Professional Documents
Culture Documents
Kelainan Kongenital
Disusun oleh:
NIM: 11-2015-141
Dokter Pembimbing:
RSUD TARAKAN
Latar Belakang
Kelainan kongenital adalah salah satu penyebab utama kematian bayi di negara maju
maupun negara berkembang. Kelainan kongenital pada bayi baru lahir dapat berupa satu jenis
kelainan saja atau dapat pula berupa beberapa kelainan kongenital secara bersamaan sebagai
kelainan kongenital multipel. Kadang-kadang suatu kelainan kongenital belum ditemukan atau
belum terlihat pada waktu bayi lahir, tetapi baru ditemukan beberapa waktu setelah kelahiran
bayi. Sebaliknya dengan kemajuan teknologi kedokteran, kadang-kadang suatu kelainan
kongenital telah diketahui selama kehidupan fetus. Bila ditemukan satu kelainan kongenital besar
pada bayi baru lahir, perlu kewaspadaan kemungkian adanya kelainan kongenital ditempat lain.
Dikatakan bahwa bila ditemukan dua atau lebih kelainan kongenital kecil, kemungkinan
ditemukannya kelainan kongenital besar di tempat lain sebesar 15% sedangkan bila ditemukan
tiga atau lebih kelainan kongenital kecil, kemungkinan ditemukan kelainan kongenital besar
sebesar 90%.1
Di negara maju, seperti Amerika Serikat, diperkirakan sekitar 3% dari bayi yang lahir
(120.000) akan memiliki beberapa jenis cacat lahir utama. Sementara upaya-upaya yang terpisah
telah memantau terjadinya cacat lahir, peran cacat lahir dalam terjadinya kelahiran prematur
tidak baik dipahami. Sedangkan di negara berkembang, data dari negara-negara berkembang
pada cacat lahir sulit untuk mendapatkannya. Hal ini dimungkinkan karena asfiksia dan infeksi
adalah masalah yang lebih besar. Malaysia, negara menengah berkembang telah berkembang
sedemikian rupa sehingga cacat lahir sekarang merupakan penyebab penting kematian perinatal
terhitung 17,5% kematian perinatal dan neonatal. Strategi untuk mengurangi kelainan bawaan
telah dibahas dalam agenda nasional.
Di Indonesia, sekitar 2% dari semua bayi yang dilahirkan membawa cacat kongenital
serius, yang mengancam nyawa, menyebabkan kecacatan permanen, atau membutuhkan
pembedahan untuk memperbaikinya. Kematian lebih banyak terjadi pada awal-awal kehidupan
dan lebih banyak pada anak laki-laki di semua umur.6 Hal ini dikarenakan hanya sedikit
pengetahuan yang kita miliki tentang penyebab abnormalitas kongenital. Cacat pada gen tunggal
dan kelainan kromosom bertanggung jawab atas 10-20% dari total kecacatan yang terjadi.
Sebagian kecil berkaitan pada infeksi intrauterin (misalnya sitomegalovirus, rubella), lebih
sedikit lagi disebabkan obat-obatan teratogenik dan yang lebih sedikit lagi disebabkan radiasi
ionisasi.1
Definisi Kelainan Kongenital
Perlu dibedakan antar istilah kongenital dan genetik. Kelainan kongenital atau
bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir dan yang dapat disebabkan oleh faktor
genetik maupun non genetik.1 Kelainan ini dapat berupa penyakit yang diturunkan (didapat atas
salah satu atau kedua orangtua) atau tidak diturunkan.2
Kadang-kadang suatu kelainan kongenital belum ditemukan atau belum terlihat pada
waktu bayi lahir, tetapi baru ditemukan beberapa saat setelah kelahiran bayi. Selain itu,
pengertian lain tentang kelainan sejak lahir adalah defek lahir, yang dapat berwujud dalam
bentuk berbagai gangguan tumbuh-kembang bayi baru lahir, yang mencakup aspek fisis,
intelektual dan kepribadian.3
.
Embriogenesis
Embriogenesis adalah proses pembentukan organ dari tahap embrio sampai menjadi
organ yang dapat berfungsi. Embriogenesis normal merupakan proses yang sangat kompleks.
Perkembangan pranatal terdiri dari 3 tahap yaitu:1
Tahap implantasi (implantation stage), dimulai pada saat fertilisasi/pembuahan sampai akhir
minggu ketiga kehamilan.
Tahap embrio (embryonic stage), awal minggu keempat sampai minggu ketujuh kehamilan:
a. Terjadi diferensiasi jaringan dan pembentukan organ definitif.
b. Jaringan saraf berproliferasi sangat cepat dengan menutupnya tabung saraf (neural tube) dan
fleksi dari segmen anterior membentuk bagian-bagian otak.
c. Jantung mulai berdenyut, sehingga darah dapat bersirkulasi melalui sistem vaskular yang baru
terbentuk meskipun struktur jantung belum terbentuk sempurna.
d. Terlihat primordial dari struktur wajah dan ekstremitas.
Tahap fetus (fetal stage), dimulai minggu kedelapan sampai lahir. Pada tahap ini diferensiasi
seluruh organ telah sempurna, bertambah dalam ukuran, pertumbuhan progresif struktur skeletal
dan muskulus.
Seluruh proses perkembangan normal terjadi dengan urutan yang spesifik, khas untuk
setiap jaringan atau struktur dan waktunya mungkin sangat singkat. Oleh sebab itu meskipun
terjadinya perlambatan proses diferensiasi sangat singkat, dapat menyebabkan pembentukan
yang abnormal tidak hanya pada struktur tertentu, tetapi juga pada berbagai jaringan di
sekitarnya. Sekali sebuah struktur sudah selesai terbentuk pada titik tertentu, maka proses itu
tidak dapat mundur kembali meskipun struktur tersebut dapat saja mengalami penyimpangan,
dirusak atau dihancurkan oleh tekanan mekanik atau infeksi.1
Embriogenesis Abnormal
Setiap proses yang mengganggu embrio dapat menyebabkan gangguan bentuk atau
kematian. Setiap proses yang menggangu janin dapat berakibat pertumbuhan organ yang salah
misalnya otak, jantung atau seluruh janin.
Kegagalan atau ketidaksempurnaan dalam proses embriogenesis dapat menyebabkan
terjadinya malformasi pada jaringan atau organ. Sifat dari kelainan yang timbul tergantung pada
jaringan yang terkena, penyimpangan, mekanisme perkembangan, dan waktu pada saat
terjadinya. Penyimpangan pada tahap implantasi dapat merusak embrio dan menyebabkan
abortus spontan. Diperkirakan 15% dari seluruh konsepsi akan berakhir pada periode ini. Bila
proliferasi sel tidak adekuat dapat mengakibatkan terjadinya defisiensi struktur, dapat berkisar
dari tidak terdapatnya ekstremitas sampai ukuran daun telinga yang kecil. Abnormal atau tidak
sempurnanya diferensiasi sel menjadi jaringan yang matang mungkin akan menyebabkan lesi
hamartoma lokal seperti hemangioma atau kelainan yang lebih luas dari suatu organ. Kelainan
induksi sel dapat menyebabkan beberapa kelainan seperti atresia bilier, sedangkan
penyimpangan imigrasi sel dapat menyebabkan kelainan seperti pigmentasi kulit.1
Proses kematian sel yang tidak adekuat dapat menyebabkan kelainan, antara lain
sindaktili dan atresia ani. Fungsi jaringan yang tidak sempurna akan menyebabkan celah bibir
dan langit-langit. Beberapa zat teratogen dapat mengganggu perkembangan, tetapi efeknya
sangat dipengaruhi oleh waktu pada saat aktivitas teratogen berlangsung selama tahap embrio.
Patofisiologi
Berdasarkan patogenesis, kelainan kongenital dapat diklasifikasikan sebagai berikut:4
Malformasi
Malformasi adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh kegagalan atau
ketidaksempurnaan dari satu atau lebih proses embriogenesis. Perkembangan awal dari suatu
jaringan atau organ tersebut berhenti, melambat atau menyimpang sehingga menyebabkan
terjadinya suatu kelainan struktur yang menetap. Beberapa contoh malformasi misalnya bibir
sumbing dengan atau tanpa celah langit-langit, defek penutupan tuba neural, stenosis pylorus,
spina bifida, dan defek sekat jantung.4
Malformasi dapat digolongkan menjadi malformasi mayor dan minor. Malformasi mayor
adalah suatu kelainan yang apabila tidak dikoreksi akan menyebabkan gangguan fungsi tubuh
serta mengurangi angka harapan hidup. Sedangkan malformasi minor tidak akan menyebabkan
problem kesehatan yang serius dan mungkin hanya berpengaruh pada segi kosmetik. Malformasi
pada otak, jantung, ginjal, ekstrimitas, saluran cerna termasuk malformasi mayor, sedangkan
kelainan daun telinga, lipatan pada kelopak mata, kelainan pada jari, lekukan pada kulit (dimple),
ekstra putting susu adalah contoh dari malformasi minor.4
Deformasi
Deformasi didefinisikan sebagai bentuk, kondisi, atau posisi abnormal bagian tubuh yang
disebabkan oleh gaya mekanik sesudah pembentukan normal terjadi, misalnya kaki bengkok atau
mikrognatia (mandibula yang kecil). Tekanan ini dapat disebabkan oleh keterbatasan ruang
dalam uterus ataupun faktor ibu yang lain seperti primigravida, panggul sempit, abnormalitas
uterus seperti uterus bikornus, kehamilan kembar.4
Disrupsi
Disrupsi adalah defek morfologik satu bagian tubuh atau lebih yang disebabkan oleh
gangguan pada proses perkembangan yang mulanya normal. Ini biasanya terjadi sesudah
embriogenesis. Berbeda dengan deformasi yang hanya disebabkan oleh tekanan mekanik,
disrupsi dapat disebabkan oleh iskemia, perdarahan atau perlekatan. Misalnya helaian-helaian
membran amnion, yang disebut pita amnion, dapat terlepas dan melekat ke berbagai bagian
tubuh, termasuk ekstrimitas, jari-jari, tengkorak, serta muka.4
Displasia
Patogenesis lain yang penting dalam terjadinya kelainan kongenital adalah displasia.
Istilah displasia dimaksudkan dengan kerusakan (kelainan struktur) akibat fungsi atau organisasi
sel abnormal, mengenai satu macam jaringan di seluruh tubuh. Sebagian kecil dari kelainan ini
terdapat penyimpangan biokimia di dalam sel, biasanya mengenai kelainan produksi enzim atau
sintesis protein. Sebagian besar disebabkan oleh mutasi gen. Karena jaringan itu sendiri
abnormal secara intrinsik, efek klinisnya menetap atau semakin buruk. Ini berbeda dengan ketiga
patogenesis terdahulu. Malformasi, deformasi, dan disrupsi menyebabkan efek dalam kurun
waktu yang jelas, meskipun kelainan yang ditimbulkannya mungkin berlangsung lama, tetapi
penyebabnya relatif berlangsung singkat. Displasia dapat terus-menerus menimbulkan perubahan
kelainan seumur hidup.4
Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis postnatal kita perlu beberapa pendekatan, antara lain:1
Penelaahan Prenatal
Riwayat ibu: usia kehamilan, penyakit ibu seperti epilepsi, diabetes melitus, varisela,
kontak dengan obat-obatan tertentu seperti alkohol, obat anti-epilepsi, kokain, dietilstilbisterol,
obat antikoagulan warfarin, serta radiasi.
Riwayat Persalinan
Posisi anak dalam rahim, cara lahir, lahir mati, abortus, status kesehatan neonatus.
Riwayat Keluarga
Adanya kelainan kongenital yang sama, kelainan kongenital yang lainnya, kematian bayi yang
tidak bisa diterangkan penyebabnya, serta retardasi mental.
Pemeriksaan Fisik
Mulai dari pengukuran sampai mencari anomali baik defek mayor maupun minor. Biasanya bila
ditemukan dua kelainan minor, sepuluh persen diserai kelainan mayor. Sedangkan bila
ditemukan tiga kelainan minor, delapan puluh lima persen disertai dengan kelainan mayor.
Pemeriksaan Penunjang
Sitogenetik (kelainan kromosom), analisis DNA, ultrasonografi, organ dalam, ekokardiografi,
radiografi, serta serologi TORCH. Pemeriksaan yang teliti terhadap pemeriksaan fisis dan
riwayat ibu serta keluarga kemudian ditunjang dengan melakukan pemotretan terhadap bayi
dengan kelainan konenital adalah merupakan hal yang sangat penting dibanding dengan
pemeriksaan penunjang laboratorium.
Epidemiologi
Penelitian Prabawa di RSUP dr. Kariadi Semarang menunjukkan bahwa sebanyak 101
kasus (65%) berjenis kelamin laki-laki dan 54 kasus (35%) berjenis kelamin perempuan. Jika
dibandingkan dengan jumlah persalinan, tampak kejadian terbanyak pada ibu dalam kelompok
umur >35 tahun yaitu sebanyak 64 kasus dari 2.871 persalinan (2,23%).6
Di RSIA Sri Ratu Medan (2009), dari 20 bayi dengan kelainan kongenital, persentase
laki-laki (60%) lebih besar daripada perempuan (40%). Lebih dari 90% dari semua bayi dengan
kelainan kongenital serius dilahirkan di negara-negara berkembang. Dari survei perinatal, hampir
semua negara maju memiliki angka kematian perinatal sebesar lebih dari 1% dan sekitar 25%
dari jumlah ini meninggal sebagai akibat langsung dari suatu malformasi berat.7
Pencegahan
Pencegahan Primer
Upaya pencegahan primer dilakukan untuk mencegah ibu hamil agar tidak mengalami
kelahiran bayi dengan kelainan kongenital, yaitu dengan:9
a. Tidak melahirkan pada usia ibu risiko tinggi, seperti usia lebih dari 35 tahun agar tidak
berisiko melahirkan bayi dengan kelainan kongenital.
b. Mengonsumsi asam folat yang cukup bila akan hamil. Kekurangan asam folat pada seorang
wanita harus dikoreksi terlebih dahulu sebelum wanita tersebut hamil, karena kelainan seperti
spina bifida terjadi sangat dini. Maka kepada wanita yang hamil agar rajin memeriksakan
kehamilannya pada trimester pertama dan dianjurkan kepada wanita yang berencana hamil untuk
mengonsumsi asam folat sebanyak 400mcg/hari. Kebutuhan asam folat pada wanita hamil adalah
1 mg/hari. Asam folat banyak terdapat dalam sayuran hijau daun, seperti bayam, brokoli, buah
alpukat, pisang, jeruk, berry, telur, ragi, serta aneka makanan lain yang diperkaya asam folat
seperti nasi, pasta, kedelai, sereal.
c. Perawatan Antenatal (Antenatal Care), Antenatal care mempunyai kedudukan yang sangat
penting dalam upaya menurunkan angka kematian ibu dan perinatal. Dianjurkan agar pada setiap
kehamilan dilakukan antenatal care secara teratur dan sesuai dengan jadwal yang lazim berlaku.
Tujuan dilakukannya antenatal care adalah untuk mengetahui data kesehatan ibu hamil dan
perkembangan bayi intrauterin sehingga dapat dicapai kesehatan yang optimal dalam
menghadapi persalinan, puerperium dan laktasi serta mempunyai pengetahuan yang cukup
mengenai pemeliharaan bayinya. Perawatan antenatal juga perlu dilakukan untuk mencegah
terjadinya persalinan prematuritas atau berat badan lahir rendah yang sangat rentan terkena
penyakit infeksi. Selain itu dengan pemeriksaan kehamilan dapat dideteksi kelainan kongenital.
Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama masa kehamilan dengan
distribusi kontak sebagai berikut:
1. Minimal 1 kali pada trimester I (K1), usia kehamilan 1-12 minggu.
2. Minimal 1 kali pada trimester II (K2), usia kehamilan 13-24 minggu.
3. Minimal 2 kali pada trimester III (K3 dan K4), usia kehamilan > 24 minggu
d. Menghindari obat-obatan, makanan yang diawetkan, dan alkohol karena dapat menyebabkan
kelainan kongenital seperti atresia ani, celah bibir dan langit-langit.9
Pencegahan Sekunder
Diagnosis
Diagnosis kelainan kongenital dapat dilakukan dengan cara:
1. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui secara dini beberapa kelainan
kehamilan/pertumbuhan janin, kehamilan ganda, molahidatidosa, dan sebagainya.48 Beberapa
contoh kelainan kongenital yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan non invasive
(ultrasonografi) pada midtrimester kehamilan adalah hidrosefalus dengan atau tanpa spina bifida,
defek tuba neural, porensefali, kelainan jantung bawaan yang besar, penyempitan sistem
gastrointestinal (misalnya atresia duodenum yang memberi gambaran gelembung ganda),
kelainan sistem genitourinaria (misalnya kista ginjal), kelainan pada paru sebagai kista paru,
polidaktili, celah bibir, mikrosefali, dan ensefalokel.10
2. Pemeriksaan cairan amnion (amnionsentesis)
Amnionsentesis dilakukan pada usia kehamilan 15-19 minggu dengan aspirasi per-
abdomen dengan tuntunan USG. Dari cairan amnion tersebut dapat dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut antara lain pemeriksaan genetik/kromosom, pemeriksaan alfa-feto-protein terhadap defek
tuba neural (anensefali, mengingomielokel), pemeriksaan terhadap beberapa gangguan metabolic
(galaktosemia, fenilketonurua), dan pemeriksaan lainnya.10
3. Pemeriksaan Alfa feto protein maternal serum (MSAFP).
Apabila serum ini meningkat maka pada janin dapat diketahui mengalami defek tuba
neural, spina bifida, hidrosefalus, dan lain-lain. Apabila serum ini menurun maka dapat
ditemukan pada sindrom down dan beberapa kelainan kromosom.10
4. Biopsi korion
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kelainan kromosom pada janin, kelainan
metabolik, kelainan genetik dapat dideteksi dengan analisis DNA, misalnya talasemia dan
hiperplasia adrenal kongenital.10
5. Fetoskopi/kordosentesis
Untuk mengenal kelainan kongenital setelah lahir, maka bayi yang baru lahir perlu
diperiksa bagian-bagian tubuh bayi tersebut, yaitu bentuk muka bayi, besar dan bentuk kepala,
bentuk daun telinga, mulut, jari-jari, kelamin, serta anus bayi.10
Pengobatan
Pada umumnya penanganan kelainan kongenital pada suatu organ tubuh umumnya
memerlukan tindakan bedah. Beberapa contoh kelainan kongenital yang memerlukan tindakan
bedah adalah hernia, celah bibir dan langit-langit, atresia ani, spina bifida, hidrosefalus, dan
lainnya. Pada kasus hidrosefalus, tindakan non bedah yang dilakukan adalah dengan pemberian
obat-obatan yang dapat mengurangi produksi cairan serebrospinal. Penanganan PJB dapat
dilakukan dengan tindakan bedah atau obat-obatan, bergantung pada jenis, berat, dan derajat
kelainan.1
Pencegahan Tersier
Upaya pencegahan tersier dilakukan untuk mengurangi komplikasi penting pada
pengobatan dan rehabilitasi, membuat penderita cocok dengan situasi yang tak dapat
disembuhkan. Pada kejadian kelainan kongenital pencegahan tersier bergantung pada jenis
kelainan. Misalnya pada penderita sindrom down, pada saat bayi baru lahir apabila diketahui
adanya kelemahan otot, bisa dilakukan latihan otot yang akan membantu mempercepat kemajuan
pertumbuhan dan perkembangan anak. Bayi ini nantinya bisa dilatih dan dididik menjadi
manusia yang mandiri untuk bisa melakukan semua keperluan pribadinya.
Banyak orang tua yang syok dan bingung pada saat mengetahui bayinya lahir dengan
kelainan. Memiliki bayi yang baru lahir dengan kelainan adalah masa-masa yang sangat sulit
bagi para orang tua. Selain stres, orang tua harus menyesuaikan dirinya dengan cara-cara khusus.
Untuk membantu orang tua mengatasi masalah tersebut, maka diperlukan suatu tim tenaga
kesehatan yang dapat mengevaluasi dan melakukan penatalaksanaan rencana perawatan bayi dan
anak sesuai dengan kelainannya.1
Kesimpulan
Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir dan yang
dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik. Kelainan ini dapat berupa penyakit
yang diturunkan (didapat atas salah satu atau kedua orangtua) atau tidak diturunkan. Beberapa
faktor yang mempengaruhi adalah, kelainan genetik dan kromosom, mekanik, infeksi, obat.
Faktor resiko seorang ibu adalah terkait dengan umur, ras, kepercayaan, pendidikan, gizi dan
faktor mediko obstetrik yang berperan adalah umur kehamilan, riwayat kehamilan terdahulu, dan
riwayat komplikasi. Dalam hal ini diperlukan upaya pencegahan seperti, menhidari faktor resiko
yang ada serta dapat melakukan pemeriksaan untuk diagnosis prenatal untuk mengetahui adanya
kelainan bawaan pada anak dan tindakan terakhir jika memiliki anak dengan kelainan bawaan
adalah mengoreksi kelainan yang bisa ataupun melakukan rehabilitasi untuk mencegah
komplikasi dan meningkatkan kualitas hidup.
Daftar Pustaka
1. Effendi. Buku Ajar Neonatologi, Edisi Pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2008
2. Saifuddin, Abdul Bari. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka. 2009.
3. Kemkes RI. Buku saku pelayanan kesehatan essensial. Jakarta: Kemkes RI. 2010
4. Graham JM, Shancez PA. Smith Recognizable Patter Of Human Deformation. Edisi 4.
Philadelpia: Elsevier. 2016.
5. Kliegman RM, Lye PS, Bordini BJ. Nelson pediatric symptom based diagnosis.
Philadelpia: Elsevier. 2016.
6. Prabawa. Kejadian Bayi Lahir dengan kelainan Kongenital [thesis]. Semarang:
Universitas Diponegoro. 1998
7. Nugraha M, Jeffry S, Abdullah A. Gambaran kelainan bawaan pada bayi baru lahir di
RSIA Sri Ratu Medan tahun 2009 [thesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara. 2009.
8. Lammens M, Hans J, John MG. Clinical Neuroembriology.Berlin: Springer. 2008
9. WHO. Birth Defect. Geneva: WHO.2010
10. Marino T, Ramus RM. Prenatal Diagnosis for Congenital Malformations and Genetic
Disorders. Tersedia di: http://emedicine.medscape.com/article/1200683-overview.
Diakses tanggal: 24 Mei 2017