Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
III. 1. Definisi
III. 2. Epidemiologi
15
Insiden labioschizis sebanyak 2,1:1000 kelahiran pada etnis Asia, 1:1000
pada etnis Kaukasia, dan 0,41:1000 pada etnis Afrika-Amerika. Perbedaan ras
tersebut tidak ditemukan pada palatoschizis yang insiden keseluruhannya sebesar
0,5:1000 kelahiran hidup.2
b. Genetik
Pada salah satu orang tua dengan labiopalatoschizis atau satu anak dengan
labiopalatoschizis, memiliki risiko melahirkan anak selanjutnya dengan kelainan
yang sama sebesar 4%. Jika dua anak sebelumnya lahir dengan labiopalatoschizis,
risiko pada anak selanjutnya adalah sebanyak 9%. Dan jika salah satu orang tua
16
dan satu anak lahir dengan labiopalatoschizis, risiko pada kehamilan berikutnya
sebesar 17%. Sedangkan pada keluarga dengan riwayat palatoschizis, jika satu
anak sebelumnya menderita palatoschizis maka risiko melahirkan anak
selanjutnya yaitu 2%. Jika dua anak sebelumnya lahir dengan palatoschizis maka
risiko anak selanjutnya 1%. Pada salah satu orang tua dengan palatoschizis maka
risiko pada anak 6%. Dan pada salah satu orang tua dengan satu anak sebelumnya
menderita palatoschizis, risikonya adalah 15% pada anak selanjutnya.6
III. 4. Embriologi
a. Pembentukan wajah
Pembentukan wajah dimulai dengan prominensia fasialis (tonjolan wajah)
yang terbentuk pada akhir minggu keempat. Prominensia fasialis terutama
dibentuk oleh pasangan pertama arkus faring. Di lateral stomodeum dapat
ditemukan prominensia maksilaris dan prominensia mandibularis di kaudalnya.
Sedangkan batas atas stomodeum merupakan prominensia frontonasalis yang
dibentuk oleh proliferasi mesenkim yang terletak ventral dari vesikel otak. Di
kedua sisi prominensia frontonasalis muncul penebalan lokal ektoderm
permukaan, yakni plakoda nasalis (olfaktoria).11
Selama minggu kelima, plakoda nasalis (lempeng hidung) mengalami
invaginasi untuk membentuk fovea nasalis (lekukan hidung). Dalam prosesnya,
terbentuk suatu bubungan jaringan yang mengelilingi masing-masing lekukan dan
membentuk prominensia nasalis yang terbagi atas prominensia nasalis lateralis
dan mediana.11
Selama dua minggu berikutnya, prominensia maksilaris terus bertambah
besar dengan menonjol ke medial dan menekan prominensia nasalis mediana ke
arah garis tengah. Batas antara prominensia maksilaris dan nasalis mediana lalu
lenyap, keduanya lalu menyatu dan membentuk bibir atas. Sedangkan
prominensia nasalis lateralis tidak ikut membentuk bibir atas. Prominensia
maksilaris dan nasalis lateralis awalnya dipisahkan oleh sebuah alur dalam yang
17
disebut alur nasolakrimalis. Segera setelah alur tersebut membentuk saluran
(kanalisasi) menjadi duktus nasolakrimalis, prominensia maksilaris dan nasalis
lateralis akan menyatu. Prominensia maksilaris akan membesar dan membentuk
pipi serta maksila, sedangkan prominensia nasalis lateralis membentuk alae nasi.
Bagian lain hidung, yaitu jembatan hidung dibentuk oleh prominensia frontalis,
sedangkan dorsum nasi dan ujungnya dibentuk oleh penyatuan prominensia
nasalis mediana.11
Prominensia mandibularis juga membesar dan menyatu di garis tengah
untuk membentuk bibir bawah dan rahang.11
b. Segmen intermaksilla
Kedua prominensia nasalis mediana tidak hanya menyatu di permukaan,
namun juga di bagian yang lebih dalam. Struktur yang dibentuknya di bagian
dalam disebut segmen intermaksila yang terdiri dari (a) komponen bibir, yang
membentuk filtrum bibir atas; (b) komponen rahang atas, yang mencakup empat
gigi seri; dan (c) komponen langit-langit, yang membentuk palatum primer yang
berbentuk segitiga.11
c. Palatum sekunder
Merupakan bagian utama dari palatum definitif yang terbentuk dari
pertumbuhan prominensia maksilaris. Berbeda dengan palatum primer di sisi
anterior yang terbentuk dari penyatuan prominensian nasalis mediana. Pada akhir
minggu keenam, tumbuh palatine shelves (bilah-bilah palatina) dari kedua
prominensia maksilaris. Bilah tersebut tumbuh oblik ke bawah ke kedua sisi lidah,
namun pada minggu ketujuh bergerak ke atas dan horisontal terhadap lidah lalu
menyatu membentuk palatum sekunder. Di sebelah anterior palatum sekunder
akan menyatu dengan palatum primer dan menyisakan foramen incisivus sebagai
sisa penyatuan.11
III. 5. Patofisiologi
18
Penyebab terjadinya bibir sumbing adalah kurangnya migrasi mesoderm
ke daerah bibir dan hidung. Akibatnya adalah tidak terbentuknya lamina dentalis
dan filtrum di daerah sumbing tersebut. Kurangnya migrasi mesoderm juga
menyebabkan terbentuknya cekungan yang makin menipis selama pertumbuhan
sehingga membentuk celah. Bila celah tersebut tidak komplit akan menjadi
Simonarts band.11
Pada usia minggu ketujuh sampai kedua belas kehamilan normal akan
terjadi pertumbuhan palatum ke arah kiri dan atas, dan terjadi fusi kedua prosessus
palatinus lateralis, serta pertumbuhan palatum yang telah mengalami fusi tersebut.
Bila terdapat defek pada proses tersebut akan terjadi celah langit-langit.11
19
1. Labioschizis mikroform (microform cleft lip)
20
premaksila, dengan atau tanpa rotasi dan angulasi. Tulang-tulang dorsum
nasi tidak terbentuk dengan baik, bahkan bisa tidak terbentuk sama sekali,
sehingga daerah di inferior kartilago septum nasi dan dasar dari krus media
kartilago alae mayor akan tertarik. Sedangkan krus lateralis kartilago alae
mayor akan tertarik ke posterolateral, sehingga ujung hidung akan lebar
dan datar. Resesi krus medial disertai lateralisasi alae nasi akan
menimbulkan deformitas absent columella yang khas. Bagian paling
anterior dan inferior dari prosesus frontonasalis yang normalnya ikut
menyusun kulit di antara kedua kolumn philtrum akan membentuk
prolabium yang seperti menggantung langsung dari kulit ujung hidung.6
Pada palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus dan palatum
durum dibelahan foramen incisivum. Sedangkan pada palatum sekunder meliputi
21
palatum durum dan palatum molle, dari foramen incisivum ke posterior. Suatu
celah dapat mengenai salah satu atau keduanya, yaitu palatum primer dan palatum
sekunder, dan dapat unilateral atau bilateral.
Pada palatoschizis tampak ada celah pada tekak (uvula), palato lunak, dan
keras dan atau foramen incisivum, adanya rongga pada hidung, teraba celah atau
terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari, juga terjadi kesukaran dalam
menghisap atau makan.
III. 7. Penatalaksanaan
a. Asupan nutrisi
Masalah awal yang harus diperhatikan pada bayi dengan labioschizis atau
labiopalatoschizis adalah asupan cairan kalori dalam jumlah adekuat untuk
mempertahankan pertumbuhan sesuai usianya. Kemampuan bayi untuk
menghisap tergantung pada dua faktor: kemampuan bibir untuk melakukan gerak
menghisap dan kemampuan palatum menciptakan tekanan negatif untuk
menyedot. Labioschizis saja biasanya tidak mengganggu kemampuan bayi untuk
menghisap. Sebaliknya, bayi dengan palatoschizis atau labiopalatoschizis akan
kesulitan menghisap. Celah pada palatum membuat bayi kesulitan menciptakan
tekanan negatif di rongga mulut. Dengan usaha yang sama, bayi dengan sumbing
palatum tidak dapat menghisap susu sebanyak bayi normal. Usaha berlebih untuk
menyusu tersebut dapat menyebabkan kurangnya asupan kalori untuk
pertumbuhannya.12
Ibu harus diedukasi untuk tetap memberi ASI karena dapat menurunkan
risiko otitis media, yang sangat sering terjadi pada bayi dengan labioschizis atau
labiopalatoschizis. Bila sulit, ASI harus tetap diberikan, meskipun dengan cara
lain seperti gelas, sendok, atau botol.3
22
Gambar 2. Posisi 45 pada bayi saat menyusu
Untuk bayi labioschizis, biasanya dapat diberi minum dari payudara ibu
atau dari botol dot.11 Untuk bayi dengan palatoschizis, posisi bayi saat menyusu
sebaiknya 45-60 (semi-upright) untuk mengurangi regurgitasi ke hidung dan
refluks ASI ke tuba eustachius.3 Biasanya, untuk memudahkan bayi minum perlu
digunakan botol untuk memberi ASI. Bila perlu, puting dari botol tersebut dapat
diberi lubang berbentuk X untuk memudahkan susu mengalir keluar saat dihisap
bayi.12
Alternatif lain berupa botol dan puting yang sudah dirancang khusus untuk
bayi dengan labioschizis/labiopalatoschizis, misalnya botol dengan puting yang
satu sisinya keras, dan lunak pada sisi lainnya (Pigeon Nipple). Sisi yang keras
meniru fungsi palatum, yakni memberi permukaan yang keras bagi lidah untuk
ditekan saat bayi menghisap. Sisi satunya lunak, sehingga dengan mudah dapat
ditekan oleh lidah bayi. Lubang pada ujung puting berbentuk Y sehingga
alirannya relatif cepat.4
23
Gambar 3. Pigeon Nipple
NAM adalah alat yang dipasang untuk mengurangi lebar celah pada gusi
dan memperbaiki deformitas pada hidung dengan menggunakan cetakan yang
terbuat dari acrylic. Prinsipnya adalah pembentukan tulang rawan dan jaringan
lunak dapat disesuaikan dengan gaya eksternal yang persisten. Molding plate
dipasang ke palatum dan processus alveolaris lalu difiksasi ke pipi. Molding plate
24
disesuaikan per minggu sesuai berkurangnya celah pada gusi. Bila celah sudah <5
mm dapat dipasang nasal stent untuk mengoreksi deformitas pada hidung.6
25
dengan operasi terpisah, biasanya pada usia sekitar 12 bulan. Namun, operasi bibir
dan palatum dapat dilakukan secara bersamaan.6
6-19 bulan Perbaikan sumbing palatum dan Dikerjakan sebelum anak mulai
miringotomi bilateral bicara.
26
Revisi bibir Dapat dilakukan bersamaan.
7-8 tahun Alveolar Bone Grafting (ABG) Dilakukan ketika gigi kaninus mulai
untuk perbaikan anterior hard erupsi, dapat dilakukan secara
palate sukses pada anak yang lebih besar
(10-12 tahun)
27
3. Sapukan keropeng dengan cotton bud yang juga diolesi salep (arah sapuan
dari tengah garis luka menuju sisi luar kanan atau kiri).
4. Hentikan penyapuan keropeng yang masih menempel kuat, cukup oleskan
salep kembali.
5. Bersihkan jahitan operasi setiap hari hingga terlihat jelas garis luka dan
benang jahitan.
28
6. 3 minggu : nasi tim dan 3 telur, atau ikan, atau daging
cincang.
7. 1 bulan : nasi dan 3 telur, atau ikan, atau daging cincang.
III. 8. Prognosis
29