Professional Documents
Culture Documents
POLITIK BALI
Di Susun Oleh :
Kelompok :
1. Firmansyah
2. M.tambat
Dosen Pembimbing : Timbuan,S .IP.,M.Si
Masyarakat Bali sebagian besar menganut agama Hindu- Bali. Mereka percaya adanya satu
Tuhan dengan konsep Trimurti yang terdiri atas tiga wujud, yaitu:
1. Brahmana : menciptakan;
Selain itu hal-hal yang mereka anggap penting adalah sebagai berikut.
Tempat ibadah agama Hindu disebut pura. Pura memiliki sifat berbeda, sebagai berikut:
1) Tanggalan HinduBali
Tanggalan HinduBali terdiri atas 12 bulan yang lamanya 355 hari. Sistem perhitungan
dengan sistem Hindu disebut Syuklapaksa. Tahun baru Saka (Nyepi) jatuh pada tanggal satu
bulan kesepuluh.
2) Tanggalan JawaBali
Tanggalan JawaBali terdiri atas 30 wuku. Tiap wuku terdiri atas tujuh hari. Perayaan yang
didasarkan atas perhitungan penanggalan Jawa-Bali misalnya hari raya Galungan dan
Kuningan. Selain itu juga digunakan untuk upacara-upacara sebagai berikut.
a) Manusia yadnya, adalah upacara siklus hidup masa anak-anak sampai dewasa.
b) Dewa yadnya, adalah upacara pada kuil-kuil umum dan keluarga.
Dulu perkawinan di Bali ditentukan oleh kasta. Wanita dari kasta tinggi tidak boleh kawin
dengan laki-laki kasta rendah, tetapi sekarang hal itu tidak berlaku lagi. Perkawinan yang
dianggap pantang adalah perkawinan saudara perempuan suami dengan saudara laki-laki istri
(mak dengan ngad). Hal itu akan menimbulkan bencana (panes).
Sebagian besar masyarakat Bali memiliki mata pencaharian sebagai petani. Selain padi,
pertanian yang lain yaitu palawija, kopi, dan kelapa. Peternakan di Bali juga maju, yaitu
ternak babi dan sapi. Selain itu juga dikembangkan peternakan kambing, kerbau, dan kuda.
1. Perikanan: dikembangkan perikanan darat dan laut, perikanan laut terdapat di pinggir
pantai. Para nelayan menggunakan jangkung (perahu penangkap ikan) untuk mencari
ikan tongkol, udang, dan cumi-cumi.
2. Di Bali juga banyak terdapat industri kerajinan, kerajinan yang dibuat meliputi:
benda-benda anyaman, kain tenun, pabrik rokok, dan tekstil. Selain itu juga banyak
perusahaan yang menjual jasa, seperti biro perjalanan, hotel, rumah makan, taksi, dan
toko kesenian. Tempat usaha terbesar terdapat di Gianyar, Denpasar, dan Tabanan.
1) Seni Bangunan
Seni bangunan nampak pada bangunan candi yang banyak terdapat di Bali, seperti Gapura
Candi Bentar.
2) Seni Tari
Tari tradisional Bali antara lain tari sanghyang, tari barong, tari kecak, dan tari gambuh. Tari
modern antara lain tari tenun, tari nelayan, tari legong, dan tari janger.
Gambar 2. Rahwana dalam tarian kecak epos Ramayana menculik Sita dengan berubah
wujud menjadi seorang kakek tua.
Munculnya Peraturan Daerah Nomor: 06 Tahun 1986 tentang Desa Adat. Kemudian
ditindaklanjuti dikeluarkan Peraturan Daerah Tingkat I Bali Nomor 2 tahun 1988, tentang
Lembaga Perkreditan Desa , sebagai Badan Usaha Milik Desa yang bergerak dalam usaha
simpan pinjam dan merupakn badan usaha Milik Desa Adat satu-satunya yang ada di Bali.
LPD (Lembaga Perkreditan Desa) didirikan dengan tujuan sebagai berikut: a). mendorong
pembangunan ekonomi masyarakat desa melalui tabungan yang terarah serta penyaluran
modal yang efektif; b) membrantas ijon, gadai gelap dan lain-lain yang dapat dipersamakan
dengan itu di pedesaan; c). menciptakan pemerataan dan kesempatan berusaha bagi warga
desa dan tenaga kerja di pedesaan; d). meningkatkan daya beli dan melancarkan lalu lintas
pembayaran dan peredaran uang di desa . Hegemoni negara dalam proses perencanaan
pembangunan, pembuatan produk hukum yang dapat memihak kepentingan budaya Bali
dan/ atau merusak tatanan lingkungan budaya Bali merupakan persoalan lain apakah
pengambil kebijakan Pro-budaya Bali Hindu atau kepentingan investor, perlu digali dan
ditemukan akar persoalan lingkungan budaya tersebut.
Persoalan budaya Bali dan lingkunganpun dapat dibedah dengan teori perubahan
sosial, teori hegemoni, termasuk teori interpretatif atau hermeneutik . Hermeneutika baru
muncul sebagai sebuah gerakan dominan dalam teologi protestan Eropa, yang menyatakan
bahwa hermeneutika merupakan titik fokus dari isu-isu teologis sekarang. Hermeneutika
adalah kata yang sering didengar dalam bidang teologi, filsafat bahkan sastra. Pada awalnya
buku-buku hermeneutika tentang teologis lebih banyak terbit dibandingkan bidang filsafat
dan sastra. Martin Heidegger yang tidak henti-hentinya mendiskusikan karakter hermeneutis
dari pemikirannya, baik pada awal ataupun mutakhir. Selanjutnya E.D. Hirch, memberikan
tantangan luas terhadap ide-ide yang menjadi pegangan kritisisme. Bagi Hirch, hermeneutika
dapat dan akan menjadi sebuah pengetahuan dasar dan fondasional untuk semua penafsiran
literatur. Dalam ilmu hukum dikenal empat macam penafsiran atau interpretasi: 1) interpretasi
subyektif; 2) interpretasi obyektif; 3) interpretasi restriktif atau penafsiran secara sempit; 4)
interpretasi ekstensif penafsiran secara luas. Teori interpretatif akan dapat dikaji persoalan
pasal-pasal yang tertuang dalam Perda Nomor 06 tahun 1986 tentang Desa Adat, dan perda
Nomor 03 tahun 2001 tentang Desa Pakraman. Dalam teori interpretasi penulis akan
memfokuskan dekonstruksi Derida bagi ilmu hukum yang dianalisis adalah (khususnya pada
pasal-pasal Perda Desa Adat Noi. 6 tahun 1986, dan Perda Desa Pakraman Nomor 3 tahun
2001). Tawaran Derrida ada pada cara penafsisran, pertama, yang disebutkan dengan
penafsiran restropektif, yaitu upaya untuk merekonstruksi makna atau kebenaran awal atau
orisinil. Kedua, Penafsisan prospektif, yang secara eksplisit membuka pintu bagi
indeterminasi makna, di dalam sebuah permainan bebas. Nampak lebih kritis untuk
memahami teks, khususnya tentang pandangannya mengenai tafsir prospektif yang secara
eksplisit menerima ketidakpastian makna, yaitu memberikan peluang bagi permainan bahasa
tanpa terikat pada dogma. Pemikiran Derrida merupakan bentuk perlawanan terhadap model
penafsisan teks yang sudah mapan, yang dalam ilmu hukum cendrung untuk ditolak, karena
tafsir dalam Undang-Undang atau produk kebijakan makna teks selalu dianggap pasti dan
sudah jadi. Keseragaman tafsir dan kepastian menurut pandangan formalisme
(strukturalisme) dalam hukum ini merupakan esensi teks yang hendak dibongkar melalui
dekonstruksi. Demikian pula akan dicoba lihat apakah terjadi ketegangan antara pendatang
krama-tamiu dengan krama wed (penduduk asli) dengan pendekatan teori hukum yang kacau
(chaos theory of law) Teori hukum Kaos ini juga disitir oleh Satjipto Rahardjo dari pemikiran
Sampford sebagai berikut:
Sampord bertolak dari basis sosial dan hukum yang penuh dengan hubungan yang
bersifat asimetris. Inilah ciri-ciri khas dari sekalian hubungan sosial; hubungan-hubungan
sosial itu dipersepsikan secara berbeda poleh para pihak. Dengan demikian apa yang
dipermukaan tampak sebagai tertib, teratur, jelas, pasti, sebenarnya penuh dengan
ketidakpastian. Ketidakteraturan dan ketidakpastian disebabkan hubungan-hubungan dalam
masyarakat bertumpu pada hubungan antar kekuatan (power relations). Hubungan kekuatan
ini tidak selalu tercermin dalam hubungan formal dalam masyarakat. Maka terdapat
kesenjangan antara hubungan formal dan hubungan nyata yang disadarkan pada kekuatan.
Inilah yang menyebabkan ketidakteraturan itu.
Pro-kontra tentang nama desa Pakraman di Kabupaten Badung, karena secara yuridis
desa Pakraman telah diterima, tetapi secara sosiologis Kabupaten Badung menerima
setengah hati untuk diberlakuakan Perda desa pakraman. Muatan politus dan kepentingan
individu muncul apabila diberlakukan Perda Desa Pakraman ini. Banyak yang terdepak
sebagai Majelis pembina Lembaga Adat dan badan pelaksana Pembina Lembaga Adat yang
diangkat oleh Gubernur dann Bupati yang harus diganti dengan Majelis Desa Pakraman yang
proses pengangkatannya secara demokratis. Berdasarkan hasil temuan penulis di lapangan
secara emperis ternyata terdapat para personal majelis pembina lembaga adat di kabupaten
Badung adalah orang-orang dari pemerintah kota Denpasar, ada permainan politik dengan
memadukan realitas budaya untuk melawan realitas legal untuk dapat mempertahan
Perda No. 06 tahun 1986, dengan berbagai alasan, dan strategi yang berlawanan dengan
Perda No. 3 tahun 2001 tentang Perda Desa Pakraman. Ini merupakan catatan suram dalam
realitas Legal bagi krama Badung. Adapun pokok pikiran dari penulis adalah sebagai
berikut:
Realitas Legal versus realitas Budaya dengan mengkemas tuntutan
masyarakat Badung demi sebuah kekuasaan perlu respon masyarakat Badung.
Kabupaten Badung yang baru terpisah dengan Pemkot Denpasar, warga
Denpasar banyak meniti karier di Kabupaten Badung berusaha tetap
menggegam kekuasaan birokrasi budaya di palemahan Badung.
Perda Desa Pakraman memunculkan fanatiisme lokal teritorial akibat dari
secara tidak langsung dan langsung dengan diberlakukan UU No. 22 tahun
1999, tentang otonomi daerah.
Jawaban terhadap persoalan supaya tidak difendingnya/ditangguhkannya
pemberlakuan Perda Desa Pakraman adalah tegakkan aturan, dan apabila
terjadi kerancuan, dikaji dan direvisi sesuai kebutuhan riil masyarakat Badung.
Adapaun Perda Desa Pakraman Nomor 3 tahun 2001, pasal 14: Majelis desa
pakraman terdiri atas: a). Majelis Utama untuk Propinsi; b) Majelis Madya untuk
kabupaten/kota berkedudukan di kabupaten/kota; Majelis Desa untuk Kecamatan
berkedudukan di kota Kecamatan. Pasal 15 ayat (1) Pembentukan Majelis Desa Pakraman di
kecamatan dipilih oleh utusan prajuru desa Pakraman se-kecamatan melalui paruman alit;
ayat (2) Pembentukan Majelis Madya desa pakraman dipilih oleh utusan desa pakraman se-
kabupaten/kota melalui paruman madya; ayat (3) Pembentukan majelis utama desa pakraman
dipilih oleh utusan desa Pakraman se-Bali melalui paruman agung; Ayat (4) Pengurus Majelis
Utama desa Pakraman, majelis Madya desa Pakraman, dan majelis desa Pakraman dipilih
dari peserta paruman masing-masing; Ayat (5) peserta paruman adalah sebagai berikut: a)
paruman agung dihadiri oleh utusan majelis madya desa pakraman; b). paruman madya
dihadiri oleh utusan majelis desa pakraman; c). paruman alit dihadiri oleh 2 (dua) orang
utusan dari masing-masing desa Pakraman; ayat (6) paruman-paruman dipimpin oleh
beberapa orang pimpinan sementara yang dipilih dari peserta paruman sebelum terbentuknya
pengurus majelis.