You are on page 1of 97

HASIL PENELITIAN SKRIPSI

UNIVERSITAS ANDALAS

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN KOMITMEN


PEMERINTAH PADA PENJUAL IKAN ASIN TERHADAP
FOOD SAFETY DI KOTA PADANG

Oleh :

FATIMAH JANNAH
No. BP. 1311211084

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Melaksanakan


Penelitian Skripsi Sarjana Kesehatan Masyarakat

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS ANDALAS
2017
PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN KOMITMEN PEMERINTAH


PADA PENJUAL IKAN ASIN TERHADAP
FOOD SAFETY DI KOTA PADANG

Oleh :
FATIMAH JANNAH
No. BP : 1311211084

Usulan penelitian skripsi ini telah diperiksa, disetujui dan siap untuk
dipertahankan dihadapan tim penguji proposal penelitian skripsi
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas

Padang, Juli 2017


Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Putri Nilam Sari, SKM, M.Kes Nizwardi Azkha,SKM, MPPM, M.Si, M.Pd
NIP. 198903132014042003 NIP. 195510201976071001
PERNYATAAN PENGESAHAN

DATA MAHASISWA:
Nama Lengkap : Fatimah Jannah
Nomor Buku Pokok : 1311211084
Tanggal Lahir : 07 Oktober 1994
Ikan asinn Masuk : 2013
Peminatan : Kesehatan Lingkungan &
Keselamatan & Kesehatan Kerja (K3)
Nama Pembimbing Akademik: Isniati, SKM, MPH
Nama Pembimbing I : Putri Nilam Sari, SKM, M.Kes
Nama Pembimbing II : Nizwardi Azkha, SKM, MPPM, M.Pd, M.Si
Nama Penguji I : Septia Pristi Rahmah, SKM, MKM
Nama Penguji II : Dr. Aria Gusti, SKM, M.Kes
JUDUL PENELITIAN:
HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN KOMITMEN PEMERINTAH
PADA PENJUAL IKAN ASIN TERHADAP FOOD SAFETY DI KOTA
PADANG
Menyatakan bahwa yang bersangkutan telah memenuhi persyaratan akademik

dan administrasi untuk mengikuti ujian usulan penelitian skripsi Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas.

Padang, Juli 2017

Mengetahui, Mengesahkan,
Ketua Prodi IKM Ketua Bagian K3&Kesling

Ade Suzana Eka Putri, PhD Dr. Nopriadi, SKM, M.Kes


NIP. 198106052006042001 NIP. 197611112008121002
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya :

Nama Lengkap : Fatimah Jannah


Nomor Buku Pokok : 1311211084
Tanggal Lahir : 07 Oktober 1994
Ikan asinn Masuk : 2013
Peminatan : Kesehatan Lingkungan &
Keselamatan & Kesehatan Kerja (K3)
Nama Pembimbing Akademik : Isniati, SKM, MPH
Nama Pembimbing I : Putri Nilam Sari, SKM, M.Kes
Nama Pembimbing II : Nizwardi Azkha,SKM,MPPM, M.Pd, M.Si
Nama Penguji I : Septia Pristi Rahmah, SKM, MKM
Nama Penguji II : Dr. Aria Gusti, SKM, M.Kes
Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan
usulan skripsi saya yang berjudul :
HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN KOMITMEN PEMERINTAH
PADA PENJUAL IKAN ASIN TERHADAP FOOD SAFETY DI KOTA
PADANG
Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan tindakan plagiat, maka saya
akan menerima sanksi yang telah ditetapkan.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Padang, Juli 2017

Materei Rp. 6000

Fatimah Jannah
No.BP:1311211084
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ANDALAS

Skripsi, Juli 2017


FATIMAH JANNAH. No. BP. 1311211084

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN KOMITMEN PEMERINTAH


PADA PENJUAL IKAN ASIN DI PASAR KOTA PADANG

xiii+ 71 halaman, 17 tabel, 2 gambar, 8 lampiran

ABSTRAK
Tujuan Penelitian
50% hasil tangkapan ikan diolah secara tradisional dan ikan asin merupakan salah
satu produk olahan ikan secara tradisonal yang banyak dikonsumsi masyarakat.
Berdasarkan dari penelitian sebelumnya, diketahui 30% dari sampel ikan asin yang
dijual di Pasar Raya Kota Padang positif mengandung formalin. Hasil tersebut
diperoleh melalui hasil uji makanan di Laboratorium. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan pengetahuan, sikap, dan penjual ikan asin terhadap food safety
di Pasar Kota Padang.

Metode
Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain cross sectional.
Penelitian ini dilakukan dari bulan Mei-Juli 2017. Populasi dalam penelitian ini
adalah penjual ikan asin yang ada di Pasar Kota Padang dengan jumlah sampel
sebanyak 41 responden dengan teknik proportional stratified random sampling..
Pengumpulan data dilakukan melalui hasil laboratorium dan kuesioner. Pengolahan
data dilakukan secara univariat dan bivariat. Analisis data dengan uji chi-square.

Hasil
Hasil univariat menunjukkan bahwa food safety di Pasar Kota Padang sebesar 39%.
Analisis bivariat didapatkan ada hubungan terbalik antara pengetahuan p-
value=0,015 dan sikap p-value=0,012 dengan food safety. Variabel yang tidak
berhubungan adalah komitmen pemerintah p-value=0,368.

Kesimpulan
Ada hubungan antara pengetahuan dan sikap penjual ikan asin di Pasar Kota Padang
dengan food safety. Diharapkan santri selalu menjaga kebersihan diri dan lingkungan
dan dari pihak instansi agar memperhatikan sarana dan prasarana yang ada di asrama.

Daftar Pustaka : 34 (1984-2016)


Kata Kunci : Food Safety, Pengetahuan, Sikap, Komitmen Pemerintah

i
FACULTY OF PUBLIC HEALTH
ANDALAS UNIVERSITY

Undergraduate Thesis, July 2017


Fatimah Jannah, No.Bp. 1311211084

THE CORRELATION KNOWLEDGE, ATTITUDE, GOVERNMENT


COMMITMENT TO FOOD SAFETY IN THE MARKET TOWN OF
PADANG

xiii+ 71 pages, 17 tables, 2 figures, 8 appendices

ABSTRACT

Objective
50% of catches are traditionally processed and salted fish is one fish processed
products are consumed traditional society. On the basis of previous research, 30% of
the sample of salted fish being sold in The city of Padang positive contain
formaldehyde. The results obtained through the food test results in the laboratory.
This research aims to know the relationship of knowledge, attitudes, and sellers of
salted fish against the food safety in the Market Town of Padang.

Method
This reseach was an observational research using cross sectional design. This
research was doing from May-July 2017. Population of this research is the seller of
the salted fish that exist in the market town of Padang with number of sample were
41 respondents with proportional stratified random sampling technique. Data
collection was done through laboratory results and questionnaire. Data processing
was performed by univariate and bivariate. The data was processed with analyzed by
Chi-Square.

Result
The results of univariate obtained the percentage food safety in the market town of
Padang 39%. Based on bivariate found that reverse correlation variable knowledge p-
value=0,015 and attitude p-value=0,15 with food safety Unrelated variables are
government commitment p-value = 0,368.

Conclusion
There is a relationship between personal hygiene and practice with skin diseases. It is
expected that students always maintain personal hygiene and environment and from
the agency to pay attention to existing facilities and infrastructure in the dorm.

Reference : 34 (1984-2016)
Key word : Food safety, Knowledge, Attitude, Commitment Government

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan

rahmat, nikmat dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan Skripsi yang

berjudul Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Komitmen Pemerintah pada

Penjual Ikan Asin Terhadap Food Safety di Kota Padang.

Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti banyak mendapat bantuan, bimbingan

dan gagasan dari berbagai pihak, untuk itu peneliti mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Bapak Defriman Djafri, SKM, MKM, Ph.D, selaku Dekan Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas

2. Ibu Ade Suzana Eka Putri, M.CommHealth Sc, Ph.D selaku Ketua Program

Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Andalas.

3. Ibu Putri Nilam Sari, SKM, M.Kes, selaku pembimbing satu yang telah

mengarahkan dan memberikan masukan serta bimbingan dalam penyusunan

hasil penelitian skripsi ini.

4. Bapak Nizwardi Azkha, SKM, MPPM, M.Pd, M.Si selaku pembimbing dua

yang telah mengarahkan dan memberikan masukan serta bimbingan dalam

penyusunan hasil penelitian skripsi ini.

5. Ibu Septia Pristi Rahmah, SKM, MKM, selaku penguji satu yang telah

memberikan saran dan kritikan demi kesempurnaan hasil penelitian skripsi.

6. Bapak Dr. Aria Gusti, SKM, M.Kes, selaku penguji dua yang telah

memberikan saran dan kritikan demi kesempurnaan hasil penelitian skripsi.

iii
7. Bapak dan Ibu Dosen beserta Staf Program Studi Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas.

8. Kedua orang tua dan kelarga tercinta yang selalu memberikan bantuan,

dukungan dan semangat secara moril maupun materil demi kelancaran studi

peneliti selama berkuliah di Fakultas Kesehatan Masyarakat.

9. Semua pihak yang telah terlibat secara langsung maupun tidak langsung

dalam penyusunan skripsi ini.

10. Teman-teman yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam

penyelesaian skripsi ini.

Dengan segala kerendahan hati, peneliti menyadari bahwa hasil penelitian

skripsi terdapat kekurangan. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran

dari berbagai pihak yang sifatnya membangun.

Semoga hasil penelitian skripsi dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan di masa yang akan datang. Semoga semua bantuan, bimbingan dan amal

kebaikan yang telah diberikan dijadikan amal shaleh dan diridhoi Allah SWT.

iv
DAFTAR ISI

PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

PERNYATAAN PENGESAHAN

PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT

ABSTRAK ................................................................................................................... i

ABSTRACT ................................................................................................................ ii

KATA PENGANTAR ............................................................................................... iii

DAFTAR ISI ............................................................................................................... v

DAFTAR TABEL ...................................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xi

DAFTAR ISTILAH/SINGKATAN ........................................................................ xii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xiii

BAB 1 : PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah ........................................................................................... 5

1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................... 6

1.3.1 Tujuan Umum ............................................................................................. 6

1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................................................ 6

1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................. 7

1.5 Ruang Lingkup Penelitian .................................................................................. 7

BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 8

2.1 Ikan Asin ............................................................................................................ 8

2.1.1 Pembuatan Ikan Asin(12) .............................................................................. 8

v
2.1.2 Prinsip Penggaraman Ikan........................................................................... 9

2.1.3 Metode Penggaraman(12) ........................................................................... 10

2.1.3.1 Penggaraman kering ........................................................................... 12

2.1.3.2 Penggaraman Basah ........................................................................... 13

2.1.3.3 Penggaraman Campuran (Kench Salting) .......................................... 13

2.2 Bahan Tambahan Pangan ................................................................................. 15

2.2.1 Jenis Bahan Tambahan Pangan(14) ............................................................ 16

2.2.2 Golongan Bahan Tambahan Pangan(15)..................................................... 18

2.3 Formalin ........................................................................................................... 19

2.3.1 Definisi Formalin ...................................................................................... 19

2.3.2 Karakteristik Formalin(12) .......................................................................... 20

2.3.3 Sifat, Produksi dan Kegunaan Formalin(19) ............................................... 21

2.4 Karakteristik Ikan Asin Berformalin ................................................................ 22

2.5 Keamanan Pangan ............................................................................................ 22

2.6 Pentingnya Keamanan Pangan Bagi Masyarakat(24) ........................................ 24

2.7 Pengawasan Bahan Pangan(26).......................................................................... 25

2.8 Konsep Perilaku(27) ........................................................................................... 26

2.9 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku(27) .......................................................... 28

2.9.1 Faktor Predisposisi .................................................................................... 29

2.9.1.1 Pengetahuan ....................................................................................... 29

2.9.1.2 Cara Menilai Pengetahuan ................................................................. 31

2.9.2 Sikap.......................................................................................................... 32

vi
2.9.2.1 Definisi Sikap ..................................................................................... 32

2.9.2.2 Cara Mengukur Sikap ........................................................................ 32

2.10 Faktor Pemungkin (enabling factors)(27) ........................................................ 32

2.10.1 Ketersediaan Fasilitas dan SDM ............................................................. 32

2.10.2 Keterampilan Petugas.............................................................................. 33

2.10.3 Komitmen Pemerintah ............................................................................ 33

2.11 Faktor Penguat (Reinforcing Factor)(27)......................................................... 34

2.11.1 Teman Pedagang ..................................................................................... 34

2.11.2 Akses ke Produsen .................................................................................. 34

2.11.3 Keluarga .................................................................................................. 34

2.12 Telaah Sistematis ........................................................................................... 36

2.13 Kerangka Teori............................................................................................... 40

2.14 Kerangka Konsep ........................................................................................... 41

2.15 Hipotesis......................................................................................................... 42

BAB 3 : METODE PENELITIAN ......................................................................... 43

3.1 Jenis Penelitian ................................................................................................. 43

3.2 Waktu dan Tempat ........................................................................................... 43

3.3 Populasi dan Sampel ........................................................................................ 44

3.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi.............................................................................. 45

3.4.1 Kriteria Inklusi .......................................................................................... 45

3.4.2 Kriteria Ekslusi.......................................................................................... 45

3.5 Definisi Operasional......................................................................................... 46

vii
3.6 Cara Uji Laboratorium pada Ikan Asin ............................................................ 48

3.7 Teknik Pengumpulan Data ............................................................................... 49

3.7.1 Data Primer ............................................................................................... 49

3.7.2 Data Sekunder ........................................................................................... 50

3.8 Pengolahan Data............................................................................................... 50

3.9 Teknik analisis Data ......................................................................................... 51

3.9.1 Analisis Univariat...................................................................................... 51

3.9.2 Analisis Bivariat ........................................................................................ 52

BAB 4 : HASIL PENELITIAN ............................................................................... 53

4.1 Gambaran Lokasi Penelitian ............................................................................ 53

4.2 Karakteristik Responden penelitian ................................................................. 57

4.2.1 Umur ......................................................................................................... 57

4.2.2 Jenis Kelamin ............................................................................................ 57

4.2.3 Pendidikan ................................................................................................. 58

4.2.4 Lama Berjualan Ikan Asin ........................................................................ 58

4.3 Analisis Univariat............................................................................................. 58

4.3.1 Food Safety................................................................................................ 59

4.3.1.1 Hasil Uji Kandungan Formalin Pada Ikan Asin di Pasar Kota Padang

........................................................................................................................ 59

4.3.2 Gambaran Pengetahuan Penjual Ikan Asin ............................................... 60

4.3.3 Gambaran Sikap Penjual Ikan Asin .......................................................... 61

4.3.4 Gambaran Komitmen Pemerintah Pada Penjual Ikan Asin ...................... 62

viii
4.4 Analisis Bivariat ............................................................................................... 63

4.4.1 Hubungan Pengetahuan Penjual Ikan Asin dengan Food Safety .............. 64

4.4.2 Hubungan Sikap Penjual Ikan Asin dengan Food Safety......................... 65

4.4.3 Hubungan Komitmen Pemerintah pada Penjual Ikan Asin dengan Food

Safety .................................................................................................................. 66

BAB 5 : PEMBAHASAN ......................................................................................... 67

5.1 Keterbatasan Penelitian .................................................................................... 67

5.2 Analisis Univariat............................................................................................. 67

5.2.1 Food Safety................................................................................................ 67

5.2.2 Pengetahuan .............................................................................................. 68

5.2.3 Sikap Penjual Ikan Asin ............................................................................ 69

5.2.4 Komitmen Pemerintah pada Penjual Ikan Asin. ....................................... 70

5.3 Analisis Bivariat ............................................................................................... 70

5.3.1 Hubungan Pengetahuan Penjual Ikan Asin dengan Food Safety .............. 70

5.3.2 Hubungan Sikap Penjual Ikan Asin dengan Food Safety.......................... 71

5.3.3 Hubungan Komitmen Pemerintah Pada Penjual Ikan Asin dengan Food

Safety .................................................................................................................. 73

BAB 6 : KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 75

6.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 75

6.2 Saran ................................................................................................................. 75

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komposisi kimia garam kelas 1, 2 dan 3 ................................................... 12

Tabel 2.2 Telaah Sistematis ....................................................................................... 36

Tabel 3.1 Jumlah Pasar yang ada di Kota Padang ..................................................... 44

Tabel 3.2 Definisi Operasional .................................................................................. 46

Tabel 3.3 Peralatan dan Bahan Metode Reaksi Kimia ............................................... 48

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ............................................... 57

Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ............................... 57

Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan .................................... 58

Tabel 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Berjualan Ikan Asin ............ 58

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Food Safety ............................................................... 59

Tabel 4.6 Hasil Uji Kandungan Formalin Pada Ikan Asin......................................... 59

Tabel 4.7 Distribusi Pengetahuan Penjual Ikan Asin ................................................. 60

Tabel 4.8 Distribusi Item Pertanyaan Pengetahuan Penjual Ikan Asin ...................... 60

Tabel 4.9 Distribusi Sikap Penjual Ikan Asin ............................................................ 61

Tabel 4.10 Distribusi Item Pertanyaan Sikap Penjual Ikan Asin ............................... 61

Tabel 4.11 Distribusi Komitmen Pemerintah Penjual Ikan Asin ............................... 62

Tabel 4.12 Distribusi Item Pertanyaan Komitmen Pemerintah Penjual Ikan Asin .... 63

Tabel 4.13 Hubungan Pengetahuan Penjual Ikan Asin dengan Food Safety ............ 64

Tabel 4.14 Hubungan Sikap Penjual Ikan Asin dengan Food Safety ........................ 65

Tabel 4.15 Hubungan Komitmen Pemerintah pada Penjual Ikan Asin dengan

Food Safety ........................................................................................... 66

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori ....................................................................................... 40

Gambar 2.2 Kerangka Konsep ................................................................................... 41

xi
DAFTAR ISTILAH/SINGKATAN

1. ADI : Acceptable Daily Intake


2. BPOM : Badan Pengawas Obat dan Makanan
3. BPS : Badan Pusat Statistik
4. BTP : Bahan Tambahan Pangan
5. Dirjen POM : Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan
6. Disperindag : Dinas Perindustrian dan Perdagangan
7. FAO : Food And Agriculture Organization
8. GRAS : Generally Recognized as Safe
9. WHO : World Health Organization
10. WTO : World Trade Organization

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kuesioner Penelitian


Lampiran 2 : Master Table
Lampiran 3 : Hasil Uji Statistik
Lampiran 4 : Kartu Kontak Bimbingan Hasil Penelitian Skripsi
Lampiran 5 : Formulir Menghadiri Seminar
Lampiran 6 : Surat Izin Penelitian Dinas PERINDAG
Lampiran 7 : Surat Keterangan Telah Selesai Melakukan Penelitian
Lampiran 8 : Dokumentasi

xiii
BAB 1 : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keamanan pangan (food safety) merupakan hal yang penting dari ilmu

sanitasi. Banyaknya lingkungan kita yang secara langsung maupun tidak lansung

berhubungan dengan suplay makanan manusia. Hal ini disadari sejak awal sejarah

kehidupan manusia dimana usaha pengawetan makanan telah dilakukan, seperti:

penggaraman, pengawetan dengan penambahan gula, pengasapan dan sebagainya.(1)

Menurut Undang-undang RI No. 7 Tahun 1996 keamanan pangan merupakan kondisi

dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran

biologis, kimia dan benda lain yang dapat menganggu, merugikan dan

membahayakan kesehatan manusia.(2)

Di Indonesia, Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang dilarang penggunaannya

menurut Peraturan Menteri Kesehatan (Menkes) RI No. 033 Tahun 2012 adalah

asam borat atau boraks, asam salisilat, diethylpyrocarbonate, dulcin, potassium

chlorate, cloramphenicol, minyak sayur terbrominasi, nitrofurazon, dan

formaldehid.(3) Faktor utama penyebab penggunaan formalin pada makanan adalah

tingkat pengetahuan konsumen yang rendah mengenai bahan pengawet, daya awet

makanan yang dihasilkan lebih bagus, dan harga murah tanpa mengindahkan

kualitas. Sulitnya membedakan makanan biasa dengan makanan dengan penambahan

formalin, juga menjadi salah satu pendorong perilaku konsumen tersebut. Deteksi

formalin secara akurat hanya dapat dilakukan di laboratorium dengan menggunakan

bahan-bahan kimia, yaitu melalui uji formalin. Berdasarkan pengawasan terhadap

pangan yang dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan, makanan yang

1
2

menggunakan formalin sebagai bahan pengawet antara lain dijumpai pada produk

ikan segar, ikan asin, mie basah, ayam potong dan tahu.(4)

Ikan sebagai bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan

mengandung asam amino essensial yang diperlukan oleh tubuh, di samping itu nilai

biologisnya mencapai 90 persen, dengan jaringan pengikat sedikit sehingga mudah

dicerna. Ikan merupakan komoditi ekspor yang mudah mengalami pembusukan

dibandingkan produk daging, buah dan sayuran. Proses pengolahan ikan secara

tradisional memegang peranan penting bagi di Indonesia khususnya bagi nelayan

tradisional. Hampir 50 % hasil tangkapan ikan diolah secara tradisional dan ikan asin

merupakan salah satu produk olahan ikan secara tradisional yang banyak dikonsumsi

masyarakat. Pengasinan ikan adalah salah satu cara pengawetan ikan agar tidak

mengalami kebusukan oleh bakteri pembusuk dengan menambahkan garam 15-20 %

pada ikan segar atau ikan setengah basah.(5)

Keberadaaan makanan yang tidak sehat meresahkan masyarakat. Makanan

yang dicurigai menggunakan bahan berbahaya dari tahun 2013 ke 2014 mengalami

peningkatan sebanyak 7,86% menjadi 15,06%. Bahaya dari konsumsi ikan asin saat

ini adalah digunakannya senyawa kimia formalin dalam proses pengawetan ikan

segar.(6) Penelitian Badan Pengawas Obat dan Makanan Indonesia, penggunaan

formalin pada ikan dan hasil laut menempati peringkat teratas. Yakni, 66% dari total

786 sampel. Sementara mie basah menempati posisi kedua dengan 57%. Tahu dan

bakso berada diurutan berikutnya yaitu 16% dan 15%.(4)

Sumatera Barat merupakan daerah dengan wilayah garis pantai yang cukup

panjang serta berbatasan langsung dengan samudera hinida, hal ini pun mendukung

tingginya potensi hasil kekayaan laut, khususnya berupa ikan. Berdasarkan data yang

diperoleh oleh Badan Pusat Statistik Sumatera Barat, Ikan merupakan penyumbang
3

sumber protein nomor 2 setelah padi-padian di wilayah Sumatera Barat.(7) Kota

Padang merupakan ibukota Provinsi Sumatera Barat, terletak di pesisir pantai bagian

Barat dengan luas keseluruhan Kota Padang adalah 694,96 2 . Kota padang

mempunyai garis pantai sepanjang 84 Km dan luas kewenangan pengelolaan

perairan 72.000 Ha dan 19 Pulau-pulau kecil. Secara fisik administratif ada 6

kecamatan yang bersentuhan lansung dengan pantai yaitu : Kecamatan Koto Tangah,

Kecamatan Padang Utara, Kecamatan Padang Barat, Kecamatan Padang Selatan,

Kecamatan Lubuk Begalung dan Kecamatan Bungus Teluk Kabung. Wilayah pesisir,

laut dan Pulau-pulau kecil ini mempunyai potensi sumber daya alam antara lain

perikanan, hutan bakau, dan terumbu karang. Kota padang memiliki 14 pasar dengan

jumlah penjual ikan asinnya terdiri dari 103 pedagang.(8)

Penelitian terkait bahan pengawet yang dilarang ini sudah dilakukan

dibeberapa universitas, sebagai contoh yang dilakukan di Universitas Negeri

Semarang. Adapun hasil yang diperoleh cukup mengejutkan, penelitian yang

dilakukan di Universitas Negeri Semarang ditemukan 9 dari 41 sampel ikan asin

yang terdapat di pasar tradisional kota semarang positif mengandung formalin. Di

Universitas andalaspun dulunya sudah pernah dilakukan penelitian terkait hal

serupa, namun sudah cukup lama yaitu pada tahun 2007 sehingga butuh adanya

pembaharuan informasi terkait penelitian tentang penggunaan formalin pada ikan

asin ini. Penelitian ini pun dilakukan terhadap beberapa jenis sampel yaitu tahu,

bakso, mie basah, kerupuk, ikan kering (ikan asin), dan ikan tuna yang masing-

masing diambil 3 sampel untuk diuji. Berdasarkan penelitian yang dilakukan

ditemukan dari 18 sampel yang diteliti ditemukan satu sampel dengan hasil positif

yaitu pada ikan tuna dan sisanya bebas formalin. Selain itu, ada beberapa penelitian

terbaru yang dilakukan oleh mahasiswa FK Unand berkaitan hal diatas, yakni terkait
4

penggunaan formalin pada tahu. Dari 18 sampel yang diteliti ditemukan 17 sampel

dengan hasil positif. (8)

Berdasarkan kejadian diatas maka terdapat kemungkinan bahwa formalin

digunakan sebagai bahan pengawet ikan asin yang dijual di Kota Padang,

menimbang pada penelitian sebelumnya tidak ditemukan adanya formalin pada tahun

lalu pada penelitian ini sudah ditemukan. Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan

serupa yang dapat terjadi pada ikan asin. Selain itu, pada survey yang dilakukan

peneliti ke lapangan terlihat beberapa ikan asin yang dijual di Pasar Raya memiliki

ciri-ciri yang hampir sama dengan ciri-ciri ikan asin yang menggunakan formalin,

diantaranya tidak rusak sampai lebih dari satu bulan pada suhu kamar (250 C), bersih

cerah, tidak berbau khas ikan asin dan tidak dihinggapi lalat.(8)

Ikan sangat dihargai baik dalam bentuk segar dan kering. Ikan merupakan

sumber protein hewani yang tinggi. Ikan terdiri dari ikan air tawar dan ikan laut. Ikan

mengandung 18% protein terdiri dari asam-asam amino esensial yang tidak rusak

pada waktu pemasakan. Harganya pun relatif murah dibandingkan dengan daging.(6)

Meskipun ikan asin sangat memasyarakat, ternyata pengetahuan masyarakat

mengenai ikan asin yang aman dan baik untuk dikonsumsi masih kurang. Yang

paling ramai dibicarakan di media massa akhir-akhir ini adalah keracunan makanan

karena penggunaan zat kimia berbahaya, seperti formalin dan boraks dalam

makanan. Formalin yang dicampurkan pada makanan dapat menjadi racun bagi

tubuh karena sebenarnya bukan merupakan bahan tambahan makanan.(9)

Kondisi keamanan pangan yang baik akan menghasilkan manusia yang lebih

sehat, lebih produktif, menurunkan kasus-kasus penyakit asal pangan (foodborne

disease) dan menurunkan beban biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk kasus

atau wabah penyakit asal pangan.(10)


5

Dalam penjualan ikan asin yang diduga mengandung formalin terdapat faktor

perilaku penjual ikan asin yang dapat mempengaruhi masih adanya ikan asin yang

dicurigai mengandung formalin di pasaran. Faktor perilaku tersebut ditentukan oleh 3

faktor utama yakni faktor predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor penguat. Faktor

predisposisi merupakan faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang.

Faktor predisposisi antara lain pengetahuan dan sikap. Pengetahuan merupakan

dominan yang sangat penting dalam terbentuknya tindakan seseorang. Sedangkan

sikap merupakan kompenen yang penting dalam melakukan tindakan.(11)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Habsah, faktor yang terkait penjualan

makanan berformalin pada makanan adalah pengetahuan dari pedagang yang

menjual makanan tersebut. Kurangnya pengetahuan terkait bahan tambahan pangan

(BTP) akan cenderung membuat kebiasaan manjual makanan yang mengandung BTP

yang tidak baik. Faktor yang sama juga diteliti oleh Permanasari, didapatkan hasil

56,67% pengetahuan pedagang kurang, 53,3% memiliki sikap negatif, dan 50%

terbukti melakukan praktik perdagangan makanan berformalin.(11)

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, maka peneliti tertarik untuk

meneliti gambaran pengetahuan, sikap, dan perilaku penjual ikan asin terhadap food

safety di Kota Padang.

1.2 Perumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana gambaran

pengetahuan, sikap, dan komitmen pemerintah pada penjual ikan asin terhadap food

safety di Kota Padang?


6

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran

pengetahuan, sikap, dan komitmen pemerintah pada penjual ikan asin tentang ikan

asin dan keberadaan formalin dalam ikan asin di kota padang.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui distribusi frekuensi food safety pada penjual ikan asin di Pasar

Kota padang

2. Mengetahui distribusi frekuensi pengetahuan penjual ikan asin yang ada di

pasar Kota Padang tentang ciri ikan asin berformalin dan dampak formalin

yang ada di ikan asin bagi kesehatan.

3. Mengetahui distribusi frekuensi sikap penjual ikan asin terhadap informasi

bahaya formalin di pasar kota padang.

4. Mengetahui distribusi frekuensi komitmen pemerintah pada penjual ikan asin

mengenai ikan asin berformalin di pasar Kota Padang.

5. Mengetahui hubungan pengetahuan penjual ikan asin dengan dengan food

safety di pasar Kota Padang.

6. Mengetahui hubungan sikap penjual ikan asin dengan dengan food safety di

pasar Kota Padang.

7. Mengetahui sikap komitmen pemerintah pada penjual ikan asin dengan

dengan food safety di pasar Kota Padang.


7

1.4 Manfaat Penelitian

1. Memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di

bidang kesehatan mengenai bahaya formalin sebagai bahan tambahan pangan.

2. Sebagai masukan bagi BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan), Dinas

Kesehatan Kota Padang dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan dalam hal

petahumbinaan dan pengawasan penggunaan bahan tambahan pangan pada

makanan.

3. Sebagai masukan bagi pemerintah daerah Kota Padang tentang keamanan

pangan di daerah tersebut

4. Sebagai data dasar bagi peneliti lain untuk penelitian selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini dilakukan di seluruh pasar yang berada di Kota Padang. Subjek

penelitian ini adalah pedagang/penjual ikan asin tersebar di 14 pasar Kota Padang.

Penelitian ini untuk mengidentifikasi keberadaan formalin pada ikan asin dan melihat

gambaran pengetahuan, sikap, dan komitmen pemerintah pada penjual ikan asin

terhadap food safety di Kota Padang. Food safety yang diteliti adalah ikan asin yang

mengandung formalin.
BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Asin

Ikan asin adalah bahan makanan yang terbuat dari daging ikan yang

diawetkan dengan menambahkan banyak garam. Dengan metode pengawetan ini

daging ikan yang biasanya membusuk dalam waktu singkat dapat disimpan di suhu

kamar untuk jangka waktu berbulan-bulan, walaupun biasanya harus ditutup rapat.

Ikan sebagai bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan mengandung asam

amino essensial yang diperlukan oleh tubuh, disamping itu nilai biologisnya

mencapai 90 persen dengan jaringan pengikat sedikit sehingga mudah dicerna.(12)

2.1.1 Pembuatan Ikan Asin(12)


Cara pembuatan ikan asin sangat bervariasi tergantung pada jenis dan ukuran

ikan, hasil yang diinginkan, serta daerah produksinya. Pada jenis ikan asin besar

terlebih dahulu dilakukan pembelahan dan penyiangan, sedangkan jenis ikan

berukuran kecil seperti teri diasinkan dalam ukuran utuh.

Pada dasarnya terdapat 3 (tiga) cara penggaraman dalam pembuatan ikan

asin, yaitu penggaraman kering, penggaraman basah, dan kombinasi keduanya.

Penggaraman kering dilakukan dengan cara menaburkan atau melumurkan kristal

garam pada seluruh bagian ikan dan rongga perut. Penggaraman basah dilakukan

dengan merendam ikan dalam larutan jenuh, kemudian dikristalkan. Penggaraman

basah sering kali diterapkan untuk ikan yang berukuran kecil misalnya teri.

Bahan utama yang digunakan untuk pengasinan ikan adalah NaCl.

Kemurnian garam akan sangat mempengaruhi mutu ikan asin yang dihasilkan.

Garam yang mengandung Cu dan Fe menyebabkan daging ikan menjadi berwarna

8
9

coklat kotor atau kuning. CaSO4 menyebabkan daging ikan menjadi berwarna putih

kaku dan agak pahit.

2.1.2 Prinsip Penggaraman Ikan


Menurut Hildayulia, penggaraman merupakan proses pemgawetan yang

banyak dilakukan di berbagai Negara termasuk Indonesia. Proses tersebut

menggunakan garam sebagai media pengawet, baik yang berbentuk Kristal maupun

larutan. Selama proses penggaraman, terjadi penetrasi garam ke dalam tubuh ikan

dan keluarnya cairan dari tubuh ikan karena perbedaan konsentrasi. Cairan itu

dengan cepat dapat melarutkan kristal garam atau mengencerkan larutan garam.

Selanjutnya bersamaan dengan keluarnya cairan dalam tubuh ikan, partikel

garam akan memaski tubuh ikan. Lama kelaman kecepatan proses pertukaran garam

dan cairan semakin lambat dengan menurunnya konsentrasi garam di luar tubuh ikan

dan meningkatnya konsentrasi garam di luar tubuh ikan. Bahkan pertukaran garam

dan cairan tersebut berhenti sama sekali setelah terjadi keseimbangan. Proses itu

mengakibatkan pengentalan cairan tubuh yang masih tersisa dan penggumpalan

protein denaturasi serta pengerutan sel-sel tubuh ikan sehingga sifat dagingnya

berubah.

Ikan yang telah mengalami proses penggaraman, sesuai dengan prinsip yang

berlaku, akan mempunyai daya simpan tinggi karena garam dapat berfungsi

menghambat atau membunuh bakteri yang terdapat di dalam tubuh ikan. Cara kerja

garam di dalam menjalankan fungsi kedua adalah garam menyerap cairan tubuh ikan,

selain itu garam juga menyerap cairan tubuh bakteri sehingga proses metabolisme

bakteri terganggu karena kekurangan cairan, akhirnya bakteri mengalami kekeringan

dan mati.

Garam pada dasarnya tidak bersifat membunuh mikroorganisme (germisida).

Konsentrasi garam rendah (1-3%), justru membantu pertumbuhan bakteri halofilik.


10

Garam yang berasal dari tempat-tempat pembuatan garam di pantai mengandung

cukup banyak bakteri halofilik yang dapat merusak ikan kering. Beberapa jenis

bakteri dapat tumbuh pada larutan garam berkonsentrasi tinggi, misalnya red

halofilic bacteria yang menyebabkan warna merah pada ikan. Selain itu

mengakibatkan terjadinya proses osmosis pada sel-sel mikroorganisme sehingga

terjadi plasmolisis. Kadar air dalam sel bakteri ekstrasi, sehingga menyebakan

kematian bakteri. Penggaram ikan biasanya diikuti dengan pengeringan untuk

menurunkan kadar air dalam daging ikan. Dengan demikian, pertumbuhan bakteri

semakin terhambat.

2.1.3 Metode Penggaraman(12)


Penggaraman merupakan cara pengawetan yang sudah lama dilakukan orang.

Pada proses penggaraman, pengawetan dilakukan dengan cara mengurangi kadar air

dalam badan ikan sampai titik tertentu sehingga bakteri tidak dapat hidup dan

berkembang lagi. Pengawetan ikan dengan cara penggaraman terdiri dari 2 proses,

yaitu proses penggaraman dan proses pengeringan. Adapun tujuan utama dari

penggaraman sama dengan tujan pengawetan dan pengolahan lainnya, yaitu

memperpanjang daya tahan dan daya simpan ikan. Ikan yang mengalami proses

penggaraman menjadi awet karena garam dapat menghambat atau membunuh bakteri

penyebab kebusukan pada ikan. Garam merupakan faktor utama dalam proses

penggaraman ikan. Sebagai bahan pengawet, kemurnian garam sangat

mempengaruhi mutu ikan yang dihasilkan. Garam juga merupakan bahan pembantu

yang sengaja ditambahkan atau diberikan dengan tujuan untuk meningkatkan

konsentrasi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan kebasaan, serta dapat

memantapkan bentuk dan rupa.

Secara umum garam terdiri atas 39,39% Na dan 60,69% Cl, bentuk Kristal

seperti kubus dan berwarna putih. Di dalam pengolahan ikan asin, biasanya garam
11

diperuntukkan sebagai pengawet dan pemeberi rasa. Sebagai bahan pengawet, garam

mempunyai tekanan osomosis dengan daging ikan.

Selanjutnya kecepatan penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dipengaruhi oleh

tingkat kemurnian garam. Garam yang baik adalah garam yang mengandung NaCl

cukup tinggi (95%) dan sedikit mengandung elemen magnesium (Mg) maupun

kalsium (Ca). Elemen tersebut mempengaruhi mutu ikan asin yang dihasilkan

karena:

1. Dapat memperlambat penetrasi garam ke dalam tubh ikan sehingga terjadi

proses pembuskan sebelum proses penggaraman berakhir.

2. Dapat menyebabkan ikan menjadi higroskopis sehingga sering menimbulkan

masalah dalam penyimpanan.

3. Garam yang mengandung CaSO4 sebanyak 0,5-1.0% menyebabkan ikan asin

yang dihasilkan mempunyai daging yang putih, kaku, dan agak pahit.

4. Garam yang mengandung MgCl atau MgSO4 akan menghasilkan ikan asin

yang agak pahit.

5. Garam yang mengandung Fe dan Cu dapat mengakibatkan ikan asin berwarna

kuning atau coklat kotor

Produk yang dihasilkan dari proses penggaraman terdiri atas bermacam-

macam tergantung proses selanjutnya. Misalnya setelah dilakukan penggaraman

dilanjutkan dengan poengeringan, maka hasilnya adalah ikan kering. Apabila

dilanjutkan dengan perebusan maka menghasilkan ikan pindang dan apabila

diteruskan dengan proses fermentasi seperti papeda, terasi, kecap, bekasem.

Menurut asalnya garam terbagi atas tiga, yaitu:

a. Solar salt, garam yang berasal dari air laut yang dikeringkan atau dijemur

b. Mine salt, garam yang diperoleh dari tambang


12

c. Garam yang diperoleh dari air kering yang keluar dari tanah kemudian

dikeringkan.

Komposisi kimia garam kelas 1, 2 dan 3 dapat disajikan pada Tabel dibawah

ini.

Tabel 2.1 Komposisi kimia garam kelas 1, 2 dan 3


Kandungan 1 (%)
No Unsur
Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3
1 NaCl 96 95 91
2 CaCl 1 0.9 0.4
3 MgSO4 0.2 0.5 1
4 MgCl2 0.2 0.5 1.2
5 Bahan tidak larut - Sangat sedikit 0.2
6 Air 2.6 3.1 0.2

Pada dasarnya metode penggaraman ikan dapat dikelompokkan menjadi 3

(tiga) yaitu penggaraman kering, penggaraman basah, dan penggaraman campuran.

2.1.3.1 Penggaraman kering

Pengasinan ikan menggunakan metode penggaraman kering dapat dilakukan

dengan cara :

1. Melakukan penyiangan ikan yang akan diolah kemudian dicuci agar bersih

hingga bebas dari sisa-sisa kotoran.

2. Menyediakan sejumlah garam kristal sesuai berat ikan, untuk ikan berukuran

besar jumlah garam yang harus disediakan berkisar 20 30% dari berat ikan,

untuk ikan berukuran sedang 15 20%, sedangkan ikan yang berukuran kecil

5%.

3. Menaburkan garam ke dalam wadah/bak setebal 1 5 cm, tergantung jumlah

garam dan ikan yang akan diolah. Lapisan garam ini berfungsi sebagai alas

pada saat proses penggaraman.

4. Menyusun ikan di atas lapisan garam tersebut dengan cara bagian perut ikan

menghadap ke dasar bak. Selanjutnya taburkan kembali garam pada lapisan


13

ikan tersebut, lakukan penyusunan ikan dan garam secara berlapis-lapis

hingga lapisan teratas adalah susunan dengan lapisan lebih banyak/tebal.

5. Menutup tumpukan ikan dan garam tersebut dengan keranjang /anyaman

bambu dan beri pemberat di atasnya.

6. Membiarkan selama beberapa hari untuk terjadinya proses

penggaraman.Untuk ikan berukuran besar selama 2-3 hari, ikan yang

berukuran sedang dan ikan yang berukuran kecil selama 12-24 jam.

7. Selanjutnya mencuci dengan air bersih dan ditiriskan, kemudian menyusun

ikan di atas para-para penjemuran

8. Pada saat penjemuran/pengering, ikan sekali-kali dibalik agar ikan cepat

mengering.

2.1.3.2 Penggaraman Basah


Menyiapkan larutan garam jenuh dengan konsentrasi larutan 30-50%. Ikan

yang telah disiangi disusun di dalam wadah/bak kedap air, kemudian tambahkan

larutan garam secukupnya hingga seluruh ikan tenggelam dan beri pemberat agar

tidak terapung. Lama perendaman 1 - 2 hari, tergantung dari ukuran/tebal ikan dan

derajat keasinan yang diinginkan. Setelah penggaraman, dilakukan pembongkaran

terhadap ikan dan dicuci dengan air bersih. Kemudian ikan disusun di atas para-para

untuk proses pengeringan/penjemuran.

2.1.3.3 Penggaraman Campuran (Kench Salting)


Penggarman kench pada dasarnya adalah penggaraman kering, tetapi tidak

menggunakan bak. Ikan dicampur dengan Kristal garam seperti pada penggaraman

kering di atas lantai atau diatas gelada kapal. Larutan garam yang terbentuk dibiarkan

mengalir dan tebuang. Cara tersebut tidak memerlukan bak, tetapi memerlukan lebih

banyak garam untuk mengimbangi larutan garam yang mengalir dan terbuang. Proses

penggaraman kench lebih lambat. Oleh karena itu, pada udara yang panas seperti di
14

Indonesia, penggaraman kench kurang cocok karena pembusukan dapat terjadi

selama penggaraman.

Penggaraman kering mampu memberikan hasil yang terbaik, karena daging

ikan yang dihasilkan lebih padat. Pada penggaraman basah, banyak sisik-sisik ikan

yang terlepas dan menempel pada ikan sehingga menjadikan ikan tersebut kurang

menarik dan memiliki daging yang kurang padat.

Proses penggaraman berlansung lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi,

tetapi proses-proses lain termasuk pembusukan juga berjalan lebih cepat. Di Negara

dingin, penggaraman dilakukan pada suhu rendah, dan ternyata hasil keseluruhannya

lebih baik dari pada yang diletakkan pada suhu tinggi. Indonesia merupakan Negara

tropis yang memiliki suhu panas, sebaiknya penggaraman dilakukan di tempat yang

teduh. Daya awet ikan yang digarami beragam tergantung pada jumlah garam yang

dipakai semakin panjang daya awet ikan. Tetapi umumnya orang kurang suka ikan

yang sangat asin.

Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan penetrasi garam ke dalam

tubuh ikan, selain tingkat kemurnian garam yang digunakan, yaitu sebagai berikut:

1. Kadar lemak ikan

Semakin tinggi kadar lemak yang terdapat didalam tubuh ikan semakin

lambat proses penetrasi garam ke dalamn tubuh ikan.

2. Ketebalan daging ikan

Semakin tebal daging ikan semakinlambat proses penetrasi garam dan

semakin banyak pula jumlah gara yang diperlukan

3. Kesegaran ikan

Pada ikan yang memiliki kesegaran yang rendah, proses penetrasi garam

berlansung lebih cepat Karena ikan dengan tingkat kesegaran rendah


15

mempunyai tubuh yang relative lunak, cairan tubuh tidak terikat dengan kuat

dan mudah terisap oloeh larutan garam yang mempunyai konsentrasi lebih

tinggi. Apabila ikan kurang segar, produk ikan asin yang dihasilkan akan

terlalu asin dan kaku

4. Temperatur ikan

Semakin tinggi temperatur tubuh ikan maka semakin cepat pula proses

penetrasi garam ke dalam tubuh ikan tersebut. Oleh karena itu, sebelum

dilakukan proses penggaraman sebaiknya ikan ditangani lebih dahulu dengan

baik agar sebagian besar bakteri yang dikandung dapat dihilangkan.

5. Konsentrasi larutan garam

Semakin tinggi perbedaan konsentrasi antara garam dengan cairan yang

terdapat dalam tubuh ikan, semakin cepat proses penetrasi garam ke dalam

tubuh ikan. Selain itu, proses penetrasi garam akan menjdai lebih cepat lagi

apabila digunakan garam Kristal. Semakin tinggi konsentrasi garam maka

semakin tinggi daya awet ikan tersebut akan tetapi ikan menjadi semakin asin

dan kurang disukai.

2.2 Bahan Tambahan Pangan


Bahan (zat) tambahan makanan merupakan bahan apapun yang biasanya

tidak dimakan sendiri sebagai suatu makanan dan biasanya tidak digunakan sebagai

bahan-bahan khas untuk makanan, baik mempunyai nilai gizi atau tidak, yang bila

ditambahkan dengan sengaja pada makanan untuk tujuan teknologi (termasuk

organoleptik) dalam pembuatannya, pengolahan, pengepakan, pengangkutan atau

penanganan makanan akan mengakibatkan keracunan.(13)

Menurut FAO (1980), bahan ini ditambahkan untuk memperbaiki warna,

bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta memperpanjang masa simpan.(6) Pemakaian
16

bahan tambahan pangan di Indonesia diatur oleh Departemen Kesehatan dan diawasi

oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Dirjen POM).

Bahan tambahan pangan yang digunakan hanya dapat dibenarkan apabila:

1. Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam

pengolahan.

2. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau

yang tidak memenuhi persyaratan.

3. Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan

dengan cara produksi yang baik untuk pangan.

4. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan

Bahan tambahan pangan yang digunakan hanya dapat dibenarkan apabila:

1. Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam

pengolahan

2. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau

yang tidak memenuhi persyaratan

3. Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan

dengan cara produksi yang baik untuk pangan

4. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.

2.2.1 Jenis Bahan Tambahan Pangan(14)


Bahan tambahan pangan dapat berasal dari sumber alamiah seperti lesitin,

asam sitrat, dsb dan sintesis yang terbuat dari bahan kimia. Penggunaan bahan

sintesis mempunyai kelebihan yakni lebih pekat, lebih stabil dan lebih murah namun

mempunyai kekurangan berupa kandungan zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan

dan beberapa bersifat karsinogenik.

Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan

besar, yaitu sebagai berikut:


17

1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja kedalam

makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud

penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa dan membantu

pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna dan pengeras.

2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang

tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak

sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan

selama proses produksi, pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula

merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan

untuk tujuan produksi bahan mentah atau penanganannya yang masih terus

terbawa kedalam makanan yang akan dikonsumsi. Contoh bahan tambahan

pangan dalam golongan ini adalah residu pestisida (termasuk insektisida,

herbisida, fungisida, dan rodentisida), antibiotik, dan hidrokarbon aromatic

polisiklis.

Penggunaan bahan tambahan pangan sebaiknya dengan dosis dibawah

ambang batas yang telah ditentukan. Jenis BTP ada 2 yaitu GRAS (Generally

Recognized as Safe), zat ini aman dan tidak berefek toksik misalnya gula (glukosa).

Sedangkan jenis lainnya yaitu ADI (Acceptable Daily Intake), jenis ini selalu

ditetapkan batas penggunaan hariannya (daily intake) demi menjaga/melindungi

kesehatan konsumen.

Indonesia telah menyusun peraturan tentang Bahan Tambahan Pangan yang

diizinkan, ditambahkan dan yang dilarang (disebut Bahan Tambahan Kimia) oleh

Depertemen Kesehatan diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 1168/MenKes/Per/X/1999.


18

2.2.2 Golongan Bahan Tambahan Pangan(15)


Beberapa Bahan Tambahan yang diizinkan digunakan dalam makanan

menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 diantaranya sebagai berikut:

1. Antioksidan (Antioxidant)

2. Antikempal (Anticaking Agent)

3. Pengatur Keasaman (Acidity Regulator)

4. Pemanis Buatan (Artificial Sweeterner)

5. Pemutih dan Pematang Telur (Flour Treatment Agent)

6. Pengemulsi, Pemantap, dan Pengental (Emulsifier, Stabilizer, Thickener)

7. Pengawet (Preservative)

8. Pengeras (Firming Agent)

9. Pewarna (Colour)

10. Penyedap Rasa dan Aroma, Penguat Rasa (Flavour, Flavour Enhancer)

11. Sekuestran (Sequestrant)

Beberapa bahan Tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan,

menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 diantaranya sebagai berikut:

1. Natrium Tetraborat (Boraks)

2. Formalin (Formaldehyd)

3. Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated Vegetable Oils)

4. Kloramfenikol (Chlorampenicol)

5. Kalium Klorat (Pottasium Chlorate)

6. Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate)

7. Nitrofuranzon (Nitrofuranzone)

8. P-Phenetilkarbamida (p-Phenethycarbamide, Dulcin, 4-ethoxyphenyl urea)

9. Asam Salisilat dan garamnya (Salilicylic Acid and its salt)


19

Selain bahan tambahan diatas masih ada bahan tambahan kimia yang dilarang

seperti rhodamin B (pewarna merah), methanyl yellow (pewarna kuning), dulsin

(pemanis sintesis), dan kalsium bromat (pengeras).

2.3 Formalin
2.3.1 Definisi Formalin
Ganis (1995) menyatakan formalin dengan rumus kimia 2 ialah larutan

gas formaldehid 37% dalam air, larutan formalin 1% bersifat bakterisit tetapi perlu

kontak lama untuk mencapai hasil optimal. Menurut Badjonga berdasarkan

sumbernya formaldehid untuk pengawet berasal dari hasil sintesis secara kima.

Formaldehid adalah gas yang biasanya tersedia dalam bentuk 40% (formalin),

merupakan cairan jernih, tidak berwarna dengan bau membusuk. (16)

Formalin atau formaldehida atau bahan kimia yang digunakan sebagai

pengawet. Sebenarnya fungsi formalin adalah sebagai desinfektan namun oleh

sebagian orang disalah gunakan untuk mengawetkan makanan untuk mencegah

kerugian. Formalin dapat berguna sebagai desinfektan karena membunuh sebagian

besar bakteri dan jamur (termasuk spora mereka). Hal ini juga digunakan sebagai

pengawet dalam vaksin, dimana formalin digunakan untuk membunuh virus dan

bakteri yang tidak diinginkan yang mungkin mencemari vaksin selama produksi.(17)

Formalin merupakan larutan komersial dengan konsentrasi 10-40% dari

formaldehid. Bahan ini biasanya digunakan sebagai antiseptic, germisida, dan

pengawet. Formalin mempunyai banyak nama kimia diantaranya adalah : Formol,

Methylene aldehyde, Paraforin, Morbicid, Oxomethane, Polyoxymethylene glycols,

Methanal, Formoform, Superlysoform, Formic aldehyde, Formalith,

Tetraoxymethylene, Methyl oxide, Karsan, Trioxane, Oxymethylene dan Methylene

glycol.
20

Formalin merupakan bahan aditif makanan yang berbahaya. Penggunaan

formalin sebagai pengawet bahan makanan seperti bakso, ikan asin dan beberapa

makanan lainnya secara berlebihan atau lebih dari 1 miligram per liter dapat

menyebabkan gangguan berbagai organ dalam tubuh. Konsumsi formalin dalam

bahan makanan menyebabkan akumulasi dalam tubuh yang melebihi ambang batas

akan menyebabkan keracunan, kerusakan hati, otak, limpa, pankreas, susunan saraf

pusat, ginjal, dan jantung. Formalin yang masuk ke dalam tubuh akan cepat

dimetabolisme menjadi asam format dalam jaringan tubuh, khususnya pada hati dan

eritrosit. Pembentukan asam format pada eritrosit dapat menimbulkan kondisi asam

pada darah karena banyaknya alkali. Kondisi ini mempengaruhi hemoglobin yang

berfungsi untuk menjaga keseimbangan asam basa. Oleh karena itu, secara tidak

langsung formalin dapat mempengaruhi hematopoiesis melalui efek-efek metabolik

dan menghambat proliferasi semua elemen seluler di dalam sumsum tulang.(18)

2.3.2 Karakteristik Formalin(12)


Konsentrasi formalin di udara melebihi 1 ppm bisa menyebabkan iritasi

ringan pada mata, hidung dan tenggorokan. Semakin tinggi konsentrasinya, semakin

besar bahaya iritasinya. Kontak formalin dengan kulit bisa menimbulkan berbagai

reaksi kulit diantaranya alergi.

Sifat fisik dan kimia formalin yaitu titik didih 960 C pada 7000 mmHg, Titik

nyala 600 C, pH 2,8-4,0, dapat bercampur dengan air, tidak berwarna dan berbau

tajam.

Formalin merupakan cairan tidak berwarna yang digunakan sebagai

desinfektan, pembasmi serangga, dan pengawet yang digunakan dalam industri

tekstil dan kayu. Formalin memiliki bau yang sangat menyengat, dan mudah larut

dalam air maupun alkohol. Beberapa pengaruh formalin terhadap kesehatan adalah

sebagai berikut, jika terhirup akan menyebabkan rasa terbakar pada hidung dan
21

tenggorokan, sukar bernafas, nafas pendek, sakit kepala, dan dapat menyebabkan

kanker paru-paru.

2.3.3 Sifat, Produksi dan Kegunaan Formalin(19)


Saraswati menyatakan dalam udara bebas formaldehida berada dalam wujud

gas, tetapi bisa larut dalam air (biasanya dijual dalam kadar larutan 37%

menggunakan merk dagang formalin atau formol. Dalam air, formaldehida

mengalami polimerisasi dan sedikit sekali yang ada dalam bentuk monomer H2CO.

Umumnya, larutan ini mengandung beberapa persen metanol untuk membatasi

polimerisasinya. Formalin adalah larutan formaldehida dalam air, dengan kadar

antara 10% - 40%.

Selanjutnya dinyatakan bahwa formaldehida menampilkan sifat kimiawi

seperti pada umumnya aldehida, senyawa ini lebih reaktif daripada aldehida lainnya.

Formaldehida merupakan elektrofil, bisa dipakai dalam reaksi substitusi 17 aromatik

elektrofilik dan senyawa aromatik serta bisa mengalami reaksi adisi elektrofilik dan

alkena. Dalam keberadaan katalis basa, formaldehida bisa mengalami reaksi

Cannizzaro, menghasilkan asam format dan metanol.

Formaldehida bisa membentuk trimer siklik, 1, 3, 5-trioksana atau polimer

linier polioksimetilena. Formasi zat ini menjadikan sifat-sifat gas formaldehida

berbeda dari sifat gas ideal, terutama pada tekanan tinggi atau udara dingin.

Formaldehida bisa dioksidasi oleh oksigen atmosfer menjadi asam format, karena itu

larutan formaldehida harus ditutup serta diisolasi supaya tidak kemasukan udara.

Secara industri, formaldehida dibuat dari oksidasi katalitik metanol. Katalis

yang paling sering dipakai adalah logam perak atau campuran oksida besi dan

molibdenum serta vanadium. Dalam sistem oksida besi yang lebih sering dipakai

(proses Formox), reaksi metanol dan oksigen terjadi pada 2500 C dan menghasilkan

formaldehida, berdasarkan persamaan kimia 2 CH3OH + O2 2 H2CO + 2 H2O.


22

Katalis yang menggunakan perak biasanya dijalankan dalam temperatur yang

lebih tinggi, kira-kira 6500 C. dalam keadaan ini, akan ada dua reaksi kimia sekaligus

yang menghasilkan formaldehida: satu seperti yang di atas, sedangkan satu lagi

adalah reaksi dehidrogenasi CH3OH H2CO + H2.

Bila formaldehida ini dioksidasi kembali, akan menghasilkan asam format

yang sering ada dalam larutan formaldehida dalam kadar ppm. Di dalam skala yang

lebih kecil, formalin bisa juga dihasilkan dari konversi etanol, yang secara komersial

tidak menguntungkan.

2.4 Karakteristik Ikan Asin Berformalin


Untuk mengetahui perbedaan antara ikan asin yang mengandung formalin

dan yang tidak mengandung formalin yaitu cukup dekatkan makanan atau ikan asin

ke wajah, jika terasa perik di mata dan ikan terlihat kaku berarti ikan tersebut

mengandung formalin. Pada produk cumi asin yang mengandung formalin, cumi bisa

dibelah menjadi dua bagian, sebaliknya bila tidak mengandung formalin maka cumi

tersebut susah untuk dibelah.

2.5 Keamanan Pangan


Menurut UU RI No.18 2012 tentang Pangan, Keamanan Pangan adalah

kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan

cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan

membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama,

keyakinan, dan budaya masyarakat, sehingga aman untuk dikonsumsi.(20)

Pangan yang tidak aman akan menyebabkan penyakit yang disebut foodborne

disease, yaitu segala penyakit yang timbul akibat mengkonsumsi pangan yang

mengandung bahan atau senyawa beracun atau organism pathogen.


23

Keamanan pangan ditentukan oleh ada tidaknya komponen yang berbahaya

secara fisik, kimia maupun mikrobiologi. Makanan yang sehat dengan kandungan

gizi yang lengkap dan aman merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh

bahan pangan karena pembangunan manusia yang sehat dan cerdas tidak terlepas

dari bahan makanan yang dikonsumsi.

Penggunaan zat-zat kimia berbahaya pada bahan pangan seperti formalin,

boraks dan insektisida serta bahan tambahan makanan lainnya sangat dibatasi

penggunaannya seperti asam benzoat, askorbat, laktat, laktat sitrat serta bahan

tambahan lainnya sesuai dengan SNI 01-0222-1995. Sedangkan adanya mikroba

patogen maupun racun dalam bahan pangan merupakan bahaya mikrobiologi.

Keamanan pangan adalah semua kondisi dan upaya yang diperlukan selama

produksi, prosesing, penyimpanan, distribusi dan penyiapan makanan untuk

memastikan bahwa makanan tersebut aman, bebas dari penyakit, sehat, dan baik

untuk konsumsi manusia (Joint FAO/WHO Expert Commitiee of Food Safety).(21)

Menurut UU Pangan nomor 18 Tahun 2012, Keamanan pangan merupakan kondisi

dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran

biologis, kimia dan benda lain yang dapat menganggu, merugikan dan

membahayakan kesehatan manusia.

Keamanan pangan merupakan hal yang sedang banyak dipelajari, karena

manusia semakin sadar akan pentingnya sumber makanan dan kandungan yang ada

di dalam makanannya. Hal ini terjadi karena adanya kemajuan ilmu pengeikan asinan

serta kemajuan teknologi, sehingga diperlukan suatu cara untuk mengawasi

keamanan pangan. Dalam proses keamanan pangan, dikenal pula usaha untuk

menjaga daya tahan suatu bahan sehingga banyaklah muncul bahan-bahan pengawet

yang bertujuan untuk memperpanjang masa simpan suatu bahan pangan. Namun
24

dalam praktiknya di masyarakat, masih banyak yang belum memahami perbedaan

penggunaan bahan pengawet untuk bahan-bahan pangan dan yang non pangan.

Formalin merupakan salah satu pengawet non pangan yang sekarang banyak

digunakan untuk mengawetkan makanan.(22)

Untuk memenuhi kebutuhan akan keadaan bebas dari resiko kesehatan yang

disebabkan oleh kerusakan, pemalsuan dan kontaminasi, baik oleh mikroba atau

senyawa kimia, maka keamanan pangan merupakan faktor terpenting baik untuk

dikonsumsi pangan dalam negeri maupun untuk tujuan ekspor. Keamanan pangan

merupakan masalah kompleks sebagai hasil interaksi antara toksisitas mikrobiologik,

toksisitas kimia dan status gizi. Hal ini saling berkaitan, dimana pangan yang tidak

aman akan mempengaruhi kesehatan manusia yang pada akhirnya menimbulkan

masalah terhadap status gizi.(23)

2.6 Pentingnya Keamanan Pangan Bagi Masyarakat(24)


Keamanan pangan merupakan salah satu isu sentral yang berkembang di

masyarakat, baik karena masih banyaknya kasus-kasus keracunan bahan pangan

maupun semakin meningkatnya kesadaran dan tuntutan masyarakat terhadap

makanan yang sehat dan halal.

Menyikapi hal tersebut, pemerintah melalui Undang-Undang Pangan No. 18

Tahun 2012 di mana pada salah satu pasalnya mengatur tentang keamanan pangan.

Keamanan pangan diselenggarakan untuk menjaga pangan tetap aman, higienis,

bermutu dan tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya fungisida,

bakterisida, nematisida dan rodentisida yang berlebihan berdampak terhadap

kesehatan.

Boraks, formalin dan rhodamin B adalah bahan yang dilarang karena dapat

membahayakan kesehatan, bahkan dapat menyebabkan kematian apabila dikonsumsi


25

dalam dosis tinggi. Ironisnya bahan-bahan berbahaya tersebut juga banyak

ditemukan pada makanan jajanan anak sekolah.

Data Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Tahun 2008-2010

menunjukkan 40%-44% produk jajanan anak-anak di sekolah tidak memenuhi syarat

mutu dan keamanan pangan, karena bahan pangan tersebut mengandung bahan

berbahaya berupa pewarna tekstil dan rhodamin B.(25)

Selain itu, buruknya higiene dan sanitasi ikut berkontribusi dalam

memperburuk keamanan pangan. Apabila mengkonsumsi makanan yang tidak

memenuhi standar keamanan pangan, bisa dipastikan akan terkena penyakit lever

atau hati yang dapat menyebabkan hepatitis pada usia produktif. Misalnya

mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks dan rhodamin-B, menyebabkan

gangguan fungsi lever, bahkan dalam jangka panjang dapat menyebabkan penyakit

kanker hati.

Keracunan pangan tersebut tidak hanya menimbulkan kerugian ekonomi

maupun sosial tidak sedikit, tetapi juga mengakibatkan banyaknya korban menderita

sakit bahkan meninggal dunia.

2.7 Pengawasan Bahan Pangan(26)


Melihat permasalahan dan dampak negatif akibat mengkonsumsi pangan

yang tidak sama, di banyak negara masalah tersebut sudah menjadi perhatian yang

sangat serius. Tidak kurang dari badan dunia seperti WHO dan FAO memberikan

perhatian khusus terhadap masalah penanganan keamanan pangan tersebut. Bahkan

dalam pertemuan Putaran Uruguay tentang Negosiasi Perdagangan Multilateral yang

difasilitasi oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada Tahun 1994 telah

menetapkan dua perjanjian yang mengatur perdagangan dunia yaitu Sanitary and

Phytosanitary (SPS) Agreement dan Technical Barriers to Trade (TBT) Agreement.


26

Untuk memenuhi kesepakatan SPS dan TBT tersebut, beberapa negara baik

di Eropa maupun Asia telah merespon dengan membentuk Otoritas Keamanan

Pangan (Food Safety Authority), yang diikuti dengan penerapan standar keamanan

pangan seperti Codex on Hygiene, GAP, GMP, ASEAN-GAP, HACCP dan standar

keamanan pangan lainnya.

Perlu disadari bahwa semua kejadian dan akibat buruk dari pangan yang tidak

aman, baik terhadap kesehatan maupun terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat,

menjadi peringatan bagi pemerintah dan pelaku usaha (petani, eksportir maupun

importir pengolah bahan pangan), serta konsumen tentang pentingnya penanganan

keamanan pangan secara terus menerus. Untuk dapat mewujudkan pangan asal

pertanian yang aman dan berdaya saing tinggi, diperlukan program yang

berkelanjutan. Misalnya melalui publikasi di media massa, sosialisasi kepada

berbagai pemangku kepentingan, dan advokasi terhadap para pengambil kebijakan

baik di eksekutif maupun legislatif.

Melalui berbagai upaya tersebut, diharapkan selain akan memberikan

pemahaman dan kesadaran kepada konsumen untuk dapat memilah dan memilih

produk pangan berkualitas, juga meminimalkan pihak-pihak tertentu untuk mengeruk

keuntungan, tanpa memperhitungkan dampak kerugiannya.

2.8 Konsep Perilaku(27)


Menurut Skiner dalam Notoadmodjo, perilaku merupakan hasil hubungan

antara perangsang (stimulus) dan tanggapan serta respon. Perilaku dilihat dari aspek

biologis merupakan kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang

bersangkutan. Perilaku merupakan tindakan suatu organisme yang dapat diamati

bahkan dapat dipelajari.


27

Menurut Notoadmodjo, pada dasarnya bentuk perilaku dapat diamati melalui

sikap dan tindakan. Namun tidak berarti bentuk perilaku hanya dapat dilihat dari

sikap dan tindakan saja. Perilaku bisa saja bersifat potensial yaitu dari bentuk

penelitian, motivasi dan persepsi. Pada pelaksanaannya perilaku dapat diartikan

sebagai suatu respon seseorang terhadap rangsangan dari luar subjek. Respon ini

berbentuk tindakan. Selanjutnya, berbentuk perilaku aktif yakni tindakan yang dapat

diobservasi secara lansug dengan mata, sedangkan yang pasif yaitu yang terjadi di

dalam diri manusia seperti berfikikr, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan.

Adapun bentuk operasional dari perilaku dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu:

1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan yaitu dengan mengetahui situasi

rangsangan dari luar berupa segala hal dan kondisi baru yang perlu diketahui

dan dikuasai dirinya.

2. Perilaku dalam bentuk sikap yaitu tanggapan terhdap keadaan atau

rangsangan dari luar atau lingkungan dari subjek yang terdiri dari:

a. Lingkungan fisik yaitu lingkungan alam sehingga alam itu sendiri akan

membentuk perilaku manusia yang hidup di dalamnya sesuai dengan

sikap dan keadaan lingkungan tersebut.

b. Lingkungan sosial budaya (non-fisik) mempunyai pengaruh yang kuat

terhadap pembentukan perilaku manusia, lingkungan ini adalah keadaan

masyarakat yang segala budidayanya dimana manusia itu lahir dan

mengembangkan perilakunya.

3. Perilaku dalam bentuk tindakan yang sudah konkrit yaki berupa tindakan

(action) terhadap suatu rangsangan dari luar.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak lansung, yakni dengan

wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau
28

bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara lansung yakni

dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

2.9 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku(27)


Perilaku seseorang dipengaruhi atau ditentukan oleh faktor-faktor baik dari

dalam maupun dari luar subjek. Faktor yang menentkan perilaku disebut determinan

Menurut Green, Kesehatan individu/masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok

yakni faktor perilaku dan faktor diluar perilaku (non-perilaku).

Selanjutnya Lawrence Green menganalisis, bahwa faktor perilaku sendiri

ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu:

1. Faktor-faktor predisposisi

Merupakan faktor-faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang,

antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi,

dan sebagainya.

2. Faktor-faktor pemungkin

Merupakan faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi

perilaku atau tindakan. Yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah

sarana dan prasarana fasilitas uuntuk terjadinya perilaku kesehatan.

3. Faktor-faktor penguat

Merupakan faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya

perilaku. Kadang-kadang meskipun orang tahu dan mampu berperilaku sehat,

tetapi tidak melakukannya. Contohnya sikap dan perilaku petugas dan tokoh

masyarakat.
29

Menurut Notoadmodjo, upaya peraturan pemerintah termasuk dalam kategori

Enforcement (tekanan) yang bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat agar

berperilaku sehat dengan cara tekanan melalui UU, PP, dan Intruksi pemerintah.

BIasanya upaya dengan pendekatan tersebut lebih cepat mengubah perilaku namun

tidak langgeng (sustainable), karena perubahan perilaku yang dihasilkan dengan cara

ini tidak didasari oleh pengertian dan kesadaran yang tinggi terhadap tujuan perilaku

tersebut.

2.9.1 Faktor Predisposisi


2.9.1.1 Pengetahuan
a. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris

khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Hal yang sama dikemukakan

oleh Bloom dalam Notoadmodjo, menurutnya pengetahuan adalah hasil

penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang

dimilikinya. Dengan sendirinya, saap penginderaan sampai menghasilkan

pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi objek.

Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran dan

indera penglihatan.

Faktor yang menjadi penentu pengetahuan seseorang selain pendidikan

adalah usia. Dengan bertambahnya usia seseorang maka akan terjadi perubahan pada

aspek fisik mematangkan perkembangan organ sedangkan aspek psikologis atau

mental mempengaruhi taraf berfikir seseorang sehingga semakin dewasa dan matang.

Namun, dengan meningkatnya usia, maka kemampuan otak untuk menangkap

pengetahuan akan semakin menurun.

Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang. Dari pengalaman ternyata perilaku yang didasari


30

oleh pengetahuan akan lebih melekat dari pada perilaku yang tidak didasari

pengetahuan. Pengetahuan yang cukup didalam kognitif mempunyai 6 tingkat, yaitu:

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai recall atau mengingat memori yang sebelumnya telah

diamati. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat

menggunakan pertanyaan-pertanyaan, Ketidaktahuan masyarakat tentang

formalin dapat diketahui apabila mengkosumsi makanan yang mengandung

formalin.

2. Memahami (comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap onjek tersebut, tidak

sekedar dapat menyebutkan, tetapi harus dapat menginterpretasikan secara

benar objek yang diketahui tersebut. Seseorang dinyatakan telah memahami

formalin apabila dapat menjelaskan secara lengkap meliputi bahan

kandungan, kerugian akibat mengkonsumsi makanan berformalin dan

lainnya.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan apabila orang telah memahami objek dapat

mengaplikasikan prinsip yang diketahuinya tersebut pada situasi lain,

Seseorang anggota masyarakat pada tingkat aplikasi dapat menerapkan teori

dengan memperhatikan dan tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung

formalin.

4. Analisis (analysis)

Analisis merupakan kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan

memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang

terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.


31

5. Sintesis (syntesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau

meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen

pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain seseorang mampu menyusun

formulasi baruu dari formulasi yang telah ada. Seseorang pada tingkatan ini

diharapkan mampu menghubungkan teori tentang kerugian dalam

penggunaan formalin.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan penilaian

terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan

pada suatu criteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di

masyarakat. Dalam tingkat ini seseorang dapa melakukan penilaian terhadap

keberadaan dan pemakian formalin dalam makanan kemudian tidak

mengkonsumsinya.

2.9.1.2 Cara Menilai Pengetahuan

Cara untuk mengukur pengetahuan seseorang dengan mengajukan pertanyan-

pertanyan secara lansung (wawancara) atau melalui pertanyaan-pertanyan tertulis

atau angket dan kuesioner. Indikator pengetahuan kesehatan seseorang adalah

tingginya pengetahuan responden tentang kesehatan, atau besarnya persentase

kelompok responden tentang variabel-variabel atau kompone-komponen kesehatan.

Dalam hal ini pengukran pengetahuan menggunakan kuesioner, dengan

penilaiannya menggunakan skor. Setiap jawaban benar dari item pertanyaan

pengetahuan diberikan skor 1 dan bila salah diberi skor 0, sehingga setiap pedagang

ikan asin mempunyai total skor pengetahuan yang kemudiaan dilakukan perhitungan

proporsi benar yang dinyatakan dalam persentase (%).


32

2.9.2 Sikap

2.9.2.1 Definisi Sikap

Menurut Koenjaraningrat dalam Maulana, sikap merupakan reaksi atau

respon yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap

tidak dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan. Sikap merupakan kecenderungan

yang berasal dari dalam diri individu untuk berkelakuan dengan pola-pola tertentu,

terhadap objek akibat pendirian dan perasaan terhadap objek tersebut. Sedangkan

menurut Notoadmodjo, sikap juga merupakan respon tertutup seseorang terhadap

stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang

bersangkutan.

2.9.2.2 Cara Mengukur Sikap

Pengukuran sikap dapat dilakukan secala lansung maupun tidak lansung.

Pengukuran sikap secara lansiung dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyan-

pertanyaan tentang stimulus atau objek yang bersangkutan. Pertanyaan secara

lansung dapat dilakukan dengan cara memberikan pendapat dengan menggunakan

kata setuju dan tidak setuju terhadap pertanyaan-pertanyaan mengenai objek

tertentu. Namun menurut Lickert, penilaian sikap terbagi menjadi 5 kategori: sangat

setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, dan sangat tidak setuju, kemudian untuk

keperluan analisis diberi skor.

2.10 Faktor Pemungkin (enabling factors)(27)

2.10.1 Ketersediaan Fasilitas dan SDM

Ketersediaan fasilitas adalah salah satu faktor pemungkin perilaku yang

mendukung suatu motivasi atau aspirasi terlaksana. Misalnya untuk terjadinya


33

perilaku penjualan makanan berformalin selain dari pengetahuan dan sikap juga

diperlukan fasilitas took-toko yang menjual formalin.

Selain itu, diperlukan ketersediaan SDM seperti tenaga kesehatan untuk

melakukan pemeriksaan berkala terkait masalah kesehatan termasuk keamanan

pangan ntuk makanan berformalin yang beredar di masyarakat. Pengetahuan dan

sikap saja belum menjamin terjadinya perilakuuu, masih diperlukan sarana atau

fasilitas untuk memungkinkan atau menduk8ung perilaku tersebut. Ketersediaan dan

kecukupan sumber daya merupakan faktor penentu yang penting dalam mekanisme

pengawasan dan pengendalian. Semakin kecil sumber daya maka akan semakin sulit

melaksanakan kegiatan pengawasan dan pengendalian terutama terkai

penyalahgunaan formalin.

2.10.2 Keterampilan Petugas

Keterampilan petugas dalam hal ini terkait dengan keterampilan mendeteksi

kandungan formalin yang ada di dalam makanan seperti ikan asin. Keterampilan

dapat terus meningkat apabila suatu kegiatan tersebut dilakukan berulang-ulang

sebagian petugas kesehatan memiliki kemampuan yang baik dalam mendeteksi

kandungan formalin pada makanan karena mereka dituntut ntuk dapat melakukan

pengawasan keamanan pangan untuk masyarakat.

2.10.3 Komitmen Pemerintah

Komitmen pemerintah dalam hal ini yakni dengan dukungan pemerintah

dalam pembuatan kebijakan terkait penggunaan formalin. Kebijakan tersebut

tertuang dalam Permenkes Nomor 472/Menkes/Per/V/1996 tentang Pengamanan

Bahan Berbahaya Bagi Kesehatan, kemudian pada Permenkes Nomor

722/Menkes/Per/IX/1988 yakni larangan penggunaan bahan kimia berbahaya seperti


34

formalin dalam makanan (BPOM). Selain itu Kepmen Perindustrian dan

Perdagangan Nomor 254/MPP/Kep/7/2000 tentang tata cara perniagaan formalin.

2.11 Faktor Penguat (Reinforcing Factor)(27)

2.11.1 Teman Pedagang

Teman terkadang menjadi bagian penting dari faktor-faktor yang memperkuat

terjadinya perilak. Kadang-kadang meskipun seseorang tahu dan mampu melakukan

perilaku sehat, tetapi tidak melakukannya. Hal yang sama juga terjadi pada perilaku

penjalan ikan asin, kadang-kkadang meskipun pedagang mengetahui dan mampu

melakukan perilaku menjual ikan asin yang dicurigai mengandung formalin, tetapi

tidak melakukannya karena teman pedagang yang lain tidak menjual ikan asin

berformalin.

2.11.2 Akses ke Produsen

Akses ke produsen terkait dengan akses geografis dan juga akses sosial.

Akses geografis yakni jarak dan waktu ke lokasi layanan. Dalam hal ini, akses

geografis yakni jarak dan waktu ke produsen ikan asin. Sedangkan akses sosial

mengandung 2 pengertian yaitu yang bisa diterima dan bisa dijangkau. Akses yang

mudah diterima lebih mengarah pada faktor psikologis, sosial budaya, sedangkan

yang lebih mudah dijangkau lebih kearah financial dan ekonomi.

2.11.3 Keluarga

Dalam hal ini keluarga sangat berfungsi karena dapat memberikan dukungan.

Adapun dukunngan keluarga dapat berupa dukungan emosional. Orang yang

menerima dukungan sosial semacam ini merasa tentam, aman damai yang

ditunjukkan dengan sikap tenang dan berbahagia. Dalam hal ini yaknni dukungan
35

keluarga yang bermanfaat secara emosional dan memberikan pengaruh positif untuk

jujur dalam mencari nafkah seperti menjual ikan asin yang tidak berformalin.
2.12 Telaah Sistematis
Tabel 2.2 Telaah Sistematis

No. Nama Peneliti Tahun Judul Desain Variabel Hasil Kesimpulan

1 Awaliyah Rizka 2015 Gambaran Deskriptif- - Pengetahuan - Sejumlah 62 Tahu yang dijual di Pasar
Safitri Pengetahuan, Sikap, Kuantitatif - Sikap responden daerah Semanan sebanyak
dan Perilaku Penjual dengan - Perilaku memiliki 46,6% mengandung
Tahu Mengenai Tahu Pendekatan Cross pengetahuan formalin.
Berformalin di Pasar Sectional tinggi,
Daerah Semanan sedangkan 38
memiliki
Jakarta Barat Tahun
pengetahuan
2105 yang rendah
- Sikap penjual
35,5% negatif
dan 64% positif
- Perilaku
penjual tahu
73,5% menjual
tahu
berformalin

2 Widya Kristiani 2015 Studi Identifikasi Studi Deskriptif, - Pengetahuan - Pengetahuan Dari 35 sampel yang
Dory Purba, Kandungan Formalin dengan - Sikap responden diteliti, sebanyak 31 sampel
Yusniar Hanani Pada Ikan teri Nasi pemeriksaan tentang (88,57%) positif
D, Nikie Astorina Asin di Pasar kualitatif formalin mengandung formalin.
tergolong Faktor yang mempengaruhi

36
37

Yunita D Tradisional dan Pasar rendah, yaitu keberadaan formalin pada


Modern Kota sekitar 91,43% ikan teri nasi asin adalah
Semarang (32 orang) masih rendahnya
- Sejumlah 35 pengetahuan pedagang ikan
orang (seluruh teri nasi asin mengenai
responden) formalin dan sikap
tidak sepakat pedagang yang tidak setuju
dengan dengan penambahan
pemakaian formalin pada ikan teri nasi
formalin asin sebanyak 100%
3 Marnida Yusfiani 2016 Penegtahuan, Sikap, Deskriptif- - Pengetahuan - Rata-rata Terdapat 20% unit
dan Budi Dharma dan Perilaku Pekerja Kuantitatif - Sikap pengetahuan pengolahan ikan asin di
Perikanan Terhadap - Perilaku pedagang Kecamatan Tanjungbalai-
Bahan Tambahan akan formalin Asahan,yang
Pangan (BTP) masih rendah, memproduksi ikan asin
Berbahaya mengandung BTP
berbahaya (terindikasi
formalin dan boraks)

4 Fauziah 2006 Pengetahuan, Sikap Kuantitatif - Pengetahuan - Pengetahuan Terdapat 50% sampel
Produsen Ikan Asin - Sikap penjual akan positif yang mengandung
Tentang Formalin formalin masih formalin
dengan keberadaan kurang dan dari
Formalin dalam Ikan hasil
laboratorium
Asin di TPI Lorok
50% positif
Semarang mengandung
formalin
38

5. Tristya Putri 2013 Identifikasi Cross Sectional - Perilaku - Tidak ada Terdapat 9 (21,9%) dari 41
Zahra Habibah Penggunaan Formalin - Pengetahuan hubungan sampel ikan asin yang diuji
Pada Ikan Asin dan - Sikap antara positif mengandung
Faktor Perilaku pengetahuan formalin
Penjual di Pasar serta sikap
terhadap
Tradisional Kota
praktik
Semarang penjualan ikan
asin
berformalin di
pasar
tradisional Kota
Semarang
39
2.13 Kerangka Teori

Faktor Predisposisi
(disposing factors):
1. Pengetahuan
2. Sikap

Faktor Pemungkin
(enabling factors):
1. Ketersediaan
Fasilitas Perilaku
2. Keterampilan
Petugas
3. Komitmen
Pemerintah

Faktor Penguat
(reinforcing factors):
1. Teman
Pedagang
2. Akses ke
produsen
3. Keluarga

Gambar 2.1 Kerangka Teori


Sumber: Lawrence W. Green (1991). Health Eduation Planning A Diagnotic
Approach

40
41

2.14 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Pengetahuan penjual ikan asin

Sikap penjual ikan asin


Food Safety

Komitmen Pemerintah
Berformalin Tidak
Berformalin

Gambar 2.2 Kerangka Konsep


42

2.15 Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan pengetahuan penjual ikan asin dengan food safety di Pasar

Kota Padang.

2. Terdapat hubungan sikap penjual ikan asin dengan food safety di Pasar Kota

Padang.

3. Terdapat hubungan komitmen pemerintah pada penjual ikan asin dengan food

safety di Pasar Kota Padang.


BAB 3 : METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan survei deskriptif-kuantitatif untuk menggambarkan

tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku dari penjual ikan asin terhadap food safety

di Kota Padang. Studi deskripitif memberikan manfaat yakni dapat untuk membuat

penilaian terhadap kondisi di masa sekarang, untuk memberikan rekomendasi

perbaikan terkait masalah tersebut. Pendekatan yang digunakan adalah cross

sectional.

Rancangan cross sectional dipilih karena pendekatannya suatu waktu dan

tidak diikuti terus menerus selama kurun waktu tertentu. Penelitian ini dimaksudkan

untuk membuat hubungan pengetahuan, sikap, dan komitmen pemerintah pada

penjual ikan asin terhadap food safety untuk kemudian dapat dilakukan analisis dan

informasi yang dihasilkan dapat digunakan dalam proses pengambilan kepetusan.

Sedangkan untuk mengetahui kandungan formalin dilakukan pemeriksaan

laboratorium secara kualitatif.

3.2 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di 14 pasar yang tersebar di Kota Padang. Sedangkan

untuk tempat pengujian keberadaan formalin dilakukan di KOPERTIS Wilayah

Sumatera Barat, Riau, Jambi, Kepri Padang, Sumatera Barat. Waktu penelitian

mulai bulan Mei-Juli 2017.

43
44

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah penjual ikan asin yang berjualan di pasar

Kota padang. Berdasarkan data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi

Sumatera Barat diketahui terdapat 103 penjual ikan asin yang tersebar di pasar Kota

Padang, yaitu berjumlah 14 pasar.

Tabel 3.1 Jumlah Pasar yang ada di Kota Padang


No. Nama Pasar Kecamatan Jumlah penjual
1. Pasar Raya Padang Barat 18
2. Tanah Kongsi Padang Barat 5
3. Simpang Haru Padang Timur 5
4. Ulak Karang Padang Utara 4
5. Lubuk Buayo Koto Tangah 11
6. Siteba Nanggalo 8
7. Bandar Buat Lubuk Kilangan 14
8. Alai Padang Utara 4
9. Balimbing Kuranji 10
10. Simpang Tabing Koto Tangah 4
11. Gaung Lubuk Begalung 10
12. Tarandam Padang Timur 4
13. Pagi Purus Padang Barat 4
14. Indarung Lubuk Kilangan 2
Jumlah 10

Pengambilan sampel penelitian untuk uji laboratorium dilakukan dengan

teknik total sampling, yaitu sebanyak 14 sampel, dimana 1 sampel mewakili 1 pasar

di Kota Padang. Pengambilan sampel untuk uji laboratorium menggunakan metode

purposive random sampling. Ikan asin yang diambil adalah ikan asin yang memiliki

ciri-ciri berwarna putih bersih dan kaku. Sampel ikan asin yang diambil sebanyak

100 gram dengan cara membeli ikan asin dari penjual yang menetap di Pasar Kota

Padang.

Untuk menentukan penjual ikan asin yang akan dijadikan responden

digunakan teknik proportional random sampling. Adapun besar sampel dalam

penelitian ini diperoleh dengan menggunakan perhitungan rumus berikut

(Lemeshow):
45


2 1 2 (1)
=
2 (1)+ 2 1 2 (1)

Keterangan:

n = Besar sampel minimal yang dibutuhkan



2 1-2 = 1,96 pada tingkat kepercayaan 95%

d = Derajat presisi yang diinginkan sebesar 10 %

N = Besar populasi

P = Perkiraan Proporsi sebesar 77,85% (0,7785) berdasarkan hasil penelitian

BPOM tahun 2016

Sehingga didapatkan perhitungan sebagai berikut:

1,962 0,7785 (1 0,7785)103


=
0,12 (103 1) + 1,962 0,7785(1 0,7785)

= 40,554863143 41 Responden (penjual ikan asin)

3.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi


3.4.1 Kriteria Inklusi
1. Penjual ikan asin yang berada di pasar Kota Padang

3.4.2 Kriteria Ekslusi


1. Tidak bersedia menjadi responden penelitian
3.5 Definisi Operasional

Tabel 3.2 Definisi Operasional


Alat Skala
Variabel Definisi Cara Ukur Hasil Ukur
Ukur Ukur
Variabel
Dependen

Food safety Food safety Pemeriksaan Laboratori 0. Ada Formalin Nominal


adalah Laboratorium um 1. Tidak ada
keamanan formalin
pangan (ikan
asin)
berdasarkan
pemeriksaan
laboratorium
ada/tidaknya
formalin
Variabel
Independen

1. Pengetahuan Kemampuan Wawancara Kuesioner 0. Rendah: jika Ordinal


penjual ikan total skor
asin dalam jawaban <
menjawab mean
pertanyaan 1. Tinggi : jika
mengenai ciri- total skor
ciri ikan asin jawaban
berformalin mean
dan dampak
formalin jika
dikonsumsi
bagi
kesehatan.
2. Sikap Tanggapan Wawancara Kuesioner 0. Sikap Negatif: Ordinal
emosional Jika total skor
yang jawaban
ditunjukkan <mean
penjual ikan 1. Sikap positif :
asin terhadap jika total skor
informasi jawaban
bahaya mean
formalin,
berupa gradasi
respon dari
sangat setuju,
setyuju, ragu-
ragu, tidak
setuju, bahkan
sangat tidak
setuju.
Kemudian
dikategorikan

46
47

berdasarkan
scoring antara
yang sikap
positif dan
negatif.

3. Komitmen Persepsi Wawancara Kuesioner 0. Sikap Negatif: Ordinal


Pemerintah pedagang Jika total skor
penjual ikan jawaban
asin terhadap <mean
komitmen 1. Sikap positif :
pemerintah jika total skor
dalam jawaban
pembuatan mean
kebijakan
terkait
penggunaan
formalin
sesuai dengan
Permenkes
No.
472/Menkes/P
er/V/1996.
Salah satu
komitmen
pemerintah
dapat terlihat
melalui
operasi pasar
yang
dilakukan oleh
BPOM.
3.6 Cara Uji Laboratorium pada Ikan Asin
3.6.1 Pemeriksaan Kualitatif

Pemeriksaan kualitatif bertujuan untuk mengetahui terdapat atau tidaknya

kandungan formalin pada sampel. Sampel yang telah dibeli masing-masing 100 gram

kemudian diperiksa di KOPERTIS Wilayah Sumatera Barat, Riau, Kepri dan Jambi

Padang, Sumatera Barat. Sampel diperiksa secara kualitatif dengan metode reaksi

kimia (identifikasi formalin).

Adapun prosedur pemeriksaan sampel adalah sebagai berikut:

A. Metode Reaksi Kimia

Dilakukan penambahan peraksi (bahan). Lalu diamati reaksi yang terjadi

(perubahan warna) pada masing-masing sampel yang sudah dipisahkan

dari bahan penganggu.

Tabel 3.3 Peralatan dan Bahan Metode Reaksi Kimia


Peralatan Bahan
1.Gelas ukur 1.HCL pekat
2.Tabung Reaksi 2.H2SO4 pekat
3.Pipet tetes 3.NaOH 10%
4.Gelas Kimia 4.NH4OH 10%
5.Formalin
6.Aquadest
7.Sampel

Cara Kerja:

1. Haluskan sampel ikan asin sebanyak 100 gram dab beri air

secukupnya

2. Timbang sampel tahu yang telah dihaluskan dengan neraca

analitik masing-masing 5 gr

48
49

3. Saring dengan corong dan kertas saringan, kemudian tampung di

beaker dan masukkan ke dalam tabung reaksi

4. Bilas tabung reaksi kemudian masukkan sapel ikan asin hingga

batas tera (5ml) yang tertera pada tabung reaksi

5. Tambahkan 10 tetes formaldehid dan kocok

6. Tunggu beberapa detik, apabila warna sampel berubah menjadi

warna ungu, maka dapat diambil kesimpulan bahwa sampel

tersebut mengandung formalin.

3.7 Teknik Pengumpulan Data


3.7.1 Data Primer
Data primer adalah data yang pengumpulannya dilakukan secara langsung

oleh peneliti. Objek pada penelitian ini adalah ikan asin dan manusia.

3.7.1.1 Pemeriksaan Laboratorium


Sampel ikan asin diambil dengan membeli ikan asin sekitar 100 gram pada 14

pasar yang ada di Kota Padang. Pengambilan sampel dilakukan pada pagi hari

sampai sore hari. Dimulai dari pasar yang buka hanya di pagi hari sampai pada pasar

yang buka dari pagi-sore hari. Setelah semua sampel pada masing-masing

didapatkan, langsung dilakukan pemeriksaan uji makanan dengan menggunakan

formalin kit yang telah tersedia di KOPERTIS Wilayah Sumatera Barat, Riau, Kepri

dan JambiPadang, Sumatera Barat. Pemeriksaan kualitatif ini bertujuan untuk

mengetahui terdapat atau tidaknya kandungan formalin pada sampel. Apabila

terdapat perubahan warna menjadi ungu kebiru-biruan, makan sampel dinyatakan

positif mengandung formalin.

3.7.1.2 Kuesioner
Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data yang dilakukan dengan cara

memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk


50

dijawab. Dengan menggunakan kuisioner, diperoleh data dan informasi mengenai

adakah hubungan pengetahuan, sikap, dan komitmen pemerintah pada penjual ikan

asin terhadap food safety di pasar Kota Padang. Kuesioner yang digunakan diadopsi

dari penelitian yang dilakukan oleh Awaliyah Rizka Safitri tahun 2015 dan sedikit

penambahan dari peneliti sendiri pada variabel komitmen pemerintah (persepsi

penjual ikan asin).

3.7.2 Data Sekunder


Data sekunder adalah data yang diperoleh dari orang lain atau tempat lain dan

bukan diperoleh dari penelliti secara langsung. Data sekunder yang digunakan

sebagai data awal dalam penelitian ini meliputi data jumlah pasar dan jumlah

pedagang yang ada di pasar Kota Padang, yang diperoleh dari Dinas Perindustrian

dan Perdagangan Provinsi Sumatera Barat.

3.8 Pengolahan Data(11)


Setelah uji keberadaan formalin pada ikan asin dan pengumpulan data survei

pada penjual ikan asin terkait pengetahuan, sikap, dan komitmen pemerintah pada

penjual ikan asin didapat, kemudian diolah dengan tahap berikut:

1. Data Editing

Tahap ini merupakan tahap penyuntingan data sebelum dilakukan proses

pemasukan data. Proses editing ini dilakukan peneliti setelah data terkumpul

untuk pengecekan isisn semua kuesioner apakah sudah lengkap, jelas,

relevan, dan konsisten. Pengecekan dilakukan dengan tujuan jika ada data

yang salah atau meragukan dan kurang, dapat ditelusuri kembali pada

responden/informan yang bersangkutan.


51

2. Data Coding

Tahap ini merupakan kegiatan mengklasifikasikan data dan memberikan kode

untuk masing-masing kelas sesuai dengan tujuan dikumpulkannya data.

Peneliti membuat kode untuk setiap jawaban dari pertanyaan pada kuesioner.

Pada penelitian ini coding dilakukan saat seluruh responden telah mengisi

kuesioner. Koding dilakukan terhadap pertanyaan pengetahuan, sikap, dan

komitmen pemerintah.

3. Data Entry

Pada tahap ini data yang telah dikumpulkan dimasukkan (entry) ke dalam

program pengolah data. Adapun data yang dimasukkan yaitu diantaranya data

terkait usia, jenis kelamin, pendidikan, pengetahuan, sikap, tindakan/perilaku

penjual ikan asin terkait penjualan ikan asin berformalin.

4. Data Cleaning

Cleaning (pembersihan data) merupakan tahap pengecekan data yang sudah

di entry untuk mengetahui ada atau tidaknya kesalahan pada hasil entri data.

Selain itu pembersihan data ini dilakukan dengan melihat distribusi frekuensi.

3.9 Teknik analisis Data

3.9.1 Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya

menghasilkan distribusi frekuensi dan persentasi dari setiap variabel. Sehingga

analisis univariat dalam penelitian ini dapat mengetahui pola distribusi frekuensi

masing-masing variabel yaitu pengetahuan, sikap, komitmen pemerintah, dan food

safety.
52

3.9.2 Analisis Bivariat


Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel

independen dengan variabel dependen. Analisis dalam penelitian ini menggunakan

software SPSS dengan uji statistik Chi-square dengan tingkat kepercayaan (CI) 95%.

Apabila p-value yang diperoleh kecil dari 0.005 maka terdapat hubungan yang

bermakna.
BAB 4 : HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Lokasi Penelitian


Lokasi penelitian ini berada di 14 (empat belas) pasar yang ada di Kota

Padang, yang terdiri dari: Pasar Raya, Tanah Kongsi, Simpang Haru, Ulak Karang,

Lubuk Buaya, Siteba, Bandar Buat, Alai, Balimbing, Simpang Tabing, Gaung,

Tarandam, Pagi Purus, Indarung. Adapun ke empat belas pasar tersebut berada dalam

pengawasan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Barat.

1. Pasar Raya

Pasar Raya Padang adalah pasar tradisional terbesar yang menjadi pusat

perdagangan utama di Kota Padang. Pasar ini berlokasi di Kampung Jao,

Kecamatan Padang Barat, Kota Padang. Jenis komoditi yang dijual di pasar

ini terdiri dari bahan/barang/peralatan kebutuhan masyarakat. Jumlah

pedagang kios dan pedagang kaki lima yang ada di pasar raya yaitu masing-

masing sebanyak 1527 dan 2000 orang. Khusus untuk penjual ikan asin

hanya sebanyak 17 orang. Semua ikan asin yang dijual di pasar ini diperoleh

dari distributor, baik dari wilayah Pulau Jawa maupun Kota Padang.

2. Pasar Tanah Kongsi

Pasar Tanah Kongsi adalah saksi nyata bagaimana hubungan etnis Minang

dan Tionghoa terjalin harmonis di Ibu Kota Provinsi Sumatera Barat. Meski

dua etnis itu memiliki karakter budaya yang berbeda, namun dapat

dipersatukan dalam aktivitas ekonomi berupa jual beli barang dan jasa di

pasar yang berlokasi di Kelurahan Kampung Pondok, Kecamatan Padang

Barat, Kota Padang. Jumlah pedagang kios dan pedagang kaki lima yang ada
54

di pasar ini yaitu masing-masing sebanyak 132 dan 40 orang. Khusus untuk

penjual ikan asin hanya sejumlah 5 orang. Semua ikan asin yang dijual di

pasar ini diperoleh dari distributor yang ada di Indonesia, baik dari wilayah

Pulau Jawa, Pesisir selatan, dan Kota Padang.

3. Pasar Simpang Haru

Pasar yang berlokasi di Jalan Pasar Simpang Haru, Kota Padang, Sumatera

Barat. Jumlah pedagang kios dan pedagang kaki lima yang ada di pasar ini

yaitu masing-masing sebanyak 93 dan 45 orang. Khusus untuk penjual ikan

asin hanya sejumlah 5 orang. Semua ikan asin yang dijual di pasar ini

diperoleh dari distributor yang ada di Indonesia, baik dari wilayah Medan,

Pesisir selatan, dan Kota Padang.

4. Pasar Ulak Karang

Pasar yang berlokasi di Jl. S. Parman No.197a, Ulak Karang Utara, Padang

Utara, Kota Padang, Sumatera Barat. Jumlah pedagang kios dan pedagang

kaki lima yang ada di pasar ini yaitu masing-masing sebanyak 44 dan 15

orang. Khusus untuk penjual ikan asin hanya sejumlah 4 orang.

5. Pasar Lubuk Buaya

Pasar yang dulunya semrawut, kini Pasar Lubuk Buaya sudah tak lagi begitu.

Kondisi pasar telah jauh berubah. Terlebih setelah Dinas Pasar Kota Padang

menata Pasar Lubuk Buaya. Lantai dua pasar ini kini telah mulai ditempati

pedagang yang sebelumnya berjualan di lokasi parkir depan pasar dan di

trotoar. Pasar ini berlokasi di Jalan Adi Negoro, Kototangah, Lubuk Buaya,

Kota Padang, Sumatera Barat. Jumlah pedagang kios dan pedagang kaki lima

yang ada di pasar ini yaitu masing-masing sebanyak 148 dan 121 orang.

Khusus untuk penjual ikan asin hanya sejumlah 11 orang.


55

6. Pasar Siteba

Kesemrawutan Pasar Nanggalo Siteba mulai dibenahi. Sebanyak 400 tempat

sudah disiapkan bagi pedagang. Tujuannya agar tak ada lagi pedagang yang

memanfaatkan trotoar dan bahu jalan di depan pasar untuk berdagang. Pasar

ini berlokasi di Jl. Raya Siteba, Surau Gadang, Nanggalo, Kota Padang,

Sumatera Barat. Jumlah pedagang kios dan pedagang kaki lima yang ada di

pasar ini yaitu masing-masing sebanyak 59 dan 62 orang. Khusus untuk

penjual ikan asin hanya sejumlah 8 orang.

7. Pasar Bandar Buat

Pasar yang berlokasi di Jl. Raya Indarung, Bandar Buat, Lubuk Kilangan,

Kota Padang, Sumatera Barat. Jumlah pedagang kios dan pedagang kaki lima

yang ada di pasar ini yaitu masing-masing sebanyak 211 dan 200 orang.

Khusus untuk penjual ikan asin hanya sejumlah 14 orang.

8. Pasar Alai

Pasar yang berlokasi di Jl. Ps. Alai, Alai Parak Kopi, Padang Utara, Kota

Padang, Sumatera Barat. Jumlah pedagang kios dan pedagang kaki lima yang

ada di pasar ini yaitu masing-masing sebanyak 189 dan 100 orang. Khusus

untuk penjual ikan asin hanya sejumlah 4 orang. Semua ikan asin yang dijual

di pasar ini diperoleh dari distributor, baik dari wilayah Medan maupun Kota

Padang.

9. Pasar Simpang Tabiang

Pasar yang berlokasi di Jalan Adinegoro, No.12, Kota Padang, Sumatera

Barat. Jumlah pedagang kios dan pedagang kaki lima yang ada di pasar ini

yaitu masing-masing sebanyak 10 dan 40 orang. Khusus untuk penjual ikan

asin hanya sejumlah 4 orang.


56

10. Pasar Balimbing

Pasar yang beralamat di Jl. Pepaya, Belimbing Raya, Kuranji, Kota Padang,

Sumatera Barat. Jumlah pedagang kios dan pedagang kaki lima yang ada di

pasar raya yaitu masing-masing sebanyak 200 dan 80 orang. Khusus untuk

penjual ikan asin hanya sebanyak 10 orang. Semua ikan asin yang dijual di

pasar ini diperoleh dari distributor, baik dari wilayah Medan maupun Kota

Padang.

11. Pasar Gaung

Pasar yang beralamat di Teluk Bayur, Padang Selatan, Kota Padang,

Sumatera Barat. Jumlah pedagang kios dan pedagang kaki lima yang ada di

pasar raya yaitu masing-masing sebanyak 150 dan 80 orang. Khusus untuk

penjual ikan asin hanya sebanyak 17 orang. Semua ikan asin yang dijual di

pasar ini diperoleh dari distributor, baik dari wilayah Pulau Jawa maupun

Kota Padang.

12. Pasar Tarandam

Pasar yang beralamat di Jl. Proklamasi, Alang Laweh, Padang Sel., Kota

Padang, Sumatera Barat. Jumlah pedagang kios dan pedagang kaki lima yang

ada di pasar ini yaitu masing-masing sebanyak 90 dan 45 orang. Khusus

untuk penjual ikan asin hanya sebanyak 4 orang.

13. Pasar Pagi Purus

Pasar pagi adalah pasar yang bersifat tradisional dimana para penjual dan

pembeli dapat mengadakan transaksi tawar-menawar secara langsung dari

pagi hingga siang hari. Barangbarang yang diperjualbelikan adalah barang-

barang kebutuhan pokok. Jumlah pedagang kios dan pedagang kaki lima yang
57

ada di pasar ini yaitu masing-masing sebanyak 90 dan 50 orang. Khusus

untuk penjual ikan asin hanya sebanyak 4 orang.

14. Pasar Indarung

Pasar ini berada di Jl. Raya Indarung, Indarung, Lubuk Kilangan, Kota

Padang, Sumatera Barat. Jumlah pedagang kios dan pedagang kaki lima yang

ada di pasar ini yaitu masing-masing sebanyak 15 dan 30 orang. Khusus

untuk penjual ikan asin hanya sebanyak 2 orang.

4.2 Karakteristik Responden penelitian


Responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini sebanyak 41 responden.

Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh karakteristik responden sebagai

berikut:

4.2.1 Umur
Berikut distribusi usia penjual ikan asin di pasar Kota Padang yang menjadi

responden pada penelitian ini:

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Usia* Frekuensi Persentase (%)


26-45 (Dewasa) 18 43.9
46-65 (lansia) 23 56.1
Jumlah 41 100.0
* kategori usia Depkes

Berdasarkan tabel 4.1 di atas, diketahui bahwa lebih dari setengah responden

yang ada di Pasar Kota Padang berusia 46-65 tahun (56,1%).

4.2.2 Jenis Kelamin


Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)


Laki-Laki 20 48.8
Perempuan 21 51.2
Jumlah 41 100.0
58

Berdasarkan tabel 4.2 distribusi responden berdasarkan jenis kelamin dapat

diketahui bahwa responden terbanyak terdapat pada jenis kelamin perempuan

dibandingkan dengan laki-laki.

4.2.3 Pendidikan
Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

Pendidikan Frekuensi Persentase (%)


Tidak Sekolah 3 7.3
SD 7 17.1
SMP 8 19.5
SMA 19 46.3
PT 4 9.8
Jumlah 41 100.0

Berdasarkan tabel 4.3 terlihat bahwa pendidikan terakhir responden terbanyak

adalah SMA yaitu sebesar 46.3%. Sedangkan pendidikan terakhir responden yang

sedikit yaitu tidak sekolah sebanyak 7.3%.

4.2.4 Lama Berjualan Ikan Asin


Tabel 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Berjualan Ikan Asin

Lama Berjualan Frekuensi Persentase (%)


1-5 tahun 5 12.2
6-10 tahun 13 31.7
11-20 tahun 14 34.1
>20 tahun 9 22.0
Jumlah 106 100.0

Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa lama berjualan ikan asin pada

responden yaitu 11-20 tahun yaitu sebesar 34.1%.

4.3 Analisis Univariat


Analisis univariat merupakan analisis yang dilakukan untuk mengetahui

distribusi dari setiap variabel yang diteliti. Adapun variabel dalam penelitian ini
59

adalah food safety, pengetahuan, sikap, dan komitmen pemerintah pada penjual ikan

asin di pasar yang ada di Kota Padang.

4.3.1 Food Safety


Suatu pangan dinyatakan safety, jika pada ikan asin yang telah diuji di

laboratorium negatif mengandung formalin. Sebaliknya, jika ikan asin yang telah

diuji tersebut positif mengandung formalin maka dinyatakan pada wilayah tersebut

kondisi pangannya tidak safety.

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Food Safety Pada Penjual Ikan Asin di Pasar
Kota Padang

Food Safety Frekuensi Persentase (%)


Safety 16 39.0
Tidak Safety 25 61.0
Jumlah 41 100.0

Berdasarkan hasil laboratorium yang tertera pada tabel 4.5, terlihat bahwa

persentase keamanan pangan kurang setengah di Kota Padang hanya sebesar 39.0%.

4.3.1.1 Hasil Uji Kandungan Formalin Pada Ikan Asin di Pasar Kota Padang

Tabel 4.6 Hasil Uji Kandungan Formalin Pada Ikan Asin

Nama Pasar Negatif Positif


Pasar A (-) -
Pasar B - (+)
Pasar C - (+)
Pasar D - (+)
Pasar E - (+)
Pasar F (-) -
Pasar G - (+)
Pasar H - (+)
Pasar I - (+)
Pasar J - (+)
Pasar K (-) -
Pasar L (-) -
Pasar M - (+)
Jumlah 4 (-) 10 (+)
60

Berdasarkan hasil dari uji laboratorium yang ditampilkan pada tabel 4.6

tersebut menyatakan bahwa dari 14 sampel ikan asin yang telah diuji dilaboratorium,

4 diantaranya negatif mengandung formalin, sedangkan selebihnya positif

mengandung formalin.

4.3.2 Gambaran Pengetahuan Penjual Ikan Asin


Tabel 4.7 Distribusi Pengetahuan Penjual Ikan Asin terhadap Formalin di
Pasar Kota padang

Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)


Rendah 15 36.6
Tinggi 26 63.4
Jumlah 41 100.0

Pada tabel 5.7 diketahui bahwa sebagian kecil responden yaitu sebesar 36.6%

memiliki kategori pengetahuan rendah.

Tabel 4.8 Distribusi Item Pertanyaan Pengetahuan Penjual Ikan Asin


Terhadap Formalin di Pasar Kota padang
Benar Salah
No Pertanyaan
f % f %
1 Formalin adalah pengawet mayat, pembunuh 18 43,9 23 56,1
kuman dan BTP yang dilarang
2 Makanan yang mengandung formalin yaitu tahu, 7 7,1 34 82,9
sayuran, kikil, mie, bakso, ikan asin dan daging
ayam
3 Tekstur nya kenyal tidak lebih dari 3 hari 10 24,4 31 75,6
4 Formalin berbahaya bagi kesehatan 35 85,4 6 14,6
5 Formalin dapat menyebabkan keracunan, muntaber, 28 68,3 13 31,7
pusing, iritasi kulit, kanker dan kematian
6 Formalin termasuk golongan BTP yang dilarang 5 12,2 36 87,8
7 Tidak boleh menjual ikan asin yang berformalin 32 78 9 22
8 Dapat merugikan pembeli dan dapat menimbulkan 26 63,4 5 36,6
efek bagi kesehatan
9 Ada akibat yang terjadi apabila mengkonsumsi 34 82,9 7 17,1
makanan yang berformalin
10 Kondisi ikan yang dijual 20 48,8 21 51,2
11 Tanda kerusakan ikan pada ikan asin yaitu berubah 14 34,1 27 65,9
warna, tidak berbau, dan tidak dihinggapi lalat
12 Berformalin atau tidaknya ikan asin yang dijual 27 65,9 14 34,1
61

Tabel 4.8 menunjukkan bahwa sebagian besar responden menjawab salah

yaitu sebesar 87,8% pada item pernyataan formalin termasuk golongan BTP

(Bahan Tamabahan Pangan). Kemudian responden juga sebagian besar menjawab

salah sebesar 82,9% pada item pernyataan pertanyaan makanan yang mengandung

formalin yaitu tahu, sayuran, kikil, mie, bakso, ikan asin dan daging ayam.

4.3.3 Gambaran Sikap Penjual Ikan Asin


Berikut gambaran sikap penjual ikan asin yang menjadi responnden dalam

penelitian ini, terhadap bahaya formalin pada ikan asin:

Tabel 4.9 Distribusi Sikap Penjual Ikan Asin

Sikap Frekuensi Persentase (%)


Negatif 22 53.7
Positif 19 46.3
Jumlah 41 100.0

Pada tabel 4.9 diketahui bahwa lebih responden (53.7%) memiliki sikap

negatif terhadap kandungan formalin pada ikan asin.

Tabel 4.10 Distribusi Item Pertanyaan Sikap Penjual Ikan Asin Terhadap
Formalin di Pasar Kota padang
SS S RG TS STS
No Pertanyaan
f % f % f % f % f %
1 Ikan merupakan jenis 3 7,3 34 82,9 4 9,9 0 0 0 0
makanan yang sehat
bergizi dan harganya
terjangkau
2 Ikan asin merupakan 2 4,9 34 82,9 4 9,8 1 2,4 0 0
salah satu hasil laut
yang diolah melalui
penggaraman
3 Ikan asin merupakan 12 29,3 23 56,1 5 12,2 1 2,4 0 0
makanan yang
menguntungkan
untuk dijual
4 Ikan asin dapat 5 12,2 29 70,7 1 2,4 5 12,2 0 0
bertahan lebih dari 3
hari
5 Penggunaan bahan 12 9,3 26 63,4 0 0 0 0 3 7,3
pengawet dapat
meningkatkan
kualitas ikan asin
62

SS S RG TS STS
No Pertanyaan
f % f % f % f % % f
6 Formalin diizinkan 0 0 1 2,4 1 2,4 34 82,9 5 12,2
untuk digunakan
pada makanan
7 Penggunaan formalin 0 0 1 2,4 4 9,8 27 65,9 9 22,0
diperbolehkan
8 Ikan asin yang 0 0 22 53,7 1 2,4 17 41,5 1 2,4
mengandung
formalin dibolehkan
untuk dijual
9 Formalin tidak 0 0 4 9,8 0 0 35 85,4 2 4,9
berbahaya bagi
kesehatan
10 Mengkonsumsi ikan 2 4,9 7 17,1 0 0 31 75,6 1 2,4
asin yang berformalin
baik bagi kesehatan

Tabel 4.10 menunjukkan bahwa jawaban responden terhadap

pernyataanikan asin mengandung formalin diperbolehkan untuk dijual yaitu setuju

sebesar 53,7% dan tidak setuju sebesar 41,5%. Kemudian sebagian responden

menyatakan tidak setuju sebesar 75% terhadap item pernyataan mengkonsumsi ikan

asin yang berformalin baik bagi kesehatan.

4.3.4 Gambaran Komitmen Pemerintah Pada Penjual Ikan Asin


Berikut gambaran komitmen pemerintah pada penjual ikan asin di Pasar
Kota Padang:

Tabel 4.11 Distribusi Komitmen Pemerintah Penjual Ikan Asin


di Pasar Kota Padang
Komitmen pemerintah Frekuensi Persentase (%)
Negatif 26 63.4
Positif 15 36.6
Jumlah 41 100.0

Pada tabel 4.10 diketahui bahwa lebih setengah responden (63.4%) memiliki

sikap negatif terhadap komitmen pemerintah pada penjual ikan asin.


63

Tabel 4.12 Distribusi Item Pertanyaan Komitmen Pemerintah Penjual Ikan


Asin di Pasar Kota Padang
SS S RG TS STS
No Pertanyaan
f % f % f % f % f %
1 BPOM tidak melakukan 0 0 21 51,2 0 0 20 48,8 0 0
operasi secara berkala
2 Tidak ada ditemukannya 0 0 4 9,8 2 4,9 34 82,9 1 2,4
kasus formalin
3 Tidak ada penyuluhan dari 1 2,4 8 19,5 0 0 32 78 0 0
pemerintah mengenai
formalin
4 Tidak ada penyuluhan 0 0 4 9,8 0 0 37 90,2 0 0
dampak formalin terhadap
kesehatan
5 Belum adanya pemberian 0 0 2 4,9 3 7,3 35 85,4 1 2,4
sanksi dari pemerintah
6 Untuk menciptakan kea 6 14,6 27 65,9 8 9,5 0 0 0 0
manan pangan setiap pasar
perlu adanya perhatian
lebih dari pemerintah

Tabel 4.12 menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan tidak

setuju sebesar 90,2 % terhadap pernyataan tidak ada penyuluhan dampak formalin

terhadap kesehatan. Kemudian sebagian besar responden juga menyatakan tidak

setuju sebesar 85,4 % terhadap pernyataan belum adanya pemberian sanksi dari

pemerintah.

4.4 Analisis Bivariat


Analisis bivariat bertujuan untuk melihat hubungan variabel independen

(penegtahuan, sikap, dan komitmen pemerintah) dengan variabel dependen (food

safety) pada penjual ikan asin di pasar Kota Padang. Analisis bivariat dilakukan

dengan menggunakan uji chi-square dengan hubungan bermakna ditunjukkan oleh

nilai p <0.05 dan derajat kepercayan 95%.


64

4.4.1 Hubungan Pengetahuan Penjual Ikan Asin dengan Food Safety


Hubungan antara pengetahuan penjual ikan asin dengan food safety di pasar

Kota Padang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.13 Hubungan Pengetahuan Penjual Ikan Asin dengan Food Safety di
Pasar Kota Padang

Food Safety
POR
Pengetahuan Tidak Safety Safety Total Nilai p
(95% CI)
f % f % f %
Rendah 5 33.3 10 66.7 15 100
0.15
Tinggi 20 76.9 6 23.1 26 100 0.015
(0.37 0.61)
Jumlah 25 61 16 39 41 100

Tabel 4.10 menunjukkan bahwa kondisi keamanan pangan yang tidak baik,

lebih banyak pada responden dengan tingkat pengetahuan yang tinggi sebesar 76.9%.

Berdasarkan uji statistik dapat diketahui bahwa terdapat hubungan bermakna dengan

posisi terbalik antara pengetahuan penjual ikan asin dengan food safety di pasar Kota

Padang (p<0.05) dengan POR (0,15). Hubungan terbalik dilihat dari tingginya

keamanan pangan yang tidak baik pada responden dengan pengetahuan tinggi

dibandingkan dengan pengetahuan rendah. Hubungan dikatakan bermakna karena

terdapat perbedaan proporsi pengetahuan yang signifikan antara pengetahuan rendah

dan tinggi. Responden yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi berpeluang 6,67

kali memiliki kondisi keamanan pangan yang tidak baik dibandingkan dengan

responden yang memiliki pengetahuan rendah.


65

4.4.2 Hubungan Sikap Penjual Ikan Asin dengan Food Safety


Hubungan antara sikap penjual ikan asin dengan food safety di pasar Kota

Padang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.14 Hubungan Sikap Penjual Ikan Asin dengan Food Safety di Pasar
Kota Padang

Food Safety
POR
Sikap Tidak Safety Safety Total Nilai p
(95% CI)
f % F % F %
Negatif 9 40.9 13 59.1 22 100
0.13
Positif 16 84.2 3 15.8 19 100 0.012
(0.03 0.6)
Jumlah 25 61 25 39 41 100

Tabel 4.12 menunjukkan bahwa kondisi keamanan pangan yang tidak baik

baik lebih banyak pada responden dengan sikap positif sebanyak 84.2%. Berdasarkan

uji statistik dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara sikap

penjual ikan asin dengan food safety di pasar Kota Padang (p<0.05) dengan POR

0,13. Hubungan terbalik dilihat dari tingginya keamanan pangan yang tidak baik

pada responden dengan sikap positif dibandingkan dengan responden dengan sikap

negatif. Hubungan dikatakan bermakna karena terdapat perbedaan proporsi siakp

yang signifikan antara sikap negatif dan positif. Responden yang memiliki sikap

positif berpeluang 7,69 kali memiliki kondisi keamanan pangan yang tidak baik

dibandingkan dengan responden yang memiliki sikap negatif.


66

4.4.3 Hubungan Komitmen Pemerintah pada Penjual Ikan Asin dengan Food
Safety
Tabel 4.15 Hubungan Komitmen Pemerintah pada Penjual Ikan Asin dengan
Food Safety di pasar Kota Padang

Food Safety
Komitmen Tidak POR
Safety Total Nilai p
Pemerintah Safety (95% CI)
f % F % f %
Negatif 14 53.8 12 46.2 26 100
0.4
Positif 11 73.3 4 26.7 15 100 0.368
(0.11 1.7)
Jumlah 16 61 25 39 41 100

Tabel 4.13 menunjukkan bahwa kondisi keamanan pangan yang tidak baik

lebih banyak pada responden yang memiliki persepsi positif terhadap komitmen

pemerintah sebanyak 73.3%. Berdasarkan uji statistik dapat diketahui bahwa tidak

terdapat hubungan yang bermakna antara komitmem pemerintah pada penjual ikan

asin dengan food safety di Pasar Kota Padang (p>0.05).


67

BAB 5 : PEMBAHASAN

5.1 Keterbatasan Penelitian


Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu hanya menjelaskan ada tidaknya

kandungan formalin pada ikan asin. Uji kuantitatif untuk mengidentifikasi kadar

formalin yang terdapat dalam ikan asin tidak dilakukan karena biaya yang

dibutuhkan untuk menguji kadar formalin cukup besar sehingga peneliti hanya

sampai pada uji kualitatif saja. Setelah itu, peneliti tidak dapat mengetahui sedalam

apa kejujuran jawaban dari responden saat melakukan wawancara.

5.2 Analisis Univariat


5.2.1 Food Safety
Hasil penelitian membuktikan bahwa tingkat keamanan pangan di Kota

Padang memiliki kerawanan, karena dari 14 pasar yang telah dilakukan penelitian

sampelnya, 10 diantaranya positif mengandung formalin, yaitu sebesar 61,0%.

Sedangkan untuk keamanan pangannya hanya menujukkan angka 39,0%. Penelitian

ini sejalan dengan penelitian Safitri tahun 2015 bahwa sebesar 73,5% pedagang

melakukan penjualan makanan berformalin.(11)

Pada saat ini banyaknya beredar ikan asin berformalin di pasaran. Sifat ikan

asin yang bertekstur agak keras, menyebabkan beberapa oknum tidak bertanggung

jawab menambahkan formalin pada ikan asin dengan tujuan agar teksturnya lebih

kenyal dan bersih sehingga dapat mengelabui para pembeli yang pada umumnya

tidak memiliki pengetahuan mengenai ciri ikan asin yang telah mengandung

formalin. Pangan yang tidak aman akan menyebabkan penyakit yang disebut
68

foodborne disease, yaitu segala penyakit yang timbul akibat mengkonsumsi pangan

yang mengandung bahan atau senyawa beracun atau organisme patogen.

5.2.2 Pengetahuan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 36.6% memiliki pengetahuan

rendah dan 63.4% memiliki pengetahuan tinggi. Sebagian besar responden menjawab

benar bahwa formalin berbahaya bagi kesehatan yaitu sebesar 85,4%. Penelitian ini

didukung penelitian Fatima dan Yuliati tahun 2002 tentang pengetahuan, sikap dan

tindakan penjamah makanan terhadap aspek keamanan pangan di usaha katering

menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan keamanan pangan penjamah umumnya

(88,2%) berada dalam kategori baik. Tingkat pengetahuan gizi seseorang sangat

berpengaruh terhadap sikap dan perilaku seseorang dalam memilih makanan yang

akan mempengaruhi status gizinya.(28)

Pengetahuan gizi dan keamanan pangan perlu dimiliki oleh semua orang.

Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang peran makanan dan zat gizi, serta

sumber-sumber zat gizi pada makanan Notoatmodjo tahun 1993.(27) Sedangkan

pengetahuan keamanan pangan merupakan pengetahuan tentang jenis-jenis BTP,

penggunaanya dan bahaya yang akan ditimbulkan jika digunakan dalam jumlah yang

tidak dianjurkan serta pengetahuan tentang jenis-jenis BTP yang tidak dijinkan

digunakan dalam pengelolahan makanan/minuman.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden dengan pengetahuan

tinggi tetap menjual ikan asin yang mengandung formalin. Sebagian besar responden

sudah mengetahui bahwa formalin berbahaya bagi kesehatan sebesar 85,4% dan

dapat menyebabkan keracunan, muntaber, pusing, iritasi kulit, kanker dan kematian

sebesar 68,3%. Namun sebagian responden masih banyak yang belum tahu tentang

kondisi ikan yang mereka jual yaitu sebesar 51,2% dan tanda kerusakan ikan pada
69

ikan asin yaitu berubah warna, tidak berbau, dan tidak dihinggapi lalat sebesar

65,9%. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan responden hanya pada sekedar tahu

saja tanpa memahami tanda ikan yang berformalin sehingga mereka tetap saja

menerima dari distrubutor dan menjual kepada konsumen.

5.2.3 Sikap Penjual Ikan Asin


Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi keamanan pangan yang tidak

baik baik lebih banyak pada responden dengan sikap positif (84.2%) dibandingkan

responden dengan sikap negatif (40.9%). Penelitian ini sejalan dengan penelitian

Safitri tahun 2015 bahwa sebanyak 22 responden (64,7%) responden memiliki

sikap positif terhadap kandungan formalin pada tahu. Sedangkan sebanyak 12

responden (35,3%) memiliki sikap negatif.(11)

Penelitian ini menunjukkan sebagian besar penjual ikan memiliki sikap

positif. Hal ini dapat dilihat dari sebagian besar responden menjawab tidak setuju

terhadap pertanyaan mengkonsumsi ikan asin yang berformalin baik bagi

kesehatan yaitu sebesar 75,6%. Kemudian sebagian responden menyatakan tidak

setuju sebesar 75% terhadap item pernyataan mengkonsumsi ikan asin yang

berformalin baik bagi kesehatan. Namun tetap saja sebagian besar responden setuju

bahwa ikan asin yang mengandung formalin dibolehkan untuk dijual yaitu sebesar

53,7%.

Penelitian Habibah, menunjukan bahwa tingkat sikap responden berbanding

terbalik dengan praktik penjualan makanan berformalin. Responden dengan sikap

yang negatif justru tidak melakukan penjualan makanan berformalin. Sedangkan

yang memiliki sikap positif, melakukan praktik penjualan makanan berformalin.

Dengan demikian sikap positif belum tentu menghasilkan tindakan positif atau

baik.
70

5.2.4 Komitmen Pemerintah pada Penjual Ikan Asin.


Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden cenderung memiliki persepsi

negatif sebanyak 63.4%, sedangkan yang memiliki persepsi positif terhadap

komitmen pemerintah sebanyak 36.6%. Berdasarkan distribusi pertanyaan

menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan tidak setuju sebesar 90,2

% terhadap pernyataan tidak ada penyuluhan dampak formalin terhadap kesehatan.

Kemudian sebagian besar responden juga menyatakan tidak setuju sebesar 85,4 %

terhadap pernyataan belum adanya pemberian sanksi dari pemerintah. Hal ini

menunjukkan masih lemahnya komitmen pemerintah pada penjual ikan asin yang

berformalin.

Komitmen pemerintah dalam hal ini yakni persepsi responden terhadap

dukungan pemerintah dalam pembuatan kebijakan terkait penggunaan formalin.

Kebijakan tersebut tertuang dalam Permenkes Nomor 472/Menkes/Per/V/1996

tentang Pengamanan Bahan Berbahaya Bagi Kesehatan, kemudian pada Permenkes

Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 yakni larangan penggunaan bahan kimia berbahaya

seperti formalin dalam makanan.(29)Selain itu Kepmen Perindustrian dan

Perdagangan Nomor 254/MPP/Kep/7/2000 tentang tata cara perniagaan formalin.

5.3 Analisis Bivariat


5.3.1 Hubungan Pengetahuan Penjual Ikan Asin dengan Food Safety
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh p-value = 0,015 (p<0,05) artinya

terdapat hubungan yang sifnifikan antara pengetahuan penjual ikan asin dengan food

safety. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Permanasari tahun 2010 bahwa

terdapat hubungan antara pengetahuan pedagang dengan sikap terhadap

penggunaan formalin dalam ikan basah (p=0,001).(30) Penelitian ini diperkuat

oleh penelitian Putri tahun 2014 bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
71

pengetahuan pedagang terhadap kandungan formalin pada ikan teri asin

(p=0,031).(31)

Menurut Rogers dalam Notoadmodjo,(27) pengetahuan dapat menjadi dasar

bagi seseorang sebelum orang tersebut mengadopsi perilaku. Sehingga pengetahuan

merupakan salah satu bagian penting yang perlu diketahui dalam analisis perilaku

seseorang. Selain itu, menurut Mubarak, pengetahuan dapat dipengaruhi oleh faktor

seperti pendidikan formal. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan,

dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka seseorang akan

semakin luas pengetahuannya. Jika melihat dari distribusi pendidikannya, pendidikan

sebagia besar responden dapat dikatakan tergolong menuju rendah karena labih

banyak tamatan SMA.

Walaupun responden dalam penelitian ini sebagian besar tamat SMA, namun

hasil jawaban responden terhadap kuesioner menunjukkan secara keseluruhan

pengetahuan responden tinggi. Sebagian responden sudah memiliki pengetahuan

yang baik seperti mengetahui formalin berbahaya bagi kesehatan, dapat

menyebabkan muntaber, pusing, kanker, dll. Namun pengetahuan responden hanya

sekesar tahu, tidak memahami bagaimana tanda-tanda ikan yang berformalin.

5.3.2 Hubungan Sikap Penjual Ikan Asin dengan Food Safety


Berdasarkan hasil penelitian diperoleh p-value = 0.012 (p<0,05) artinya

terdapat hubungan yang sifnifikan antara sikap penjual ikan asin dengan food safety.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Permanasari (2010) bahwa terdapat

hubungan antara sikap pedagang dengan penggunaan formalin dalam ikan

basah (p=0,027).(30) Penelitian ini diperkuat oleh penelitian Putri tahun 2014 bahwa

terdapat hubungan yang bermakna antara sikap pedagang terhadap kandungan

formalin pada ikan teri asin (p=0,006).


72

Menurut Notoadmodjo,(27) sikap merupakan respon yang masih tertutup

terhadap suatu stimulus tetapi melibatkan faktor pendapat dari emosi yang

bersangkutan (senang, tidak senang, setuju, tidak setuju, positif, negatif). Perbedaan

dari sikap dan perilaku dari responden dapat disebabkan oleh adanya suatu reaksi

tertututp responden terhadap peneliti sehingga informasi yang didapat mungkin

kurang dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya.

Respon tertutup yang mungkin menyebabkan sebagian responden tidak jujur

dalam menjawab mungkin terkait nilai, salah satunya nilai keagamaan. Menurut

Hakim, nilai tak hanya dijadikan rujukan untuk bersikap dan berbuat, tetapi juga

dijadikan ukuran benar tidaknya suatu fenomena perbuatan dalam masyarakat. Salah

sat nilai yang terkait dengan sikap yang dapat mempengaruhi perilaku adalah nilai

keagamaan, yang dalam hal ini berkaitan dengan kejujuran responden. Jika nilai

keagamannya tinggi maka apabila si penjual tahu mengenai bahwa ikan asin

berformalin berbahaya bagi kesehatan maja tidak akan dijual.

Selain itu sikap juga terbentuk dari 3 komponen yakni komponen afektif

(perasaan), kognitif (pemikiran), dan perilaku.(32) Dalam penelitian ini

responden cenderung memiliki sikap positif yakni tidak setuju keberadaan formalin,

dapat dikarenakan komponen afektif (perasaan) ketakutan jika respon tertutupnya

diketahui kebenarannya, sehingga menyebabkan responden berfikir untuk

menutupinya dengan sikap positif.

Hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar responden memiliki sikap

postif terhadap keamanan pangan tetapi tetap saja menggunakan formalin pada ikan

asin. Hal ini dapat juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti status ekonomi,

dukungan teman, keluarga, nilai dan keyakinan.


73

5.3.3 Hubungan Komitmen Pemerintah Pada Penjual Ikan Asin dengan Food
Safety
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh p-value = 0.368 (p>0,05) artinya tidak

terdapat hubungan antara sikap penjual ikan asin dengan food safety. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa responden yang memiliki keamanan pangan yang

tidak baik (tidak safety) memiliki persepsi yang hampir sama terhadap komitmen

pemerintah yaitu persepsi negatif sebesar 53,8% dan persepsi positif 73,3%.

Menurut Wijaya tahun 2009 peraturan keamanan pangan jajanan dapat

mempengaruhi perilaku pedagang serta menurut Sugiyatmin tahun 2006 pembinaan,

pengawasan petugas kesehatan dalam penjualan pangan jajanan juga dapat

mempengaruhi perilaku pedagang pangan jajanan.(33)

Larangan keberadaan formalin pada makanan telah ditegaskan pada

peraturan SNI-01-0222-1995 tentang bahan tambahan makanan Lampiran II.

Kemudian Permenkes, nomor 472/Menkes/Per/V/1996 tentang Pengamanan Bahan

Berbahaya Bagi Kesehatan. Kemudian, Permenkes Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988

yakni Larangan penggunaan bahan kimia berbahaya seperti formalin dalam

makanan. Menurut Tjahajana, peraturan pemerintah terkait larangan keberadaan

formalin pada makanan ini bertujuan untuk melindungi konsumen dari dampak

kesehatan akibat makanan tersebut.(34)

Menurut teori Notoatmodjo,(27) upaya peraturan pemerintah tersebut

termasuk dalam kategori Enforcement (tekanan) yang bertujuan untuk mengubah

perilaku masyarakat agar berperilaku sehat dengan cara tekanan melalui UU,

PP, dan Intruksi pemerintah. Biasanya upaya dengan pendekatan tersebut lebih

cepat mengubah perilaku namun tidak langgeng (sustainable), karena perubahan

perilaku yang dihasilkan dengan cara ini tidak didasari oleh pengertian dan

kesadaran yang tinggi terhadap tujuan perilaku tersebut. Responden dalam


74

penelitian ini mungkin sebagian mengetahui peraturan pemerintah yang

melarang formalin pada makanan namun mereka hanya sekedar mengetahui dan

belum sadar akan bahayanya. Selain itu, hanya dengan mengetahui peraturan

pemerintah mengenai larangan formalin dan golongan formalin, tidak dapat

mengubah perilaku secara langgeng (sustainable), sehingga perlu penyadaran

dengan dilakukan penyuluhan kesehatan terkait hal tersebut agar perilaku yang

dihasilkan langgeng.

Pada penelitian ini para penjual ikan asin berpendapat bahwa pemerintah

cukup melaksanankan tugasnya dalam operasi pasar. Namun, dari penelitian yang

dilakukan terlihat para penjual ikan asin tersebut berpendapat bahwa walaupun

adanya operasi pasar dilaksanakan, tetapi pihak pemerintah tidak pernah memberikan

informasi terkait hal tersebut, sehingga para penjual ikan asin menjadi tidak tahu atas

hasil pemeriksaan yang telah dilakukan. Menurut para penjual ikan asin, hasil

pemeriksaan yang telah dilakukan pemerintah di laboratorium seharusnya

diberitahukan kepada yang bersangkutan dan apabila terbukti positif mengandung

formalin seharusnya diberikan sanksi yang sesuai dengan peraturan pemerintah yang

berlaku saat ini. Dari hasil penelitian, terlihat bahwa para penjual ikan asin sangat

memerlukan perhatian yang lebih dari pemerintah terkait praktek penggunaan

formalin yang ada diwilayah mereka.


75

BAB 6 : KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai hubungan

pengetahuan, sikap, dan penjual ikan asin di Pasar Kota Padang, maka diperoleh

kesimpulan sebagai berikut:

1. Kondisi keamanan pangan di Pasar Kota Padang menunjukkan angka 39%.

Hal ini menujukkan bahwa kurang dari setengah tidak mencapai kondisi

kemanan pangan di Pasar Kota Padang.

2. Pengetahuan penjual ikan asin di Pasar Kota Padang berada pada kategori

rendah sebesar 36.6% dan kategori tinggi sebesar 63.4%.

3. Sikap penjual ikan asin negatif 53.7% dan 46.3% positif.

4. Komitmen pemerintah pada penjual ikan asin negatif 63.4% dan 36.6%

positif.

5. Terdapat hubungan yang bermakna anatara pengetahuan penjual ikan asin

dengan dengan food safety di pasar Kota Padang.

6. Mengetahui hubungan yang bermakna antara sikap penjual ikan asin dengan

dengan food safety di pasar Kota Padang.

7. Tidak terdapat hubungan antara sikap komitmen pemerintah pada penjual

ikan asin dengan dengan food safety di pasar Kota Padang.

6.2 Saran
6.2.1 Saran Bagi Masyarakat
1. Dengan ditemukannya ikan asin yang mengandung formalin, diharapkan

masyarakat dapat lebih cermat dalam mengenali mana ikan asin yang
76

berformalin berdasarkan ciri fisiknya. Usahakan membeli ikan asin yang

tidak dihinggapi lalat dan belilah pada penjual yang mengizinkan jika ikan

asinnya kita pegang dan cium baunnya terlebih dahulu. Apabila bertekstur

kenyal, bersih putih, bau menyengat, dan tidak dihinggapi lalat, maka dapat

dicurigai ikan asin tersebut positif mengandung formalin. Selain itu, jika

masyarakat mendapati ikan asinnya mengandung formalin, sebaiknya

masyarakat melaporkan kasus tersebut ke YLKI untuk mendapatkan haknya

sebagai konsumen dengan mendapatkan makanan yang aman.

2. Diharapkan bagi para penjual ikan asin lebih cerdas dalam mengenali ciri

ikan asin berformalin dan memperbolehkan konsumen memilih, memegang

ikan asin yang akan dibelinya.

3. Diharapkan bagi para produsen ikan asin untuk lebih menambah

pengetahuan bahwa formalin merupakan bahan pengawet yang dilarang

karena berbahaya bagi kesehatan, agar tidak merugikan penjual ikan asin

dan juga konsumen ikan asin dari segi kesehatan.

6.2.2 Saran Bagi Pemerintah


1. Sebaiknya BPOM dan Dinkes setempat memberikan sanksi tegas dengan

menyita ikan asin yang terbukti berformalin dari penjual ikan asin.

2. BPOM RI perlu meningkatkan pengawasan terhadap keamanan makanan

langsung ke setiap pasar, khususnya bagi makanan yang tingkat konsumsi di

masyarakatnya tinggi seperti ikan asin.

3. Dinas PERINDAG perlu mengawasi penjualan formalin agar tidak

disalahgunakan untuk mengawetkan makanan.

4. Perlu adanya pengawasan dari pihak Dinkes setempat untuk menyelidiki

keamanan pangan di wilayahnya. Dan memberikan penyuluhan kepada


77

penjual ikan asin serta masyarakat mengenai dampak yang serius jika

makanan berformalin terus dikonsumsi.

6.2.3 Saran Bagi Lembaga Konsumen


YLKI sebaiknya membantu dalam mempertegas hak perlindungan konsumen

mengingat dampak negatif yang membahayakan kesehatan akibat ikan asin yang

berformalin.

6.2.4 Saran Bagi Peneliti Selanjutnya


1. Diharapkan penelitian selanjutnya dapat melihat kadar formalin secara

kuantitatif yang ada dalam ikan asin.

2. Diharapkan penelitian selanjutnya dapat melakukan pendekatan mendalam

dengan para responden, sehingga benar-benar menggali sikap dari

responden. Hal tersebut bertujuan untuk membuka peluang mendapatkan

benar-benar perwujudan emosional dari diri responden.

3. Diharapkan penelitian selanjutnya dapat mengamati penjualan makanan

berformalin lain seperti tahu dan mie.


78

DAFTAR PUSTAKA

1. Marwanti. Keamanan Pangan dan Penyelenggaraan Makanan. 2010.

2. Undang-undang No 7 Tentang Pangan. 1996.

3. Ramadhani ND. Identifikasi Formalin Pada Buah Anggur dan Apel yang Dijual
di Pasar Raya Kota Padang. Padang: Andalas; 2013.

4. Fauziah. Pengetahuan, Sikap Produsen Ikan Asin Tentang Formalin dengan


keberadaan Formalin dalam Ikan Asin di TPI Lorok Semarang. Semarang2006.

5. Salosa YY. Uji Kadar Formalin, Kadar Garam dan Total Bakteri Ikan Asin
Tenggiri Asal Kabupaten Sarmi Provinsi Papua. Papua: Universitas Negeri
Papua; 2013.

6. Yusfiani M, Dharma B. Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Pekerja Perikanan


Terhadap Bahan Tambahan Pangan Berbahaya. Berkala Perikanan Terubuk.
2016;44.

7. Mihal V. Identifikasi Penggunaan Formalin yang Terdapat pada Ikan Asin di


Pasar Raya Padang. Padang: Universitas Andalas; 2016.

8. Ulfa S. Pengelolaan Taman Pulau Kecil sebagai Daerah Kawasan Konservasi


Parairan di Kota Padang. Padang: Universitas Andalas 2016.

9. Habibah TPZ. Identifikasi Penggunaan formalin Pada Ikan Asin dan Faktor
Perilaku Penjual di Pasar Tradisional Kota Semarang. Unnes Journal of Public
Health. 2013;3.

10. Organization WH. 1984.

11. Safitri AR. Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Penjual Tahu Mengenai
Tahu Berformalin di Pasar Daerah Semanan Jakarta Barat. Jakarta: Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah; 2015.

12. Rahman TK. Analisa Kadar Formalin pada Ikan Asin yang Dipasarkan di Kota
Gorontalo. Gorontalo: Universitas negeri Gorontalo; 2014.

13. Wardani RI, Mulasari SA. Identifikasi Formalin Pada Ikan Asin yang Dijual di
Kawasan Pantai Teluk Penyu Kabupaten Cilacap. Kesehatan Masyarakat.
2016;10.

14. Femelia W. Analisa Penggunaan Zat Warna Pada Keripik Balado yang
Diproduksi di Kecamatan Payakumbuh Barat. Medan: Universitas Sumatera
Utara; 2009.
79

15. 722/Menkes/Per/IX PRN. 1988.

16. Purba WKD. Studi Identifikasi Kandungan Formalin Pada Ikan Teri Nasi Asin
di Pasar Tradisional dan Pasar Modren Kota Semarang. Kesehatan
Masyarakat.3.

17. Fauzi L. Selektifitas Metode Analisis Formalin Secara Spektrofotometri dengan


Pereaksi Schyver. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta; 2016.

18. Mima, Karimuna L, Asyik N. Analisis Formalin pada Ikan Asin di Beberapa
PasarTradisional Kota Kendari. Jurnal Sains dan teknologi Pangan. 2016;1.

19. Anwardah. Sifat, Pembuatan dan Kegunaan Senyawa Formalin. Sains Kimia.
2016.

20. 18 U-URN. 2012.

21. Salosa YY. Uji kadar Formalin, Kadar Garam dan Total Bakteri Ikan Asin
Tenggiri Asal Kabupaten Sarmi Provinsi Papua. Papua: Universitas Negeri
Papua; 2013.

22. Antoni S. Analisa Kandungan Formalin Pada Ikan Asin dengan Metoda
Spektrofotometri di Kecamatan Tampan. Pekanbaru: Universitas Islam Negeri
Sultan Syarif Kasim Riau; 2010.

23. Keamanan Pangan. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2011.

24. Susianawati R. Kajian penerapan GMP dan SSOP pada Produk Ikan Asin
Kering dalm Upaya Peningkatan Keamanan Pangan di Kabupaten Kendal.
Semarang: Universitas Diponegoro; 2006.

25. Makanan BPOd. Keamanan Pangan pada Jajanan Anak Sekolah. 2015.

26. Pradewo B. Penjual Makanan Mengandung Boraks dan Formalin Akan


Diselidiki Jakarta Timur2015.

27. Notoadmodjo S. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: PT. Rineka
Cipta; 2007.

28. Indra F. Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Penjamah Makanan terhadap


Aspek Kemanan Pangan. Bogor: Institut Pertanian Bogor; 2002.

29. SAFITRI AR. Gambaran Pengetahuan, Sikap, Dan Perilaku Penjual Tahu
Mengenai Tahu BeRformalin Di Pasar Daerah Semanan Jakarta Barat.
JAKARTA Tahun 2015.

30. Permanasari. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Pedagang dengan Praktik


Penggunaan Formalin Pada Produk Ikan Basah di Beberapa Pasar
Tradisional di Yogyakarta. yogyakarta: Universias Diponegoro; 2010.
80

31. Putri MRI. Hubungan Perilaku Pedagang Terhadap Kandungan Formalin Pada
Ikan Teri Asin(Stolephorus Sp)Di Pasar Tradisional kota Magelang

32. Waluyo. Pengantar Untuk Perawatan & Profesional Kesehatan. Psikologi


Kesehatan. 2000.

33. Rika W. Penerapan dan Praktek Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah di SD
Kota dan Kabupaten Bogor. Bogor: Institut Pertanian Bogor; 2009.

34. Tjahajana. penyalahgunaan Formalin dan Peran Pemerintah. 2006.

You might also like