Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
Erdiansyah, S.P.
(THL-TBPP)
Erdiansyah, S.P.
(THL TBPP)
Puji syukur ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat, hidayah, dan
karunia-Nya jualah penulisan naskah karya tulis ilmiah yang berjudul
Model Pengomposan Kiambang (Salvinia molesta) sebagai Upaya
Pengendalian Gulma Air di Waduk Batutegi Lampung, Mendukung
Keberlanjutan Usahatani yang Ramah Lingkungan dapat penulis
selesaikan. Karya tulis ini disusun berdasarkan pengkajian penulis
selama mendampingi Kelompok Tani Sangarus Jaya Desa Airnaningan
dan Kelompok Tani Aren Lestari Desa Datar Lebuay dalam memanfaatkan
kiambang menjadi bahan baku pembuatan kompos sejak tahun 2011.
Karya tulis ilmiah ini penulis persembahkan kepada bidadari yang sedang
mengandung anak pertama kami. Kepadanya, Hening Yogo Astuti,
penulis menghaturkan terimakasih mendalam atas doa dan dukungannya
selama proses penulisan karya tulis ini.
Penulis menyadari karya tulis sederhana ini masih jauh dari sempurna.
Saran dan kritik yang membangun senantiasa penulis harapkan untuk
perbaikan di masa mendatang. Akhirnya, semoga karya tulis ini
bermanfaat sebagai rujukan pemecahan permasalahan gulma air
(kiambang) dan keberlanjutan usahatani yang ramah lingkungan.
Penulis,
Erdiansyah, S.P.
2
DAFTAR ISI
halaman
3
B. Alat dan Bahan ................................................................ 19
C. Metode Penelitian ............................................................ 19
D. Variabel Penelitian ............................................................ 20
E. Tahapan Penelitian ............................................................ 20
F. Analisa Data ..................................................................... 23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 24
4
DAFTAR TABEL
halaman
5
DAFTAR GAMBAR
halaman
6
Gambar 18. Kiambang yang mengendap di dasar areal
genangan berpotensi menyebabkan
pendangkalan .......................................................... 46
Gambar 19. Upaya Kelompok Tani Sangarus Jaya Pekon
Airnaningan memanfaatkan kiambang perlu
mendapat dukungan ............................................... 46
Gambar 20. Pencacahan kiambang secara manual .................... 47
Gambar 21. Pencacahan kiambang menggunakan mesin ......... 47
Gambar 22. Proses pengomposan kiambang ............................. 47
Gambar 23. Proses pengomposan kiambang ............................. 47
Gambar 24. Kompos kiambang hampir matang .......................... 48
Gambar 25. Penghitungan bobot kering kiambang ..................... 48
Gambar 26. Kaji terap penerapan kompos kiambang skala
terbatas pada tanaman tomat ................................. 48
Gambar 27. Perbedaan pertumbuhan tanaman tomat (A2 =
Tanah + kompos Kiambang 1kg; B2 = Tanah +
POG 1 kg; C2 Tanah tanpa kompos (kontrol) ......... 48
7
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah adalah unsur lingkungan pokok selain air dalam sistem budidaya
tanaman yang harus dijaga kelestariannya. Menurut Hanafiah et al.
(2005) tanah berperan menyuplai unsur hara, penyedia air, dan tempat
berkembangnya akar tanaman. Peranan tanah terhadap pertumbuhan
dan perkembangan tanaman dipengaruhi oleh mutu tanah. Secara
sederhana mutu tanah dapat dilihat dari tingkat kegemburan (sifat fisik),
keberadaan organisme (sifat biologi), dan ketersediaan unsur hara (sifat
kimia). Semakin baik mutu tanah, maka peranannya terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tanaman akan semakin besar.
8
Khususnya di Kecamatan Airnaningan, Kabupaten Tanggamus, selain
kotoran ternak dan limbah pertanian, bahan baku kompos juga melimpah
berupa gulma air jenis kiambang. Kiambang (Salvinia molesta) tumbuh
dan berkembang di Sungai Way Sangarus, Way Sekampung, sampai ke
areal genangan Waduk Batutegi. Berdasarkan pengkajian pendahuluan,
diperkirakan setiap tahunnya sejak tahun 2010 hingga 2014, tidak kurang
seluas 15,75 km2 (75%) dari 21 km2 luas areal genangan Waduk Batutegi
pada kapasitas tampung efektif (elevasi 274 m) tertutupi kiambang.
Puncak kepadatan kiambang terjadi pada akhir musim penghujan sampai
awal kemarau antara bulan April Juli.
Berdasarkan hasil uji kandungan beberapa unsur hara makro (P, K, Mg,
dan Ca) yang dilakukan Laboratorium Analisis Politeknik Negeri Lampung,
diketahui bahwa kiambang segar berpotensi dijadikan bahan baku
kompos. Hasil uji kandungan beberapa unsur hara makro pada kiambang
segar disajikan pada Tabel 1.
Parameter
No Satuan Hasil Metode
Pengujian
1 P-Total % 0,570 Spektrofotometri
2 K-Total % 1,494 Flamefotometri
3 Mg-Total Mg/100g 11,740 Volumetri
4 Ca-Total Mg/100g 38,202 Volumetri
Sumber: Laboratorium Analisis Polinela, 2012
B. Rumusan masalah
1. Apa saja alternatif solusi pengendalian gulma air di Waduk Batutegi?
2. Berapa potensi bobot kering kiambang yang tumbuh di Waduk
Batutegi?
C. Tujuan
1. Mengetahui alternatif solusi pengendalian gulma air di Waduk Batutegi.
2. Mengetahui potensi bobot kering kiambang yang tumbuh di Waduk
Batutegi.
3. Mengetahui pengaruh penambahan kotoran ternak dan perlakuan
pencachan terhadap lamanya proses pengomposan kiambang.
4. Mengetahui mutu kompos kiambang.
11
II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Kompos
Menurut Hadisuwito (2007), kompos merupakan pupuk organik yang
berasal dari limbah organik (tumbuhan dan hewan) yang telah
mengalami dekomposisi. Proses dekomposisi bahan organik
dilakukan oleh jasad pengurai baik makro (cacing dan serangga tanah)
maupun mikro (bakteri dan jamur). Setyorini et al. (2006)
menyimpulkan bahwa kompos merupakan sumber bahan organik dan
nutrisi tanaman untuk mendukung pertanian berkelanjutan.
Penggunaan kompos pada lahan usahatani dalam jangka panjang
dapat memperbaiki pH dan meningkatkan prouksi tanaman.
13
Tabel 2. Mikroorganisme yang umum berasosiasi dalam tumpukan
sampah
3. Metode pengomposan
1) Metode indore
17
dalam lublang secara berlapis dengan ketebalan lapisan 15 cm.
Untuk memperkaya mikroba pada setiap lapisan digunakan kotoran
ternak sebanyak 4,5 kg, tanah yang terkena urine ternak 3,5 kg, dan
4,5 kg inokulan fungi diambil dari bahan kompos yang sedang aktif.
Pembalikan dilakukan secara berkala yakni pada hari ke 15, hari ke-
30, dan terakhir setelah pengomposan berlangsung selama 2 bulan.
Selama proses pengomposan dibutuhkan kelembaban yang cukup.
2) Metode heap
3) Metode bangalore
18
4) Metode berkeley
5) Metode vermikompos
6) Metode Jepang
4. Kualitas kompos
Setelah menjalani serangkaian proses dekomposisi, bahan baku
menjadi kompos matang yang bisa digunakan sebagai pupuk. Indikator
19
kematangan kompos suhu stabil, warna coklat tua, dan bau tanah
(Yang, 1996). Kompos yang diproduksi dengan memperhatikan kaidah
pengomposan akan menghasilkan pupuk organik berkualitas. Kualitas
kompos berdasarkan Badan Standardisasi Nasional (BSN) tahun 2004
ditinjau dari: 1) kadar air; 2) temperatur; 3) warna; 4) bau; 5) ukuran
partikel; 6) kemampuan mengikat air; 7) pH; 8) bahan asing; 9) bahan
organik; 10) unsur hara; dan 11) bakteri. Standar kualitas kompos yang
dikeluarkan BSN tahun 2004 disajikan pada Tabel 12 (Lampiran 2).
5. Kiambang
Kiambang adalah salah satu spesies gulma air yang tumbuh dan
berkembang di permukaan air. Kiambang dapat tumbuh baik di air
yang mengalir stagnan atau lambat seperti danau, lahan persawahan,
kolam, sungai, waduk, dan rawa. Kiambang tumbuh baik pada suhu
optimum 25-28 oC. Pada kisaran suhu tersebut kiambang dapat
melipatgandakan diri dalam waktu 1 minggu (Divakaran et al.,1980)
20
USDA (2002) mengklasifikasikan kiambang sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Sub kingdom : Tracheobionta
Divisi : Pteridophyta
Kelas : Filicopsida
Ordo : Hidropteridales
Famili : Salviniaceae
Genus : Salvinia
Spesies : Salvinia molesta Gambar 1. Salvinia molesta
21
mempercepat pendangkalan waduk. Terbatasnya cahaya dalam air
berdampak pada kelangsungan hidup fitoplankton yang merupakan
sumber pakan ikan.
6. Mutu tanah
Indikator mutu tanah adalah karakteristik fisik, kimia, dan biologi yang
menggambarkan kondisi tanah (SQI, 2001). Karakteristik fisik tanah
dapat dilihat diantaranya dari warna, tekstur, kegemburan, dan
kemampuan menyerap air. Karakteristik kimia tanah diantaranya dapat
dilihat dari kandungan unsur hara dan pH. Selanjutnya, karakteristik
biologi tanah dilihat dari kehidupan organisme tanah.
22
faktor negatif. Faktor-faktor positif tersebut diantaranya: 1)
penambahan bahan organik, 2) meminimalkan pengolahan tanah , 3)
menanam tanaman serealia secara terus-menerus, dan 4) mengurangi
kemasaman tanah dengan pengapuran; sedangkan faktor-faktor negatif
yang harus dihindari dalam budidaya tanaman meliputi: 1) penggunaan
pestisida terutama fungisida bensindorsal, 2) penggunaan pupuk
bereaksi masam seperti amonium sulfat, 3) pembakaran atau
pembuangan sisa-sisa tanaman, 4) budidaya yang terlalu intensif.
B. Kerangka Pemikiran
Eksploitasi lahan usahatani dalam jangka panjang akan menimbulkan
permasalahan mendasar, yakni terganggunya keseimbangan lingkungan.
23
Pengolahan lahan tanpa memperhatikan kaidah konservasi menjadikan
keseimbangan biologi di dalam tanah juga terganggu. Selain itu,
penggunaan bahan kimia (terutama pestisida) turut mempercepat
terganggunya keseimbangan biologi (organisme) tanah. Seperti
dikemukakan Hanafiah et al. (2005) bahwa organisme tanah berperan
penting dalam peningkatan mutu tanah yang berarti akan meningkatkan
produktivitas tanaman.
Tanah yang daya serap airnya rendah akan mudah terkikis air hujan
(erosi) dan merupakan penyebab utama sedimentasi sungai dan waduk.
Selain itu, pada tanah yang mutu fisik, kimia, dan biologinya rendah
penggunaan pupuk kimia tidak akan efektif. Hal ini dikarenakan pada
tanah bermutu rendah daya ikat dan kapasitas tukar kation juga rendah.
Sebagian besar unsur hara akan tercuci oleh air hujan, menguap, dan
terikat oleh unsur logam (seperti Al) yang banyak terdapat pada tanah
masam (mutu rendah). Unsur hara yang tercuci dan terbawa aliran air
akan memperkaya kandungan unsur terlarut di air sungai dan waduk.
Akibatnya, gulma air (seperti kiambang) mendapatkan suplay hara
melimpah dan dapat tumbuh dengan pesat. Hal demikian juga
dimungkinkan telah terjadi di Waduk Batutegi Lampung.
MASALAH
MASYARAKAT
TANI AKTIVITAS 1. Menurunnya
(di sekitar BUDIDAYA mutu tanah
Waduk Batutegi) PERTANIAN 2. Produktivitas
DI HULU tanaman
kebun rendah
MASALAH GULMA
AIR (KIAMBANG)
1. Mempercepat
pendangkalan Waduk GENANGAN
2. Mengganggu sistem WADUK KOMPOS
irigasi BATUTEGI
3. Mengganggu produksi
listrik PLTA
4. Mengganggu sistem
perikanan tangkap
AKTIVITAS
BUDIDAYA PERTANIAN
Potensi Positif DI HILIR
Sumber bahan baku
Kompos yang
melimpah
25
III. METODELOGI
C. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Pengomposan
kiambang akan dilakukan dengan Metode Jepang, yaitu dengan
menggunakan bak sederhana dari bambu. Rancangan percobaan dalam
penelitian ini menggunakan Percobaan Faktorial dengan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dua faktor perlakuan sebagai berikut:
Formulasi Perlakuan
Kompos Pencacahan kiambang (P)
P0 P1 P2
K0 K0P0 K0P1 K0P2
K1 K1P0 K1P1 K1P2
K2 K2P0 K2P1 K2P2
D. Variabel Penelitian
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah: (1) formulasi kompos
kiambang (K0, K1, dan K2); (2) perlakuan pencacahan (P0, P1, dan P2).
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah lamanya proses kematangan
kompos kiambang. Indikator lamanya proses kematangan kompos
kiambang dilihat dari suhu kompos secara berkala (pengukuran suhu akan
dilakukan setiap 5 hari sekali). Apabila suhu kompos sudah konstan,
mengacu pada hasil pengkajian Yang (1996) di muka, maka kompos
sudah dianggap matang.
E. Tahapan Penelitian
2. Pengadaan bahan
Total bahan kompos dalam setiap percobaan adalah 2 ton. Kiambang
diambil di Sungai Way Sangarus (hulu Waduk Batutegi) dengan
menggunakan rakit dari bambu. Kotoran kambing diadakan dari
anggota Kelompok Tani Sangarus Jaya yang memelihara ternak.
Bahan pembuatan kompos terdiri dari:
28
f) Formulasi K1P2 = 900 kg kiambang basah (90%) dilakukan
pencacahan dengan menggunakan mesin + 100 kg kotoran
kambing (10%) + Aktivator (1 liter)
Kotoran ternak
5 cm Kiambang
1,25 m
2 cm Kotoran ternak
Kiambang
29
Pembalikan kompos dilakukan secara berkala setiap 7 hari sekali.
Tahapan proses pengolahan kiambang menjadi kompos disajikan pada
Gambar 5.
Pengambilan Kiambang
di Sungai Way Sangarus Pengangkutan Kiambang ke
menggunakan Rakit dari Bambu Unit Pengolahan
Pengemasan
F. Analisa Data
Analisa data dalam penelitian ini hanya akan dilakukan secara deskriptif.
30
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Standar Kualitas
Kiambang Kompos dari BSN
Unsur Hara Satuan
Segar Minimum Maksimum
P-total (%) 0,570 0,100 *
K-total (%) 1,494 0,200 *
Mg-total (%) 0,012 * 0,600
Ca-Total (%) 0,038 * 25,500
Sumber: Diolah dari Laboratorium Analisis Polinela (2012) dan BSN
(2004)
Keterangan: *) nilainya lebih besar dari minimum atau lebih kecil dari
maksimum
31
Mencermati Tabel 5 dapat diketahui bahwa kiambang basah berpotensi
dijadikan kompos yang mengandung unsur hara makro esensial yang
dibutuhkan tanaman. Data kandungan beberapa unsur hara
sebagaimana disajikan pada Tabel 5 merupakan data sementara
karena belum dilakukan pengujian seluruh unsur hara makro dan mikro
yang dibutuhkan tanaman. Selain itu, data kandungan unsur hara
tersebut dimungkinkan akan berubah setelah kiambang diolah menjadi
kompos. Aktivitas dan formulasi pengomposan dimungkinkan akan
berpengaruh terhadap kandungan hara kompos kiambang.
= 21 km2 x (75/100)
= 15,75 km2
= 15.750.000 m2
33
2. Perhitungan bobot kiambang yang tersedia di Waduk Batutegi
34
Berdasarkan Tabel 7 diketahui rerata bobot kering kiambang dalam
luasan 1 m2 adalah 0,623 kg. Hasil pengamatan ini mengandung arti
bahwa kadar air pada kiambang basah mencapai 95,224%.
Perhitungan total bobot kering kiambang yang menutupi genangan
Waduk Batutegi adalah sebagai berikut:
= 9.812.250 kg
= 9.812,25 ton
FORMU- o
Suhu Kompos ( C) Berdasarkan Hari
LASI
KOMPOS 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
K0P0 43,33 40,33 36 35 33,33 33 32 31,67 31,33 30,33 30,33 30
K0P1 45,33 41,33 37,67 34,33 33,33 33 32 31,67 31,33 30,67 30,33 29,67
K0P2 45,67 41,67 37,33 34,67 33 32,33 31,67 31,33 30 29,33 28,33 28
K1P0 45,67 43 37,33 34,67 33 32,33 31,33 31 30,33 29,67 29,33 28,67
K1P1 46,33 43 37 33,67 32,67 32 31,33 30,33 29,67 28,67 27,33 27
K1P2 47 40,33 34 30,67 28 27 27 27 27 27 27 27
K2P0 47,33 40,33 34,67 31,33 30,33 29 28,67 28 27,33 27 27 27
K2P1 47,67 38 31,33 29,33 27 27 27 27 27 27 27 27
K2P2 48,67 32 28,67 26,67 26,67 26,67 26,67 26,67 26,67 26,67 26,67 26,67
50
45
40
35
30 K0P0
Suhu oC
25 K1P0
20 K2P0
15
10
5
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
Lama proses pengomposan (hari)
36
Mencermati Gambar 7, terlihat jelas ada perbedaan lamanya proses
pengomposan antar formulasi. Formulasi K2P0 mencapai kestabilan
suhu (27oC) pada hari ke-50, sedangkan formulasi K1P0 mencapai
kestabilan suhu (28,67 oC) pada hari ke-60. Sementara itu, formulasi
K0P0 (kontrol) pada hari ke-60 suhunya masih relatif lebih tinggi
(30 oC). Perbedaan komposisi kompos formulasi K1P0 dengan K2P0,
yakni pada persentase penambahan kotoran ternak. Formulasi K2P0
ditambahkan 30% kotoran ternak, sedangkan formulasi K1P0 hanya
sebanyak 10%.
37
2. Pengaruh perlakuan pencacahan terhadap lamanya proses
pengomposan kiambang
Hasil pengamatan pengomposan formulasi K0P0, K0P1, dan K0P2
disajikan pada Gambar 8.
50
45
40
35
30 K0P0
Suhu oC
25 K0P1
20 K0P2
15
10
5
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
Lama proses pengomposan (hari)
Gambar 8. Pengaruh pencacahan terhadap lamanya
proses pengomposan kiambang
38
bahwa penambahan kotoran ternak akan menurunkan rasio C/N bahan
dan akan mempercepat kematangan kompos.
50
45
40
35 K0P0
30 K1P1
Suhu oC
25 K1P2
20 K2P1
15
K2P2
10
5
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
39
Berdasarkan hasil pengamatan ini dapat disimpulkan bahwa proses
pengomposan kiambang yang membutuhkan waktu lebih sedikit (<30 hari)
mengalami kestabilan suhu (kematangan kompos) yaitu penambahan
kotoran ternak 30% dengan perlakuan pencacahan kiambang baik secara
manual maupun menggunakan mesin. Untuk melihat lebih jelas
perbedaan lamanya proses pengomposan kiambang berdasarkan
penambahan kotoran ternak dan perlakuan pencacahan dalam penelitian
ini disajikan pada Gambar 10.
K2P2
Kombinasi formulasi dan
K2P1
perlakuan pencacahan
K2P0
K1P2
K1P1
K1P0
K0P2
K0P1
K0P0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Mutu kompos kiambang akan dilihat dari kandungan unsur hara dan rasio
C/N. Sebagaimana telah ditetapkan di muka, bahwa pengujian mutu
kompos kiambang hanya akan dilakukan pada formulasi kompos dengan
perlakuan yang paling cepat mencapai kestabilan suhu. Berdasarkan
pembahasan sebelumnya diketahui bahwa formulasi K2 dan perlakuan P2
adalah komposisi yang paling cepat mencapai kestabilan suhu, yakni
pada hari ke-20. Pengujian kandungan unsur-hara pada kompos
40
kiambang (formulasi K2P2) dilakukan di Laboratorium Analisis Polinela
dengan hasil disajikan pada Tabel 9.
41
Tabel 10. Perbandingan kandungan unsur hara kompos kiambang dengan
baku mutu kompos BSN tahun 2004
Unsur hara mikro yang terdapat pada kompos kiambang hanya 5 unsur
(Fe, Cu, Mn, Cl, dan Zn). Hasil pengujian di Laboratorium Analisis
Polinela menunjukkan bahwa pada kompos kiambang tidak terdeteksi
unsur Mo dan B. Kandungan unsur hara mikro kompos kiambang
dibandingkan dengan baku mutu kompos BSN masih relatif rendah (<10
mg/kg). Oleh karena itu, mengingat ketersediaan unsur hara merupakan
faktor pembatas pertumbuhan dan perkembangan tanaman, maka
formulasi kompos kiambang harus ditambahkan lagi bahan-bahan lain
yang mengandung cukup unsur hara makro (terutama Ca dan Mg), serta
unsur hara mikro (terutama Mo dan B). Semakin banyak variasi
pemanfaatan bahan yang melimpah di lingkungan petani (jerami padi, kulit
buah kopi, dan kulit buah kakao) diharapkan mutu kompos kiambang akan
semakin baik. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan
menambahkan variasi bahan yang lebih banyak agar diperoleh formulasi
kompos kiambang yang paling baik dan memenuhi semua kriteria baku
mutu kompos BSN tahun 2014.
43
Erdiansyah (2013) melaporkan, hasil kaji terap skala terbatas di
pekarangan, penambahan kompos kiambang terhadap pertumbuhan
tanaman tomat di polybag (Gambar 26 dan 27, lampiran 4) menunjukkan
bahwa ada perbedaan pertumbuhan yang signifikan antara tanaman yang
tidak diberi kompos kiambang dengan tanaman yang diberi kompos
kiambang. Begitupula apabila dibandingkan dengan penambahan POG
(Pupuk Organik Granul), dengan dosis aplikasi sama menunjukkan
perbedaan. Tanaman yang diberi kompos kiambang pertumbuhannya
lebih baik dibandingkan dengan pemberian POG. Indikator pertumbuhan
ini dilihat dari tinggi tanaman dan panjang tangkai daun. Pada umur 30
hari setelah tanam, rata-rata tinggi tanaman tomat yang media tanamnya
diberi kompos kiambang (1kg) mencapai 94,68 cm (rerata panjang tangkai
daun 38,58 cm), sedangkan tanaman tomat yang media tanamnya diberi
POG (1kg) hanya mencapai 74,60 cm (rerata panjang tangkai daun 33,96
cm). Sementara itu, tanaman tomat yang medianya tidak ditambahkan
kompos (kontrol) pada umur yang sama (30 hari) tingginya hanya
mencapai 70,20 cm (rerata panjang tangkai daun 29,2 cm). Berasarkan
pengkajian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa penggunaan kompos
kiambang mampu memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah yang
memacu baiknya pertumbuhan tanaman. Sebagaimana dikemukakan
Setyorini et al. (2006) bahwa penambahan bahan organik ke lahan
usahatani akan meningkatkan kegemburan dan kesuburan lahan.
Hanafiah et al. (2005) di muka menambahkan bahwa bahan organik di
dalam tanah akan mendukung kehidupan organisme tanah yang setiap
aktivitasnya akan meningkatkan mutu tanah.
44
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
4) Rasio C/N kompos kiambang (6,775) lebih rendah dari batas minimum
baku mutu kompos BSN tahun 2004 (10). Kandungan unsur hara
makro (Ca dan Mg) sangat rendah (<0,1%) jauh di bawah batas
maksimum baku mutu kompos BSN. Unsur hara mikro yang
terkandung dalam kompos kiambang hanya 5 unsur (Fe, Cu, Zn, Mn,
45
dan Cl), sedangkan B dan Mo tidak terdeteksi. Untuk meningkatkan
mutu kompos kiambang, perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan
memperkaya variasi bahan-bahan lain yang cukup mengandung unsur
hara dan banyak tersedia di lingkungan petani (seperti jerami padi,
sekam kopi, dan kulit buah kakao).
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diusulkan saran-saran berikut:
1) Untuk meningkatkan efektifitas pengendalian kiambang di Waduk
Batutegi dengan mengolahnya menjadi kompos perlu diberdayakan
semua kelompok tani yang ada di sekitar genangan Waduk Batutegi.
46
DAFTAR PUSTAKA
Balai Besar Wilayah Sungai Mesuji Sekampung. 2006. Profil Balai Besar
Wilayah Sungai Mesuji Sekampung. Lampung.
Djaja, W. 2008. Langka Jitu Membuat Kompos dari Kotoran Ternak dan
Sampah Kota. Agro Media Pustaka. Jakarta.
47
Filliazati, M., I. Apriani, dan T.A. Zahara. 2013. Pengolahan Limbah Cair
Domestik dengan Biofilter Aerob Menggunakan Media Bioball dan
Tanaman Kiambang. Universitas Tanjungpura. Pontianak.
(http://www.academia.edu/6531621/pengolahan_limbah_cair_domesti
k.pdf, diakses tanggal 8 Februari 2014).
48
Simanihuruk, K., dan J. Sirait. 2010. Silase Kulit Buah Kopi Sebagai
Pakan Dasar pada Kambing Boerka Sedang Tumbuh. Prosiding
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veternier 2010.
Sumatera Utara.
(http://www.google.com/url?q=http://lolitkambing.litbang.deptan.go.id/i
nd/images/stories/pdf/pro10-82_kiston_simanihuruk.pdf, diakses
tanggal 25 Februari 2014.
49
Lampiran 1. Peta Irigasi Way Sekampung
50
Lampiran 2. Standar mutu kompos
1 Kadar Air % * 50
o
2 Temperatur C Suhu air tanah
3 Warna Kehitaman
4 Bau Berbau tanah
5 Ukuran Partikel Mm 0,55 25
6 Kemampuan ikat air % 58 *
7 pH 6,80 7,49
8 Bahan asing % * 1,5
Unsur makro
9 Bahan organik % 27 58
10 Nitrogen % 0,40 *
11 Karbon % 9,80 32
12 Phosfor (P2O5) % 0,10 *
13 C/N-rasio 10 20
14 Kalium (K2O) % 0,2 *
Unsur mikro
15 Arsen mg/kg * 13
16 Kadmium (Cd) mg/kg * 3
17 Kobal (Co) mg/kg * 34
18 Kromium (Cr) mg/kg * 210
19 Tembaga (Cu) mg/kg * 100
20 Merkuri (Hg) mg/kg * 0,8
21 Nikel (Ni) mg/kg * 62
22 Timbal (Pb) mg/kg * 150
23 Selenium (Se) mg/kg * 2
24 Seng (Zn) mg/kg * 500
Unsur lain
25 Kalsium (Ca) % * 25,50
26 Magnesium (Mg) % * 0,60
27 Besi (Fe) % * 2,00
28 Aluminium (Al) % * 2,20
29 Mangan (Mn) % * 0,10
Bakteri
30 Fecal coli MPN/gr 1000
31 Salmonella sp. MPN/4 gr 3
Keterangan: *) nilainya lebih besar dari minimum atau lebih kecil dari
maksimum
51
Lampiran 3. Jenis-jenis kiambang
52
Lampiran 4. Dokumentasi penelitian
53
Gambar 20. Pencacahan Gambar 21. Pencacahan
kiambang secara manual kiambang menggunakan mesin
54
Gambar 24. Kompos kiambang Gambar 25. Penghitungan bobot
hampir matang kering kiambang
55