Professional Documents
Culture Documents
UNIVERSITAS ANDALAS
Oleh :
FATIMAH JANNAH
No. BP. 1311211084
Oleh :
FATIMAH JANNAH
No. BP : 1311211084
Usulan penelitian skripsi ini telah diperiksa, disetujui dan siap untuk
dipertahankan dihadapan tim penguji proposal penelitian skripsi
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas
Pembimbing I Pembimbing II
Putri Nilam Sari, SKM, M.Kes Nizwardi Azkha,SKM, MPPM, M.Si, M.Pd
NIP. 198903132014042003 NIP. 195510201976071001
PERNYATAAN PENGESAHAN
DATA MAHASISWA:
Nama Lengkap : Fatimah Jannah
Nomor Buku Pokok : 1311211084
Tanggal Lahir : 07 Oktober 1994
Ikan asinn Masuk : 2013
Peminatan : Kesehatan Lingkungan &
Keselamatan & Kesehatan Kerja (K3)
Nama Pembimbing Akademik: Isniati, SKM, MPH
Nama Pembimbing I : Putri Nilam Sari, SKM, M.Kes
Nama Pembimbing II : Nizwardi Azkha, SKM, MPPM, M.Pd, M.Si
Nama Penguji I : Septia Pristi Rahmah, SKM, MKM
Nama Penguji II : Dr. Aria Gusti, SKM, M.Kes
JUDUL PENELITIAN:
HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN KOMITMEN PEMERINTAH
PADA PENJUAL IKAN ASIN TERHADAP FOOD SAFETY DI KOTA
PADANG
Menyatakan bahwa yang bersangkutan telah memenuhi persyaratan akademik
Mengetahui, Mengesahkan,
Ketua Prodi IKM Ketua Bagian K3&Kesling
Fatimah Jannah
No.BP:1311211084
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ANDALAS
ABSTRAK
Tujuan Penelitian
50% hasil tangkapan ikan diolah secara tradisional dan ikan asin merupakan salah
satu produk olahan ikan secara tradisonal yang banyak dikonsumsi masyarakat.
Berdasarkan dari penelitian sebelumnya, diketahui 30% dari sampel ikan asin yang
dijual di Pasar Raya Kota Padang positif mengandung formalin. Hasil tersebut
diperoleh melalui hasil uji makanan di Laboratorium. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan pengetahuan, sikap, dan penjual ikan asin terhadap food safety
di Pasar Kota Padang.
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain cross sectional.
Penelitian ini dilakukan dari bulan Mei-Juli 2017. Populasi dalam penelitian ini
adalah penjual ikan asin yang ada di Pasar Kota Padang dengan jumlah sampel
sebanyak 41 responden dengan teknik proportional stratified random sampling..
Pengumpulan data dilakukan melalui hasil laboratorium dan kuesioner. Pengolahan
data dilakukan secara univariat dan bivariat. Analisis data dengan uji chi-square.
Hasil
Hasil univariat menunjukkan bahwa food safety di Pasar Kota Padang sebesar 39%.
Analisis bivariat didapatkan ada hubungan terbalik antara pengetahuan p-
value=0,015 dan sikap p-value=0,012 dengan food safety. Variabel yang tidak
berhubungan adalah komitmen pemerintah p-value=0,368.
Kesimpulan
Ada hubungan antara pengetahuan dan sikap penjual ikan asin di Pasar Kota Padang
dengan food safety. Diharapkan santri selalu menjaga kebersihan diri dan lingkungan
dan dari pihak instansi agar memperhatikan sarana dan prasarana yang ada di asrama.
i
FACULTY OF PUBLIC HEALTH
ANDALAS UNIVERSITY
ABSTRACT
Objective
50% of catches are traditionally processed and salted fish is one fish processed
products are consumed traditional society. On the basis of previous research, 30% of
the sample of salted fish being sold in The city of Padang positive contain
formaldehyde. The results obtained through the food test results in the laboratory.
This research aims to know the relationship of knowledge, attitudes, and sellers of
salted fish against the food safety in the Market Town of Padang.
Method
This reseach was an observational research using cross sectional design. This
research was doing from May-July 2017. Population of this research is the seller of
the salted fish that exist in the market town of Padang with number of sample were
41 respondents with proportional stratified random sampling technique. Data
collection was done through laboratory results and questionnaire. Data processing
was performed by univariate and bivariate. The data was processed with analyzed by
Chi-Square.
Result
The results of univariate obtained the percentage food safety in the market town of
Padang 39%. Based on bivariate found that reverse correlation variable knowledge p-
value=0,015 and attitude p-value=0,15 with food safety Unrelated variables are
government commitment p-value = 0,368.
Conclusion
There is a relationship between personal hygiene and practice with skin diseases. It is
expected that students always maintain personal hygiene and environment and from
the agency to pay attention to existing facilities and infrastructure in the dorm.
Reference : 34 (1984-2016)
Key word : Food safety, Knowledge, Attitude, Commitment Government
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat, nikmat dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan Skripsi yang
dan gagasan dari berbagai pihak, untuk itu peneliti mengucapkan terima kasih
kepada:
2. Ibu Ade Suzana Eka Putri, M.CommHealth Sc, Ph.D selaku Ketua Program
Universitas Andalas.
3. Ibu Putri Nilam Sari, SKM, M.Kes, selaku pembimbing satu yang telah
4. Bapak Nizwardi Azkha, SKM, MPPM, M.Pd, M.Si selaku pembimbing dua
5. Ibu Septia Pristi Rahmah, SKM, MKM, selaku penguji satu yang telah
6. Bapak Dr. Aria Gusti, SKM, M.Kes, selaku penguji dua yang telah
iii
7. Bapak dan Ibu Dosen beserta Staf Program Studi Kesehatan Masyarakat
8. Kedua orang tua dan kelarga tercinta yang selalu memberikan bantuan,
dukungan dan semangat secara moril maupun materil demi kelancaran studi
9. Semua pihak yang telah terlibat secara langsung maupun tidak langsung
skripsi terdapat kekurangan. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran
pengetahuan di masa yang akan datang. Semoga semua bantuan, bimbingan dan amal
kebaikan yang telah diberikan dijadikan amal shaleh dan diridhoi Allah SWT.
iv
DAFTAR ISI
PERNYATAAN PENGESAHAN
ABSTRAK ................................................................................................................... i
ABSTRACT ................................................................................................................ ii
v
2.1.2 Prinsip Penggaraman Ikan........................................................................... 9
2.9.2 Sikap.......................................................................................................... 32
vi
2.9.2.1 Definisi Sikap ..................................................................................... 32
2.15 Hipotesis......................................................................................................... 42
vii
3.6 Cara Uji Laboratorium pada Ikan Asin ............................................................ 48
4.3.1.1 Hasil Uji Kandungan Formalin Pada Ikan Asin di Pasar Kota Padang
........................................................................................................................ 59
viii
4.4 Analisis Bivariat ............................................................................................... 63
4.4.1 Hubungan Pengetahuan Penjual Ikan Asin dengan Food Safety .............. 64
4.4.3 Hubungan Komitmen Pemerintah pada Penjual Ikan Asin dengan Food
Safety .................................................................................................................. 66
5.3.1 Hubungan Pengetahuan Penjual Ikan Asin dengan Food Safety .............. 70
5.3.3 Hubungan Komitmen Pemerintah Pada Penjual Ikan Asin dengan Food
Safety .................................................................................................................. 73
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Berjualan Ikan Asin ............ 58
Tabel 4.8 Distribusi Item Pertanyaan Pengetahuan Penjual Ikan Asin ...................... 60
Tabel 4.10 Distribusi Item Pertanyaan Sikap Penjual Ikan Asin ............................... 61
Tabel 4.12 Distribusi Item Pertanyaan Komitmen Pemerintah Penjual Ikan Asin .... 63
Tabel 4.13 Hubungan Pengetahuan Penjual Ikan Asin dengan Food Safety ............ 64
Tabel 4.14 Hubungan Sikap Penjual Ikan Asin dengan Food Safety ........................ 65
Tabel 4.15 Hubungan Komitmen Pemerintah pada Penjual Ikan Asin dengan
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR ISTILAH/SINGKATAN
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
BAB 1 : PENDAHULUAN
Keamanan pangan (food safety) merupakan hal yang penting dari ilmu
sanitasi. Banyaknya lingkungan kita yang secara langsung maupun tidak lansung
berhubungan dengan suplay makanan manusia. Hal ini disadari sejak awal sejarah
dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran
biologis, kimia dan benda lain yang dapat menganggu, merugikan dan
menurut Peraturan Menteri Kesehatan (Menkes) RI No. 033 Tahun 2012 adalah
tingkat pengetahuan konsumen yang rendah mengenai bahan pengawet, daya awet
makanan yang dihasilkan lebih bagus, dan harga murah tanpa mengindahkan
formalin, juga menjadi salah satu pendorong perilaku konsumen tersebut. Deteksi
pangan yang dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan, makanan yang
1
2
menggunakan formalin sebagai bahan pengawet antara lain dijumpai pada produk
ikan segar, ikan asin, mie basah, ayam potong dan tahu.(4)
mengandung asam amino essensial yang diperlukan oleh tubuh, di samping itu nilai
dibandingkan produk daging, buah dan sayuran. Proses pengolahan ikan secara
tradisional. Hampir 50 % hasil tangkapan ikan diolah secara tradisional dan ikan asin
merupakan salah satu produk olahan ikan secara tradisional yang banyak dikonsumsi
masyarakat. Pengasinan ikan adalah salah satu cara pengawetan ikan agar tidak
yang dicurigai menggunakan bahan berbahaya dari tahun 2013 ke 2014 mengalami
peningkatan sebanyak 7,86% menjadi 15,06%. Bahaya dari konsumsi ikan asin saat
ini adalah digunakannya senyawa kimia formalin dalam proses pengawetan ikan
formalin pada ikan dan hasil laut menempati peringkat teratas. Yakni, 66% dari total
786 sampel. Sementara mie basah menempati posisi kedua dengan 57%. Tahu dan
Sumatera Barat merupakan daerah dengan wilayah garis pantai yang cukup
panjang serta berbatasan langsung dengan samudera hinida, hal ini pun mendukung
tingginya potensi hasil kekayaan laut, khususnya berupa ikan. Berdasarkan data yang
diperoleh oleh Badan Pusat Statistik Sumatera Barat, Ikan merupakan penyumbang
3
Padang merupakan ibukota Provinsi Sumatera Barat, terletak di pesisir pantai bagian
Barat dengan luas keseluruhan Kota Padang adalah 694,96 2 . Kota padang
kecamatan yang bersentuhan lansung dengan pantai yaitu : Kecamatan Koto Tangah,
Kecamatan Lubuk Begalung dan Kecamatan Bungus Teluk Kabung. Wilayah pesisir,
laut dan Pulau-pulau kecil ini mempunyai potensi sumber daya alam antara lain
perikanan, hutan bakau, dan terumbu karang. Kota padang memiliki 14 pasar dengan
serupa, namun sudah cukup lama yaitu pada tahun 2007 sehingga butuh adanya
asin ini. Penelitian ini pun dilakukan terhadap beberapa jenis sampel yaitu tahu,
bakso, mie basah, kerupuk, ikan kering (ikan asin), dan ikan tuna yang masing-
ditemukan dari 18 sampel yang diteliti ditemukan satu sampel dengan hasil positif
yaitu pada ikan tuna dan sisanya bebas formalin. Selain itu, ada beberapa penelitian
terbaru yang dilakukan oleh mahasiswa FK Unand berkaitan hal diatas, yakni terkait
4
penggunaan formalin pada tahu. Dari 18 sampel yang diteliti ditemukan 17 sampel
digunakan sebagai bahan pengawet ikan asin yang dijual di Kota Padang,
menimbang pada penelitian sebelumnya tidak ditemukan adanya formalin pada tahun
lalu pada penelitian ini sudah ditemukan. Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan
serupa yang dapat terjadi pada ikan asin. Selain itu, pada survey yang dilakukan
peneliti ke lapangan terlihat beberapa ikan asin yang dijual di Pasar Raya memiliki
ciri-ciri yang hampir sama dengan ciri-ciri ikan asin yang menggunakan formalin,
diantaranya tidak rusak sampai lebih dari satu bulan pada suhu kamar (250 C), bersih
cerah, tidak berbau khas ikan asin dan tidak dihinggapi lalat.(8)
Ikan sangat dihargai baik dalam bentuk segar dan kering. Ikan merupakan
sumber protein hewani yang tinggi. Ikan terdiri dari ikan air tawar dan ikan laut. Ikan
mengandung 18% protein terdiri dari asam-asam amino esensial yang tidak rusak
pada waktu pemasakan. Harganya pun relatif murah dibandingkan dengan daging.(6)
mengenai ikan asin yang aman dan baik untuk dikonsumsi masih kurang. Yang
paling ramai dibicarakan di media massa akhir-akhir ini adalah keracunan makanan
karena penggunaan zat kimia berbahaya, seperti formalin dan boraks dalam
makanan. Formalin yang dicampurkan pada makanan dapat menjadi racun bagi
Kondisi keamanan pangan yang baik akan menghasilkan manusia yang lebih
disease) dan menurunkan beban biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk kasus
Dalam penjualan ikan asin yang diduga mengandung formalin terdapat faktor
perilaku penjual ikan asin yang dapat mempengaruhi masih adanya ikan asin yang
faktor utama yakni faktor predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor penguat. Faktor
(BTP) akan cenderung membuat kebiasaan manjual makanan yang mengandung BTP
yang tidak baik. Faktor yang sama juga diteliti oleh Permanasari, didapatkan hasil
56,67% pengetahuan pedagang kurang, 53,3% memiliki sikap negatif, dan 50%
meneliti gambaran pengetahuan, sikap, dan perilaku penjual ikan asin terhadap food
pengetahuan, sikap, dan komitmen pemerintah pada penjual ikan asin terhadap food
pengetahuan, sikap, dan komitmen pemerintah pada penjual ikan asin tentang ikan
1. Mengetahui distribusi frekuensi food safety pada penjual ikan asin di Pasar
Kota padang
pasar Kota Padang tentang ciri ikan asin berformalin dan dampak formalin
6. Mengetahui hubungan sikap penjual ikan asin dengan dengan food safety di
2. Sebagai masukan bagi BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan), Dinas
Kesehatan Kota Padang dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan dalam hal
makanan.
penelitian ini adalah pedagang/penjual ikan asin tersebar di 14 pasar Kota Padang.
Penelitian ini untuk mengidentifikasi keberadaan formalin pada ikan asin dan melihat
gambaran pengetahuan, sikap, dan komitmen pemerintah pada penjual ikan asin
terhadap food safety di Kota Padang. Food safety yang diteliti adalah ikan asin yang
mengandung formalin.
BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA
Ikan asin adalah bahan makanan yang terbuat dari daging ikan yang
daging ikan yang biasanya membusuk dalam waktu singkat dapat disimpan di suhu
kamar untuk jangka waktu berbulan-bulan, walaupun biasanya harus ditutup rapat.
Ikan sebagai bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan mengandung asam
amino essensial yang diperlukan oleh tubuh, disamping itu nilai biologisnya
ikan, hasil yang diinginkan, serta daerah produksinya. Pada jenis ikan asin besar
garam pada seluruh bagian ikan dan rongga perut. Penggaraman basah dilakukan
basah sering kali diterapkan untuk ikan yang berukuran kecil misalnya teri.
Kemurnian garam akan sangat mempengaruhi mutu ikan asin yang dihasilkan.
8
9
coklat kotor atau kuning. CaSO4 menyebabkan daging ikan menjadi berwarna putih
menggunakan garam sebagai media pengawet, baik yang berbentuk Kristal maupun
larutan. Selama proses penggaraman, terjadi penetrasi garam ke dalam tubuh ikan
dan keluarnya cairan dari tubuh ikan karena perbedaan konsentrasi. Cairan itu
dengan cepat dapat melarutkan kristal garam atau mengencerkan larutan garam.
garam akan memaski tubuh ikan. Lama kelaman kecepatan proses pertukaran garam
dan cairan semakin lambat dengan menurunnya konsentrasi garam di luar tubuh ikan
dan meningkatnya konsentrasi garam di luar tubuh ikan. Bahkan pertukaran garam
dan cairan tersebut berhenti sama sekali setelah terjadi keseimbangan. Proses itu
protein denaturasi serta pengerutan sel-sel tubuh ikan sehingga sifat dagingnya
berubah.
Ikan yang telah mengalami proses penggaraman, sesuai dengan prinsip yang
berlaku, akan mempunyai daya simpan tinggi karena garam dapat berfungsi
menghambat atau membunuh bakteri yang terdapat di dalam tubuh ikan. Cara kerja
garam di dalam menjalankan fungsi kedua adalah garam menyerap cairan tubuh ikan,
selain itu garam juga menyerap cairan tubuh bakteri sehingga proses metabolisme
dan mati.
cukup banyak bakteri halofilik yang dapat merusak ikan kering. Beberapa jenis
bakteri dapat tumbuh pada larutan garam berkonsentrasi tinggi, misalnya red
halofilic bacteria yang menyebabkan warna merah pada ikan. Selain itu
terjadi plasmolisis. Kadar air dalam sel bakteri ekstrasi, sehingga menyebakan
menurunkan kadar air dalam daging ikan. Dengan demikian, pertumbuhan bakteri
semakin terhambat.
Pada proses penggaraman, pengawetan dilakukan dengan cara mengurangi kadar air
dalam badan ikan sampai titik tertentu sehingga bakteri tidak dapat hidup dan
berkembang lagi. Pengawetan ikan dengan cara penggaraman terdiri dari 2 proses,
yaitu proses penggaraman dan proses pengeringan. Adapun tujuan utama dari
memperpanjang daya tahan dan daya simpan ikan. Ikan yang mengalami proses
penggaraman menjadi awet karena garam dapat menghambat atau membunuh bakteri
penyebab kebusukan pada ikan. Garam merupakan faktor utama dalam proses
mempengaruhi mutu ikan yang dihasilkan. Garam juga merupakan bahan pembantu
konsentrasi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan kebasaan, serta dapat
Secara umum garam terdiri atas 39,39% Na dan 60,69% Cl, bentuk Kristal
seperti kubus dan berwarna putih. Di dalam pengolahan ikan asin, biasanya garam
11
diperuntukkan sebagai pengawet dan pemeberi rasa. Sebagai bahan pengawet, garam
tingkat kemurnian garam. Garam yang baik adalah garam yang mengandung NaCl
cukup tinggi (95%) dan sedikit mengandung elemen magnesium (Mg) maupun
kalsium (Ca). Elemen tersebut mempengaruhi mutu ikan asin yang dihasilkan
karena:
yang dihasilkan mempunyai daging yang putih, kaku, dan agak pahit.
4. Garam yang mengandung MgCl atau MgSO4 akan menghasilkan ikan asin
a. Solar salt, garam yang berasal dari air laut yang dikeringkan atau dijemur
c. Garam yang diperoleh dari air kering yang keluar dari tanah kemudian
dikeringkan.
Komposisi kimia garam kelas 1, 2 dan 3 dapat disajikan pada Tabel dibawah
ini.
dengan cara :
1. Melakukan penyiangan ikan yang akan diolah kemudian dicuci agar bersih
2. Menyediakan sejumlah garam kristal sesuai berat ikan, untuk ikan berukuran
besar jumlah garam yang harus disediakan berkisar 20 30% dari berat ikan,
untuk ikan berukuran sedang 15 20%, sedangkan ikan yang berukuran kecil
5%.
garam dan ikan yang akan diolah. Lapisan garam ini berfungsi sebagai alas
4. Menyusun ikan di atas lapisan garam tersebut dengan cara bagian perut ikan
berukuran sedang dan ikan yang berukuran kecil selama 12-24 jam.
mengering.
yang telah disiangi disusun di dalam wadah/bak kedap air, kemudian tambahkan
larutan garam secukupnya hingga seluruh ikan tenggelam dan beri pemberat agar
tidak terapung. Lama perendaman 1 - 2 hari, tergantung dari ukuran/tebal ikan dan
terhadap ikan dan dicuci dengan air bersih. Kemudian ikan disusun di atas para-para
menggunakan bak. Ikan dicampur dengan Kristal garam seperti pada penggaraman
kering di atas lantai atau diatas gelada kapal. Larutan garam yang terbentuk dibiarkan
mengalir dan tebuang. Cara tersebut tidak memerlukan bak, tetapi memerlukan lebih
banyak garam untuk mengimbangi larutan garam yang mengalir dan terbuang. Proses
penggaraman kench lebih lambat. Oleh karena itu, pada udara yang panas seperti di
14
selama penggaraman.
ikan yang dihasilkan lebih padat. Pada penggaraman basah, banyak sisik-sisik ikan
yang terlepas dan menempel pada ikan sehingga menjadikan ikan tersebut kurang
Proses penggaraman berlansung lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi,
tetapi proses-proses lain termasuk pembusukan juga berjalan lebih cepat. Di Negara
dingin, penggaraman dilakukan pada suhu rendah, dan ternyata hasil keseluruhannya
lebih baik dari pada yang diletakkan pada suhu tinggi. Indonesia merupakan Negara
tropis yang memiliki suhu panas, sebaiknya penggaraman dilakukan di tempat yang
teduh. Daya awet ikan yang digarami beragam tergantung pada jumlah garam yang
dipakai semakin panjang daya awet ikan. Tetapi umumnya orang kurang suka ikan
tubuh ikan, selain tingkat kemurnian garam yang digunakan, yaitu sebagai berikut:
Semakin tinggi kadar lemak yang terdapat didalam tubuh ikan semakin
3. Kesegaran ikan
Pada ikan yang memiliki kesegaran yang rendah, proses penetrasi garam
mempunyai tubuh yang relative lunak, cairan tubuh tidak terikat dengan kuat
dan mudah terisap oloeh larutan garam yang mempunyai konsentrasi lebih
tinggi. Apabila ikan kurang segar, produk ikan asin yang dihasilkan akan
4. Temperatur ikan
Semakin tinggi temperatur tubuh ikan maka semakin cepat pula proses
penetrasi garam ke dalam tubuh ikan tersebut. Oleh karena itu, sebelum
terdapat dalam tubuh ikan, semakin cepat proses penetrasi garam ke dalam
tubuh ikan. Selain itu, proses penetrasi garam akan menjdai lebih cepat lagi
semakin tinggi daya awet ikan tersebut akan tetapi ikan menjadi semakin asin
tidak dimakan sendiri sebagai suatu makanan dan biasanya tidak digunakan sebagai
bahan-bahan khas untuk makanan, baik mempunyai nilai gizi atau tidak, yang bila
bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta memperpanjang masa simpan.(6) Pemakaian
16
bahan tambahan pangan di Indonesia diatur oleh Departemen Kesehatan dan diawasi
pengolahan.
pengolahan
asam sitrat, dsb dan sintesis yang terbuat dari bahan kimia. Penggunaan bahan
sintesis mempunyai kelebihan yakni lebih pekat, lebih stabil dan lebih murah namun
Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan
2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang
sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan
selama proses produksi, pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula
untuk tujuan produksi bahan mentah atau penanganannya yang masih terus
polisiklis.
ambang batas yang telah ditentukan. Jenis BTP ada 2 yaitu GRAS (Generally
Recognized as Safe), zat ini aman dan tidak berefek toksik misalnya gula (glukosa).
Sedangkan jenis lainnya yaitu ADI (Acceptable Daily Intake), jenis ini selalu
kesehatan konsumen.
diizinkan, ditambahkan dan yang dilarang (disebut Bahan Tambahan Kimia) oleh
1. Antioksidan (Antioxidant)
7. Pengawet (Preservative)
9. Pewarna (Colour)
10. Penyedap Rasa dan Aroma, Penguat Rasa (Flavour, Flavour Enhancer)
2. Formalin (Formaldehyd)
4. Kloramfenikol (Chlorampenicol)
6. Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate)
7. Nitrofuranzon (Nitrofuranzone)
Selain bahan tambahan diatas masih ada bahan tambahan kimia yang dilarang
2.3 Formalin
2.3.1 Definisi Formalin
Ganis (1995) menyatakan formalin dengan rumus kimia 2 ialah larutan
gas formaldehid 37% dalam air, larutan formalin 1% bersifat bakterisit tetapi perlu
sumbernya formaldehid untuk pengawet berasal dari hasil sintesis secara kima.
Formaldehid adalah gas yang biasanya tersedia dalam bentuk 40% (formalin),
besar bakteri dan jamur (termasuk spora mereka). Hal ini juga digunakan sebagai
pengawet dalam vaksin, dimana formalin digunakan untuk membunuh virus dan
bakteri yang tidak diinginkan yang mungkin mencemari vaksin selama produksi.(17)
glycol.
20
formalin sebagai pengawet bahan makanan seperti bakso, ikan asin dan beberapa
makanan lainnya secara berlebihan atau lebih dari 1 miligram per liter dapat
bahan makanan menyebabkan akumulasi dalam tubuh yang melebihi ambang batas
akan menyebabkan keracunan, kerusakan hati, otak, limpa, pankreas, susunan saraf
pusat, ginjal, dan jantung. Formalin yang masuk ke dalam tubuh akan cepat
dimetabolisme menjadi asam format dalam jaringan tubuh, khususnya pada hati dan
eritrosit. Pembentukan asam format pada eritrosit dapat menimbulkan kondisi asam
pada darah karena banyaknya alkali. Kondisi ini mempengaruhi hemoglobin yang
berfungsi untuk menjaga keseimbangan asam basa. Oleh karena itu, secara tidak
ringan pada mata, hidung dan tenggorokan. Semakin tinggi konsentrasinya, semakin
besar bahaya iritasinya. Kontak formalin dengan kulit bisa menimbulkan berbagai
Sifat fisik dan kimia formalin yaitu titik didih 960 C pada 7000 mmHg, Titik
nyala 600 C, pH 2,8-4,0, dapat bercampur dengan air, tidak berwarna dan berbau
tajam.
tekstil dan kayu. Formalin memiliki bau yang sangat menyengat, dan mudah larut
dalam air maupun alkohol. Beberapa pengaruh formalin terhadap kesehatan adalah
sebagai berikut, jika terhirup akan menyebabkan rasa terbakar pada hidung dan
21
tenggorokan, sukar bernafas, nafas pendek, sakit kepala, dan dapat menyebabkan
kanker paru-paru.
gas, tetapi bisa larut dalam air (biasanya dijual dalam kadar larutan 37%
mengalami polimerisasi dan sedikit sekali yang ada dalam bentuk monomer H2CO.
seperti pada umumnya aldehida, senyawa ini lebih reaktif daripada aldehida lainnya.
elektrofilik dan senyawa aromatik serta bisa mengalami reaksi adisi elektrofilik dan
berbeda dari sifat gas ideal, terutama pada tekanan tinggi atau udara dingin.
Formaldehida bisa dioksidasi oleh oksigen atmosfer menjadi asam format, karena itu
larutan formaldehida harus ditutup serta diisolasi supaya tidak kemasukan udara.
yang paling sering dipakai adalah logam perak atau campuran oksida besi dan
molibdenum serta vanadium. Dalam sistem oksida besi yang lebih sering dipakai
(proses Formox), reaksi metanol dan oksigen terjadi pada 2500 C dan menghasilkan
lebih tinggi, kira-kira 6500 C. dalam keadaan ini, akan ada dua reaksi kimia sekaligus
yang menghasilkan formaldehida: satu seperti yang di atas, sedangkan satu lagi
yang sering ada dalam larutan formaldehida dalam kadar ppm. Di dalam skala yang
lebih kecil, formalin bisa juga dihasilkan dari konversi etanol, yang secara komersial
tidak menguntungkan.
dan yang tidak mengandung formalin yaitu cukup dekatkan makanan atau ikan asin
ke wajah, jika terasa perik di mata dan ikan terlihat kaku berarti ikan tersebut
mengandung formalin. Pada produk cumi asin yang mengandung formalin, cumi bisa
dibelah menjadi dua bagian, sebaliknya bila tidak mengandung formalin maka cumi
kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan
cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan
Pangan yang tidak aman akan menyebabkan penyakit yang disebut foodborne
disease, yaitu segala penyakit yang timbul akibat mengkonsumsi pangan yang
secara fisik, kimia maupun mikrobiologi. Makanan yang sehat dengan kandungan
gizi yang lengkap dan aman merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh
bahan pangan karena pembangunan manusia yang sehat dan cerdas tidak terlepas
boraks dan insektisida serta bahan tambahan makanan lainnya sangat dibatasi
penggunaannya seperti asam benzoat, askorbat, laktat, laktat sitrat serta bahan
Keamanan pangan adalah semua kondisi dan upaya yang diperlukan selama
memastikan bahwa makanan tersebut aman, bebas dari penyakit, sehat, dan baik
dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran
biologis, kimia dan benda lain yang dapat menganggu, merugikan dan
manusia semakin sadar akan pentingnya sumber makanan dan kandungan yang ada
di dalam makanannya. Hal ini terjadi karena adanya kemajuan ilmu pengeikan asinan
keamanan pangan. Dalam proses keamanan pangan, dikenal pula usaha untuk
menjaga daya tahan suatu bahan sehingga banyaklah muncul bahan-bahan pengawet
yang bertujuan untuk memperpanjang masa simpan suatu bahan pangan. Namun
24
penggunaan bahan pengawet untuk bahan-bahan pangan dan yang non pangan.
Formalin merupakan salah satu pengawet non pangan yang sekarang banyak
Untuk memenuhi kebutuhan akan keadaan bebas dari resiko kesehatan yang
disebabkan oleh kerusakan, pemalsuan dan kontaminasi, baik oleh mikroba atau
senyawa kimia, maka keamanan pangan merupakan faktor terpenting baik untuk
dikonsumsi pangan dalam negeri maupun untuk tujuan ekspor. Keamanan pangan
toksisitas kimia dan status gizi. Hal ini saling berkaitan, dimana pangan yang tidak
Tahun 2012 di mana pada salah satu pasalnya mengatur tentang keamanan pangan.
bermutu dan tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya fungisida,
kesehatan.
Boraks, formalin dan rhodamin B adalah bahan yang dilarang karena dapat
mutu dan keamanan pangan, karena bahan pangan tersebut mengandung bahan
memenuhi standar keamanan pangan, bisa dipastikan akan terkena penyakit lever
atau hati yang dapat menyebabkan hepatitis pada usia produktif. Misalnya
gangguan fungsi lever, bahkan dalam jangka panjang dapat menyebabkan penyakit
kanker hati.
maupun sosial tidak sedikit, tetapi juga mengakibatkan banyaknya korban menderita
yang tidak sama, di banyak negara masalah tersebut sudah menjadi perhatian yang
sangat serius. Tidak kurang dari badan dunia seperti WHO dan FAO memberikan
difasilitasi oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada Tahun 1994 telah
menetapkan dua perjanjian yang mengatur perdagangan dunia yaitu Sanitary and
Untuk memenuhi kesepakatan SPS dan TBT tersebut, beberapa negara baik
Pangan (Food Safety Authority), yang diikuti dengan penerapan standar keamanan
pangan seperti Codex on Hygiene, GAP, GMP, ASEAN-GAP, HACCP dan standar
Perlu disadari bahwa semua kejadian dan akibat buruk dari pangan yang tidak
aman, baik terhadap kesehatan maupun terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat,
menjadi peringatan bagi pemerintah dan pelaku usaha (petani, eksportir maupun
keamanan pangan secara terus menerus. Untuk dapat mewujudkan pangan asal
pertanian yang aman dan berdaya saing tinggi, diperlukan program yang
pemahaman dan kesadaran kepada konsumen untuk dapat memilah dan memilih
antara perangsang (stimulus) dan tanggapan serta respon. Perilaku dilihat dari aspek
biologis merupakan kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang
sikap dan tindakan. Namun tidak berarti bentuk perilaku hanya dapat dilihat dari
sikap dan tindakan saja. Perilaku bisa saja bersifat potensial yaitu dari bentuk
sebagai suatu respon seseorang terhadap rangsangan dari luar subjek. Respon ini
berbentuk tindakan. Selanjutnya, berbentuk perilaku aktif yakni tindakan yang dapat
diobservasi secara lansug dengan mata, sedangkan yang pasif yaitu yang terjadi di
dalam diri manusia seperti berfikikr, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan.
Adapun bentuk operasional dari perilaku dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu:
rangsangan dari luar berupa segala hal dan kondisi baru yang perlu diketahui
rangsangan dari luar atau lingkungan dari subjek yang terdiri dari:
a. Lingkungan fisik yaitu lingkungan alam sehingga alam itu sendiri akan
mengembangkan perilakunya.
3. Perilaku dalam bentuk tindakan yang sudah konkrit yaki berupa tindakan
wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau
28
bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara lansung yakni
dalam maupun dari luar subjek. Faktor yang menentkan perilaku disebut determinan
1. Faktor-faktor predisposisi
dan sebagainya.
2. Faktor-faktor pemungkin
3. Faktor-faktor penguat
tetapi tidak melakukannya. Contohnya sikap dan perilaku petugas dan tokoh
masyarakat.
29
berperilaku sehat dengan cara tekanan melalui UU, PP, dan Intruksi pemerintah.
BIasanya upaya dengan pendekatan tersebut lebih cepat mengubah perilaku namun
tidak langgeng (sustainable), karena perubahan perilaku yang dihasilkan dengan cara
ini tidak didasari oleh pengertian dan kesadaran yang tinggi terhadap tujuan perilaku
tersebut.
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris
khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Hal yang sama dikemukakan
penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi objek.
indera penglihatan.
adalah usia. Dengan bertambahnya usia seseorang maka akan terjadi perubahan pada
mental mempengaruhi taraf berfikir seseorang sehingga semakin dewasa dan matang.
oleh pengetahuan akan lebih melekat dari pada perilaku yang tidak didasari
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai recall atau mengingat memori yang sebelumnya telah
diamati. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat
formalin.
2. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap onjek tersebut, tidak
lainnya.
3. Aplikasi (application)
formalin.
4. Analisis (analysis)
5. Sintesis (syntesis)
formulasi baruu dari formulasi yang telah ada. Seseorang pada tingkatan ini
penggunaan formalin.
6. Evaluasi (evaluation)
pada suatu criteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di
mengkonsumsinya.
pengetahuan diberikan skor 1 dan bila salah diberi skor 0, sehingga setiap pedagang
ikan asin mempunyai total skor pengetahuan yang kemudiaan dilakukan perhitungan
2.9.2 Sikap
respon yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap
tidak dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan. Sikap merupakan kecenderungan
yang berasal dari dalam diri individu untuk berkelakuan dengan pola-pola tertentu,
terhadap objek akibat pendirian dan perasaan terhadap objek tersebut. Sedangkan
stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang
bersangkutan.
tertentu. Namun menurut Lickert, penilaian sikap terbagi menjadi 5 kategori: sangat
setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, dan sangat tidak setuju, kemudian untuk
perilaku penjualan makanan berformalin selain dari pengetahuan dan sikap juga
sikap saja belum menjamin terjadinya perilakuuu, masih diperlukan sarana atau
kecukupan sumber daya merupakan faktor penentu yang penting dalam mekanisme
pengawasan dan pengendalian. Semakin kecil sumber daya maka akan semakin sulit
penyalahgunaan formalin.
kandungan formalin yang ada di dalam makanan seperti ikan asin. Keterampilan
kandungan formalin pada makanan karena mereka dituntut ntuk dapat melakukan
perilaku sehat, tetapi tidak melakukannya. Hal yang sama juga terjadi pada perilaku
melakukan perilaku menjual ikan asin yang dicurigai mengandung formalin, tetapi
tidak melakukannya karena teman pedagang yang lain tidak menjual ikan asin
berformalin.
Akses ke produsen terkait dengan akses geografis dan juga akses sosial.
Akses geografis yakni jarak dan waktu ke lokasi layanan. Dalam hal ini, akses
geografis yakni jarak dan waktu ke produsen ikan asin. Sedangkan akses sosial
mengandung 2 pengertian yaitu yang bisa diterima dan bisa dijangkau. Akses yang
mudah diterima lebih mengarah pada faktor psikologis, sosial budaya, sedangkan
2.11.3 Keluarga
Dalam hal ini keluarga sangat berfungsi karena dapat memberikan dukungan.
menerima dukungan sosial semacam ini merasa tentam, aman damai yang
ditunjukkan dengan sikap tenang dan berbahagia. Dalam hal ini yaknni dukungan
35
keluarga yang bermanfaat secara emosional dan memberikan pengaruh positif untuk
jujur dalam mencari nafkah seperti menjual ikan asin yang tidak berformalin.
2.12 Telaah Sistematis
Tabel 2.2 Telaah Sistematis
1 Awaliyah Rizka 2015 Gambaran Deskriptif- - Pengetahuan - Sejumlah 62 Tahu yang dijual di Pasar
Safitri Pengetahuan, Sikap, Kuantitatif - Sikap responden daerah Semanan sebanyak
dan Perilaku Penjual dengan - Perilaku memiliki 46,6% mengandung
Tahu Mengenai Tahu Pendekatan Cross pengetahuan formalin.
Berformalin di Pasar Sectional tinggi,
Daerah Semanan sedangkan 38
memiliki
Jakarta Barat Tahun
pengetahuan
2105 yang rendah
- Sikap penjual
35,5% negatif
dan 64% positif
- Perilaku
penjual tahu
73,5% menjual
tahu
berformalin
2 Widya Kristiani 2015 Studi Identifikasi Studi Deskriptif, - Pengetahuan - Pengetahuan Dari 35 sampel yang
Dory Purba, Kandungan Formalin dengan - Sikap responden diteliti, sebanyak 31 sampel
Yusniar Hanani Pada Ikan teri Nasi pemeriksaan tentang (88,57%) positif
D, Nikie Astorina Asin di Pasar kualitatif formalin mengandung formalin.
tergolong Faktor yang mempengaruhi
36
37
4 Fauziah 2006 Pengetahuan, Sikap Kuantitatif - Pengetahuan - Pengetahuan Terdapat 50% sampel
Produsen Ikan Asin - Sikap penjual akan positif yang mengandung
Tentang Formalin formalin masih formalin
dengan keberadaan kurang dan dari
Formalin dalam Ikan hasil
laboratorium
Asin di TPI Lorok
50% positif
Semarang mengandung
formalin
38
5. Tristya Putri 2013 Identifikasi Cross Sectional - Perilaku - Tidak ada Terdapat 9 (21,9%) dari 41
Zahra Habibah Penggunaan Formalin - Pengetahuan hubungan sampel ikan asin yang diuji
Pada Ikan Asin dan - Sikap antara positif mengandung
Faktor Perilaku pengetahuan formalin
Penjual di Pasar serta sikap
terhadap
Tradisional Kota
praktik
Semarang penjualan ikan
asin
berformalin di
pasar
tradisional Kota
Semarang
39
2.13 Kerangka Teori
Faktor Predisposisi
(disposing factors):
1. Pengetahuan
2. Sikap
Faktor Pemungkin
(enabling factors):
1. Ketersediaan
Fasilitas Perilaku
2. Keterampilan
Petugas
3. Komitmen
Pemerintah
Faktor Penguat
(reinforcing factors):
1. Teman
Pedagang
2. Akses ke
produsen
3. Keluarga
40
41
Komitmen Pemerintah
Berformalin Tidak
Berformalin
2.15 Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan pengetahuan penjual ikan asin dengan food safety di Pasar
Kota Padang.
2. Terdapat hubungan sikap penjual ikan asin dengan food safety di Pasar Kota
Padang.
3. Terdapat hubungan komitmen pemerintah pada penjual ikan asin dengan food
tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku dari penjual ikan asin terhadap food safety
di Kota Padang. Studi deskripitif memberikan manfaat yakni dapat untuk membuat
sectional.
tidak diikuti terus menerus selama kurun waktu tertentu. Penelitian ini dimaksudkan
penjual ikan asin terhadap food safety untuk kemudian dapat dilakukan analisis dan
Sumatera Barat, Riau, Jambi, Kepri Padang, Sumatera Barat. Waktu penelitian
43
44
Populasi dalam penelitian ini adalah penjual ikan asin yang berjualan di pasar
Kota padang. Berdasarkan data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi
Sumatera Barat diketahui terdapat 103 penjual ikan asin yang tersebar di pasar Kota
teknik total sampling, yaitu sebanyak 14 sampel, dimana 1 sampel mewakili 1 pasar
purposive random sampling. Ikan asin yang diambil adalah ikan asin yang memiliki
ciri-ciri berwarna putih bersih dan kaku. Sampel ikan asin yang diambil sebanyak
100 gram dengan cara membeli ikan asin dari penjual yang menetap di Pasar Kota
Padang.
(Lemeshow):
45
2 1 2 (1)
=
2 (1)+ 2 1 2 (1)
Keterangan:
N = Besar populasi
46
47
berdasarkan
scoring antara
yang sikap
positif dan
negatif.
kandungan formalin pada sampel. Sampel yang telah dibeli masing-masing 100 gram
kemudian diperiksa di KOPERTIS Wilayah Sumatera Barat, Riau, Kepri dan Jambi
Padang, Sumatera Barat. Sampel diperiksa secara kualitatif dengan metode reaksi
Cara Kerja:
1. Haluskan sampel ikan asin sebanyak 100 gram dab beri air
secukupnya
analitik masing-masing 5 gr
48
49
oleh peneliti. Objek pada penelitian ini adalah ikan asin dan manusia.
pasar yang ada di Kota Padang. Pengambilan sampel dilakukan pada pagi hari
sampai sore hari. Dimulai dari pasar yang buka hanya di pagi hari sampai pada pasar
yang buka dari pagi-sore hari. Setelah semua sampel pada masing-masing
formalin kit yang telah tersedia di KOPERTIS Wilayah Sumatera Barat, Riau, Kepri
3.7.1.2 Kuesioner
Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data yang dilakukan dengan cara
adakah hubungan pengetahuan, sikap, dan komitmen pemerintah pada penjual ikan
asin terhadap food safety di pasar Kota Padang. Kuesioner yang digunakan diadopsi
dari penelitian yang dilakukan oleh Awaliyah Rizka Safitri tahun 2015 dan sedikit
bukan diperoleh dari penelliti secara langsung. Data sekunder yang digunakan
sebagai data awal dalam penelitian ini meliputi data jumlah pasar dan jumlah
pedagang yang ada di pasar Kota Padang, yang diperoleh dari Dinas Perindustrian
pada penjual ikan asin terkait pengetahuan, sikap, dan komitmen pemerintah pada
1. Data Editing
pemasukan data. Proses editing ini dilakukan peneliti setelah data terkumpul
relevan, dan konsisten. Pengecekan dilakukan dengan tujuan jika ada data
yang salah atau meragukan dan kurang, dapat ditelusuri kembali pada
2. Data Coding
Peneliti membuat kode untuk setiap jawaban dari pertanyaan pada kuesioner.
Pada penelitian ini coding dilakukan saat seluruh responden telah mengisi
komitmen pemerintah.
3. Data Entry
Pada tahap ini data yang telah dikumpulkan dimasukkan (entry) ke dalam
program pengolah data. Adapun data yang dimasukkan yaitu diantaranya data
4. Data Cleaning
di entry untuk mengetahui ada atau tidaknya kesalahan pada hasil entri data.
Selain itu pembersihan data ini dilakukan dengan melihat distribusi frekuensi.
karakteristik setiap variabel penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya
analisis univariat dalam penelitian ini dapat mengetahui pola distribusi frekuensi
safety.
52
software SPSS dengan uji statistik Chi-square dengan tingkat kepercayaan (CI) 95%.
Apabila p-value yang diperoleh kecil dari 0.005 maka terdapat hubungan yang
bermakna.
BAB 4 : HASIL PENELITIAN
Padang, yang terdiri dari: Pasar Raya, Tanah Kongsi, Simpang Haru, Ulak Karang,
Lubuk Buaya, Siteba, Bandar Buat, Alai, Balimbing, Simpang Tabing, Gaung,
Tarandam, Pagi Purus, Indarung. Adapun ke empat belas pasar tersebut berada dalam
1. Pasar Raya
Pasar Raya Padang adalah pasar tradisional terbesar yang menjadi pusat
Kecamatan Padang Barat, Kota Padang. Jenis komoditi yang dijual di pasar
pedagang kios dan pedagang kaki lima yang ada di pasar raya yaitu masing-
masing sebanyak 1527 dan 2000 orang. Khusus untuk penjual ikan asin
hanya sebanyak 17 orang. Semua ikan asin yang dijual di pasar ini diperoleh
dari distributor, baik dari wilayah Pulau Jawa maupun Kota Padang.
Pasar Tanah Kongsi adalah saksi nyata bagaimana hubungan etnis Minang
dan Tionghoa terjalin harmonis di Ibu Kota Provinsi Sumatera Barat. Meski
dua etnis itu memiliki karakter budaya yang berbeda, namun dapat
dipersatukan dalam aktivitas ekonomi berupa jual beli barang dan jasa di
Barat, Kota Padang. Jumlah pedagang kios dan pedagang kaki lima yang ada
54
di pasar ini yaitu masing-masing sebanyak 132 dan 40 orang. Khusus untuk
penjual ikan asin hanya sejumlah 5 orang. Semua ikan asin yang dijual di
pasar ini diperoleh dari distributor yang ada di Indonesia, baik dari wilayah
Pasar yang berlokasi di Jalan Pasar Simpang Haru, Kota Padang, Sumatera
Barat. Jumlah pedagang kios dan pedagang kaki lima yang ada di pasar ini
asin hanya sejumlah 5 orang. Semua ikan asin yang dijual di pasar ini
diperoleh dari distributor yang ada di Indonesia, baik dari wilayah Medan,
Pasar yang berlokasi di Jl. S. Parman No.197a, Ulak Karang Utara, Padang
Utara, Kota Padang, Sumatera Barat. Jumlah pedagang kios dan pedagang
kaki lima yang ada di pasar ini yaitu masing-masing sebanyak 44 dan 15
Pasar yang dulunya semrawut, kini Pasar Lubuk Buaya sudah tak lagi begitu.
Kondisi pasar telah jauh berubah. Terlebih setelah Dinas Pasar Kota Padang
menata Pasar Lubuk Buaya. Lantai dua pasar ini kini telah mulai ditempati
trotoar. Pasar ini berlokasi di Jalan Adi Negoro, Kototangah, Lubuk Buaya,
Kota Padang, Sumatera Barat. Jumlah pedagang kios dan pedagang kaki lima
yang ada di pasar ini yaitu masing-masing sebanyak 148 dan 121 orang.
6. Pasar Siteba
sudah disiapkan bagi pedagang. Tujuannya agar tak ada lagi pedagang yang
memanfaatkan trotoar dan bahu jalan di depan pasar untuk berdagang. Pasar
ini berlokasi di Jl. Raya Siteba, Surau Gadang, Nanggalo, Kota Padang,
Sumatera Barat. Jumlah pedagang kios dan pedagang kaki lima yang ada di
Pasar yang berlokasi di Jl. Raya Indarung, Bandar Buat, Lubuk Kilangan,
Kota Padang, Sumatera Barat. Jumlah pedagang kios dan pedagang kaki lima
yang ada di pasar ini yaitu masing-masing sebanyak 211 dan 200 orang.
8. Pasar Alai
Pasar yang berlokasi di Jl. Ps. Alai, Alai Parak Kopi, Padang Utara, Kota
Padang, Sumatera Barat. Jumlah pedagang kios dan pedagang kaki lima yang
ada di pasar ini yaitu masing-masing sebanyak 189 dan 100 orang. Khusus
untuk penjual ikan asin hanya sejumlah 4 orang. Semua ikan asin yang dijual
di pasar ini diperoleh dari distributor, baik dari wilayah Medan maupun Kota
Padang.
Barat. Jumlah pedagang kios dan pedagang kaki lima yang ada di pasar ini
Pasar yang beralamat di Jl. Pepaya, Belimbing Raya, Kuranji, Kota Padang,
Sumatera Barat. Jumlah pedagang kios dan pedagang kaki lima yang ada di
pasar raya yaitu masing-masing sebanyak 200 dan 80 orang. Khusus untuk
penjual ikan asin hanya sebanyak 10 orang. Semua ikan asin yang dijual di
pasar ini diperoleh dari distributor, baik dari wilayah Medan maupun Kota
Padang.
Sumatera Barat. Jumlah pedagang kios dan pedagang kaki lima yang ada di
pasar raya yaitu masing-masing sebanyak 150 dan 80 orang. Khusus untuk
penjual ikan asin hanya sebanyak 17 orang. Semua ikan asin yang dijual di
pasar ini diperoleh dari distributor, baik dari wilayah Pulau Jawa maupun
Kota Padang.
Pasar yang beralamat di Jl. Proklamasi, Alang Laweh, Padang Sel., Kota
Padang, Sumatera Barat. Jumlah pedagang kios dan pedagang kaki lima yang
Pasar pagi adalah pasar yang bersifat tradisional dimana para penjual dan
barang kebutuhan pokok. Jumlah pedagang kios dan pedagang kaki lima yang
57
Pasar ini berada di Jl. Raya Indarung, Indarung, Lubuk Kilangan, Kota
Padang, Sumatera Barat. Jumlah pedagang kios dan pedagang kaki lima yang
berikut:
4.2.1 Umur
Berikut distribusi usia penjual ikan asin di pasar Kota Padang yang menjadi
Berdasarkan tabel 4.1 di atas, diketahui bahwa lebih dari setengah responden
4.2.3 Pendidikan
Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
adalah SMA yaitu sebesar 46.3%. Sedangkan pendidikan terakhir responden yang
Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa lama berjualan ikan asin pada
distribusi dari setiap variabel yang diteliti. Adapun variabel dalam penelitian ini
59
adalah food safety, pengetahuan, sikap, dan komitmen pemerintah pada penjual ikan
laboratorium negatif mengandung formalin. Sebaliknya, jika ikan asin yang telah
diuji tersebut positif mengandung formalin maka dinyatakan pada wilayah tersebut
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Food Safety Pada Penjual Ikan Asin di Pasar
Kota Padang
Berdasarkan hasil laboratorium yang tertera pada tabel 4.5, terlihat bahwa
persentase keamanan pangan kurang setengah di Kota Padang hanya sebesar 39.0%.
4.3.1.1 Hasil Uji Kandungan Formalin Pada Ikan Asin di Pasar Kota Padang
Berdasarkan hasil dari uji laboratorium yang ditampilkan pada tabel 4.6
tersebut menyatakan bahwa dari 14 sampel ikan asin yang telah diuji dilaboratorium,
mengandung formalin.
Pada tabel 5.7 diketahui bahwa sebagian kecil responden yaitu sebesar 36.6%
yaitu sebesar 87,8% pada item pernyataan formalin termasuk golongan BTP
salah sebesar 82,9% pada item pernyataan pertanyaan makanan yang mengandung
formalin yaitu tahu, sayuran, kikil, mie, bakso, ikan asin dan daging ayam.
Pada tabel 4.9 diketahui bahwa lebih responden (53.7%) memiliki sikap
Tabel 4.10 Distribusi Item Pertanyaan Sikap Penjual Ikan Asin Terhadap
Formalin di Pasar Kota padang
SS S RG TS STS
No Pertanyaan
f % f % f % f % f %
1 Ikan merupakan jenis 3 7,3 34 82,9 4 9,9 0 0 0 0
makanan yang sehat
bergizi dan harganya
terjangkau
2 Ikan asin merupakan 2 4,9 34 82,9 4 9,8 1 2,4 0 0
salah satu hasil laut
yang diolah melalui
penggaraman
3 Ikan asin merupakan 12 29,3 23 56,1 5 12,2 1 2,4 0 0
makanan yang
menguntungkan
untuk dijual
4 Ikan asin dapat 5 12,2 29 70,7 1 2,4 5 12,2 0 0
bertahan lebih dari 3
hari
5 Penggunaan bahan 12 9,3 26 63,4 0 0 0 0 3 7,3
pengawet dapat
meningkatkan
kualitas ikan asin
62
SS S RG TS STS
No Pertanyaan
f % f % f % f % % f
6 Formalin diizinkan 0 0 1 2,4 1 2,4 34 82,9 5 12,2
untuk digunakan
pada makanan
7 Penggunaan formalin 0 0 1 2,4 4 9,8 27 65,9 9 22,0
diperbolehkan
8 Ikan asin yang 0 0 22 53,7 1 2,4 17 41,5 1 2,4
mengandung
formalin dibolehkan
untuk dijual
9 Formalin tidak 0 0 4 9,8 0 0 35 85,4 2 4,9
berbahaya bagi
kesehatan
10 Mengkonsumsi ikan 2 4,9 7 17,1 0 0 31 75,6 1 2,4
asin yang berformalin
baik bagi kesehatan
sebesar 53,7% dan tidak setuju sebesar 41,5%. Kemudian sebagian responden
menyatakan tidak setuju sebesar 75% terhadap item pernyataan mengkonsumsi ikan
Pada tabel 4.10 diketahui bahwa lebih setengah responden (63.4%) memiliki
setuju sebesar 90,2 % terhadap pernyataan tidak ada penyuluhan dampak formalin
setuju sebesar 85,4 % terhadap pernyataan belum adanya pemberian sanksi dari
pemerintah.
safety) pada penjual ikan asin di pasar Kota Padang. Analisis bivariat dilakukan
Tabel 4.13 Hubungan Pengetahuan Penjual Ikan Asin dengan Food Safety di
Pasar Kota Padang
Food Safety
POR
Pengetahuan Tidak Safety Safety Total Nilai p
(95% CI)
f % f % f %
Rendah 5 33.3 10 66.7 15 100
0.15
Tinggi 20 76.9 6 23.1 26 100 0.015
(0.37 0.61)
Jumlah 25 61 16 39 41 100
Tabel 4.10 menunjukkan bahwa kondisi keamanan pangan yang tidak baik,
lebih banyak pada responden dengan tingkat pengetahuan yang tinggi sebesar 76.9%.
Berdasarkan uji statistik dapat diketahui bahwa terdapat hubungan bermakna dengan
posisi terbalik antara pengetahuan penjual ikan asin dengan food safety di pasar Kota
Padang (p<0.05) dengan POR (0,15). Hubungan terbalik dilihat dari tingginya
keamanan pangan yang tidak baik pada responden dengan pengetahuan tinggi
dan tinggi. Responden yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi berpeluang 6,67
kali memiliki kondisi keamanan pangan yang tidak baik dibandingkan dengan
Tabel 4.14 Hubungan Sikap Penjual Ikan Asin dengan Food Safety di Pasar
Kota Padang
Food Safety
POR
Sikap Tidak Safety Safety Total Nilai p
(95% CI)
f % F % F %
Negatif 9 40.9 13 59.1 22 100
0.13
Positif 16 84.2 3 15.8 19 100 0.012
(0.03 0.6)
Jumlah 25 61 25 39 41 100
Tabel 4.12 menunjukkan bahwa kondisi keamanan pangan yang tidak baik
baik lebih banyak pada responden dengan sikap positif sebanyak 84.2%. Berdasarkan
uji statistik dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara sikap
penjual ikan asin dengan food safety di pasar Kota Padang (p<0.05) dengan POR
0,13. Hubungan terbalik dilihat dari tingginya keamanan pangan yang tidak baik
pada responden dengan sikap positif dibandingkan dengan responden dengan sikap
yang signifikan antara sikap negatif dan positif. Responden yang memiliki sikap
positif berpeluang 7,69 kali memiliki kondisi keamanan pangan yang tidak baik
4.4.3 Hubungan Komitmen Pemerintah pada Penjual Ikan Asin dengan Food
Safety
Tabel 4.15 Hubungan Komitmen Pemerintah pada Penjual Ikan Asin dengan
Food Safety di pasar Kota Padang
Food Safety
Komitmen Tidak POR
Safety Total Nilai p
Pemerintah Safety (95% CI)
f % F % f %
Negatif 14 53.8 12 46.2 26 100
0.4
Positif 11 73.3 4 26.7 15 100 0.368
(0.11 1.7)
Jumlah 16 61 25 39 41 100
Tabel 4.13 menunjukkan bahwa kondisi keamanan pangan yang tidak baik
lebih banyak pada responden yang memiliki persepsi positif terhadap komitmen
pemerintah sebanyak 73.3%. Berdasarkan uji statistik dapat diketahui bahwa tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara komitmem pemerintah pada penjual ikan
BAB 5 : PEMBAHASAN
kandungan formalin pada ikan asin. Uji kuantitatif untuk mengidentifikasi kadar
formalin yang terdapat dalam ikan asin tidak dilakukan karena biaya yang
dibutuhkan untuk menguji kadar formalin cukup besar sehingga peneliti hanya
sampai pada uji kualitatif saja. Setelah itu, peneliti tidak dapat mengetahui sedalam
Padang memiliki kerawanan, karena dari 14 pasar yang telah dilakukan penelitian
ini sejalan dengan penelitian Safitri tahun 2015 bahwa sebesar 73,5% pedagang
Pada saat ini banyaknya beredar ikan asin berformalin di pasaran. Sifat ikan
asin yang bertekstur agak keras, menyebabkan beberapa oknum tidak bertanggung
jawab menambahkan formalin pada ikan asin dengan tujuan agar teksturnya lebih
kenyal dan bersih sehingga dapat mengelabui para pembeli yang pada umumnya
tidak memiliki pengetahuan mengenai ciri ikan asin yang telah mengandung
formalin. Pangan yang tidak aman akan menyebabkan penyakit yang disebut
68
foodborne disease, yaitu segala penyakit yang timbul akibat mengkonsumsi pangan
5.2.2 Pengetahuan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 36.6% memiliki pengetahuan
rendah dan 63.4% memiliki pengetahuan tinggi. Sebagian besar responden menjawab
benar bahwa formalin berbahaya bagi kesehatan yaitu sebesar 85,4%. Penelitian ini
didukung penelitian Fatima dan Yuliati tahun 2002 tentang pengetahuan, sikap dan
(88,2%) berada dalam kategori baik. Tingkat pengetahuan gizi seseorang sangat
berpengaruh terhadap sikap dan perilaku seseorang dalam memilih makanan yang
Pengetahuan gizi dan keamanan pangan perlu dimiliki oleh semua orang.
Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang peran makanan dan zat gizi, serta
penggunaanya dan bahaya yang akan ditimbulkan jika digunakan dalam jumlah yang
tidak dianjurkan serta pengetahuan tentang jenis-jenis BTP yang tidak dijinkan
tinggi tetap menjual ikan asin yang mengandung formalin. Sebagian besar responden
sudah mengetahui bahwa formalin berbahaya bagi kesehatan sebesar 85,4% dan
dapat menyebabkan keracunan, muntaber, pusing, iritasi kulit, kanker dan kematian
sebesar 68,3%. Namun sebagian responden masih banyak yang belum tahu tentang
kondisi ikan yang mereka jual yaitu sebesar 51,2% dan tanda kerusakan ikan pada
69
ikan asin yaitu berubah warna, tidak berbau, dan tidak dihinggapi lalat sebesar
65,9%. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan responden hanya pada sekedar tahu
saja tanpa memahami tanda ikan yang berformalin sehingga mereka tetap saja
baik baik lebih banyak pada responden dengan sikap positif (84.2%) dibandingkan
responden dengan sikap negatif (40.9%). Penelitian ini sejalan dengan penelitian
positif. Hal ini dapat dilihat dari sebagian besar responden menjawab tidak setuju
setuju sebesar 75% terhadap item pernyataan mengkonsumsi ikan asin yang
berformalin baik bagi kesehatan. Namun tetap saja sebagian besar responden setuju
bahwa ikan asin yang mengandung formalin dibolehkan untuk dijual yaitu sebesar
53,7%.
Dengan demikian sikap positif belum tentu menghasilkan tindakan positif atau
baik.
70
menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan tidak setuju sebesar 90,2
Kemudian sebagian besar responden juga menyatakan tidak setuju sebesar 85,4 %
terhadap pernyataan belum adanya pemberian sanksi dari pemerintah. Hal ini
menunjukkan masih lemahnya komitmen pemerintah pada penjual ikan asin yang
berformalin.
terdapat hubungan yang sifnifikan antara pengetahuan penjual ikan asin dengan food
safety. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Permanasari tahun 2010 bahwa
oleh penelitian Putri tahun 2014 bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
71
(p=0,031).(31)
merupakan salah satu bagian penting yang perlu diketahui dalam analisis perilaku
seseorang. Selain itu, menurut Mubarak, pengetahuan dapat dipengaruhi oleh faktor
dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka seseorang akan
sebagia besar responden dapat dikatakan tergolong menuju rendah karena labih
Walaupun responden dalam penelitian ini sebagian besar tamat SMA, namun
terdapat hubungan yang sifnifikan antara sikap penjual ikan asin dengan food safety.
basah (p=0,027).(30) Penelitian ini diperkuat oleh penelitian Putri tahun 2014 bahwa
terhadap suatu stimulus tetapi melibatkan faktor pendapat dari emosi yang
bersangkutan (senang, tidak senang, setuju, tidak setuju, positif, negatif). Perbedaan
dari sikap dan perilaku dari responden dapat disebabkan oleh adanya suatu reaksi
dalam menjawab mungkin terkait nilai, salah satunya nilai keagamaan. Menurut
Hakim, nilai tak hanya dijadikan rujukan untuk bersikap dan berbuat, tetapi juga
dijadikan ukuran benar tidaknya suatu fenomena perbuatan dalam masyarakat. Salah
sat nilai yang terkait dengan sikap yang dapat mempengaruhi perilaku adalah nilai
keagamaan, yang dalam hal ini berkaitan dengan kejujuran responden. Jika nilai
keagamannya tinggi maka apabila si penjual tahu mengenai bahwa ikan asin
Selain itu sikap juga terbentuk dari 3 komponen yakni komponen afektif
responden cenderung memiliki sikap positif yakni tidak setuju keberadaan formalin,
postif terhadap keamanan pangan tetapi tetap saja menggunakan formalin pada ikan
asin. Hal ini dapat juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti status ekonomi,
5.3.3 Hubungan Komitmen Pemerintah Pada Penjual Ikan Asin dengan Food
Safety
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh p-value = 0.368 (p>0,05) artinya tidak
terdapat hubungan antara sikap penjual ikan asin dengan food safety. Hasil
tidak baik (tidak safety) memiliki persepsi yang hampir sama terhadap komitmen
pemerintah yaitu persepsi negatif sebesar 53,8% dan persepsi positif 73,3%.
formalin pada makanan ini bertujuan untuk melindungi konsumen dari dampak
perilaku masyarakat agar berperilaku sehat dengan cara tekanan melalui UU,
PP, dan Intruksi pemerintah. Biasanya upaya dengan pendekatan tersebut lebih
perilaku yang dihasilkan dengan cara ini tidak didasari oleh pengertian dan
melarang formalin pada makanan namun mereka hanya sekedar mengetahui dan
belum sadar akan bahayanya. Selain itu, hanya dengan mengetahui peraturan
dengan dilakukan penyuluhan kesehatan terkait hal tersebut agar perilaku yang
dihasilkan langgeng.
Pada penelitian ini para penjual ikan asin berpendapat bahwa pemerintah
cukup melaksanankan tugasnya dalam operasi pasar. Namun, dari penelitian yang
dilakukan terlihat para penjual ikan asin tersebut berpendapat bahwa walaupun
adanya operasi pasar dilaksanakan, tetapi pihak pemerintah tidak pernah memberikan
informasi terkait hal tersebut, sehingga para penjual ikan asin menjadi tidak tahu atas
hasil pemeriksaan yang telah dilakukan. Menurut para penjual ikan asin, hasil
formalin seharusnya diberikan sanksi yang sesuai dengan peraturan pemerintah yang
berlaku saat ini. Dari hasil penelitian, terlihat bahwa para penjual ikan asin sangat
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai hubungan
pengetahuan, sikap, dan penjual ikan asin di Pasar Kota Padang, maka diperoleh
Hal ini menujukkan bahwa kurang dari setengah tidak mencapai kondisi
2. Pengetahuan penjual ikan asin di Pasar Kota Padang berada pada kategori
4. Komitmen pemerintah pada penjual ikan asin negatif 63.4% dan 36.6%
positif.
6. Mengetahui hubungan yang bermakna antara sikap penjual ikan asin dengan
6.2 Saran
6.2.1 Saran Bagi Masyarakat
1. Dengan ditemukannya ikan asin yang mengandung formalin, diharapkan
masyarakat dapat lebih cermat dalam mengenali mana ikan asin yang
76
tidak dihinggapi lalat dan belilah pada penjual yang mengizinkan jika ikan
asinnya kita pegang dan cium baunnya terlebih dahulu. Apabila bertekstur
kenyal, bersih putih, bau menyengat, dan tidak dihinggapi lalat, maka dapat
dicurigai ikan asin tersebut positif mengandung formalin. Selain itu, jika
2. Diharapkan bagi para penjual ikan asin lebih cerdas dalam mengenali ciri
karena berbahaya bagi kesehatan, agar tidak merugikan penjual ikan asin
menyita ikan asin yang terbukti berformalin dari penjual ikan asin.
penjual ikan asin serta masyarakat mengenai dampak yang serius jika
mengingat dampak negatif yang membahayakan kesehatan akibat ikan asin yang
berformalin.
DAFTAR PUSTAKA
3. Ramadhani ND. Identifikasi Formalin Pada Buah Anggur dan Apel yang Dijual
di Pasar Raya Kota Padang. Padang: Andalas; 2013.
5. Salosa YY. Uji Kadar Formalin, Kadar Garam dan Total Bakteri Ikan Asin
Tenggiri Asal Kabupaten Sarmi Provinsi Papua. Papua: Universitas Negeri
Papua; 2013.
9. Habibah TPZ. Identifikasi Penggunaan formalin Pada Ikan Asin dan Faktor
Perilaku Penjual di Pasar Tradisional Kota Semarang. Unnes Journal of Public
Health. 2013;3.
11. Safitri AR. Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Penjual Tahu Mengenai
Tahu Berformalin di Pasar Daerah Semanan Jakarta Barat. Jakarta: Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah; 2015.
12. Rahman TK. Analisa Kadar Formalin pada Ikan Asin yang Dipasarkan di Kota
Gorontalo. Gorontalo: Universitas negeri Gorontalo; 2014.
13. Wardani RI, Mulasari SA. Identifikasi Formalin Pada Ikan Asin yang Dijual di
Kawasan Pantai Teluk Penyu Kabupaten Cilacap. Kesehatan Masyarakat.
2016;10.
14. Femelia W. Analisa Penggunaan Zat Warna Pada Keripik Balado yang
Diproduksi di Kecamatan Payakumbuh Barat. Medan: Universitas Sumatera
Utara; 2009.
79
16. Purba WKD. Studi Identifikasi Kandungan Formalin Pada Ikan Teri Nasi Asin
di Pasar Tradisional dan Pasar Modren Kota Semarang. Kesehatan
Masyarakat.3.
18. Mima, Karimuna L, Asyik N. Analisis Formalin pada Ikan Asin di Beberapa
PasarTradisional Kota Kendari. Jurnal Sains dan teknologi Pangan. 2016;1.
19. Anwardah. Sifat, Pembuatan dan Kegunaan Senyawa Formalin. Sains Kimia.
2016.
21. Salosa YY. Uji kadar Formalin, Kadar Garam dan Total Bakteri Ikan Asin
Tenggiri Asal Kabupaten Sarmi Provinsi Papua. Papua: Universitas Negeri
Papua; 2013.
22. Antoni S. Analisa Kandungan Formalin Pada Ikan Asin dengan Metoda
Spektrofotometri di Kecamatan Tampan. Pekanbaru: Universitas Islam Negeri
Sultan Syarif Kasim Riau; 2010.
24. Susianawati R. Kajian penerapan GMP dan SSOP pada Produk Ikan Asin
Kering dalm Upaya Peningkatan Keamanan Pangan di Kabupaten Kendal.
Semarang: Universitas Diponegoro; 2006.
25. Makanan BPOd. Keamanan Pangan pada Jajanan Anak Sekolah. 2015.
27. Notoadmodjo S. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: PT. Rineka
Cipta; 2007.
29. SAFITRI AR. Gambaran Pengetahuan, Sikap, Dan Perilaku Penjual Tahu
Mengenai Tahu BeRformalin Di Pasar Daerah Semanan Jakarta Barat.
JAKARTA Tahun 2015.
31. Putri MRI. Hubungan Perilaku Pedagang Terhadap Kandungan Formalin Pada
Ikan Teri Asin(Stolephorus Sp)Di Pasar Tradisional kota Magelang
33. Rika W. Penerapan dan Praktek Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah di SD
Kota dan Kabupaten Bogor. Bogor: Institut Pertanian Bogor; 2009.