You are on page 1of 21

Water and Sanitation Project for Talonang Village, Sekongkang Sub-district, West Sumbawa

PROPOSAL

NAMA PROYEK: : Water and Sanitation Project for Talonang Village,


Sekongkang Sub-district, West Sumbawa
LOKASI : Desa Seminar Salit Kecamatan Brang Rea, Kabupaten
Sumbawa Barat
NAMA PERUSAHAAN : PT. SEGARANG ALAM LESTARI

ALAMAT :
PENDANAAN :
SEBAGAI OTORITAS :

I. DETAIL PROGRAM

1.1. Umum
Keberhasilan pembangunan kehutanan sangat ditentukan oleh sejauh mana tingkat
partisipasi masyarakat dalam berkontribusi terhadap upaya pengelolaan hutan dan
kwalitas sumber daya manusia yang mendukungnya. Dalam upaya pengembangan
kwalitas masyarakat khususnya yang bermukim di dalam dan sekitar hutan agar maju
dan mandiri sebagai pelaku pembangunan kehutanan, maka peranan Dinas
Kehutanan Perkebunan dan Pertanian sangatlah penting dalam rangka mengubah
lahan kritis menjadi lahan yang berproduktif serta membangkitkan semangat
masyarakat dalam terciptanya hutan yang lestari.
Pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kehutanan khususnya di Kabupaten
Sumbawa Barat sampai dengan saat ini masih lemah, karena belum didukung oleh
kelembagaan masyarakat yang kuat antara lain pengetahuan dan keterampilan yang
randah, sistim pengorganisasian yang belum sempurna, kesulitan memperoleh modal
dan akses pemasaran yang belum memadai
Selain itu luas lahan kritis di kabupaten Sumbawa Barat cukup memprihatinkan dan
perlu upaya-upaya untuk merehabilitasi kembali sehingga secara bertahap lahan kritis
tersebut dapat berkurang.
Dari luas kawasan hutan yang ada di Kabupaten Sumbawa Barat seluas 126.261,45
terdapat lahan kritis seluas 34.550 Ha dengan perincian sebesar 31.014,88 Ha dalam
kawasan hutan dan 3.535,45 Ha di luar kawasan hutan.

Untuk mengatasi lahan kering secara berkepanjangan PT. Segarang Alam


Lestari mencoba mengembangkan tanaman unggulan berupa Penangkaran dan

1
Water and Sanitation Project for Talonang Village, Sekongkang Sub-district, West Sumbawa

Budidaya Gaharu dengan berbagai pertimbangn secara teknis antara lain kondisi iklim
Kecamatan Brang Ene dengan curah hujan relatif rendah, type iklim D E, lahan yang
kritis sampai dengan kritis, dengan jenis tanah kelompok litosol mediteran coklat
kemerahan dan mediteran kecoklatan.
Gaharu sebagai komoditas hasil hutan bukan kayu (HHBK) pada saat ini keberadaannya
semakin langka dan sangat dicari. Perburuan gaharu yang intensif karena permintaan
pasar yang sangat besar menyebabkan gaharu alam dari hutan belantara Indonesia tidak
mudah ditemukan. Sehingga pemerintah menurunkan kuota perdagangan gaharu alam
untuk mengerem laju kepunahannya. Demikian juga secara internasional terdapat
kesepakatan untuk memasukkan beberapa spesies tanaman penghasil gaharu menjadi
tanaman yang dilindungi.
Sebelumnya, ekspor gaharu Indonesia tercatat lebih dari 100 ton pada tahun 1985. Pada
periode 1990 1998, tercatat volume eksspor gaharu mencapai 165 ton dengan nilai US $
2.000.000. Pada periode 1999 2000 volume ekspor meningkat menjadi 456 ton dengan
nilai US $ 2.200.000. Sejak akhir tahun 2000 sampai akhir tahun 2002, volume ekspor
menurun menjadi sekitar 30 ton dengan nilai US $ 600.000. Penurunan tersebut
disebabkan semakin sulitnya gaharu didapatkan. Selain itu, pohon yang bisa didapatkan
di hutan alam pun semakin sedikit yang diakibatkan penebangan hutan secara liar dan
tidak terkendali serta tidak adanya upaya pelestarian setelah pohon tersebut ditebang.
Tegakan gaharu alam ditemukan di hutan seperti di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi,
Maluku dan Papua. Para pemburu gaharu pada dasarnya mengetahui karakteristik tegakan
gaharu yang menghasilkan gubal gaharu. Akan tetapi masa kajayaan gaharu telah
menyebabkan banyak orang yang tidak berkompeten juga memburu gaharu sehingga
banyak pohon yang tidak menghasilkan gaharu juga ditebang sehingga keberadaannya
semakin berkurang secara drastis.
Salah satu alternatif yang kemudian dikembangkan oleh banyak pihak adalah dengan
membudidayakan tanaman gaharu. Seperti halnya yang telah dikembangkan secara besar-
besaran di Vietnam demikian pula di Malaysia. Pengembangan tanaman gaharu di
Indonesia belumlah populer karena belum diketahui secara pasti nilai ekonomisnya.
Namun dengan gencarnya penelitian oleh berbagai pihak sehingga ditemukan metoda
atau teknologi yang cukup menjanjikan dapat membantu tanaman memproduksi gubal
gaharu.
Jenis-jenis tanaman yang dapat dikembangkan adalah jenis tanaman yang selama ini
dikenal sebagai penghasil gaharu seperti Aquilaria. malaccensis, A. microcarpa, A.
beccariana, A. hirta, A. filaria, A. crassna, A. agallocha, A. baillonii, A. khasiana, A.
grandiflora, A. borneensis, A. sinensis, Gonystylus bancanus, Gyrinops verstegii

Gaharu alam semakin sulit diperoleh di hutan yang sudah banyak berubah menjadi
perkebunan. Padahal, prospek bisnisnya besar dengan tinggiya permintaan pasar. Karena
itu, sudah saatnya memperbanyak budidaya tanaman aquilaria terutama A malaccensis
tersebut
Gaharu mengandung essens yang disebuat sebagai minyak essens (essential oil) yang dapat dibuat
dengan ekstraksi atau penyulingan dari gubal gaharu. Essens gaharu ini digunakan sebagai bahan
pengikat (fixative) dari berbagai jenis parfum, kosmetika, dan obat-obatan herbal. Selain itu, serbuk
tatu abu dari gaharu digunakan sebagai bahan pembuat dupa/hio dan bubuk aroma therapy.

2
Water and Sanitation Project for Talonang Village, Sekongkang Sub-district, West Sumbawa

Daun pohon gaharu bisa dibuat menjadi teh daun pohon gaharu yang membantu kebugaran tubuh.
Senyawa aktif Agarospirol yang terkandung dalam daun pohon gaharu dapat menekan sistem syaraf
pusat sehingga menimbulkan efek menenangkan, teh daun gaharu juga ampuh untuk obat anti mabuk.
Ampas dari sulingan minyak dari marga Aquilaria di Jepang dimanfaatkan sebagai kamfer anti ngengat
dan juga mengharumkan isi lemari. Oleh masyarakat tradisional Indonesia gaharu digunakan untuk
obat nyamuk dengan cara membakar kulit atau kayu gaharu sampai berasap. Aroma harum itulah yang
tidak disukai nyamuk. (sumber : majalah Trubus).
Gaharu merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat di negara-negara Timur Tengah yang digunakan
sebagai dupa untuk ritual keagamaan. Masyarakat di Asia Timur juga menggunakannya sebagai hio.
Minyak gaharu merupakan bahan baku yang sangat mahal dan terkenal untuk industri kosmetika
seperti parfum, sabun, lotions, pembersih muka, serta obat-obatan seperti obat hepatitis, liver, anti
alergi, batuk, penenang sakit perut, rheumatik, malaria,TBC, kanker, asthma,tonikum, dan aroma
therapy

PROSPEK BISNIS GAHARU :

Sebanyak 2000 ton/tahun gaharu memenuhi pusat perdagangan gaharu di Singapura.


Gaharu tersebut 70% berasal dari Indonesia dan 30% dari negara Asia Tenggara lainnya.
Hutan alam sudah tidak mampu lagi menyediakan gaharu. Gaharu hasil budidaya
merupakan alternatif pilihan untuk mendukung kebutuhan masyarakat dunia secara
berkelanjutan.
Jika satu pohon menghasilkan10kg gaharu (semua kelas), maka diperlukan pemanenan
200.000 pohon setiap tahunnya.
Dengan harga dari Rp.500.000 s.d Rp. 30juta/kg tergantung asal spesies pohon dan
kualitas pohon. Minyak gaharu yang disuling dari gaharu kelas rendah (kemedangan)
memiliki harga mulai dari Rp. 50.000 s.d Rp. 100.000/ml maka keuntungan dari budidaya
gaharu dapat mengubah tingkat kesejahteraan masyarakat.
PT. SBS GAHARU akan memakai sistem bagi hasil, dimana hasil gaharu petani akan
dibeli oleh perusahaan dengan rumus 35:65, artinya PT.SBS GAHARU 35% dan petani
mendapat 65%.
Berinvestasi di pohon gaharu sangatlah menggiurkan, karena dalam 5-8 tahun anda dapat
menghasilkan sedikitnya Rp. 10juta/pohon. Dengan sistem inokulasi anda dapat panen
lebih awal.

Analisa bisnis

Analisa Bisnis Budidaya Gaharu


Analisa biaya dan keuntungan dari budidaya pohon penghasil gaharu, pada luasan tanah
2.000 m2 (140 ubin), jangka waktu 10 tahun. Denagn jarak tanam 3 X 4 luas tanah 2.000
m2 (asumsi 50 m X 40m) cukup ideal ditanami gaharu sebanyak 180 batang. Berikut ini
adalah perincian biaya dan keuntungan dari budidaya pohon penghasil gaharu:

1. Biaya

3
Water and Sanitation Project for Talonang Village, Sekongkang Sub-district, West Sumbawa

Biaya sendiri kita bedakan menjadi 3 yaitu: biaya tahap 1 (pengadaan bibit,penanaman
dan perawatan di tahun pertama), biaya tahap 2 (perawatan tanaman pada tahun ke-2
sampai tahun ke-7), dan biaya tahap 3 (inokulasi dan perawatan pasca inokulasi tahun ke-
8 sampai tahun ke-10).

a. Biaya tahap 1:
- pembelian bibit 180btng @ Rp.25.000 = Rp. 4.500.000
- pupuk kandang 500kg @ Rp.250 = Rp. 125.000
- pestisida (furadan,stiko,dll = Rp. 150.000
- tenaga penanaman = Rp. 50.000
- tenaga perawatan = Rp. 300.000
JUMLAH = Rp. 5.125.000

b. Biaya tahap 2:
- pupuk kandang = Rp. 750.000
- pupuk pabrik = Rp. 1.000.000
- pestisida = Rp. 900.000
- tenaga perawatan = Rp. 1.800.000
JUMLAH = Rp. 4.450.000

c. Biaya tahap 3:
- pembelian fusarium sp 180 botol @Rp.100.000= Rp. 18.000.000
- tenaga inokulan = Rp. 36.000.000
- tenaga perawatan = Rp. 1.000.000
- tenaga panen = Rp. 10.000.000
JUMLAH = Rp. 65.000.000

Jumlah a+b+c = Rp. 74.575.000

2. Penerimaan

Dengan asumsi bahwa tingkat keberhasilan inokulasi adalah 75% saja, dari 180 batang
tanaman cuma menghasilkan 135 batang pohon saja yang bisa dipanen. Satu batang
pohon gaharu dengan masa inokulasi 3 tahun menghasilkan rata-rata 2 kg gubal, 10 kg
kemedangan, dan 20 kg abu. Sehingga total yang dihasilkan dari 135 batang adalah 270
kg gubal, 1.350 kg kemedangan, dan 2.700 kg abu.
a. gubal 270 kg @ Rp.7.000.000 = Rp.1.890.000.000
b. kemedangan 1.350 kg @ Rp.2.000.000 = Rp.2.700.000.000
4
Water and Sanitation Project for Talonang Village, Sekongkang Sub-district, West Sumbawa

c. abu 2.700 kg @ Rp.200.000 = Rp. 540.000.000

Jumlah = Rp.5.130.000.000

3. Keuntungan
Penerimaan - Biaya = Rp.5.130.000.000 - Rp. 74.575.000 = Rp.5.055.425.000

Rata-rata perpohon gaharu umur 7 tahun dengn masa inokulasi 3 tahun (tahun ke-8
sampai tahun ke-10), menghasilkan 25 juta rupiah lebih.
Jadi, dari investasi sebanyak 74 jutaan, berpotensi menghasilkan 5 milyar rupiah dalam
kurun waktu 10 tahun. Seiring waktu, harga jual tanah juga meningkat. Tidak ada ruginya
kan investasi di kebun?

ANALISA BISNIS BUDIDAYA GAHARU


Analisa biaya dan keuntungan dari budidaya pohon penghasil gaharu, pada luasan tanah
2.000 m2 (140 ubin), jangka waktu 7 10 tahun. Denagn jarak tanam 3 X 3 luas tanah
2.000 m2 (asumsi 50 m X 40m) cukup ideal ditanami gaharu sebanyak 180 batang.
Berikut ini adalah perincian biaya dan keuntungan dari budidaya pohon penghasil gaharu:
1. BIAYA
Biaya sendiri kita bedakan menjadi 3 yaitu: biaya tahap 1 (pengadaan bibit,penanaman
dan perawatan di tahun pertama), biaya tahap 2 (perawatan tanaman pada tahun ke-2
sampai tahun ke-7), dan biaya tahap 3 (inokulasi dan perawatan pasca inokulasi tahun ke-
3 sampai tahun ke-5).
A. BIAYA TAHAP 1:
- Pembelian Bibit 180btng @ Rp.15.000 = Rp. 2.700.000
- Pupuk Kandang 500kg @ Rp.250 = Rp. 125.000
- Tenaga Penanaman 2 orang = Rp. 100.000
- Tenaga Perawatan tahun pertama = Rp. 600.000
JUMLAH = Rp. 3.525.000,-
B. BIAYA TAHAP 2:
- Pupuk Kandang = Rp 750.000,-
- Pupuk Oganik (LB10) @Rp10.000,- = Rp. 300.000,-
- Pestisida = Rp. 900.000,- (jika diperlukan)
- Tenaga Perawatan = Rp. 600.000,-
JUMLAH = Rp. 2.550.000
C. BIAYA TAHAP 3:
- Tenaga Perawatan = Rp. 1.000.000,-
- Tenaga Panen = Rp. 5.000.000,-
JUMLAH = Rp. 6.000.000

5
Water and Sanitation Project for Talonang Village, Sekongkang Sub-district, West Sumbawa

D. INOKULASI
-Fusarium untuk inokulasi Rp 1.000.000,- s/d Rp 2.500.000,-
JUMLAH A+B+C = RP. 12.075.000,-
Asumsi biaya tersebut adalah biaya maksimal, biaya tersebut diatas masih bisa kita tekan
apabila penanaman dan perawatan kita lakukan sendiri
2. PENERIMAAN
Dengan asumsi bahwa tingkat keberhasilan inokulasi adalah 75% saja, dari 180 batang
tanaman cuma menghasilkan 135 batang pohon saja yang bisa dipanen. Satu batang
pohon gaharu dengan masa inokulasi 3 tahun menghasilkan rata-rata 2 kg gubal, 10 kg
kemedangan, dan 20 kg abu. Sehingga total yang dihasilkan dari 135 batang adalah 270
kg gubal, 1.350 kg kemedangan, dan 2.700 kg abu.
A. GUBAL 270 KG @ RP.4.000.000,- = RP.1.080.000.000,-
B. KEMEDANGAN 1.350 KG @ RP.1.000.000 = RP.1.350.000.000,-
C. ABU 2.700 KG @ RP.200.000 = RP. 540.000.000,-
JUMLAH = RP.2.970.000.000,-
Jumlah penerimaan diatas kami ambil dari data harga jual gaharu yang paling rendah
3. KEUNTUNGAN
PENERIMAAN BIAYA = RP.2.970.000.000,- RP. 12.075.000,- = RP.2.957.925.000,-
Rata-rata perpohon gaharu umur 6 tahun dengn masa inokulasi 3 tahun (tahun ke-9
sampai tahun ke-10), menghasilkan 25 juta rupiah lebih.
Jadi, dari investasi sebanyak 21 jutaan, berpotensi menghasilkan 3 milyar rupiah dalam
kurun waktu 7 10 tahun. Seiring waktu, harga jual tanah juga meningkat.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menanam pohon gaharu adalah :

A. Tanah

Kita tidak perlu bingung mengenai struktur tanah untuk menanam Pohon Gaharu karena
pohon ini memeiliki sifat tidak memilih tanah (0 - 1200 M dpl), yang terpenting tanah
tidak terendam air seperti sawah atau rawa.

B. Pola Tanam Kayu gaharu

6
Water and Sanitation Project for Talonang Village, Sekongkang Sub-district, West Sumbawa

1. Pola Tanam MONOKULTUR

Yang dimaksud pola tanam MONOKULTUR adalah sebagai berikut :

Satu areal lahan perkebunan khusus ditanami Pohon Gaharu.


Jarak tanam yang dapat digunakan antar pohon boleh 1m x 1m, 2m x 2m, 3m x 3m
(menyesuaikan lahan yang ada).
Setelah bibit ditanam perlu perawatan ekstra selama 6 - 12 bulan karena pohon ini adalah
jenis yang perlu naungan/teduhan (40%-60% cahaya).
Hindari cahaya matahari langsung mulai pukul 10.00 s.d 15.00.

2. Pola Tanam TUMPANG SARI

Pola tanam TUMPANG SARI adalah :

Menanam pohon gaharu di sela-sela tanaman lainnya.


Penanaman Tumpang Sari bersama dengan pohon sawit, karet, sengon, jabon, mahoni,
dapat juga ditanam bersama tanaman pertanian lainnya seperti cabai, buah-buahan, tomat,
singkong, jagung, dll.
Pohon Gaharu dapat pula ditanam disekeliling pekarangan rumah, Masjid, Sekolahan,
Perkantoran atau disekeliling kolam ikan dan peternakan.
Dengan cara ini disela-sela lahan yang kosong dapat kita manfaatkan semaksimal
mungkin sambil menunggu 5-6 tahun untuk panen Gaharu.

C. Tata Cara Menanam Pohon Gaharu

Membuat lubang untuk menanam bibit gaharu dengan ukuran 40cm x 40cm x 40cm.
Kemudian, isi lubang tersebut dengan pupuk kandang atau kompos sebanyak 2 sampai 5
kg dicampur dengan tanah.
7
Water and Sanitation Project for Talonang Village, Sekongkang Sub-district, West Sumbawa

Setelah itu diamkan selama 2 sampai 4 minggu baru kemudian bibit siap untuk ditanam.

BUDIDAYA TANAMAN GAHARU


DENGAN MODEL ROTASI DAN MULTIPLE CROPING

A. Tujuan.
Tanaman gaharu tidak memerlukan suatu persyaratan tumbuh yang istimewa. Tanaman
yang berasal dari hutan tropis ini tumbuh subur di daerah lahan tropis. Saat pohon gaharu
berumur sekitar 5-8 tahun, pohon yang tumbuh seperti pohon hutan alam itu perlu
disuntik dengan obat pemuncul getah. Panen dengan produksi optimal pada umur 10
tahun.
Selain dapat tumbuh di kawasan hutan, pohon gaharu juga dapat tumbuh di pekarangan
warga. Karena itu sebenarnya warga memiliki banyak kesempatan untuk menanam pohon
yang menghasilkan getah wangi ini. Beberapa jenis tumbuhan berpotensi untuk
memproduksi gaharu sudah dieksplorasi. Jenis tumbuhan itu meliputi Aquilaria
spp, Aetoxylon sympetallum, Gyrinops, dan Gonsystylus.
Berbagai jenis tumbuhan itu tersebar di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Nusa Tenggara,
dan Papua. Tetapi, keberadaannya sekarang mulai langka.
Gaharu (Aquilaria Malaccensis) mulai berproduksi pada umur 5 tahun yaitu mulai
dirangsang dengan dilukai dan diberi zat perangsang tumbuh getah. Budidaya gaharu
yang diambil adalah mulai dari kayu, cabang dan paling utama adalah getahnya.
Teknik budi daya gaharu dengan cara penginfeksian jamur pembentuk gaharu ke dalam
batang pohon potensial. Isolat jamur penginfeksi atau pembentuk gaharu sudah
dieksplorasi Balitbang Kehutanan dengan hasil diperoleh dari
genusFusarium dan Cylindrocarpon.
Saat ini diperoleh dari genus Fusarium sebanyak 23 isolat jamur. Empat isolat
jamurFusarium paling cepat menginfeksi kayu berpotensi menjadi gaharu
Banyaknya getah yang dihasilkan dari pohon gaharu tergantung dari masa tanam dan
panen pohon tersebut. Misalnya untuk usia tanam selama 9 sampai 10 tahun, setiap
batang pohon mampu menghasilkan sekitar 2 kilogram Gaharu itu sendiri sebagai hasil
persenyawaan enzim jamur tertentu yang menginfeksi kayu jenis tertentu pula.
Persenyawaan itu menghasilkan damar wangi yang kemudian dikenal sebagai gaharu.
Kayu yang mengandung damar wangi atau gaharu kategori paling bagus atau kelas super
mencapai harga Rp 50 juta per kilogram. Melalui metode penyulingan, gaharu umumnya
dimanfaatkan sebagai pewangi.
Selama ini gaharu alam yang paling bagus disebut gaharu super yang berwarna hitam
pekat, padat, keras, mengilap, dan beraroma kuat khas gaharu. Gaharu super tidak
menampakkan serat kayunya. Bentuknya seperti bongkahan yang di dalamnya tidak
berlubang.
8
Water and Sanitation Project for Talonang Village, Sekongkang Sub-district, West Sumbawa

Klasifikasi mutu gaharu ditetapkan ada enam, berturut-turut dari yang paling bagus,
yaitu kelas super, tanggung, kacangan, teri, kemedangan, dan cincangan, kata Sulistyo.
Kelas cincangan merupakan potongan kecil-kecil dari kayu yang terinfeksi menjadi
gaharu. Meskipun tidak berwarna kehitaman atau tidak mengandung getah gaharu, kelas
cincangan masih menunjukkan aroma khasnya. Biasanya, gaharu ini digunakan untuk
pembuatan dupa atau hio.
Dalam proses produksi gaharu buatan, yang sangat penting dikuasai adalah proses
pembenihan, persemaian, penanaman, dan pemeliharaan pohon-pohon berpotensi
Melihat adalah hutan- hutan yang dibangun dan dikelola oleh rakyat, kebanyakan berada
di atas tanah milik atau tanah adat meskipun ada pula yang berada di atas tanah Negara
atau kawasan hutan negara. Program Hutan Tanaman Rakyat juga menjawab adanya
kesenjangan antara peningkatan kesejahteraan gaharu dan memperoleh keuntungan dari
pohon yang menghasilkan produk bernilai tinggi.

Ada 3 prinsip penyelenggaraan Tanaman Gaharu, yaitu:


1. Masyarakat mengorganisasikan dirinya berdasarkan kebutuhan, pembangunan
tanaman gaharu yang berkesinambungan. Pada lahan tersebut dengan memanfaatkan
seoptimal mungkin waktu yang ada dengan sistem multiple cropping.
2. Multiple cropping yaitu memanfaatkan lahan sewaktu tanaman utama (gaharu masih
kecil) dengan ditanamai kedelai. Fungsi tanaman kedelai selain menghasilkan juga
sebagai pengurangai biaya pengendalian gulma, juga menyuburkan tanah.
3. setelah tahun ke 3, diantara tanaman gaharu dapat dibudidayakan tanaman yang tidak
membutuhkan sinar matahari seperti rempah-rempah (jahe, kencur, temulawak, dll)
Sasaran program Tanaman Gaharu dengan Multicroping
Tanaman Gaharu merupakan tanaman elite artinya untuk menghasilkan produk yang
diharapkan memerlukan biaya yang sangat mahal. Biaya mahal tersebut karena
digunakan teknologi inokulasi yang sampai saat ini masih mahal. Rata-rata biaya per
tanaman dapat mencapai antara Rp. 300.000,- sampai Rp 600.000,- per pohon.
Dengan tingginya biaya tersebut maka sasaran program tanaman gaharu adalah:
1. Jumlah sedikit, atau di bawah 100 pohon dapat menyatu dengan tanaman
pekarangan. Maka sasaran budidaya dapat ke seluruh petani yang ada.
2. Jika berbentuk kawasan, maka sasaran dapat berupa sekelompok petani. Sehingga
biaya yang digunakan dapat ditanggung oleh pemiliknya dengan demikian dapat
membentuk kawasan cukup luas.
3. Jika dilakukan secara perkebunan khusus, maka diperlukan pengusaha Kawasan
hutan produksi yang tidak produktif, tidak dibebani hak/izin, letaknya diutamakan dekat
dengan industri hasil hutan dan telah ditetapkan pencadangannnya sebagai lokasi Hutan
Tanaman Rakyat atau hutan reboisasi.
4. Kegiatan yang menjadi sasaran program adalah terwujudnya kawasan hutan Gaharu
yang dapat dilakukan sebagai kawasan hutan produktif.
5. Sebagai tempat atau kawasan percontohan untuk masayarakat sekitar program dalam
budidaya tanaman hutan yang produktif.

B. Model / Pola Budidaya Tanaman Gaharu system Rotasi dan Multiple cropping.

9
Water and Sanitation Project for Talonang Village, Sekongkang Sub-district, West Sumbawa

Pada kegiatan budidaya tanaman gaharu, dapat dilakukan pada lahan sedikit di
pekarangan atau di lahan luas dalam bentuk perkebunan, misalnya: luas antara 8 sampai
15 hektar. Areal tersebut dikelola dengan menanam tanaman hutan yang diharapkan dapat
dimanfaatkan untuk produksi yang menjanjikan
Namun selama menunggu waktu sampai produksi, masayrakat perku ada penyangga
kebutuhan pangan dan menambah pendapatan selama pertumbuhan tanaman hutan maka
diantara tanaman hutan dibudidayakan tanaman pangan yang berfungsi sebagai tanaman
sela.
Model atau pola tanam yang direncanakan/ diharapkan adalah pola tanam yang
berkesinambungan. Artinya dalam luasan areal yang diberikan penanaman tanaman
gaharu dilakukan secara periodik tertentu, dengan demikian panen tanaman gaharu dapat
dilakukan secara periodik juga. Hal tersebut berkelanjutan dari tahun ke tahun sehingga
penanaman dan panenan terus berlangsung.
Model di atas hanya salah satu dari model yang digunakan untuk pengembangan yang
berkelanjutan. Penentuan Model/ Pola tanam budidaya rotary dan multiple cropping:
Beberapa hal yang mempengaruhi untuk budidaya gaharu dengan system rotasin dan
multiple cropping ini adalah:
1. Umur tanaman gaharu yang rencananya di panen
2. Jarak tanam yang dilakukan untuk tanaman gaharu.
3. Luasan lahan yang di olah.

Contoh 1.
Usaha gaharu dalam luasan besar misalnya 120 ha, dengan menanam tanaman gaharu
yang dapat dipanen dalam waktu 10 tahun. Dia berkeinginan menanam setiap tahun
maka luas lahan per tahun adalah 120/10 ha atau 12 ha. Model atau Pola tanam yang
dibuat adalah
Tahun 1 = 12 ha; tahun 2 = 12 ha, tahun 3 = 12 ha..... tahun 8 = 12 ha. Untuk tahun ke 9
dilakukan panen 12 ha dan untuk tahun ke 10 tanam 12 ha dan panen 12 ha, dst ...

Dapat digambarkan sebagai berikut:


Berdasarkan tabel di atas bahwa penanaman dilakukan setiap tahun sedangkan panen
dilakukan setiap tahun mulai tahun ke 10 sampai seterusnya.

A. Tanaman Sela Sebagai Pendukung Tanaman Hutan


Pada budidaya di tanaman Gaharu selain tanaman utama yaitu tanaman gaharu termasuk
tanaman keras, dalam pelaksanaannya dilakukan dengan sistem tumpang sari.
Sebagai tanaman sela untuk tahun pertama, kedua dan ketiga adalah tanaman kacang-
kacangan (kacang tanah, kedelai, kacang hijau). Tanaman sela dilakukan pada tanaman
hutan semenjak pengolahan sampai pada tanaman hutan berumur 3 tahun setelah tanam.
Untuk tanaman sela disarankan tanaman yang mempunyai beberapa kriteria diantaranya:
(a) Tanaman pangan atau hortikultura yang menghasilkan dan berharga. (b) Dapat
berdampingan dengan tanaman hutan dalam hal ini sebagai tanaman utama, Sedangkan

10
Water and Sanitation Project for Talonang Village, Sekongkang Sub-district, West Sumbawa

pada tahun ke 4 sampaui pada tahun ke 9 dapat dilakukan dengan menanam tanaman
rempah (jahe, kencur, temulawak, dll).
Tujuan dari pemberian tanaman sela tersebut adalah:
1. Memberikan pendapatan bagi masyarakat yang mengelola tanaman tersebut untuk
mendapatkan hasil dari tanaman sela selama menunggu hasil panen tanaman gaharu.

2. Menjaga dan memelihara tanah dari kerusakan..


Dengan menanam di lahan antara tanaman hutan yang masih kecil maka tanah tertutup
tanaman sela sehingga dari erosi, kerusakan dan lain-lain dapat ditanggulangi.
3. Disamping itu, perawatan yang diberikan pada tanaman sela dapat sekaligus merawat
tanaman hutan.

Sesuai dengan tujuan penggunaan tanaman sela tersebut di atas maka tanaman sela
dilakukan minimal 1 kali dalam satu tahun. Dan akan lebih baik jika dilakukan 2 kali
dalam satu tahun untuk mengurangi kerusakan lahan akibat tidak digunakan. Namun
untuk daerah kering dimungkinkan hanya sekali dalam setahun.

B. Budidaya Tumpangsari antara Tanaman Gaharu dan Tanaman Kedelai (kacang-


kacangan).
1. Penentuan Model/ pola tanam.
Bedasarkan luas lahan yang digarap dan jenis tanaman maka ditentukan model / pola
tanam yang akan digunakan ( lihat di atas), yang perlu diperhatikan dalam penentuan
model / pola tanam adalah:
- Penentuan komodite yang akan ditanam (umur), nilai tanaman, tujuan kegunaan.
- Pembagian luas lahan per tahun (lihat contoh ) untuk menghitung luas lahan).
2. Persiapan lahan.
Lahan yang digunakan untuk hutan tanaman rakyat bermacam-macam. Ada lahan yang
berasal dari semak belukar, tegalan, ladang, hutan skundair, tanah kritis, lahan tidur, dan
lain sebagainya. Sebagian besar merupakan lahan yang kurang subur. Sebab pada
umumnya lahan yang subur sudah digunakan sebagai lahan pertanian. Untuk
mempersiapkan lahan tersebut dilakukan pembersihan (land clearing). Jenis lahan dengan
kondisi yang berbeda maka land clearing pun berbeda-beda.
3. Persiapan sarana dan prasarana Budidaya.
Sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk kegiatan Budidaya Hutan Tanaman Rakyat
adalah:
Peralatan:
Peralatan pertanian disesuaikan dengan obyek lahan yang digarap, baik untuk persiapan
maupun peralatan selama perawatan tanaman gaharu dan tanaman pangan sebagai
tanaman sela (kedelai)
Bahan:
a) Bibit tanaman gaharu dan benih tanaman pangan.
Terdapat beberapa bibit yang dipersiapkan dalam budidaya tanaman rakyat yaitu:
11
Water and Sanitation Project for Talonang Village, Sekongkang Sub-district, West Sumbawa

- Bibit tananam gaharu, dalam hal ini tergantung dari tanaman yang dipilih sesuai
jenis tanaman. Pilihlah bibit yang sehat, dan mempunyai pertumbuhan lurus, tidak patah
dan lain-lain.
- Benih tanaman sela (kedelai dan rempah-rempah)

b) Pupuk.
Pada umumnya lahan yang digunakan untuk Hutan Tanaman Rakyat bukan merupakan
tanaman subur, namun berasal dari lahan tidur, lahan hutan sekunder, ladang, tegalan,
pekarangan, dll.
Untuk itu, perlu adanya cara yang tepat pemberian bahan untuk pembenahan lahan yang
dapat meningkatkan kesuburan di lahan. Sesuai permasalahan tersebut maka penggunaan
pupuk hayati Bio P 2000 Z merupakan pemecahan yang tepat untuk memecahkan
masalah tersebut. Pupuk lainnya seperti Urea, Phospat, KCl masih diperlukan sebagai
bahan unsur hara yang mempunyai kandungan N, P dan K tersedia cukup banyak.
Karena Hutan Tanaman Rakyat berbentuk budidaya tumpang sari antara tanaman hutan
dan tanaman pangan sebagai tanaman sela maka jadwal dan dosisi pemupukan dilakukan
pada tanaman sela.
c) Pestisida
Penggunaan pestisida disesuaikan dengan serangan hama yang ada. Prinsip-prinsip
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) harus diterapkan untuk menjaga keseimbangan dan
kelestarian alam.

4. Teknik Budidaya.
Teknik budidaya yang diuraikan di sini adalah teknik budidaya di tanaman gaharu
dengan sistem tumpang sari dengan tanaman pangan. Pada tahun pertama dilakukan
penanaman hutan dan penanaman tanaman sela. Sesuai dengan kondisi cuaca di lokasi
budidaya tanaman, jika dimungkinkan sebaiknya tanaman pangan dilakukan 2 kali dalam
satu tahun.
a. Pembibitan Tanaman Gaharu.
Pembibitan tanaman hutan dilakukan oleh para penyedia bibit. Teknik pembibitan
tanaman bermacam-macam, pembibitan dengan teknik sederhana sampai pada teknik
kultur jaringan. Demikian pula masing-masing tanaman mempunyai teknik pembibitan
yang berlainan.

b. Penanaman Tanaman Gaharu.


Budidaya hutan tanaman rakyat menggunakan sistem tumpang sari. Agar penanaman
dapat berhasil dengan baik antara tanaman hutan dan tanaman pangan membutuhkan
tanaman pokok yang tertata rapi. Hal ini dapat dilakukan jika jarak tanam tanaman pokok
dibuat sama. Untuk mendapatkan jarak tanam yang sama tersebut maka dibantu dengan
sistem pengajiran sebelum dilakukan penggalian untuk tempat tanaman hutan ditanam.
Jarak tanam tergantung dari jenis tanaman akan ditanam.
Komodite tanaman hutan yang diusahakan tergantung dari tujuan dan waktu yang akan
dipanen. Beberapa tanaman yang dapat dijadikan sebagai tanaman hutan adalah

12
Water and Sanitation Project for Talonang Village, Sekongkang Sub-district, West Sumbawa

c. Penamanan Tanaman Sela.


Penentuan tanaman sela dipilih berdasarkan beberapa pertimbangan diantaranya:
mempunyai pangsa pasar tinggi, sesuai dengan iklim dan ekologi lingkungan, mudah
perawatan, dapat menunjang kebutuhan pangan pemiliknya.

d. Perawatan.
Perawatan tanaman gaharu dalam budidaya pertumbuhan tidak terlalu sulit. Karena
perawatan dilakukan seperti tanaman perkebunan lainnya.
Hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan gaharu yang paling penting adalah
perlakukan untuk menginfeksi gaharu dengan inokulan dengan tujuan agar gaharu
mengeluarkan getahnya.

Teknik Inokulasi Gaharu:


Hal yang paling penting pada budidaya gaharu adalah dapat berproduksi getah yang
banyak dan berkualitas. Untuk memperoleh tersebut perlu dibantu dengan teknik
inokulasi pada pohon gaharu tersebut.
Cara atau teknik inokulasi gaharu adalah sebagai berikut:
a) Pengadaan isolate: tugas para pemasok isolate.
b) Produksi inokulan : tugas para pemasok inokulan
c) Pengadaan alat dan perlengkapan berupa: genset, bor dan mata bor, pipa, air stiril,
botol infuse).
d) Teknik inokulasi: pilih pohon (diameter : 15 up) design lubang bor (spiral bor),
tentukan jarak bor, mengebor batang dengan kedalaman 1/3 diameter, masukkan inokulan
dan tutup dengan malam. Lakukan proses ini dengan cepat dan stiril.
e) Observasi : setelah 1 2 bulan, amatilah laju infeksi penyakit dengan membuka kulit
batang di sekitar lubang pengeboran.
Bila berubah warna dan ada tanda infeksi dan cek telah berbau gaharu maka dapat
dinyatakan berhasil.
Sumber tulisan
Dr. Ir. Listyanto, MSc

Pemerintah Republik Indonesia telah mengadopsi Kebijakan mengenasi Sanitasi Total


sebagai bagian dari Strategi Nasional mengenai sanitasi di pedesaan dan higenitas untuk
dapat diterapkan di dalam kegiatan sehari-hari. Tujuan dari Strategi Nasional Sanitasi
13
Water and Sanitation Project for Talonang Village, Sekongkang Sub-district, West Sumbawa

Total Berbasis Masyarakat ini adalah untuk memberi arahan dan mendukung Pemerintah
Daerah dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan serta evaluasi program sanitasi
total di daerah perdesaan dengan begitu akan dapat meningkatkan derajat kesehatan dan
kualitas hidup masyarakat, terutama di pedesaan.
Dalam rangka mempercepat peningkatan cakupan akses sanitasi pedesaan sesuai dengan
target Millenium Development Goals (MDGs) melalui peningkatan perilaku masyarakat
untuk hidup bersih dan sehat, maka disusunlah suatu strategi nasional gerakan Sanitasi
Total Berbasis Masyarakat (Community Led Total Sanitation). Sanitasi Total dapat
dicapai oleh masyarakat di pedesaan, kecamatan dan kabupaten apabila setiap Kepala
Keluarga (KK) akan:
a. Menghentikan kebiasaan buang air besar (BAB) sembarangan;
b. Menggunakan WC yang dirawat dan bersih;
c. Mencuci tangan pakai sabun setelah BAB dan sebelum makan ataupun menyuapi
bayi/Balita;
d. Menjaga agar WC tetap bersih dan berfungsi dengan baik;
e. Menggunakan air minum yang aman dan mengelola makanan dengan baik; dan
f. Mengelola limbah dengan baik, termasuk di dalamnya limbah padat dan limbah cair.

Menurut data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) tahun 2009
mengenai kepemilikan sarana sanitasi dasar, sebanyak 74,19% keluarga di 50
desa/kelurahan (sekarang 64 desa/kelurahan) memiliki persediaan air bersih dan 67,50%
keluarga memiliki toilet sendiri di rumah. Angka ini tidak memadai untuk mencapai
target Millennium Development Goals No. 7, (MDGs/Tujuan Pembangunan Millennium)
pada tahun 2015, yaitu mengurangi setengah dari populasi penduduk yang tidak
terjangkau akses ke sanitasi yang baik pada tahun 2015.
Oleh karena itu dipandang perlu adanya dukungan bagi masyarakat untuk menghentikan
kebiasaan perilaku BAB sembarangan. Maka, diperlukan adanya program untuk
memfasilitasi warga dengan memberikan dukungan pengetahuan dalam bentuk pelatihan
dan membuka ruang diskusi masyarakat dengan petugas kesehatan tentang pentingnya
BAB di jamban. Masyarakat perlu terus dimotivasi untuk membangun jamban baik
secara mandiri maupun dengan bantuan pihak lain.
Belajar dari pengalaman masa lampau, pembangunan fasilitas air dan sanitasi di
masyarakat pada umumnya menggunakan pendekatan proyek semata, dan hanya berfokus
pada pembangunan jamban-jamban di masyarakat yang seringkali tidak menjangkau
masyarakat miskin dan di daerah terpencil. Pendekatan ini seringkali tidak disertai
dengan pendidikan akan perilaku hidup bersih dan sehat, sehingga seringkali jamban-
jamban yang telah dibangun menjadi tidak dipakai, tidak dimanfaatkan dan dirawat sama
sekali oleh masyarakat.
Pendekatan tersebut gagal untuk dapat meningkatkan kebutuhan akan pentingnya
sanitasi dan adanya perubahan perilaku di masyarakat, serta gagal untuk memberdayakan
peran masyarakat untuk dapat mempromosikan adanya inovasi-inovasi serta
pengembangan teknologi yang sesuai dengan budaya masyarakat setempat.
Untuk itu strategi nasional pengembangan sanitasi pedesaan perlu dirancang untuk dapat
memberikan pemikiran-pemikiran baru dan memperbaharui pendekatan-pendekatan di
sektor air dan sanitasi berdasarkan pengalaman-pengalaman baru baik di Indonesia
maupun di luar negeri yang sesuai dengan latar belakang berbagai macam budaya yang
ada di Indonesia.

14
Water and Sanitation Project for Talonang Village, Sekongkang Sub-district, West Sumbawa

Air minum dan Penyehatan Lingkungan serta higenitas bukan hanya ditentukan oleh
jumlah toilet yang dibangun atau saluran air yang telah terbangun, tetapi mengenai
pengetahuan, sikap dan perilaku akan hidup bersih dan sehat.

1.2. Kondisi Umum Desa Talonang Baru


Desa Talonang Baru merupakan bagian dari wilayah administratif Kecamatan
Sekongkang Kabupaten Sumbawa Barat yang terdiri dari 3 dusun dengan luas total
mencapai 851,4 hektar. Dari keseluruhan wilayah desa, seluas 337,5 hektar atau sekitar
40% lahan dimanfaatkan untuk tegalan/kebun, 64,5 hektar atau sekitar 7,6% lahan untuk
pekarangan/pemukiman dan selebihnya 52,8% lahan merupakan wilayah hutan dan
pantai.
Desa yang tergolong terisolir ini didiami oleh 1.025 jiwa penduduk dengan jumlah rumah
tangga mencapai 258 kepala keluarga. Sebagian besar penduduk merupakan peserta transmigrasi
yang diselenggarakan oleh Departemen Transmigrasi pada Tahun 2001 dan sebagian kecil lagi
merupakan penduduk asli yang telah menetap secara turun-temurun di wilayah Talonang dan
sekitarnya.
Dari 258 rumah tangga, sebanyak 208 merupakan rumah tangga miskin (pra-sejahtera). Hal ini
tidak terlepas dari kondisi mata pencaharian masyarakat Talonang Baru yang 80%
menggantungkan hidup pada sektor pertanian lahan kering yang hanya dapat ditanami dengan
padi atau palawija sekali dalam setahun.
Sumber penghasilan masyarakat Talonang Baru lainnya adalah usaha peternakan. Jenis
hewan ternak yang dipelihara oleh masyarakat terdiri dari sapi, kerbau, kuda, kambing,
ayam dan itik yang belum dipelihara secara intensif.
Di samping kegiatan pertanian dan peternakan, sebagian anggota masyarakat Desa
Talonang juga menyandarkan hidup dari mencari hasil hutan seperti menebang kayu,
mencari madu dan berburu hewan seperti rusa Sumbawa. Kegiatan ini dilakukan di sela-
sela kegiatan bertani atau pada musim paceklik.
Kegiatan budidaya pertanian, peternakan dan berburu hasil hutan tidak mampu
memberikan penghidupan yang layak bagi masyarakat karena hasil-hasil pertanian tidak
dapat dipasarkan karena jarak Desa Talonang Baru ke pusat-pusat perdagangan cukup
jauh, di samping itu sarana-prasarana perhubungan yang tidak memadai.
Untuk mencapai Talonang Baru dibutuhkan waktu 5 jam dari ibukota Kabupaten
Sumbawa Barat dengan jarak tempuh hingga 99,11 km. Sedangkan jarak tempuh dari
ibukota Kecamatan Sekongkang mencapai 63 km. Jalan terjal dengan bebatuan lepas
merupakan kondisi jalan yang umum dilalui dengan sepeda motor, kendaraan roda 4 yang
melintasi jalan selatan menuju Desa Talonang. Waktu tempuh menuju Desa Talonang
dengan berjalan kaki mencapai 12 jam. Kondisi ini menyebabkan wilayah Desa Talonang
termasuk dalam kategori wilayah terisolasi.
Gagal panen khususnya tanaman padi merupakan peristiwa tahunan yang selalu berulang
kali datang setiap tahun. Curah hujan yang rendah maksimal 963 mm per tahun dengan 4
bulan hujan tidak cukup memadai untuk mendukung usaha budidaya pertanian
masyarakat. Ditambah lagi dengan suhu udara rata-rata mencapai 29oC menyebabkan
ketersediaan air baik untuk perumahan penduduk maupun untuk irigasi tanaman
pertanian selalu mengalami krisis.
Krisis air yang sering dialami masyarakat Desa Talonang Baru tidak terlepas dari kondisi
geografis lahan yang sebagian bebatuan dan sebagian lagi bertekstur lempung dengan
kedalaman solum rata-rata 1,5 meter. Kondisi tanah ini menyebabkan perakaran tegakan
tidak mengalami pertumbuhan yang baik dan tidak mampu menampung air tanah secara
memadai.

15
Water and Sanitation Project for Talonang Village, Sekongkang Sub-district, West Sumbawa

Meskipun Desa Talonang Baru dibelah oleh 3 sungai yang membentang dari utara ke
selatan yaitu Sungai Tatar, Sungai Talonang dan Sungai Ropang serta terdapat juga 49
titik mata air, namun sumber air potensial tersebut belum dikembangkan secara intensif
sehingga belum dapat dimanfaatkan secara maksimal baik untuk irigasi maupun untuk
kebutuhan konsumsi rumah tangga.
Selain itu, rendahnya pengetahuan dan keterampilan tentang teknik budidaya tanaman
pada lahan kering dengan tingkat pendidikan masyarakat Desa Talonang yang 95%
berpendidikan rendah (tidak tamatan sekolah dasar) juga ikut mewarnai potret buram
penghidupan masyarakat Desa Talonang Baru.
Pada Tahun 2009, semua rumah tangga Desa Talonang terdaftar sebagai penerima
bantuan langsung tunai. Artinya 100% rumah tangga tergolong sebagai rumah tangga
miskin. Semenjak berdiri pada Tahun 2001, pemberian bantuan pangan kepada
masyarakat Talonang selalu menjadi agenda tahunan pemerintah baik dari Departemen
Transmigrasi maupun Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa Barat.
Lembaga-lembaga masyarakat yang ada seperti lembaga pemerintahan desa, LPM, PKK
dan Karang Taruna mungkin belum cukup berdaya untuk menjadi lembaga yang mampu
menginisiasi kegiatan-kegiatan ekonomi produktif.
Untuk mengatasi persoalan rawan pangan di Desa Talonang, Pemerintah Kabupaten
Sumbawa Barat pada setiap bulan memberikan tidak kurang dari 3 ton beras kepada
masyarakat berupa bantuan beras miskin (raskin).
Kondisi sosial ekonomi yang demikian menjadi hambatan bagi masyarakat dalam
menyediakan sarana dan prasarana sanitasi yang memadai. Maka, berdasarkan uraian
tersebut, Yayasan Serikat Tani Pembangunan, Kabupaten Sumbawa Barat memandang
perlu adanya dukungan program Water and Sanitation Project di Desa Talonang Baru.

1.3. Problem Assessment


Beberapa permasalahan yang teriidentifikasi:
a. Secara sosial ekonomi masyarakat Talonang Baru tergolong masyarakat
berpendidikan dan berpenghasilan rendah;
b. Masyarakat masih menerapkan prilaku tidak sehat dalam buang air besar;
c. Masyarakat masih mengkonsumsi air minum yang tidak aman;
d. Masyarakat belum tersedia sarana air bersih dan sanitasi lingkungann yang sehat; dan
e. Masyarakat belum melakukan pengelolaan limbah (padat/cair) dengan baik.

II. TUJUAN

2.1. General
Secara umum program ini bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
dan sanitasi lingkungan pemukiman.

2.2. Specific
Secara khusus, program ini bertujuan antara lain:
a. Menjamin ketersediaan air bersih; dan
b. Menyediakan jamban keluarga;
c. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang perilaku hidup sehat;
d. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemeliharaan prasarana air bersih dan
sarana sanitasi lingkungan.

16
Water and Sanitation Project for Talonang Village, Sekongkang Sub-district, West Sumbawa

III. METHODOLOGY

Dalam rangka mencapai tujuan program, maka akan diterapkan pola kegiatan Sanitasi
Total Berbasis Masyarakat (Community Based Total Sanitation). Ada 3 tahap penyelenggaraan
program, meliputi 1) Persiapan; 2) Implementasi; dan 3) Monitoring-Evaluasi dan Pelaporan,
selengkapnya akan diuraikan dalam Artikel IV (Program Concepts).

IV. KONSEP PROGRAM

Konsep-konsep kegiatan yang akan melakukan pada periode Juli 2004 Desember 2006
adalah:

4.1. Persiapan
4.1.1. Sosialisasi Program, untuk mengekspos program beberapa konsep dan ide dalam mean
pandang asing memiliki masyarakat dan para pemangku kepentingan di wilayah itu. Ini
adalah melakukan dibangun rasa harmoni dan koperasi pada visi dan ide-ide..
4.1.2. Fasilitator perekrutan, untuk menyediakan tenaga kerja dari masyarakat setempat
sebagai fasilitator bidang program.
4.1.3. Kapasitas gedung pelatihan, untuk memfasilitasi dari.. .staff dan fasilitator untuk
meningkatkan pengetahuan dan pengertian dari konsep kerangka pekerjaan dan
pelaksanaan teknik pada pemberdayaan masyarakat.
4.1.4. Kebutuhan penilaian, untuk mengeksplorasi lain kebutuhan masyarakat.
Diperlukan untuk secara komprehensif konsep dan kerangka, terutama dalam
membangun sistem keterlibatan masyarakat dan partisipasi yang difokuskan pada
pemberdayaan, kemampuan dan dorongan kelembagaan menekankan untuk
mendukung masyarakat untuk menjadi pelopor pengembangan.

4.2. Implementasi
4.2.1 Konstruksi bendungan penahanan air di hulu dari satu atau lebih dari 17 aktif
sungai di desa. Kegiatan ini akan dilakukan melalui beberapa tahap mulai dari
survei, investigasi, Desain, konstruksi, operasi dan pemeliharaan (SIDCOM).
4.2.2 Pembangunan pipa utama sistem (sekitar 3 km panjang) dari bendungan
penahanan air untuk setidaknya 3 tangki air distribusi air utama di tiga dusun
berbeda unit. Kegiatan ini akan dilakukan melalui beberapa tahap mulai dari
survei, investigasi, Desain, konstruksi, operasi dan pemeliharaan (SIDCOM).
4.2.3 Pembangunan distribusi pipa sistem untuk setidaknya di lingkungan 11). Kegiatan
ini akan dilakukan melalui beberapa tahap mulai dari survei, investigasi, Desain,
konstruksi, operasi dan pemeliharaan (SIDCOM).
4.2.4 Pembangunan toilet umum setidaknya di sedikit pun 11 lingkungan masing-
masing memiliki 3 unit toilet, 3 mandi unit dan 1 unit cuci. Kegiatan ini akan
dilakukan melalui beberapa tahap mulai dari survei, investigasi, Desain,
konstruksi, operasi dan pemeliharaan (SIDCOM).
4.2.5 Untuk mendirikan desa Komite untuk menerapkan dan merawat fasilitas tersebut.
Kegiatan ini dilakukan untuk mempersiapkan kelembagaan masyarakat yang akan
mengelola dan memelihara berbagai macam prasarana yang tlah disediakan.
Apabila pada memungkinkan lembaga masyarakat ini mampu mengelola
prasarana untuk menghasilkan pembiayaan operasional dan pemeliharaan
prasarana semisalnya melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
17
Water and Sanitation Project for Talonang Village, Sekongkang Sub-district, West Sumbawa

4.2.6 Untuk memberikan pelatihan bagi masyarakat desa untuk secara efektif
mempertahankan fasilitas kapasitas. Kegiatan ini ditujukan untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam memanfaatkan dan memelihara
prasarana yang tlah disediakan proyek/program.
4.2.7 Menanam pohon dan mempertahankan mereka di daerah tangkapan air untuk
menjaga air (3 tahun program). Kegiatan ini ditujukan untuk menjaga kelestarian
mata air sehingga tetap mampu mensuplay udara untuk kebutuhan masyarakat.
4.2.8 Seminar. Seminar akan dilakukan untuk membangun kesamaan visi dan persepsi
semua stakeholder pada air dan pengelolaan kebersihan. Seminar akan dilakukan
untuk 1 waktu di Sumbawa Barat dengan terlibat stakeholder lain.

4.3. Monitoring, Evaluation, and Reporting


4.3.1. Pemantauan dan evaluasi. Untuk mengelola beberapa dampak kegiatan proyek
(ancaman dan kemajuan), yang melibatkan otorisator, koordinator program,
Umum (sebagai pengawas dan evaluator). Ini adalah perilaku bulanan (36 kali)
dan setiap kuartal (untuk setiap tiga bulan atau 12 kali). Monitoring dan evaluasi
juga dilakukan dalam pendekatan partisipatif setidaknya 8 kali.
4.3.2. Pelaporan. Ini dilakukan sebagai... ditulis bertanggung jawab untuk PT NNT dan
JICA yang terdiri dari: (1) laporan bulanan, laporan (2) Triwulan, laporan (3)
akhir.

TABEL WAKTU TINDAKAN'

Program ini akan diadakan dalam tiga tahun (Januari 2012-Desember 2014) di desa
Baru Talonang, Kecamatan Sekongkang, Sumbawa Barat. Tindakan jadwal matriks terpasang.

V. TARGET

Untuk secara efektif melakukan tindakan program, tidak dinyatakan target atau akhir
hasil yang bisa mencapai.
Concept proposed Target
1. Preparation
1.1. Sosialisasi Program Menyelenggarakan pertemuan untuk membangun harmonisasi
dan kerjasama antar-stakeholders (pendana, pemerintah,
masyarakat dan NGO) dalam menjalankan konsep dan gagasan
pengembangan air bersih dan sanitasi lingkungan.
1.2. Fasilitator Menyediakan 3 orang anggota masyarakat setempat sebagai
perekrutan fasilitator lapangan program.
1.3. Pelatihan menyelenggarakan sebuah pelatihan bagi 3 staff NGO, 2
pengembangan fasilitator teknis, dan 3 fasilitator lapangan untuk meningkatkan
kapasitas pengetahuan dan pemahamannya terkait dengan konsep
kerangkan kerja dan teknis implementasi pemberdayaan
masyarakat.
1.4. Penilaian kebutuhan menyelenggarakan serangkaian pertemuan tatap muka untuk
mengekslorasi kebutuhan masyarakat yang diperlukan dalam
penyusunan konsep dan kerangka kerja yang utuh terutama
dalam hal membangun sistem keterlibatan masyarakat dan
penguatan yang berpusat pada partisipasi, pemberdayaan dan
penguatan kelembagaan yang ditekankan masyarakat sebagai
pelaku utama pembangunan.
18
Water and Sanitation Project for Talonang Village, Sekongkang Sub-district, West Sumbawa

2. Implementation
2.1. Pembangunan Membangun 1 dam penampung atau lebih pada 17 hulu sungai
Bendungan aktif.
penahanan air
2.2. pembangunan sistem Menyediakan jaringan pipa dari dam menuju 3 unit tandon
pipa utama distribusi utama di 3 dusun.
2.3. pembangunan sistem Tersedianya jaringan pipa distribusi air bersih untuk 11 RT
perpipaan distribusi
2.4. pembangunan toilet Menyediakan 3 MCK umum pada 11 RT.
umum
2.5. mendirikan Komite Menyediakan satu lembaga masyarakat yang mampu mengelola
desa dan memelihara berbagai prasarana yang telah disediakan.
Apabila memungkinkan lembaga masyarakat ini mampu
mengelola prasarana untuk menghasilkan pembiayaan
operasional dan pemeliharaan prasarana semisalnya melalui
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
2.6. Untuk memberikan Menyediakan satu pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan
kapasitas pelatihan dan keterampilan masyarakat dalam memanfaatkan dan
memelihara prasarana yang telah disediakan proyek/program.
2.7. Untuk menanam Terjaganya kelestarian mata air sehingga tetap mampu
pohon dan mensuplay air untuk kebutuhan masyarakat.
mempertahankan
mereka
2.8. Seminar Menyelenggarakan sebuah seminar dalam rangka membangun
satu pandangan dan persepsi yang sama pada semua stakeholder
tentang pengelolaan air bersih dan sanitasi.
3. Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan
3.1. Monitoring dan Menyelenggarakan monitoring dan evaluasi secara bulanan dan
evaluasi triwulanan.
Menyelenggaraka monitoring dan evaluasi dengan pendekatan
partisipatif yang melibatkan masyarakat.
3.3. Pelaporan Mempersiapkan dan mengirimkan laporan tertulis (kegiatan dan
keuangan) secara bulanan, triwulanan dan laporan akhir.

INDIKATOR PROGRES

To monitoring and evaluating the progress of the project, the following are some
indicators was stated as a progress measurement :
Concept proposed Indicator
1. Persiapan
1.1. Sosialisasi Program Terselenggaranya 2 kali pertemuan untuk membangun
harmonisasi dan kerjasama antar-stakeholders (pendana,
pemerintah, masyarakat dan NGO) dalam menjalankan konsep
dan gagasan pengembangan air bersih dan sanitasi lingkungan.
1.2. Fasilitator Tersedianya 3 orang anggota masyarakat setempat sebagai
perekrutan fasilitator lapangan program.
1.3. Pelatihan Terselenggaranya sebuah pelatihan bagi 3 staff NGO, 2 fasilitator
pengembangan teknis, dan 3 fasilitator lapangan untuk meningkatkan
kapasitas pengetahuan dan pemahamannya terkait dengan konsep
kerangkan kerja dan teknis implementasi pemberdayaan
masyarakat.
19
Water and Sanitation Project for Talonang Village, Sekongkang Sub-district, West Sumbawa

1.4. Penilaian kebutuhan Terselenggaranya serangkaian pertemuan tatap muka untuk


mengekslorasi kebutuhan masyarakat yang diperlukan dalam
penyusunan konsep dan kerangka kerja yang utuh terutama
dalam hal membangun sistem keterlibatan masyarakat dan
penguatan yang berpusat pada partisipasi, pemberdayaan dan
penguatan kelembagaan yang ditekankan masyarakat sebagai
pelaku utama pembangunan.
2. Implementasi
2.1. Pembangunan Terbangunnya 1 dam penampung atau lebih pada 17 hulu
Bendungan sungai aktif.
penahanan air
2.2. pembangunan sistem Tersedianya sistem jaringan pipa dari dam menuju 3 unit tandon
pipa utama distribusi utama di 3 dusun.
2.3. pembangunan sistem Tersedianya sistem jaringan pipa distribusi air bersih untuk 11
perpipaan distribusi RT
2.4. pembangunan toilet Tersedianya 3 sarana MCK umum pada masing-masing RT (11
umum RT).
2.5. mendirikan Komite Tersedianya satu lembaga masyarakat yang mampu mengelola
desa dan memelihara berbagai prasarana yang telah disediakan.
Apabila memungkinkan lembaga masyarakat ini mampu
mengelola prasarana untuk menghasilkan pembiayaan
operasional dan pemeliharaan prasarana semisalnya melalui
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
2.6. Untuk memberikan Adanya peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat
kapasitas pelatihan dalam memanfaatkan dan memelihara prasarana yang telah
disediakan proyek/program.
2.7. Untuk menanam Tertanam 100.000 pohon untuk menjaga kelestarian mata air
pohon dan sehingga tetap mampu mensuplay air untuk kebutuhan
mempertahankan masyarakat.
mereka
2.8. Seminar Terbangunnya satu pandangan dan persepsi yang sama pada
semua stakeholder tentang pengelolaan air bersih dan sanitasi.
3. Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan
3.1. Monitoring dan Terselenggaranya monitoring dan evaluasi secara bulanan dan
evaluasi triwulanan.
Terselenggaranya monitoring dan evaluasi dengan pendekatan
partisipatif yang melibatkan masyarakat.
3.3. Pelaporan Tersedia dan terkirim laporan tertulis secara bulanan, triwulan
dan laporan akhir tentang penyelenggaraan kegiatan dan
keuangan.

VI. PERFORMERS ORGANIZATION

Direktur :
Data, Penelitian dan divisi informasi :
Divisi program :
Divisi pemberdayaan wanita :
Jaringan dan divisi kerjasama :
Divisi Pengembangan organisasi :

Task description official


20
Water and Sanitation Project for Talonang Village, Sekongkang Sub-district, West Sumbawa

Position Job description


Program Manager
Supervisor 1
Fasilitator teknis 2
Bidang 3
fasilitator/KPM
Pegawai administrasi 1
Pejabat keuangan 1

PENDANAAN

Program ini bersama pendanaan oleh:


1. Japan International Cooperation Agency (JICA)
2. PT Newmont Nusa Tenggara

VII. KESIMPULAN

Demikianlah berakhirnya proposal dengan mengharapkan, JICA Jepang bisa merespon


dan mempertimbangkan. Dalam kasus ini, kami sangat diharapkan program akan menjadi
koperasi tindakan untuk menjawab kebutuhan publik untuk meningkatkan mereka pendapatan
dan kesejahteraan serta pemulihan lingkungan rusak yang akhirnya mengancam masyarakat
pesisir.

West Sumbawa , December 2nd, 2011

21

You might also like