You are on page 1of 19

REFERAT

INFEKSI SALURAN KEMIH PADA ANAK

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Dokter Umum Fakultas


Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing:

dr. Dina Rismawati, Sp. A

Disusun Oleh:

Irkhamyudhi Primasakti, S. Ked J510165074

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

2016
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infeksi saluran kemih (ISK)/ urinary tract infection (UTI), pada


anak sering ditemukan dan merupakan penyebab kedua morbiditas
penyakit infeksi pada anak, sesudah infeksi saluran napas. Prevalensi pada
anak wanita berkisar 3-5% dan pada anak pria 1%. Infeksi oleh bakteria
Gram negativ enterokokus merupakan penyebab terbanyak, tetapi virus
dan fungus dapat juga ditemukan pada beberapa penderita. Infeksi
berulang sering terjadi pada penderita yang rentan, atau terjadi karena
adanya kelainan anatomik atau fungsional saluran kemih yang
menyebabkan adanya stasis urin atau refluks, sehingga perlu pengenalan
dini dan pengobatan yang adekuat untuk mempertahankan fungsi ginjal
dan mencegah kerusakan lebih lanjut (2)

Insidens ISK masih tinggi dan sebagai penyakit infeksi yang hanya
ditandai dengan badan demam, menempati urutan kedua penyakit infeksi
yang paling sering setelah infeksi saluran pernapasan atas (ISPA). Di
Swedia insidens penyakit ini adalah 2,2% pada anak laki-laki dan 2,1%
pada anak perempuan usia 2 tahun. Angka rujukan ISK di Inggris
meningkat menjadi 2,8% pada anak laki-laki dan 8,2% anak perempuan
usia 7 tahun dan 3,6% pada anak laki-laki dan 11,3% anak perempuan usia
10 tahun. Pada masa preantibiotik, mortalitas ISK adalah 20%. Komplikasi
akut pada anak sehat saat ini jarang kecuali pada bayi yang dapat
berkembang menjadi infeksi sistemik. Komplikasi jangka panjang ISK
adalah keadaan yang berhubungan dengan parut ginjal yaitu hipertensi dan
gagal ginjal kronik. Pada penelitian di Swedia selama tahun 1950-1960
ditemukan anak dengan parut ginjal akibat pielonefritis berkembang
menjadi hipertensi sebanyak 23% dan penyakit ginjal terminal sebanyak
10%.(5)

2
Karena tingginya angka kejadian ISK pada anak-anak dengan
gejala klinis yang tak terlalu jelas serta tingginya resiko komplikasi yang
lebih berat, maka dalam referat kali ini penulis akan membahas tentang
ISK.

B. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi, etiologi, epidemiologi, klasifikasi dan
patogenesis ISK pada anak.
2. Untuk mengetahui gejala klinis ISK pada anak dan bagaimana untuk
mendiagnosisnya.
3. Untuk mengetahui komplikasi ISK pada anak.
4. Untuk mengetahui penatalaksanaan dan prognosis ISK pada anak.

BAB II

3
PEMBAHASAN

A. Definisi

ISK adalah keadaan adanya infeksi (ada pertumbuhan dan


perkembangbiakan bakteri) dalam saluran kemih, meliputi infeksi di
parenkim ginjal sampai infeksi di kandung kemih dengan jumlah
bakteriuria yang bermakna.(2)

Infeksi saluran air kemih adalah infeksi yang terjadi pada saluran
air kemih, mulai dari uretra, vesika urinaria, ureter, piala ginjal sampai
jaringan ginjal. Infeksi ini dapat berupa pielonefritis akut, pielonefritis
kronik, infeksi saluran air kemih berulang, bakteriuria bermakna,
bakteriuria asimtomatis. (4)

B. Epidemiologi
Angka kejadian ISK bervariasi, tergantung umur dan jenis kelamin
ISK dapat terjadi pada 3,5% anak perempuan dan 1,1% anak laki-laki pada
kelompok anak kurang dari 10 tahun. Pada kelompok anak berusia kurang
dari 2 tahun angka kejadian ISK mencapai 5 %. Angka kejadian pada
neonatus kurang bulan sebesar 3 %, sedangkan pada neonatus cukup bulan
1%. (7)
Pada anak-anak prasekolah usia, prevalensi anak perempuan
dengan infeksi tanpa gejala yang akhirnya didiagnosa oleh aspirasi
suprapubik adalah 0,8% dibandingkan dengan 0,2% pada anak laki-laki.
Pada kelompok usia sekolah, angka insidensi bakteriuria pada perempuan
lebih banyak 30 kali dibandingkan pada anak laki-laki.(6)
Remaja putri lebih cenderung memiliki vaginitis (35%)
dibandingkan ISK (17%). Selain itu, gadis remaja yang didiagnosis
dengan sistitis sering memiliki vaginitis bersamaan.(6)
C. Etiologi

Infeksi oleh bakteria Gram negatif enterokokus merupakan


penyebab terbanyak, tetapi virus dan fungus dapat juga ditemukan pada

4
beberapa penderita. Infeksi berulang sering terjadi pada penderita yang
rentan, atau terjadi karena adanya kelainan anatomik atau fungsional
saluran kemih yang menyebabkan adanya stasis urin atau refluks, sehingga
perlu pengenalan dini dan pengobatan yang adekuat untuk
mempertahankan fungsi ginjal dan mencegah kerusakan lebih lanjut.(2)
Escherichia coli (E.coli) merupakan kuman penyebab tersering
(60-80%) pada ISK serangan pertama. Kuman lain penyebab ISK yang
sering adalah Proteus mirabilis, Klebsiella pneumonia, Klebsiella
oksitoka, Proteus vulgaris, Pseudomonas aeroginosa, Enterobakter
aerogenes, dan Morganella morganii, Stafilokokus, dan Enterokokus.(1)
Pada ISK kompleks, sering ditemukan kuman yang virulensinya
rendah seperti Pseudomonas, golongan Streptokokus grup B, Stafilokokus
aureus atau epidermidis. Haemofilus influenzae dan parainfluenza
dilaporkan sebagai penyebab ISK pada anak. (1)
Terdapat beberapa faktor predisposisi terjadinya ISK kompleks,
diantaranya adalah:

Outflow obstruction Kelainan ginjal


Striktur uretra Parut ginjal
Pelviureteric junction Refluks vesikoureter
Posterior urethral valves Displasia ginjal
Bladder neck obstruction Ginjal dupleks
Batu/tumor
Neuropathic bladder
Kista ginjal
Benda asing Metabolik
Indwelling catheter Imunosupresi
Batu
Gagal ginjal
Selang nefrostomi
Diabetes
Tabel 1. Faktor predisposisi terjadinya ISK kompleks.(5)

D. Klasifikasi
ISK pada anak dapat dibedakan berdasarkan gejala klinis, lokasi
infeksi, dan kelainan saluran kemih.

5
Berdasarkan gejala, ISK dibedakan menjadi ISK asimtomatik dan
simtomatik. ISK asimtomatik ialah bakteriuria bermakna tanpa gejala. ISK
simtomatik yaitu terdapatnya bakteriuria bermakna disertai gejala dan
tanda klinik. ISK simtomatik dapat dibagi dalam dua bagian yaitu infeksi
yang menyerang parenkim ginjal, disebut pielonefritis dengan gejala
utama demam, dan infeksi yang terbatas pada saluran kemih bawah
(sistitis) dengan gejala utama berupa gangguan miksi seperti disuria,
polakisuria, kencing mengedan (urgency).(1)
Berdasarkan lokasi infeksi, ISK dibedakan menjadi ISK atas dan
ISK bawah. ISK atas (upper UTI) merupakan ISK bagian atas terutama
parenkim ginjal, lazimnya disebut sebagai pielonefritis, sedangkan ISK
bawah (lower UTI) adalah bila infeksi di vesika urinaria (sistitis) atau
uretra. Batas antara atas dan bawah adalah hubungan vesikoureter.(1)
Berdasarkan kelainan saluran kemih, ISK dibedakan menjadi ISK
simpleks dan ISK kompleks. ISK simpleks (simple UTI, uncomplicated
UTI) adalah infeksi pada saluran kemih yang normal tanpa kelainan
struktural maupun fungsional saluran kemih yang menyebabkan stasis
urin. ISK kompleks (complicated UTI) adalah ISK yang disertai dengan
kelainan anatomik dan atau fungsional saluran kemih yang menyebabkan
stasis ataupun aliran balik (refluks) urin. Kelainan saluran kemih dapat
berupa batu saluran kemih, obstruksi, anomali saluran kemih, kista ginjal,
bulibuli neurogenik, benda asing, dan sebagainya.(1)
ISK non spesifik adalah ISK yang gejala klinisnya tidak jelas. Ada
sebagian kecil (10-20%) kasus yang sulit digolongkan ke dalam
pielonefritis atau sistitis, baik berdasarkan gejala klinik maupun
pemeriksaan penunjang yang tersedia.(1)
E. Patogenesis

Infeksi dapat terjadi melalui penyebaran hematogen (neonatus)


atau secara asending (anak-anak). Faktor predisposisi infeksi adalah
fimosis, alir-balik vesikoureter (refluks vesikoureter), uropati obstruktif,
kelainan kongenital vesika urinaria atau ginjal, dan diaper rash.(4)

6
Patogenesis infeksi saluran kemih sangat kompleks, karena
tergantung dari banyak faktor seperti faktor pejamu (host) dan faktor
organismenya. Bakteri dalam urin dapat berasal dari ginjal, pielum, ureter,
vesika urinaria atau dari uretra. Beberapa faktor predisposisi ISK adalah
obstruksi urin, kelainan struktur, urolitiasis, benda asing, refluks atau
konstipasi yang lama. Pada bayi dan anak-anak biasanya bakteri berasal
dari tinjanya sendiri yang menjalar secara asending. Bakteri uropatogenik
yang melekat pada sel uroepitelial, dapat mempengaruhi kontraktilitas otot
polos dinding ureter, dan menyebabkan gangguan peristaltik ureter.
Melekatnya bakteri ke sel uroepitelial, dapat meningkatkan virulensi
bakteri tersebut.(2)

Mukosa kandung kemih dilapisi oleh glycoprotein mucin layer


yang berfungsi sebagai anti bakteri. Robeknya lapisan ini dapat
menyebabkan bakteri dapat melekat, membentuk koloni pada permukaan
mukosa, masuk menembus epitel dan selanjutnya terjadi peradangan.
Bakteri dari kandung kemih dapat naik ke ureter dan sampai ke ginjal
melalui lapisan tipis cairan (films of fluid), apalagi bila ada refluks
vesikoureter maupun refluks intrarenal. Bila hanya vesika urinaria yang
terinfeksi, dapat mengakibatkan iritasi dan spasme otot polos vesika
urinaria, akibatnya rasa ingin miksi terus menerus (urgency) atau miksi
berulang kali (frequency), sakit waktu miksi (dysuri). Mukosa vesika
urinaria menjadi edema, meradang dan perdarahan (hematuria). .(2)

Infeksi ginjal dapat terjadi melalui collecting system. Pelvis dan


medula ginjal dapat rusak, baik akibat infeksi maupun oleh tekanan urin
akibat refluks berupa atrofi ginjal. Pada pielonefritis akut dapat ditemukan
fokus infeksi dalam parenkim ginjal, ginjal dapat membengkak, infiltrasi
lekosit polimorfonuklear dalam jaringan interstitial, akibatnya fungsi
ginjal dapat terganggu. Pada pielonefritis kronik akibat infeksi, adanya
produk bakteri atau zat mediator toksik yang dihasilkan oleh sel yang
rusak, mengakibatkan parut ginjal (renal scarring). .(2)

7
Gambar 1. Patogenesis dari ISK asending .(2)

F. Manifestasi klinis

Gejala ISK bergantung dari umur penderita dan lokalisasi infeksi di


dalam saluran kemih. Manifestasi klinis seringkali gagal menunjukkan
secara jelas apakah infeksi terbatas pada kandung kemih atau telah
melibatkan ginjal.(2,3)

Gejala infeksi saluran kemih berdasarkan umur penderita adalah


sebagai berikut: (4)

0-1 bln :Gangguan pertumbuhan, anoreksia, muntah dan


diare, kejang, koma ,panas/hipotermia tanpa
diketahui sebabnya, ikterus (sepsis).

1 bln 2 thn :Panas/hipotermia tanpa diketahui sebabnya,


gangguan pertumbuhan, anoreksia, muntah, diare,
kejang, koma, kolik (anak menjerit keras), air

8
kemih berbau/berubah warna, kadang-kadang
disertai nyeri perut/pinggang.

2 - 6 thn :Panas/hipotermia tanpa diketahui sebabnya, tidak


dapat menahan kencing, polakisuria, disuria,
enuresis, air kemih berbau dan berubah warna,
diare, muntah, gangguan pertumbuhan serta
anoreksia.

6 - 18 thn :Nyeri perut/pinggang, panas tanpa diketahui


sebabnya, tak dapat menahan kencing, polakisuria,
disuria, enuresis, air kemih berbau dan berubah
warna.

G. Diagnosis

Diagnosis ISK ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,


pemeriksaan laboratorium yang dipastikan dengan biakan urin. Gangguan
kemampuan mengontrol kandung kemih, pola berkemih, dan aliran urin dapat
sebagai petunjuk untuk menentukan diagnosis. Demam merupakan gejala dan
tanda klinik yang sering dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala
ISK pada anak.(1)
Pemeriksaan genitalia eksterna diperiksa untuk melihat kelainan
fimosis, hipospadia, epispadia pada laki-laki atau sinekie vagina pada
perempuan. Pemeriksaan urinalisis dan biakan urin adalah prosedur yang

9
terpenting. Oleh sebab itu kualitas pemeriksaan urin memegang peran utama
untuk menegakkan diagnosis.(1)
American Academy of Pediatrics (AAP) membuat rekomendasi bahwa
pada bayi umur di bawah 2 bulan, setiap demam harus dipikirkan
kemungkinan ISK dan perlu dilakukan biakan urin. Pada anak umur 2 bulan
sampai 2 tahun dengan demam yang tidak diketahui penyebabnya,
kemungkinan ISK harus dipikirkan dan perlu dilakukan biakan urin, dan anak
ditata laksana sebagai pielonefritis. Untuk anak perempuan umur 2 bulan
sampai 2 tahun, AAP membuat patokan sederhana berdasarkan 5 gejala klinik
yaitu: 1) Suhu tubuh 39C atau lebih, 2) Demam berlangsung dua hari atau
lebih, 3) Ras kulit putih, 4) Umur di bawah satu tahun, 5) Tidak ditemukan
kemungkinan penyebab demam lainnya. Bila ditemukan 2 atau lebih faktor
risiko tersebut maka sensitivitas untuk kemungkinan ISK mencapai 95%
dengan spesifisitas 31%.(1)

H. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Urin
Pemeriksaan urinalisis meliputi leukosituria, nitrit, leukosit esterase,
protein, dan darah. Leukosituria merupakan petunjuk kemungkinan adanya
bakteriuria, tetapi tidak dipakai sebagai patokan ada tidaknya ISK.
Pemeriksaan dengan stik urin dapat mendeteksi adanya leukosit esterase,
enzim yang terdapat di dalam lekosit neutrofil, yang menggambarkan
banyaknya leukosit dalam urin.
Uji nitrit merupakan pemeriksaan tidak langsung terhadap bakteri
dalam urin. Urin dengan berat jenis yang tinggi menurunkan sensitivitas uji
nitrit. Hematuria kadang-kadang dapat menyertai infeksi saluran kemih, tetapi
tidak dipakai sebagai indikator diagnostik. Protein dan darah mempunyai
sensitivitas dan spesifitas yang rendah dalam diagnosis ISK.(1)
Neutrophil gelatinase associated lipocalin urin (uNGAL) dan rasio
uNGAL dengan kreatinin urin (uNGAL/Cr) merupakan petanda adanya ISK.
NGAL adalah suatu iron-carrier-protein yang terdapat di dalam granul

10
neutrofil dan merupakan komponen imunitas innate yang memberikan respon
terhadap infeksi bakteri. Peningkatan uNGAL dan rasio uNGAL/Cr > 30
ng/mg merupakan tanda ISK.(1)

Biakan Urin
Diagnosis ISK ditegakkan dengan biakan urin yang sampelnya
diambil dengan urin porsi tengah dan ditemukan pertumbuhan bakteria
>100.000 koloni/ ml urin dari satu jenis bakteri, atau bila ditemukan >10.000
koloni tetapi disertai dengan gejala klinis yang jelas dianggap ada ISK.(2)
Pada anak-anak yang terlatih menggunakan toilet, biakan urine yang
diperoleh dari aliran urin pancar tengah (mid stream urine) diperoleh sesudah
membersihkan meatus uretra dengan larutan povidon-iodium dan
membersihkannya dengan air steril atau larutan garam faali, biasanya
memuaskan. Pada wanita, labia harus dibuka secara manual untuk
menghindarkan kontaminasi atau kontak urin dengan kulit. Pada laki-laki
yang tidak dikhitan, preputium harus ditarik ke belakang.(3)
Untuk spesimen dari pancaran tengah, hitungan koloni seringkali
digunakan untuk membedakan spesimen yang terinfeksi dan yang
terkontaminasi. Biakan yang menunjukkan lebih dari 105 koloni/ mL
organisme tunggal spesifikasinya lebih dari 90% untuk infeksi saluran kemih.
Namun demikian, harus diketahui, bahwa hitungan koloni yang lebih rendah
pada penderita terinfeksi mungkin disebabkan karena kekeringan yang
berlebihan, pengosongan kandung kemih yang terlalu dini, atau karena
pengobatan dengan antibiotika. Hitungan demikian tidak mengesampingkan
infeksi. Penggunaan pungsi suprapubik kandung kemih yang penuh dengan
jarum suntik berukuran 25 atau 22 menyajikan hasil yang terpercaya. Dengan
anak telah terhidrasi secara tepat (bila kandung kemih dapat diperkusi atau
dipalpasi), kulit didisinfeksi dan pungsi dilakukan selebar jari di garis tengah
di atas pubis.(3)
Dikatakan infeksi positif apabila: (4)

11
a. Air kemih tampung porsi tengah : biakan kuman positif dengan
jumlah kuman 105/ml, 3 kali berturut-turut.
b. Air kemih tampung dengan pungsi vesika urinaria suprapubik :
setiap kuman patogen yang tumbuh pasti infeksi. Pembiakan urin
melalui pungsi suprapubik digunakan sebagai gold standar.

Mencari faktor resiko infeksi saluran kemih:

a. Pemeriksaan ultrasonografi ginjal untuk mengetahui kelainan


struktur ginjal dan kandung kemih.
b. Pemeriksaan Miksio Sisto Uretrografi/MSU untuk mengetahui
adanya refluks.
c. Pemeriksaan pielografi intra vena (PIV) untuk mencari latar
belakang infeksi saluran kemih dan mengetahui struktur ginjal serta
saluran kemih.

Tabel. Interpretasi Hasil Biakan Urin (2)

12
Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah dapat dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis dan membedakan ISK atas dan bawah. Indikator non-spesifk ISK
atas pada pemeriksaan darah yaitu leukositosis, peningkatan nilai absolut
neutrofil, peningkatan laju endap darah (LED), C-reactive protein (CRP) yang
positif. Kadar prokalsitonin dan sitokin yang tinggi dapat digunakan sebagai
prediktor yang valid untuk pielonefritis akut pada anak dengan ISK febris
(febrile urinary tract infection) dan skar ginjal. (1)

I. Tatalaksana
Tata laksana infeksi saluran kemih pada anak terdiri atas:
Eradikasi infeksi akut, deteksi dan tata laksana kelainan anatomi dan
fungsional pada ginjal dan saluran kemih, dan mencegah infeksi berulang.
(1)

Eradikasi infeksi akut


Tujuan eradikasi infeksi akut adalah mengatasi keadaan akut,
mencegah terjadinya urosepsis dan kerusakan parenkim ginjal.

NICE merekomendasikan penanganan ISK fase akut, sebagai berikut:


Bayi < 3 bulan dengan kemungkinan ISK harus segera dirujuk ke dokter
spesialis anak, pengobatan harus dengan antibiotik parenteral.
Bayi 3 bulan dengan pielonefritis akut/ISK atas:
Pertimbangkan untuk dirujuk ke spesialis anak .
Terapi dengan antibiotik oral 7-10 hari, dengan antibiotik yang
resistensinya masih rendah berdasarkan pola resistensi kuman, seperti
sefalosporin atau ko-amoksiklav.

13
Jika antibiotik per oral tidak dapat digunakan, terapi dengan antibiotik
parenteral, seperti sefotaksim atau seftriakson selama 2-4 hari dilanjutkan
dengan antibiotik per oral hingga total lama pemberian 10 hari.
Bayi 3 bulan dengan sistitis/ ISK bawah:
Berikan antibiotik oral selama 3 hari berdasarkan pola resistensi kuman
setempat. Bila tidak ada hasil pola resistensi kuman, dapat diberikan
trimetroprim, sefalosporin, atau amoksisilin.
Bila dalam 24-48 jam belum ada perbaikan klinis harus dinilai kembali,
dilakukan pemeriksaan kultur urin untuk melihat pertumbuhan bakteri dan
kepekaan terhadap obat. (1)

Jenis antibiotik Dosis per hari


Amoksisilin 20-40 mg/kgbb/hari dibagi dalam 3
Sulfonamid dosis
Trimetroprim (TMP) dan
Sulfametoksazol (SMX) 6-12 mg TMP dan 30-60 mg SMX
Sulfisoksazol /kgbb/hari dibagi dalam 2
Dosis 120-150 mg/kgbb/hari dibagi
Sefalosporin: dalam 4 dosis
Sefiksim
Sefpodiksim 8 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis
Sefprozil 10 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis
Sefaleksin 30 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis
Lorakarbef 50-100 mg/kgbb/hari dibagi dalam 4
dosis
15-30 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2
dosis
Pilihan antimikroba oral pada infeksi saluran kemih.(1)

14
Jenis antibiotik Dosis per hari
Seftriakson 75 mg/kgbb/hari
Sefotaksim 150 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam
Seftazidim 150 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam
Sefazolin 50 mg/kgbb/hari dibagi setiap 8 jam
Gentamisin 7,5 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam
Amikasin 15 mg/kgbb/hari dibagi setiap 12 jam
Tobramisin 5 mg/kgbb/hari dibagi setiap 8 jam
Tikarsilin 300 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam
Ampisilin 100 mg/kgbb/hari dibagi setiap 6 jam
Pilihan antimikroba parenteral pada infeksi saluran kemih.(1)

Pengobatan sistitis akut


Anak dengan sistitis diobati dengan antibiotik per oral dan
umumnya tidak memerlukan perawatan di rumah sakit, indikasi mondok
adalah rasa sakit yang hebat, toksik, muntah dan dehidrasi, anak harus
dirawat di rumah sakit dan diberi pengobatan parenteral seama 5 7 hari.
Untuk sistitis akut, direkomendasikan pemberian antibiotik oral seperti
trimetoprim-sulfametoksazol,nitrofurantoin,amoksisilin,
Amoksisilin klavulanat,sefaleksin, dan sefiksim. (1)

Pengobatan pielonefritis
Pemberian antibiotik pada pielonefritis akut diberikan selama 7-10
hari atau 10-14 hari. Pemberian antibiotik parenteral selama 7 - 14 hari
sangat efektif dalam mengatasi infeksi pada pielonefritis akut. Perbaikan
klinis sudah terlihat dalam 24-48 jam pemberian antibiotik parenteral,
sehingga setelah perbaikan klinis, antibiotik dilanjutkan dengan pemberian
antibiotik per oral sampai selama 7-14 hari pengobatan
Pemberian profilaksis antibiotik diberikan setelah pengobatan fase
akut sambil menunggu hasil pemeriksaan pencitraan. Bila ternyata kasus

15
yang dihadapi termasuk ke dalam ISK kompleks (adanya refluks atau
obstruksi) maka pengobatan profilaksis dapat dilanjutkan lebih lama. (1)

Pengobatan ISK pada neonatus


Pengobatan ISK pada neonatus terutama ditujukan untuk
mengatasi infeksi bakteri Gram negatif yaitu dengan kombinasi
aminoglikosida dan ampisilin selama 10-14 hari. Pemberian profilaksis
antibiotik segera diberikan setelah selesai pengobatan fase akut.(1)

Bakteriuria asimtomatik
Pada beberapa kasus ditemukan pertumbuhan kuman > 105 cfu/mL
dalam urin tanpa gejala klinik, telah disepakati bahwa bakteriuria
asimtomatik tidak memerlukan terapi antibiotik. (1)

Pengobatan suportif
Pada ISK pengobatan suportif dan simtomatik juga perlu
diperhatikan, misalnya pengobatan terhadap demam dan muntah. Terapi
cairan harus adekuat untuk menjamin diuresis yang lancar. Untuk
mengatasi disuria dapat diberikan fenazopiridin HCl (Pyridium) dengan
dosis 7 10 mg/kgbb/hari. (1)

Deteksi kelainan anatomi dan fungsional serta tata laksananya


Pemeriksaan pencitraan diperlukan untuk melihat adanya kelainan
anatomi maupun fungsional ginjal dan saluran kemih, yang merupakan
faktor risiko terjadinya ISK berulang dan parut ginjal. Jenis pemeriksaan
pencitraan antara lain ultrasonografi (USG), miksio -sistouretrografi
(MSU), PIV (pielografi inravena), skintigrafi DMSA (dimercapto succinic
acid), CT-scan atau magnetic resonance imaging (MRI). (1)

Deteksi dan mencegah infeksi berulang


Deteksi ISK berulang dilakukan dengan biakan urin berkala,
misalnya setiap bulan, kemudian dilanjutkan dengan setiap 3 bulan.
Beberapa faktor berperan dalam terjadinya ISK berulang, terutama pada

16
anak perempuan, antara lain infestasi parasit seperti cacing benang,
pemakaian bubble bath, pakaian dalam terlalu sempit, pemakaian
deodorant yang bersifat iritatif terhadap mukosa perineum dan vulva,
pemakaian toilet paper yang salah, konstipasi, ketidak mampuan
pengosongan kandung kemih secara sempurna, baik akibat gangguan
neurologik (neurogenic bladder) maupun faktor lain (non neurogenic
bladder), RVU, preputium yang belum disirkumsisi.
ISK berulang dapat dicegah dengan meningkatkan keadaan umum
pasien termasuk memperbaiki status gizi, edukasi tentang pola hidup
sehat, dan menghilangkan atau mengatasi faktor risiko. (1)

Pemberian profilaksis
Antibiotik profilaksis bertujuan untuk mencegah infeksi berulang
dan mencegah terjadinya parut ginjal. Berbagai penelitian telah
membuktikan efektivitas antibiotik profilaksis menurunkan risiko
terjadinya ISK berulang pada anak, dan kurang dari 50% yang mengalami
infeksi berulang selama pengamatan 5 tahun.

Antibiotik yang digunakan untuk profilaksis:


Trimetoprim :1-2 mg/kgbb/hari
Kotrimoksazol
- Trimetoprim : 1-2 mg/kgbb/hari
- Sulfametoksazol : 5-10 mg/kgbb/hari
Sulfisoksazol : 5-10 mg/kgbb/hari
Sefaleksin : 10-15 mg/kgbb/hari
Nitrofurantoin : 1 mg/kgbb/hari
Asam nalidiksat : 15-20 mg/kgbb/hari
Sefaklor : 15-17 mg/kgbb/hari
Sefiksim : 1-2 mg/kgbb/hari
Sefadroksil : 3-5 mg/kgbb/hari
Siprofloksasin : 1 mg/kgbb/hari. (1)

17
J. Komplikasi

ISK dapat menyebabkan gagal ginjal akut, bakteremia, sepsis, dan


meningitis. Komplikasi ISK jangka panjang adalah parut ginjal, hipertensi,
gagal ginjal, komplikasi pada masa kehamilan seperti preeklampsia. Parut
ginjal terjadi pada 8-40% pasien setelah mengalami episode pielonefritis
akut. Faktor risiko terjadinya parut ginjal antara lain umur muda,
keterlambatan pemberian antibiotik dalam tata laksana ISK, infeksi
berulang, RVU, dan obstruksi saluran kemih.(1)

BAB III
KESIMPULAN

ISK merupakan salah satu penyakit infeksi terbanyak kedua pada anak
setelah infeksi pernapasan. Ditahun pertama kehidupan, penyakit ini banyak
diderita oleh anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan, dan sebaliknya
setelah tahun pertama kehidupan anak perempuan lebih banyak menderita
penyakit ISK dibandingkan anak laki-laki. Sirkumsisi bisa menurunkan risiko
anak laki-laki terkena penyakit ini.
Etiologi dari penyakit ISK ini utamanya adalah bakteri Eschericia
coli, namun tidak menutup kemungkinan bakteri patogen lainnya (yang bukan
merupakan bagian dari flora normal tubuh) bisa menjadi penyebab dari ISK pada
anak. Proses patogenesis dari ISK terbagi menjadi dua cara yaitu ascending
route dan bloodborne.
Gejala awal dari ISK pada anak sangatlah tidak khas, biasanya anak akan
mengalami demam hilang timbul yang tidak dapat diketahui darimana sumbernya.
Jarang sekali kasus yang disertai dengan gangguan dari traktus urinarius, sehingga
untuk menegakkan diagnosis ISK pada anak akan dibutuhkan analisis urin dan
kultur urin. Pada beberapa kasus yang meragukan, diagnostik imaging bisa

18
dilakukan untuk membantu diagnosis walaupun sampai sekarang pemeriksaan ini
masih kontroversial.
Pengobatan untuk ISK utamanya adalah dengan antibiotik. Deteksi dini
dan pengobatan segera akan sangat dibutuhkan agar komplikasi jangka panjang
bisa dihindari. Tapi tentu saja yang paling penting adalah pencegahan dengan cara
menjaga higien dan sebaiknya pasien yang pernah menderita ISK benar-benar
diperhatikan agar tidak terjadi ISK berulang.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Unit Kerja Koordinasi Nefrologi.


Konsensus Infeksi Saluran Kemih pada Anak. Jakarta: Badan Penerbit
Ikatan Dokter Anak Indonesia.2011.
2. Rusdidjas, Rafita Ramayati. Infeksi Saluran Kemih. Dalam: Buku Ajar Nefrologi
Anak. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2002.
3. Behrman, Kliegman. Infeksi Saluran Kemih. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak
Nelson Vol. 3. Edisi 15. Jakarta: EGC. 2000.

4. Noer M.S., Ninik Soemyarso. Infeksi Saluran Kemih. Diakses dari


http://pediatrik.com
5. Hidayanti E, Rachmadi D. Infeksi Saluran Kemih Kompleks; Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung..
6. Fisher JD, Howes DS, Thornton SL. Pediatric urinary tract infection.
Available at: http://emedicine.medscape.com/article/.
7. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Pedoman Pelayanan Medis.
Jakarta : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010

19

You might also like