Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
hujan, angin, kelembaban, musim); Kondisi demografi (kepadatan, mobilitas,
perilaku, adat istiadat, sosial ekonomi penduduk). Jenis nyamuk sebagai vektor
penular penyakit juga ikut berpengaruh.
1.3 Tujuan
2
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui cara penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan pada kasus
Dengue Syock Syndrome (DSS).
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi Dengue Syock Syndrome (DSS).
2. Mengetahui tanda dan gejala klinis anak dengan Dengue Syock
Syndrome (DSS).
3. Mengetahui cara penatalaksanaan Dengue Syock Syndrome (DSS).
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
a. Bagi institusi, diharapkan laporan kasus ini dapat menambah
bahan referensi dan studi kepustakaan dalam bidang ilmu
kesehatan anak terutama tentang Demam Berdarah Dengue.
b. Bagi penulis selanjutnya, diharapkan laporan kasus ini dapat
dijadikan landasan untuk penulisan laporan kasus selanjutnya.
BAB II
3
LAPORAN KASUS
2. 1. Identitas Pasien
No. Rekam Medik : 53.14.38
Tanggal masuk : 28-12-2016
Nama : Andhara Andika
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 19-11-2014 (2 tahun)
Berat badan : 10 Kg
Tinggi badan : 117 cm
Anak Ke : ke-2
Agama : Islam
Alamat : Jl. Kasnariansyah lorong Abadi No. 593 Kota
Palembang
2. 2. Anamnesis
Tanggal : 29 November 2016, pukul 12.00 WIB
Diberikan Oleh : Ibu kandung (Alloanamnesis)
Keluhan Utama :
Demam sejak 6 hari SMRS
4
Keluhan Tambahan :
Sesak (+), Muntah (+), Lemas (+), Akral dingin (+)
5
Riwayat Penyakit Dahulu :
Os tidak ada riwayat penyakit dahulu
Riwayat Makan
o Usia 0-6 bulan
ASI eksklusif, frekuensi minum ASI tiap kali bayi menangis dan tampak
kehausan, frekuensi sebanyak 8-10 kali/hari dan lama menyusui 8-10
menit, bergantian kiri dan kanan.
o Usia 6-8 bulan
Bubur susu 2-3 kali sehari satu mangkok kecil, dengan diselingi dengan
ASI jika bayi lapar. Buah pisang/ pepaya sekali sehari satu potong (siang
hari).
o Usia 9 bulan saat ini.
Diperkenalkan dengan makanan dewasa dengan sayur bervariasi dan lauk
ikan, ayam/ tempe, porsi menyesuaikan, 3 kali sehari. ASI masih tapi
hanya kadang-kadang. Buah pepaya/ pisang/ jeruk jumlah menyesuaikan.
Kesan : kualitas dan kuantitas makanan cukup
Riwayat Imunisasi
Jenis 0 I II III
1. BCG - 1 bulan - -
2. DPT - 2 bulan 4 bulan 6 bulan
3. Hepatitis Lahir 2 bulan 3 bulan 6 bulan
B 2 hari 2 bulan 3 bulan 6 bulan
6
4. Polio - 9 bulan -
5. Campak
6. Hib - 2 bulan 4 bulan 6 bulan
Kesan : Imunisasi dasar lengkap
Riwayat Perkembangan
Pasien tidak mengalami gangguan ataupun keterlambatan dalam masa
tumbuh kembang. Pada pemeriksaan perkembangan anak menggunakan
KUESIONER PRA SKRINING PERKEMBANGAN (KPSP), di dapatkan
jawaban iya sebanyak 5 ini berarti perkembangan anak sesuai dengan
tahap perkembangannya.
7
Kesan : Perkembangan anak sesuai usia
8
2. 3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Pernapasan : 50 kali/menit
Suhu : 36,8 oC
Berat badan : 10 kg
Panjang Badan : 73 cm
Saturasi O2 : 78 %
Kepala
Mata : mata cekung (-), konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (+),
hiperemis
9
Thorax
Paru-paru
Jantung
Abdomen
Inspeksi : kembung
Ekstremitas
10
Kulit
Uji bendung (+) pada kulit tangan, ptekie spontan (+) di seluruh ekstremitas
tangan dan kaki.
Pemeriksaan Neurologis
Fungsi Motorik :
Tungkai Lengan
Pemeriksaan
Kanan Kiri Kanan kiri
Kekuatan +5 +5 +5 +5
Klonus - - - -
Refleks
fisiologis +N +N +N +N
Refleks
patologis - - - -
2. 4. Diagnosis Banding
Dengue Syock Syndrome (DSS)
Demam dengue
11
2.5. Pemeriksaan Penunjang
- Darah Rutin
o Hb : 12,6 g/dl (L: 14-16 g/dl)
- Darah Rutin
o Hb : 12,3 g/dl (L: 14-16 g/dl)
o NS 1 : (+)
- Darah Kimia
- Darah Rutin
o Hb : 11,5 g/dl (L: 14-16 g/dl)
12
oBasofil :0% (0-1%)
oSegmen : 47 % (50-70%)
oLimfosit : 40 % (20-40%)
oINR : 2,47
. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Pemeriksaan Laboratorium (29 Desember 2016)
INR 1,53
Hasil APTT 88,2 22-35 detik
2.7. Penatalaksanaan
Non Farmakologis
a. Terapi Farmakologis
IVFD RL 54cc/jam gtt 18x/m
Paracetamol 250mg tiap 6 jam bila suhu 38,5oC
13
b. Monitoring
Tanda-tanda vital
Balance dan diuresis/ 6 jam
Observasi tanda perdarahan
Cek Hb, Ht, trombosit/ 24 jam
c. Edukasi
Tirah baring
Pengobatan utama adalah cairan
Monitor tanda kegawatan
Farmakologis
2.9. Follow Up
Tanggal Pemeriksaan Fisik Tindakan
14
28 S: Demam (-), Sesak (+), Muntah P:
November (+), Akral dingin, Lemas (+) - O2 nasal 2 liter/ menit
2016 - IVFD D5 NS gtt 8
O: Keadaan Umum x/menit (makro)
Kesadaran : kompos mentis - Injeksi Ampicillin
3x200mg (IV)
Tekanan Darah : 50/30 mmHg
- Injeksi Gentamisin
Nadi : 160 kali/menit,
2x20 mg (IV)
ireguler, isi dan tegangan kurang
- Diazepam pulvis
Pernapasan : 50 kali/menit
3x2,5 mg (P.O)
o
Suhu : 36,8 C - Parasetamol syr
Berat badan : 10 kg 3x120 mg (3x1 cth)
Saturasi O2 : 78 %
BB/U : 0 SD s/d -2 SD
(kesan : normal)
PB/U : 0 SD s/d -1 SD
(kesan : normal)
BB/PB : 0 SD s/d -1 SD
(kesan : gizi baik)
Kepala
15
(+),
Thorax
Paru-paru
Jantung
16
normal
Abdomen
Inspeksi : kembung
Ekstremitas
Kulit
17
Uji bendung (+) pada kulit tangan,
ptekie spontan (+) di seluruh
ekstremitas tangan dan kaki.
Saturasi O2 : 97 %
BB/U : 0 SD s/d -2 SD
(kesan : normal)
PB/U : 0 SD s/d -1 SD
(kesan : normal)
BB/PB : 0 SD s/d -1 SD
(kesan : gizi baik)
Kepala
18
Bentuk : normocefali, bulat,
simetris
Thorax
Paru-paru
Jantung
19
voussour cardiaque tidak terlihat
Abdomen
Inspeksi : kembung
20
Ekstremitas
Kulit
Uji bendung (+) pada kulit tangan,
ptekie spontan (+) di seluruh
ekstremitas tangan dan kaki.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
21
3.1.1 Definisi Kejang Demam
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 0C) tanpa adanya infeksi
susunan saraf pusat, gangguan elektrolit atau metabolik lain. Kejang
disertai demam pada bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk
dalam kejang demam. 8
Kejang demam ini terjadi pada 2% - 4 % anak berumur 6 bulan
5 tahun.6 Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam,
kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang
demam.7
Dengue Syock Syndrome (DSS) adalah kejang yang
berlangsung kurang dari 15 menit, bersifat umum serta tidak berulang
dalam 24 jam. Dengue Syock Syndrome (DSS) merupakan 80%
diantara seluruh kejang demam. 8
Kejang demam disebut kompleks jika kejang berlangsung lebih
dari 15 menit, bersifat fokal atau parsial 1 sisi kejang umum didahului
kejang fokal dan berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam. 8
Terdapat interaksi 3 faktor sebagai penyebab kejang demam,
yaitu (1) Imaturitas otak dan termoregulator, (2) Demam, dimana
kebutuhan oksigen meningkat, dan (3) predisposisi genetik: > 7 lokus
kromosom (poligenik, autosomal dominan). 8
Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang
ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.2 Anak yang pernah
mengalami kejang tanpa demam kemudian kejang demam kembali
tidak termasuk dalam kejang demam.5 Kejang disertai demam pada bayi
berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. 7 Bila
anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami
kejang didahului demam, kemungkinan lain harus dipertimbangkan
misalnya infeksi SSP atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama
demam.7
22
Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit
saraf seperti meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada
keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan kejang demam
karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan saraf
pusat.2
23
rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam dan riwayat
keluarga epilepsi.2.5
Faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari yaitu adanya
gangguan neurodevelopmental, kejang demam kompleks, riwayat
epilepsi dalam keluarga, lamanya demam saat awitan, lebih dari satu
kali kejang demam kompleks.5
24
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.2
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10%-15 % dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20 %. Pada seorang anak berumur 3 tahun, sirkulasi otak
mencapai 65 % dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang
dewasa yang hanya 15 %. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu
dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan
dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium
melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik.
Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke
seluruh sel maupun membran sel tetangganya dengan bantuan bahan
yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang.2
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan
tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang. Pada anak dengan
ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38o C,
sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru
terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah
disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi
pada ambang kejang yang rendah, sehingga dalam
penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa
penderita kejang.2 Penelitian binatang menunjukkan bahwa vasopresin
arginin dapat merupakan mediator penting pada patogenesis kejang
akibat hipertermia.5
Kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya
disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi
untuk kontraksi otot skelet yang akibatnya terjadihipoksemia,
hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik,
hipertensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu
tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan
selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat.
25
Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga
terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah
yangmengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas
kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel
neuron otak9. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah
mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi
matang di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang
spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.2
26
anak menderita demam. Agaknya kenaikan suhu yang tibatiba
merupakan faktor yang penting untuk menimbulkan kejang.6
Kejang pada Dengue Syock Syndrome (DSS) selalu
berbentuk umum, biasanya bersifat tonikklonik seperti kejang
grand mal; kadangkadang hanya kaku umum atau mata mendelik
seketika. Kejang dapat juga berulang, tapi sebentar saja, dan masih
dalam waktu 16 jam meningkatnya suhu, umumnya pada kenaikan
suhu yang mendadak, dalam hal ini juga kejang demamsederhana
masih mungkin.6
27
klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu
kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak,
tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan
sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf.2
Livingston (1954, 1963) membuat kriteria dan membagi
kejang demam atas 2 golongan, yaitu:
1. Dengue Syock Syndrome (DSS) (simple febrile convulsion)
2. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsy triggered off by
fever).
Modifikasi kriteria Livingston:
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum.
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu
normal tidak menunjukkan kelainan.
7. Frekuensi bangkitan kejang di dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari
ketujuh kriteria modifikasi Livingston di atas digolongkan pada
epilepsi yang diprovokasi oleh demam.
28
meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. Pungsi
lumbal dianjurkan pada:
Bayi usia kurang dari 12 bulan : sangat dianjurkan
Bayi usia 12-18 bulan : dianjurkan
Bayi usia > 18 bulan tidak rutin dilakukan
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak
direkomendasikan. EEG masih dapat dilakukan pada kejang demam
yang tidak khas, misalnya: kejang demam kompleks pada anak berusia
lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.
Pencitraan (CT-Scan atau MRI kepala) dilakukan hanya jika
ada indikasi, misalnya :
Kelainan neurologi fokal yang menetap (hemiparesis) atau
kemungkinan adanya lesi struktural di otak (mikrosefali,
spastisitas)
Terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran
menurun, muntah berulang, UUB membonjol, paresis
nervus VI, edema papil).8
3.3.10 Penatalaksanaan
Pengobatan medikamentosa saat kejang dapat dilihat pada
algoritme tatalaksana kejang. Saat ini lebih diutamakan pengobatan
profilaksis intermiten pada saat demam berupa :
29
o Antipiretik, Parasetamol 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali
sehari dan tidak lebih dari 5 kali atau ibuprofen 5-10
mg/kgBB/kali, 3-4 kali sehari.
o Anti kejang, Diazepam oral dengan dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8
jam atau diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat
suhu tubuh > 38,50 C.Terdapat efek samping berupa ataksia,
iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus.
o Pengobatan jangka panjang/rumatan, Pengobatan jangka panjang
hanya diberikan jika kejang demam menunjukkan ciri sebagai
berikut (salah satu):
Kejang lama > 15 menit
Kelainan neurologi yang nyata sebelum/sesudah kejang:
hemiparesis, paresis Todd, palsi serebral, retardasi mental,
hidrosefalus.
Kejang fokal
Pengobatan jangka panjang dipertimbangkan jika :
Kejang berulang 2 kali/lebih dalam 24 jam
Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
Kejang demam > 4 kali per tahun.
Obat untuk pengobatan jangka panjang: fenobarbital (dosis 3-4
mg/kgBB/hari dibagi 1-2 dosis) atau asam valproat (dosis 15-40
mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis). Pemberian obat ini efektif dalam
menurunkan risiko berulangnya kejang (Level I). Pengobatan
diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara
bertahap selama 1-2 bulan. 8
Indikasi rawat
Kejang demam kompleks
Hiperpireksia
Usia dibawah 6 bulan
Kejang demam pertama kali
Terdapat kelainan neurologis. 8
30
bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus
dikurangidengan cara yang diantaranya: 7
a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai
prognosis baik.
b. Memberitahukan cara penanganan kejang.
c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang
kembali.
d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif
tetapi harus diingat adanya efek samping obat.
Beberapa Hal Yang Harus Dikerjakan Bila Kembali Kejang (4)
a. Tetap tenang dan tidak panik.
b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.
c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala
miring. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung.
Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan
sesuatu ke dalam mulut.
d. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
e. Tetap bersama pasien selama kejang.
f. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang
telah berhenti.
31
g. Bawa ke dokter atau ke rumah sakit bila kejang berlangsung 5
menit atau lebih.
3.3.12 Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik
dan tidak menyebabkan kematian.
32
a. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak
pernah dilaporkan. Perkembanganmental dan neurologis
umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal.
Penelitianlain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis
pada sebagian kecil kasus, dan kelainanini biasanya terjadi pada
kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau
fokal7. Kejang yang lebih dari 15 menit, bahkan ada yang
mengatakan lebih dari 10 menit, diduga biasanya telah
menimbulkan kelainan saraf yang menetap6. Apabila tidak
diterapi dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi:8
1. Kejang demam berulang dengan frekuensi berkisar antara 25
% - 50 %. Umumnya terjadi pada 6 bulan pertama.
2. Epilepsi resiko untuk mendapatkan epilepsi rendah.
3. Kelainan motorik
4. Gangguan mental dan belajar
b. Kemungkinan mengalami kematian
Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.
c. Kemungkinan Berulangnya Kejang Demam
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus.
Faktor resiko berulangnya kejang demam adalah :
1. Riwayat kejang demam dalam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Temperatur yang rendah saat kejang
4. Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang
demam adalah 80 %, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut
kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10 % - 15 %.
Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun
pertama.7
Faktor resiko menjadi epilepsi adalah :
33
a. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum
kejang demam pertama.
b. Kejang demam kompleks.
c. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
Masing masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian
epilepsi sampai 4 % - 6 %, kombinasi dari faktor resiko tersebut
meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10 % - 49 %.
Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan
pemberian obat rumat pada kejang demam. 8
BAB IV
ANALISA KASUS
34
Pasien An. AA 2 tahun, laki-laki dibawa ke RSUD Palembang Bari dengan
keluhan akral dingin dan hasil uji bendung (+). Sejak 4 hari sebelum masuk rumah
sakit pasien mengeluh demam tinggi mendadak dan berlangsung terus menerus
disertai wajah memerah, nyeri kepala, perut, otot, dan sendi. Berdasarkan keluhan
utama dapat dipikirkan kemungkinan penyebab terjadinya demam tinggi adalah
demam berdarah dengue, demam dengue, dan infeksi saluran kemih. Jika dilihat
dari tipe demamnya, demam yang terjadi pada pasien ini merupakan demam yang
menyerupai pelana kuda dimana demam pertama muncul secara mendadak dan
tinggi selama 4 hari, kemudian pada hari ke 6 demam turun. Demam dengan pola
seperti ini merupakan pola demam yang khas pada demam berdarah dengue atau
demam dengue. Pada infeksi saluran kemih juga ditemukan demam tinggi dengan
keluhan lain antara lain sering berkemih, nyeri pinggang dan nyeri saat berkemih.
Pada pasien ini tidak ditemukan keluhan tersebut sehingga diagnosis infeksi
saluran kemih dapat disingkirkan. Berdasarkan keluhan lain seperti wajah
memerah, nyeri kepala, perut, otot, dan sendi, uji bendung (+), muntah ada tidak
menyemprot sebanyak gelas belimbing frekuensi 4 kali, badan dingin (+)
membiru, BAK sedikit dan hasil dari pemeriksaan fisik dan laboratorium berupa:
Saturasi O2 : 78 %
Thorax
Paru-paru
Abdomen
Inspeksi : kembung
35
Palpasi : nyeri tekan (+), lemas, hepar - krtj pinggir tumpul,
permukaan rata, kenyal, lien tidak teraba
Ekstremitas
Kulit
Uji bendung (+) pada kulit tangan, ptekie spontan (+)
Kesan: Adanya manifestasi perdarahan
- Darah Rutin
o Hb : 12,6 g/dl (L: 14-16 g/dl)
Pukul : 16:00 pm
- Darah Rutin
o Hb : 12,3 g/dl (L: 14-16 g/dl)
o NS 1 : (+)
36
- Darah Kimia
- Darah Rutin
oMonosit : 10% (2-8%)
oINR : 2,47
37
cairan IVFD RL 54 cc/jam gtt 18x/m dan paracetamol 250mg tiap 6 jam bila suhu
>38,50C. Dilakukan monitoring tanda-tanda vital, diuresis per 6 jam, observasi
tanda perdarahan, serta cek hemoglobin, hematokrit, dan trombosit per 24 jam.
Pasien direncanakan pulang dengan pertimbangan trombosit >50.000/L, bebas
demam 24 jam tanpa antipiretik, nafsu makan sudah baik, tidak ada manifestasi
perdarahan, dan ada perbaikan klinis.
Prognosis pada pasien ini adalah bonam karena pasien respon terhadap
terapi yang diberikan. Edukasi yang diberikan kepada pasien dan orang tua adalah
penderita harus banyak minum, dapat diberikan sedikit demi sedikit namun sering,
menghindari aktivitas berat, terutama yang mengakibatkan perdarahan,
menghindari dari gigitan nyamuk dengan menggunakan lotion anti nyamuk atau
memakai baju dan celana panjang, melakukan 3M plus (menguras, menutup,
mengubur dan memantau), serta mengenali tanda-tanda kegawatan.
BAB V
PENUTUP
38
5.1 Kesimpulan
1. Dengue shock syndrome (DSS) adalah keadaan klinis yang memenuhi
kriteria DBD disertai dengan gejala dan tanda kegagalan sirkulasi atau
syok. DSS adalah kelanjutan dari DBD dan merupakan stadium akhir
perjalanan penyakit infeksi virus dengue, derajat paling berat, yang
berakibat fatal.
2. Dengue Syock Syndrome (DSS) derajat III bermanifestasi, yaitu: seluruh
kriteria DBD disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi berupa: penurunan
kesadaran, gelisah/ letargi, nadi cepat dan lemah, hipotensi,tekanan nadi <
20 mmHg, perfusi perifer menurun, kulit dingin serta lembab.
3. Pengobatan dari DSS ialah pemberian terapi oksigen, resusitasi cairan, anti
kejang jika diperlukan,antagonist H2/PPI, vitamin K1, transfusi PRC,
antipiretik dan atasi infeksi/ penyebab demam, terapi rumatan, serta
obsevasi tanda vital.
5.2 Saran
1. Bagi dokter muda yang nantinya akan menjadi dokter umum sebagai
layanan primer, aplikasikan pemahaman mengenai kasus kejang demam
dalam memberikan tatalaksana pada pasien sesuai dengan standar
kompetensi dokter umum agar dapat meningkatkan angka kesejahteraan
hidup.
DAFTAR PUSTAKA
39
1. Rezeki S, Hindra H. Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2000.
2. Moedjito I, Chairulfatah A, Rezeki S. Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana
Infeksi Virus Dengue pada Anak. Jakarta: Penerbit IDAI; 2014.
3. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue.
BukuAjar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Jilid III. Perhimpunan Dokter
Spesialis PenyakitDalam Indonesia. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas KedokteranUniversitas Indonesia. Jakarta. 2006
4.
40