You are on page 1of 22

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii

BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..............................................................................4
B. Pokok Permasalahan.....................................................................9
C. Tujuan Penelitian ...........................................................................9
BAB II. PEMBAHASAN
A. Tugas, Wewenang dan Hak DPRD Menurut
Undang-undang ........................................................................... 11
B. Fungsi DPRD .............................................................................. 14
1. Fungsi Legislasi ...................................................................... 14
2. Fungsi Anggaran (Budgeting) ................................................ .16
3. Fungsi Pengawasan ............................................................... 18
C. Implementasi Pelaksanaan Fungsi DPRD ................................... 19
BAB III. PENUTUP
Kesimpulan.................................................................................. 21

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 23
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lembaga legislatif dalam bentuknya seperti sekarang bermula di Inggris di
penghujung Abad XII dimana Magnum Concilium sebagai dewan kaum feodal
dinamakan parlemen sebagai wadah para baron, atau tuan tanah untuk
membahas segala sesuatu termasuk mendapatkan kesepakatan untuk
meningkatkan kontribusinya untuk kerajaan. Sampai penghujung abad XIV
barulah parlemen dimanfaatkan oleh raja Inggris sebagai badan konsultasi dalam
pembuatan undang-undang. Lalu di awal abad XV parlemen berfungsi sebagai
badan pembuat hukum sungguh pun dari sisi keanggotaan lembaga tersebut
belum sepenuhnya sebagai badan perwakilan rakyat.Parlemen yang sekaligus
sebagai pembuat hukum dan badan perwakilan melalui pemilihan baru
berlangsung pada abad II di Inggris.1
Adapun fungsi pokok dari lembaga perwakilan (parlemen) itu pertama-tama
adalah pengawasan terhadap eksekutif, baru setelah itu fungsi legislatif (fungsi
pembuatan undang-undang). Bentuk-bentuk pengawasan oleh parlemen itu
macam-macam. Apabila kita meneliti konstitusi berbagai negara di dunia kita
dapat menemukan beberapa bentuk pengawasan yang dapat dilakukan oleh
lembaga parlemen terhadap kinerja pemerintah. Di antara bentuk-bentuk, yang
penting dalam rangka pengawasan adalah: (1) Mengangkat dan memberhentikan
kabinet; (2) Hak menentukan dan mengawasi anggaran dan keuangan; (3)
Melindungi hak milik dan kekayaan warga masyarakat; (4) Menyelenggarakan
forum perdebatan parlemen; (5) Melakukan dengar pendapat; (6) Hak interpelasi
dan pertanyaan; (7) Melaksanakan fungsi pemerintahan secara bersama; dan (8)
Melaksanakan fungsi semi-legislatif dan semi-judisial.2
Untuk mewujudkan cita-cita demokrasi atau kedaulatan rakyat di daerah,
maka dibentuk dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD). Dalam perspektif

1Lihat Paimin Napitupulu, 2005. Peran dan Pertanggungjawaban DPR: Kajian di DPRD DKI Jakarta,
Bandung: Alumni, hlm. 32
2Jimly Asshiddiqie, 1996. Pergumulan Peran Pemerintah dan Parlemen dalam Sejarah Telaah

Perbandingan Konstitusi Berbagai Negara, Jakarta: Ul Press, hal. 6-23

2
sejarah, Kedudukan dan wewenang DPRD menurut konstitusi di Indonesia
mengalami pasang surut.
Pada awal kemerdekaan, UU No.1/1945 yang diterbitkan tanggal 23
November 1945 menyebutkan DPRD yang saat itu bernama Badan Perwakilan
Daerah (BPRD) dipimpin oleh kepala daerah. BPRD berwenang memilih badan
eksekutif yang juga dikepalai oleh kepala daerah, yang sekaligus adalah aparat
pusat. Jadi sangat jelas bagaimana sangat lemahnya kedudukan DPRD saat itu,
begitu pula wewenangnya.3
Tahun 1948, dengan diterbitkannya UU No. 22/1948 barulah kedudukan
dan wewenang DPRD terangkat pesat. Berdasarkan undang-undang ini DPRD
memegang kekuasaan pemerintah daerah. Di sana disebutkan bahwa
Pemerintah Daerah terdiri dari DPRD dan Dewan Pertimbangan Daerah (DPD)
yang diketuai oleh kepala daerah, dan kekuasaan Pemerintah Daerah ada di
tangan DPRD. Sedangkan DPD bertanggung jawab kepada DPRD. Ini berarti
kedudukan DPRD lebih tinggi ketimbang kepala daerah.4
Penetapan Presiden No. 6/1959 kemudian menggerogoti kewenangan
DPRD, karena dalam PenPres ini disebutkan bahwa kepala daerah tidak lagi
bertanggung jawab kepada DPRD. Bahkan kepala daerah dinyatakan sebagai
alat daerah dan pusat. Dengan ini maka tersirat bahwa DPRD berada di bawah
kepala daerah karena kedudukannya sebagai alat pusat.
UU No.6/1959 yang kemudian terbit, menetapkan bahwa DPRD dan kepala
daerah adalah pemerintah daerah. Menyejajarkan DPRD dengan kepala daerah
sebagai mitra, bukan berarti mengangkat lembaga ini pada posisi yang lebih baik
dalam pemerintah daerah, tapi justru melepaskan lembaga ini dari fungsinya
sebagai institusi demokrasi di Daerah.5
Penyejajaran antara DPRD dengan kepala daerah masih dilanjutkan dalam
UU No.5/1974, meskipun kepala daerah dipilih dan dicalonkan oleh DPRD. Tak
adanya pemisahan yang jelas antara lembaga eksekutif dan legislatif di daerah
ini bukan saja mengaburkan fungsi dan peran kedua lembaga itu, tapi juga
meniadakan sistem kontrol terhadap kinerja pemerintah daerah (Pemda).

3Nurul Aini, 2004. DPRD dan Demokratisasi Pemerintahan Daerah dalam Syamsuddin Haris dkk,

2004. Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia, Jakarta: LIPI Press, hal. 135-154
4 ibid
5A.Syaukani HR, Afan Gaffar dan M. Ryaas Rasjid. 2002. Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan,

Yogyakarta; Pustaka Pelajar

3
Akuntabilitas Pemda tidak pernah dipertanyakan. Tiadanya sistem check and
balances telah memungkinkan kepala daerah tidak mempertanggungjawabkan
kepemimpinannya kepada masyarakat yang dipimpin melalui wakil-wakil mereka
di DPRD.6
Lahirnya UU No. 22/1999 meniupkan angin segar pada Daerah. Dalam
dasar pertimbangannya, undang-undang ini menyebutkan bahwa
penyelanggaraan otonomi daerah diperlukan antara lain untuk lebih menekankan
prinsip demokrasi, dan meningkatkan peran serta masyarakat. Begitu pula dalam
pasal 1 butir h dijelaskan bahwa otonomi daerah merupakan kewenangan daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Bunyi pasal 1 UU No. 22/1999 ini merupakan
perubahan yang mendasar atas pasal 1 butir UU No .5/1974. Jika dalam UU
No.5/1974 yang diatur dalam otonomi daerah adalah rumah tangganya, maka
dalam UU No.22/1999 yang diatur dan diurus adalah kepentingan masyarakat
(bukan hanya mengatur tapi mengurus). Ini sesuai dengan maksud
penyelenggaraan otonomi daerah itu sendiri, yang harus dilaksanakan dengan
prinsip-prinsip demokrasi.7
Dalam sistem yang demokratis, menurut Robert Dahl, rakyatlah yang
memberi kedaulatan. Prinsip lain yang terkait dengan demokrasi adalah adanya
pemisahan kekuasaan (separation of power), supremasi hukum, adanya
persamaan, dan kebebasan. Secara spesifik, demokrasi membuka peluang
rakyat mendapatkan pemimpin yang legitimate, artinya rakyat diberi kesempatan
untuk menerima atau menolak orang-orang yang akan memerintah
8
mereka. Selain itu dalam demokrasi ada peluang yang lebih besar bagi
masyarakat untuk terlibat dalam pembuatan kebijakan.
Selanjutnya mencermati ketentuan dalam hukum positif, maka ada
beberapa hal penting yang harus dipenuhi oleh seseorang bila ingin menjadi
calon anggota DPRD:

6 Ibid
7TAPMPR No. XV/MPR/1998
8M.Ryaas Rasjid, 1996. Makna Pemerintahan: Tinjauan dari segi Etika dan Kepemimpinan, Jakarta:
Yarsip Watampone

4
(1) Harus menjadi anggota partai tertentu, dan memenuhi semua persyaratan
yang ditentukan oleh partai politik. Kemampuan, loyalitas pada partai serta
derajat keterlibatan di partai sangat menentukan seseorang dicalonkan atau
tidak oleh partai politik.
(2) Setiap orang yang akan menjadi wakil rakyat di DPR maupun DPRD, adalah
orang yang cakap menurut undang-undang. Artinya memiliki kemampuan
dan integritas dalam memperjuangkan aspirasi dan kepentingan konstituen.
Karena itu, undang-undang pemilu menetapkan berbagai persyaratan bagi
seseorang bila ingin menjadi calon anggota DPR atau DPRD. Artinya
seseorang dapat disahkan oleh KPU atau KPUD menjadi calon nggota DPR
atau DPRD bila memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan undang-
undang.
(3) Seseorang dapat ditetapkan menjadi anggota DPR atau DPRD apabila
dapat memenuhi perolehan suara sesuai yang disyaratkan oleh undang-
undang pemilu. Artinya walaupun kedua syarat yang telah diuraikan
sebelumnya telah terpenuhi, tetapi bila tidak mampu menarik simpati dan
dukungan konstituen di suatu daerah pemilihan tertentu, maka seorang
calon pun tidak bisa menjadi anggota DPR maupun DPRD.9
Fungsi DPRD
Secara normatif, fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) telah
diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UUMD3). Pada Pasal 316 disebutkan
bahwa DPRD mempunyai 3 (tiga) fungsi:
(1) Fungsi Legislasi, yakni fungsi DPRD dalam membentuk peraturan daerah
bersama kepala daerah.
(2) Fungsi Anggaran, yakni fungsi DPRD bersama-sama pemerintah Daerah
untuk menyusun dan menetapkan APBD yang di dalamnya anggaran untuk
pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang DPRD.

9TA. Legowo & Sebastian Salang, 2008. Panduan Menjadi Calon Anggota DPR/DPD/DPRD

Menghadapi Pemilu, jakarta: Forum Sahabat, hlm. 48

5
(3) Fungsi Pengawasan, yakni fungsi DPRD untuk melakukan pengawasan
terhadap undang-undang, peraturan daerah, dan keutusan kepala daerah,
serta kebijakan yang ditetapkan kepala daerah.10
Berdasarkan uraian di atas, maka telah diketahui bahwa salah satu fungsi
dari DPRD adalah Fungsi Legislasi. Dalam perkembangannya, fungsi legislasi
DPRD belum berjalan dengan lancar. Di beberapa daerah masih mengalami
berbagai permasalahan. Misalnya di Kota Semarang, dari 12 raperda yang
masuk di DPRD semuanya berasal dari inisiatif eksekutif dan diakhir tahun 2006
DPRD Kota Semarang lebih banyak menggunakan hak budgeting dan
pengawasan, padahal diharapkan dewan dapat mengajukan raperda atas inisiatif
dari pihak legislatif sehingga tidak hanya mengandalkan raperda dari pihak
eksekutif.11
Kemudian Kabupaten Cirebon, Kabupaten Cirebon merupakan salah satu
Kabupaten yang mempunyai jumlah penduduk cukup banyak. Berdasarkan data
Biro Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Cirebon, jumlah penduduk Kabupaten
Cirebon berdasarkan Hasil Registrasi Akhir Tahun 2012 mencapai 2.110.147
jiwa. Keadaan yang demikian mengakibatkan tingginya tingkat heterogenitas
tersebut secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap jalannya
penyelenggaraan pemerintah menjadi lebih kompleks dan dinamis. Keadaan
tersebut akan memicu kontrol dari masyarakat, lembaga swadaya masyarakat
(LSM), maupun DPRD terhadap penyelenggaraan pemerintah daerah agar dapat

10Hasil Penelitian LIPI (2007) tentang partai dan parlemen lokal di era transisi demokrasi lndonesia

yang dilakukan di berbagai daerah di Indonesia dapat menunjukkan tentang kinerja DPRD. Sri Yanuarti,
anggota tim LIPI yang melakukan penelitian di kota Malang dan Kabupaten Blitar menyimpulkan bahwa
secara umum akuntabilitas dan kinerja Parpol di lembaga legislatif di Kota Malang maupun Kabupaten Blitar
relatif rendah ini tercermin dari produk kebijakan yang seharusnya merupakan cerminan janji politik dari
partai-partai selama kampanye banyak dilupakan oleh anggota partai yang telah duduk di lembaga legislatif
setempat. Akibatnya, politik uang masih saja terus mewarnai tiap proses politik yang ada dalam lembaga
legislatif. Selanjutnya masih oleh tim LIPI, Arbi Sanit yang mengambil lokasi penelitian di Padang, Agam dan
Padang Pariaman menyimpulkan bahwa ternyata DPRD yang dikuasai oleh partai-partai itu tidak mudah
membangun dan mengoperasikan kinerjanya secara efisien dan efektif, sekalipun sukses memberlakukan
kebebasan-kebebasan berbicara, berkumpul dan berinisiatif, dan sebagainya. Inefisiensi kinerja dewan
diindikasikan oleh kelambanan proses kerja dan jumlah serta jenis produk yang tidak sepadan dengan
kebutuhan. lnefektivitas kinerja Dewan ditunjukkan oleh rendahnya manfaat kebijakan sebagaimana terlihat
dari relevansinya yang rendah dengan kebutuhan masyarakat. Disayangkan bahwa antisipasi gejala tersebut
belum menjadi bagian dari kode etik Dewan serta sistem pemilunya.Selengkapnya lihat Syamsuddin Haris
(editor), 2007. Partai dan Parlemen Lokal Era Transisi Demokrasi di Indonesia, Jakarta: LIPI Press.
11
www.suaramerdeka.com. diakses pada tanggal 12 Nopember 2014 Pkl 10.15 WIB

6
berjalan dengan efesien, efektif, dan baik sesuai dengan keinginan seluruh
masyarakat.
DPRD Kabupaten Cirebon sebagai bagian dari penyelenggara pemerintah
daerah Kabupaten Cirebon juga ikut serta dalam mewujudkan pemerintahan
yang baik dengan upaya meningkatkan peran dan fungsinya dalam
pemerintahan yaitu dalam melaksanakan kebijakan pembuatan peraturan
daerah. Peran DPRD sangat besar dalam pemerintahan daerah karena
merupakan lembaga legislatif daerah yang berfungsi sebagai salah satu lembaga
penyalur aspirasi masyarakat di daerah.
Salah satu fungsi DPRD Kabupaten Cirebon sebagai lembaga perwakilan
daerah yakni fungsi legislasi. Fungsi ini bahkan seringkali disebut sebagai inti
lembaga perwakilan yakni sebagai badan pembentuk undang-undang dalam
lingkup daerah.
Fungsi legislasi DPRD Kabupaten Cirebon juga kurang berjalan dengan
maksimal, dilihat dari perda yang masuk di DPRD Kabupaten Cirebon khususnya
tahun 2010-2013 dari 43 perda, hanya 11 yang berasal dari inisiatif DPRD,
padahal diharapkan dari DPRD Kabupaten Cirebon sendiri dapat menghasilkan
perda lebih banyak dari eksekutif. Oleh karena itu DPRD Kabupaten Cirebon
harus menggunakan hak inisiatifnya untuk meningkatkan fungsi legislasi yang
dimiliki sehingga penyelenggara pemerintah Kabupaten Cirebon dapat
mewujudkan pemerintahan yang baik.

B. Pokok Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka berikut adalah pokok
permasalahan yang dapat digunakan untuk menemukan solusi bagi
permasalahan di dalam makalah ini, yaitu:
1. Bagaimana tugas, wewenang, fungsi dan hak DPRD berdasarkan Peraturan
perundang-undangan?
2. Apakah implementasi fungsi-fungsi DPRD sudah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang dan pokok permasalahan di atas, maka tujuan
yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini adalah:

7
1. Untuk mengetahui fungsi, tugas, wewenang dan hak DPRD yang ditentukan
oleh peraturan perundang-undangan.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis kesesuaian implementasi fungsi-fungsi
DPRD dengan yang diatur oleh peraturan perundang-undangan.

8
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tugas, Wewenang dan Hak DPRD Menurut Undang-undang


DPRD sebagai lembaga legislatif daerah yang anggota-anggotanya dipilih oleh
masyarakat di daerah, merupakan tumpuan masyarakat agar aspirasinya
diakomodasikan. Peluang untuk itu dibukakan pintu lebar oleh UU No.22/1999.
Dalam pasal 22 butir c, d, dan e secara tegas dinyatakan bahwa DPRD
mempunyai kewajiban membina demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintah
daerah, meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah berdasarkan demokrasi
ekonomi, memperhatikan dan menyalurkan aspirasi, menerima keluhan dan
pengaduan masyarakat, serta memfasilitasi tindak lanjut penyelesaiannya.
Dengan pasal ini demokratisasi pemerintahan di Daerah terbuka lebar.
Dengan kewenangan yang dimiliki, DPRD dapat mengontrol kinerja
eksekutif agar terwujud good governance seperti yang diharapkan rakyat. Demi
mengurangi beban masyarakat, DPRD dapat menekan eksekutif untuk
memangkas biaya yang tidak perlu, dalam memberikan pelayanan kepada
warganya.
Selanjutnya dalam UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah,
kewajiban DPRD senafas dengan ketentuan dalam UU No. 32/ 2004 maupun UU
No. 22/1999. Dalam Pasal 161 UU No. 23/2014 disebutkan bahwa anggota
DPRD mempunyai kewajiban: (a) Memegang teguh dan mengamalkan
Pancasila; (b) Melaksanakan UUDNRI Tahun 1945 dan menaati ketentuan
peraturan perundang-undangan; (c) Mempertahankan dan memelihara
kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; (d)
Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, atau
golongan; (e) Memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat; (f) Menaati
prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota;
(g) Menaati tata tertib dan kode etik; (h) Menjaga etika dan norma dalam
hubungan kerja dengan lembaga lain dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah kabupaten/kota; (i) Menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen
melalui kunjungan kerja secara berkala; (j) Menampung dan menindaklanjuti

9
aspirasi dan pengaduan masyarakat; dan (k) Memberikan pertanggungjawaban
secara moral dan politis kepada konstituen di daerah pemilihannya.
Jumlah anggota DPRD Provinsi sekurang-kurangnya 35 orang dan
sebanyak-banyaknya 100 orang. Anggota DPRD Kabupaten/Kota sekurang-
kurangnya 20 orang dan sebanyak-banyaknya 45 orang. Jumlah ini tergantung
dari jumlah penduduk masing-masing provinsi, kabupaten dan kota.
Syarat umum keanggotaan DPRD sama dengan syarat keanggotaan DPR
dan DPD. Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Pemilihan Umum,
maka syarat-syarat tersebut meliputi: 1) WNI yang berumur 21 tahun atau lebih;
2) Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; 3) Berdomisili di Wilayah NKRI; 4)
Cakap berbicara, membaca dan menulis dalam Bahasa Indonesia; 5)
Berpendidikan serendah-rendahnya SLTA atau sederajat; 6) Setia kepada
Pancasila sebagai dasar negara, UUD Negara RI tahun 1945 dan cita-cita
Proklamasi 17 Agustus 1945; 7) Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memunyai kekuatan hukum tetap; 8) Tidak
sedang menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih; 9) Sehat jasmani dan
rohani berdasarkan hasil berdasarkan pemeriksaan hasil kesehatan dari dokter
yang berkompeten; dan 10) Terdaftar sebagai pemilih.
Sebelum memangku jabatan, anggota DPRD wajib mengucapkan sumpah
atau janji. Sumpah atau janji diucapkan dalam rapat paripurna DPRD
bersangkutan. Untuk anggota DPRD provinsi dipandu ketua Pengadilan Tinggi,
sedangkan untuk anggota DPRD kabupaten atau kota dipandu oleh Ketua
Pengadilan Negeri.
Masing-masing DPRD sesuai dengan lingkungan jabatannya mempunyai
tugas dan wewenang:12(a) membentuk Perda kabupaten/kota bersama
bupati/wali kota; (b) membahas dan memberikan persetujuan rancangan Perda
mengenai APBD kabupaten/kota yang diajukan oleh bupati/walikota; (c)
melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan APBD
kabupaten/kota; (d) memilihbupati/wali kota; (e) mengusulkan pengangkatan dan
pemberhentian bupati/wali kota kepada menteri melalui gubernur sebagai wakil

12Pasal 154 UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Penerimaan Daerah

10
pemerintah pusat untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan
pemberhentian; (f) memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah
daerah kabupaten/kota terhadap rencana perjanjian international di daerah; (g)
memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang
dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota; (h) meminta laporan
keterangan pertanggungjawaban bupati/wali kota dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah kabupaten/kota; (i) memberikan persetujuan terhadap
rencana kerja sama dengan daerah lain atau dengan pihak ketiga yang
membebani masyarakat dan daerah; (j) melaksanakan tugas dan wewenang lain
yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014, selain hak-hak di atas, DPRD juga
mempunyai berbagai hak lain,13 yaitu:
1. Hak meminta keterangan kepada pemerintah daerah (hak interpelasi).
Hak meminta keterangan merupakan hak dewan bukan hak anggota, karena
itu kehendak dan materi keterangan yang diminta harus terlebih dahulu
diputus oleh DPRD. Demikian pula keputusan atas keterangan itu. Karena
merupakan hak DPRD, keterangan kepala daerah harus disampaikan dalam
rapat-rapat DPRD dan harus diputus secara terbuka.
2. Hak mengadakan penyelidikan (hak angket).
Hak penyelidikan DPRD ditujukan untuk menyelidiki keadaan pemerintahan
baik dalam rangka mengetahui pelaksanaan pemerintahan baik untuk mencari
bahan-bahan untuk merumuskan kebijakan. Hak penyelidikan dapat
melibatkan sekaligus segala unsur dalam pemerintahan daerah maupun di
luarnya baik instansi pemerintah yang lain maupun anggota masyarakat
umum.
3. Hak mengadakan perubahan atas rancangan peraturan daerah (Raperda).
Hak untuk mengadakan perubahan atas Raperda jarang bahkan bisa
dikatakan tidak pernah dilaksanakan. Perubahan-perubahan Raperda
dilakukan melalui pembahasan bersama dalam rapat kerja antara DPRD dan
Pemerintah daerah.
4. Hak mengajukan pernyataan pendapat (resolusi). Hak mengajukan
pernyataan pendapat hanya memiliki kekuatan etik, walaupun demikian

13Lihat Bagir Manan, 2001. Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Yogyakarta: Pusat Studi Hukum UII

hal. 114-125

11
menjadi langkah awal menuju penggunaan hak-hak yang lain seperti hak
untuk meminta keterangan, melakukan penyelidikan dan lain sebagainya.
5. Hak mengajukan Raperda.
Hak mengajukan perubahan Raperda disebut juga dengan hak inisiatif. Hak
ini dimiliki oleh DPRD untuk mengajukan Raperda.
6. Hak menetapkan peraturan tata tertib.
Peraturan tata tertib adalah peraturan rumah tangga yang mengatur cara-cara
DPRD menyelenggarakan tugas dan wewenangnya. Sebagai peraturan
rumah tangga, peraturan tata tertib bersifat internal dan semata-mata memuat
mekanisme tata kerja atau tata laksana.
Dalam rangka menjalankan tugas, wewenang dan hak-hak DPRD berhak
meminta pejabat negara, pejabat pemerintah atau warga masyarakat untuk
memberikan keterangan-keterangan tentang suatu hal yang perlu ditangani demi
kepentingan negara, bangsa, pemerintah dan pembangunan. Kepada mereka
yang menolak permintaan tersebut diancam pidana kurungan paling lama satu
tahun karena merendahkan martabat dan kehormatan DPRD (contempt of
parliament).
Rapat-rapat DPRD diadakan secara terbuka untuk umum. Rapat tertutup
dapat diadakan menurut ketentuan tata tertib atau atas kesepakatan pimpinan.
Rapat tertutup dapat mengambil keputusan, kecuali mengenai: (1) pemilihan
ketua/wakil ketua DPRD; (2) pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah;
(3) penetapan APBD; (4) penetapan perubahan atau penghapusan pajak dan
retribusi; (5) utang piutang, pinjaman dan pembebanan kepada daerah;
(6)BUMD; (7) penghapusan tagihan seluruh atau sebagian; (8) Persetujuan
penyelesaian perkara perdata secara damai; dan (9) Kebijakan tata ruang.
Anggota DPRD tidak dapat dituntut karena pendapat atau ucapan dalam
persidangan terbuka dan tertutup, kecuali kalau anggota DPRD yang
bersangkutan mengumumkan jalan atau hasil rapat tertutup yang disepakati
sebagai rahasia atau sesuatu yang bersifat rahasia negara sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

B. Fungsi DPRD
1. Fungsi Legislasi

12
Fungsi legislasi adalah fungsi untuk membuat peraturan daerah. Pasal 18
ayat (6) UUD Negara RI Tahun 1945 menyebutkan bahwa Pemerintahan
Daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain
untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Kewenangan
pemerintahan daerah dalam menetapkan Perda beserta penyelenggaraan
pemerintahan daerah lainnya ini diatur lebih lanjut dengan UU.
Pasal 18 ayat (6) UUD Tahun 1945 tersebut kemudian dijabarkan lebih
lanjut melalui UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam Pasal 149 disebutkan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Ketentuan
ini menunjukkan bahwa yang memiliki fungsi legislasi adalah DPRD. Sejalan
dengan fungsi legislasi yang dimiliki tersebut, menurut Pasal 154ayat (1) huruf
a, secara institusional DPRD mempunyai tugas dan wewenang untuk
membentuk Perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapatkan
persetujuan bersama. Di samping itu, berdasarkan Pasal 160, secara
individual anggota DPRD juga mempunyai hak untuk mengajukan Rancangan
Perda (Raperda).
Memperhatikan ketentuan di atas dapat diketengahkan bahwa pada
dasarnya fungsi membentuk Perda (legislasi Perda) itu ada pada DPRD.
Rumusan yang menempatkan fungsi legislasi disebut lebih dahulu dibanding
dengan fungsi DPRD lainnya tersebut dapat diinterpretasikan bahwa fungsi
legislasi merupakan fungsi utama dari lembaga perwakilan daerah. Dengan
adanya fungsi legislasi ini menunjukkan secara jelas bahwa DPRD bukan
semata-mata sebagai lembaga perwakilan rakyat daerah (parlemen daerah),
namun ia juga sebagai lembaga legislatif daerah yang mempunyai fungsi
dalam bidang pembentukan Perda (fungsi legislasi Perda).
Kendati pun fungsi legislasi Perda berada di bawah kekuasan DPRD,
namun fungsi tersebut bukanlah fungsi yang mandiri, dalam arti tidak dapat
diimplementasikan secara mandiri oleh DPRD itu sendiri. Fungsi legislasi
Perda niscaya dijalankan secara bersama-sama oleh DPRD dengan kepala
daerah. Hal ini dipertegas oleh Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UUP3) yang pada
intinya merumuskan bahwa Perda dibuat oleh DPRD bersama dengan kepala
daerah (gubemur/bupati/walikota).

13
Mengikuti ketentuan dalam UUP3 maupun Undang Undang Nomor 23
Tahun 2014 secara singkat dapat diketengahkan tentang tahapan dalam
legislasi Perda sebagai berikut:14(1) Tahap Perencanaan; (2) Tahap
Persiapan; (3) Tahap Pembahasan, Persetujuan Bersama, dan
Penetapan/Pengesahan; (4) Tahap Penyebarluasan dan Partisipasi
Masyarakat; (5) Tahap Klarifikasi dan Evaluasi; dan (6) Tahap Pengundangan
dan Sosialisasi.
2. Fungsi Anggaran (Budgeting)
Fungsi Anggaran merupakan fungsi DPRD dalam membahas dan menyetujui
peraturan daerah tentang anggaran pendapatan dan belanja daerah
(APBD).Fungsi anggaran (penganggaran) ini merupakan fungsi DPRD yang
cukup strategis dalam konteks pembangunan daerah untuk kepentingan
masyarakat. Salah satu indikator keberpihakan pemerintah daerah kepada
masyarakat adalah dengan melihat anatomi dan komposisi APBD yang
disusun pihak eksekutif bersama DPRD. Dalam tradisi politik anggaran di
berbagai daerah, menunjukkan sekitar 60-70 persen dialokasikan untuk
belanja rutin aparatur birokrasi, sedangkan sisanya diperuntukkan untuk
masyarakat melalui belanja publik atau pembangunan. Dengan kata lain, ini
menunjukkan ada sesuatu yang salah dalam pengelolaan uang rakyat yang
dikelola elit daerah.
Secara definitif, anggaran dapat diartikan sebagai rencana keuangan
dalam hal ini daerah selama satu tahun yang berisi tentang pengeluaran dan
sumber pendapatannya. Secara konsep, anggaran berarti dokumen
perencanaan yang memuat kesepakatan antara eksekutif dan legislatif dalam
bidang keuangan. Sebuah rencana keuangan yang baik adalah ketika
anggaran dapat memenuhi aspirasi dan kebutuhan masyarakat daerah
setempat. Selanjutnya rencana keuangan tersebut dirumuskan dalam
kerangka Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Oleh karena

14Uraian lengkap tentang tahapan fungsi legislasi DPRD dapat dilihat dalam bab yang membahas

tentang Peraturan daerah dalam buku Siradjuddin, dkk., 2016, Hukum Administrasi Pemerintahan Daerah,
Malang:Setara Press.

14
itu, pengertian keuangan melekat pada APBD, yaitu suatu rencana keuangan
tahunan daerah yang tetapkan berdasarkan peraturan daerah (Perda).15
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, fungsi anggaran
daerah atau APBD menyangkut; otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi
dan distribusi. Dalam konteks ini, Fitra menyimplifikasikan menjadi 3 (tiga)
fungsi utama dalam rangka menciptakan kesejahteraan masyarakat, yakni:
1. Fungsi alokasi. Bahwa anggaran merupakan sarana untuk penyediaan
barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat. Selain itu juga, sarana untuk
memenuhi kebutuhan aktivitas pemerintahan dan pembangunan.
2. Fungsi distribusi. Penyusunan anggaran merupakan mekanisme
pembagian secara merata dan berkeadilan atas berbagai sumberdaya
yang dimiliki suatu masyarakat dan pemanfaatannya.
3. Fungsi stabilisasi. Bahwa penyusunan anggaran daerah dapat digunakan
untuk menjaga stabilitas ekonomi seperti penciptaan lapangan pekerjaan,
dan pengendalian laju inflasi. Laju inflasi bisa ditekan, maka akan
meningkatkan daya beli masyarakat dan mendorong adanya pertumbuhan
ekonomi. Dampak lanjutnya, akan mendorong terciptanya lapangan kerja
yang bisa menyerap tenaga kerja sehingga angka pengangguran bisa
diminimalisasi.
Dana yang digunakan untuk kebutuhan operasional pemerintahan dan
pembangunan tersebut diperoleh dari masyarakat melalui pungutan pajak,
retribusi dan pungutan lainnya. Jadi pada hakekatnya rakyatlah yang
mendanai pembangunan ini. Karena dana tersebut adalah milik rakyat, maka
harus ada persetujuan dari rakyat menyangkut bagaimana dana tersebut akan
dibelanjakan. Wujud dari fungsi budgeting ini adalah dalam pengesahan
APBN (untuk Negara atau APBD/untuk pemerintah Daerah).
Sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang, Anggaran juga
memiliki fungsi otorisasi, artinya pemerintah diberi otoritas oleh rakyat melalui
wakil-wakilnya untuk membelanjakan sejumlah dana publik sesuai yang
tertulis dalam APBD. Berdasarkan fungsi ini, maka pemerintah tidak
diperkenankan membelanjakan di luar yang dianggarkan, atau melakukan
pengeluaran tanpa adanya anggaran yang telah ditetapkan secara legal.

15Masyarakat Tranparansi Indonesia dalam Sirajuddin, 2009. Parlemen Lokal DPRD, Peran dan Fungsi

dalam Dinamika Otoda, Setara Press.

15
Berdasarkan Undang-Undang, APBD dibuat pihak eksekutif, dibahas
bersama DPRD dan disahkan DPRD. Artinya APBD yang dibuat eksekutif
akan sah memiliki legitimasi jika sudah mendapatkan pengesahan dari pihak
DPRD. Dalan konteks ini, fungsi DPRD tidak hanya sekedar pada fungsi
budgeting semata, namun yang lebih penting lagi adalah bagaimana DPRD
melakukan fungsi kontrol budgeting secara maksimal. Artinya, DPRD tidak
hanya membahas dan memberikan pengesahan APBD, namun juga
mengawasi realisasi berjalannya APBD dan mengawal agar program dan
alokasi anggarannya bisa dilaksanakan sesuai dengan program yang telah
ditetapkan sebelumnya. Selain itu, program dan alokasi anggarannya bisa
tepat sasaran dan tidak mengalami penyimpangan dan kebocoran.
Fungsi kontrol budgeting ini penting, karena selama ini DPRD dinilai
publik tidak saja lemah dari sisi fungsi budgeting, tapi juga dalam fungsi
kontrol budgeting-nya. Berbagai penyimpangan dan kebocoran anggaran di
berbagai dinas dan lembaga DPRD menunjukkan akan hal itu. Bahkan
menurut almarhum begawan ekonomi Indonesia, Soemitro Djoyohadikusumo,
setiap tahun APBN/APBD kita mengalami kebocoran sebesar 30 persen.
Lemahnya fungsi ini, yang kemudian berdampak luas, salah satu yang paling
signifikan adalah rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat dan pelayanan
dasar (pendidikan dan kesehatan) semakin terbengkalai. Dengan kata lain,
DPRD sangat lemah dalam mengontrol jalannya realisasi anggaran dan
program, baik itu yang dilaksanakan oleh pihak eksekutif maupun DPRD
sendiri.
3. Fungsi Pengawasan
Dalam konteks pelaksanaan kedaulatan rakyat, pengawasan memiliki makna
yang strategis. Pengawasan oleh DPRD memungkinkan terjaminnya
kepentingan-kepentingan rakyat dalam kebijakan eksekutif, baik dalam
pembuatan maupun pelaksanaannya. Fungsi pengawasan sejatinya
merupakan bentuk pertanggungjawaban anggota legislatif baik secara moral,
politik dan hukum kepada rakyat yang memilihnya.16
Berdasarkan pasal 154 ayat 1 UUNo. 23 tahun 2014 bahwa salah satu
tugas dan wewenang DPRD adalah melakukan pengawasan terhadap

16Wawan Ichwanuddin & Syamsuddin Haris (Editor), 2014. Pengawasan DPR Era Reformasi: Realitas

Penggunaan Hak Interpelasi, Angket, dan Menyatakan Pendapat, Jakarta: LIPI Press.

16
pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan perundang-undangan lainnya,
peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam
melaksanakan program pembangunan daerah dan kerjasama internasional di
daerah.
Untuk menjalankan tugas dan wewenang pengawasan tersebut, maka
DPRD memunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.
Hak interpelasi adalah hak DPRD untuk meminta keterangan kepada
gubemur/bupati/walikota mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan
strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah, dan
negara. Sedangkan yang dimaksud dengan Hak angket adalah hak DPRD
untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan bupati/walikota yang
penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat,
daerah dan negara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan. Hak menyatakan pendapat adalah hak DPRD sebagai lembaga
untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan kepala daerah atau
mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah disertai rekomendasi
penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan
hak angket.17Dalam kaitan dengan fungsi pengawasan DPRD, B. N. Marbun
seorang mantan anggota DPRD dan DPR RI menyatakan demikian18
Kewenangan DPRD dalam bidang pengawasan memang memberikan
tantangan tersendiri dan fungsi ini dapat memberikan peluang besar bagi
DPRD untuk membuktikan kredibilitasnya kepada rakyat, namun kewenangan
ini bisa terjebak dalam kepentingan politik atau sumber korupsi dan tidak lagi
menjadi instrumen DPRD dalam mengawasi efektifitas pelaksanaan berbagai
peraturan daerah dan agenda penting pembangunan daerah.

C. Implementasi Pelaksanaan Fungsi DPRD

17Berkaitan dengan fungsi pengawasan DPRD telah banyak dilakukan penelitian Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Lili Romli di Kota Surakarta misalnya menyebutkan bahwa DPRD sudah banyak melakukan
pengawasan, akan tetapi pengawasan yang dilakukan bersifat ad hoc. DPRD melakukan pengawasan
terhadap eksekutif dalam rangka menarik perhatian publik, sementara bentuk substansi pengawasan
tersebut kurang diperhatikan. Selengkapnya Lihat Lili Romli, 2007. Potret Otonomi Daerah dan Wakil ,
Rakyat di Tingkat Lokal, Yogyakarta: Pustaka pelajar.
18BN Marbun, 2006. DPRD: Pertumbuhan dan Cara Kerjanya, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, hlm.

258

17
Sebagaimana telah tertulis di dalam latar belakang masalah mengenai DPRD
Cirebon. Dapat kita lihat bahwa meskipun salah satu fungsi dari DPRD adalah
sebagai legislasi daerah, namun pada kenyataannya, fungsi legislasi dari
DPRD tidak dapat dilaksanakan secara efektif. Contoh nyatanya adalah perda
yang telah dikeluarkan oleh kabupaten Cirebon adalah sebanyak 43 perda,
namun hanya 11 yang berasal dari inisiatif DPRD, sementara sisanya adalah
hasil kerja dari eksekutif, padahal diharapkan perda yang dihasilkan oleh
DPRD Kabupaten Cirebon (legislatif) lebih banyak dari eksekutif. Hal ini
menunjukkan bahwa implementasi fungsi legislasi dari DPRD Kabupaten
Cirebon belum efektif.

18
BAB III
KESIMPULAN

1. Tugas dan Wewenang DPRD


a. membentuk Perda kabupaten/kota bersama bupati/wali kota;
b. membahas dan memberikan persetujuan rancangan Perda mengenai
APBD kabupaten/kota yang diajukan oleh bupati/walikota;
c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan APBD
kabupaten/kota;
d. memilih bupati/wali kota;
e. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian bupati/wali kota kepada
menteri melalui gubernur sebagai wakil pemerintah pusat untuk
mendapatkan pengesahan pengangkatan dan pemberhentian;
f. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah
kabupaten/kota terhadap rencana perjanjian international di daerah;
g. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang
dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota;
h. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban bupati/wali kota dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota;
i. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan daerah lain
atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah;
j. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan.

2. Fungsi DPRD
a. Fungsi Legislasi
b. Fungsi Anggaran
c. Fungsi Pengawasan

3. Hak DPRD
a. Hak meminta keterangan kepada pemerintah daerah (hak interpelasi). Hak
meminta keterangan merupakan hak dewan bukan hak anggota, karena itu

19
kehendak dan materi keterangan yang diminta harus terlebih dahulu
diputus oleh DPRD. Demikian pula keputusan atas keterangan itu. Karena
merupakan hak DPRD, keterangan kepala daerah harus disampaikan
dalam rapat-rapat DPRD dan harus diputus secara terbuka.
b. Hak mengadakan penyelidikan (hak angket). Hak penyelidikan DPRD
ditujukan untuk menyelidiki keadaan pemerintahan baik dalam rangka
mengetahui pelaksanaan pemerintahan baik untuk mencari bahan-bahan
untuk merumuskan kebijakan. Hak penyelidikan dapat melibatkan
sekaligus segala unsur dalam pemerintahan daerah maupun di luarnya
baik instansi pemerintah yang lain maupun anggota masyarakat umum.
c. Hak mengadakan perubahan atas rancangan peraturan daerah (Raperda).
Hak untuk mengadakan perubahan atas Raperda jarang bahkan bisa
dikatakan tidak pernah dilaksanakan. Perubahan-perubahan Raperda
dilakukan melalui pembahasan bersama dalam rapat kerja antara DPRD
dan Pemerintah daerah.
d. Hak mengajukan pernyataan pendapat (resolusi). Hak mengajukan
pernyataan pendapat hanya memiliki kekuatan etik, walaupun demikian
menjadi langkah awal menuju penggunaan hak-hak yang lain seperti hak
untuk meminta keterangan, melakukan penyelidikan dan lain sebagainya.
e. Hak mengajukan Raperda. Hak mengajukan perubahan Raperda disebut
juga dengan hak inisiatif. Hak ini dimiliki oleh DPRD untuk mengajukan
Raperda.
f. Hak menetapkan peraturan tata tertib. Peraturan tata tertib adalah
peraturan rumah tangga yang mengatur cara-cara DPRD
menyelenggarakan tugas dan wewenangnya. Sebagai peraturan rumah
tangga, peraturan tata tertib bersifat internal dan semata-mata memuat
mekanisme tata kerja atau tata laksana.

4. Implementasi Fungsi DPRD


Implementasi fungsi DPRD belum dilaksanakan secara maksimal.
Dalam hal ini yang menjadi fokus penelitian dalam makalah adalah DPRD
Kabupaten Cirebon karena pada kenyataannya perda yang dikeluarkan oleh
DPRD Kabupaten Cirebon kebanyakan dibentuk oleh eksekutif. Dari 43 perda,
hanya 11 yang berasal dari DPRD sebagai bentuk fungsi legislasinya.

20
DAFTAR PUSTAKA

A.Syaukani HR, Afan Gaffar dan M. Ryaas Rasjid.2002. Otonomi Daerah Dalam
Negara Kesatuan, Yogyakarta; Pustaka Pelajar.
Bagir Manan, 2001. Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Yogyakarta: Pusat
Studi Hukum UII.
BN Marbun, 2006. DPRD: Pertumbuhan dan Cara Kerjanya, Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.
Haryadi, 2003. Kedudukan dan Peranan Badan Legislatif Daerah" dalam Abdul
Gaffar Karim (editor), Kompleksitas Persoalan Otonomi Daerah di
Indonesia, Yogyakarta: Jurusan Ilmu Pemerintahan Fisipol UGM.
Jimly Asshiddiqie, 1996. Pergumulan Peran Pemerintah dan Parlemen dalam
Sejarah Telaah Perbandingan Konstitusi Berbagai Negara, Jakarta: Ul
Press.
Juanda, 2008. Hukum Pemerintahan Daerah, Pasang Surut Hubungan
Kewenangan antara DPRD dan Kepala Daerah, Bandung: Alumni.
Kacung Marijan, 2010. Sistem Politik Indonesia, Konsolidasi Demokrasi Pasca
Orde Baru, Jakarta: Kencana.
Lili Romli, 2007. Potret Otonomi Daerah dan Wakil , Rakyat di Tingkat Lokal,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
M. Ryaas Rasjid, 1996. Makna Pemerintahan: Tinjauan dari segi Etika dan
Kepemimpinan, Jakarta: Yarsip Watampone.
Nurul Aini, 2004. DPRD dan Demokratisasi Pemerintahan Daerah dalam
Syamsuddin Haris dkk, 2004. Desentralisasi dan Otonomi Daerah di
Indonesia, Jakarta: LIPI Press.
Paimin Napitupulu, 2005. Peran dan Pertanggungjawaban DPR: Kajian di DPRD
DKI Jakarta, Bandung: Alumni.
Sadu Wasistiono & Ondo Riyani (Penyunting), 2003. Etika Hubungan Legislatif
Ekesekutif dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah, Bandung: Pusat Kajian
Pemerintahan STPDN bekerjasama dengan Fokus Media.
Sadu Wasistiono & Yonathan Wiyoso, 2009. Meningkatkan Kinerja Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, Bandung: Fokus Media.

21
Sirajuddin, 2009. Parlemen Lokal DPRD, Peran dan Fungsi dalam Dinamika
Otoda, Malang: Setara Press.
Siradjuddin, dkk., 2016. Hukum Administrasi Pemerintahan Daerah,
Malang:Setara Press.
Syamsuddin Haris (editor), 2007. Partai dan Parlemen Lokal Era Transisi
Demokrasi di Indonesia, Jakarta: LIPI Press.
TA. Legowo & Sebastian Salang, 2008. Panduan Menjadi Calon Anggota
DPR/DPD/DPRD Menghadapi Pemilu, Jakarta: Forum Sahabat.
Wawan Ichwanuddin & Syamsuddin Haris (Editor), 2014. Pengawasan DPR Era
Reformasi: Realitas Penggunaan Hak Interpelasi, Angket, dan Menyatakan
Pendapat, Jakarta: LIPI Press.

Peraturan Perundang-undangan:
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
TAP MPR No.XV/MPR/1998 Tahun 1998 Tentang Otonomi Daerah.
UU Nomor 1 Tahun1945 Tentang Kedudukan Komite Nasional Daerah
UU Nomor 22 Tahun 1948 TentangPokok-Pokok Pemerintahan Daerah
UU Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah
UU Nomor 22 Tahun 1999Tentang Pemerintahan Daerah.
UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
UU Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan (UUP3).
UU Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (UUMD3).
UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
Penetapan Presiden RI Nomor 6 Tahun 1959 Tentang Pemerintahan Daerah.
Peraturan Daerah Kabupaten Cirebon Nomor 4 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Cirebon (Lembaran Daerah
Nomor 4Tahun 2010 Seri D.1).

22

You might also like