You are on page 1of 21

REFERAT

Kelainan Kongenital

Disusun oleh:

Tesa Iswa Rahman

NIM: 11-2015-141

Dokter Pembimbing:

dr. Doddy FP Gultom, Sp.OG, MKes

KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAAN

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

PERIODE 24 April - 1 Juli 2017

RSUD TARAKAN
Latar Belakang
Kelainan kongenital adalah salah satu penyebab utama kematian bayi di negara maju
maupun negara berkembang. Kelainan kongenital pada bayi baru lahir dapat berupa satu jenis
kelainan saja atau dapat pula berupa beberapa kelainan kongenital secara bersamaan sebagai
kelainan kongenital multipel. Kadang-kadang suatu kelainan kongenital belum ditemukan atau
belum terlihat pada waktu bayi lahir, tetapi baru ditemukan beberapa waktu setelah kelahiran
bayi. Sebaliknya dengan kemajuan teknologi kedokteran, kadang-kadang suatu kelainan
kongenital telah diketahui selama kehidupan fetus. Bila ditemukan satu kelainan kongenital besar
pada bayi baru lahir, perlu kewaspadaan kemungkian adanya kelainan kongenital ditempat lain.
Dikatakan bahwa bila ditemukan dua atau lebih kelainan kongenital kecil, kemungkinan
ditemukannya kelainan kongenital besar di tempat lain sebesar 15% sedangkan bila ditemukan
tiga atau lebih kelainan kongenital kecil, kemungkinan ditemukan kelainan kongenital besar
sebesar 90%.1
Di negara maju, seperti Amerika Serikat, diperkirakan sekitar 3% dari bayi yang lahir
(120.000) akan memiliki beberapa jenis cacat lahir utama. Sementara upaya-upaya yang terpisah
telah memantau terjadinya cacat lahir, peran cacat lahir dalam terjadinya kelahiran prematur
tidak baik dipahami. Sedangkan di negara berkembang, data dari negara-negara berkembang
pada cacat lahir sulit untuk mendapatkannya. Hal ini dimungkinkan karena asfiksia dan infeksi
adalah masalah yang lebih besar. Malaysia, negara menengah berkembang telah berkembang
sedemikian rupa sehingga cacat lahir sekarang merupakan penyebab penting kematian perinatal
terhitung 17,5% kematian perinatal dan neonatal. Strategi untuk mengurangi kelainan bawaan
telah dibahas dalam agenda nasional.
Di Indonesia, sekitar 2% dari semua bayi yang dilahirkan membawa cacat kongenital
serius, yang mengancam nyawa, menyebabkan kecacatan permanen, atau membutuhkan
pembedahan untuk memperbaikinya. Kematian lebih banyak terjadi pada awal-awal kehidupan
dan lebih banyak pada anak laki-laki di semua umur.6 Hal ini dikarenakan hanya sedikit
pengetahuan yang kita miliki tentang penyebab abnormalitas kongenital. Cacat pada gen tunggal
dan kelainan kromosom bertanggung jawab atas 10-20% dari total kecacatan yang terjadi.
Sebagian kecil berkaitan pada infeksi intrauterin (misalnya sitomegalovirus, rubella), lebih
sedikit lagi disebabkan obat-obatan teratogenik dan yang lebih sedikit lagi disebabkan radiasi
ionisasi.1
Definisi Kelainan Kongenital
Perlu dibedakan antar istilah kongenital dan genetik. Kelainan kongenital atau
bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir dan yang dapat disebabkan oleh faktor
genetik maupun non genetik.1 Kelainan ini dapat berupa penyakit yang diturunkan (didapat atas
salah satu atau kedua orangtua) atau tidak diturunkan.2
Kadang-kadang suatu kelainan kongenital belum ditemukan atau belum terlihat pada
waktu bayi lahir, tetapi baru ditemukan beberapa saat setelah kelahiran bayi. Selain itu,
pengertian lain tentang kelainan sejak lahir adalah defek lahir, yang dapat berwujud dalam
bentuk berbagai gangguan tumbuh-kembang bayi baru lahir, yang mencakup aspek fisis,
intelektual dan kepribadian.3
.
Embriogenesis
Embriogenesis adalah proses pembentukan organ dari tahap embrio sampai menjadi
organ yang dapat berfungsi. Embriogenesis normal merupakan proses yang sangat kompleks.
Perkembangan pranatal terdiri dari 3 tahap yaitu:1
Tahap implantasi (implantation stage), dimulai pada saat fertilisasi/pembuahan sampai akhir
minggu ketiga kehamilan.
Tahap embrio (embryonic stage), awal minggu keempat sampai minggu ketujuh kehamilan:
a. Terjadi diferensiasi jaringan dan pembentukan organ definitif.
b. Jaringan saraf berproliferasi sangat cepat dengan menutupnya tabung saraf (neural tube) dan
fleksi dari segmen anterior membentuk bagian-bagian otak.
c. Jantung mulai berdenyut, sehingga darah dapat bersirkulasi melalui sistem vaskular yang baru
terbentuk meskipun struktur jantung belum terbentuk sempurna.
d. Terlihat primordial dari struktur wajah dan ekstremitas.
Tahap fetus (fetal stage), dimulai minggu kedelapan sampai lahir. Pada tahap ini diferensiasi
seluruh organ telah sempurna, bertambah dalam ukuran, pertumbuhan progresif struktur skeletal
dan muskulus.
Seluruh proses perkembangan normal terjadi dengan urutan yang spesifik, khas untuk
setiap jaringan atau struktur dan waktunya mungkin sangat singkat. Oleh sebab itu meskipun
terjadinya perlambatan proses diferensiasi sangat singkat, dapat menyebabkan pembentukan
yang abnormal tidak hanya pada struktur tertentu, tetapi juga pada berbagai jaringan di
sekitarnya. Sekali sebuah struktur sudah selesai terbentuk pada titik tertentu, maka proses itu
tidak dapat mundur kembali meskipun struktur tersebut dapat saja mengalami penyimpangan,
dirusak atau dihancurkan oleh tekanan mekanik atau infeksi.1
Embriogenesis Abnormal
Setiap proses yang mengganggu embrio dapat menyebabkan gangguan bentuk atau
kematian. Setiap proses yang menggangu janin dapat berakibat pertumbuhan organ yang salah
misalnya otak, jantung atau seluruh janin.
Kegagalan atau ketidaksempurnaan dalam proses embriogenesis dapat menyebabkan
terjadinya malformasi pada jaringan atau organ. Sifat dari kelainan yang timbul tergantung pada
jaringan yang terkena, penyimpangan, mekanisme perkembangan, dan waktu pada saat
terjadinya. Penyimpangan pada tahap implantasi dapat merusak embrio dan menyebabkan
abortus spontan. Diperkirakan 15% dari seluruh konsepsi akan berakhir pada periode ini. Bila
proliferasi sel tidak adekuat dapat mengakibatkan terjadinya defisiensi struktur, dapat berkisar
dari tidak terdapatnya ekstremitas sampai ukuran daun telinga yang kecil. Abnormal atau tidak
sempurnanya diferensiasi sel menjadi jaringan yang matang mungkin akan menyebabkan lesi
hamartoma lokal seperti hemangioma atau kelainan yang lebih luas dari suatu organ. Kelainan
induksi sel dapat menyebabkan beberapa kelainan seperti atresia bilier, sedangkan
penyimpangan imigrasi sel dapat menyebabkan kelainan seperti pigmentasi kulit.1
Proses kematian sel yang tidak adekuat dapat menyebabkan kelainan, antara lain
sindaktili dan atresia ani. Fungsi jaringan yang tidak sempurna akan menyebabkan celah bibir
dan langit-langit. Beberapa zat teratogen dapat mengganggu perkembangan, tetapi efeknya
sangat dipengaruhi oleh waktu pada saat aktivitas teratogen berlangsung selama tahap embrio.

Patofisiologi
Berdasarkan patogenesis, kelainan kongenital dapat diklasifikasikan sebagai berikut:4
Malformasi
Malformasi adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh kegagalan atau
ketidaksempurnaan dari satu atau lebih proses embriogenesis. Perkembangan awal dari suatu
jaringan atau organ tersebut berhenti, melambat atau menyimpang sehingga menyebabkan
terjadinya suatu kelainan struktur yang menetap. Beberapa contoh malformasi misalnya bibir
sumbing dengan atau tanpa celah langit-langit, defek penutupan tuba neural, stenosis pylorus,
spina bifida, dan defek sekat jantung.4
Malformasi dapat digolongkan menjadi malformasi mayor dan minor. Malformasi mayor
adalah suatu kelainan yang apabila tidak dikoreksi akan menyebabkan gangguan fungsi tubuh
serta mengurangi angka harapan hidup. Sedangkan malformasi minor tidak akan menyebabkan
problem kesehatan yang serius dan mungkin hanya berpengaruh pada segi kosmetik. Malformasi
pada otak, jantung, ginjal, ekstrimitas, saluran cerna termasuk malformasi mayor, sedangkan
kelainan daun telinga, lipatan pada kelopak mata, kelainan pada jari, lekukan pada kulit (dimple),
ekstra putting susu adalah contoh dari malformasi minor.4
Deformasi
Deformasi didefinisikan sebagai bentuk, kondisi, atau posisi abnormal bagian tubuh yang
disebabkan oleh gaya mekanik sesudah pembentukan normal terjadi, misalnya kaki bengkok atau
mikrognatia (mandibula yang kecil). Tekanan ini dapat disebabkan oleh keterbatasan ruang
dalam uterus ataupun faktor ibu yang lain seperti primigravida, panggul sempit, abnormalitas
uterus seperti uterus bikornus, kehamilan kembar.4
Disrupsi
Disrupsi adalah defek morfologik satu bagian tubuh atau lebih yang disebabkan oleh
gangguan pada proses perkembangan yang mulanya normal. Ini biasanya terjadi sesudah
embriogenesis. Berbeda dengan deformasi yang hanya disebabkan oleh tekanan mekanik,
disrupsi dapat disebabkan oleh iskemia, perdarahan atau perlekatan. Misalnya helaian-helaian
membran amnion, yang disebut pita amnion, dapat terlepas dan melekat ke berbagai bagian
tubuh, termasuk ekstrimitas, jari-jari, tengkorak, serta muka.4
Displasia
Patogenesis lain yang penting dalam terjadinya kelainan kongenital adalah displasia.
Istilah displasia dimaksudkan dengan kerusakan (kelainan struktur) akibat fungsi atau organisasi
sel abnormal, mengenai satu macam jaringan di seluruh tubuh. Sebagian kecil dari kelainan ini
terdapat penyimpangan biokimia di dalam sel, biasanya mengenai kelainan produksi enzim atau
sintesis protein. Sebagian besar disebabkan oleh mutasi gen. Karena jaringan itu sendiri
abnormal secara intrinsik, efek klinisnya menetap atau semakin buruk. Ini berbeda dengan ketiga
patogenesis terdahulu. Malformasi, deformasi, dan disrupsi menyebabkan efek dalam kurun
waktu yang jelas, meskipun kelainan yang ditimbulkannya mungkin berlangsung lama, tetapi
penyebabnya relatif berlangsung singkat. Displasia dapat terus-menerus menimbulkan perubahan
kelainan seumur hidup.4

Beberapa Macam Pengelompokkan Kelainan Kongenital Menurut


Menurut Gejala Klinis
Kelainan kongenital dikelompokkan berdasarkan hal-hal berikut:5
a. Kelainan tunggal (single-system defects)
Porsi terbesar dari kelainan kongenital terdiri dari kelainan yang hanya mengenai satu
regio dari satu organ (isolated). Contoh kelainan ini yang juga merupakan kelainan kongenital
yang tersering adalah celah bibir, club foot, stenosis pilorus, dislokasi sendi panggul kongenital
dan penyakit jantung bawaan. Sebagian besar kelainan pada kelompok ini penyebabnya adalah
multifaktorial.5
b. Asosiasi (Association)
Asosiasi adalah kombinasi kelainan kongenital yang sering terjadi bersama-sama. Istilah
asosiasi untuk menekankan kurangnya keseragaman dalam gejala klinik antara satu kasus dengan
kasus yang lain. Sebagai contoh Asosiasi VACTERL (vertebral anomalies, anal atresia,
cardiac malformation, tracheoesophageal fistula, renal anomalies, limbs defects). Sebagian
besar anak dengan diagnosis ini tidak mempunyai keseluruhan anomali tersebut, tetapi lebih
sering mempunyai variasi dari kelainan di atas.5
c. Sekuensial (Sequences)
Sekuensial adalah suatu pola dari kelainan multiple dimana kelainan utamanya diketahui.
Sebagai contoh, pada Potter Sequence kelainan utamanya adalah aplasia ginjal. Tidak adanya
produksi urin mengakibatkan jumlah cairan amnion setelah kehamilan pertengahan akan
berkurang dan menyebabkan tekanan intrauterine dan akan menimbulkan deformitas seperti
tungkai bengkok dan kontraktur pada sendi serta menekan wajah (Potter Facies). Oligoamnion
juga berefek pada pematangan paru sehingga pematangan paru terhambat. Oleh sebab itu bayi
baru lahir dengan Potter Sequence biasanya lebih banyak meninggal karena distress respirasi
dibandingkan karena gagal ginjal.5
d. Kompleks (Complexes)
Istilah ini menggambarkan adanya pengaruh berbahaya yang mengenai bagian utama dari
suatu regio perkembangan embrio, yang mengakibatkan kelainan pada berbagai struktur
berdekatan yang mungkin sangat berbeda asal embriologinya tetapi mempunyai letak yang sama
pada titik tertentu saat perkembangan embrio. Beberapa kompleks disebabkan oleh kelainan
vaskuler. Penyimpangan pembentukan pembuluh darah pada saat embriogenesis awal, dapat
menyebabkan kelainan pembentukan struktur yang diperdarahi oleh pembuluh darah tersebut.
Sebagai contoh, absennya sebuah arteri secara total dapat menyebabkan tidak terbentuknya
sebagian atau seluruh tungkai yang sedang berkembang. Penyimpangan arteri pada masa embrio
mungkin akan mengakibatkan hipoplasia dari tulang dan otot yang diperdarahinya. Contoh dari
kompleks, termasuk hemifacial microsomia, sacral agenesis, sirenomelia, Poland Anomaly, dan
Moebius Syndrome.5
e. Sindrom
Kelainan kongenital dapat timbul secara tunggal (single), atau dalam kombinasi tertentu.
Bila kombinasi tertentu dari berbagai kelainan ini terjadi berulang-ulang dalam pola yang tetap,
pola ini disebut dengan sindrom. Istilah syndrome berasal dari bahasa Yunani yang berarti
berjalan bersama. Pada pengertian yang lebih sempit, sindrom bukanlah suatu diagnosis, tetapi
hanya sebuah label yang tepat. Apabila penyebab dari suatu sindrom diketahui, sebaiknya
dinyatakan dengan nama yang lebih pasti, seperti Hurler syndrome menjadi
Mucopolysaccharidosis type I. Sindrom biasanya dikenal setelah laporan oleh beberapa
penulis tentang berbagai kasus yang mempunyai banyak persamaan. Sampai tahun 1992 dikenal
lebih dari 1.000 sindrom dan hampir 100 diantaranya merupakan kelainan kongenital kromosom.
Sedangkan 50% kelainan kongenital multipel belum dapat digolongkan ke dalam sindrom
tertentu.5

Menurut Berat Ringannya


Kelainan kongenital dibedakan menjadi:5
a. Kelainan mayor, Kelainan mayor adalah kelainan yang memerlukan tindakan medis segera
demi mempertahankan kelangsungan hidup penderitanya.
b. Kelainan minor, Kelainan minor adalah kelainan yang tidak memerlukan tindakan medis.
Menurut Kemungkinan Hidup Bayi
Kelainan kongenital dibedakan menjadi:
a. Kelainan kongenital yang tidak mungkin hidup, misalnya anensefalus.
b. Kelainan kongenital yang mungkin hidup, misalnya sindrom down, spina bifida,
meningomielokel, fokomelia, hidrosefalus, labiopalastokisis, kelainan jantung bawaan,
penyempitan saluran cerna, dan atresia ani.
Menurut Bentuk/Morfologi
Kelainan kongenital dibedakan menjadi:
a. Gangguan pertumbuhan atau pembentukan organ tubuh, dimana tidak terbentuknya organ atau
sebagian organ saja yang terbentuk, seperti anensefalus, atau terbentuk tapi ukurannya lebih kecil
dari normal, seperti mikrosefali.
b. Gangguan penyatuan/fusi jaringan tubuh, seperti labiopalatoskisis, spina bifida
c. Gangguan migrasi alat, misalnya malrotasi usus, testis tidak turun.
d. Gangguan invaginasi suatu jaringan, misalnya pada atresia ani atau vagina
e. Gangguan terbentuknya saluran-saluran, misalnya hipospadia, atresia esofagus
Menurut Tindakan Bedah yang Harus Dilakukan
Kelainan kongenital dibedakan menjadi:
a. Kelainan kongenital yang memerlukan tindakan segera, dan bantuan tindakan harus dilakukan
secepatnya karena kelainan kongenital tersebut dapat mengancam jiwa bayi.
b. Kelainan kongenital yang memerlukan tindakan yang direncanakan, pada kasus ini tindakan
dilakukan secara elektif.

Beberapa Kelainan Kongenital yang Dapat Dijumpai di Klinik


Spina Bifida
Spina Bifida termasuk dalam kelompok neural tube defect yaitu suatu celah pada tulang
belakang yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal
terbentuk secara utuh. Kelainan ini biasanya disertai kelainan di daerah lain, misalnya
hidrosefalus, atau gangguan fungsional yang merupakan akibat langsung spina bifida sendiri,
yakni gangguan neurologik yang mengakibatkan gangguan fungsi otot dan pertumbuhan tulang
pada tungkai bawah serta gangguan fungsi otot sfingter.1
Labiopalatoskisis (Celah Bibir dan Langit-langit)
Labiopalatoskisis adalah kelainan kongenital pada bibir dan langit-langit yang dapat
terjadi secara terpisah atau bersamaan yang disebabkan oleh kegagalan atau penyatuan struktur
fasial embrionik yang tidak lengkap. Kelainan ini cenderung bersifat diturunkan (hereditary),
tetapi dapat terjadi akibat faktor non-genetik. Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah
palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12
minggu. Komplikasi potensial meliputi infeksi, otitis media, dan kehilangan pendengaran.1
Hidrosefalus
Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan
serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat
pelebaran ventrikel dan dapat diakibatkan oleh gangguan reabsorpsi LCS (hidrisefalus
komunikans) atau diakibatkan oleh obstruksi aliran LCS melalui ventrikel dan masuk ke dalam
rongga subaraknoid (hidrosefalus non komunikans). Hidrosefalus dapat timbul sebagai
hidrosefalus kongenital atau hidrosefalus yang terjadi postnatal. Secara klinis, hidrosefalus
kongenital dapat terlihat sebagai pembesaran kepala segera setelah bayi lahir, atau terlihat
sebagai ukuran kepala normal tetapi tumbuh cepat sekali pada bulan pertama setelah lahir.
Peninggian tekanan intrakranial menyebabkan iritabilitas, muntah, kehilangan nafsu makan,
gangguan melirik ke atas, gangguan pergerakan bola mata, hipertonia ekstrimitas bawah, dan
hiperefleksia. Etiologi hidrosefalus kongenital dapat bersifat heterogen. Pada dasarnya meliputi
produksi cairan serebrospinal di pleksus korioidalis yang berlebih, gangguan absorpsi di vilus
araknoidalis, dan obsruksi pada sirkulasi cairan serebrospinal.1
Anensefalus
Anensefalus adalah suatu keadaan dimana sebagian besar tulang tengkorak dan otak tidak
terbentuk. Anensefalus merupakan suatu kelainan tabung saraf yang terjadi pada awal
perkembangan janin yang menyebabkan kerusakan pada jaringan pembentuk otak. Salah satu
gejala janin yang dikandung mengalami anensefalus jika ibu hamil mengalami polihidramnion
(cairan ketuban di dalam rahim terlalu banyak). Prognosis untuk kehamilan dengan anensefalus
sangat sedikit. Jika bayi lahir hidup, maka biasanya akan mati dalam beberapa jam atau hari
setelah lahir.1
Omfalokel
Omfalokel adalah kelainan yang berupa protusi isi rongga perut ke luar dinding perut
sekitar umbilicus, benjolan terbungkus dalam suatu kantong. Omfalokel terjadi akibat hambatan
kembalinya usus ke rongga perut dari posisi ekstra-abdominal di daerah umbilicus yang terjadi
dalam minggu keenam sampai kesepuluh kehidupan janin. Terkadang kelainan ini bersamaan
dengan terjadinya kelainan kongenital lain, misalnya sindrom down. Pada omfalokel yang kecil,
umumnya isi kantong terdiri atas usus saja sedangkan pada yang besar dapat pula berisi hati atau
limpa.1
Hernia Umbilikalis
Hernia umbilikalis berbeda dengan omfalokel, yaitu kulit dan jaringan subkutis menutupi
benjolan herniasi pada defek tersebut, pada otot rektus abdominis ditemukan adanya celah.
Hernia umbilikalis bukanlah kelainan kongenital yang memerlukan tindakan dini, kecuali bila
hiatus hernia cukup lebar dan lebih dari 5 cm. Hernia umbilikalis yang kecil tidak memerlukan
penatalaksanaan khusus, umumnya akan menutup sendiri dalam beberapa bulan sampai 3 tahun.1
Atresia Esofagus
Dari segi anatomi, khususnya bila dilihat bentuk sumbatan dan hubungannya dengan
organ sekitar, terdapat bermacam-macam penampilan kelainan kongenital atresia esophagus,
misalnya jenis fistula trakeo-esofagus. Dari bentuk esofagus ini yang terbanyak dijumpai (lebih
kurang 80%) adalah atresia atau penyumbatan bagian proksimal esofagus sedangkan bagian
distalnya berhubungan dengan trakea sebagai fistula trakeo-esofagus. Secara klinis, pada
kelainan ini tampak air ludah terkumpul dan terus meleleh atau berbusa, pada setiap pemberian
minum terlihat bayi menjadi sesak napas, batuk, muntah, dan biru.1
Atresia dan Stenosis Duodenum
Pada kehidupan janin, duodenum masih bersifat solid, perkembangan selanjutnya berupa
vakuolisasi secara progresif sehingga terbentuklah lumen. Gangguan pertumbuhan inilah yang
menyebabkan terjadinya atresia atau stenosis duodenum sering kali diikuti kelainan pankreas
anularis. Pada pemeriksaan fisis tampak dinding perut yang memberi kesan skafoid karena tidak
adanya gas atau cairan yang masuk ke dalam usus dan kolon.1
Atresia dan Stenosis Jejunum/ileum
Jenis kelainan kongenital ini merupakan salah satu obstruksi usus yang sering dijumpai
pada bayi baru lahir. Angka kejadian berkisar 1 per 1.500-2.000 kelahiran hidup. Patofisiologi
atresia usus halus diduga terjadi sejak kehidupan intrauterine sebagai volvulus, kelainan vaskular
mesenterika, dan intususepsi intrauterine. Sisa kejadian inilah yang kemudian menyebabkan
nekrosis usus halus yang masih steril menjadi atresia atau stenosis.1
Obstruksi pada Usus Besar
Salah satu obstruksi pada usus besar yang agak sering dijumpai adalah gangguan
fungsional pada otot usus besar yang dikenal sebagai Hirschsprung Disease dimana tidak
dijumpai pleksus auerbach dan pleksus meisneri pada kolon. Umumnya kelainan ini baru
diketahui setelah bayi berumur beberapa hari atau bulan.1
Atresia Ani
Patofisiologi kelainan kongenital ini disebabkan karena adanya kegagalan kompleks
pertumbuhan septum urorektal, struktur mesoderm lateralis, dan struktur ectoderm dalam
pembentukan rektum dan traktus urinarius bagian bawah. Secara klinis letak sumbatan dapat
tinggi, yaitu di atas muskulus levator ani, atau letak rendah di bawah otot tersebut. Pada bayi
perempuan umumnya (90%) ditemukan adanya fistula yang menghubungkan usus dengan
perineum atau vagina, sedangkan pada bayi laki-laki umumnya fistula tersebut menghubungkan
bagian ujung kolon yang buntu dengan traktus urinarius. Bila anus imperforata tidak disertai
adanya fistula, maka tidak ada jalan ke luar untuk udara dan mekonium, sehingga perlu segera
dilakukan tindakan bedah.1

Penyakit Jantung Bawaan (PJB)


Penyakit jantung bawaan ada beraneka ragam. Pada bayi yang lahir dengan kelainan ini,
80% meninggal dunia dalam tahun pertama, diantaranya 1/3 meninggal pada minggu pertama
dan separuhnya dalam 1-2 bulan. Sebab PJB dapat bersifat eksogen atau endogen. Faktor
eksogen terjadi akibat adanya infeksi, pengaruh obat, pengaruh radiasi, dan sebagainya. Pada
periode organogenesis, faktor eksogen sangat besar pengaruhnya terhadap diferensiasi jantung
karena diferensiasi lengkap susunan jantung terjadi sekitar kehamilan bulan kedua. Sebagai
faktor endogen dapat dikemukakan pengaruh faktor genetik, namun peranannya terhadap
kejadian penyakit PJB kecil. Dalam satu keturunan tidak selalu ditemukan adanya PJB.1

Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis postnatal kita perlu beberapa pendekatan, antara lain:1
Penelaahan Prenatal
Riwayat ibu: usia kehamilan, penyakit ibu seperti epilepsi, diabetes melitus, varisela,
kontak dengan obat-obatan tertentu seperti alkohol, obat anti-epilepsi, kokain, dietilstilbisterol,
obat antikoagulan warfarin, serta radiasi.
Riwayat Persalinan
Posisi anak dalam rahim, cara lahir, lahir mati, abortus, status kesehatan neonatus.
Riwayat Keluarga
Adanya kelainan kongenital yang sama, kelainan kongenital yang lainnya, kematian bayi yang
tidak bisa diterangkan penyebabnya, serta retardasi mental.
Pemeriksaan Fisik
Mulai dari pengukuran sampai mencari anomali baik defek mayor maupun minor. Biasanya bila
ditemukan dua kelainan minor, sepuluh persen diserai kelainan mayor. Sedangkan bila
ditemukan tiga kelainan minor, delapan puluh lima persen disertai dengan kelainan mayor.
Pemeriksaan Penunjang
Sitogenetik (kelainan kromosom), analisis DNA, ultrasonografi, organ dalam, ekokardiografi,
radiografi, serta serologi TORCH. Pemeriksaan yang teliti terhadap pemeriksaan fisis dan
riwayat ibu serta keluarga kemudian ditunjang dengan melakukan pemotretan terhadap bayi
dengan kelainan konenital adalah merupakan hal yang sangat penting dibanding dengan
pemeriksaan penunjang laboratorium.

Epidemiologi
Penelitian Prabawa di RSUP dr. Kariadi Semarang menunjukkan bahwa sebanyak 101
kasus (65%) berjenis kelamin laki-laki dan 54 kasus (35%) berjenis kelamin perempuan. Jika
dibandingkan dengan jumlah persalinan, tampak kejadian terbanyak pada ibu dalam kelompok
umur >35 tahun yaitu sebanyak 64 kasus dari 2.871 persalinan (2,23%).6
Di RSIA Sri Ratu Medan (2009), dari 20 bayi dengan kelainan kongenital, persentase
laki-laki (60%) lebih besar daripada perempuan (40%). Lebih dari 90% dari semua bayi dengan
kelainan kongenital serius dilahirkan di negara-negara berkembang. Dari survei perinatal, hampir
semua negara maju memiliki angka kematian perinatal sebesar lebih dari 1% dan sekitar 25%
dari jumlah ini meninggal sebagai akibat langsung dari suatu malformasi berat.7

Faktor-faktor yang Memengaruhi Kejadian Kelainan Kongenital


Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui. Pertumbuhan
embrional dan fetal dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor genetik, faktor lingkungan
atau kedua faktor secara bersamaan. Beberapa faktor yang diduga dapat memengaruhi terjadinya
kelainan kongenital antara lain:
Kelainan Genetik dan Kromosom.
Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kelainan
kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti hukum Mendel
biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur dominan (dominant
traits) atau kadang-kadang sebagai unsur resesif. Penyelidikan daIam hal ini sering sukar, tetapi
adanya kelainan kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat membantu langkah-langkah
selanjutnya.1
Dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi kedokteran, maka telah dapat diperiksa
kemungkinan adanya kelainan kromosom selama kehidupan fetal serta telah dapat
dipertimbangkan tindakan-tindakan selanjutnya. Beberapa contoh kelainan kromosom autosomal
trisomi 21 sebagai sindrom Down (mongolisme), kelainan pada kromosom kelamin sebagai
sindroma Turner.
Mekanik
Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan kelainan
bentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ tersebut. Faktor predisposisi dalam
pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya deformitas suatu organ. Sebagai
contoh deformitas organ tubuh ialah kelainan talipes pada kaki seperti talipes varus, talipes
valgus, talipes equinus dan talipes equinovarus (club foot).1
Infeksi
Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi pada
periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Adanya infeksi tertentu dalam
periode organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan dalam pertumbuhan suatu organ tubuh.
Infeksi pada trimester pertama di samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula
meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus. Sebagai contoh infeksi virus ialah :1
1. Infeksi oleh virus Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi Rubella pada
trimester pertama dapat menderita kelainan kongenital pada mata sebagai katarak, kelainan pada
sistem pendengaran sebagai tuli dan ditemukannya kelainan jantung bawaan.
2. Infeksi virus sitomegalovirus (bulan ketiga atau keempat), kelainan-kelainan kongenital yang
mungkin dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan pada sistem saraf pusat seperti
hidrosefalus, retardasi mental, mikrosefalus, atau mikroftalmia pada 5-10%.
3. Infeksi virus toksoplasmosis, kelainan-kelainan kongenital yang mungkin dijumpai ialah
hidrosefalus, retardasi mental, korioretinitis, mikrosefalus, atau mikroftalmia. Ibu yang
menderita infeksi toksoplasmosis berisiko 12% pada usia kehamilan 6-17 minggu dan 60% pada
usia kehamilan 17-18 minggu.
4. Infeksi virus herpes genitalis pada ibu hamil, jika ditularkan kepada bayinya sebelum atau
selama proses persalinan berlangsung, bisa menyebabkan kerusakan otak, cerebral palsy,
gangguan penglihatan atau pendengaran serta kematian bayi.
5. Sindroma varicella kongenital disebabkan oleh cacar air dan bisa menyebabkan terbentuknya
jaringan parut pada otot dan tulang, kelainan bentuk dan kelumpuhan pada anggota gerak, kepala
yang berukuran lebih kecil dari normal, kebutaan, kejang dan keterbelakangan mental.
Obat
Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama
kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada bayinya.
Salah satu jenis obat yang telah diketahui dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah
thalidomide yang dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau mikromelia. Beberapa jenis
jamu-jamuan yang diminum wanita hamil muda dengan tujuan yang kurang baik diduga erat
pula hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital, walaupun hal ini secara laboratorik
belum banyak diketahui secara pasti.1
Faktor Ibu
1. Umur
Usia ibu yang makin tua (> 35 tahun) dalam waktu hamil dapat meningkatkan risiko
terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Contohnya yaitu bayi sindrom down lebih sering
ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause. Beberapa
faktor ibu yang dapat menyebabkan deformasi adalah primigravida, panggul sempit,
abnormalitas uterus seperti uterus bikornus, dan kehamilan kembar.8
2. Ras/Etnis
Angka kejadian dan jenis kelainan kongenital dapat berbeda-beda untuk berbagai ras dan
etnis, misalnya celah bibir dengan atau tanpa celah langit-langit bervariasi tergantung dari etnis,
dimana insiden pada orang asia lebih besar daripada pada orang kulit putih dan kulit hitam.
Perkawinan hubungan darah atau incest dapat membawa akibat pada kesehatan fisik yang sangat
berat dan memperbesar kemungkinan anak cacat.8
3. Agama
Agama berkaitan secara tidak langsung dengan kejadian kelainan kongenital. Beberapa
agama menerapkan pola hidup vegetarian seperti agama Hindu, Buddha, dan Kristen Advent.
Pada saat hamil, ibu harus memenuhi kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan janinnya. Ibu yang
vegetarian selama kehamilan memiliki risiko lima kali yang lebih besar melahirkan anak laki-
laki dengan hipospadia atau kelainan pada penis. Penelitian yang dilakukan di Irlandia
menemukan bahwa wanita dengan tingkat vitamin B12 (dapat ditemukan dalam daging, telur,
dan susu) yang rendah ketika hamil berisiko lebih besar untuk memiliki anak dengan cacat
tabung saraf. Wanita yang mungkin menjadi hamil atau yang sedang hamil disarankan untuk
mengonsumsi suplemen asam folat.8
4. Pendidikan
Tingkat pendidikan ibu berkaitan secara tidak langsung dengan kelainan kongenital.
Terbatasnya pengetahuan ibu tentang bahaya kehamilan risiko tinggi dan kurangnya kesadaran
ibu untuk mendapatkan pelayanan antenatal menyebabkan angka kematian perinatal meningkat.
Pendidikan ibu yang rendah menyulitkan berlangsungnya suatu penyuluhan kesehatan terhadap
ibu karena mereka kurang menyadari pentingnya informasi-informasi tentang kesehatan ibu
hamil.8
5. Pekerjaan
Masyarakat dengan derajat sosio ekonomi akan menunjukkan tingkat kesejahteraannya
dan kesempatannya dalam menggunakan dan menerima pelayanan kesehatan. Pekerjaan ibu
maupun suaminya akan mencerminkan keadaan sosio ekonomi keluarga. Berdasarkan jenis
pekerjaan tersebut dapat dilihat kemampuan mereka terutama dalam menemukan makanan
bergizi. Khususnya pada ibu hamil,pemenuhan pangan yang bergizi berpengaruh terhadap
perkembangan kehamilannya. Kekurangan gizi saat hamil berdampak kurang baik pada ibu
maupun bayi yang dikandung, pada ibu dapat terjadi anemia, keguguran, perdarahan saat dan
sesudah hamil, infeksi, persalinan macet, sedang pada bayi dapat menyebabkan terjadi berat
badan lahir rendah bahkan kelainan bawaan lahir.8
Faktor Mediko Obstetrik
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada faktor mediko obstetrik adalah umur kehamilan,
riwayat komplikasi, dan riwayat kehamilan terdahulu, dimana hal ini akan memberi gambaran
atau prognosa pada kehamilan pada kehamilan berikutnya.
1. Umur Kehamilan
Lama kehamilan yaitu 280 hari atau 40 minggu, dihitung dari hari pertama haid yang
terakhir. Lama kehamilan dapat dibedakan atas: Penelitian Prabawa (1998) menunjukkan bahwa
sekitar 26,5% bayi kelainan kongenital lahir pada umur kehamilan < 36 minggu (kurang bulan).8
2. Riwayat Kehamilan Terdahulu
Riwayat kehamilan yang berhubungan dengan risiko adalah persalinan prematur,
perdarahan, abortus, lahir mati, preeklampsia, eklampsia, dan lain-lain.Dengan memperoleh
informasi yang lengkap tentang riwayat kehamilan ibu pada masa lalu diharapkan risiko
kehamilan yang dapat memperberat keadaan ibu dan janin dapat diatasi dengan pengawasan
obstetrik yang baik.8
3. Riwayat Komplikasi
Risiko terjadinya kelainan kongenital terjadi pada bayi dengan ibu penderita diabetes
melitus adalah 6% sampai 12%, yang empat kali lebih sering daripada bayi dengan ibu yang
bukan penderita diabetes melitus. Keturunan dari ibu dengan insulin-dependent diabetes mellitus
mempunyai risiko 5-15% untuk menderita kelainan kongenital terutama PJB, defek tabung saraf
(neural tube defect) dan agenesis sacral. Penyakit ibu lain yang dapat meningkatkan risiko
terjadinya kelainan kongenital adalah epilepsi. Risiko meningkat sekitar 6% untuk timbulnya
celah bibir dan PJB dari ibu penderita epilepsi.8
Faktor Hormonal
Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan kongenital.
Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes mellitus kemungkinan
untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang
normal.8
Faktor Radiasi
Radiasi pada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat menimbulkan kelainan
kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua dikhawatirkan
akan dapat mengakibatkan mutasi pada gen yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan
kongenital pada bayi yang dilahirkannya.8
Faktor Gizi
Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan dapat
menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia, pada penyelidikan-penyelidikan menunjukkan
bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kurang gizi
lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya. Pada
binatang percobaan, adanya defisiensi protein, vitamin A ribofIavin, folic acid, thiamin dan lain-
Iain dapat menaikkan kejadian & kelainan kongenital.8
Faktor-faktor Lain
Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor janinnya sendiri
dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Masalah sosial,
hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Seringkali
penyebab kelainan kongenital tidak diketahui.

Pencegahan
Pencegahan Primer
Upaya pencegahan primer dilakukan untuk mencegah ibu hamil agar tidak mengalami
kelahiran bayi dengan kelainan kongenital, yaitu dengan:9
a. Tidak melahirkan pada usia ibu risiko tinggi, seperti usia lebih dari 35 tahun agar tidak
berisiko melahirkan bayi dengan kelainan kongenital.
b. Mengonsumsi asam folat yang cukup bila akan hamil. Kekurangan asam folat pada seorang
wanita harus dikoreksi terlebih dahulu sebelum wanita tersebut hamil, karena kelainan seperti
spina bifida terjadi sangat dini. Maka kepada wanita yang hamil agar rajin memeriksakan
kehamilannya pada trimester pertama dan dianjurkan kepada wanita yang berencana hamil untuk
mengonsumsi asam folat sebanyak 400mcg/hari. Kebutuhan asam folat pada wanita hamil adalah
1 mg/hari. Asam folat banyak terdapat dalam sayuran hijau daun, seperti bayam, brokoli, buah
alpukat, pisang, jeruk, berry, telur, ragi, serta aneka makanan lain yang diperkaya asam folat
seperti nasi, pasta, kedelai, sereal.
c. Perawatan Antenatal (Antenatal Care), Antenatal care mempunyai kedudukan yang sangat
penting dalam upaya menurunkan angka kematian ibu dan perinatal. Dianjurkan agar pada setiap
kehamilan dilakukan antenatal care secara teratur dan sesuai dengan jadwal yang lazim berlaku.
Tujuan dilakukannya antenatal care adalah untuk mengetahui data kesehatan ibu hamil dan
perkembangan bayi intrauterin sehingga dapat dicapai kesehatan yang optimal dalam
menghadapi persalinan, puerperium dan laktasi serta mempunyai pengetahuan yang cukup
mengenai pemeliharaan bayinya. Perawatan antenatal juga perlu dilakukan untuk mencegah
terjadinya persalinan prematuritas atau berat badan lahir rendah yang sangat rentan terkena
penyakit infeksi. Selain itu dengan pemeriksaan kehamilan dapat dideteksi kelainan kongenital.
Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama masa kehamilan dengan
distribusi kontak sebagai berikut:
1. Minimal 1 kali pada trimester I (K1), usia kehamilan 1-12 minggu.
2. Minimal 1 kali pada trimester II (K2), usia kehamilan 13-24 minggu.
3. Minimal 2 kali pada trimester III (K3 dan K4), usia kehamilan > 24 minggu
d. Menghindari obat-obatan, makanan yang diawetkan, dan alkohol karena dapat menyebabkan
kelainan kongenital seperti atresia ani, celah bibir dan langit-langit.9
Pencegahan Sekunder
Diagnosis
Diagnosis kelainan kongenital dapat dilakukan dengan cara:
1. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui secara dini beberapa kelainan
kehamilan/pertumbuhan janin, kehamilan ganda, molahidatidosa, dan sebagainya.48 Beberapa
contoh kelainan kongenital yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan non invasive
(ultrasonografi) pada midtrimester kehamilan adalah hidrosefalus dengan atau tanpa spina bifida,
defek tuba neural, porensefali, kelainan jantung bawaan yang besar, penyempitan sistem
gastrointestinal (misalnya atresia duodenum yang memberi gambaran gelembung ganda),
kelainan sistem genitourinaria (misalnya kista ginjal), kelainan pada paru sebagai kista paru,
polidaktili, celah bibir, mikrosefali, dan ensefalokel.10
2. Pemeriksaan cairan amnion (amnionsentesis)
Amnionsentesis dilakukan pada usia kehamilan 15-19 minggu dengan aspirasi per-
abdomen dengan tuntunan USG. Dari cairan amnion tersebut dapat dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut antara lain pemeriksaan genetik/kromosom, pemeriksaan alfa-feto-protein terhadap defek
tuba neural (anensefali, mengingomielokel), pemeriksaan terhadap beberapa gangguan metabolic
(galaktosemia, fenilketonurua), dan pemeriksaan lainnya.10
3. Pemeriksaan Alfa feto protein maternal serum (MSAFP).
Apabila serum ini meningkat maka pada janin dapat diketahui mengalami defek tuba
neural, spina bifida, hidrosefalus, dan lain-lain. Apabila serum ini menurun maka dapat
ditemukan pada sindrom down dan beberapa kelainan kromosom.10
4. Biopsi korion
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kelainan kromosom pada janin, kelainan
metabolik, kelainan genetik dapat dideteksi dengan analisis DNA, misalnya talasemia dan
hiperplasia adrenal kongenital.10
5. Fetoskopi/kordosentesis
Untuk mengenal kelainan kongenital setelah lahir, maka bayi yang baru lahir perlu
diperiksa bagian-bagian tubuh bayi tersebut, yaitu bentuk muka bayi, besar dan bentuk kepala,
bentuk daun telinga, mulut, jari-jari, kelamin, serta anus bayi.10

Pengobatan
Pada umumnya penanganan kelainan kongenital pada suatu organ tubuh umumnya
memerlukan tindakan bedah. Beberapa contoh kelainan kongenital yang memerlukan tindakan
bedah adalah hernia, celah bibir dan langit-langit, atresia ani, spina bifida, hidrosefalus, dan
lainnya. Pada kasus hidrosefalus, tindakan non bedah yang dilakukan adalah dengan pemberian
obat-obatan yang dapat mengurangi produksi cairan serebrospinal. Penanganan PJB dapat
dilakukan dengan tindakan bedah atau obat-obatan, bergantung pada jenis, berat, dan derajat
kelainan.1

Pencegahan Tersier
Upaya pencegahan tersier dilakukan untuk mengurangi komplikasi penting pada
pengobatan dan rehabilitasi, membuat penderita cocok dengan situasi yang tak dapat
disembuhkan. Pada kejadian kelainan kongenital pencegahan tersier bergantung pada jenis
kelainan. Misalnya pada penderita sindrom down, pada saat bayi baru lahir apabila diketahui
adanya kelemahan otot, bisa dilakukan latihan otot yang akan membantu mempercepat kemajuan
pertumbuhan dan perkembangan anak. Bayi ini nantinya bisa dilatih dan dididik menjadi
manusia yang mandiri untuk bisa melakukan semua keperluan pribadinya.
Banyak orang tua yang syok dan bingung pada saat mengetahui bayinya lahir dengan
kelainan. Memiliki bayi yang baru lahir dengan kelainan adalah masa-masa yang sangat sulit
bagi para orang tua. Selain stres, orang tua harus menyesuaikan dirinya dengan cara-cara khusus.
Untuk membantu orang tua mengatasi masalah tersebut, maka diperlukan suatu tim tenaga
kesehatan yang dapat mengevaluasi dan melakukan penatalaksanaan rencana perawatan bayi dan
anak sesuai dengan kelainannya.1

Kesimpulan
Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir dan yang
dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik. Kelainan ini dapat berupa penyakit
yang diturunkan (didapat atas salah satu atau kedua orangtua) atau tidak diturunkan. Beberapa
faktor yang mempengaruhi adalah, kelainan genetik dan kromosom, mekanik, infeksi, obat.
Faktor resiko seorang ibu adalah terkait dengan umur, ras, kepercayaan, pendidikan, gizi dan
faktor mediko obstetrik yang berperan adalah umur kehamilan, riwayat kehamilan terdahulu, dan
riwayat komplikasi. Dalam hal ini diperlukan upaya pencegahan seperti, menhidari faktor resiko
yang ada serta dapat melakukan pemeriksaan untuk diagnosis prenatal untuk mengetahui adanya
kelainan bawaan pada anak dan tindakan terakhir jika memiliki anak dengan kelainan bawaan
adalah mengoreksi kelainan yang bisa ataupun melakukan rehabilitasi untuk mencegah
komplikasi dan meningkatkan kualitas hidup.
Daftar Pustaka
1. Effendi. Buku Ajar Neonatologi, Edisi Pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2008
2. Saifuddin, Abdul Bari. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka. 2009.
3. Kemkes RI. Buku saku pelayanan kesehatan essensial. Jakarta: Kemkes RI. 2010
4. Graham JM, Shancez PA. Smith Recognizable Patter Of Human Deformation. Edisi 4.
Philadelpia: Elsevier. 2016.
5. Kliegman RM, Lye PS, Bordini BJ. Nelson pediatric symptom based diagnosis.
Philadelpia: Elsevier. 2016.
6. Prabawa. Kejadian Bayi Lahir dengan kelainan Kongenital [thesis]. Semarang:
Universitas Diponegoro. 1998
7. Nugraha M, Jeffry S, Abdullah A. Gambaran kelainan bawaan pada bayi baru lahir di
RSIA Sri Ratu Medan tahun 2009 [thesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara. 2009.
8. Lammens M, Hans J, John MG. Clinical Neuroembriology.Berlin: Springer. 2008
9. WHO. Birth Defect. Geneva: WHO.2010
10. Marino T, Ramus RM. Prenatal Diagnosis for Congenital Malformations and Genetic
Disorders. Tersedia di: http://emedicine.medscape.com/article/1200683-overview.
Diakses tanggal: 24 Mei 2017

You might also like