You are on page 1of 23

Pengkajian Sistem Endokrin

Pengkajian Umum Sistem Endokrin

Dalam melakukan pengkajian keperawatan klien yang diduga atau yang

mengalami gangguan sistem endokrin mungkin akan mengalami kesulitan,

dikarenakan gambaran klinis yang sangat bervariasi. Namun apabila dilakukan

dengan teliti, sistematis, serta memahami dengan baik fisiologi dari setiap hormon

maka kesulitan akan dapat dihindarkan. Informasi dikumpulkan dari klien maupun

dari keluarga tentang riwayat penyakit dan kesehatan yang akan menjadi dasar

pemeriksaan fisik dan perencanaan keperawatan. Perawat mengidentifikasi

respons klien terhadap perubahan yang aktual serta mendiskusikan kemungkinan

tindakan diagnostik dan rencana pengobatan. Penggabungan data fisik,

psikososial, dan diagnostik sebagai pengkajian yang komprehensif.

Pengkajian sistem endokrin bersifat menyeluruh terhadap semua sistem

tubuh, karena efek hormon bekerja secara sistemik. Pengkajian pada sistem

endokrin meliputi data biografi, riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan diagnostik. Pengkajian keperawatan merupakan bagian yang sangat

penting untuk dapat mengidentifikasi penyakit dan menentukan diagnosa

keperawatan yang selanjutnya merencanakan intervensi keperawatan.

A. Data Biografi

Data biografi yang penting dalam kaitannya dengan sistem endokrin yang

merupakan data dasar, diantaranya umur pasien, jenis kelamin, hal ini

berkaitan dengan menentukan jenis penyakit tertentu misalnya seperti pada

diabetes melitus tipe I atau II, dan data dari lainnya seperti nama, alamat,

suku bangsa, nomor register.


a. Identitas klien

Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, status, suku

bangsa, bahasa, pendidikan, pekerjaan, dan alamat.

b. Identitas penanggung jawab

Identitas penanggung jawab meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan,

alamat, dan hubungan dengan pasien.

B. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan utama

Terdiri dari keluhan utama nonspesifik dan keluhan utama spesifik.

Keluhan utama nonspesifik, yaitu terjadi lesu dan depresi,

perubahan kesadaran, penurunan energi, gangguan pola tidur, perubahan

BB, perubahan mood dan afek, peubahan kulit dan rambut,

perubahan penampilan umum, disfungsi seksual.

Keluhan utama spesifik, yaitu terjadi perubahan status mental, perubahan

tanda-tanda vital, palpitasi, tremor, letih, lemah, perubahan nafsu makan,

berat badan turun, polidifsia dan polifagia, perubahan status bowel,

abnormalitas organ seksual dan libido, perubahan penampilan,

hiperfungsi adrenokortikal, abnormailtas pertumbuhan, perubahan kulit

dan jaringan (vitiligo, miksudema), rambut (hirsutisme), mata

(eksoptalmus), masalah tulang dan sendi, kolik renal dan batu, tetani,

paresthesia dan kram otot.

b. Riwayat penyakit sekarang

Perawat memfokuskan pertanyaan pada hal-hal yang menyebabkan klien

meminta bantuan pelayanan seperti menanyakan persepsi pasien tentang

penyakitnya, mulai kapan tanda dan gejala muncul, jika ada nyeri
bagaimana karakteristik nyerinya, penyebarannya, upaya yang sudah

dilakukan untuk mengatasi penyakitnya.

Riwayat kesehatan sekarang dapat ditanyakan dengan menggunakan

metode PQRST:

1. Provokatif, Paliatif (apa yang memperberat dan apa yang

memperingan gejala), perawat bisa menanyakan hal-hal apa saja

yang bisa memperberat gejala, dan hal-hal yang bisa memperingan

gejala.

2. Quality, Quantity (karakteristik keluhan dan jumlah).

3. Region, Radiasi, misalnya perawat menanyakan dimana lokasi/letak

dari rasa nyeri yang dialami klien? Apakah nyeri yang dirasakan

menyebar ke tempat lain? Apakah mengganggu dalam aktivitas

sehari-hari?

4. Scale, contohnya menanyakan berapa skala nyeri yang dialami oleh

klien?. Skala nyeri ini juga dapat dibuat rentang tersendiri oleh

perawat yang mengkaji keluhan nyeri.

5. Time, misalnya perawat menanyakan kapan keluhan nyeri dirasakan

oleh klien. Apakah pagi hari, siang hari, ataukah malam hari.

c. Riwayat penyakit yang pernah dialami dan riwayat keperawatan klien

Perawat perlu mencatat riwayat penyakit yang pernah dialami oleh pasien

selain yang dialami sekarang, seperti adakah penyakit hipertensi, riwayat

penyakit diabetes melitus, hipertiroid, hipotiroid, penyakit jantung.

Pengobatan yang telah diberikan, serta pembedahan yang pernah dialami.


1. Tanda-tanda seks sekunder yang tidak berkembang, misalnya

amenore, bulu rambut tidak tumbuh, buah dada tidak berkembang

dan lain-lain.

2. Berat badan yang tidak sesuai dengan usia, misalnya selalu kurus

meskipun banyak makan dan lain-lain.

3. Gangguan psikologis seperti mudah marah, sensiif, sulit bergaul dan

tidak mampu berkonsentrasi, dan lain-lain.

4. Hospitalisasi, perlu dikaji alasan hospitalisasi dan kapan

kejadiannya. Bila klien dirawat beberapa kali, urutkan sesuai dengan

waktu kejadiannya.

5. Selain itu perlu juga memperoleh informasi tentang penggunaan

obat-obatan di saat sekarang dan masa lalu. Penggunaan obat-obatan

ini mencakup obat yang diperoleh dari dokter atau petugas kesehatan

maupun obat-obatan yang diperoleh secara bebas. Jenis obat-obatan

yang mengandung hormon atau yang dapat merangsang aktivitas

hormonal seperti hidrokortison, levothyroxine, kontrasepsi oral, dan

obat-obatan anti hipertensif.

d. Riwayat kesehatan keluarga dan resiko genetik

Mengkaji kemungkinan adanya anggota keluarga yang mengalami

gangguan seperti yang dialami klien atau ganguan tertentu yang

berhubungan secara langsung dengan gangguan hormonal. Tanyakan

tentang riwayat obesitas keluarga, gangguan pertumbuhan dan

perkembangan, diabetes, infertilitas, penyakit tiroid, adakah penyakit

herediter hemokromatosis, dan riwayat penyakit addison.


Dalam mengidentifikasi informasi ini, tentunya perawat harus sudah

dapat menerjemahkan informasi yang ingin diketahui dengan bahasa

yang sederhana dan dimengerti oleh klien/keluarga.

Pada pengkajian riwayat kesehatan keluarga, harus disertai dengan

genogram.

e. Riwayat diit

Perubahan status nutrisi atau gangguan pada saluran pencernaan dapat

saja mencerminkan gangguan endokrin tertentu atau pola dan kebiasaan

makan yang salah dapat menjadi faktor penyebab, oleh karena itu kondisi

berikut ini perlu di kaji:

1. Adanya nausea, muntah, dan nyeri abdomen.

2. Penurunan atau penambahan berat badan yang drastis.

3. Selera makan yang menurun atau bahkan berlebihan.

4. Pola makan dan minum sehari-hari.

5. Kebiasaan mengkonsumsi makanan yang dapat mengganggu fungsi

endokrin seperti makanan yang bersifat goitrogenik terhadap

kelenjar tiroid.

f. Status sosial ekonomi

Karena status sosial ekonomi nerupakan aspek yang sangat peka bagi

banyak orang maka hendaknya dalam mengidentifikasi kondisi ini

perawat melakukannya bersama-sama dengan klien. Menghindarkan

pertanyaan yang mengarah pada jumlah atau nilai pendapatan melainkan

lebih di fokuskan pada kualitas pengelolaan suatu nilai tertentu.


Mendiskusikan bersama-sama bagaiman klien dan keluarganya

memperoleh makanan yang sehat dan bergizi, upaya mendapatkan

pengobatan bila klien dan keluarganya sakit dan upaya mempertahankan

kesehatan klien dan keluarga tetap optimal dapat mengungkapkan

keadaan sosial ekonomi klien dan menyimpulkan bersama-sama

merupakan upaya untuk mengurangi kesalahan penafsiran.

g. Pengkajian psikososial dan gaya hidup

Dilakukan dengan mengkaji toleransi klien terhadap stres dan pola

koping, stressor di rumah atau tempat kerja, kesempatan istirahat dan

rekreasi, hubungan dengan keluarga, support system, kerja sama keluarga

dalam perawatan, kebiasan seperti merokok, latihan, diet, dan pola tidur.

Perawat juga mengkaji keterampilan koping, dukungan keluarga, teman

dan handai taulan serta bagaimana keyakinan klien tentang sehat dan

sakit. Sejumlah gangguan endokrin yang serius mempengaruhi persepsi

klien terhadap dirinya sendiri oleh karena perubahan-perubahan yang

menyangkut perubahan fisik, fungsi seksual, reproduksi, dan lain-lain

yang mempengaruhi konsep dirinya. Kemampuan klien dan keluarga

dalam memberi perawatan di rumah termasuk penggunaan obat-obatan

yang biasanya dapat berlangsung lama perlu dikaji.

C. Pola Fungsi Kesehatan

a. Pola pemenuhan nutrisi:

1. Mengkaji tinggi badan dan berat badan.

2. Apakah ideal antara berat badan dan tinggi badannya, berapa yang

diinginkan berat badannya.


3. Adakah perubahan pola makan, baik jumlah maupun jenisnya.

4. Adakah perubahan nafsu makan?

5. Bagimana keadaan rambut? distribusi?

6. Keadaan warna kulit, khususnya pada wajah, leher, tangan.

7. Adakah tanda-tanda malnutrisi?

b. Pola eliminasi:

1. Frekuensi BAK, BAB.

2. Apakah ada perubahan BAK, BAB, lebih dari normal? BAK sering

pada malam hari.

3. Adakah kesulitan dalam BAB dan BAK?

4. Penggunaan laksativ untuk membantu BAB.

c. Pola aktivitas dan latihan:

1. Aktivitas yang bisa dilakukan sehari-hari.

2. Adakah program khusus latihan.

3. Apakah olahraga secara rutin, bagimana polanya.

4. Adakah kesulitan atau gangguan aktivitas.

5. Apakah mudah lelah dan letih saat beraktivitas.

d. Pola istirahat dan tidur:

1. Berapa jam waktu tidur.

2. Adakah gangguan tidur?

3. Adakah tanda-tanda kurang tidur?

4. Bagaimana pola tidurnya?

5. Adakah pemberian obat-obatan untuk mengatasi gangguan tidur?

e. Pola kognitif persepsi sensori:

1. Adakah gangguan memori?


2. Adakah gangguan orientasi?

3. Adakah gangguan intelektua?l

f. Pola konsep diri:

1. Gambaran diri: sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan

tidak sadar.

2. Identitas diri: ciri-ciri atau keadaan seseorang yang berbeda dengan

orang lain.

3. Peran diri: sikap dan perilaku nilai serta tujuan yang diharapkan dari

seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat.

4. Ideal diri: persepsi individu tentang bagaimana dirinya harus

berperilaku dan bertindak berdasarkan standar, aspirasi, tujuan atau

penilaian personal tertentu.

5. Harga diri: pandangan keseluruhan dari individu tentang dirinya.

g. Pola peran-hubungan:

Mengkaji bagaimana hubungan sosial klien dengan keluarga ataupun

lingkungan sekitarnya.

h. Pola seksualitas:

1. Apakah sudah menikah, mempunyai anak?

2. Pola hubungan seksual, kepuasan dalam hubungan seksual.

3. Adakah perubahan hasrat seksual?

4. Adakah perubahan menstruasi?

5. Bagaimana kemampuan ereksi?

i. Pola mekanisme koping:

1. Apakah mempunyai stressor?

2. Bagaimana mengatasi stressor?


3. Bagimana support system yang dilakukan?

j. Pola nilai dan kepercayaan:

Menanyakan nilai dan kepercayaan yang dianut oleh klien, dan kebiasaan

klien dalam hal mendekatkan diri kepada sang pencipta.

D. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan dengan tehnik inspeksi, palpasi, auskultasi

untuk mendapatkan data objektif. Pemeriksaan fisik pada sistem endokrin

bersifat menyeluruh, namun manifestasi klinik akan sangat membantu

dalam memfokuskan pemeriksaan fisik.

Inspeksi

Disfungsi sistem endokrin akan menyebabkan perubahan fisik sebagai

dampaknya terhadap pertumbuhan dan perkembangan, keseimbangan cairan

dan elektrolit, seks dan reproduksi, metabolisme dan energi. Berbagai

perubahan fisik dapat berhubungan dengan satu atau lebih gangguan

endokrin, oleh karena itu dalam melakukan pemeriksaan fisik, perawat tetap

berpedoman pada pengkajian yang komprehensif dengan penekanan pada

gangguan hormonal tertentu dan dampaknya terhadap jaringan sasaran dan

tubuh secara keseluruhan. Jadi menggunakan pendekatan head-to-toe saja

atau menggabungkannya dengan pendekatan sistem, kedua-duanya dapat

digunakan.

Pertama-tama, amatilah penampilan umum klien apakah tampak kelemahan

berat, sedang, dan ringan, serta sekaligus amati bentuk dan proporsi tubuh.

Pada pemeriksaan wajah, fokuskan pada abnormalitas struktur bentuk dan

ekspresi wajah seperti bentuk dahi, rahang dan bibir. Pada mata amati

adanya edema periorbita dan exoptalmus serta apakah ekspresi wajah datar
atau tumpul. Amati lidah klien terhadap kelainan bentuk dan penebalan, ada

tidaknya tremor pada saat diam atau bila digerakkan. Kondisi ini biasanya

terjadi pada gangguan tiroid.

Di daerah leher, amati bentuk leher, apakan leher tampak membesar,

simetris atau tidak. Pembesaran leher dapat disebabkan pembesaran kelenjar

tiroid dan untuk meyakinkannya perlu dilakukan palpasi. Distensi atau

bendungan pada vena jugularis dapat mengindikasikan kelebihan cairan atau

kegagalan jantung. Amati warna kulit (hiperpigmentasi atau

hipopigmentasi) pada leher, apakah merata dan catat lokasinya dengan jelas

bila dijumpai kelainan pada kulit leher lanjutkan dengan memeriksa lokasi

yang lain di tubuh sekaligus. Infeksi jamur, penyembuhan yang lama,

bersisik, dan ptechiae lebih sering dijumpai pada klien dengan hiperfungsi

adrenokortikal. Hiperpigmentasi pada jari, siku dan lutut dijumpai pada

klien hipofungsi kelenjar adrenal. Vitiligo atau hipopigmentasi pada kulit

tampak pada hipofungsi kelenjar adrenal sebagai akibat destruksi melanosit

di kulit oleh proses autoimun. Hipopigmentasi biasa terjadi di wajah, leher,

dan ekstremitas. Penumpukan masa otot yang berlebihan pada leher bagian

belakang yang biasa disebut bufflow neck atau leher/punuk kerbau dan terus

sampai daerah klavikula sehingga klien tampak seperti bungkuk, terjadi

pada klien hiperfungsi adrenokortikal. Amati bentuk dan ukuran dada,

pergerakan dan simetris tidaknya.

Ketidakseimbangan hormonal khususnya hormon seks akan menyebabkan

perubahan tanda seks sekunder, oleh sebab itu amati keadaan rambut aksila

dan dada. Pertumbuhan rambut yang berlebihan pada dada dan wajah wanita

disebut hirsutisme. Pada buah dada amati bentuk dan ukuran, simetris
tidaknya, pigmentasi dan adanya pengeluaran cairan. Striae pada buah dada

atau abdomen sering dijumpai pada hiperfungsi adrenokortikal. Bentuk

abdomen cembung akibat penumpukan lemak centripetal dijumpai pada

hiperfungsi adrenokortikal. Pada pemeriksaan genitalia, amati kondisi

skrotum dan penis juga klitoris dan labia terhadap kelainan bentuk.

Palpasi

Kelenjar tiroid dan testes, dua kelenjar yang dapat diperiksa melalui rabaan.

Pada kondisi normal, kelenjar tiroid tidak teraba namun isthmus dapat

diraba dengan mengadakan kepala klien. Lakukan palpasi kelenjar tiroid

perlobus dan kaji ukuran, nodul tunggal atau multipel, apakah ada rasa nyeri

pada saat dipalpasi. Pada saat dilakukan pemriksaan, klien duduk atau

berdiri sama saja namun untuk menghindari kelelahan klien sebaiknya

posisi duduk. Untuk hasil yang lebih baik, dalam melakukan palapasi

pemeriksaan berada dibelakang klien dengan posisi kedua ibu jari perawat

dibagian belakang leher dan keempat jari-jari lain ada diatas kelenjar tiroid.

Palpasi testes dilakukan denganm posisi tidur dan tangan perawat harus

dalam keadaan hangat. Perawat memegang lembut dengan ibu jari dan dua

jari lain, bandingkan yang satu dengan yang lainnya terhadap ukuran atau

besarnya simetris tidaknya, konsistensi dan ada tidaknya nodul. Normalnya

testes teraba lembut, peka terhadap sinar dan kenyal seperti karet.

Auskultasi

Mendengar bunyi tertentu dengan bantuan stetoskop dapat menggambarkan

berbagai perubahan dalam tubuh. Auskultasi pada daerah leher, diatas

kelenjar tiroid dapat mengidentifikasi bruit. Bruit adalah bunyi yang

dihasilkan oleh karena turbulensi pada pembuluh darah tiroidea. Dalam


keadaan normal, bunyi ini tidak terdengar. Dapat diidentifikasi bila terjadi

peningkatan sirkulasi darah ke kelenjar tiroid sebagai dampak peningkatan

aktivitas kelenjar tiroid.

Auskultasi dapat pula dilakukan untuk menidentifikasi perubahan pada

pembuluh darah dan jantung seperti tekanan darah, ritme dan rate jantung

yang dapat menggambarkan gangguan keseimbangan cairan, perangsangan

katekolamin dan perubahan metabolisme tubuh.

Selain dengan tehnik di atas, pemeriksaan fisik juga dilakukan dengan

memeriksa keadaan fisik klien dengan cara head-to-toe:

a. Tanda vital seperti pernapasan, suhu, tekanan darah dan nadi. Adanya

perubahan tanda vital sering terjadi misalnya pada pasien dengan

hipertiroid, hipotiroid yang berakibat pada perubahan kardiovaskuler

sehingga dapat terjadi bradikardi, takhikardi. Peningkatan suhu tubuh

dan penurunan suhu tubuh dapat terjadi pada peningkatan atau

penurunan metabolisme tubuh pada pasien dengan gangguan tiroid.

Tekanan darah dapat menurun atau meningkat.

b. Kulit, perubahan warna kulit seperti kemerahan, ekimosis, sianosis,

striae. Observasi rambut, distribusinya dan teksturnya. Inpeksi warna,

pigmentasi, striae, ekimosis. Adakah kemerahan, sianosis, kekuningan,

hematoma. Palpasi tekstur dan keadaan keringat.

Hiperpigmentasi pada persendian, genetalia ditemukan pada

penyakit addison. Hal ini dikarenakan kekurangan adrenokartikal

kronik menyebabkan kelebihan pigmen pada kulit.

Pigmentasi abu-abu kecoklatan di leher dan ketiak ditemukan pada

pasien dengan cushing syndrome.


Pigmentasi kuning pada palmar dapat mengindikasikan penyakit

hiperlipidemia.

Penurunan pigmentasi kulit dapat terjadi pada panhipopituitari.

Keadaan kulit yang kering, keras dan bersisik menjadi indikasi

pada hipotiroid.

Kulit hangat, lembab, tipis dapat ditemukan pada hipertiroid.

Striae keunguan dan ekimosis dapat ditemukan pada cushing

syndrome.

Edema, dapat terjadi pada hipotiroid (myxedema).

Penyembuhan luka yang lama, indikasi penyakit diabetes melitus.

Pertumbuhan yang terlambat atau cepat, terjadi pada kekurangan

atau kelebihan growth hormone.

Perubahan distribusi rambut, jumlah, tekstur, dapat terjadi pada

pasien dengan gangguan tiroid.

c. Kepala, kesimetrisan, proporsi dengan anggota tubuh yang lain, bentuk

dan ukuran, ekspresi wajah pada kecemasan. Pada gangguan hormon

pituitari dapat ditemukan pembesaran ukuran kepala, pembesaran

rahang dan pertumbuhan gigi tidak rata. Perubahan bentuk yang terjadi

adalah penurunan ukuran bibir dan hidung, penonjolan supraorbital.

d. Mata, kaji ketajaman penglihatan, kesimetrisan, posisi, edema pada

mata, pergerakan bola mata.

Kebutaan, misalnya pada penyakit DM.

Mata yang melotot keluar (exopthalmos), karakteristik dari

hipertiroid.
e. Leher, adakah pembesaran, simetris atau tidak, adakah gangguan

menelan dan bicara. Lakukan pemeriksaan kelenjar tiroid.

f. Thoraks, pada laki-laki adakah pembesaran mamae, pada perempuan

payudara kecil. Auskultasi bunyi paru dan jantung.

Atropi payudara pada wanita terjadi pada hipopituitari

Ginekomastia dapat ditemukan

Perubahan tanda vital, misalnya hipertensi dapat terjadi pada tumor

adrenal, menurunkannya sekresi ADH.

Meningkatnya nadi dan denyut jantung, misalnya pada pasien

dengan hipertiroid.

g. Abdomen, dapat ditemukan:

Pembesaran hati, limpa.

Peristaltik usus menurun pada hipotiroid.

Perubahan pola eliminasi bowel seperti diare, misalnya pada pasien

hipertiroid, konstipasi sering terjadi pada hipotiroid.

Rasa haus dan makan yang berlebihan, karakteristik penyakit DM.

h. Genitalia, adanya atropi pada laki-laki merupakan indikasi hipopituitari.

Frekuensi urin yang berlebihan (poliuria), indikasi pada pasien

DM.

Adanya batu ginjal, indikasi pada hiperparatiroid.

Perubahan siklus menstruasi, penurunan libido, impoten merupakan

indikasi gangguan pada hormon gonadotropin.

i. Ekstremitas, kaji bentuk, ukuran, kesimetrisan, kekuatan otot, ROM.

Dapat ditemukan adanya kelemahan tonus otot, nyeri sendi saat


digerakkan, pembesaran tangan dan kaki, trunkei obesitas (badan besar

ekstremitas kecil).

E. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik merupakan hal penting dalam perawatan klien di

rumah sakit. Tidak dapat dipisahkan dari rangkaian pengobatan dan

perawatan. Validitas dari hasil pemeriksaan diagnostik sangat ditentukan oleh

bahan pemeriksaan, persiapan klien, alat dan bahan yang digunakan serta

pemeriksaannya sendiri. Dua hal pertama menjadi tugas dan tanggung jawab

perawat. Oleh karena itu pemahaman perawat terhadap berbagai pemeriksaan

diagnostik yang dilakukan pada klien sangatlah menentukan keberhasilannya.

Begitu halnya pada klien yang diduga atau yang menderita gangguan sistem

endokrin, pemahaman perawat yang lebih baik tentang berbagai prosedur

diagnostik yang lazim sangatlah diharapkan.

a. Pemeriksaan diagnostik pada kelenjar hipofise

1. Foto tengkorak (cranium)

Dilakukan untuk melihat kondisi sella tursika. Dapat terjadi tumor

atau juga atropi. Tidak dibutuhkan persiapan fisik secara khusus,

namun pendidikan kesehatan tentang tujuan dan prosedur sangatlah

penting.

2. Foto tulang (osteo)

Dilakukan untuk melihat kondisi tulang. Poada klien dengan

giganisme akan dijumpai ukuran tulang yang bertambah besar dari

ukuran maupun panjangnya. Pada akromegali akan dijumpai tulang-

tulang perifer yang bertambah ukurannya ke samping. Persiapan

fisik secara khusus tidak ada, pendidikan kesehatan diperlukan.


3. CT scan otak

Dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya tumor pada hipofise

atau hipotalamus melalui komputerisasi. Tidak ada persiapan fisik

secara khusus, namun diperlukan penjelasan agar klien dapat diam

tidak bergerak selama prosedur.

4. Pemeriksaan darah dan urine

Kadar Growth Hormon

Nilai normal 10 g ml baik pada anak dan orang dewasa. Pada

bayi di bulan-bulan pertama kelahiran nilai ini meningkat

kadarnya. Spesimen adalah darah vena lebih kurang 5cc.

Kadar Tiroid Stimulating Hormon (TSH)

Nilai normal 6-10 g/ml. dilakukan untuk menentukan apakah

gangguan tiroid bersifat primer atau sekunder. Dilakukan darah

lebih kurang 5 cc.

Kadar Adenokartiko Tropik (ACTH)

Pengukuran dilakukan dengan test supresi deksametason.

Spesimen yang diperlukan adalah darah vena lebih kurang 5 cc

dan urine 24 jam. Hasil normal bila:

ACTH menurun kadarnya dalam darah. Kortisol darah

kurang dari 5 ml/dl.

17-Hydroxi-Cortiko-Steroid (17-OHCS) dalam urine 24 jam

kurang dari 2,5 mg.

b. Pemeriksaan diagnostik pada kelenjar tiroid

1. Up take Radioaktif (RAI)


Tujuan pemeriksaan adalah untuk mengukur kemampuan kelenjar

tiroid dalam menangkap iodida.

Normal: 10-35%

Kurang dari: 10% disebut menurun, dapat terjadi pada

hipotiroidisme

Lebih dari: 35% disebut meninggi, dapat terjadi pada

tirotoxikosis atau pada defisiensi iodium yang sudah lama dan

pada pengobatan lama hipertiroidisme.

2. T3 dan T4 serum

Persiapan fisik secara khuus tidak ada. Spesimen yang dibutuhkan

adalah darah vena sebanyak 5-10 cc.

Nilai normal pada orang dewasa:

Jodium bebas: 0,1-0,6 mg/dl

T4 6-12 mg/dl

Nilai normal pada bayi/anak

T3 : 180-240 mg/dl

3. Up take T3 Resin

Bertujuan mengukuran jumlah hormone tiroid (T3) atau tiroid

binding globulin (TBG) tak jenuh. Bila TBG naik berarti hormone

tiroid bebas meningkat. Peningkatan TBG terjadi pada

hipertiroidisme dan menurun pada hipotiroidisme. Dibutukan

specimen darah vena sebanyak 5 cc. Klien puasa selama 6-8 jam.

Nilai normal pada :

Dewasa : 25-35% uptake oleh resin

Anak : pada umumnya tidak ada


4. Protein Bound Iodine (PBI)

Bertujuan mengukur jodium yang terikat dengan protein plasma.

Nilai normal 4-8 mg% dalam 100 ml darah. Specimen yang

dibutuhkan darah vena sebanyak 5-10 cc. Klien dipuasakan sebelum

pemeriksaan 6-8 jam.

5. Laju Metabolisme Basal (BMR)

Bertujuan untuk mengukur secara tidak langsung jumlah oksigen

yang dibutuhkan tubuh dibawah kondisi basal selama beberapa

waktu.

6. Scanning Tyroid

Dapat digunakan beberapa teknik antara lain :

Radio lodine scanning. Digunakan untuk menentukan apakah nodul

tiroid tunggal atau majemuk dan apakah panas atau dingin (berfungsi

atau tidak berfungsi). Nodul panas menyebabkan hipersekresi jarang

bersifat ganas. Sedangkan nodul dingin nodul dingin (20%) adalah

ganas.

Up take lodine. Digunakan untuk menentukan pengambilan jodium

dari plasma. Nilai normal 10 s/d 30% dalam 24 jam.

c. Pemeriksaan diagnostik pada kelenjar paratiroid

1. Percobaan Sulkowitch

Dilakukan untuk memeriksa perubahan jumlah kalsium dalam urine,

sehingga dapat diketahui aktivitas kelenjar paratiroid. Percobaan

dilakukan dengan menggunakan reangens sulkowitch bila pada

percobaan tidak terdapat endapan maka kadar kalsium plasma

diperkirakan antara 5 mg/dl. Endapan sedikit (fine white cloud)


menunjukkan kadar kalsium darah normal (6 ml/dl). Bila endapan

banyak, kadar kalsium tinggi.

Pembacaan hasil secara kwantitatif:

Negative (-): tidak terjadi kekeruhan

Positif (+): terjadi kekeruhan haslus

Positif (+ +): kekeruhan sedang

Positif (+ + +): kekeruhan banyak timbul dalam waktu kurang

dari 20 detik

Positif (+ + + +): kekurangan hebat terjadi seketika

2. Percobaan Elworth-Howard

Percobaan didasarkan pada diuresis posfor yang dipengaruhi oleh

parathormon.

3. Percobaan Kalsium intravena

Percobaan ini didasarkan pada anggapan bahwa bertambahnya kadar

serum kalsium akan menekan pembentukan parathormon. Normal

bila pospor serum dan pospor diuresis berkurang. Pada

hiperparatiroid, pospor serum dan pospor diuresis tidak banyak

berubah. Pada hipoparatiroid, pospor serum hampir tidak mengalami

perubahan tetapi pospor diuresis meningkat.

4. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya

klasifikasi tulang, penipisan, dan osteoporosis. Pada hipotiroid, dapat

dijumpai klasifikasi bilateral pada dasar tengkorak. Densitas tulang

bisa normal atau meningkat. Pada hipertiroid, tulang menipis,

terbentuk kista dalam tulang serta tuberculae pada tulang.


5. Pemeriksaan Electrocardiogram (ECG)

Pemeriksaan ini bertujuan untuk menidentifikasi kelainan gambaran

EKG akibat perubahan kadar kalsium serum terhadap otot jantung.

Pada hiperparatiroid, akan dijumpai gelombang Q-T yang

memanjang sedangkan pada hiperparatiroid interval Q-T mungkin

normal.

6. Pemeriksaan Elektromiogram (EMG)

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi perubahan

kontraksi otot akibat perubahan kadar kalsium.

d. Pemeriksaan fungsi korteks adrenal

1. Pemeriksaan hematologi

Kadar kortisol, pengukuran dilakukan pada saat tertentu

misalnya pada pagi atau sore hari, untuk menilai fungsi kortek

adrenal. Kadar kortisol meningkat pada pagi hari antara jam

6.00 8.00 dan menurun pada malam hari. Nilai normal pada

jam 8.00 : 5-23 g/dl pada jam 16.00 : 3-13 g/dl.

Aldosteron, untuk mendiagnosa hiperadosteronisme, banyak

faktor yang memeperngaruhi kadar aldesteron yaitu intake

potassium, pembatasan sodium dan posisi berdiri atau

berbaring/terlentang serta kehamilan, nilai normal posisi

terlentang _ 3-10 ng/dl dan posisi berdiri, duduk lebih dari 2 jam

: 50 ng/dl.
Serum ACTH, untuk mengetahui fungsi pituitari anterior. Nilai

normal pada pagi hari kurang dari 80 pg/ml dan sore hari kurang

dari 50 pg/ml.

Serum renin assay, untuk membantu mendiagnosa adanya

hiperaldosteronisme primer atau sekunder. Pemeriksaan ini

untuk mengukur renin yang diproduksi di apparatus

juxtaglomerulus sebagai respon menurunnya aliran darah ke

ginjal. Nilai normal dengan pembatasan sodium usia 20-30

tahun ; 2,9 24 ng/dl/jam, usia lebih dari 40 tahun : 2,9-10,8

ng/ml/jam. Pada diet normal sodium nilsi normal pada usia 20-

30 tahun : 0,1-4,3 ng/ml/jam dan usia lebih dari 40 tahun : 0,1-3

ng/ml/jam.

2. Pemeriksaan urin

Pemeriksaan aldosteron urin, nilai normal 2-26 pg/24 jam

Pemeriksaan kortisol urin, mengukur kadar kortisol dan fungsi

korteks adrenal. Kadar kortisol dan fungsi stress, aktivitas dan

obat-obatan. Nilai normal : <100 g/ 24 jam.

17 hidroksi kortikosteroid (17-OHCS), mengukur metabolisme

kortisol (17-OHCS) pada 24 jam. Nilai normal pada laki-laki :

3-10 mg/24 jam, wanita : 2-8 mg/dl

17 - Ketosteroid, untuk mengukur fungsi kortek adrenal,

khususnya berhubungan dengan fungsi androgen.

e. Pemeriksaan fungsi medulla adrenal


Pemeriksaan darah: peningkatan serum katekolamin, pengukuran hormon

metanepharine. Pemeriksaan uin asam vanillylmandelic, unuk mengukur

hasil metabolisme katekolamin yang dilakukan melalui urin. Test supresi

klonidin (Catapres), yaitu dengan memberikan obat dosis tunggal

klonidin per oral. Normal apabila setelah 2 samapi 3 jam terjadi

penurunan kadar total katekolamin plasma sedikitnya 40%.

f. Pemeriksaan fungsi hormon pankreas

1. Pemeriksaan hematologi

Pemriksaan gula adarah puasa atau fasting Blood Sugar (FBS),

untuk menentukan jumlah glukosa darah pada saat puasa. Pasien

tidak makan selama 12 jam sebelum test biasanya jam 08.00

pagi samapi 20.00, minum boleh. Nilai normal : 80-120

mg/100ml serum

Pemeriksaan gula darah postprandial, untuk menentukan kadar

gula darah sesuah makan. Pasien diberi makan kira-kira 100 gr

karbohidrat, dua jam kemudian diambil darah venanya. Nilai

normal : kurang dari 120 mg/100 ml serum.

Pemeriksaan toleransi glukosa oral/Oral glukosa tolerance

test(TTGO), pemriksaan ini bertujuan menentukan toleransi

tehadapa respons pemberian glukosa. Pasien tidak makan 12 jam

sebelum test dan selama test, boleh minum air putih, tidak

merokok, ngopi atau minum teh selama pemriksaan (untuk

mengukur respon tubuhh tehadap karbohidrat), sedikit aktivitas,

kurangi stress 9keadaan banyak aktivitas dan stres menstruasi

epinefrin dan kortisol dan berpengaruh tehadap peningkatan


gula darah melalui peningkatan glukoneogenesis. Normal

puncaknya jam pertama setelah pemberian 140 mg/dl dan

kembali normal 2 atau 3 jam kemudian.

Essei hemoglobin glikolisat, test ini mengukur prosentasi

glukosa yang melekat pada hemoglobin. Pada pasien DM tejadi

peningkatan (N:5-6 %)

Pemeriksaan kolesterol dan kadar serum trigliserida, dapat

meningkat karena ketidakadekuatan kontrol glikemik.

2. Pemeriksaan glukosa urin

Pemeriksaan ini kurang akurat karena hasil pemeriksaan ini

banyak dipengaruhi oleh berbagai hal misalnya karena obat-

obatan seperti aspirin, vitamin C dan beberapa antibiotik,

adanya kelainan ginjal dan pada lansia dimana ambang ginjal

meningkat. Adanya glukosuria menunjukkan bahwa ambang

ginjal tehadap glukosa teganggu.

Pemeriksaan ketone urin

Badan keton merupakan produk sampingan proses pemecahan

lemak, dan ini akan menumpuk pada darah dan urine. Jumlah

keton yang besar pada urin akan merubah pereaksi pada strip

menjadi keunguan. Adanya ketonuria menunjukan adanya

ketoasidosis

You might also like