You are on page 1of 3

Diagnosis dan Terapi Krisis Hiperglikemia:

Terapi HHS

Panduan protokol penanganan HHS digambarkan dengan baik pada diagram di atas (Kitabchi dkk, 2006)

Secara garis besar krisis hiperglikemia dapat dibagi menjadi dua kelompok besar: Diabetes
Ketoasidosis (DKA) dan Hyperosmolar Hyperglicemic State (HHS). DKA lebih sering terjadi
pada pasien Diabetes Mellitus Tipe 1 (DMT1), meskipun DKA pada DMT2 juga mungkin
terjadi. Sedangkan HHS lebih identik dengan pasien DMT2.

Membedakan Pasien HHS dengan DKA?

Gejala klinis HHS tidak mudah dibedakan dengan DKA, namun ada beberapa kata kunci yang
bisa dijadikan clue:

1. Lansia, pasien HHS sebagian besar berusia > 60 tahun, beberapa di usia muda dan belum pernah
ditemukan pada anak-anak.
2. Riwayat DM (-), hampir 50% pasien HHS belum terdiagnosis DM sebelumnya atau jika pun
sudah terdiagnosis biasanya mereka belum menggunakan terapi insulin rutin.
3. Riwayat Penyakit Ginjal (+) atau Jantung (+), 85% pasien HHS memiliki riwayat penyakit
lain: Mayoritas Gagal Ginjal Kronik dan Penyakit Jantung Koroner. Beberapa kasus yang pernah
dilaporkan: penyakit Cushing, tirotoksikosis dan akromegali.
4. Riwayat Pemakaian Diuretik (+). HHS sering disebabkan oleh beberapa pemakaian obat
diuretik seperti: furosemid, tiazid dan manitol. Beberapa obat lain yang dapat menyebabkan HHS
adalah: digitalis, reserpin, steroid, klorpromazin, hidralazin, dilantin, simetidin dan haloperidol.

Terapi HHS

Prinsip penatalaksanaan HHS hampir sama dengan DKA, hanya cairan yang digunakan bukan
cairan istonis, melainkan hipotonis. Monitoring glukosa juga harus lebih disiplin, begitu juga
dengan pemberian insulin.

Prinsip terapi HHS adalah:

1. Rehidrasi Intravena Agresif


2. Penggantian elektrolit
3. Insulin Intravena
4. Manajemen komplikasi dan komorbid
5. Pencegahan

Terapi Cairan

Defisit cairan pada pasien HHS berkisar 100-200 mL/kgBB (rata-rata butuh 9L). Hati-hati
terhadap komplikasi edema cerebri dan overload cairan. Pada pasien yang mengalami syok
hipovolemik, pertimbangkan penggunaan plasma expanders. Jika mengalami syok kardiogenik,
jangan lupa melakukan monitor hemodinamik ketat.

Elektrolit

Target konsentrasi kalium adalah 4.0-5.0 mEq/L. Jika kadar kalium < 3.3 mEq/L maka
pemberian insulin dapat ditunda. Jika kadar kalium 3.3-5.0 mEq/L, maka kombinasi kalium
klorida: kalium fosfat (2:1) dapat diberikan dengan dosis 20-30 mEq setiap liter cairan intravena
yang diberikan. Jika kadar kalium > 5.0 mEq/L, maka kadar kalium harus diturunkan hingga
dibawah 5.0 mEq/L dengan monitoring setiap 2 jam.

Insulin

Pastikan cairan telah diberikan secara\ adekuat sebelum memulai memberikan insulin. Inuslin
inisiasi diberikan dengan bolus 0.15 U/kgBB secara IV, diikuti dengan drip 0.1 U/kgBB per jam,
dengan target glukosa 250-300 mg/dL. Laju penurunan glukosa darah diharapkan 50-70 mg/dL
setiap jam, jika belum mencapai angka tersebut maka dosis insulin dapat ditingkatkan. Jika kadar
gula darah sudah mencapai < 300 mg/dL, insulin tetap diberikan dengan diturunkan dosis secara
perlahan (sliding scale). Targetnya adalah kesadaran pasien yang membaik dan osmolaritas
serum yang teresolusi.
Antibiotik dapat diberikan jika ada kecurigaan infeksi sebagai pencetus, mengingat infeksi
adalah 57% penyebab HHS. Pengendalian berbagai faktor pencetus penting untuk dilakukan.
Jangan lupa juga untuk senantiasa waspada pada komplikasi terapi: oklusi vaskular, infark
miokard, Disseminater Intravascular Coagulation (DIC), Acute Respiratory Distress Syndrome
(ARDS) dan edema cerebri.

You might also like