Professional Documents
Culture Documents
Disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas praktikum mata kuliah
Biologi Laut semester genap
Disusun Oleh :
KELOMPOK 6 - 10 / PERIKANAN B
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELUATAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2016
JUDUL : LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM BIOLOGI LAUT
MANGROVE DI PANTAI PASIR PERAWAN, PULAU
PARI, KEPULAUAN SERIBU DKI JAKARTA
PENULIS : Kelompok 6
Tuhpatur Rohmah 230110140068
Pipit Widia Ningsih 230110140083
Disa Nirmala 230110140088
Nurhalimah 230110140097
Rifqi Abdurahman 230110140114
Januar Awalin Harvan 230110140123
Kelompok 7
Ruli aisyah 230110140091
Amalia Fajri R 230110140076
Moch Elang R P 230110140112
Gilang Ramadhan 230110140126
Annisa Putri S 230110140132
Ade Khoerul Umam 230110140082
Kelompok 8
Asri Astuti 230110140072
Arnesih 230110140078
Intan Nadifah 230110140096
Didi Arpindi 230110140101
Anandita Rahmania 230110140111
Ridwan Ariyo N 230110140117
Deliani DF 230110140133
Kelompok 9
Sunendi 230110140069
Shinta Siti Fatimah 230110140079
Lina Aprilia 230110140087
Indriani Okfri Auralia 230110140100
Ulfah Maisyaroh 230110140105
Mandala Eka Putra 230110140113
Gilang Fajar 230110140127
Kelompok 10
Alya Mirza A 230110140016
Usi Supinar 230110140074
Hardiono Tondang 230110140085
Syifa Mauladani 230110140092
Ahmad Abdul Gofur 230110140120
Adi Prasetyo 230110140135
Agung Setiawan 230110140146
KATA PENGANTAR
Kami ucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat, hikmah, serta hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan
akhir praktikum Biologi Laut yang berjudul Mangrove di Pantai Perawan,
Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Kami menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian
makalah ini, terutama kepada yang terhormat :
1. Dosen pengajar Biologi Laut yang telah membimbing dalam proses
pembuatan laporan akhir ini.
2. Asisten Laboratorium yang telah membantu dan mengarahkan dalam
kegiatan praktikum Biologi Laut.
3. Teman-teman sekelompok yang telah membantu dalam membuat laporan
praktikum ini.
Makalah ini berisikan laporan akhir dari praktikum yang telah kami
lakukan, mengenai mangrove dengan tujuan untuk mengetahui struktur dan
komposisi dari vegetasi mangrove. Akhir kata, semoga Allah SWT senantiasa
melimpahkan karunia-Nya dan membalas segala amal serta kebaikan pihak-pihak
yang membantu penulis dalam penyelesaian laporan ini. Harapan penyusun
semoga laporan ini dapat bermanfaat untuk para pembaca.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
BAB Halaman
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR LAMPIRAN
v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kepulauan Seribu merupakan sebuah kabupaten administrasi di Teluk
Jakarta yang secara geografis terletak pada 106 1930106 4450 BT dan 05
100005 5700 LS. Pulau ini memiliki luas daratan mencapai 869,61 ha (8,7
km2) dan luas perairan mencapai 6.97,50 km2. Terdapat kurang lebih 110 gugusan
pulau dan hanya 11 pulau yang berpenghuni salah satunya adalah Pulau Pari (Biro
Pusat Statistik, 2007). Perairan kawasan Kepulauan Seribu memiliki terumbu
karang yang membentuk ekosistem khas daerah tropis. Pulau-pulau di kawasan ini
umumnya dikelilingi oleh karang tepi (fringing reef) dengan kedalaman bervariasi
120 m. Di dalam ekosistem terumbu karang juga dijumpai berbagai jenis ikan
ekonomis konsumsi, ikan hias, moluska, krustasea, echinodermata dan biota
lainnya (Triutami 2009).
Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang memiliki fungsi ekologi, sosial,
dan ekonomi. Ekosistem ini adalah ekosistem penting berdampak sistemik
terhadap ekosistem lain karena memiliki beragam fungsi dalam ekosistem pesisir.
Ekosistem mangrove PPK seringkali mendapat berbagai tantangan, antara lain
adalah dampak dari aktivitas manusia yang melakukan pemanfaatan destruktif di
sekitar ekosistem mangrove dan faktor alam seperti pemanasan global serta
bencan alam. Dampak dari berbagai hal yang telah diuraikan tadi dapat
menyebabkan degradasi sumberdaya ekosistem mangrove. Pengurangan luasan
serta menurunnya kualitas perairan ekosistem mangrove adalah ancaman yang
serius terhadap suatu kawasan yang penduduknya sangat bergantung terhadap
sumberdaya pesisir (Joshiall dkk. 2011).
Atas dasar tersebut praktikum biologi laut dilaksanakan meliputi analisis
komunitas mangrove. Lokasi pengamatan komunitas mangrove dilakukan di
Pantai Perawan, Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta.
1
2
1.2 Tujuan
Praktikum mengenai analisis komunitas mangrove bertujuan untuk
mengetahui keanekaragaman spesies tumbuhan mangrove yang berasosiasi di
lingkungan mangrove.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Mangrove
Definisi mangrove menurut Macnae (1968) dalam Noor et al. (1999)
merupakan kombinasi antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove.
Dalam bahasa Inggris kata mangrove digunakan baik untuk komunitas tumbuhan
yang tumbuh di daerah jangkauan pasang surut maupun untuk individu-individu
spesies tumbuhan yang menyusun kominitas tersebut. Dalam bahasa Portugis kata
mangrove digunakan untuk menyatakan individu spesies tumbuhan, sedangkan
kata mangal untuk menyatakan komunitas tumbuhan tersebut.
Gambar 1. Mangrove
Macnae (1968) dalam FAO (1994) menggunakan kata mangrove untuk jenis
pohon-pohon atau semak belukar yang tumbuh diantara pasang surut air laut dan
kata mangal digunakan bila berhubungan dengan komunitas hutan. Kata
mangrove sebaiknya digunakan baik untuk individu jenis tumbuhan maupun
komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah pasang surut. Menurut Istomo (1992),
kata mangrove mempunyai dua pengertian, yaitu suatu kelompok ekologi dari
jenis-jenis yang menempati tanah pasang surut di daerah tropis dan secara khusus
mengandung arti komunitas tumbuhan dari jenis-jenis tersebut.
Secara ringkas hutan mangrove dapat didefinisikan sebagai suatu tipe hutan
yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama di pantai yang terlindung, laguna,
muara sungai) yang tergenang pasang dan bebas dari genangan pada saat surut
yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam. Ekosistem mangrove
merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme (tumbuhan dan hewan) yang
3
4
Mangrove memiliki fungsi dan manfaat penting bagi darat dan laut. Berikut
fungsi dan manfaat tersebut dibagi menjadi tiga kategori yaitu, fungsi fisik,
biologis dan ekonomi:
1. Fungsi Fisik
Sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung dari abrasi,
penahan lumpur dan perangkap sedimen (Bengen 2004). Kerapatan pohon mampu
meredam atau menetralisir peningkatan salinitas, perakaran yang rapat akan
menyerap unsur - unsur yang mengakibatkan meningkatnya salinitas, bentuk-
bentuk perakaran yang telah beradaptasi terhadap kondisi salinitas tinggi
menyebabkan tingkat salinitas di daerah sekitar tegakan menurut (Arief 2003).
Selain itu akar-akar mangrove dapat pula menahan adanya pengendapan lumpur
15 yang dibawa oleh sungai-sungai di sekitarnya, sehingga lahan mangrove dapat
semakin luas tumbuh keluar.
2. Fungsi Biologis
Sebagai daerah asuhan (nursery ground), daerah mencari makan (feeding
ground), dan daerah pemijahan (spawning ground) berbagai jenis ikan, udang dan
berbagai jenis biota laut lainnya, penghasil sejumlah besar detritus dari daun dan
dahan pohon mangrove (Bengen 2004). Daerah hutan mangrove dapat dihuni
bermacam-macam fauna. Hewan-hewan darat termasuk serangga, kera pemakan
daun-daunan yang suka hidup dibawah naungan pohon-pohonan, ular dan
golongan melata lainnya. Hewan laut diwakili oleh golongan epifauna yang
beranekaragam dimana hidupnya menempel pada batang-batang pohon dan
golongan infauna yang tinggal didalam lapisan tanah atau lumpur. Kayu dari
pohon mangrove itu sendiri adalah suatu hasil produksi yang berharga (Hutabarat
et. al 1984).
3. Fungsi Ekonomi
Sebagai sumber bahan bakar dan bangunan, lahan untuk perikanan dan
pertanian serta tempat tersedianya bahan makanan (Arief 2003). Selanjutnya
Nontji (2002) menambahkan bahwa berbagai tumbuhan dari hutan mangrove di
manfaatkan untuk bermacam keperluan. Produk hutan mangrove antara lain
digunakan untuk kayu bakar, pembuatan arang, bahan penyamak (tanin), perabot
6
rumah tangga, bahan konstruksi bangunan, obat - obatan dan sebagai bahan untuk
industri kertas.
a b
Gambar 2. Flora mangrove mayor: a) Rhizopora b) Nypa
(Sumber: article.sciencepublishinggroup.com)
2. Flora mangrove minor, yakni flora mangrove yang tidak mampu membentuk
tegakan murni, sehingga secara morfologis tidak berperan dominan dalam
struktur komunitas, contoh : Excoecaria, Xylocarpus, Heritiera, Aegiceras.
Aegialitis, Acrostichum, Camptostemon, Scyphiphora, Pemphis, Osbornia
dan Pelliciera.
7
a b
Gambar 3. Flora mangrove minor: a) Xylocarpus b) Scyphiphora
Sumber: www.niobioinformatics
Saat ini luas hutan mangrove Indonesia tinggal 3.5 juta ha, dimana kondisi
mangrove yang masih baik hanya ada di Irian Jaya saja. Sedangkan di Sumatera,
Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku dan Nusa Tenggara
menunjukkan sebagian besarn mangrove telah mengalami kerusakan, baik karena
konversi menjadi tamba, tambak garam, pemukiman, pertanian, industry maupun
penebangan secara berlebihan.
Hilangnya/rusaknya mangrove ini menimbulkan berbagai permasalahan
terutama abrasi yang terjadi hampir di seluruh pantai utara Jawa, pantai timur
Sumatera (seperti pantai timur Lampung) dan pantai Sulawesi Selatan. Abrasi ini
mengakibatkan beberapa desa terpaksa direlokasi ke daerah yang lebih aman dan
juga menyebabkan lahan usaha masyarakat seperti tambak banyak yang hilang
menjadi lautan. Selain itu telah terjadi penurunan produksi udang alam di laut
seperti yang terjadi di pantai utara Jawa dan juga penurunan produksi ikan seperti
yang terjadi di Bagan Siapi-api yang dulunya merupakan penghasil ikan utama di
Indonesia. Mengingat besarnya kerugian akibat hilangnya/rusaknya mangrove,
maka penting dikembangkan kegiatan penanaman mangrove, terutama diluar
kawasan hutan. Agar penanaman ini berjalan dengan baik dan berhasil,
masyarakat setempat haruslah terlibat secara penuh mulai dari perencanaan
kegiatan sampai pada pemeliharaan tanaman. Keterlibatan masyarakat ini penting
karena merekalah yang sehari-hari berada dan berinteraksi dengan tanaman dan
lokasi penanaman.
PEMAHAMAN KONDISI WILAYAH
Sebelum rangkaian kegiatan penanaman mangrove bersama masyarakat
dilakukan, terutama untuk penanaman mangrove di luar kawasan hutan, kondisi
pantai dan kondisi masyarakat harus diketahui terlebih dahulu. Kondisi pantai
yang baik untuk ditumbuhi mangrove adalah pantai yang mempunyai sifat-sifat:
air tenang/ombak tidak besar
air payau
mengandung endapan lumpur
lereng endapan tidak lebih dari 0.25 % - 0.50 %.
12
Gambar 6. Beberapa buah mangrove: (a) bakau besar/laki (R. mucronata), (b) tumu/
tanjang/bius (B. gymnorrhiza), (c) bakau kecil/bini (R. apiculata), (d) api-api (Avicennia
sp.), (e) pedada (Sonneratia sp.).
(Sumber: Khazali (1999))
PEMBIBITAN
Dalam penanaman mangrove, kegiatan pembibitan dapat dilakukan dan
dapat tidak dilakukan. Apabila keberadaan pohon/buah mangrove disekitar lokasi
penanaman banyak, kegiatan pembibitan dapat tidak dilakukan. Apabila
keberadaan pohon/buah disekitar lokasi penanaman sedikit atau tidak ada,
kegiatan pembibitan sebaiknya dilaksanakan. Adanya kebun pembibitan akan
menguntungkan terutama bila penanaman dilaksanakan pada saat tidak musim
puncak berbuah atau pada saat dilakukan penyulaman tanaman. Selain itu,
penanaman melalui buah yang dibibitkan akan menghasilkan persentase tumbuh
yang tinggi. Bibit/benih yang akan ditanam harus sudah tersedia satu hari sebelum
diadakan penanaman. Buah bakau dan tumu bisa disemaikan terlebih dahulu
sebelum ditanam dan bisa ditanam tanpa persemaian. Buah api-api dan prepat
sebelum ditanam sebaiknya disemaikan terlebih dahulu. Penanaman secara
langsung, terutama di pinggir laut, sulit dilaksanakan karena buah/bijinya terlalu
kecil sehingga mudah dibawa arus. Penanaman dengan sistem puteran dari
permudaan alam, untuk kedua jenis ini dapat dilakukan dan berhasil dengan baik.
1. Pemilihan lokasi persemaian
Lokasi persemaian diusahakan pada tanah lapang dan datar. Selain itu,
hindari lokasi persemaian di daerah ketam/kepiting atau mudah dijangkau
kambing. Lokasi persemaian diusahakan sedekat mungkin dengan lokasi
16
penanaman dan sebaiknya terendam air pasang lebih kurang 20 kali/bulan agar
tidak dilakukan kegiatan penyiraman bibit.
2. Pembangunan tempat dan bedeng persemaian
Dari luas areal yang ditentukan untuk tempat persemaian, sekitar 70 %
dipergunakan untuk keperluan bedeng pembibitan, sisanya 30 % digunakan untuk
jalan inspeksi, saluran air, gubuk kerja dan bangunan ringan lainnya. Ukuran
tempat persemaian tergantung kepada kebutuhan jumlah buah yang akan
dibibitkan. Bahan tempat persemaian dapat menggunakan bambu. Atap/naungan
dapat menggunakan daun nipah atau alang-alang dengan ketinggian antara 1-2
meter. Apabila disekitar lokasi persemaian terdapat banyak kambing, maka
bangunan persemaian harus dirancang agar kambing tidak dapat masuk. Bedeng
persemaian dibuat dengan ukuran bervariasi sesuai kebutuhan, tetapi umumnya
berukuran 5 x 1 m. Dengan bedeng berukuran 5 x 1 meter dapat memuat kurang
lebih 1200 kantong plastik (polybag) ukuran 15 x 20 cm, dimana masing-masing
kantong memuat satu benih. Selain kantong plastik (polybag), untuk penghe-
matan dapat digunakan botol air mineral bekas. Dalam ukuran bedeng yang sama
dapat memuat 1280 botol air mineral bekas ukuran 500 ml, dimana masing-
masing botol memuat satu benih.
Bedeng persemaian dapat dibuat dengan mencangkul tanah dengan
kedalaman 5 - 10 cm atau tanah yang datar diberi batas berupa bambu agar
kantong plastik atau botol air mineral bekas tidak jatuh. Antar bedeng sebaiknya
ada jalan inspeksi untuk memudahkan pemeriksaan tanaman.
Gambar 7. Bedeng persemaian: (a) tanah yang didalami, (b) tanah yang diberi batas
bambu
(Sumber: Khazali (1999))
17
3. Pembuatan bibit
Dalam pembibitan, terlebih dahulu harus dipersiapkan media tanam yaitu
tanah lumpur dari sekitar persemaian. Untuk buah jenis bakau dan tengar, benih
dapat langsung di semaikan dan sekaligus disapih pada kantong plastik atau botol
air mineral bekas yang telah dilubangi bawah-nya dan diisi media tanam. Jenis
api-api dan prepat benih harus disemaikan terlebih dahulu. Buah api-api, benih
dapat ditebarkan langsung di bak persemaian atau kulit buah dibelah dua terlebih
dahulu sebelum disemaikan di bak persemaian. Untuk buah prepat, dari satu buah
dapat berisi lebih dari 150 benih. Namun seringkali ditemukan sebagian benih-
benih ini telah diserang hama.
Untuk mendapatkan benih prepat, buah yang sudah tua direndam di dalam
air selama 1 - 2 hari hingga benihnya benar-benar terpisah. Benih-benih ini
kemudian disemaikan di bak semai yang berisi tanah lumpur. Apabila semai
kedua jenis ini telah berumur kurang lebih 1 bulan atau ditandai dengan keluarnya
daun 5 - 6 helai, semai dipindahkan ke kantong plastik atau botol air mineral
bekas untuk disapih di bedeng persemaian. Penyiraman bibit hanya dilakukan
apabila air pasang tidak sampai membasahi bibit. Setelah bibit bakau atau tumu
berumur sekitar 3 - 4 bulan, bibit siap untuk ditanam di lapangan. Sedangkan bibit
api-api atau prepat siap ditanam setelah berumur sekitar 5 - 6 bulan.
penghasilan bagi kelompok. Saat ini permintaan terhadap bibit mangrove cukup
banyak karena sudah berjalannya beberapa program penanaman mangrove
diberbagai tempat.
PENANAMAN
1. Faktor Penunjang Keberhasilan
Sebelum melakukan penanaman, harus diperhatikan beberapa faktor fisik
penunjang keberhasilan penanaman: keadaan pasang surut, musim ombak dan
kesesuaian jenis tanaman dengan lingkungannya. Selain itu, faktor pelibatan
masyarakat (termasuk perempuan dan anak-anak) dalam kegiatan penanaman juga
menentukan keberhasilan penanaman. Dengan keterlibatan ini akan timbul rasa
memiliki dan keinginan menjaga dan memelihara tanaman. Penanaman sebaiknya
dilakukan pada saat air laut surut agar memudahkan penanaman dan jarak antar
tanaman dapat segera diketahui apakah seragam atau tidak. Untuk mengetahui
kondisi pasang surut air laut ini, beberapa hari sebelum penanaman perlu diamati
waktu dan lama pasang dan surut. Informasi dari masyarakat tentang kondisi ini
akan sangat bermanfaat.
Untuk penanaman dipinggir laut, terutama di daerah pantai yang menghadap
laut terbuka, musim ombak besar perlu diketahui agar setelah penanaman
bibit/benih tidak hilang diterjang ombak. Untuk daerah-daerah pantai penanaman
sebaiknya tidak dilakukan pada musim barat karena saat tersebut ombaknya besar.
Penanaman pada musim timur akan lebih baik karena ombaknya relatif kecil
sehingga resiko bibit/benih hilang diterjang gelombang laut kecil. Waktu
penanaman ini sebaiknya didiskusikan dan disepakati bersama dengan masyarakat
karena merekalah yang lebih menguasai kondisi setempat. Kesesuaian jenis
tanaman dengan lingkungannya perlu diperhatikan karena akan mempengaruhi
tingkat keberhasilan penanaman. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk
kesesuaian jenis ini adalah salinitas, frekuensi penggenangan, tekstur tanah
(kandungan pasir dan lumpur), dan kekuatan ombak dan angin (Kusmana dan
Onrizal 1998).
19
Bakau laki/bakau besar (R. mucronata) dapat tumbuh baik pada lumpur
yang dalam dan tahan terhadap ombak dan angin. Jenis ini cocok ditanam di
bagian depan garis pantai, terutama di pantai yang ombaknya cukup besar. Bakau
(R. stylosa) dapat ditanam pada lokasi-lokasi yang banyak mengandung pasir dan
pecahan koral. Api-api (Avicennia spp.) dan prepat (S. alba) cocok ditanam di
daerah yang didominasi pasir tapi mengandung lumpur dan terkena pasang surut
rata-rata 20 hari/bulan. Kedua jenis ini sangat kuat untuk menahan ombak karena
sifat akarnya yang muncul dari bawah keatas seperti pasak sehingga keduanya
cocok ditanam di bagian terdepan garis pantai. Tumu/tanjang (Bruguiera spp.)
dan pedada (S. caseolaris) dapat ditanam lebih kearah darat yang tanahnya lebih
keras di ekosistem mangrove.
2. Penentuan jarak tanam
Jarak tanam tergantung lokasi dan tujuan penanaman. Penanaman di pinggir
laut dengan tujuan melindungi pantai dari abrasi atau sebagai jalur hijau, jarak
tanamnya adalah 1 x 1 meter. Jumlah baris tanaman tergantung kondisi pantai,
namun diusahakan sebanyak mungkin. Dengan semakin banyaknya tegakan
20
tanaman akan semakin besar kemampuannya untuk melindungi pantai dari abrasi,
semakin besar kemampuannya menyuburkan pantai, dan semakin banyak ruang
untuk perlindungan dan tumbuh bagi biota air seperti ikan dan udang. Penanaman
di pinggir sungai atau saluran-saluran air menuju tambak dengan tujuan
melindungi tanggul atau jalur hijau, apabila hanya 1 baris, jarak antar tanaman
dapat 1 meter atau 1.5 meter. Apabila lebih dari 1 baris, jarak tanam dapat 1 x 1
meter atau 1.5 x 1.5 meter. Apabila dilokasi penanaman banyak penjala, pencari
udang atau kepiting maka jarak antar tanaman sebaiknya diperbesar menjadi 2
meter atau 2 x 2 meter. Hal ini untuk memberi ruang bagi mereka dan alat yang
digunakan agar tidak merusak tanaman.
Jarak antar tanaman di tambak dengan tujuan untuk melindungi tanggul
dapat 1 meter, 1.5 meter atau 2 meter. Setelah tanaman membesar dan dirasakan
terlalu rapat, dapat dilakukan penjarangan sehingga jarak antar tanaman menjadi 2
meter atau 3 meter. Penanaman di tengah tambak (terutama tambak bandeng)
jarak tanaman dapat 1.5 x 1.5 meter, 2 x 2 meter atau 2 x 3 meter. Setelah
tanaman membesar, dapat dijarangkan menjadi 3 x 3 meter, 2 x 4 meter atau 4 x 3
meter.
3. Persiapan Peralatan
Setelah mengetahui kondisi pasang surut, musim ombak dan kesesuaian
jenis, serta jarak tanam ditentukan, selanjutnya dipersiapkan beberapa peralatan
penanaman, yaitu:
a. Tali pengatur jarak tanaman
Agar jalur tanaman dan jarak antar tanaman yang diinginkan seragam, maka
diperlukan tali tambang ukuran 10 m atau 20 m. Kedua ujung tali ini diikat
dengan sepotong bambu atau kayu dan pada jarak tanam yang diinginkan diberi
tanda (cat atau tali plastik yang diikat) sebagai titik-titik penanaman. Tali pengatur
jarak tanaman ini dapat dibuat satu atau lebih tergantung kepada jumlah orang
yang akan ikut menanam.
b. Ajir
Ajir diperlukan terutama untuk penanaman di pantai yang menghadap laut
lepas yang ombaknya cukup besar. Bibit atau benih diikat ke ajir agar tidak
21
hanyut dibawa ombak. Selain itu, ajir juga dapat digunakan untuk penanaman di
sungai atau saluran air. Penggunaan ajir ini bertujuan sebagai tanda adanya
tanaman baru. Tanda ini diharapkan agar orang-orang yang sering memanfaatkan
daerah pantai, sungai atau saluran air tambak seperti penjala ikan, pencari udang,
pencari kepiting atau orangorang yang sedang rekreasi/bermain ke daerah pantai,
dan lain-lainnya tidak merusak atau mencabut tanaman baik dengan sengaja
maupun tidak sengaja.
c. Tugal
Tugal digunakan untuk membuat lubang tanaman dan dibutuhkan sewaktu
menanam di tanah lumpur yang agak keras. Tugal dapat terbuat dari sepotong
kayu atau bambu bulat. Jumlah tugal yang dibuat tergantung dari jumlah orang
yang menanam, idealnya 1 tugal untuk 5 6 orang.
d. Ember dan parang
Ember digunakan untuk mengangkut bibit atau benih sewaktu diadakan
penanaman. Parang digunakan apabila di lokasi penanaman banyak tumbuhan liar
atau ranting. Kedua peralatan ini sebaiknya dibawa oleh masing-masing orang
yang akan menanam.
Gambar 9. (a) tali pengatur jarak tanaman, (b) ajir, (c) tugal
(Sumber: Khazali (1999))
4. Pembagian Kelompok
Sebelum pelaksanaan penanaman sebaiknya diketahui jumlah orang yang
akan terlibat dalam penanaman. Pelibatan dan penentuan orang yang akan ikut
22
menanam ini akan lebih baik dan mudah apabila dikoordinir sendiri oleh tokoh-
tokoh masyarakatnya. Kemudian dilakukan pembagian kelompok yaitu kelompok
penanam dan kelompok pendistribusi bibit/benih. Kelompok penanam dapat
berjumlah 10 - 20 orang dan dapat terdiri dari 1 atau lebih kelompok, tergantung
jumlah bibit/benih yang akan ditanam atau luasnya areal penanaman. Kelompok
pendistribusi bibit/benih dapat berjumlah 5 - 10 orang dan hanya terdiri dari 1
kelompok saja. Setelah kelompok dibagi, selanjutnya dijelaskan teknis penanaman
oleh masyarakat yang telah dikader dan berperan sebagai koordinator kelompok.
Kemudian setiap orang di kelompok dibagi-bagi tugas, seperti: 2 orang pembawa
tali pengatur jarak tanaman, 2 atau 3 orang pembawa tugal, dan selebihnya
penanam. Setelah itu, setiap kelompok dibagikan peralatan penanaman dan
menuju ke lokasi penanaman dengan membawa bibit/benih di ember masing-
masing. Bibit/benih sisanya dibawa oleh kelompok pendistribusi bibit/benih.
5. Pelaksanaan Penanaman
Setelah tiba dilokasi, kelompok-kelompok penanam segera disebar. Dimulai
dari titik awal penanaman, tali direntang-kan dan ditancapkan di lumpur. Setelah
itu, kelompok penanam segera menanam bibit/benih di titik-titik yang sudah
ditandai. Apabila lumpurnya cukup keras, maka terlebih dahulu harus dilubangi
oleh pembawa tugal. Bila persedian bibit/benih habis, kelompok pendistribusi
bibit/benih harus segera mendistribusikan bibit/benih ke masing-masing
penanaman. Penanaman dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu bibit dan benih.
a. Penanaman dengan benih
Pada lokasi penanaman berlumpur lembek atau dalam, sekitar sepertiga dari
panjang buah/benih (terutama bakau dan tumu) ditancapkan ke dalam lumpur
secara tegak dengan bakal kecambah menghadap keatas. Pada lokasi penanaman
berlumpur agak keras, terlebih dahulu dibuat lubang baru buah/benih dimasukkan
kedalam lubang secara tegak. Setelah itu lubang ditutup kembali dengan tangan
sehingga benih dapat berdiri tegak dengan baik. Apabila ingin memasang ajir
sebagai tanda adanya tanaman baru, maka ajir ditanam disamping buah/benih.
Untuk melindungi buah agar tidak hanyut terbawa ombak, sebaiknya buah
diikatkan pada ajir.
23
Gambar 11. Penanaman dengan bibit, dimana kantong plastik atau botol air mineral
bekas dikumpulkan untuk digunakan lagi pada kegiatan pembibitan selanjutnya.
(Sumber: Khazali (1999))
PEMELIHARAAN
Keberhasilan kegiatan penanaman sangat ditentukan oleh kegiatan
pemeliharaan tanaman. Dilain pihak, keberhasilan kegiatan pemeliharaan
ditentukan oleh berhasil/tidaknya dalam menimbulkan kesadaran masyarakat
untuk terlibat dan melakukannya secara mandiri.
1. Penyiangan dan penyulaman
25
Gambar 13.Perlindungan tanaman dari ketam/kepiting: (a) penanaman yang rapat, (b)
penanaman dua benih dalam satu lubang, (c) bibit/benih yang dibungkus dengan bambu
(Sumber: Khazali (1999))
b. Kambing
Gangguan lain yang sering merusak tanaman mangrove adalah kambing.
Kambing ini biasanya memakan tanaman yang telah berdaun sampai kepangkal
daun. Akibatnya tanaman tidak dapat menghasilkan daun kembali dan mati. Cara
untuk mengatasi gangguan kambing ini adalah dengan membuat kesepakatan
diantara masyarakat apakah kambing dikandangkan atau menentukan daerah
penggembalaan dan kambing harus digembala atau diikat diareal tersebut. Cara
lain dengan me-nanam bibit/benih di daerah diluar jangkauan kambing, yaitu
tempat yang selalu tergenang air atau selalu berlumpur.
c. Hama
Hama yang sering menyerang tanaman mangrove dikenal dengan scale
inset dan kutu lompat (Mealy bug). Ciriciri serangan hama ini daun menjadi
kuning dan kemudian rontok kemudian tanaman menjadi mati. Cara mengatasinya
dengan pemusnahan tanaman yang terkena serangan hama ini.
27
d. Manusia
Dampak kerusakan terhadap tanaman yang diakibatkan oleh manusia dapat
lebih besar dan luas dibandingkan dengan ketiga yang disebut diatas. Bentuk-
bentuk kegiatan yang dapat merusak tanaman antara lain:
Menjala ikan
Bibit/benih mangrove tersangkut dan tercabut sewaktu jala diangkat dari air.
Selain itu, si penjala secara tidak sengaja dapat menginjak bibit/benih.
Menyudu udang
Alat sudu dapat mencabut benih yang ditanam apabila penyuduan dilakukan
disekitar tanaman. Selain itu, si penyudu dapat mencabut bibit/benih apabila
merasa terganggu sewaktu melakukan penyuduan atau secara tidak sengaja
menginjak bibit/benih apabila penyuduan dilakukan malam hari.
Mencari kepiting
Kegiatan mencari kepiting pada siang hari dengan membongkar lubang
kepiting dapat mencabut bibit/benih, sedangkan kegiatan mencari kepiting pada
malam hari dapat mengakibatkan tanaman terinjak secara tidak sengaja oleh
pencari kepiting.
Gambar 14. Bentuk aktivitas manusia yang dapat merusak tanaman: (a) orang yang
menjala ikan, (b) menyudu udang, (c) mencari kepiting
(Sumber: Khazali (1999))
Mendaratkan perahu
28
Perahu nelayan yang mendarat disekitar penanaman, serta jalan masuk atau
keluar yang dibuat menuju perahu dapat merusak tanaman. Selain itu, pada musim
barat atau ombak besar, perahu nelayan sering dinaikkan ke darat. Pendaratan ini
akan merusak tanaman apabila terletak dilokasi penanaman.
Rekreasi/bermain di pantai
Orang yang sedang berekreasi atau sedang bermain-main ke pantai dapat
merusak tanaman dengan cara mencabut atau menginjak dengan sengaja atau
tidak sengaja.
Untuk melindungi tanaman dari gangguan manusia dapat dilakukan dengan
beberapa cara:
Pendekatan intensif, dan pembuatan dan penegakan aturan
Pertama sekali harus diketahui kepada siapa penyuluhan harus dilakukan.
Untuk itu perlu diidentifikasi orang-orang yang memanfaatkan dan sering ke
daerah pantai dan ke lokasi penanaman, serta bentuk kegiatannya. Kepada mereka
dilakukan pendekatan intensif dan diberi pengertian tentang pentingnya
penanaman mangrove dan manfaatnya bagi kelangsungan usaha mereka di masa
mendatang. Kemudian mereka diajak serta dan dilibatkan dalam pengawasan dan
pemeliharaan tanaman. Bagi para pendatang dari luar, sebaiknya kelompok
masyarakat didorong untuk membentuk aturanaturan dan sanksi mulai dari
teguran sampai dengan denda, serta dikuatkan oleh desa. Juga kelompok didorong
untuk aktif melakukan sistem pengawasan mandiri.
Memperlebar jarak tanam
29
Gambar 16. Jarak tanam yang diperlebar sehingga tidak mengganggu aktivitas penjala
ikan, penyudu udang, dan pencari kepiting
(Sumber: Khazali (1999))
Papan pengumuman
Papan pengumuman pelarangan perusakan tanaman dapat dibuat dan di
tancapkan di daerah-daerah penanaman yang sering dilalui orang. Papan
pengumuman ini sebaiknya atas nama masyarakat setempat.
3. Pemangkasan
Pemangkasan tanaman biasanya dilakukan terhadap tanaman yang ditanam
di tambak, pinggir sungai atau saluran air. Biasanya dilakukan setelah tanaman
berumur 5 tahun keatas. Tujuan pemangkasan ini terutama untuk membuat pohon
kelihatan lebih rapi, memudahkan melihat orang di tambak terutama pada malam
hari, dan bahanbahan hasil pangkasan seperti daun dapat menjadi makanan
30
kambing, akar dan ranting menjadi kayu bakar. Bagianbagian yang dipangkas
adalah ranting daun sebelah bawah dan akar-akar tunjang bakau paling atas.
4. Penjarangan
Penjarangan dilakukan dengan menebang sebagian pohon untuk memberi
ruang tumbuh yang ideal bagi pohon lainnya atau memperpanjang jarak tanam.
Penjarangan biasanya dilakukan terhadap tanaman di tambak, teru-tama di bagian
tengah, dan biasanya dilakukan setelah tanaman berumur 5 tahun keatas.
Penjarangan ditengah tambak ini bertujuan untuk memperluas ruang budidaya
ikan dan sekaligus memperkecil resiko pembusukan air tambak apabila sirkulasi
airnya tidak lancar. Hasil penjarangan ini dapat dimanfaatkan untuk bahan
bangunan atau kayu bakar.
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
31
32
K = ni /A
KR = (ni /n ) x 100%
F = pi / p
FR = (Fi / F) x 100%
D = BA / A
D = Dominansi Jenis
BA = cB2 / 4 (cm)
cB = Lingkar batang pohon dari jenis ke-i
BA = Total BA jenis i
(konstanta) = 3,1416
Dominasi Relatif Jenis (DR)
DR = (D / D) x 100%
BA = cB2 / 4 (cm)
cB = Lingkar batang pohon dari jenis ke-i
A = Luas area plot pengamatan (luas total petak contoh/plot)
D = Luas total area penutupan untuk seluruh jenis
b. Perhitungan Pancang (5 x 5 m) :
Kerapatan Jenis (K)
K = ni /A
KR = (ni /n ) x 100%
34
F = pi / p
FR = (Fi / F) x 100%
D = BA / A
D = Dominansi Jenis
BA = cB2 / 4 (cm)
cB = Lingkar batang pohon dari jenis ke-i
BA = Total BA jenis i
(konstanta) = 3,1416
Dominasi Relatif Jenis (DR)
DR = (D / D) x 100%
BA = cB2 / 4 (cm)
cB = Lingkar batang pohon dari jenis ke-i
A = Luas area plot pengamatan (luas total petak contoh/plot)
D = Luas total area penutupan untuk seluruh jenis
DR = Penutupan relatif jenis ke-i
Indeks Nilai Penting
INP = KR + FR (untuk Semai dan Pancang)
35
K = ni /A
KR = (ni /n ) x 100%
F = pi / p
FR = (Fi / F) x 100%
D = BA / A
D = Dominansi Jenis
BA = cB2 / 4 (cm)
cB = Lingkar batang pohon dari jenis ke-i
BA = Total BA jenis i
(konstanta) = 3,1416
36
DR = (D / D) x 100%
BA = cB2 / 4 (cm)
cB = Lingkar batang pohon dari jenis ke-i
A = Luas area plot pengamatan (luas total petak contoh/plot)
D = Luas total area penutupan untuk seluruh jenis
DR = Penutupan relatif jenis ke-i
Indeks Nilai Penting
INP = KR + FR + DR (untuk Pohon)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Data Hasil Pengukuran Mangrove
Lokasi Stasiun : Pantai Pasir perawan, Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI
Jakarta
Deskripsi : Air bening, tergenang dan tidak berminyak
Waktu Sampling : 03 Juni 2016
Ukuran Petak : 1m x 1m
Temperatur : 31oC
Surveyor : Kelompok 6-10 dengan Tali Rapia ukuran Transek
37
38
Plot
1x1 Jumlah Keliling Diameter
Kel. No Jenis Pohon Keterangan
meter Individu (cm) (cm)
Semai
Rhizopora 3 0,96
mucronata
9 Rhizopora 4 2,2 0,70
mucronata
Rhizopora 2 0,64
mucronata
Rhizopora 2,3 0,73
mucronata
Rhizopora 2 0,64
mucronata
10. Rhizopora 9 2,1 0,67
mucronata
Rhizopora 2,4 0,76
mucronata
Rhizopora 2,8 0,89
mucronata
Rhizopora 3,1 0,99
mucronata
Rhizopora 2,9 0,92
mucronata
Rhizopora 3 0,96
mucronata
Rhizopora 3 0,96
mucronata
Rhizopora 2,9 0,92
mucronata
Rhizopora 2,8 0,89
mucronata
*Kriteria menurut SNI 2011
K = ni /A
KR = (ni /n ) x 100%
F = pi / p
FR = (Fi / F) x 100%
D = BA / A
40
D = Dominansi Jenis
BA = cB2 / 4 (cm)
cB = Lingkar batang pohon dari jenis ke-i
BA = Total BA jenis i
(konstanta) = 3,1416
3,9
Rhizophora mucronata = BA1 = = 1,21 cm2
4
4
BA2 = 4 = 1,27 cm2
3,9
BA3 = = 1,21 cm2
4
3,2
BA4 = = 0,82 cm2
4
2,1
BA5 = = 0,35 cm2
4
2,6
BA6 = 4 = 0,54 cm2
2,9
BA9 = = 0,67 cm2
4
2,6
BA10 = = 0,54 cm2
4
3
BA11 = = 0,72 cm
4
2,2
BA12 = 4 = 0,39 cm2
2,4
BA17 = = 0,46 cm2
4
2,8
BA18 = = 0,62 cm2
4
3,1
BA19 = = 0,77 cm2
4
2,9
BA20 = 4 = 0,67 cm2
2,9
BA23 = = 0,67 cm2
4
2,8
BA24 = = 0,62 cm2
4
DR = (D / D) x 100%
BA = cB2 / 4 (cm)
cB = Lingkar batang pohon dari jenis ke-i
A = Luas area plot pengamatan (luas total petak contoh/plot)
D = Luas total area penutupan untuk seluruh jenis
DR = Penutupan relatif jenis ke-i
42
316,91
Rhizophora mucronata = x 100% = 100%
316,91
4.2 Pembahasan
Penentuan stasiun untuk ekosistem mangrove menggunakan metode plot
transek garis (transect line plot method), satu plot ukurannya 10 x 10 m, 5 x 5 m
untuk semak, dan 1 x 1 m untuk seedling (<50 cm). Dalam pengambilan data
mangrove ini dilakukan di tiga lokasi plot dimana plot pertama dimulai dari
wilayah mangrove dekat daratan dan terus bergerak menuju pantai. Lokasi
sampling data mangrove bertempat di Pantai Pasir perawan, Pulau Pari,
Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.
Pengambilan data mangrove dilakukan dengan mengamati vegetasi
mangrove yang berada dalam plot secara menyisir vegetasi satu persatu, hal ini
dilakukan untuk mengetahui jenis atau spesies mangrove, jumlah pohon, anakan
dan semai dari jenis spesies tersebut. Pengelompokan dilakukan dengan cara
mengukur diameter dan tinggi dari setiap batang pohon mangrove tersebut. Dari
hasil pengukuran tersebut tanaman mangrove dikelompokkan ke dalam pohon,
semai dan anakan.
Muka perairan pada saat sampling data setinggi pinggang yang kemudian
kedalaman perairan tersebut semakain meningkat ketika bertambah siangnya hari
dikarenakan air yang mulai pasang. Secara keseluruhan warna perairan di daerah
wisata hutan payau mangrove berwana bening kehijauan. Hal ini berkaitan dengan
tipe substrat dan bahan-bahan baik yang organik maupun non-organik yang
terlarut dalam lingkungan perairan tersebut.
43
Ordo : Malpighiales
Famili : Rhizophoraceae
Genus : Rhizophora
Spesies : Rhizophora mucronata
lumpur dan sedikit liat. Substrat mangrove terbentuk dari akumulasi sedimen yang
terbawa dari pantai atau dari daerah yang lebih tinggi mengalir ke bawah
sepanjang sungai. Endapan lumpur dalam jumlah besar secara normal akan
menghasilkan pengikisan tanah yang telah dipengaruhi secara fisik oleh aksi erosi
gelombang dan arus pasang surut di mulut sungai.
Sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Chapman (dalam Noor 2006)
bahwa sebagian besar spesies-spesies mangrove tumbuh dengan baik pada tanah
berlumpur, terutama di daerah dimana endapan lumpur terakumulasi. Mangrove
memiliki kemampuan khusus untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang
ekstrim, seperti kondisi tanah yang tergenang, kadar garam yang tinggi serta
kondisi tanah yang kurang stabil. Kondisi lingkungan seperti itu menyebabkan
beberapa jenis mangrove mengembangkan mekanisme yang memungkinkan
secara aktif mengeluarkan garam dari jaringan, sementara yang lainnya
mengembangkan sistem akar napas untuk membantu memperoleh oksigen bagi
sistem perakarannya (Setyawan dkk 2002).
Kerapatan/densitas adalah jumlah individu suatu spesies tumbuhan dalam
suatu luasan tertentu (Idriyanto 2006). Kerapatan dari suatu jenis merupakan nilai
yang menunjukan jumlah atau banyaknya suatu jenis per satuan luas. Makin besar
kerapatan suatu jenis, makin banyak individu jenis tersebut per satuan luas.
Kerapatan jenis ingkat semai jenis Rhizophora mucronata 480 ind/ha.
Dalam perairan ini, memiliki suhu 31oC, menurut Aksornkoae (1993),
suhu merupakan faktor penting dalam proses fisiologi tumbuhan seperti
fotosintesis dan respirasi. Diperkirakan suhu rata-rata didaerah tropis merupakan
habitat terbaik bagi tumbuhan mangrove. Setiap mikroorganisme mempunyai
batasan suhu tertentu untuk bertahan terhadap kegiatan fisiologisnya. Respon
bakteri terhadap suhu berbeda-beda, umumnya mempunyai batasan suhu optimum
2736C. Oleh karena itu, suhu perairan berpengaruh terhadap penguraian daun
mangrove dengan asumsi bahwa serasah daun mangrove sebagai dasar
metabolisme. Hutchings dan Saenger (1987) menyatakan bahwa Avicennia
marina yang ada di Australia memproduksi daun baru pada suhu 1820C, jika
suhunya lebih tinggi maka laju produksi daun baru akan lebih rendah. Selain itu,
47
laju tertinggi produksi dari daun Rhizopora spp., Ceriops spp., Exocoecaria spp.,
dan Lumnitzera spp. adalah pada suhu 2628C. Dengan begitu, seperti yang telah
disebutkan di atas bahwa dari hasil pengamatan diketahui suhu perairan berkisar
antara 31oC, hal ini dikarenakan saat suhu lingkungan pada waktu tersebut sudah
mulai meningkat, yang disebabkan adanya sinar matahari.
Dalam pengukuran kedalaman dan kecerahan memiliki nilai yang sama
yaitu 38,5 cm. Hutan mangrove tidak memiliki karakteristik kedalaman seperti
yang dimiliki oleh danau yang memiliki kecenderungan semakin menuju pusat
danau maka kedalaman akan bertambah, atau sungai dimana kedalaman terlihat
pada stratifikasi secara horizontal, sungai bagian hulu akan memiliki kedalaman
yang lebih kecil dibandingkan dengan sungai bagian tengah dan sungai bagian
tengah akan memiliki kedalaman yang paling besar dibandingkan dengan kedua
bagian tersebut. Perairan mangrove di Pantai Pasir Perawan ini dapat dikatakan
tidak landai karena tidak dapat menyediakan ruang yang lebih luas untuk
tumbuhnya mangrove lain seperti pohon.
Nilai kecerahan yang paling besar terdapat pada sangat berhubungan
dengan kemampuan fitoplankton dan tumbuhan air dalam melakukan fotosintesis.
Menurut Sidabutar dan Edward (1995), bahwa kecerahan sangat ditentukan oleh
intensitas cahaya matahari dan partikel-partikel organik dan anorganik yang
melayang-layang di kolom air.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Mangrove merupakan komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah
jangkauan pasang surut maupun untuk individu-individu spesies tumbuhan yang
menyusun kominitas tersebut. Berdasarkan Sampling vegetasi yang telah
dilakukan dengan metode plot kuadrat, dimana setiap stasiun dibuat tiga ulangan
pada lokasi yang paling tinggi tingkat keanekaragaman spesiesnya (acak), dengan
ukuran plot kuadrat adalah 10x10 m2 untuk pohon, 5x5 m2 untuk semak, dan 1x1
m2 untuk seedling (<50 cm) dan herba ini didapatkan hasil bahwa vegetasi
mangrove pada Pulau Pari adalah monospesifik dengan jenis Rhizophora yang
bercirikan akar tongkat dan substrat pasir berlumpur. Pada Pantai Perawan Pulau
Pari Kepulauan Seribu ini tidak diemukan pohon maupun semak di ini karena
hanya didominasi oleh satu spesies mangrove yaitu Rhizopora mucronata yang
memiliki ciri akar tongkat.
5.2 Saran
Pengamatan hendaknya dilakukan pada saat pagi hari hingga siang hari agar
kedalaman air tidak begitu dalam sehingga dapat mempermudah proses
pengamatan.
48
DAFTAR PUSTAKA
Macnae, W., 1968. A General Account of the Fauna of the Mangrove Swamps of
Inhaca Island, Mozambique. J. Ecol. 50: 93 128.
49
50
Onrizal dan Kusmana, C. 2008. Studi Ekologi Hutan Mangrove di Pantai Timur
Sumatera Utara. Biodiversitas 9(1): 25-29.