You are on page 1of 22

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DYSPEPSIA

Diusulkan oleh:

Aninda Istifaraswati 22020114130107

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2016
A. Pengertian

Dyspepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari


rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami
kekambuhan (Arif, 2000).Dyspepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom
yang terdiri dari nyeri ulu hati, mual,kembung, muntah, rasa penuh, atau cepat
kenyang, sendawa (Dharmika, 2001).

Sedangkan menurut Aziz (1997), sindrom dyspepsia merupakan


kumpulan gejala yang sudah dikenal sejak lama, terdiri dari rasa nyeri
epigastrium, kembung, rasa penuh, serta mual-mual.

B. Etiologi

Seringnya, dispepsia disebabkan oleh ulkus lambung atau penyakit acid


reflux. Jika anda memiliki penyakit acid reflux, asam lambung terdorong ke atas
menuju esofagus (saluran muskulo membranosa yang membentang dari faring
ke dalam lambung). Hal ini menyebabkan nyeri di dada. Beberapa obat-obatan,
seperti obat anti-inflammatory, dapat menyebabkan dispepsia. Terkadang
penyebab dispepsia belum dapat ditemukan. Penyebab dispepsia secara rinci
adalah:

1. Menelan udara (aerofagi)

2. Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung

3. Iritasi lambung (gastritis)


4. Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis

5. Kanker lambung

6. Peradangan kandung empedu (kolesistitis)


7. Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan
produknya)

8. Kelainan gerakan usus

9. Stress psikologis, kecemasan, atau depresi

10. Infeksi Helicobacter pylory

Penyebab dyspepsia dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :

a. Dyspepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai


penyebabnya (misalnya tukak peptic, gastritis, pankreastitis, kolesistitis
dan lainnya).

b. Dyspepsia non organik atau dyspepsia fungsional atau dyspepsia non


ulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya.

C. Manifestasi Klinis

Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan,


membagi dispepsia menjadi tiga tipe :

1. Dyspepsia dengan keluhan seperti ulkus, dengan gejala :

a. Nyeri epigastrum terlokalisasi

b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antacid

c. Nyeri saat lapar

d. Nyeri episodic
2. Dyspepsia dengan gejala seperti dismotilitas, dengan gejala

seperti :

a. Mudah kenyang

b. Perut cepat terasa penuh saat makan

c. Mual

d. Muntah

e. Upper abdominal boating

f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan

3. Dyspepsia non-spesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe diatas) (


Mansjoer, et al, 2007).

Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat
akut atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan
kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan.

Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai
dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa
penderita, makan dapat memperburuk nyeri; pada penderita yang lain,
makan bisa mengurangi nyerinya. Gejala lain meliputi nafsu makan yang
menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi (perut kembung).

Jika dispepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak
memberi respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat badan
atau gejala lain yang tidak biasa, maka penderita harus menjalani
pemeriksaan.
D. Patofisiologi

Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas,
zat-zat seperti nikotin dan alcohol serta adanya kondisi kejiwaan stress.
Pemasukan makanan menjadi kurang dapat mengakibatkan erosi pada lambung
akibat gesekan antara dinding-dinding lambung. Kondisi Demikian dapat
mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan merangsang terjadinya
kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla oblongata
membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan maupun
cairan.

E. Pathway

Stimulan kimiawi Termal Erosit

Iritasi lambung Nyeri epigastrium

Kecemasan Dispepsia

Nutrisi kurang dari kebutuhan Anoreksia

Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit


F. Pemeriksaan laboratorium

1. Laboratorium : lebih banyak ditekankan untuk menyingkirkan

penyebab organic lainnya sperti antara lain pankreatitis kronis, DM. pada
dyspepsia biasanya hasil laboratorium dalam batas normal.

2. Pemeriksaan radiologi yaitu, OMD dengan kontras ganda, serologi


helicobacter pylori.

3. Endoskopi

a. CLO (Rapid urea test)

b. Patologi anatomi

c. Kultur mikroorganisme jaringan

d. PCR (Polymerase Chain Reaction)

G. Penatalaksanaan

Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter pylori


1996, ditetapkan skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi sentra
kesehatan dengan tenaga ahli (gastroenterolog atau internis) yang disertai
fasilitas endoskopi dengan penatalaksanaan dispepsia di masyarakat.

Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu:

1. Antasid 20-150 ml/hari

Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan


menetralisir sekresi asam lambung. Antasid biasanya mengandung
Na bikarbonat, Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian
antasid jangan terus menerus, sifatnya hanya simtomatis, unutk
mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih
lama, juga berkhasiat sebagai adsorben sehingga bersifat nontoksik,
namun dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk
senyawa MgCl2.

2. Antikolinergik

Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat


yang agak selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor
muskarinik yang dapat menekan seksresi asama lambung sekitar 28-
43%. Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif.

3. Antagonis reseptor H2

Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati


dispepsia organik atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang
termasuk golongan antagonis respetor H2 antara lain simetidin,
roksatidin, ranitidin, dan famotidin.

4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)

Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada


stadium akhir dari proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang
termasuk golongan PPI adalah omeperazol, lansoprazol, dan
pantoprazol.

5. Sitoprotektif

Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan


enprostil (PGE2). Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi
asam lambung oleh sel parietal. Sukralfat berfungsi meningkatkan
sekresi prostoglandin endogen, yang selanjutnya memperbaiki
mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus dan meningkatkan
sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk lapisan protektif (site
protective), yang bersenyawa dengan protein sekitar lesi mukosa
saluran cerna bagian atas (SCBA).

6. Golongan prokinetik

Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid,


domperidon, dan metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk
mengobati dispepsia fungsional dan refluks esofagitis dengan
mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam lambung (acid
clearance) (Mansjoer et al, 2007).

7. Psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti- depresi dan cemas) Pada


pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan
yang muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas
dan depresi (Sawaludin, 2005)

Sedangkan penatalaksanaan Non Farmakologinya adalah sebagai berikut :

a. Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung

b. Menghindari faktor resiko sepeti alcohol, makanan yang pedas,


obatobatan yang belebihan, nikotin rokok, dan stress

c. Atur pola makan


H. Diagnosis
Cara mendiagnosis sindrom dispepsia yaitu (Djojoningrat, 2006b) :
a. Menganamnesa secara teliti dapat memberikan gambaran
keluhan yang terjadi, karakteristik dan keterkaitannya dengan
penyakit tertentu, keluhan bisa bersifat lokal atau bisa sebagai
manifestasi dari gangguan sistemik. Harus menyamakan persepsi
antara dokter dengan pasien untuk menginterpretasikan keluhan
tersebut.
b. Pemeriksaan fisik untuk mengidentifikasi kelainan intra abdomen
atau intra lumen yang padat misalnya: tumor, organomegali, atau
nyeri tekan yang sesuai dengan adanya rangsangan
peritoneal/peritonitis.
c. Pemeriksaan laboratorium untuk mengidentifikasi adanya faktor
infeksi seperti lekositosis, pankreatitis (amilase/lipase) dan
keganasan saluran cerna.
d. Pemeriksaan ultrasonografi untuk mengidentifikasi kelainan-
kelainan seperti: batu kandung empedu, kolesistitis, sirosis hepatis
dan sebagainya.
e. Pemeriksaan endoskopi (esofagogastroduodenoskopi) sangat
dianjurkan bila dispepsia itu disertai oleh keadaan yang disebut
alarm symtomps yaitu adanya penurunan berat badan, anemia,
muntah hebat dengan dugaan adanya obstruksi, muntah darah,
melena, atau keluhan sudah berlangsung lama dan terjadi pada usia
lebih dari 45 tahun. Keadaan ini sangat mengarah pada gangguan
organik terutama keganasan, sehingga memerlukan eksplorasi
diagnosis secepatnya. Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi
dengan akurat adanya kelainan struktural atau organik intra lumen
saluran cerna bagian atas seperti adanya tukak/ulkus, tumor dan
sebagainya, juga dapat disertai pengambilan contoh jaringan
(biopsi) dari jaringan yang dicurigai untuk memperoleh gambaran
histopatologiknya atau untuk keperluan lain seperti mengidentifikasi
adanya kuman Helicobacter pylori.
f. Pemeriksaan radiologi dapat mengidentifikasi kelainan struktural
dinding/mukosa saluran cerna bagian atas seperti adanya tukak atau
gambaran yang mengarah ke tumor. Pemeriksaan ini bermanfaat
terutama pada kelainan yang bersifat
penyempitan/stenotik/obstruktif dimana skop endoskopi tidak dapat
melewatinya.
H. Prognosis

Dyspepsia yang ditegakkan setelah pemeriksaan klinis dan penunjang


yang akurat mempunyai prognosis yang baik.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan yang


dilakukan yaitu : Mengumpulkan data, mengelompokkan data dan menganalisa
data. Data fokus yang berhubungan dengan dispepsia meliputi adanya nyeri
perut, rasa pedih di ulu hati, mual kadang-kadang muntah, nafsu makan
berkurang, rasa lekas kenyang, perut kembung, rasa panas di dada dan perut,
regurgitasi (keluar cairan dari lambung secar tiba-tiba). (Mansjoer A, 2000 ,
Hal. 488).

Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis (sindrom) yang


terdiri dari rasa tidak enak/sakit diperut bagian atas yang dapat pula disertai
dengan keluhan lain, perasaan panas di dada daerah jantung (heartburn),
regurgitasi, kembung, perut terasa penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia,
mual, muntah, dan beberapa keluhan lainnya (Warpadji Sarwono, et all, 1996,
hal. 26)

B. Diagnosa Keperawatan

Menurut Inayah (2004) bahwa diagnosa keperawatan yang lazim timbul


pada klien dengan dispepsia.

1. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa


lambung.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak
setelah makan, anoreksia.

3. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan


adanya mual, muntah
4. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya

C. Rencana Keperawatan

Rencana keperawatan adalah tindakan keperawatan yang akan


dilaksanakan untuk menngulangi masalah keperawatan yang telah
ditentukan

No Diagnosa Tujuan dan Tindakan keperawatan TTD


keperawatan kriteria hasil

1 Nyeri epigastrium Terjadinya 1. Kaji tingkat nyeri,


berhubungan penurunan atau beratnya (skala 0
dengan iritasi hilangnya rasa 10)
pada mukosa nyeri dengan
2. Berikan istirahat
lambung. kriteria klien
dengan posisi
melaporkan
semifowler
terjadinya
penurunan atau
3. Anjurkan klien untuk
hilangnya rasa
menghindari
nyeri
makanan yang dapat
meningkatkan kerja
asam lambung

4. Anjurkan klien untuk


tetap mengatur
waktu makannya

5. Observasi TTV tiap


24 jam
6. Diskusikan dan
ajarkan teknik
relaksasi

7. Kolaborasi dengan
pemberian obat
analgesik

2 Nutrisi kurang Menunjukkan Pantau dan


dari kebutuhan peningkatan dokumentasikan dan
berhubungan berat badan haluaran tiap jam
dengan rasa tidak mencapai secara adekuat
enak setelah rentang yang
2. Timbang BB klien
makan, anoreksia diharapkan
individu, dengan
3. Berikan makanan
kriteria
sedikit tapi sering
menyatakan
pemahaman 4. Catat status nutrisi
paasien: turgor kulit,
kebutuhan
timbang berat badan,
nutrisi
integritas mukosa
mulut, kemampuan
menelan, adanya
bising usus, riwayat
mual/rnuntah atau
diare.
5. Kaji pola diet klien
yang disukai/tidak
disukai.

6. Monitor intake dan


output secara
periodik.

7. Catat adanya
anoreksia, mual,
muntah, dan tetapkan
jika ada hubungannya
dengan medikasi. Awasi
frekuensi, volume,
konsistensi Buang Air
Besar (BAB)

3 Perubahan Menyatakan 1. Awasi tekanan darah


keseimbangan pemahaman dan nadi, pengisian
cairan dan faktor penyebab kapiler, status
elektrolit dan prilaku yang membran mukosa,
berhubungan perlu untuk turgor kulit
dengan adanya memperbaiki
2. Awasi jumlah dan tipe
mual, muntah defisit cairan,
masukan cairan,
dengan kriteria
ukur haluaran urine
mempertahanka
dengan akurat
n/menunjukkan
perubaan
3. Diskusikan strategi
keseimbangan
untuk menghentikan
cairan,
dibuktikan muntah dan
stabil, membran penggunaan
mukosa lembab, laksatif/diuretik
turgor kulit baik
4. Identifikasi rencana
untuk
meningkatkan/mem
pertahankan
keseimbangan cairan
optimal misalnya :
jadwal masukan
cairan

5. Berikan/awasi
hiperalimentasi IV

4 Kecemasan Mendemonstrasi Kaji tingkat kecemasan


berhubungan kan koping yang
2. Berikan dorongan dan
dengan positif dan
berikan waktu untuk
perubahan status mengungkapkan
mengungkapkan
kesehatan penurunan
pikiran dan
kecemasan,
dengarkan semua
dengan kriteria
keluhannya
menyatakan
pemahaman
3. Jelaskan semua
tentang
prosedur dan
penyakitnya.
pengobatan
4. Berikan dorongan
spiritual
Implementasi

No Hari/tanggal Diagnosa Tindakan Ttd

1 1 1. Mengkaji tingkat
nyeri, beratnya
(skala 0 10) : Skala
nyeri yang dirasakan
klien sakala 8

2. Memberikan
istirahat dengan
posisi semifowler

3. Mengaanjurkan
klien untuk
menghindari
makanan yang dapat
meningkatkan kerja
asam lambung :
seperti makanan
yang pedis, asam

4. Menganjurkan klien
untuk tetap
mengatur waktu
makannya

5. Observasi TTV tiap


24 jam : TD = 140
/ 80 mmHg, ND =
90 x/mnt,
RR = 20 x/mnt,
S = 37oc

6. Mendiskusikan dan
Mengaajarkan
teknik relaksasi
dengan cara :
Menarik nafas
dalam 3 kali,
menahannya sesaat
&
menghembuskannya
secara spontan.

7. Kolaborasi dengan
pemberian obat
analgesic : obat
analgesic :
Paracetamol 3 x 1,
Cemitidine 1 amp

2 1. Memantau masukan
dan keluaran
dengan hasil
makanan dihabiskan
5 sendok.
2. Menimbang BB
3. Mengajurkan untuk
memberikan
makanan sedikit
tapi sering
4. Mencatat status
nutrisi dengan hasil
klien mual tapi
tidak muntah
5. Menganjurkan
untuk makan
makanan ketika
masih hangat.

3 1. Mengatur
intake dan
output
2. Memberikan
minum yang
banyak
3. Memberikan
terapi
intravena
4. Memberikan
dorongan
untuk makan
5. Kaji output

4 1. Mengkaji tingkat
kecemasan :
kecemasan ringan

2. Memberikan
dorongan dan
berikan waktu untuk
mengungkapkan
pikiran dan
dengarkan semua
keluhanya.

3. Menjelaskan semua
prosedur dan
pengobatan

4. Memberikan
dorongan spiritual.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 2 Jakarta,
EGC

Inayah Iin, 2004, Asuhan Keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
pencernaan, edisi pertama, Jakarta, Salemba Medika.

Manjoer, A, et al, 2000, Kapita selekta kedokteran, edisi 3, Jakarta, Medika


aeusculapeus

Suryono Slamet, et al, 2001, buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid 2, edisi , Jakarta,
FKUI

Doengoes. E. M, et al, 2000, Rencana asuhan keperawatan, edisi 3 Jakarta, EGC

Price & Wilson, 1994, Patofisiologi, edisi 4, Jakarta, EGC

Warpadji Sarwono, et al, 1996, Ilmu penyakit dalam, Jakarta, FKUI

You might also like