You are on page 1of 6

2.

4 Adsorpsi

Menurut Dewi dan Respati dalam Suminten et.al (2014), bahwa adsorpsi merupakan suatu gejala
permukaan dimana terjadi penarikan molekul-molekul gas atau cairan pada permukaan adsorben. Pada
proses adsorpsi, adsorben merupakan zat yang mempunyai sifat mengikat molekul pada permukaannya
yang disebabkan oleh gaya valensi atau gaya tarik menarik dari atom atau molekul pada lapisan paling
luar dari zat padat

tersebut. Menurut Boedisantoso (2002) mekanisme proses adsorpsi dapat berlangsung berdasarkan
tahapan sebagai berikut:

a. Transfer molekul-molekul adsorbat menuju lapisan film yang mengelilingi

adsorben. b. Difusi adsorbat melalui lapisan film. c. Difusi adsorbat melalui kapiler atau pori-pori dalam
adsorben.

d. Adsorpsi adsorbat pada dinding kapiler atau permukaan adsorberr


Adsorpsi terjadi pada atom karbon bebas yang terdapat pada permukaan butiran yang memilki valensi
efektif ke arah luar. Pada valensi ini, gas dan bahan terlarut dapat mm Daya ikal adalah daya Van der
Waals, daya elektrostatis, dan ikatan jcmbamn hidrogen. Pada banyak adsorptif, energi aktivasi yang
diperlukan untuk pemisahan ikatan mm sangat kecil, sehingga ikatanoikatan tersebut dilihat sebagai
ikatan dapat balik. Dengan demikian dapat terjadi desorpsi, yaitu pelepasan bahan-bahan yang mula
teradsorpsi melalui bahan. yang lebih mudah teradsorpsi. Hal ini dikenal juga sbagai efek alsorpsi
kompetitif dan menyebabkan diperlukannya pengendalian pada penerapan karbon aktifdalam
pengolahan air (Suptihatin dan Ono, 20l3).
Proses adsorpsi telah berakhir jika terjadi kesetimbangan antara bahan teradsorpsi dan bahan tersisa di
dalam air. Letak kesetimbangan ini berada untuk setiap bahan dan setiap bentuk karbon aktif (Suprihatin
dan Ono, 2013). Menurut Budiyono dan Siswo (2013), dalam proses batch konsentrasi solut akan
berkurang dari konsentrasi mula-mula (Co) menjadi konsentrasi kesetimbangan (C.-,.), hal ini terjadi bila
waktu kontak relatif cukup untuk mencapai kesetimbangan dan kesetimbangan tersebut biasa terjadi
setelah waktu 1 hingga 4 jam.

2.4.1 Jenis-Jenis Adsorpsi

Berdasarkan kekuatan dalam berinteraksi, adsorpsi dapat dibedakan menjadi dua yaitu

adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia.

a. Menurut Budiyono dan Siswo (2013), adsorpsi Hsika terutama terjadi akibat gaya Van Der Waals,
sebagai contoh adsorpsi fisika adalah adsorpsi solut oleh arang aktif. Karena adanya gaya Van Der Waals,
maka polaritas solut yang akan diserap juga sangat menentukan kemampuan penyisihan solut. Adsorpsi
Esik relatif tidak spesin dan disebabkan oleh gaya tarik antar molekul yang cenderung lemah sehingga
molekul yang teradsorpsi bebas bergerak di sekitar permukaan adsorben dan tidak hanya menetap di
satu titik. Adsorpsi fisik ini biasanya berlangsung dapat balik (reversible) (Sawyer dalam Slamet et.al,
2000).

b. Menurut Budiyono dan Siswo (2013), dalam adsorpsi kimia, terjadi reaksi kimia di permukaan padatan
antara solut dengan padatannya dan biasanya terjadi secara tidak balik (irreversible). Adsorpsi kimia
terjadi karena adanya pertukaran atau pemakaian bersama elektron antara molekul adsorbat dengan
permukaan adsorben sehingga terjadi reaksi kimia. Ikatan yang terbentuk antara adsorbat dengan
adsorben adalah ikatan kimia dan ikatan tersebut lebih kuat daripada adsorpsi fisika (Mujizah dalam
Asbahani, 2013).

Perbedaan antara adsorpsi iisik dengan adsorpsi kimia menurut Noll dalam

Boedisantoso (2002) sebagai berikut:


a. Adsorpsi fisik tidak melibatkan transfer elektron dan selalu mempertahankan individualitas dari
senyawa yang berinteraksi. Interaksi yang terjadi adalah

reversible, yang memungkinkan terjadinya desorpsi pada temperatur yang sama, walaupun proses
terjadi secara lambat akibat efek difusi. Adsorpsi kimia melibatkan ikatan kimia dan bersifat irreversible.

b. Adsorpsi fisik tidak site spesifik, molekul yang terserap bebas menutupi seluruh permukaan. Hal ini
memungkinkan dilakukannya pengukuran luas area solid adsorben. Sebaliknya, adsorpsi kimia bersifat
site spesifik, molekul hanya terserap pada tempat-tempat tertentu saja.

c. Panas pada adsorpsi iisik lebih rendah dibandingkan dengan panas dari adsorpsi kimia.

2.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adsorpsi

Beberapa faktor dapat mempengaruhi laju dan besarnya adsorpsi. Menurut Syauqiah et.al (2011) faktor-
faktor tersebut terdiri dari :

a. Luas permukaan adsorben, semakin luas permukaan adsorben, maka semakin banyak zat yang
teradsorpsi. Luas permukaan adsorben ditentukan oleh ukuran partikel dan jumlah dari adsorben

b. Jenis adsorbat, peningkatan polarisabilitas adsorbat akan meningkatkan kemampuan adsorpsi molekul
yang mempunyai polarisabilitas yang tinggi (polar) memiliki kemampuan tarik menarik terhadap molekul
lain dibandingkan molekul yang tidak dapat membentuk dipol (non polar).

c. Temperatur, pemanasan atau pengaktifan adsorben akan meningkatkan daya serap adsorben terhadap
adsorbat menyebabkan pori-pori adsorben lebih terbuka pemanasan yang terlalu tinggi menyebabkan
rusaknya adsorben sehingga kemampuan penyerapannya menurun.

D. Waktu Kontak, penentuan waktu kontak yang menghasilkan kapasitas adsorpsi maksimum terjadi
pada waktu kesetimbangan.

e. pH larutan mempengaruhi kelarutan ion logam, aktivitas gugus fungsi pada biosorben dan kompetisi
ion logam dalam proses adsorpsi.

f. Kecepatan pengadukan menentukan kecepatan waktu kontak adsorben dan adsorbat. Bila pengadukan
terlalu lambat maka proses adsorpsi berlangsung lambat, tetapi bila
pengadukan terlalu cepat kemungkinan struktur adsorben cepat rusak, sehingga proses adsorpsi kurang
optimal.

2.4.3 Analisa Kemampuan Penyerapan

Kualitas adsorben yang baik memiliki kapasitas dan efisiensi penyerapan yang tinggi. Elisiensi
penyerapan adsorben dapat dihitung dengan Persamaan sebagai berikut:

%R = (00:06) x 100% ......................................................................... (2.1)

Keterangan:

%E = Efisiensi adsorpsi (%)

Co = Konsentrasi awal larutan C = Konsentrasi akhir larutan

a (Baidho et.al, 2013)

2.4.4 Model Isoterm Adsorpsi

Deskripsi adsorpsi isotermal secara sistematis telah dikembangkan dengan berbagai model seperti
isotermal Freundlich dan Langmuir. Kedua pemodelan tersebut biasanya digunakan dalam proses batch.

a. Model Adsorpsi Langmiur Model adsorpsi Langmuir mendetinisikan bahwa kapasitas adsoprsi
maksimum terjadi akibat adanya lapisan tunggal (monolayer) adsorbat dipermukaan adsorben. Menurut
Ruthven dalam Slamet et.al (2000) ada empat asumsi dasar yang digunakan dalam model ini yaitu :

1. Molekul diadsorpsi oleh site (tempat terjadinya reaksi di permukaan adsorben ) yang tetap.

2. Setiap site dapat memegang satu molekul adsorbat. 3. Semua site mempunyai energi yang sama. 4.
Tidak ada interaksi antara molekul yang teradsorpsi dengan site sekitarnya.

Persamaan reaksi kimia dinyatakan dengan KJ sebagai konstanta kesetimbangan (Schnoor dalam Slamet
et.al, 2000).

You might also like