You are on page 1of 3

kakak tingkat.

Konselor Gerald Corey (2001)


DISORIENTASI OSPEK mengatakan bahwa manusia tanpa orientasi
Dipublikasikan di Harian Tribun Timur, edisi 29 Agustus ibarat orang menerbangkan pesawat terbang
2009.
tanpa peta dan tanpa instrumen. Tanpa
(Sebuah catatan menyambut Penerimaan
mengikuti Ospek, maba diibaratkan tidak
Mahasiswa Baru)
mempunyai panduan dan gambaran awal
Oleh : Umar Ibsal*
mengenai kampusnya.
Ospek juga dijadikan sebagai momentum untuk
Pasca pengumuman kelulusan calon mahasiswa
melakukan transfer nilai-nilai kemahasiswaan
baru (maba) di perguruan tinggi, calon (maba)
pada maba sebagai generasi penerus gerakan
akan dihadapkan pada masa orientasi kampus
kemahasiswaan. Idealnya, Ospek merupakan
yang dikenal dengan OSPEK (Orientasi Studi
gerbang (gateway) yang diharapkan dapat
dan Pengenalan Kampus). Mendengar nama
mengubah paradigma maba yang sebelumnya
ospek, pembaca akan memberikan opini
berstatus siswa menjadi maha-siswa, mengikis
beragam mengenai Ospek. Push up, kengkreng,
budaya hura-hura (hedonistik), individualistik,
berguling, hingga kenangan yang lucu dan tidak
serta pemupusan mental kerupuk. Dengan
masuk akal terlintas di benak penulis dan para
demikian, akan muncul bibit-bibit unggul yang
pembaca yang pernah mengalaminya.
cerdas, militan dan berani dengan bekal
intelektualitas dan spiritualitas.
Berita tentang calon maba yang cedera karena
ospek sudah lumrah terjadi dari tahun ke tahun,
Ekses Ospek
patah tulang hingga korban meninggal dunia
Namun, praktik kekerasan yang kerap terjadi
terjadi di beberapa kampus. Tema mentereng
membuat ospek itu terdeviasi dari tujuan
ospek seakan hanya menjadi label yang
mulianya. Kekerasan fisik dan psikologis justru
kontraproduktif dengan tindakan abnormal yang
menjadi malapetaka bagi maba di kampus
dilakukan sang senior. Tema religius, ilimiah,
idamannya. Intimidasi (bullying) yang gencar
kritis, rasional, analitis, sistematis, kreatif,
dilakukan oleh senior memberikan efek buruk
inovatif, integritas, revolusioner, salodaritas, dan
bagi mahasiswa baru. Gambary Namie tahun
berbagai istilah ilmiah tingkat tinggi menghiasi
2003 mensurvei 1.000 responden sukarela yang
spanduk-spanduk selamat datang bagi calon
hasilnya dipublikasikan pada
maba. Kebanggaan menjadi mahasiswa baru di
bullyinginstitute.com. Disimpulkan ada 33 jenis
perguruan tinggi idaman seakan menjadi buyar
gejala gangguan kesehatan yang dialami orang-
seketika tatkala mereka (maba) menyaksikan dan
orang yang pernah di-bully. Diantaranya , (1)
mengalami tindakan kekerasan yang
ketakutan, stres, kecemasan berlebihan (76
dipertontonkan seniornya.
persen); (2) selalu teringat pengalaman buruk,
mimpi buruk (49 persen); (3) Kebutuhan untuk
Tendangan seribu bayangan serta bogem
menghindarkan perasan, pikiran, dan situasi
mentah menjadi menu sarapan subuh dan
yang mengingatkan orang itu terhadap trauma
pencuci mulut setelah makan siang. Kepala
(47 persen); (4) depresi yang terdeteksi (39
plontos dengan model huruf tertentu menjadi
persen); (5) menggunakan bahan adiktif untuk
pemandangan aneh sekaligus lucu sebagai
menenangkan pikiran (28 persen); (6) berpikir
bahan tertawaan para senior kepada adiknya.
kekerasan kepada orang lain (25 persen); (7)
Model pakaian yang aneh dengan kaos kaki dan
Pikiran bunuh diri (25 persen); (kompas,
sepatu berwarna-warni bak seorang pendekar
17/11/2007).
menjadi pakaian dinas maba selama menjalani
masa-masa mendebarkan itu.
Jika fenomena tersebut terus terjadi, maka ospek
akan terus menjadi momentum untuk
Makna Ospek
melanggengkan kekerasan yang akan menjadi
Dilihat dari namanya, ospek merupakan
warisan bagi maba berikutnya sehingga
kegiatan yang mempunyai tujuan yang sangat
mengkristal menjadi spiral kekerasan. Kekerasan
berguna bagi maba, seperti mengenal
kampus yang tereskalasi menjadi tawuran
lingkungan kampus, sistem administrasi
mahasiswa bukan tidak mungkin berawal dari
akademik, fasilitas laboratorium, pejabat
indoktrinasi yang dilakukan senior kepada
kampus, maupun menjalin keakraban dengan
yuniornya. Solidaritas parsial dengan
mengedepankan egoisme sektoral di fakultas diganti dengan predikat kakak tingkat dan adik
yang cenderung destruktif menjadi biang tingkat sebagai penerus. Menurut penulis,
tawuran kampus yang sering terjadi. predikat senior yang dilekatkan pada mahasiswa
justru akan mencitrakan superioritas mahasiswa
Upaya Solutif lama terhadap maba. Sedangkan predikat kakak
Menjelang dan selama ospek, sekretariat LK dan adik bermakna menghormati yang tua dan
akan ramai pada waktu pemilihan panitia ospek, menyayangi dan membimbing yang muda.
bukan karena ada kegiatan lembaga, tapi momen
cari muka untuk jadi panitia Ospek. Limas Sutanto mengamati dari perspektif
Kepanitiaan Ospek yang dilegalisasi oleh psikodinamika bahwa praktik perpeloncoan,
Lembaga Kemahasiswaan (LK) menjadi terutama yang keterlaluan, pada hakikatnya
pertaruhan reputasi LK. Ketika tindakan adalah ajang proyeksi impuls-impuls agresi,
kriminalitas dilakukan oleh panitia, maka yang kekerasan, balas dendam, kebutuhan untuk
bertanggung jawab adalah pengurus LK. Oleh menguasai, dan kebutuhan untuk disanjung
karena itu, ketegasan birokrasi dan pengurus LK yang bersarang di dalam jiwa sebagian murid
dalam mengawal ospek menjadi harga mati. senior dan sebagian pendidik. (kompas, 21/ 7/
Jangan sampai nila setitik merusak susu 2003).
sebelanga, ada oknum yang bermain di
belakang layar dan mengatasnamakan LK Untuk meminimalisir egoisme sektoral antar
sehingga membuat maba trauma dengan fakultas dapat dilakukan pada ospek tingkat
aktifitas LK. Pemilihan panitia ospek tidak boleh universitas dengan melakukan internalisasi nilai-
serampangan karena transformasi ilmu dari nilai kecintaan pada almamater. Salah satu
kakak tingkat ke adik penerus menjadi esensi kegiatannya adalah pamaparan visi dan misi
dari ospek. universitas serta prestasi yang ditorehkan oleh
civitas akademika sehingga tertanam di benak
Kekerasan sebaiknya dihindari dengan maba untuk menjadi bagian dari kebanggan
melakukan kontrak tertulis dengan panitia jika universitas. Memang selama ini sudah ada ospek
melanggar butir-butir perjanjian. Pengalaman tingkat universitas, namun belum optimal.
penulis dengan memberikan kontrak terulis Pada akhir ospek jurusan, maba dikembalikan ke
kepada panitia dimana ketika senior melakukan tingkat universitas untuk mengintegrasikan
pelanggaran, sanksi akademik langsung kembali karakter setiap jurusan dan fakultas
dijatuhkan oleh Komisi Disiplin Fakultas kepada menjadi karakter universitas (university character
senior yang bersangkutan tanpa adanya building) sebagai tonggak awal memasuki
pembelaan dari LK. Dengan demikian akan perguruan tinggi, laboratorium pencerahan akal
muncul efek jera bagi senior yang terlibat dan budi mahasiswa.
yang mencoba melakukan kekerasan. Tak dapat
dipungkiri, banyak diantara pelaku kekerasan Menggagas format ospek yang lebih humanis
ospek yang berlindung di bawah legitimasi LK. memang menjadi tantangan seluruh civitas
Ketika mereka melakukan kekerasan pada maba, akademika. Pendekatan sistemik yang
maka LK menjadi tumbalnya. terintegrasi secara komprehensif perlahan akan
memutus mata rantai kekerasan yang selama ini
Senior yang tidak terlibat dalam panitia Ospek telah menjadi tradisi. Penindasan merupakan
juga perlu dilibatkan. Berdasarkan pengalaman naluri untuk ditolak, kecuali bagi mereka yang
penulis, kekerasan pada maba justru lebih ingin melanggengkan kekuasaan dengan cara
banyak terjadi karena mereka yang tidak masuk kekerasan. Jangan sampai ospek hanya akan
panitia ospek juga ingin mengambil bagian menjadi ajang pelestarian budaya feodal,
sebagai ajang aktualisasi bahwa mereka juga menyuburkan budaya hipokritas (kemunafikan)
butuh dikenal dan dihormati oleh juniornya. nilai-nilai kemahasiswaan yang mendegradasi
Ruang aktualisasi diri melalui berbagai bentuk dunia akademis. Mengutip Mahatma Gandhi
kegiatan menjadi wadah mempertemukan senior (1869-1948) Kekerasan adalah senjata
dengan maba. (orang/bangsa/manusia) yang jiwanya lemah.
Kelemahan jiwa merupakan kelemahan sejati.
Ospek harus membangun budaya argumentasi,
bukan konfrontasi. Predikat senior-junior harus
*Penulis adalah Dewan Pendamping Lembaga Penelitian
Mahasiswa (LPM) Penalaran Universitas Negeri Makassar

You might also like