You are on page 1of 15

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

III. 1. Definisi

Labiopalatoschisis atau Cleft Lip and Palate (CLP) adalah kelainan


bawaan yang timbul pada saat pembentukan janin sehingga ada celah antara kedua
sisi bibir hingga langit-langit dan bahkan cuping hidung. Kelainan ini dapat
berupa celah pada bibir (cleft lip), celah pada palatum atau langit-langit (cleft
palate), atau gabungan dari keduanya (cleft lip and palate). Kelainan ini
disebabkan oleh kelainan genetik yang berpengaruh pada tahap pembentukan
embrio, sehingga terdapat kelainan yang muncul setelah kelahiran. Cleft palate
atau palatoschizis merupakan kelainan kongenital pada wajah dimana
atap/langitan dari mulut, yaitu palatum tidak berkembang secara normal selama
masa kehamilan, mengakibatkan terbukanya (cleft) palatum yang tidak menyatu
sampai ke daerah cavitas nasalis, sehingga terdapat hubungan antara rongga
hidung dan mulut. Oleh karena itu, pada palatoschizis, anak biasanya pada saat
minum sering tersedak dan suaranya sengau. Cleft palate dapat terjadi pada
bagian apa saja dari palatum, termasuk bagian depan dari langitan mulut, yaitu
hard palate (palatum durum) atau bagian belakang dari langitan mulut yang
lunak, yaitu soft palate (palatum molle).

III. 2. Epidemiologi

Dari seluruh populasi penderita, angka kejadian terbanyak adalah


labiopalatoschizis (46%), diikuti dengan palatoschizis (33%) dan labioschizis
(21%). Sumbing unilateral sembilan kali lebih sering dibanding sumbing bilateral,
dan dua kali lebih sering terjadi pada sisi kiri dibanding sisi kanan. Labioschizis
lebih sering terjadi pada laki-laki, sedangkan palatoschizis lebih sering terjadi
pada perempuan.6

15
Insiden labioschizis sebanyak 2,1:1000 kelahiran pada etnis Asia, 1:1000
pada etnis Kaukasia, dan 0,41:1000 pada etnis Afrika-Amerika. Perbedaan ras
tersebut tidak ditemukan pada palatoschizis yang insiden keseluruhannya sebesar
0,5:1000 kelahiran hidup.2

III. 3. Etiologi dan Faktor Risiko

a. Gaya hidup, nutrisi, lingkungan, teratogen

Beberapa faktor risiko maternal yang memicu terjadinya insiden


labiopalatoschizis adalah pajanan terhadap rokok, alkohol, gizi buruk, penggunaan
obat-obatan, dan teratogen lain selama masa awal kehamilan.5

Merokok selama kehamilan meningkatan risiko kejadian labioschizis,


labiopalatoschizis, dan palatoschizis sebesar 20%. Selanjutnya nutrisi selama
masa awal kehamilan juga sangat penting. Pada beberapa penelitian, defisiensi
asam folat, vitamin B6, dan Zinc berhubungan dengan peningkatan risiko
labioschizis.5 Untuk memenuhi asupan asam folat yang cukup, dapat diperoleh
dari sayuran hijau, seperti bayam, brokoli, kembang kol, susu, daging, dan ikan.13
Kandungan Zinc banyak terdapat pada tiram, daging merah, daging unggas,
kacang-kacangan, dan sayuran.9 Selain itu, vitamin B6 dapat diperoleh dari ikan,
hati sapi, kentang, sayuran, dan buah.8

Faktor lainnya ialah pajanan teratogen yang dapat meningkatkan risiko


sumbing, seperti alkohol, obat antikonvulsan terutama fenitoin, diazepam, dan
fenobarbital, juga pemakaian kortikosteroid selama kehamilan.5

b. Genetik

Pada salah satu orang tua dengan labiopalatoschizis atau satu anak dengan
labiopalatoschizis, memiliki risiko melahirkan anak selanjutnya dengan kelainan
yang sama sebesar 4%. Jika dua anak sebelumnya lahir dengan labiopalatoschizis,
risiko pada anak selanjutnya adalah sebanyak 9%. Dan jika salah satu orang tua

16
dan satu anak lahir dengan labiopalatoschizis, risiko pada kehamilan berikutnya
sebesar 17%. Sedangkan pada keluarga dengan riwayat palatoschizis, jika satu
anak sebelumnya menderita palatoschizis maka risiko melahirkan anak
selanjutnya yaitu 2%. Jika dua anak sebelumnya lahir dengan palatoschizis maka
risiko anak selanjutnya 1%. Pada salah satu orang tua dengan palatoschizis maka
risiko pada anak 6%. Dan pada salah satu orang tua dengan satu anak sebelumnya
menderita palatoschizis, risikonya adalah 15% pada anak selanjutnya.6

III. 4. Embriologi

a. Pembentukan wajah
Pembentukan wajah dimulai dengan prominensia fasialis (tonjolan wajah)
yang terbentuk pada akhir minggu keempat. Prominensia fasialis terutama
dibentuk oleh pasangan pertama arkus faring. Di lateral stomodeum dapat
ditemukan prominensia maksilaris dan prominensia mandibularis di kaudalnya.
Sedangkan batas atas stomodeum merupakan prominensia frontonasalis yang
dibentuk oleh proliferasi mesenkim yang terletak ventral dari vesikel otak. Di
kedua sisi prominensia frontonasalis muncul penebalan lokal ektoderm
permukaan, yakni plakoda nasalis (olfaktoria).11
Selama minggu kelima, plakoda nasalis (lempeng hidung) mengalami
invaginasi untuk membentuk fovea nasalis (lekukan hidung). Dalam prosesnya,
terbentuk suatu bubungan jaringan yang mengelilingi masing-masing lekukan dan
membentuk prominensia nasalis yang terbagi atas prominensia nasalis lateralis
dan mediana.11
Selama dua minggu berikutnya, prominensia maksilaris terus bertambah
besar dengan menonjol ke medial dan menekan prominensia nasalis mediana ke
arah garis tengah. Batas antara prominensia maksilaris dan nasalis mediana lalu
lenyap, keduanya lalu menyatu dan membentuk bibir atas. Sedangkan
prominensia nasalis lateralis tidak ikut membentuk bibir atas. Prominensia
maksilaris dan nasalis lateralis awalnya dipisahkan oleh sebuah alur dalam yang

17
disebut alur nasolakrimalis. Segera setelah alur tersebut membentuk saluran
(kanalisasi) menjadi duktus nasolakrimalis, prominensia maksilaris dan nasalis
lateralis akan menyatu. Prominensia maksilaris akan membesar dan membentuk
pipi serta maksila, sedangkan prominensia nasalis lateralis membentuk alae nasi.
Bagian lain hidung, yaitu jembatan hidung dibentuk oleh prominensia frontalis,
sedangkan dorsum nasi dan ujungnya dibentuk oleh penyatuan prominensia
nasalis mediana.11
Prominensia mandibularis juga membesar dan menyatu di garis tengah
untuk membentuk bibir bawah dan rahang.11

b. Segmen intermaksilla
Kedua prominensia nasalis mediana tidak hanya menyatu di permukaan,
namun juga di bagian yang lebih dalam. Struktur yang dibentuknya di bagian
dalam disebut segmen intermaksila yang terdiri dari (a) komponen bibir, yang
membentuk filtrum bibir atas; (b) komponen rahang atas, yang mencakup empat
gigi seri; dan (c) komponen langit-langit, yang membentuk palatum primer yang
berbentuk segitiga.11

c. Palatum sekunder
Merupakan bagian utama dari palatum definitif yang terbentuk dari
pertumbuhan prominensia maksilaris. Berbeda dengan palatum primer di sisi
anterior yang terbentuk dari penyatuan prominensian nasalis mediana. Pada akhir
minggu keenam, tumbuh palatine shelves (bilah-bilah palatina) dari kedua
prominensia maksilaris. Bilah tersebut tumbuh oblik ke bawah ke kedua sisi lidah,
namun pada minggu ketujuh bergerak ke atas dan horisontal terhadap lidah lalu
menyatu membentuk palatum sekunder. Di sebelah anterior palatum sekunder
akan menyatu dengan palatum primer dan menyisakan foramen incisivus sebagai
sisa penyatuan.11

III. 5. Patofisiologi

18
Penyebab terjadinya bibir sumbing adalah kurangnya migrasi mesoderm
ke daerah bibir dan hidung. Akibatnya adalah tidak terbentuknya lamina dentalis
dan filtrum di daerah sumbing tersebut. Kurangnya migrasi mesoderm juga
menyebabkan terbentuknya cekungan yang makin menipis selama pertumbuhan
sehingga membentuk celah. Bila celah tersebut tidak komplit akan menjadi
Simonarts band.11

Pada usia minggu ketujuh sampai kedua belas kehamilan normal akan
terjadi pertumbuhan palatum ke arah kiri dan atas, dan terjadi fusi kedua prosessus
palatinus lateralis, serta pertumbuhan palatum yang telah mengalami fusi tersebut.
Bila terdapat defek pada proses tersebut akan terjadi celah langit-langit.11

III. 6. Klasifikasi dan Manifestasi Klinis

Gambar 1. Klasifikasi Bibir Sumbing (Labioschizis)

19
1. Labioschizis mikroform (microform cleft lip)

Ditandai dengan adanya kerut (furrow) atau skar sepanjang sumbu


vertikal terhadap bibir, takik pada vermilion, dan pendeknya sumbu
vertikal bibir dalam berbagai derajat. Deformitas pada hidung bisa ada,
dan kadang lebih parah dari deformitas di bibir. Pembedahan biasanya bisa
dilakukan pada kasus ini, namun perlu kehati-hatian untuk mencegah
timbulnya deformitas pasca operasi yang lebih parah dari keadaan sebelum
operasi. Bila ada gangguan pada sfingter orbicularis oris, dapat diperbaiki
dengan pendekatan intraoral.6

2. Labioschizis unilateral inkomplit (unilateral incomplete cleft lip)

Ditandai dengan belahan vertikal pada bibir dengan berbagai


derajat, dengan dasar atau lantai hidung yang utuh atau Simonart band.6

3. Labioschizis unilateral komplit (unilateral complete cleft lip)

Ditandai dengan celah pada bibir, lantai hidung, dan alveolus


(palatum primer komplit). Karena tidak ada kulit (Simonarts band) yang
menghubungkan basis alae nasi dengan dasar kartilago alae mayor, tarikan
otot orbicularis oris menyebabkan deformitas hidung yang lebih berat
daripada labioschizis inkomplit. Basis alae nasi tertarik ke inferoposterior,
sedangkan kartilago alae nasi mayor ipsilateral teregang disertai
deformitas, dan septum nasi tertarik ke sisi kontralateral hingga dorsum
nasi kolaps.6

4. Labioschizis bilateral komplit (complete bilateral cleft lip)

Ciri tampak khas dari sumbing bilateral komplit adalah tonjolan


premaksila. Karena selama perkembangannya tidak ada hubungan
premaksila dengan bilah palatum lateral (lateral palatal shelves), maka
premaksila tidak menyambung dan tidak sejajar dengan segmen arkus
lateralis. Pada waktu lahir, premaksila akan menonjol. Pertumbuhan pada
sutura premaksila yang tidak terkontrol akan menyebabkan overproyeksi

20
premaksila, dengan atau tanpa rotasi dan angulasi. Tulang-tulang dorsum
nasi tidak terbentuk dengan baik, bahkan bisa tidak terbentuk sama sekali,
sehingga daerah di inferior kartilago septum nasi dan dasar dari krus media
kartilago alae mayor akan tertarik. Sedangkan krus lateralis kartilago alae
mayor akan tertarik ke posterolateral, sehingga ujung hidung akan lebar
dan datar. Resesi krus medial disertai lateralisasi alae nasi akan
menimbulkan deformitas absent columella yang khas. Bagian paling
anterior dan inferior dari prosesus frontonasalis yang normalnya ikut
menyusun kulit di antara kedua kolumn philtrum akan membentuk
prolabium yang seperti menggantung langsung dari kulit ujung hidung.6

5. Labioschizis bilateral inkomplit (incomplete bilateral cleft lip)

Pada keadaan ini, terjadi sumbing bilateral yang inkomplit dengan


hidung yang hampir normal, premaksilla di posisi yang benar, kedua lantai
hidung utuh, dan sumbing hanya terjadi di bibir.6

6. Labiopalatoschizis (cleft lip and palate)

Palatum primer terdiri dari bibir, alveolus, dan palatum anterior


hingga foramen incisivus. Palatum sekunder terdiri dari palatum durum
dan molle dimulai dari foramen incisivum hingga ke uvula. Adanya
sumbing palatum akan menyebabkan bayi sulit minum, gangguan pada
perkembangan bicara, dan kemungkinan gangguan pertumbuhan wajah.
Gangguan menempelnya otot-otot palatum molle pada sumbing palatum
akan mengganggu drainase dari kanal eustachius ke faring sehingga
meningkatkan risiko infeksi telinga tengah. Sebagian besar bayi dilakukan
miringotomi dan pemasangan grommet tube saat operasi koreksi bibir atau
palatum untuk mencegah gangguan pendengaran di kemudian hari.6

7. Palatoschizis (isolated cleft palate)

Pada palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus dan palatum
durum dibelahan foramen incisivum. Sedangkan pada palatum sekunder meliputi

21
palatum durum dan palatum molle, dari foramen incisivum ke posterior. Suatu
celah dapat mengenai salah satu atau keduanya, yaitu palatum primer dan palatum
sekunder, dan dapat unilateral atau bilateral.

Pada palatoschizis tampak ada celah pada tekak (uvula), palato lunak, dan
keras dan atau foramen incisivum, adanya rongga pada hidung, teraba celah atau
terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari, juga terjadi kesukaran dalam
menghisap atau makan.

III. 7. Penatalaksanaan

a. Asupan nutrisi

Masalah awal yang harus diperhatikan pada bayi dengan labioschizis atau
labiopalatoschizis adalah asupan cairan kalori dalam jumlah adekuat untuk
mempertahankan pertumbuhan sesuai usianya. Kemampuan bayi untuk
menghisap tergantung pada dua faktor: kemampuan bibir untuk melakukan gerak
menghisap dan kemampuan palatum menciptakan tekanan negatif untuk
menyedot. Labioschizis saja biasanya tidak mengganggu kemampuan bayi untuk
menghisap. Sebaliknya, bayi dengan palatoschizis atau labiopalatoschizis akan
kesulitan menghisap. Celah pada palatum membuat bayi kesulitan menciptakan
tekanan negatif di rongga mulut. Dengan usaha yang sama, bayi dengan sumbing
palatum tidak dapat menghisap susu sebanyak bayi normal. Usaha berlebih untuk
menyusu tersebut dapat menyebabkan kurangnya asupan kalori untuk
pertumbuhannya.12

Ibu harus diedukasi untuk tetap memberi ASI karena dapat menurunkan
risiko otitis media, yang sangat sering terjadi pada bayi dengan labioschizis atau
labiopalatoschizis. Bila sulit, ASI harus tetap diberikan, meskipun dengan cara
lain seperti gelas, sendok, atau botol.3

22
Gambar 2. Posisi 45 pada bayi saat menyusu

Untuk bayi labioschizis, biasanya dapat diberi minum dari payudara ibu
atau dari botol dot.11 Untuk bayi dengan palatoschizis, posisi bayi saat menyusu
sebaiknya 45-60 (semi-upright) untuk mengurangi regurgitasi ke hidung dan
refluks ASI ke tuba eustachius.3 Biasanya, untuk memudahkan bayi minum perlu
digunakan botol untuk memberi ASI. Bila perlu, puting dari botol tersebut dapat
diberi lubang berbentuk X untuk memudahkan susu mengalir keluar saat dihisap
bayi.12

Alternatif lain berupa botol dan puting yang sudah dirancang khusus untuk
bayi dengan labioschizis/labiopalatoschizis, misalnya botol dengan puting yang
satu sisinya keras, dan lunak pada sisi lainnya (Pigeon Nipple). Sisi yang keras
meniru fungsi palatum, yakni memberi permukaan yang keras bagi lidah untuk
ditekan saat bayi menghisap. Sisi satunya lunak, sehingga dengan mudah dapat
ditekan oleh lidah bayi. Lubang pada ujung puting berbentuk Y sehingga
alirannya relatif cepat.4

23
Gambar 3. Pigeon Nipple

Pilihan lainnya adalah Haberman bottle yang putingnya lebih panjang


sehingga lebih banyak berkontak dengan lidah bayi, dengan botol yang dapat
dipencet untuk menyesuaikan aliran susu yang keluar.4

Gambar 4. Haberman Bottle

b. Nasoalveolar Molding (NAM)

NAM adalah alat yang dipasang untuk mengurangi lebar celah pada gusi
dan memperbaiki deformitas pada hidung dengan menggunakan cetakan yang
terbuat dari acrylic. Prinsipnya adalah pembentukan tulang rawan dan jaringan
lunak dapat disesuaikan dengan gaya eksternal yang persisten. Molding plate
dipasang ke palatum dan processus alveolaris lalu difiksasi ke pipi. Molding plate

24
disesuaikan per minggu sesuai berkurangnya celah pada gusi. Bila celah sudah <5
mm dapat dipasang nasal stent untuk mengoreksi deformitas pada hidung.6

c. Koreksi dengan pembedahan

Penanganan dari bibir sumbing dan langit-langit meliputi kerjasama


multidisiplin untuk mendapatkan hasil yang optimal dimulai sejak bayi hingga
dewasa. Ini termasuk kerjasama dari ahli bedah plastik, spesialis THT,
orthodontist, ahli fisioterapi, speech therapist, ahli psikologis, spesialis anak,
maupun pekerja sosial. Penanganannya memerlukan rencana terapi yang lama dan
panjang, mengikuti umur pasien dengan tujuan untuk memberikan hasil yang
optimal.6
Koreksi pada bibir dapat dilakukan pada usia sekitar 3 bulan. Pada bayi
cukup bulan yang sehat, koreksi dapat dikerjakan lebih awal. Palatum dikoreksi

25
dengan operasi terpisah, biasanya pada usia sekitar 12 bulan. Namun, operasi bibir
dan palatum dapat dilakukan secara bersamaan.6

Tabel 1. Tahapan tatalaksana pembedahan sumbing sesuai usia.6

Usia Operasi Keterangan

Prenatal Radiologi, diagnosis, dan Multidisiplin.


konseling.

Baru lahir Penilaian makan, penilaian Multidisiplin


keadaan medis, konseling
genetik, edukasi tatalaksana.

0-3 bulan Orthodonti pra bedah Orthodontist, bedah plastik

3 bulan Perbaikan sumbing bibir dan tip Bedah plastik


rhinoplasty dengan/atau tanpa
Rule of Ten: Usia >10 minggu (3
gingivoperiosteoplasti
bulan), BB >10 pounds (4,5 kg), Hb
>10 gr%, Leukosit <10.000

6-19 bulan Perbaikan sumbing palatum dan Dikerjakan sebelum anak mulai
miringotomi bilateral bicara.

Pemasangan gromet tube Tergantung infeksi telinga, gromet


tube dapat dipasang saat perbaikan
bibir atau palatum.

4-6 tahun Perbaikan fungsi palatum Untuk memperbaiki kemampuan


bicara anak; sekitar 20% anak
dengan sumbing palatum
membutuhkan operasi tambahan.

26
Revisi bibir Dapat dilakukan bersamaan.

7-8 tahun Alveolar Bone Grafting (ABG) Dilakukan ketika gigi kaninus mulai
untuk perbaikan anterior hard erupsi, dapat dilakukan secara
palate sukses pada anak yang lebih besar
(10-12 tahun)

>17-18 tahun Osteotomi Le Fort I: operasi Biasanya maksila tidak tumbuh


rahang atas. normal pada anak dengan sumbing
palatum sehingga perlu dipotong dan
reposisi untuk memperbaiki
hubungan antara rahang atas dan
bawah.

Mencakup cartilage graft, reposisi


Rhinoplasti
tulang, dan perbaikan deviasi
septum.

Perawatan Luka Pasca Operasi Bibir Sumbing (Labioplasty) di


Rumah:
1. Rawat jahitan secara terbuka.
2. Oleskan salep 6-8x/hari agar jahitan tetap lembab atau berminyak.
3. Kontrol segera apabila timbul nanah atau darah keluar terus menerus dari
luka jahitan, benang jahitan terlepas sehingga luka menganga.
4. Jaga tangan pasien untuk tidak memegang-megang jahitan.

Panduan Pembersihan Jahitan Operasi:


1. Olesi salep pada seluruh jahitan operasi.
2. Tutup dengan plester micropore minimal 30 menit agar keropeng pada
jahitan menjadi lunak.

27
3. Sapukan keropeng dengan cotton bud yang juga diolesi salep (arah sapuan
dari tengah garis luka menuju sisi luar kanan atau kiri).
4. Hentikan penyapuan keropeng yang masih menempel kuat, cukup oleskan
salep kembali.
5. Bersihkan jahitan operasi setiap hari hingga terlihat jelas garis luka dan
benang jahitan.

Panduan Diet Makan-Minum Pasca Operasi Bibir Sumbing


(Labioplasty):
1. Setelah pasien sadar penuh, boleh diberi makan dan minum bebas.
2. Untuk pasien bayi, disarankan tidak menggunakan dot agar luka jahitan
pada bibir tidak terganggu.

Panduan Diet Makan-Minum Pasca Operasi Sumbing Langitan


(Palatoplasty):
1. Disarankan tidak memakai dot agar luka jahitan tidak terganggu atau tidak
timbul perdarahan.
2. Pasien minum dengan sendok atau gelas.
3. Minimal 4-5 gelas per hari untuk anak 1-2 tahun.
4. Jaga kebersihan rongga mulut dengan menyikat gigi tiga kali sehari,
minum air putih dan kumur-kumur setelah makan atau minum susu.
5. Kulum madu murni tanpa royal jelly tiga kali sehari untuk mempercepat
penyembuhan luka.

Panduan Diet Makan-Minum Pasca Operasi Sumbing Langitan


(Palatoplasty):
1. Hari ke-0 : 6 jam pertama air es atau air biasa.
2. Hari ke-1 : susu saja.
3. Hari ke-2 s/d 4 : bubur susu.
4. Hari ke-5 s/d 10 : bubur nasi encer dan 2 telur.
5. Hari ke-10 s/d 20 : bubur nasi dan 2 telur.

28
6. 3 minggu : nasi tim dan 3 telur, atau ikan, atau daging
cincang.
7. 1 bulan : nasi dan 3 telur, atau ikan, atau daging cincang.

III. 8. Prognosis

Kelainan labioschizis merupakan kelainan bawaan yang dapat


dimodifikasi atau disembuhkan. Kebanyakan anak yang lahir dengan kondisi ini
melakukan operasi saat masih usia dini, dan hal ini sangat memperbaiki
penampilan wajah secara signifikan. Dengan adanya teknik pembedahan yang
makin berkembang, 80% anak dengan labioschizis yang telah ditatalaksana
mempunyai perkembangan kemampuan bicara yang baik. Terapi bicara yang
berkesinambungan menunjukkan hasil peningkatan yang baik pada masalah-
masalah berbicara pada anak labioschizis.

29

You might also like