You are on page 1of 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hematemesis (muntah darah) dan melena (berak darah) merupakan


keadaan yang diakibatkan oleh perdarahan saluran cerna bagian atas (upper
gastroinstestinal tract). Kebanyakan kasus hematemesis adalah keadaan gawat
di rumah sakit yang menimbulkan 8-14% kematian di rumah sakit. Faktor
utama yang berperan dalam tingginya angka kematian adalah kegagalan untuk
menilai masalah ini sebagai keadaan klinis yang gawat dan kesalahan
diagnostik dalam menentukan sumber perdarahan.
Di Eropa dan Amerika dalam buku Current Diagnosis & Treatment in
Gastroenterology, sebagian besar penyebab perdarahan saluran cerna atas
adalah tukak peptik. Hal itu sesuai data penelitian CURE yaitu sekitar 55%
pasien perdarahan saluran cerna atas yang disebabkan oleh tukak peptik.
Ari F. Syam (2005) dalam penelitiannya di RSCM Jakarta
menyebutkan kebanyakan penderita perdarahan saluran cerna atas disebabkan
oleh varises esophagus (33,5%). Tingginya angka penderita varises
esophagus dikarenakan adanya hubungan antara varises esophagus dengan
penyakit hepatitis B dan C di Indonesia. Demikian pula pada penelitian
Nasrul Zubir dan Julius (1992) di RSU dr. M. Jamil Padang, jenis kelainan
yang ditemukan pada pemeriksaan endoskopi yang terbanyak adalah varises
esophagus sebanyak 196 penderita (23,17%), gastritis refluks menempati
urutan tertinggi diantara gastritis lainnya (41,21%). Jumlah tukak lambung dan
tukak duodenum pada penelitian ini hampir sebanding.
Di Perancis, sebuah laporan menyimpulkan bahwa jumlah kematian
dari perdarahan saluran cerna atas telah turun dari sekitar 11 % menjadi 7%;
sebaliknya, dari sumber laporan yang sama dari Yunani mendapatkan tidak
adanya penurunan jumlah kematian tersebut. Di Spanyol sendiri mendapatkan

1
bahwa perdarahan saluran cerna atas 6 kali lebih sering terjadi dibandingkan
dengan perdarahan saluran cerna bawah. Di Amerika Serikat, setiap tahun
pasien yang masuk ke Instalasi Gawat Darurat dengan sebab perdarahan
saluran cerna atas. Sejak tahun 1945, angka kematian di Amerika Serikat oleh
sebab perdarahan saluran cerna atas mencapai 510 % dan tidak berubah
hingga saat ini.
Angka kematian di berbagai belahan dunia menunjukkan jumlah yang
cukup tinggi, terutama di Indonesia yang wajib menjadi perhatian khusus.
Berdasarkan hasil penelitian di Jakarta didapati bahwa jumlah kematian akibat
perdarahan saluran cerna atas berkisar 26 %.
Insiden perdarahan saluran cerna atas dua kali lebih sering pada pria
daripada wanita dalam seluruh tingkatan usia; tetapi jumlah angka kematian
tetap sama pada kedua jenis kelamin. Angka kematian meningkat pada usia
yang lebih tua (>60 tahun) pada pria dan wanita.
Untuk memeriksa perdarahan saluran cerna atas dilakukan
pemeriksaan endoskopi untuk menegakkan diagnosa tentang penyebab yang
dapat menimbulkan perdarahan saluran cerna bahagian atas.

B. TUJUAN PENULISAN

1. Mengetahui anatomi saluran cerna bagian atas.


2. Memahami definisi, etiologi, patogenesis dan cara mendiagnosis
hematemesis melena.
3. Mengetahui algoritma penatalaksanaan dan komplikasi hematemesis dan
melena.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI SALURAN CERNA

3
B. DEFINISI

Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) yaitu perdarahan yang


berasal dari dalam lumen saluran cerna di atas (proksimal) ligamentum Treitz,
mulai dari jejunum proksimal, duodenum, gaster, dan esophagus(1). Hal tersebut
mengakibatkan muntah darah (hematemesis) dan berak darah berwarna hitam
seperti aspal (melena)(2).
Hematemesis adalah dimuntahkannya darah dari mulut, darah bisa dalam
bentuk segar (bekuan/ gumpalan/ cairan warna merah cerah) atau berubah karena
enzim dan asam lambung menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti butiran
kopi(3)(4). Melena yaitu keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal (ter)
dengan bau khas, yang menunjukkan perdarahan saluran cerna atas serta
dicernanya darah pada usus halus(3)(4).

C. ETIOLOGI

Beberapa penyebab timbulnya perdarahan di saluran cerna atas yaitu :


1. Kelainan di esophagus
a. Pecahnya varises esophagus
Perdarahan varises secara khas terjadi mendadak dan masif,
kehilangan darah gastrointestinal kronik jarang ditemukan. Perdarahan
varises esofagus atau lambung biasanya disebabkan oleh hipertensi portal
yang terjadi sekunder akibat sirosis hepatis. Meskipun sirosis alkoholik
merupakan penyebab varises esofagus yang paling prevalen di Amerika
Serikat, setiap keadaan yang menimbulkan hipertensi portal dapat
mengakibatkan perdarahan varises. Lebih lanjut, kendati adanya varises
berarti adanya hipertensi portal yang sudah berlangsung lama, penyakit
hepatitis akut atau infiltrasi lemak yang hebat pada hepar kadang-kadang
menimbulkan varises yang akan menghilang begitu abnormalitas hepar
disembuhkan. Meskipun perdarahan SMBA pada pasien sirosis umumnya
berasal dari varises sebagai sumber perdarahan, kurang lebih separuh dari
pasien ini dapat mengalami perdarahan yang berasal dari ulkus peptikum

4
atau gastropati hipertensi portal. Keadaan yang disebut terakhir ini terjadi
akibat penggembungan vena-vena mukosa lambung. Sebagai
konsekuensinya, sangat penting menentukan penyebab perdarahan agar
penanganan yang tepat dapat dikerjakan(2).
Angka kejadian pecahnya varises esophagus yang menyebabkan
perdarahan cukup tinggi yaitu 54,8%. Sifat perdarahan hematemesisnya
mendadak dan masif, tanpa didahului nyeri epigastrium. Darah berwarna
kehitaman dan tidak akan membeku karena sudah tercampur asam
lambung. Setelah hematemesis selalu disusul dengan melena(5).
b. Karsinoma esophagus
Karsinoma esophagus lebih sering menunjukkan keluhan melena
daripada hematemesis. Pasien juga mengeluh disfagia, badan mengurus
dan anemis. Hanya sesekali penderita muntah darah tidak masif. Pada
panendoskopi jelas terlihat gambaran karsinoma yang hampir menutup
esophagus dan mudah berdarah terletak di sepertiga bawah esophagus(5).
c. Sindrom Mallory-Weiss
Riwayat medis ditandai oleh gejala muntah tanpa isi (vomitus
tanpa darah). Muntah hebat mengakibatkan ruptur mukosa dan submukosa
daerah kardia atau esophagus bawah sehingga muncul perdarahan. Karena
laserasi aktif disertai ulserasi, maka timbul perdarahan. Laserasi muncul
akibat terlalu sering muntah sehingga tekanan intraabdominal naik
menyebabkan pecahnya arteri di submukosa esophagus/ kardia. Sifat
perdarahan hematemesis tidak masif, timbul setelah pasien berulangkali
muntah hebat, lalu disusul rasa nyeri di epigastrium. Misalnya pada
hiperemesis gravidarum(5).
d. Esofagogastritis korosiva
Pernah ditemukan penderita wanita dan pria yang muntah darah
setelah tidak sengaja meminum air keras untuk patri. Air keras tersebut
mengandung asam sitrat dan asam HCl yang bersifat korosif untuk mukosa
mulut, esophagus dan lambung. Penderita juga mengeluh nyeri dan panas
seperti terbakar di mulut, dada dan epigastrium(5).

5
e. Esofagitis dan tukak esophagus
Esofagitis yang menimbulkan perdarahan lebih sering bersifat
intermiten atau kronis, biasanya ringan, sehingga lebih sering timbul
melena daripada hemetemesis. Tukak esophagus jarang menimbulkan
perdarahan jika dibandingkan dengan tukak lambung dan duodenum(5).
2. Kelainan di lambung
a. Gastritis erosiva hemoragika
Penyebab terbanyak adalah akibat obat-obatan yang mengiritasi
mukosa lambung atau obat yang merangsang timbulnya tukak
(ulcerogenic drugs). Misalnya obat-obat golongan salisilat seperti Aspirin,
Ibuprofen, obat bintang tujuh dan lainnya. Obat-obatan lain yang juga
dapat menimbulkan hematemesis yaitu : golongan kortikosteroid,
butazolidin, reserpin, spironolakton dan lain-lain. Golongan obat-obat
tersebut menimbulkan hiperasiditas(2)(6).
Gastritis erosiva hemoragika merupakan urutan kedua penyebab
perdarahan saluran cerna atas. Pada endokopi tampak erosi di angulus,
antrum yang multipel, sebagian tampak bekas perdarahan atau masih
terlihat perdarahan aktif di tempat erosi. Di sekitar erosi umumnya
hiperemis, tidak terlihat varises di esophagus dan fundus lambung. Sifat
hematemesis tidak masif dan timbul setelah berulang kali minum obat-
obatan tersebut, disertai nyeri dan pedih di ulu hati(5).
b. Tukak lambung
Tukak lambung lebih sering menimbulkan perdarahan terutama di
angulus dan prepilorus bila dibandingkan dengan tukak duodeni. Tukak
lambung akut biasanya bersifat dangkal dan multipel yang dapat
digolongkan sebagai erosi(5).
Biasanya sebelum hematemesis dan melena, pasien mengeluh nyeri
dan pedih di ulu hati selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Sesaat
sebelum hematemesis rasa nyeri dan pedih dirasakan bertambah hebat,
namun setelah muntah darah rasa nyeri dan pedih tersebut berkurang. Sifat
hematemesis tidak begitu masif, lalu disusul melena(5).

6
c. Karsinoma lambung
Insidensinya jarang, pasien umumnya berobat dalam fase lanjut
dengan keluhan rasa pedih dan nyeri di ulu hati, rasa cepat kenyang, badan
lemah. Jarang mengalami hematemesis, tetapi sering melena(5).
3. Kelainan di duodenum
a. Tukak duodeni
Tukak duodeni yang menyebabkan perdarahan panendoskopi
terletak di bulbus. Sebagian pasien mengeluhkan hematemesis dan melena,
sedangkan sebagian kecil mengeluh melena saja. Sebelum perdarahan,
pasien mengeluh nyeri dan pedih di perut atas agak ke kanan. Keluhan ini
juga dirasakan waktu tengah malam saat sedang tidur pulas sehingga
terbangun. Untuk mengurangi rasa nyeri dan pedih, pasien biasanya
mengkonsumsi roti atau susu(5).
b. Karsinoma papilla Vateri
Karsinoma papilla Vateri merupakan penyebaran karsinoma di
ampula menyebabkan penyumbatan saluran empedu dan saluran pancreas
yang umumnya sudah dalam fase lanjut. Gejala yang timbul selain
kolestatik ekstrahepatal, juga dapat menimbulkan perdarahan tersembunyi
(occult bleeding), sangat jarang timbul hematemesis. Selain itu pasien juga
mengeluh badan lemah, mual dan muntah(5).

D. PATOFISIOLOGI
Mekanisme perdarahan pada hematemesis dan melena sebagai berikut :
1. Perdarahan tersamar intermiten (hanya terdeteksi dalam feces atau adanya
anemia defisiensi Fe+)
2. Perdarahan masif dengan renjatan
Untuk mencari penyebab perdarahan saluran cerna dapat dikembalikan
pada faktor-faktor penyebab perdarahan, yaitu (1):
1. Faktor pembuluh darah (vasculopathy) seperti pada tukak peptik, pecahnya
varises esophagus

7
2. Faktor trombosit (trombopathy) seperti pada Idiopathic Thrombocytopenia
Purpura (ITP)
3. Faktor kekurangan zat pembekuan darah (coagulopathy) seperti pada
hemophilia, sirosis hati, dan lain-lain
Pada sirosis kemungkinan terjadi ketiga hal di atas : vasculopathy
(pecahnya varises esophagus); trombopathy (pengurangan trombosit di tekanan
perifer akibat hipersplenisme); coagulopathy (kegagalan sel-sel hati)(1).
Khusus pada pecahnya varises esophagus ada 2 teori(1) :
1. Teori erosi : pecahnya pembuluh darah karena erosi dari makanan kasar
(berserat tinggi dan kasar) atau konsumsi NSAID
2. Teori erupsi : karena tekanan vena porta terlalu tinggi, atau peningkatan
tekanan intraabdomen yang tiba-tiba karena mengedan, mengangkat barang
berat, dan lain-lain

E. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis yang muncul bisa berbeda-beda, tergantung pada(6) :
1. Letak sumber perdarahan dan kecepatan gerak usus
2. Kecepatan perdarahan
3. Penyakit penyebab perdarahan
4. Keadaan penderita sebelum perdarahan
Pada hematemesis, warna darah yang dimuntahkan tergantung dari asam
hidroklorida dalam lambung dan campurannya dengan darah. Jika vomitus terjadi
segera setelah perdarahan, muntahan akan tampak berwarna merah dan baru
beberapa waktu kemudian penampakannya menjadi merah gelap, coklat atau
hitam. Bekuan darah yang mengendap pada muntahan akan tampak seperti ampas
kopi yang khas. Hematemesis biasanya menunjukkan perdarahan di sebelah
proksimal ligamentum Treitz karena darah yang memasuki traktus gastrointestinal
di bawah duodenum jarang masuk ke dalam lambung(2).
Meskipun perdarahan yang cukup untuk menimbulkan hematemesis
biasanya mengakibatkan melena, kurang dari separuh pasien melena menderita
hematemesis. Melena biasanya menggambarkan perdarahan esophagus, lambung

8
atau duodenum. Namun lesi di jejunum, ileum bahkan kolon ascendens dapat
menyebabkan melena jika waktu perjalanan melalui traktus gastrointestinal cukup
panjang(2). Diperkirakan darah dari duodenum dan jejunum akan tertahan di
saluran cerna selama 68 jam untuk merubah warna feses menjadi hitam. Feses
tetap berwarna hitam seperti ter selama 4872 jam setelah perdarahan berhenti. Ini
bukan berarti keluarnya feses warna hitam tersebut menandakan perdarahan masih
berlangsung. Darah sebanyak 60 mL cukup untuk menimbulkan satu kali buang
air besar dengan tinja warna hitam. Kehilangan darah akut yang lebih besar dari
jumlah tersebut dapat menimbulkan melena lebih dari tujuh hari. Setelah warna
tinja kembali normal, hasil tes untuk adanya perdarahan tersamar dapat tetap
positif selama 710 hari setelah episode perdarahan tunggal.
Warna hitam melena akibat kontak darah dengan asam HCl sehingga
terbentuk hematin. Tinja akan berbentuk seperti ter (lengket) dan menimbulkan
bau khas. Konsistensi ini berbeda dengan tinja yang berwarna hitam/ gelap yang
muncul setelah orang mengkonsumsi zat besi, bismuth atau licorice. Perdarahan
gastrointestinal sekalipun hanya terdeteksi dengan tes occult bleeding yang
positif, menunjukkan penyakit serius yang harus segera diobservasi(2).
Kehilangan darah 500 ml jarang memberikan tanda sistemik kecuali
perdarahan pada manula atau pasien anemia dengan jumlah kehilangan darah
yang sedikit sudah menimbulkan perubahan hemodinamika. Perdarahan yang
banyak dan cepat mengakibatkan penurunan venous return ke jantung, penurunan
curah jantung (cardiac output) dan peningkatan tahanan perifer akibat refleks
vasokonstriksi. Hipotensi ortostatik 10 mmHg (Tilt test) menandakan perdarahan
minimal 20% dari volume total darah. Gejala yang sering menyertai : sinkop,
kepala terasa ringan, mual, perspirasi (berkeringat), dan haus. Jika darah keluar
40 % terjadi renjatan (syok) disertai takikardi dan hipotensi. Gejala pucat
menonjol dan kulit penderita teraba dingin(2).
Pasien muda dengan riwayat perdarahan saluran cerna atas singkat dan
berulang disertai kolaps hemodinamik dan endoskopi normal, dipertimbangkan
lesi Dieulafoy (adanya arteri submukosa dekat cardia yang menyebabkan
perdarahan saluran cerna intermiten yang banyak)(3).

9
F. DIAGNOSIS BANDING

1. Hemoptoe(8)
2. Hematokezia(8)

G. DIAGNOSIS

1. Anamnesis(9)
a. Sejak kapan terjadi perdarahan, perkiraan jumlah, durasi dan frekuensi
perdarahan
b. Riwayat perdarahan sebelumnya dan riwayat perdarahan dalam keluarga
c. Ada tidaknya perdarahan di bagian tubuh lain
d. Riwayat muntah berulang yang awalnya tidak berdarah (Sindrom Mallory-
Weiss)
e. Konsumsi jamu dan obat (NSAID dan antikoagulan yang menyebabkan
nyeri atau pedih di epigastrium yang berhubungan dengan makanan)
f. Kebiasaan minum alkohol (gastritis, ulkus peptic, kadang varises)
g. Kemungkinan penyakit hati kronis, demam dengue, tifoid, gagal ginjal
kronik, diabetes mellitus, hipertensi, alergi obat
h. Riwayat tranfusi sebelumnya
2. Pemeriksaan fisik
Langkah awal adalah menentukan berat perdarahan dengan fokus pada
status hemodinamik, pemeriksaannya meliputi(9) :
a. Tekanan darah dan nadi posisi baring
b. Perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi
c. Ada tidaknya vasokonstriksi perifer (akral dingin)
d. Kelayakan napas dan tingkat kesadaran
e. Produksi urin
Perdarahan akut dalam jumlah besar (> 20% volume intravaskuler)
mengakibatkan kondisi hemodinamik tidak stabil, dengan tanda(9) :
a. Hipotensi (<90/60 mmHg atau MAP <70 mmHg) dengan frekuensi nadi >
100 x/menit

10
b. Tekanan diastole ortostatik turun >10 mmHg, sistole turun >20 mmHg.
c. Frekuensi nadi ortostatik meningkat >15 x/menit
d. Akral dingin
e. Kesadaran turun
f. Anuria atau oligouria (produksi urin <30 ml/jam)
Selain itu pada perdarahan akut jumlah besar ditemukan hal-hal berikut(9):
a. Hematemesis
b. Hematokezia
c. Darah segar pada aspirasi nasogastrik, dengan lavase tidak segera jernih
d. Hipotensi persisten
e. Tranfusi darah > 800 1000 ml dalam 24 jam
Khusus untuk penilaian hemodinamik (keadaan sirkulasi) perlu dilakukan
evaluasi jumlah perdarahan, dengan criteria(10) :
Perdarahan (%) Keadaan hemodinamik
<8 Hemodinamik stabil
8 15 Hipotensi ortostatik
15 25 Renjatan (syok)
25 40 Renjatan + penurunan kesadaran
>40 Moribund (physiology futility)
Selanjutnya pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan adalah(10) :
a. Stigmata penyakit hati kronis (ikterus, spider naevi, ascites, splenomegali,
eritema palmaris, edema tungkai)
b. Colok dubur karena warna feses memiliki nilai prognostik
c. Aspirat dari nasogastric tube (NGT) memiliki nilai prognostik mortalitas
dengan interpretasi :
1) Aspirat putih keruh : perdarahan tidak aktif
2) Aspirat merah marun : perdarahan masif (mungkin perdarahan arteri)
d. Suhu badan dan perdarahan di tempat lain
e. Tanda kulit dan mukosa penyakit sistemik yang bisa disertai perdarahan
saluran cerna (pigmentasi mukokutaneus pada sindrom Peutz-Jeghers)
3. Pemeriksaan Penunjang(8)
a. Tes darah : darah perifer lengkap, cross-match jika diperlukan tranfusi

11
b. Hemostasis lengkap untuk menyingkirkan kelainan faktor pembekuan
primer atau sekunder : CTBT, PT/PPT, APTT
c. Elektrolit : Na, K, Cl
d. Faal hati : cholinesterase, albumin/ globulin, SGOT/SGPT
e. EKG& foto thoraks: identifikasi penyakit jantung (iskemik), paru kronis
f. Endoskopi : gold standart untuk menegakkan diagnosis dan sebagai
pengobatan endoskopik awal. Selain itu juga memberikan informasi
prognostik dengan mengidentifikasi stigmata perdarahan(3)

H. BEDA PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS (SCBA)


DENGAN BAWAH (SCBB)(9)
Perbedaan Perdarahan SCBA Perdarahan SCBB
Manifestasi klinik Hematemesis dan/atau Hematokezia
umumnya melena
Aspirasi nasogastrik Berdarah Jernih
Rasio (BUN : kreatinin) Meningkat >35 <35
Auskultasi usus Hiperaktif Normal

I. PENATALAKSANAAN

1. Tatalaksana Umum
Tindakan umum terhadap pasien diutamakan airway-breathing-
circulation (ABC). Terhadap pasien yang stabil setelah pemeriksaan memadai,
segera dirawat untuk terapi lanjutan atau persiapan endoskopi(10).
Untuk pasien risiko tinggi perlu tindakan lebih agresif seperti(10):
a. Pemasangan iv-line minimal 2 dengan jarum (kateter) besar minimal no
18. Ini penting untuk transfuse, dianjurkan pemasangan CVP
b. Oksigen sungkup/ kanula. Bila gangguan airway-breathing perlu ETT
c. Mencatat intake- output, harus dipasang kateter urine
d. Monitor tekanan darah, nadi, saturasi O2, keadaan lain sesuai komorbid
e. Melakukan bilas lambung agar mempermudah tindakan endoskopi

12
Dalam melaksanakan tindakan umum ini, pasien dapat diberikan terapi(10) :
a. Transfusi untuk mempertahankan hematokrit > 25%
b. Pemberian vitamin K 3x1 amp
c. Obat penekan sintesa asam lambung (PPI)
d. Terapi lainnya sesuai dengan komorbid
2. Tatalaksana Khusus
a. Varises gastroesofageal(10)
1) Terapi medikamentosa dengan obat vasoaktif(9)
a) Glipressin (Vasopressin) : Menghentikan perdarahan lewat efek
vasokonstriksi pembuluh darah splanknik, menyebabkan aliran
darah dan tekanan vena porta menurun. Pemberian dengan
mengencerkan vasopressin 50 unit dalam 100 ml Dextrose 5%,
diberikan 0,51 mg/menit/iv selama 2060 menit dan dapat diulang
tiap 36 jam; atau setelah pemberian pertama dilanjutkan per
infuse 0,10,5 U/menit
b) Somatostatin : Menurunkan aliran darah splanknik, lebih selektif
daripada vasopressin. Untuk perdarahan varises atau nonvarises.
Dosis pemberian awal dengan bolus 250 mcg/iv, lanjut per infus
250 mcg/jam selama 1224 jam atau sampai perdarahan berhenti.
2) Terapi mekanik dengan balon Sengstaken Blackmore atau Minesota
3) Terapi endoskopi(9)
a) Ligasi : Mulai distal mendekati cardia bergerak spiral setiap 12
cm. Dilakukan pada varises yang sedang berdarah atau ditemukan
tanda baru saja mengalami perdarahan (bekuan darah melekat,
bilur merah, noda hematokistik). Efek samping sklerosan dapat
dihindari, mengurangi frekuensi ulserasi dan striktur.
b) Skleroterapi : alternatif bila ligasi sulit dilakukan karena
perdarahan masif, terus berlangsung atau teknik tidak
memungkinkan. Yang digunakan campuran yang sama banyak
antara polidokanol 3%, NaCl 0,9% dan alcohol absolute; dibuat

13
sesaat sebelum skleroterapi. Penyuntikan dari bagian paling distal
mendekati cardia, lanjut ke proksimal bergerak spiral sejauh 5cm.
4) Terapi radiologi(9) : pemasangan transjugular intrahepatic
portosystemic shunting (TIPS)& perkutaneus obliterasi spleno-porta.
5) Terapi pembedahan(10)
a) Shunting
b) Transeksi esofagus + devaskularisasi + splenektomi
c) Devaskularisasi + splenektomi
b. Tukak peptic(10)
1) Terapi medikamentosa
a) PPI (proton pump inhibitor)(9) : obat anti sekresi asam untuk
mencegah perdarahan ulang. Diawali dosis bolus Omeprazol 80
mg/iv lalu per infuse 8 mg/kgBB/jam selama 72 jam
Antasida, sukralfat, dan antagonis reseptor H2 masih boleh
diberikan untuk tujuan penyembuhan lesi mukosa perdarahan.
b) Obat vasoaktif
2) Terapi endoskopi(10)
a) Injeksi(9) : penyuntikan submukosa sekitar titik perdarahan dengan
adrenalin (1:10000) sebanyak 0,51 ml/suntik dengan batas 10 ml
atau alcohol absolute (98%) tidak melebihi 1 ml
b) Termal : koagulasi, heatprobe, laser
c) Mekanik : hemoklip, stapler
3) Terapi bedah
3. Memulangkan pasien(10)
Sebagian besar pasien umumnya pulang pada hari ke 14 perawatan.
Perdarahan ulang (komorbid) sering memperpanjang masa perawatan. Bila
tidak ada komplikasi, perdarahan telah berhenti, hemodinamik stabil serta
risiko perdarahan ulang rendah pasien dapat dipulangkan . Pasien biasanya
pulang dalam keadaan anemis, karena itu selain obat pencegah perdarahan
ulang perlu ditambahkan preparat Fe.

14
Algoritma Penatalaksanaan Penderita Perdarahan SCBA

15
J. KOMPLIKASI(8)

1. Syok hipovolemik
2. Aspirasi pneumonia
3. Gagal ginjal akut
4. Sindrom hepatorenal koma hepatikum
5. Anemia karena perdarahan

16
BAB III
KESIMPULAN

1. Perdarahan saluran cerna atas (SCBA) yaitu perdarahan dari lumen saluran
cerna di atas ligamentum Treitz mengakibatkan hematemesis dan melena.
2. Hematemesis adalah muntah darah dalam bentuk segar atau berubah karena
enzim dan asam lambung menjadi kecoklatan berbentuk butiran kopi.
3. Melena adalah tinja yang lengket dan hitam seperti aspal dengan bau khas.
4. Etiologi perdarahan SCBA antara lain :
a. Kelainan esophagus : pecah varises esophagus, Ca esophagus, sindrom
Mallory-Weiss, esofagogastritis korosiva, esofagitis & tukak esofagus
b. Kelainan lambung : gastritis erosif hemoragika, tukak lambung, Ca
lambung
c. Kelainan di duodenum : tukak duodeni, Ca papilla vaterii
5. Manifestasi klinis perdarahan SCBA tergantung dari : a) letak sumber
perdarahan & kecepatan gerak usus; b) kecepatan perdarahan; c) penyakit
penyebab perdarahan; d) keadaan sebelum perdarahan.
6. Diagnosis perdarahan SCBA yaitu :
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisik : penentuan status hemodinamik, evaluasi jumlah
perdarahan, tanda fisik lain
c. Pemeriksaan penunjang : tes darah, faal hemostasis, elektrolit, faal hati,
EKG & foto thorax, endoskopi (gold standar)
7. Diagnosis bandingnya yaitu hemoptoe dan hematokezia.
8. Penatalaksaan secara umum dan khusus.
9. Keadaan memperburuk prognosis : gagal jantung kongestif/ infark miokard,
PPOK, sirosis, gagal ginjal, keganasan, >60 tahun, gangguan pembekuan.
10. Komplikasinya yaitu : syok hipovolemik, aspirasi pneumonia, gagal ginjal
akut, sindrom hepatorenal koma hepatikum, anemia karena perdarahan.

17
LAMPIRAN

Lampiran 1 : Hasil Endoskopi


Varises Esofagus

Ca-esofagus

Mallory-Weiss syndrom

Esofagogastritis korosiva

Esofagitis &
tukak esofagus

Gastritis erosiva
hemoragika

18
Tukak lambung

Ca-lambung

Tukak duodeni

Ca-papila Vateri

19
DAFTAR PUSTAKA

(1) Astera, I W.M. & I D.N. Wibawa. Tata Laksana Perdarahan Saluran Makan
Bagian Atas : dalam Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta :
EGC. 1999 : 53 62.

(2) Richter, J.M. & K.J. Isselbacher. Perdarahan Saluran Makanan : dalam
Harrison (Prinsip Ilmu Penyakit Dalam) Jilid I. Jakarta : EGC. 1999 : 259
62.

(3) Davey, P. Hematemesis & Melena : dalam At a Glance Medicine. Jakarta :


Erlangga. 2006 : 36 7.

(4) Hastings, G.E. Hematemesis & Melena :


wichita.kumc.edu/hastings/hematemesis.pdf . 2005.

(5) Hadi, S. Perdarahan Saluran Makan : dalam Gastroenterologi. Bandung :


PT Alumni. 2002 : 281 305.

(6) Ponijan, A.P. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas :


repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31735/4/Chapter%20II.pdf .
2012.

(7) Purwadianto, A. & Budi S. Hematemesis & Melena : dalam Kedaruratan


Medik. Jakarta : Binarupa Aksara. 2000 : 105 10.

(8) PB PAPDI. Standar Pelayanan Medik. Jakarta : PB PAPDI. 2005: 272 3.

(9) Adi, P. Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas : Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I. Jakarta : FKUI. 2006 : 289 97

(10) Djumhana, A. Perdarahan Akut Saluran Cerna Bagian Atas :


pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2011/03/pendarahan_akut_saluran_cerna_bagian_atas.pdf
. 2011.

20

You might also like