Professional Documents
Culture Documents
Pembimbing :
Disusun Oleh :
Dhanista Hastinata Sukarna Putra, S. Ked
J510 1650 32
FAKULTAS KEDOKTERAN
RSUD KARANGANYAR
2017
2
LAPORAN KASUS
ILMU PENYAKIT DALAM
Diajukan oleh :
Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta pada hari Selasa, 25 April
2017
Pembimbing :
Dipresentasikan di hadapan :
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
- Nama Pasien : Ny. L
- Umur : 20 tahun
- Jenis kelamin : Perempuan
- Alamat : Gentungan, Mojogedang
- No. RM : 3958xx
- Pekerjaan : Swasta
- Status perkawinan : Menikah
- Agama : Islam
- Suku : Jawa
- Tanggal masuk RS : 12 Maret 2017
- Tanggal pemeriksaan : 13 Maret 2017
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Sesak napas
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluhkan
sesak pada seluruh dada. Sesak napas seperti ditindih, bersifat mendadak
daan hilang timbul. Pasien merasa sesak napas meningkat jika berbaring
tanpa menggunakan bantal dan merasa nyaman pada posisi setengah
duduk. Pasien menyangkal adanya sesak nafas saat beraktivitas,
menyangkal terbangun malam hari karena sesak napas. Pasien juga
merasakan nyeri pada daerah bekas operasi. Selain itu pasien merasa
lemas karena nafsu makan berkurang, mual diakui, muntah disangkal,
belum berak , dan kencing normal.
Hari masuk Rumah Sakit pasien dalam keadaan lemas dan sesak
napas bertambah. Pasien mengeluhkan kembali pasien mengeluhkan
4
sesak napas pada terutama dada sebelah kiri. Sesak napas seperti
ditindih, bersifat mendadak daan hilang timbul. Pasien merasa sesak
napas meningkat jika berbaring tanpa menggunakan bantal dan menurun
pada posisi setengah duduk. Pasien menyangkal adanya sesak nafas saat
beraktivitas, menyangkal terbangun malam hari karena sesak napas.
Pasien merasa lemas karena nafsu makan berkurang, nyeri kepala, mual
diakui, muntah disangkal, belum berak , dan kencing normal.
Satu hari setelah masuk Rumah Sakit pasien dalam keadaan
lemas dan sesak napas. Pasien mengeluhkan kembali pasien
mengeluhkan sesak napas pada terutama dada sebelah kiri. Sesak napas
seperti ditindih, bersifat mendadak daan hilang timbul. Pasien merasa
sesak napas meningkat jika berbaring tanpa menggunakan bantal dan
nyaman pada posisi setengah duduk. Pasien menyangkal adanya sesak
nafas saat beraktivitas, menyangkal terbangun malam hari karena sesak
napas. Kondisi pasien sangat lemah dan lemas. Pasien merasa lemas
karena nafsu makan berkurang, nyeri kepala mual diakui, muntah
disangkal, belum berak , dan kencing menurun.
3. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat maag : disangkal
Riwayat darah tinggi : disangkal
Riwayat darah tinggi saat hamil : disangkal
Riwayat sakit gula : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal
Riwayat mondok : diakui (Saat melahirkan 25 hari yll)
Riwayat trauma pada perut : disangkal
4. RiwayatPribadi
Riwayat merokok : disangkal
Minum-minuman beralkohol : disangkal
5. Riwayat Keluarga
5
C. ANAMNESIS SISTEM
Sistem Serebrospinal Gelisah (+), Lemah (+), Demam (-), pusing
(-)
Sistem Kardiovaskular Akral dingin (+), sianosis (-), anemis (-),
palpitasi (+), nyeri dada (-)
Sistem Respiratorius Batuk (-), sesak nafas (+)
Sistem Genitourinarius BAK (-) menurun, nyeri (-) darah (-)
Sistem Gastrointestinal Nyeri perut(+), mual (+), muntah (-), nafsu
makan menurun (+), BAB (-) 2 hari.
Sistem Muskuloskeletal Badan lemas (+), nyeri pinggang (-), atrofi
otot (-)
Sistem Integumentum Pucat (-), Clubbing finger (-), CRT > 2 detik
Kesan : terdapat masalah pada sistem serebrospinal, kardiovaskuler,
gastrointestinal, integumentum dan muskuloskeletal.
D. PEMERIKSAAN FISIK
1. KeadaanUmum :Tampak sesak napas
Kesadaran : Somnolen, (GCS E3V4M6)
Status Gizi : IMT 24,8 (pre obesitas)
BB : 65
TB : 165
Vital Signs :TD: 70/palpatoir mmHg;
Nadi: 146 x/menit;
Respirasi rate: 40 x/menit;
Suhu: 36,8C
7
SpO2 (64 %)
2. Pemeriksaan Fisik
a. Kulit
Warna coklat, turgor menurun (-), hiperpigmentasi (-), kering (-),
teleangiektasis (-), petechie (-), ikterik (-), ekimosis (-), lebam
kemerahan (-), kulit tampak pucat (+)
b. Kepala
Bentuk normocephal, rambut warna hitam, uban (-), mudah rontok (-),
luka (-)
c. Wajah
Simetris, eritema (-), tampak pucat
d. Mata
Mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),
perdarahan subkonjungtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter 3 mm/3
mm, reflek cahaya (+/+) normal, edema palpebra (-/-), strabismus (-/-).
e. Telinga
Membran timpani intak, sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-),
nyeri tekan tragus (-), gangguan fungsi pendengaran (-).
f. Hidung
Deviasi septum nasi (-), epistaksis (-), nafas cuping hidung (-), sekret
(-), fungsi pembau baik, foetor ex nasal (-)
g. Mulut
Sianosis (-), papil lidah atrofi (-), gusi berdarah (-), bibir kering (-),
stomatitis (-), pucat (-), lidah tifoid (-), luka pada sudut bibir (-),
sianosis (+)
h. Leher
JVP tidak miningkat, trakea di tengah, simetris, pembesaran tiroid (-),
pembesaran kelenjar getah bening (-), leher kaku (-), distensi vena
leher(-).
8
i. Thoraks
Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostalis (-),pernafasan
thorakoabdominal, sela iga melebar (-), pembesaran kelenjar getah
bening aksilla (-), rambut ketiak rontok (-), ginecomastia (-).
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat, thrill (-)
Perkusi :
kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra
kiri bawah : SIC V linea midclavicularis sinistra
kanan atas : SIC II 2 cm dari linea sternalis dextra
kanan bawah : SIC IV 3 cm dari linea sternalis dextra
konfigurasi jantung kesan melebar
Auskultasi : HR 146 x/menit, bunyi jantung I-II intensitas
normal, regular, bising (-), gallop (-)
Pulmo :
Depan
- Inspeksi :
Statis : normochest, simetris kanan-kiri, sela iga tak melebar,
retraksi (-), sela iga tidak mendatar
Dinamis : simetris, pengembangan dada kanan = kiri, sela iga tak
melebar, retraksi (-),
- Palpasi :
Statis : simetris, sela iga tidak melebar, retraksi (-), tidak ada
yang tertinggal
Dinamis : pengembangan paru simetris, tidak ada yang tertinggal,
fremitus raba kanan = kiri
- Perkusi :
Kanan : sonor hingga SIC III, batas paru hepar redup
relatif di SIC
9
- Auskultasi :
Kanan : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan wheezing
(-), ronki basah kasar (+), krepitasi (-)
Kiri : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan
wheezing (-), ronki basah kasar (+), krepitasi (-)
10
j. Punggung
kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-), nyeri ketok kostovertebra (-/-)
k. Abdomen
- Inspeksi :dinding abdomen lebih rendah dari diding thorax,
tidak tampak massa, luka bekas operasi SC
(tampak basah, terdapat eksudat )
- Auskultasi :peristaltik (+) normal
- Palpasi :nyeri tekan (-), turgor kulit normal, hepatomegali (-
), splenomegali (-).
- Perkusi : tympani (+)
l. Genitourinaria
Ulkus (-), secret (-), tanda-tanda radang (-)
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium DarahRutin 12 Maret 2017
Hematologi Rutin Hasil Satuan Rujukan
Hb 11.8 g/dl 12 16
HCT 35.4 37.00 47.00
AL 10.7 103/l 5 10
AT 285 103/l 150 300
AE 3.84 106/l 4,00 5,50
Index Eritrosit
MCV 92.2 /um 82,0 92,0
MCH 30.7 Pg 27,0 31,0
11
F. RESUME
Dari hasil anamnesis didapatkan keluhan pada pasien yaitu sesak napas
pada terutama dada sebelah kiri. Sesak napas seperti ditindih, bersifat
mendadak daan hilang timbul. Pasien merasa sesak napas meningkat jika
berbaring tanpa menggunakan bantal dan nyaman pada posisi setengah
duduk. Pasien menyangkal adanya sesak nafas saat beraktivitas,
menyangkal terbangun malam hari karena sesak napas. Kondisi pasien
sangat lemah dan lemas. Pasien merasa lemas karena nafsu makan
berkurang, nyeri kepala mual diakui, muntah disangkal, belum berak ,
dan kencing menurun.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak lemah.
Kesadaran somnolen, Gizi normal, Vital Sign: Tekanan darah
70/palpatoir mmHg, nadi 140 x/menit, Respirasi rate: 35 x/menit; suhu
36,8C. didapatkan CRT < 2 detik, tampak pucat, kardiomegali.
Hasil laboratorium menunjukkan adanya leukositosis, eosinopenia, dan
peningkatan kreatinin.
Hasil pemeriksaan EKG tampak ada VES di II, III, AVF
G. DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis fungsional : Syok kardiogenik, CHF NYHA IV
Diagnosis anatomi : VES
Diagnosis etiologi : Kardiomiopati peripartum
Azotemia dd: AKI, CKD
13
H. Planning
- Pemeriksaan Rontgen thorax
- Pemeriksaan Analisa Gas Darah
- Pemeriksaan DR3
- Pemeriksaan elektrolit
- Pemeriksaan Ecokardiografi
I. TERAPI
RL guyur 300 cc/ 1 jam
RL 12 tpm
SP Dopamin kec 5,4 cc/ jam
Meropenem 1 gr / 8 jam
Pantoprazol 1 amp/24 jam
Amiodaron 1x 200 mg (tunda sampai kondisi TD stabil)
J. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad malam
Quo ad funtionam : ad malam
Quo ad sanam : ad malam
K. HASIL FOLLOW UP
14 S/
Mare pasien mengeluhkan nyeri sesak di dada(+), muntah (-), mual (+),
t 2017 nyeri pada kepala (+), tidak bisa tidur, BAK (+), BAB (-).
(05.00 O/
) TD : 150/90, N : 140, S : 35.6, RR : 38 x/menit SpO2 : 99 %
KU/Kes : Gelisah/ CM
K/L : Normochepal, SI-/-, CP-/- ,PKGB
Tho : SDV+/+,Rh-/-,Wh-/-, BJ I/II reg, bising -
Nitrit - -
Urobilinogen normal
Bilirubin - -
URINALISA
Leukosit 7-9 0-3
Erytrosit 5-7 0-5
Silinder Granula + -
Epitel Bulat - -
Epitel Squamous +1 +1
Epitel
(22.00 - -
Transisional
) Bakteri + -
Kristal - -
Lain-lain - -
Jamur - -
A/
P/RL 20 tpm
Meropenem 1 gr / 8 jam
Pantoprazol 1 amp/24 jam
Santagesic 1 amp/8 jam
Amiodaron 1x 200mg
Urinter 3x1
Cek Trombosit rutin
18
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Syok kardiogenik adalah kondisi dimana jantung mengalami gangguan,
tidak mampu mencakupi pasokan darah sesuai kebutuhan tubuh.
Kardiomiopati peripartum (peripartum cardiomyopathy, PPCM)
adalahkeadaan kardiomiopati idiopatik yang berhubungan dengan
kehamilan.Penyakit ini bermanifestasi sebagai gagal jantung karena disfungsi
sistolik ventrikel kiri, biasanya terjadi selama 1 bulan terakhir kehamilan
sampai 5 bulan postpartum. Merupakan diagnosis eksklusi pada wanita tanpa
penyakit kardiovaskular lain, tidak harus disertai dilatasi ventrikel kiri, namun
fraksi ejeksi biasanya selalu <45%. (Ramachandran et al, 2011)
B. Epidemiologi
Penyakit kardiovaskuler menyebabkan sekitar 1/3 kasus kematian, menjadi
penyebab utama kematian pada wanita di seluruh dunia. Di Amerika Utara,
sekitar 38,2 juta wanita (34%) hidup dengan penyakit kardiovaskuler.
Beberapa jenis penyakit kardiovaskuler yang dialami wanita sama dengan pria,
yakni penyakit jantung koroner untuk kasus terbanyak, penyakit jantung katup,
penyakit jantung reumatik, penyakit pembuluh darah, kelainan irama jantung,
penyakit jantung kongenital dan penyakit yang mengenai miokardium
(Ramachandran et al, 2011)
Di Amerika Serikat, insidens penyakit kardiomiopati peripartum antara
1:4000 kehamilan, variasi ini diyakini akibat faktor genetik dan budaya
setempat. Walaupun secara definisi kardiomiopati peripartum dapat terjadi
sejak bulan terakhir kehamilan hingga 5 bulan pasca melahirkan, sekitar 60%
kasus terjadi dalam 2 bulan pertama masa nifas, hanya sekitar 7% kasus terjadi
pada trimester akhir periode kehamilan. Selain itu, kejadian PPCM 1:1000
19
(Afrika Selatan), dan 1:300 (Haiti). Di Asia didapati 1:1374 (Rumah Sakit
Tersier di India), 1:1000 (Jepang), 1:837 (Pakistan), 34:100000 (Malaysia)
(Ramachandran et al, 2011)
Analisis retrospektif di pusat kesehatan tersier di Singapura mendapatkan
insiden 0.89:1000 kelahiran hidup. Wanita keturunan Afrika-Amerika memiliki
risiko yang lebih tinggi, terutama disebabkan oleh tingginya prevalensi
hipertensi pada populasi ini. Wanita keturunan Afrika-Amerika memiliki angka
kejadian kardiomiopati peripartum 15,7 kali lebih tinggi dibandingkan dengan
wanita bukan keturunan Afrika-Amerika. Kasus tertinggi dilaporkan di
Nigeria, sebesar 1% dari semua kelahiran hidup. Hal ini karena budaya orang
Nigeria yang mengharuskan setiap ibu postpartum memakan kanwa (garam
danau yang sudah dikeringkan) sembari tidur di atas tempat tidur dari tanah liat
yang dipanaskan 2 hari sekali selama 40 hari setelah melahirkan. Tingginya
masukan garam menyebabkan overload cairan. Kardiomiopati peripartum unik
untuk wanita hamil usia reproduktif. Di Amerika didapatkan umur rerata
penderita 31 6 tahun, sedangkan di India 31,81 3,7 tahun. Sebagai acuan,
umur rerata kejadian PPCM adalah wanita antara 19-38 tahun (Ramachandran
et al, 2011)
C. Etiologi
Secara garis besar, faktor risiko PPCM diidentifikasi berupa penyakit yang
menyebabkan gangguan kardiovaskuler, seperti hipertensi (tekanan darah
>140/90 mmHg setelah kehamilan minggu ke-20), diabetes melitus, dan
merokok. Sedangkan faktor risiko yang berhubungan dengan kehamilan antara
lain, umur saat hamil >32 tahun, multipara (>3 kali hamil), kehamilan
multifetal, preeclampsia, penggunaan obat-obatan untuk membantu proses
melahirkan, dan malnutrisi terutama obesitas (BMI >30). Ras yang merupakan
faktor risiko adalah Afrika-Amerika. Masih belum jelas apakah ras
merepresentasikan faktor risiko independen atau suatu interaksi dari
kebudayaan dan hipertensi yang meningkatkan risiko PPCM (Ramachandran
et al, 2011)
D. Patogenesis
20
Beberapa hipotesis telah diajukan namun tidak ada yang dapat menjadi
penjelasan utama bagi semua kasus PPCM. PPCM diketahui mempunyai
patogenesis yang melibatkan banyak faktor. yaitu:
1. Stres oksidatif
Data baru menunjukkan keterlibatan stres penelitian ini ditunjang
dengan data bahwa penekanan produksi prolaktin oleh agonis reseptor
dopamin D2 , bromokriptin, dapat mencegah terjadinya PPCM. Miokarditis
Selain stres oksidatif, infl amasi jantung disebut juga miokarditis, telah
diketahui berhubungan dengan PPCM. Salah satu penelitian hubungan
miokarditis dengan PPCM mengemukakan bahwa dari 26 pasien, 8 pasien
menunjukkan adanya viral genome pada biopsi miokardium. Virus tersebut
antara lain, parvovirus B19, human herpes virus 6, Epstein-Barr virus, dan
human cytomegalovirus. Penelitian itu berdasarkan hipotesis bahwa
perubahan sistem imun saat hamil dapat mengeksaserbasi infeksi de novo
atau mereaktivasi virus laten pada wanita hamil, menyebabkan miokarditis
yang berujung pada kardiomiopati. Marker inflamasi yang terdapat di serum
(termasuk soluble death receptor sFas/Apo-1), C-reactive protein, interferon
gama (IFN- (), dan IL-6, ditemukan meningkat pada penderita PPCM.
Mekanisme ini didukung dengan non-randomized trial pada 58 pasien
menggunakan pentoxifylline. Juga ditemukan bahwa kegagalan perbaikan
klinis behubungan dengan kadar IFN-() yang tetap tinggi; hal ini penting
sebagai faktor penentu prognosis PPCM.1 Infeksi virus pada jantung
merupakan salah satu etiologi yang mungkin menyebabkan inflamasi
peripartum (Ramachandran et al, 2011)
Beberapa penelitian melaporkan bahwa sejenis cardiotropic enterovirus
bertanggung jawab atas terjadinya PPCM. Autoimun Serum pasien PPCM
ditemukan mempengaruhi maturisasi sel dendrit in vitro, berbeda
dibandingkan dengan serum wanita postpartum sehat. Serum wanita PPCM
mengandung titer autoantibodi tinggi terhadap protein jaringan kardium
yang tidak terdapat pada pasien kardiomiopati idiopatik. Warraich dkk.
menyatakan bahwa tidak seperti yang ditemukan pada DCM, yaitu up-
21
ventrikel kiri akibat gangguan fungsi sistolik dan diastolik jantung ditandai
dengan gambaran gelombang R di aVL >11 mm; atau R di V5-V6 >27
mm; atau S di V1+ R di V5/V6 >35 mm dengan depresi segmen ST dan
inversi gelombang T pada sadapan prekordial kiri dan lateral (LV Strain
pattern). Kasus gagal jantung kanan akibat berbagai sebab dapat disertai
dengan hipertrofi ventrikel kanan yang ditandai dengan gambaran EKG
deviasi aksis ke kanan (aksis > +110o ), tidak ditemukan adanya penyebab
deviasi sumbu jantung yang lain (misalnya defek konduksi interventrikular,
left posterior hemiblock), rasio gelombang R: S >1 pada sadapan prekordial
kanan (V1/V2) dan masih ditemukannya gelombang S dalam pada lead
prekordial kiri (V5/V6) (Givertz et al, 2013)
Pemeriksaan Holter kadang diperlukan untuk pasien gagal jantung
pada kardiomiopati peripartum dengan aritmia transien misalnya fibrilasi
atrial atau takikardi ventrikel. Foto rontgen toraks Pemeriksaan radiologi
dapat menilai ukuran jantung (kardiomegali), kondisi parenkim paru,
derajat kongesti, edema alveoli, edema interstitial, efusi pleura dan dilatasi
pembuluh darah lobus superior paru/sefalisasi. Perlu diingat pemeriksaan
rontgen toraks memberikan risiko cukup signifikan terhadap janin dalam
kandungan. Penggunaan teknik diagnostik ini sedapat mungkin dihindari
dan dalam keadaan terpaksa dapat dilakukan dengan menggunakan alat
pelindung regio abdomen ibu selama proses pengambilan gambar (Givertz
et al, 2013)
2. Ekokardiografi
Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menilai fungsi sistolik dan
diastolik pasien kardiomiopati peripartum dengan kondisi gagal jantung
kronik. Selain itu pemeriksaan ekokardiografi dapat digunakan untuk
mencari kemungkinan penyebab utama gagal jantung lain, misalnya
iskemia, kardiomiopati, gangguan katup jantung dan sebagainya. Pada
pemeriksaan ekokardiografi dapat ditemukan bukti disfungsi sistolik
ventrikel kiri dengan fraksi ejeksi< 45 % dan ditemukan regurgitasi mitral
(Givertz et al, 2013).
26
menggunakan monitor dan teknik ultrasonografi fetal. Presentasi klinis dan ciri
hemodinamik pasien kardiomiopati peripartum tidak bisa dibedakan dari
kondisi kardiomiopati dilatasi dan gagal jantung sistolik yang disebabkan
etiologi lain. Diagnosis gagal jantung pada kardiomiopati peripartum dibuat
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang terarah. Pasien akan
mengalami penurunan kapasitas latihan, takipnea, palpitasi/takikardia, tekanan
nadi yang sempit dan merasa mudah lelah (Johnson et al, 2012)
Gangguan perfusi jaringan otak akibat kurangnya cardiac output akan
bermanifestasi sebagai rasa pusing dan melayang, bahkan kadang berupa
penurunan kesadaran (syncope), terutama pada aktivitas fisik berlebihan. Pada
gagal jantung tingkat lanjut dengan gejala kongesti berat dapat ditemukan nyeri
perut, anorexia, batuk, susah tidur dan gangguan mood. Pasien kardiomiopati
peripartum akan mengalami tanda dan gejala khas gagal jantung kronik.
Namun perlu diingat bahwa fatigue, gejala sesak nafas saat beraktivitas dan
edema kaki wajar ditemukan pada wanita hamil mulai trimester ke-2 hingga
tahap akhir, sehingga kondisi kardiomiopati dilatasi akan lebih sulit dideteksi
hanya melalui gejala klinis (Johnson et al, 2012)
Gejala klinis lain yang merupakan tanda peringatan pada pasien
kardiomiopati peripartum antara lain nyeri dada tidak spesifik, rasa tidak
nyaman abdomen, distensi perut, batuk, hemoptisis, tanda edema paru,
orthopnea dan paroxysmal nocturnal dyspnea yang biasanya terjadi pada
wanita yang mungkin telah memiliki kelainan jantung sebelumnya. Sebagian
besar kardiomiopati peripartum berada pada kondisi NYHA (New York Heart
Association) kelas fungsional III-IV saat pertama kali datang ke tenaga
kesehatan. Tanda fisik pasien gagal jantung akibat kardiomiopati dilatasi pada
masa peripartum bervariasi tergantung derajat kompensasi, tingkat kronisitas
(gagal jantung akut dibandingkan dengan gagal jantung kronik), dan
keterlibatan ruang jantung (jantung sebelah kiri atau kanan) (Mishra et al,
2013)
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan konfigurasi jantung dan hepar
yang membesar dengan tingginya tekanan vena sistemik. Tanda fi sik overload
28
cairan atau kongesti yang dapat ditemukan pada pasien dengan gagal jantung
kronik antara lain ronkhi basah pada auskultasi paru, tanda efusi pleura,
distensi/peningkatan tekanan vena jugularis, asites, hepatomegali, edema
perifer, bising sistolik sebagai tanda adanya regurgitasi mitral akibat dilatasi
masif lumen ventrikel dan atrium kiri, serta gallop S3 pada auskultasi akibat
peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri pada penurunan fungsi
ventrikel kiri akibat dilatasi. Gangguan perfusi perifer terutama pada pasien
gagal jantung tingkat lanjut dengan penyakit penyerta anemia, dapat dilihat
melalui pemeriksaan ekstremitas yang teraba dingin, pucat, sianosis, dan
pemanjangan waktu pengisian kapiler (Mishra et al, 2013)
Khusus pada pasien kardiomiopati peripartum, dapat ditemukan tanda
bergesernya perabaan ictus cordis ke arah lateral dan bising ejeksi sistolik di
tepi kiri sternum akibat regurgitasi mitral. Selain itu tanda embolisasi organ
perifer tubuh misalnya ekstremitas bawah, usus dan otak dapat terjadi akibat
trombus yang terbentuk di ventrikel kiri yang berdilatasi. Pada kasus jarang
dapat pula terjadi emboli paru akibat terlepasnya trombus yang terbentuk di
ventrikel kanan yang berdilatasi (McNamara, 2011)
Kriteria Framingham (tabel 1) dapat dipakai untuk menegakkan diagnosis
gagal jantung menggunakan kriteria klinis (anamnesis dan pemeriksaan fisik).
Diagnosis ditegakkan jika didapatkan 2 gejala mayor pada pemeriksaan klinis
atau minimal terdapat 1 gejala mayor dengan 2 gejala minor yang terpenuhi
(Mishra et al, 2013)
29
lainnya, tetapi gadolinium harus dihindari pada wanita hamil (Patten et al,
2012)
H. Tatalaksana
Penatalaksanaan medis PPCM secara garis besar sama dengan terapi
Congestive Heart Failure (CHF) karena disfungsi sistolik, dengan pengecualian
pemberian terapi pada ibu hamil harus dipikirkan efek toksisitas pada
janin.Tujuan utama terapi pasien kardiomiopati peripartum dengan gagal
jantung kronik adalah memperbaiki gejala, memperpanjang angka harapan
hidup, meningkatkan status fungsional, mempertahankan kualitas hidup,
mencegah progresivitas penyakit, mencegah rekurensi, dan menurunkan angka
mortalitas. Penanganan pasien kardiomiopati peripartum dengan tanda dan
gejala gagal jantung kronik dapat menggunakan dua pendekatan klinis, yakni
terapi non-medikamentosa dan terapi medikamentosa (Hardawayet al, 2009).
Terapi non-medikamentosa yang dapat dilakukan antara lain edukasi
pasien, melakukan aktivitas fisik yang sesuai dengan kondisi klinis, intervensi
diet dengan pembatasan konsumsi garam, mencegah asupan cairan berlebih,
menghindari penggunaan obat golongan NSAID tanpa indikasi mutlak.
Pembatasan garam kurang dari 2 g/ hari dapat mencegah retensi air danrestriksi
cairan kurang dari 2 L/hari mungkin diperlukan pada kasus PPCM berat
(Hardawayet al, 2009).
Secara umum, penanganan medikamentosa pada pasien kardiomiopati
peripartum dengan gejala gagal jantung meliputi kontrol kadar garam dan
cairan dalam sirkulasi untuk mencegah retensi cairan menggunakan diuretik
dan meminimalisir progresivitas penyakit melalui inhibisi remodeling otot
jantung menggunakan agen modulator sistem neurohormonal.Oksigen dapat
diberikan lewat face mask atau continuous positive airway pressure (CPAP)
dengan tekanan 5-7,5 cm H2 O untuk membantu meringankan cardiac output
dan mendapatkan saturasi oksigen arteri 95%.Sindrom gagal jantung pada
pasien kardiomiopati peripartum ditatalaksana sesuai panduan terapi gagal
jantung akut maupun kronis dengan beberapa pengecualian. Tata laksana
medikamentosa yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
31
juga dapat digunakan secara aman pada pasien hamil untuk meningkatkan
kualitas profil hemodinamik dan memperbaiki gejala klinis, baik pada saat
istirahat atau saat beraktivitas. Digitalis diindikasikan pada pasien gagal
jantung yang disertai fibrilasi atrium dan aman digunakan untuk
menurunkan angka hospitalisasi secara signifi kan. Obat golongan digitalis
di Indonesia adalah digoksin dengan dosis 0,125 mg/hari pada pasien
gagal jantung dengan fungsi ginjal normal. Efek samping digoksin
berhubungan dengan fungsi ginjal yang buruk dan hipokalemia (De Jong
et al, 2011)
8. Suplementasi kalium
Pasien gagal jantung yang diberi terapi diuretik loop sering
mengalami hipokalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia dan defi siensi
tiamin. Secara umum suplementasi kalium dapat diberikan pada pasien
untuk mempertahankan kadar kalium darah berkisar antara 4,0-5,0 mEq/L.
Suplementasi kalium harus lebih hati-hati pada pasien yang mendapat
terapi ACE-I, antagonis aldosteron dan insufi siensi ginjal karena sering
mengalami hiperkalemia yang dapat menyebabkan aritmia (Lata et al,
2014).
9. Antikoagulan
Periode peripartum merupakan suatu kondisi peningkatan aktivitas
prokoagulan, sehingga obat golongan antikoagulan harus digunakan secara
hati-hati sesaat setelah melahirkan, namun dapat segera diberikan setelah
perdarahan dapat ditangani. Antikoagulan harus diberikan pada pasien
gagal jantung dengan fraksi ejeksi sangat rendah karena trombus
intramural ventrikel kiri dan embolisme perifer terutama emboli otak
sering terjadi pada kardiomiopati dilatasi. Selain itu, pasien gagal jantung
dengan fi brilasi atrial baik paroksismal maupun persisten harus diberi
antikoagulan secara adekuat untuk mencegah stroke emboli (Lata et al,
2014).
37
Untuk wanita dengan gejala dan tanda disfungsi ventrikel kiri berat
dengan durasi QRS >120 ms setelah 6 bulan diagnosis awal ditegakkan
walaupun sudah diterapi optimal menggunakan pendekatan farmakologis,
disarankan terapi teknik cardiac resynchronization therapy (CRT) dan
pemasangan implantable cardioverter defibrillator (ICD) Transplantasi jantung
merupakan pilihan terakhir pada pasien dengan disfungsi berat ventrikel kiri,
yang tidak mungkin menggunakan, tidak menginginkan alat bantu sirkulasi
mekanik untuk alasan tertentu atau tidak memberikan respons klinis yang
positif setelah 6-12 bulan terapi dengan menggunakan modalitas terapi
mekanik ini (Habliet al, 2012).
I. Prognosis
Prognosis pasien setelah mengalami kardiomiopati peripartum bervariasi
tergantung dari derajat disfungsi sistolik ventrikel kiri saat diagnosis awal
ditegakkan. Secara umum prognosis lebih baik dibandingkan dengan
kardiomiopati noniskemik akibat penyebab lain. Sekitar 50-60% wanita akan
mengalami perbaikan fungsi kontraktil ventrikel kiri serta ukuran dimensi
ruang jantung dalam 6 bulan setelah melahirkan dan berlanjut 2 hingga 3 tahun
berikutnya. Sisanya akan mengalami disfungsi ventrikel kiri menetap atau
mengalami perburukan kondisi klinis walaupun sudah diterapi optimal dengan
perkiraan tingkat kematian maternal berkisar antara 10-50% terutama dalam
periode 3 bulan pasca melahirkan jika tidak dilakukan transplantasi jantung
(Mandras, 2009)
Pasien dengan kondisi kardiomegali persisten setelah 6 bulan diagnosis
memiliki angka kematian sekitar 85% dalam 5 tahun. Pasien dengan dimensi
sistolik akhir ventrikel kiri kurang dari 5,5 cm, fraksi ejeksi ventrikel kiri lebih
dari 30% dan kadar troponin jantung rendah pada saat pemeriksaan awal,
memiliki prognosis lebih baik. Wanita yang telah terdiagnosis kardiomiopati
peripartum dan mengalami disfungsi sistolik ventrikel kiri menetap setelah
melahirkan akan menghadapi risiko tinggi komplikasi kardiovaskular jika
kembali hamil, sehingga sebaiknya menghindari kehamilan berikutnya.58
Selain itu, wanita yang pernah terdiagnosis dengan kardiomiopati peripartum
39
tetap memiliki risiko rekurensi dengan insidensi 30- 50%, walaupun fungsi
ejeksi sistolik ventrikel kiri sudah kembali normal (Habliet al, 2014).
Angka mortalitas dan morbiditas pasien dengan PPCM berbeda antara
USA, Haiti, dan Afrika Selatan. Faktor prediksi mortalitas independen yang
masih perlu dipelajari lebih lanjut adalah gejala, kelas NYHA, LVEF, durasi
QRS, dan onset lambat. Pada penelitian Sliwa, et al (2013) angka mortalitas
untuk 29 wanita berkisar antara 32%, sedangkan pada penelitian besar pada
populasi di Haiti oleh Fett, et al (2012) angka mortalitas berkisar antara 15,8%.
Daftar Pustaka
De Jong JSSG, Rietveld K, van Lochem LT, Bouma BJ. Rapid left ventricular
recovery after cabergoline treatment in a patient with peripartum
cardiomyopathy; A case report. Eur J Heart Failure 2011; 11: 220-2.
Hardaway B., Tang W.H.W. Heart Failure With Systolic Dysfunction. Dalam.
Griffi n B.P., Topol E.J., Nair D., Ashley K., editor. Manual of
Cardiovascular Medicine Third Edition. USA : Lippincott Williams
& Wilkins, 2009; Hal 105 122.
Patten IS, Rana S, Shahul S, Rowe GC, Jang C, Liu L, et al. Cardiac
angiogenic imbalance leads to peri-partum cardiomyopathy. Nature
2012; 485(7398): 333-8. doi: 10.1038/nature11040