 x

seminggu dan ditemukan larva Aedes aegypti di rumahnya sebanyak 25 dari 35

(71,4%). Sedangkan responden yang melakukan praktek menguras tempat

penampungan air dengan frekuensi 1 x seminggu sebanyak 19 dari 45

(42,2%).

Berdasarkan hasil analisis bivariat, diperoleh nilai p-value sebesar 0,013

(p-value < 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

bermakna secara statistik antara praktek menguras tempat penampungan air

sebanyak <1 x seminggu dengan adanya keberadaan larva Aedes aegypti pada

rumah responden di Kelurahan Sawah Lama. Dari hasil uji statistik juga

diperoleh nilai OR (odd ratio) sebesar 3,421, artinya responden yang

melakukan praktek menguras tempat penampungan air sebanyak <1 x

seminggu memiliki peluang 3,421 kali untuk adanya keberadaan larva Aedes
92

aegypti di rumahnya dibandingkan dengan responden yang melakukan praktek

menguras tempat penampungan air sebanyak <1 x seminggu.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Damyanti (2009), yang

menunjukkan ada hubungan yang bermakna secara statistik antara praktek

menguras tempat penampungan air dengan keberadaan larva Aedes aegypti di

Kelurahan Kepolorejo Kecamatan Magetan Kabupaten Magetan dengan p value

sebesar 0,003. Selain itu, penelitian Adam (2008), menunjukkan ada hubungan

yang bermakna secara statistik antara praktek menguras tempat penampungan

air dengan kejadian demam berdarah dengue di Puskesmas Sukomoro

Kabupaten Magetan tahun 2008.

Penelitian Falah (2010) juga menunjukkan ada hubungan secara statistik

antara praktek menguras tempat penampungan air dengan kejadian demam

berdarah di Sendangmulyo Kecamatan Tembalang Kota Semarang dengan

dengan p value sebesar 0,015. Penelitian Mahardika (2009) juga menunjukkan

ada hubungan yang bermakna secara statistik antara praktek menguras tempat

penampungan air dengan kejadian DBD (p value = 0,004) di wilayah kerja

Puskesmas Cepiring Kecamatan Cepirin Kabupaten Kendal tahun 2009.

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori, bahwa Pemberantasan Sarang

Nyamuk harus dilakukan secara berkesinambungan untuk memberantas tempat-

tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti agar tidak berkembangbiak salah

satunya yaitu dengan membersihkan tempat penampungan air dengan


93

menguras, menyikat dindingnya dan mengganti airnya seminggu sekali (Dinkes

Jawa Tengah, 2006).

Sebaiknya masyarakat tetap melakukan kegiatan Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) di rumah dan lingkungannya. Salah satunya adalah dengan

melakukan praktek menguras tempat penampungan air paling sedikit seminggu

sekali. Praktek ini pun harus dilakukan dengan cara yang benar yaitu dengan

cara menyikat dindingnya dan mengganti airnya, sehingga siklus kehidupan

nyamuk dapat dihentikan. Pihak Puskesmas dapat memberikan program

penyuluhan kepada masyarakat secara kontinu mengenai praktek menguras

tempat penampungan air yang benar dan dapat memotivasi masyarakat agar

dapat mempraktekkannya dengan frekuensi yang benar, yaitu 1 kali dalam 1

minggu.

4. Praktek Menyingkirkan Barang-Barang Bekas

Praktek menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menjadi tempat

penampungan air juga merupakan salah satu dari praktek Pemberantasan

Sarang Nyamuk (PSN). Dalam penelitian ini praktek menyingkirkan barang-

barang bekas yang dapat menjadi tempat penampungan air diukur dengan

frekuensi dalam satu minggu yang dilakukan oleh responden. Keadaan yang

dikatakan baik adalah jika responden melakukan praktek menyingkirkan

barang-barang bekas yang dapat menjadi tempat penampungan air lebih dari

satu kali dalam seminggu.


94

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa responden yang

melakukan praktek menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menjadi

tempat penampungan air sebanyak <1 x seminggu dan ditemukan larva Aedes

aegypti di rumahnya adalah sebesar 34 dari 53 responden (64,2%). Sedangkan

responden yang melakukan praktek menyingkirkan barang-barang bekas yang

dapat menjadi tempat penampungan air sebanyak 1 x seminggu dan ditemukan

larva Aedes aegypti dirumahnya adalah sebesar 10 dari 27 responden (37%).

Berdasarkan hasil analisis bivariat, diperoleh bahwa nilai probabilitas (p-

value) sebesar 0,032, artinya pada alpha 5% terdapat hubungan yang bermakna

secara statistik antara praktek menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat

menjadi tempat penampungan air sebanyak <1 x seminggu dengan adanya

keberadaan larva Aedes aegypti. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai OR (Odd

Ratio) = 3,042, artinya responden yang melakukan praktek menyingkirkan

barang-barang bekas yang dapat menjadi tempat penampungan air sebanyak <1

x seminggu memiliki peluang 3,042 kali untuk ditemukannya larva Aedes

aegypti di rumahnya.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Damyanti (2009), yang

menunjukkan bahwa adanya hubungan yang bermakna secara statistik antara

praktek menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menjadi tempat

penampungan air dengan keberadaan larva Aedes aegypti di Kelurahan

Kepolorejo Kecamatan Magetan Kabupaten Magetan dengan p value sebesar

0,007. Penelitian Falah (2010) juga menunjukkan ada hubungan secara statistik
95

antara praktek mengubur barang-barang bekas dengan kejadian demam

berdarah di Sendangmulyo Kecamatan Tembalang Kota Semarang dengan

dengan p value sebesar 0,0001.

Gambaran praktek menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat

menjadi tempat penampungan air yang diperoleh dari responden di lapangan

pada penelitian ini adalah sebanyak 60% responden menyingkirkan dengan

memberikan ke tukang sampah/loak dan sebanyak 40% responden

menyingkirkan dengan cara membakar.

Depkes RI (1995), menyatakan bahwa salah satu cara untuk mencegah

dan memberantas nyamuk Aedes aegypti adalah dengan mengubur barang-

barang bekas dan sampah-sampah lainnya yang dapat menampung air hujan

sehingga tidak menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk.

Sebaiknya masyarakat tetap melakukan kegiatan Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) di rumah dan lingkungannya. Salah satunya adalah dengan

melakukan praktek menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menjadi

tempat penampungan air paling sedikit seminggu sekali. Praktek ini dapat

dilakukan dengan cara mengubur, memberikan ke tukang sampah/loak,

membuat kerajinan dan cara lainnya, sehingga siklus kehidupan nyamuk dapat

dihentikan.

Pihak Puskesmas dapat memberikan program penyuluhan kepada

masyarakat secara kontinu yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran

masyarakat dalam melakukan praktek menyingkirkan barang-barang bekas


96

yang dapat menjadi tempat penampungan air dan dapat memotivasi masyarakat

agar dapat mempraktekkannya dengan frekuensi yang benar, yaitu 1 kali

dalam 1 minggu. Di samping itu, dalam praktek ini tokoh masyarakat juga

memiliki peranan yang penting dalam upaya pemberantasan sarang nyamuk di

lingkungannya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh tokoh masyarakat

adalah menggerakkan masyarakat melalui kegiatan kemasyarakatan, seperti

kerja bakti membersihkan lingkungan sekitar.

5. Praktek Menutup Tempat Penampungan Air

Praktek menutup tempat penampungan air merupakan salah satu dari

kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Dalam penelitian ini praktek

menutup tempat penampungan air diketahui dengan praktek dilakukan oleh

responden. Keadaan yang dikatakan baik adalah jika responden melakukan

praktek menutup tempat penampungan air.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa responden yang

melakukan praktek menutup tempat penampungan air dan ditemukan larva

Aedes aegypti di rumahnya adalah sebesar 38 dari 63 responden (60,3%).

Sedangkan responden yang melakukan praktek menutup tempat penampungan

air dan ditemukan larva Aedes aegypti dirumahnya adalah sebesar 6 dari 17

responden (35,3%). Berdasarkan hasil analisis bivariat, diperoleh bahwa nilai

probabilitas (p-value) sebesar 0,099, artinya pada alpha 5% tidak terdapat


97

hubungan yang bermakna secara statistik antara praktek menutup tempat

penampungan air dengan adanya keberadaan larva Aedes aegypti.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Damyanti (2009), yang

menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara praktek

menutup tempat penampungan air dengan keberadaan larva Aedes aegypti di

Kelurahan Kepolorejo Kecamatan Magetan Kabupaten Magetan dengan p value

sebesar 0,130.

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Mahardika (2009) yang

menunjukkan ada hubungan yang bermakna secara statistik antara praktek

menutup tempat penampungan air dengan kejadian DBD (p value = 0,002) di

wilayah kerja Puskesmas Cepiring Kecamatan Cepirin Kabupaten Kendal 2009.

Temuan dalam penelitian ini dapat terjadi kemungkinan karena data

penelitian yang kurang bervariasi (homogen), dimana sebesar 78,8% responden

tidak melakukan praktek menutup tempat penampungan air. Hal ini dapat

terjadi karena sebagian besar responden tidak memiliki tutup pada tempat

penampungan airnya, sehingga secara statistik tidak adanya hubungan antara

praktek menutup dengan keberadaan larva nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan

Sawah Lama tahun 2013.

6. Ketersediaan Tutup pada Tempat Penampungan Air

Ketersediaan tutup pada tempat penampungan air merupakan salah satu

faktor lingkungan yang dapat berpengaruh terhadap keberadaan larva nyamuk


98

Aedes aegypti. Adanya tutup pada tempat penampungan air dan penggunaannya

yang benar memiliki dampak yang signifikan terhadap keberadaan larva dan

pupa nyamuk Aedes aegypti dibandingkan tempat penampungan air tanpa tutup

(Tsuzuki, et al, 2009).

Dalam penelitian, data mengenai ketersediaan tutup pada tempat

penampungan air diperoleh dari hasil observasi ke tiap rumah responden.

Observasi dilakukan pada tempat penampungan air yang dimungkinkan

menggunakan tutup, seperti ember dan tempayan. Selanjutnya, data hasil

observasi tersebut dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu tempat

penampungan air dengan tutup dan tempat penampungan air tanpa tutup.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa responden yang tidak

memiliki tutup pada tempat penampungan air dan ditemukan larva nyamuk

Aedes aegypti di rumahnya adalah sebesar 30 dari 57 responden (52,6%).

Sedangkan responden yang memiliki tutup pada tempat penampungan air dan

ditemukan larva nyamuk Aedes aegypti dirumahnya adalah sebesar 14 dari 23

responden (60,9%). Dari uji statistik, diperoleh bahwa nilai probabilitas (p-

value) sebesar 0,621, artinya pada alpha 5% tidak terdapat hubungan yang

bermakna secara statistik antara ketersediaan tutup pada tempat penampungan

air dengan adanya keberadaan larva nyamuk Aedes aegypti.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Arsin (2004) yang

menunjukkan bahwa keberadaan tutup pada tempat penampungan air

mempunyai hubungan dengan keberadaan vektor DBD di kota Makasar.


99

Demikian pula dengan penelitian Sandra (2010), yang menunjukkan bahwa

terdapat hubungan yang bermakna secara statistik dengan kejadian DBD di

Kelurahan Pabuaran Kecamatan Cibinong.

Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan antara

ketersediaan tutup pada tempat penampungan air dengan keberadaan larva

nyamuk Aedes aegypti. Hal ini kemungkinan dapat terjadi karena data

penelitian yang bersifat homogen, dimana sebesar 71,2% responden tidak

memiliki tutup pada tempat penampungan airnya, sehingga hasil uji statistik

menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan antara ketersediaan tutup pada

tempat penampungan air dengan keberadaan larva nyamuk Aedes aegypti di

Kelurahan Sawah Lama tahun 2013.

Adanya tutup pada tempat penampungan air berarti tidak menyediakan

tempat untuk siklus hidup nyamuk Aedes aegypti. Namun, hasil penelitian

menunjukkan tidak adanya hubungan antara ketersediaan tutup pada tempat

penampungan air dengan keberadaan larva nyamuk Aedes aegypti. Hal ini

kemungkinan terjadi karena praktek menguras tempat penampungan air yang

lebih berperan penting terhadap keberadaan larva nyamuk Aedes aegypti pada

tempat penampungan air. Dengan melakukan praktek menguras tempat

penampungan air dengan frekuensi yang benar ( 1 kali seminggu) dapat

meminimalisir perkembangan larva di tempat penampungan air. Hal ini karena

larva nyamuk Aedes aegypti dapat berkembang selama 6-8 hari (Herms, 2006).
100

7. Jenis Tempat Penampungan Air

Selama ini diketahui bahwa nyamuk Aedes aegypti memiliki kebiasaan

berkembangbiak pada air-air tergenang yang jernih seperti pada tempat

penampungan air buatan manusia. Banyaknya tempat penampungan air maupun

tempat berair lainnya yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk

merupakan kondisi yang sangat potensial untuk terjadinya kasus DBD, (Troyo,

2008).

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden yang memiliki

tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari dan ditemukan larva

Aedes aegypti di rumahnya adalah sebesar 29 dari 62 responden (46,8%).

Sedangkan responden yang memiliki tempat penampungan air bukan untuk

keperluan sehari-hari dan ditemukan larva Aedes aegypti dirumahnya adalah

sebesar 15 dari 18 responden (83,3%).

Berdasarkan hasil analisis bivariat, diperoleh bahwa nilai probabilitas (p-

value) sebesar 0,007, artinya pada alpha 5% terdapat hubungan yang bermakna

secara statistik antara jenis tempat penampungan air dengan adanya keberadaan

larva Aedes aegypti. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai OR (Odd Ratio) =

0,176, artinya responden yang memiliki tempat penampungan air untuk

keperluan sehari-hari memiliki peluang 0,176 kali untuk ditemukannya larva

Aedes aegypti di rumahnya.

Penelitian Ririh (2005), juga menunjukkan hasil ada hubungan yang

bermakna secara statistik (p value = 0,004) antara jenis tempat penampungan


101

air dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan

Wonokusumo. Penelitian Ririh (2005) menunjukkan bahwa adanya hubungan

yang bermakna secara statistik (p value = 0,004) antara jenis tempat

penampungan air dengan keberadaan jentik nyamuk Aedes aegypti di daerah

endemis DBD Surabaya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis tempat penampungan air

bukan untuk keperluan sehari-hari yang banyak ditemukan larva nyamuk Aedes

aegypti di Kelurahan Sawah Lama, yaitu sebesar 15 dari 18 (83,3%). Hal ini

tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuwono dalam

Yotopranoto (1998) yang menunjukkan bahwa dari beberapa survey yang

dilakukan di beberapa kota di Indonesia menunjukkan tempat perindukan yang

paling potensial adalah pada tempat penampungan air yang digunakan untuk

keperluan sehari-hari seperti tempayan, bak mandi, bak WC, ember, drum dan

sejenisnya.

Perbedaan hasil penelitian antara penelitian ini dengan penelitian Yuwono

dalam Yotopranoto (1998) dapat terjadi karena jumlah sampel yang diperiksa

pada penelitian ini terkait jenis tempat penampungan air bukan untuk

keperluaan sehari-hari hanya berjumlah 18 sampel (22,5%). Sedangkan tempat

penampungan air bukan untuk keperluaan sehari-hari yang diperiksa lebih

banyak, yaitu sebesar 62 sampel (77,5%).


BAB VII

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. Dari 80 rumah responden, diketahui bahwa terdapat 55% rumah responden

yang ditemukan larva Aedes aegypti di Kelurahan Sawah Lama.

2. Responden di Kelurahan Sawah Lama sebagian besar (62,5%) memiliki

pengetahuan mengenai demam berdarah yang baik.

3. Responden di Kelurahan Sawah Lama sebagian besar (51,2%) memiliki sikap

yang positif mengenai demam berdarah.

4. Responden di Kelurahan Sawah Lama sebagian besar (56,2%) melakukan

praktek menguras tempat penampungan air sebanyak 1 x seminggu.

5. Responden di Kelurahan Sawah Lama sebagian besar (66,2%) melakukan

praktek menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menjadi tempat

penampungan air sebanyak <1 x seminggu.

6. Responden di Kelurahan Sawah Lama sebagian besar (78,8%) tidak

melakukan praktek menutup tempat penampungan air.

7. Responden di Kelurahan Sawah Lama sebagian besar (71,2%) tidak memiliki

tutup pada tempat penampungan air.

102
103

8. Responden di Kelurahan Sawah Lama sebagian besar (77,5%) memiliki jenis

tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari.

9. Ada hubungan antara pengetahuan dengan keberadaan larva Aedes aegypti di

Kelurahan Sawah Lama dengan p value sebesar 0,001.

10. Ada hubungan antara sikap dengan keberadaan larva Aedes aegypti di

Kelurahan Sawah Lama dengan p value sebesar 0,004.

11. Ada hubungan antara praktek menguras tempat penampungan air dengan

keberadaan larva Aedes aegypti di Kelurahan Sawah Lama dengan p value

sebesar 0,013.

12. Ada hubungan antara praktek menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat

menjadi tempat penampungan air dengan keberadaan larva Aedes aegypti di

Kelurahan Sawah Lama dengan p value sebesar 0,032.

13. Tidak terdapat hubungan antara praktek menutup tempat penampungan air

dengan keberadaan larva Aedes aegypti di Kelurahan Sawah Lama dengan p

value sebesar 0,099.

14. Tidak terdapat hubungan antara ketersediaan tutup pada tempat penampungan

air dengan keberadaan larva Aedes aegypti di Kelurahan Sawah Lama dengan

p value sebesar 0,621.

15. Ada hubungan antara jenis tempat penampungan air dengan keberadaan larva

Aedes aegypti di Kelurahan Sawah Lama dengan p value sebesar 0,007.


104

16. Variabel yang paling dominan terhadap keberadaan larva Adedes aegypti di

Kelurahan Sawah Lama tahun 2013 adalah variabel pengetahuan, karena

memiliki nilai B dan OR lebih tinggi dibandingkan dengan variabel lain.

B. Saran

1. Bagi Puskesmas dan Dinas Kesehatan

Memberikan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) kepada

masyarakat mengenai penyakit deman berdarah dengue (DBD), cara

pencegahannya dan cara mengobatinya. Hal ini dapat dilakukan melalui

program TOT (Training of Trainer) antara Puskesmas kepada Kader.

Keterlibatan Kader diharapkan dapat lebih efektif dalam meningkatkan perilaku

(pengetahuan, sikap dan praktek) masyarakat. Kegiatan yang dapat dilakukan

kepada masyarakat adalah seperti penyuluhan, leaflet dan media lainnya.

2. Bagi Kelurahan

Tokoh masyarakat sebaiknya dapat turut serta dalam upaya

pemberantasan sarang nyamuk di lingkungannya, dengan cara menggerakkan

masyarakat melalui kegiatan kemasyarakatan, seperti kerja bakti membersihkan

lingkungan sekitar minimal seminggu sekali.


105

3. Bagi Program Kesehatan Lingkungan

Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan penelitian

gabungan antara kuantitatif dengan pendekatan kualitatif sehingga dapat

menghasilkan penelitian yang lebih mendalam mengenai faktor-faktor yang

berhubungan dengan keberadaan larva Aedes aegypti.


Daftar Pustaka

Achmadi, UF. 2011. Dasar-Dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Jakarta: Rajawali

Pers.

Adam, Arifin Al-Ghazali. 2008. Hubungan Kondisi Fisik Lingkungan Rumah Dan

Praktik 3M dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Puskesmas

Sukomoro Kabupaten Magetan Tahun 2008. Skripsi : Undip.

Amran, Yuli. 2012. Pengolahan Dan Analisis Data Statistik Bidang Kesehatan.

Jakarta: UIN Jakarta.

Arsin A.A dan Wahiddudin. 2004. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap

Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kota Makasar. Jurnal Kedokteran

Yarsi. ISSN:0854-1159 Vol. 12 No. 2. Mei-Agustus 2004:23.

Ayubi D, Hasan A. 2007. Hubungan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk dan

Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kota Bandar, Lampung. Jurnal

Kesehatan Masyarakat Nasional, 2007;2(2) Oktober.

Barrera, Roberto., Manuel A., & Andrew J.M. 2011. Population Dynamics of Aedes

aegypti and Dengue as Influenced by Weather and Human Behavior in San

Juan, Puerto Rico. Plos Neglected Tropical Diseases, 5 (12): 1-9.

Benthem, BHB van., Khantikul, N., Panart, K., et al. 2002. Knowledge and Use of

Prevention Measure Related to Dengue in Northern Thailand. Tropical

Medicine and International Health, 7 (11): 993-1000.

106
107

Brunkard, J.M., Lopez, J.L.R., Ramirez, J. et al. 2007. Dengue Fever Seroprevalence

And Risk Factors, Texas-Mexico Border, 2004. Emerging Infectious Diseases,

13 (10): 1477-1483.

Chan, YC.BC dan K.L. Chan. 1971. Aedes Aegypti and Aedes Albopictus (Skuse) in

Singapore City, Larva Habitat. Bulletin WHO 44.

Damyanti. 2009. Hubungan Pengetahuan, Sikap Dan Praktek 3M Dengan

Keberadaan Jentik Aedes Aegypti Pada Daerah Endemis Demam Berdarah

Dengue Di Kelurahan Kepolorejo Kecamatan Magetan Kabupaten Magetan.

Skripsi: Undip.

Depkes RI. 1995. Menggerakkan Masyarakat PSN-DBD. Jakarta: Depkes RI.

Depkes RI. 1998. Kepemimpinan Wanita. Jakarta.

Depkes RI. 2003. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan

Demam Berdarah Dengue. Jakarta.

Depkes RI. 2004. Buletin Harian Perilaku dan Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti.

Depkes RI. 2005. Penemuan dan Tatalaksana Penderita DBD. Direktorat Jenderal

Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta. 2005.

Depkes RI. 2005. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di

Indonesia. Ditjen PP & PL. Jakarta.

Depkes RI. 2007. Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN

DBD) oleh Juru Pemantau Jentik. Jakarta.

Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. 2006. Profil Kesehatan Provinsi Jawa

Tengah Tahun 2006. Semarang: Dinkes Jateng.


108

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2005.

Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia.

Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Falah, Miftakhul. 2010. Faktor-Faktor Yang Behubungan Dengan Kejadian Demam

Berdarah (DBD) di Kelurahan Sendangmulyo Kecamatan Tembalang. Skripsi.

Undip.

Fathi., Keman, S., & Wahyuni, C.U. 2005. Peran Faktor Lingkungan dan Perilaku

terhadap Penularan Demam Berdarah Dengue di Kota Mataram. Jurnal

Kesehatan Lingkungan, 2 (1): 1-10.

Febrianto., Muhammad Rizki. 2012. Analisis Spasiotemporal Kasus Demam

Berdarah Dengue Di Kecamatan Ngaliyan Bulan Januari-Mei 2012. Karya

Tulis Ilmiah: Undip.

Ginanjar, Genis. 2008. Apa Yang Dokter Anda Tidak Katakan Tentang Demam

Berdarah. Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka.

Green, L. W. 1980. Health Education Planning, A Diagnostic Approach Mayfield

Publishing Company. USA

Hairi, F., Ong, CH., Suhaimai, a. et al. 2003. A Knowledge, Attitude and Practice

(KAP) Study on Dengue Among Selected Rural Communities in The Kuala

Kangsar District. Asia Pasific Journal Public Health, 15 (1): 37-43.

Herms, W., 2006. Medical Entomology. The Macmillan Company, United States of

America.
109

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Buletin Jendela Epidemioogi.

Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Profil Data Kesehatan Indonesia

Tahun 2011. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Keraf, A. S. Dan Dua M. 2001. Ilmu Pengetahuan: Sebuah Tinjauan Filosofis.

Yogyakarta: Kanisius

Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Prenada

Jakarta

Marat. 1984. Sikap Manusia Perubahan serta Pengukurannya. Ghalia Indonesia.

Jakarta.

Medronho, R.A., Macrini, L., Novellino, D.M. et al. 2009. Aedes aegypti Immatures

Forms Distribution According to Type of Breeding Site. The American

Society of Tropical Medicine and Hygiene, 80: 401-404.

Nelson, M.J. et al., 1972. Seasonal Abudance of Adult and Immature Aedes Aegypti

in Jakarta. Buletin Penelitian Kesehatan 4 (1).

Nisa, Hoirun. 2007. Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: UIN Jakarta Press.

Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta:

Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Nugrahaningsih, M., Putra, N.A., Aryanta, I.W.R. 2010. Hubungan Faktor

Lingkungan dan Perilaku Masyarakat dengan Keberadaan Jentik Nyamuk


110

Penular Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta

Utara. Ecotropic, 5 (2): 93-97.

Rahman., Deni Abdul. 2012. Hubungan Kondisi Lingkungan Rumah Dan Praktik 3m

Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Wilayah Kerja

Puskesmas Blora Kabupaten Blora. Unnes Journal Of Public Health 2 (1).

Rajab,. Wahyudin. 2008. Buku Ajar Epidemiologi Untuk Mahasiswa Kebidanan.

Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Respati, Yunita Ken dan Soedjajadi Keman. (2007). Perilaku 3M, Abatisasi dan

Keberadaan Jentik Aedes Hubungannya dengan Kejadian Demam Berdarah

Dengue. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 3 (2): 107-118.

Ririh, Y., dan Anny, V. 2005. Hubungan Kondisi Lingkungan, Kontainer dan

Perilaku Masyarakat dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Aedes aegypti di

Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue Surabaya. Jurnal Kesehatan

Lingkungan I (2) : 170 -182.

Sandra., Mariana Ivoretty. 2010. Hubungan karakteristik individu dan kondisi tempat

penampungan air (TPA) dengan kejadian Demam Berdarah (DBD) Di

Kelurahan Pabuaran Kecamatan Cibinong Tahun 2010. Skripsi: UI

Santoso & Anif, B. 2008. Hubungan Pengetahuan Sikap dan Prilaku (PSP)

Masyarakat terhadap vektor DBD di Kota Palembang Provinsi Sumatera

Selatan. Jurnal Ekologi Kesehatan, 7 (2): 732-739.


111

Setiawan. 2002. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keberadaan Jentik Aedes

Pada TPA Rumah Tangga Di Kecamatan Bekasi Selatan Tahun Tahun 2001.

Thesis: UI.

Setyobudi,. Agus. 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keberadaan

Jentik Nyamuk Di Daerah Endemik DBD Di Kelurahan Sananwetan

Kecamatan Sananwetan Kota Blitar. Prosiding Seminar Nasional, Peran

Kesehatan Masyarakat Dalam Pencapaian MDGs Di Indonesia.

Soegijanto. S., 2003. Demam Bedarah Dengue : Tinjauan dan Temuan Baru di Era

2003. Airlangga University Press, Surabaya.

Sukowati, Supratman. 2010. Masalah Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD) dan

Pengendaliannya di Indonesia. Puslitbang Ekologi dan Status Kesehatan.

Kementrian Kesehatan.

Sumantri., Arif. 2010. Kesehatan Lingkungan dan Perspektif Islam. Jakarta. Kencana

Susanna, D dan Terang U.J.S. 2011. Entomologi Kesehatan. Jakarta: UI Press

Suyasa. 2008. Hubungan Faktor Lingkungan dan Perilaku Masyarakat dengan

Keberadaan Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja

Puskesmas I Denpasar Selatan. Ecotrophic. 3 (1) : 1 - 6

Suzuki, T, 1976. Distribution and Density of Aedes Aegypti in the South Pacific

Dengue Newsletter South East Asia and Western Pacific Region WHO 2.

Tafsir Ahmad. 2004. Filsafat Ilmu. Surabaya: Pt. Remaja Rosdaharya.

Troyo A, Calderon-Arguedas O, Fuller Do, Solano Me, Advendano A, Arheart Kl,

Chade Dd, Beier Jc. 2008. Seasonal Profiles Of Aedes Aegypti (Diptera:
112

Culicidae) Larva Habitats In An Urban Area Of Costa Rica With A History Of

Mosquito Control. J Vector Ecology; 33(1), 76-88.

Tsuzuki, A., Huynh, T., Tsunida, T. et al. 2009. Effect of Existing Practices on

Reducing Aedes aegypti Pre-adults in Key Breeding Containers in Ho Chi

Minh City, Vietnam. The American Society of Tropical Medicine and

Hygiene, 80 (5): 752-757.

Tumbelaka. A.R. 2004. Diagnosis Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue.

Dalam: Hadinegoro dan Satari. Demam Berdarah Dengue (Naskah Lengkap)

Cetakan Keempat. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

WHO. 1998. Demam Berdarah Dengue, Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan dan

Pengendalian, Edition Asih Yasmin. Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

WHO. 2007. Case Dengue in South East Asia. http:/www.who.int/

WHO. 2009. Dengue: guideline for diagnosis, treatment, prevention and control.

Geneva: WHO Press.

WHO. 2010. South East Region Dengue.

WHO. 2012. Case Dengue Fever.

Yotopranoto, S., Sri Subekti, Rosmanida, Sulaiman. (1998). Dinamika Populasi

Vektor Pada Lokasi Dengan K Asus Demam Berdarah Dengue Yang Tinggi Di

Kotamadya Surabaya. Majalah Kedokteran Tropis Indonesia.Vol 9 : No. 1 -2.


Lampiran 2
KUESIONER PENELITIAN

Saat ini saya (Mentary Putry Rendy) Mahasiswa Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, sedang melakukan penelitian mengenai Hubungan Faktor
Perilaku dan Faktor Lingkungan dengan Keberadaan Larva Aedes Aegypti di
Kelurahan Sawah Lama Kota Tangerang Selatan Tahun 2013. Untuk kepentingan
pengumpulan data penelitian ini, saya mengharapkan partisipasi Ibu dalam menjawab
pertanyaan di bawah ini dengan sejujur-jujurnya sesuai dengan pengetahuan,
pendapat dan pengalaman yang dimiliki. Terima kasih sebesar-besarnya atas
kesediaan Ibu berpartisipasi dalam penelitian ini.

Enumerator Responden

( ) ( )
LEMBAR KUESIONER

No. Responden
Nama Kepala Keluarga
Nama Ibu
Tanggal wawancara
Pewawancara
Alamat Rumah Jl./Gang
RT
RW

KARAKTERISTIK RESPONDEN
Umur Ibu .. tahun
Pendidikan 1. Tidak sekolah
2. Tidak tamat SD
3. SD
4. SMP
5. SMA
6. Perguruan Tinggi
Pekerjaan Responden 1. Petani
2. PNS
3. Guru
4. Wiraswasta/usaha mandiri
5. Pegawai Swasta
6. Ibu Rumah Tangga
7. Lain-lain ..
PENGETAHUAN
Menurut Ibu, apa yang dimaksud dengan penyakit DBD (demam [ ]
berdarah)?
1. Penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk yang sudah
menggigit penderita DBD (demam berdarah)
A1
2. Penyakit yang ditularkan melalui cacing
3. Penyakit yang ditularkan melalui batuk / dahak dari penderita DBD
(demam berdarah)
4. Tidak tahu
Menurut Ibu, DBD (demam berdarah) disebabkan oleh apa? [ ]
1. Air kencing tikus
2. Gigitan nyamuk
A2
3. Makanan dihinggapi kecoa
4. Makanan dihinggapi lalat
5. Tidak tahu
Menurut Ibu, apa bahaya penyakit DBD (demam berdarah) bagi [ ]
penderita?
1. Menyebabkan kecacatan
A3 2. Menyebabkan kebutaan
3. Menyebabkan kematian
4. Menularkan pada anggota keluarga lain
5. Tidak tahu
Menurut Ibu, demam penyakit DBD (demam berdarah) mempunyai ciri- [ ]
ciri yang berbeda dengan demam pada penyakit lain, karena demam
tersebut disertai? (jawaban harus lebih dari 1)
A4
1. Buang air besar berdarah
2. Mimisan
3. Kulit kemerah-merahan
4. Gusi berdarah
5. Mual
6. Tidak tahu
Menurut Ibu, nyamuk DBD (demam berdarah) senang hinggap dimana?
(jawaban harus lebih dari 1)
1. Pakaian yang tergantung
A5 2. Tempat yang gelap [ ]
3. Dekat cahaya lampu
4. Di air
5. Tidak tahu
Menurut Ibu, dimanakah tempat berkembangbiaknya nyamuk DBD [ ]
(demam berdarah)? (jawaban harus lebih dari 1)
1. Bak mandi
2. Dispenser
A6 3. Ember
4. Tempat minum burung
5. Batang bambu
6. Selokan
7. Rawa-rawa
Menurut Ibu, bagaimana ciri-ciri nyamuk DBD (demam berdarah)? [ ]
1. Warna merah bintik-bintik putih
A7 2. Warna hitam bintik-bintik putih
3. Warna coklat bintik-bintik putih
4. Tidak tahu
Menurut Ibu, kapan waktu nyamuk penyebab DBD (demam berdarah) [ ]
biasa menggigit orang?
A8
1. Pagi (09.00-10.00) dan sore (16.00-17.00)
2. Pagi (09.00-10.00) dan siang (12.00-13.00)
3. Pagi (09.00-10.00) dan malam (19.00-20.00)
4. Siang (12.00-13.00) dan malam (19.00-20.00)
5. Tidak tahu
Menurut Ibu, apa kepanjangan 3M? [ ]
1. Mengubur, menguras, membersihkan
A9 2. Membunuh, membakar, menimbun
3. Mengubur, menutup, menguras
4. Tidak tahu
Menurut Ibu, apa cara mencegah penyakit DBD (demam berdarah)? [ ]
(jawaban harus lebih dari 1)
1. Pemberantasan sarang nyamuk melalui 3M
2. Menggunakan kelambu
A10 3. Membiarkan air menggenang
4. Menggunakan obat nyamuk
5. Menggantung baju di pintu
6. Penyemprotan lingkungan (fogging)
7. Tidak tahu
Menurut Ibu, apa saja program puskesmas tentang DBD (demam [ ]
berdarah)? (jawaban harus lebih dari 1)
1. 3M
A11 2. Juru pengawas jentik
3. Fogging (pengasapan)
4. Penyebaran bubuk abate
5. Tidak tahu
Menurut Ibu, kapan sebaiknya dilakukan fogging/pengasapan? [ ]
1. Saat ada yang sakit demam berdarah
A12
2. Saat hari-hari biasa
3. Saat setelah musim hujan
4. Tidak tahu
Menurut Ibu, pada musim apa terjadi DBD (demam berdarah)? [ ]
1. Musim kemarau
A13
2. Musim dingin
3. Musim hujan
Menurut Ibu, tindakan apa yang dilakukan jika ada anggota keluarga [ ]
yang terkena DBD (demam berdarah)? (jawaban harus lebih dari 1)
1. Membiarkan saja
2. Membawa ke dokter
A14
3. Dirawat di rumah
4. Membawa ke Puskesmas
5. Membawa ke mantri/dukun
6. Membawa ke rumah sakit

SIKAP
Sangat
Sangat Tidak
No Pertanyaan Sikap Setuju Tidak
Setuju Setuju
Setuju
A15 Demam berdarah harus dicegah dengan
pemberantasan sarang nyamuk.
A16 Pemberantasan sarang nyamuk tidak
perlu dilakukan jika tidak ada yang sakit
demam berdarah.
A17 Pemberantasan sarang nyamuk adalah
tugas/tanggung jawab masyarakat.
A18 Kegiatan pemberantasan sarang nyamuk
perlu peran serta masyarakat secara terus
menerus.
A19 Masyarakat harus melakukan
pemberantasan sarang nyamuk di rumah
masing-masing.
A20 Tokoh masyarakat perlu
mengajak/menyuruh masyarakat untuk
melaksanakan pemberantasan sarang
nyamuk.
A21 Setiap warga tidak perlu mengingatkan
tetangganya untuk melakukan
pemberantasan sarang nyamuk.
A22 Saya mau berpartisipasi dalam kegiatan
kerja bakti dalam rangka pemberantasan
sarang nyamuk.
A23 Jika di rumah warga ada kasus deman
berdarah, tetangga tidak perlu ikut
melakukan pemberantasan sarang
nyamuk di lingkungannya karena itu
merupakan tugas tenaga kesehatan.
A24 Saya lebih suka melakukan
pemberantasan sarang nyamuk di rumah
sendiri daripada penyemprotan yang
dilakukan oleh pemerintah.

PERILAKU 3M
Praktek Menguras Tempat Penampungan Air
NO Pertanyaan Kode
Berapa kali Ibu menguras tempat penampungan air? [ ]
A25
1. Paling sedikit seminggu sekali
2. Paling sedikit dua minggu sekali
3. Paling sedikit sebulan sekali
4. Lainnya
Bagaimana cara Ibu menguras bak mandi? (jawaban boleh [ ]
lebih dari 1)
1. Menggosok dinding bak mandi
2. Mengganti air saja
A26
3. Memberi anti septik pada air bak
4. Membiarkan saja
5. Tidak tahu
6. Lainnya
Jika Ibu punya vas bunga, tempat minum burung atau [ ]
tempat-tempat lain sejenis yang bisa menimbulkan genangan
air. Apakah ibu mengganti airnya, jika ya, berapa kali?
A27 1. Paling sedikit seminggu sekali
2. Paling sedikit dua minggu sekali
3. Paling sedikit sebulan sekali
4. Lainnya

Praktek Mengubur Barang-Barang Bekas


Apakah Ibu melakukan kegiatan mengubur atau [ ]
menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat
A28 menimbulkan genangan air?
1. Ya
2. Tidak
Jika ya, bagaimana cara ibu memperlakukan barang bekas? [ ]
A29 1. Dikubur
2. Diberikan ke tukang sampah/loak
3. Dibuat kerajinan
4. Dibakar
5. Lainnya
Berapa kali Ibu menyingkirkan barang-barang bekas yang [ ]
dapat menjadi tempat penampungan air?
A30
1. Kurang dari 1 kali dalam seminggu
2. Lebih dari 1 kali dalam seminggu

Praktek Menutup Tempat Penampungan Air


Apakah setelah selesai menggunakan tempat penampungan [ ]
air biasanya ditutup kembali secara benar (tertutup rapat)?
A31
1. Iya
2. Tidak

KETERSEDIAAN TUTUP
Apakah terdapat tutup pada tempat penampungan air di rumah Ibu? [ ]

A32 1. Ya
2. Tidak

Pertanyaan Tambahan
Apakah di lingkungan ibu terdapat petugas Jumantik? [ ]
A33 1. Ya
2. Tidak
Lampiran 3

LEMBAR OBSERVASI KONDISI TEMPAT PENAMPUNGAN AIR


RUMAH TANGGA
OBSERVASI KEBERADAAN LARVA
Keberadaan Ketersediaan
N Jenis Jentik* tutup*
Keterangan**
o Tempat Penampungan Air Tidak Tidak
Ada Ada
Ada Ada
1 Bak mandi a. Air keruh
b. Jernih
2 Ember a. Air keruh
b. Jernih
3 Tempayan a. Air keruh
b. Jernih
4 Dispenser a. Air keruh
b. Jernih
5 Ban bekas berisi air a. Air keruh
b. Jernih
6 Vas bunga a. Air keruh
b. Jernih
7 Tempat minum burung a. Air keruh
b. Jernih
8 Pot tanaman air a. Air keruh
b. Jernih
9 Kaleng/barang bekas berisi a. Air keruh
air b. Jernih
10 Batang bamboo a. Air keruh
b. Jernih
11 Penampungan air belakang a. Air keruh
kulkas b. Jernih
12 Lainnya a. Air keruh
.. b. Jernih
* Beri tanda V pada jawaban yang sesuai
**Lingkari jawaban yang sesuai

Jumlah TPA Responden = .

Jumlah TPA yang Dibersihkan = .


LAMPIRAN 4

A. Univariat
1. Dependen (Keberadaan Larva)
larva

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid ada larva 44 55.0 55.0 55.0

tidak ada larva 36 45.0 45.0 100.0

Total 80 100.0 100.0

2. Independen
a. Pengetahuan

pengetahuan1

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid kurang 30 37.5 37.5 37.5

baik 50 62.5 62.5 100.0

Total 80 100.0 100.0


b. Sikap

sikap2

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid negatif 39 48.8 48.8 48.8

positif 41 51.2 51.2 100.0

Total 80 100.0 100.0

c. Menguras

menguras

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid < 1 kali seminggu 35 43.8 43.8 43.8

> = 1 kali seminggu 45 56.2 56.2 100.0

Total 80 100.0 100.0

d. Menyingkirkan
- Gambaran perlakuan

perlakuan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Loak 48 60.0 60.0 60.0

Dibakar 32 40.0 40.0 100.0

Total 80 100.0 100.0


- Menyingkirkan

Menyingkirkan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid <1xseminggu 53 66.2 66.2 66.2

>=xseminggu 27 33.8 33.8 100.0

Total 80 100.0 100.0

e. Menutup

menutup

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid tidak menutup 63 78.8 78.8 78.8

menutup 17 21.2 21.2 100.0

Total 80 100.0 100.0

f. Ketersediaan tutup

ketersediaan tutup

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid tidak punya tutup 57 71.2 71.2 71.2

punya tutup 23 28.8 28.8 100.0

Total 80 100.0 100.0


g. Jenis TPA

TPA

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid tpa sehari2 62 77.5 77.5 77.5

tdk sehari2 18 22.5 22.5 100.0

Total 80 100.0 100.0

B. Bivariat

1. Pengetahuan

pengetahuan1 * larva Crosstabulation

larva

ada larva tidak ada larva Total

pengetahuan1 kurang Count 24 6 30

% within pengetahuan1 80.0% 20.0% 100.0%

baik Count 20 30 50

% within pengetahuan1 40.0% 60.0% 100.0%

Total Count 44 36 80

% within pengetahuan1 55.0% 45.0% 100.0%


Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 12.121 1 .000
b
Continuity Correction 10.559 1 .001

Likelihood Ratio 12.777 1 .000

Fisher's Exact Test .001 .000

Linear-by-Linear Association 11.970 1 .001


b
N of Valid Cases 80

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.50.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for


6.000 2.082 17.292
pengetahuan1 (buruk / baik)

For cohort larva = ada larva 2.000 1.363 2.936

For cohort larva = tidak ada


.333 .157 .706
larva

N of Valid Cases 80
2. Sikap

sikap2 * larva Crosstabulation

larva

ada larva tidak ada larva Total

sikap2 negatif Count 28 11 39

% within sikap2 71.8% 28.2% 100.0%

positif Count 16 25 41

% within sikap2 39.0% 61.0% 100.0%

Total Count 44 36 80

% within sikap2 55.0% 45.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 8.673 1 .003
b
Continuity Correction 7.399 1 .007

Likelihood Ratio 8.855 1 .003

Fisher's Exact Test .004 .003

Linear-by-Linear Association 8.564 1 .003


b
N of Valid Cases 80

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17.55.

b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for sikap2


3.977 1.556 10.163
(negatif / positif)

For cohort larva = ada larva 1.840 1.197 2.829

For cohort larva = tidak ada


.463 .265 .808
larva

N of Valid Cases 80

3. Menguras
menguras * larva Crosstabulation

larva

ada larva tidak ada larva Total

menguras < 1 kali seminggu Count 25 10 35

% within menguras 71.4% 28.6% 100.0%

> = 1 kali seminggu Count 19 26 45

% within menguras 42.2% 57.8% 100.0%

Total Count 44 36 80

% within menguras 55.0% 45.0% 100.0%


Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 6.785 1 .009
b
Continuity Correction 5.657 1 .017

Likelihood Ratio 6.933 1 .008

Fisher's Exact Test .013 .008

Linear-by-Linear Association 6.700 1 .010


b
N of Valid Cases 80

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15.75.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for menguras (<


1 kali seminggu / > = 1 kali 3.421 1.333 8.777
seminggu)

For cohort larva = ada larva 1.692 1.133 2.526

For cohort larva = tidak ada


.495 .277 .883
larva

N of Valid Cases 80
4. Menyingkirkan

menyingkirkan * larva Crosstabulation

larva

ada larva tidak ada larva Total

menyin <1xsem Count 34 19 53


gkirkan inggu
% within A30 64.2% 35.8% 100.0%

1xsem Count 10 17 27
inggu
% within A30 37.0% 63.0% 100.0%

Total Count 44 36 80

% within A30 55.0% 45.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 5.313 1 .021
b
Continuity Correction 4.274 1 .039

Likelihood Ratio 5.338 1 .021

Fisher's Exact Test .032 .019

Linear-by-Linear Association 5.247 1 .022


b
N of Valid Cases 80

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,15.

b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for A30 (1 / 2) 3.042 1.163 7.960

For cohort larva = ada larva 1.732 1.018 2.947

For cohort larva = tidak ada


.569 .359 .904
larva

N of Valid Cases 80

5. Menutup

Crosstab

larva

ada larva tidak ada larva Total

menutup tidak menutup Count 38 25 63

% within menutup 60.3% 39.7% 100.0%

menutup Count 6 11 17

% within menutup 35.3% 64.7% 100.0%

Total Count 44 36 80

% within menutup 55.0% 45.0% 100.0%


Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 3.387 1 .066
b
Continuity Correction 2.451 1 .117

Likelihood Ratio 3.393 1 .065

Fisher's Exact Test .099 .059

Linear-by-Linear Association 3.345 1 .067


b
N of Valid Cases 80

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,65.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for menutup


2.787 .913 8.502
(tidak menutup / menutup)

For cohort larva = ada larva 1.709 .871 3.353

For cohort larva = tidak ada


.613 .385 .976
larva

N of Valid Cases 80
6. Ketersediaan tutup

Crosstab

larva

ada larva tidak ada larva Total

ketersediaan tutup tidak punya tutup Count 30 27 57

% within ketersediaan tutup 52.6% 47.4% 100.0%

punya tutup Count 14 9 23

% within ketersediaan tutup 60.9% 39.1% 100.0%

Total Count 44 36 80

% within ketersediaan tutup 55.0% 45.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square .449 1 .503
b
Continuity Correction .178 1 .673

Likelihood Ratio .452 1 .501

Fisher's Exact Test .621 .338

Linear-by-Linear Association .444 1 .505


b
N of Valid Cases 80

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,35.

b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for ketersediaan


tutup (tidak punya tutup / .714 .267 1.914
punya tutup)

For cohort larva = ada larva .865 .574 1.303

For cohort larva = tidak ada


1.211 .679 2.159
larva

N of Valid Cases 80

7. Jenis TPA

TPA * larva Crosstabulation

larva

ada larva tidak ada larva Total

TPA tpa sehari2 Count 29 33 62

% within TPA 46.8% 53.2% 100.0%

tdk sehari2 Count 15 3 18

% within TPA 83.3% 16.7% 100.0%

Total Count 44 36 80

% within TPA 55.0% 45.0% 100.0%


Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 7.533 1 .006
b
Continuity Correction 6.129 1 .013

Likelihood Ratio 8.190 1 .004

Fisher's Exact Test .007 .005

Linear-by-Linear Association 7.439 1 .006


b
N of Valid Cases 80

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,10.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for TPA (tpa


.176 .046 .669
sehari2 / tdk sehari2)

For cohort larva = ada larva .561 .401 .786

For cohort larva = tidak ada


3.194 1.108 9.209
larva

N of Valid Cases 80
C. Multivariat

Logistic Regression

Case Processing Summary


a
Unweighted Cases N Percent

Selected Cases Included in Analysis 80 100.0

Missing Cases 0 .0

Total 80 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 80 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of


cases.

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value

ada larva 0

tidak ada larva 1

Block 0: Beginning Block

a,b
Classification Table

Predicted

larva
Percentage
Observed ada larva tidak ada larva Correct

Step 0 larva ada larva 44 0 100.0

tidak ada larva 36 0 .0

Overall Percentage 55.0


a,b
Classification Table

Predicted

larva
Percentage
Observed ada larva tidak ada larva Correct

Step 0 larva ada larva 44 0 100.0

tidak ada larva 36 0 .0

Overall Percentage 55.0

a. Constant is included in the model.

b. The cut value is ,500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant -.201 .225 .797 1 .372 .818

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables Kuras 6.785 1 .009

singkir 5.313 1 .021

Menutup 3.387 1 .066

TPA 7.533 1 .006

pengetahuan1 12.121 1 .000

sikap2 8.673 1 .003

Overall Statistics 28.126 6 .000

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients


Chi-square df Sig.

Step 1 Step 33.953 6 .000

Block 33.953 6 .000

Model 33.953 6 .000

Model Summary

Cox & Snell R Nagelkerke R


Step -2 Log likelihood Square Square
a
1 76.149 .346 .463

a. Estimation terminated at iteration number 5 because


parameter estimates changed by less than ,001.

a
Classification Table

Predicted

larva
Percentage
Observed ada larva tidak ada larva Correct

Step 1 larva ada larva 34 10 77.3

tidak ada larva 8 28 77.8

Overall Percentage 77.5

a. The cut value is ,500


Variables in the Equation

95,0% C.I.for EXP(B)

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper


a
Step 1 Kuras .846 .603 1.969 1 .161 2.330 .715 7.598

singkir 1.125 .641 3.078 1 .079 3.081 .876 10.830

Menutup .083 .777 .011 1 .915 1.086 .237 4.986

TPA -1.966 .820 5.752 1 .016 .140 .028 .698

pengetahuan1 1.890 .650 8.443 1 .004 6.617 1.850 23.669

sikap2 1.128 .606 3.467 1 .063 3.088 .942 10.119

Constant -3.779 1.288 8.604 1 .003 .023

a. Variable(s) entered on step 1: Kuras, singkir, Menutup, TPA, pengetahuan1, sikap2.

Logistic Regression

Case Processing Summary


a
Unweighted Cases N Percent

Selected Cases Included in Analysis 80 100.0

Missing Cases 0 .0

Total 80 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 80 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of


cases.

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value

ada larva 0

tidak ada larva 1


Block 0: Beginning Block

a,b
Classification Table

Predicted

larva
Percentage
Observed ada larva tidak ada larva Correct

Step 0 larva ada larva 44 0 100.0

tidak ada larva 36 0 .0

Overall Percentage 55.0

a. Constant is included in the model.

b. The cut value is ,500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant -.201 .225 .797 1 .372 .818

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables Kuras 6.785 1 .009

singkir 5.313 1 .021

TPA 7.533 1 .006

pengetahuan1 12.121 1 .000

sikap2 8.673 1 .003

Overall Statistics 28.062 5 .000


Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 33.942 5 .000

Block 33.942 5 .000

Model 33.942 5 .000

Model Summary

Cox & Snell R Nagelkerke R


Step -2 Log likelihood Square Square
a
1 76.160 .346 .463

a. Estimation terminated at iteration number 5 because


parameter estimates changed by less than ,001.

a
Classification Table

Predicted

larva
Percentage
Observed ada larva tidak ada larva Correct

Step 1 larva ada larva 34 10 77.3

tidak ada larva 8 28 77.8

Overall Percentage 77.5

a. The cut value is ,500


Variables in the Equation

95,0% C.I.for EXP(B)

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper


a
Step 1 Kuras .852 .600 2.014 1 .156 2.344 .723 7.601

singkir 1.133 .637 3.166 1 .075 3.105 .891 10.813

TPA -1.974 .818 5.833 1 .016 .139 .028 .689

pengetahuan1 1.898 .646 8.630 1 .003 6.675 1.881 23.689

sikap2 1.146 .580 3.907 1 .048 3.146 1.010 9.805

Constant -3.709 1.106 11.247 1 .001 .025

a. Variable(s) entered on step 1: Kuras, singkir, TPA, pengetahuan1, sikap2.

Logistic Regression

Case Processing Summary


a
Unweighted Cases N Percent

Selected Cases Included in Analysis 80 100.0

Missing Cases 0 .0

Total 80 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 80 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of


cases.

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value

ada larva 0

tidak ada larva 1


Block 0: Beginning Block

a,b
Classification Table

Predicted

larva
Percentage
Observed ada larva tidak ada larva Correct

Step 0 larva ada larva 44 0 100.0

tidak ada larva 36 0 .0

Overall Percentage 55.0

a. Constant is included in the model.

b. The cut value is ,500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant -.201 .225 .797 1 .372 .818

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables singkir 5.313 1 .021

TPA 7.533 1 .006

pengetahuan1 12.121 1 .000

sikap2 8.673 1 .003

Overall Statistics 26.860 4 .000

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients


Chi-square df Sig.

Step 1 Step 31.899 4 .000

Block 31.899 4 .000

Model 31.899 4 .000

Model Summary

Cox & Snell R Nagelkerke R


Step -2 Log likelihood Square Square
a
1 78.203 .329 .440

a. Estimation terminated at iteration number 5 because


parameter estimates changed by less than ,001.

a
Classification Table

Predicted

larva
Percentage
Observed ada larva tidak ada larva Correct

Step 1 larva ada larva 36 8 81.8

tidak ada larva 10 26 72.2

Overall Percentage 77.5

a. The cut value is ,500


Variables in the Equation

95,0% C.I.for EXP(B)

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper


a
Step 1 singkir 1.376 .615 5.000 1 .025 3.957 1.185 13.215

TPA -2.046 .788 6.746 1 .009 .129 .028 .605

pengetahuan1 1.918 .634 9.140 1 .003 6.807 1.963 23.604

sikap2 1.115 .566 3.887 1 .049 3.050 1.007 9.240

Constant -3.508 1.078 10.591 1 .001 .030

a. Variable(s) entered on step 1: singkir, TPA, pengetahuan1, sikap2.

You might also like