You are on page 1of 33

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN LIQUIDA SEMISOLIDA

(NON STERIL)
PERCOBAAN 3
SEDIAAN SUSPENSI

Kelompok/Shift : 5/A
Anggota Kelompok :
Wendy Wijaya 10060312018
Gina Trihandayani 10060312020
Marsha Budi Clarasati 10060312022
Iftitah Rahmi 10060312024
Hinggrid Gharzia Rosihan 10060312025
Asisten praktikum:
Ibu Cucu
Tanggal praktikum : 14 Oktober 2014
Tanggal laporan : 21 Oktober 2014

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT D


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2014
PERCOBAAN 3
SUSPENSI

I. Tujuan Percobaan

1. Dapat memahami cara pembuatan suspensi umum dan suspense kering

2. Dapat memahami bahan-bahan pembantu yang baik untuk sediaan suspensi

II. Teori Penunjang

Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut

yang terdispersi dalam fase cair. (Farmakope Indonesia IV Th. 1995, hlm 18)

Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk

halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. (Farmakope Indonesia

III, Th. 1979, hal 32)

Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat dalam bentuk halus

yang tidak larut tetapi terdispersi dalam cairan. Zat yang terdispersi harus halus

dan tidak boleh cepat mengendap, jika dikocok perlahan-lahan endapan haris

segera terdispersi kembali. Suspensi umumnya mengandung zat tambahan untuk

menjamin stabilitasnya, sebagai stabilisator dapat dipergunakan bahan-bahan

disebut sebagai emulgator (joenoes, 1990).

Suspensi juga dapat didefenisikan sebagai preparat yang mengandung

partikel obat yang terbagi sevara halus (dikenal sebagai suspensoid) disebarkan

secara merata dalam pembawa dimana obat menunjukan kelarutan yang sangat

minimum. Beberapa suspensi resmi diperdagangkan tersedi dalam bentuk siap

pakai, telah disebarkan dalam cairan pembawa dengan atau tanpa penstabil dan
bahan tambahan farmasetik lainnya (Ansel, 1989).

Beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi ialah :

1. Ukuran partikel

Semakin besar ukuran partikel semakin kecil luas penampangnya (dalam

volume yang sama ). Sedangkan semakin besar luas penampang partikel

daya tekan keatas cairan akan semakin memperlambat gerakan partikel untuk

mengendap, sehingga untuk memperlambat gerakan tersebut dapat dilakukan

dengan memperkecil ukuran partikel.

2. Kekentalan (viscositas)

Dengan menambah viscositas cairan maka gerakan turun dari partikel yang

dikandungnya akan diperlambat. Tatapi perlu diingat bahwa kekentalan

suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang.

3. Jumlah partikel (konsentrasi)

Makin besar konsentrasi pertikel, makin besar kemungkinan terjadi endapan

partikel dalam waktu yang singkat.

4. Sifat / muatan partikel

Dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari babarapa macam

campuran bahan yang sifatnya tidak selalu sama. Dengan demikian ada

kemungkinan terjadi interaksi antar bahan tersebut yang menghasilkan bahan

yang sukar larut dalam cairan tersebut. Karena sifat bahan tersebut sudah

merupakan sifat alam, maka kita tidak dapat mempengaruhinya. ( Anonim,

2004 )
Pada pembuatan Suspensi di kenal 2 macam sistem , yaitu sistem Deflokulasi

dan Sistem Flokulasi. Dalam system flokulasi, partikel terflokulasi adalah terikat

lemah, cepat mengendap dan mudah tersuspensi kembali dan tidak membentuk

cake. Sedangkan pada system Deflokulasi, partikel terdeflokulasi mengendap

perlahan lahan dan akhirnya akan membentuk sendimen dan terjadi agregasi

dan selanjutnya cake yang keras dan sukar tersuspensi kembali. ( Farmasetika ,

163 )

Berdasarkan Sifat (Diktat kuliah Likuida dan Semisolida, hal 22-23)

1. Suspensi Deflokulasi

Partikel yang terdispersi merupakan unit tersendiri dan apabila kecepatan

sedimentasi bergantung daripada ukuran partikel tiap unit, maka

kecepatannya akan lambat.

Gaya tolak-menolak di antara 2 partikel menyebabkan masing-masing

partikel menyelip diantara sesamanya pada waktu mengendap.

Supernatan sistem deflokulasi keruh dan setelah pengocokan kecepatan

sedimentasi partikel yang halus sangat lambat.

Keunggulannya : sistem deflokulasi akan menampilkan dosis yang relatif

homogen pada waktu yang lama karena kecepatan sedimentasinya yang

lambat.

Kekurangannya : apabila sudah terjadi endapan sukar sekali diredispersi

karena terbentuk masa yang kompak.


Sistem deflokulasi dengan viskositas tinggi akan mencegah sedimentasi

tetapi tidak dapat dipastikan apakah sistem akan tetap homogen pada

waktu paronya.

2. Suspensi Flokulasi

Partikel sistem flokulasi berbentuk agregat yang dapat mempercepat

terjadinya sedimentasi. Hal ini disebabkan karena setiap unit partikel

dibentuk oleh kelompok partikel sehingga ukurang agregat relatif besar.

Cairan supernatan pada sistem deflokulasi cepat sekali bening yang

disebabkan flokul-flokul yang terbentuk cepat sekali mengendap dengan

ukuran yang bermacam-macam.

Keunggulannya :sedimen pada tahap akhir penyimpanan akan tetap besar

dan mudah diredispersi.

Kekurangannya : dosis tidak akurat dan produk tidak elegan karena

kecepatan sedimentasinya tinggi.

Flokulasi dapat dikendalikan dengan :

Kombinasi ukuran partikel

Penggunaan elektrolit untuk kontrol potensial zeta.

Penambahan polimer mempengaruhi hubungan/ struktur partikel

dalam suspensi.

Syarat Suspensi

1. FI IV, 1995, hal 18

Suspensi tidak boleh diinjeksikan secara iv dan intratekal


Suspensi yang dinyatakan untuk digunakan dengan cara tertentu harus

mengandung zat antimikroba.

Suspensi harus dikocok sebelum digunakan

Suspensi harus disimpan dalam wadah tertutup rapat.

2. FI III, 1979, hal 32

Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap

Jika dikocok, harus segera terdispersi kembali

Dapat mengandung zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspense

Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah

dikocok dan dituang.

Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran partikel

dari suspensoid tetap agak konstan untuk yang lama pada

penyimpanan.(Ansel, 356)

3. Fornas Edisi 2, 1978, hal 333

Pada pembuatan suspensi, untuk mencegah pertumbuhan cendawan, ragi

dan jasad renik lainnya, dapat ditambahkan zat pengawet yang cocok

terutama untuk suspensi yang akan diwadahkan dalam wadah satuan ganda

atau wadah dosis ganda.

Macam-macam Suspensi Berdasarkan Penggunaan (FI IV, 1995, hal 18)

1. Suspensi oral, sediaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi

dalam pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai dan ditujukan

untuk penggunaan oral.


2. Suspensi topikal, sediaan cair mengandung partikel-partikel padat yang

terdispersi dalam pembawa cair yang ditujukan untuk penggunaan kulit.

3. Suspensi tetes telinga, sediaan cair mengandung partikel-partikel halus yang

ditujukan untuk diteteskan pada telinga bagian luar.

4. Suspensi optalmik, sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel

yang terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada mata.

Syarat suspensi optalmik :

Obat dalam suspensi harus dalam bentuk termikronisasi agar tidak

menimbulkan iritasi dan atau goresan pada kornea.

Suspensi obat mata tidak boleh digunakan bila terjadi massa yang

mengeras atau penggumpalan.

Untuk dapat menghasilkan sediaan suspensi yang baik, maka harus dirancang

suatu formula untuk menghasilkan suspensi yang baik . secara umum sediaan

suspensi terdiri dari :

1. Zat aktif

Zat aktif dibuat dalam bentuk sediaan suspensi secara umum adalah zat aktif

yang pada konsentrasi zat aktif yang diinginkan tidak larut sempurna dalam

air

2. Zat tambahan (Art of Compounding, hlm 300)

Zat pembasah (Wetting Agent)

Berfungsi memperlambat pengendapan, mencegah penurunan partikel,

dan mencegah penggumpalanresin dan bahan berlemak. Cara kerja

dengan meningkatkan kekentalan. Kekentalan yang berlebihan akan


mempersulit rekonstitusi dengan pengocokan. Suspensi yang baik

mempunyai kekentalan yang sedang dan partikel yang terlindung dari

gumpalan/aglomerasi. Hal ini dapat dicapai dengan mencegah muatan

partikel, biasanya muatan partikel ada pada media air atau sediaan

hidrofi

Faktor pemilihan suspending agent

- Penggunaan bahan (oral / topikal)

- Komposisi kimia

- Stabilitas pembawa dan waktu hidup produk (shelf life)

- Produk, sumber, inkompatibilitas dari suspending agent

Zat pensuspensi

Berfungsi menurunkan tegangan permukaan bahan dengan air (sudut

kontak) dan meningkatkan dispersibahan yang tidak larut. Bahan

pembasah yang biasa digunakan adalah surfaktan yang dapat

memperkecil sudut kontak antara partikel zat padat dan larutan

pembawa. Surfaktan kationik dan anionik efektif digunakan untuk

bahan berkhasiat dengan zeta potensial positif dan negatif. Sedangkan

surfakatan nonionik lebih baik untuk pembasah karena mempunyai

range pH yang cukup besar dan mempunyai toksisitas yang rendah.

Konsentrasi surfaktan yang digunakan rendah karena bila terlalu tinggi

dapat terjadi solubilisasi, busadan memberikan rasa yang tidak enak.

Cara kerja dengan menghilangkan lapisan udara pada permukaan zat

padat, sehingga zat padat ditambahkan humektan lebih mudah kontak


dengan pembawa. Contoh : gliserin, propilen glikol, polietilen glikol,

dll.

Bahan pensuspensi dapat dibagi menjadi beberapa golongan yaitu :

Golongan polisakarida

1. Gom arab, tragakan dan akasia.

2. Dan sumber alam seperti agar-agar, alginat dan pektin.

3. Selulosa sintetik seperti CMC dan tilosa.

Golongan silikat seperti bentonit, veegum dan alumunium

magnesium silikat.

Golongan protein seperti gelatin

Polimer-polimer organik seperti karbopol 934

Flocculating Agent

Floculating agent adalah bahan yang dapat menyebabkan suatu partikel

berhubungan secara bersama membentuk suatu agregat atau floc.

Floculating agent dapat menyebabkan suatu suspensi cepat mengendap

tetapi mudah di redispersi kembali. Flokulating agent dapat dibagi

menjadi empat kelompokyaitu :

1. Surfaktan

Surfaktan ionik dan nonionikdapat digunakan sebagai floculating

agent. Konsentrasi yang digunakanberkisar 0.001 sampai 1%b/v.

Surfaktan nonionik lebih disukai karena secara kimia lebih

kompatibeldengan bahan-bahan dalam formula yang lain.


Konsentrasi yang tinggi dan surfaktan dapat menghasilkan rasa

yang buruk, busa dan caking.

2. Polimer hidrofilik

Senyawa-senyawa ini memiliki bobot molekul tinggi dengan rantai

karbon panjang termasuk beberapa bahan yang pada konsentrasi

besar berperan sebagai suspending agent. Hal ini disebabkan adanya

percabangan rantai polimer yang membentuk struktur seperti gel

dalam sistem dan dapat teradsorpsi pada permukaan partikel padat

serta mempertahankan kedudukan mereka dalam bentuk system

flokulasi. Polimer baru seperti xantin gum digunakan sebagai

flokulating agent dalam pembuatan sulfaguanidin, bismut sub

karbonat, serta obat lain. Polimer hidrofilik yang berperan sebagai

koloid hidrofil yang mencegah caking dapat juga berfungsi untuk

membentuk flok longgar (floculating agent). Penggunaan tunggal

surfaktan atau bersama koloid protektif dapat membentuk suatu

sistem flokulasi yang baik. Pada proses pembuatan perlu

diperhatikan bahwa pencampuran tidak boleh terlalu berlebihan

karena dapat menghambat pengikatan silang antara partikel dan

menyebabkan adsoprsi polimer pada permukaan satu partikel saja

kemudian akan terbentuk sistem deflokulasi

3. Clay

Clay pada konsentrasi sama dengan atau lebih besar dari 0.1%

dilaporkan dapat berperan sebagai floculating agent pada


pembuatan obat yang di suspensikan dalam sorbitol atau basis sirup.

Bentonite digunakan sebagai floculating agent pada pembuatan

suspensi bismut subnitrat pada konsentrasi 1.7%

4. Elektrolit

Penambahan elektrolit anorganik pada suspensi dapat menurunkan

potensial zeta partikel yang terdispersi dan menyebabkan flokulasi.

Pernyataan Schulzhardy menunjukkan bahwa kemampuan elektrolit

untuk memflokulasi partikel hidrofobik tergantung dari valensi

counter ionnya. Meskipun lebih efektif elektrolit dengan valensi tiga

lebih jarang digunakan dari mono. Di-valensi disebabkan adanya

masalah toksisitas. Penambahan elektrolit berlebihan atau muatan

yang berlawanan dapat menimbulkan partikel memisah masing-

masing dan terbentuk sistem flokulasi dan menurunkan kebutuhan

konsentrasi surfaktan. Penambahan NaCl dapat meningkatkan

flokulasi. Misalnya suspense sulfamerazin diflokulasi dengan

natrium dodesil polioksi etilen sulfat, suspensi sulfaguanidin

dibasahi oleh surfaktan dan dibentuk sistem flokulasi oleh AlCl3.

Elektrolit sebagai flokulating agent jarangdigunakan di indusri.

Acidifier

Berfungsi mengatur pH, meningkatkan kestabilan suspense,

memperbesar potensial pengawet, meningkatkan kelarutan. Acidifier

yang biasa digunakan pada suspensi adalah asam sitrat


Pendapar

Berfungsi mengatur pH, memperbesar potensial pengawet,

meningkatkan kelarutan. Dapar yang dibuat harus mempunyai kapasitas

yang cukup untuk mempertahankan pH. Pemilihan pendapar yaitu

dengan pendapar yang pKa-nya berdekatan dengan pH yang diinginkan

Pemilihan pendapar harus mempertimbangkan inkompatibilitas dan

toksisitas. Dapar yang biasa digunakan antara lain dapar sitrat, dapar

posfat, dapar asetat.

Antioksidan (Diktat Teknologi Farmasi Sediaan Liquida dan Semisolid,

26-27)

Antioksidan jarang digunakan pada sediaan suspensi, kecuali untuk zat

aktif yang mudah terurai karena teroksidasi. Antioksidan bekerja efektif

pada konsentrasi rendah. Cara kerja dengan memblokir reaksi oksidatif

yang berantai pada tahap awal dengan memberikan atom hidrogen. Hal

ini akan merusak radikal bebas dan mencegah terbentuknya peroksida.

Hal yang perlu diperhatikan dalam memilih antioksidan :

Efektif dalam konsentrasi rendah

Tidak toksik, tidak merangsang dan tidak membentuk hasil antara

(sediaan) yang berbahaya

Segera larut atau terdispersi pada medium

Tidak menimbulkan warna, bau, dan rasa yang tidak dikehendaki.

Dapat bercampur (compatible) dengan konstituen lain pada

sediaan.
Beberapa antioksidan yang lazim digunakan :

Golongan kuinol (ex: hidrokuinon, tokoferol, hidroksikroman,

hidroksi kumeran, BHA, BHT).

Golongan katekhol (ex : katekhol, pirogalol, NDGA, asam galat)

Senyawa mengandung nitrogen (ex: ester alkanolamin turunan

amino dan hidroksi dari p-fenilamin diamin, difenilamin, kasein,

edestin)

Senyawa mengandung belerang (ex: sisteina hidroklorida)

Fenol monohidrat (ex: timol)

Pengawet

Pengawet sangat dianjurkan jika didalam sediaan tersebut mengandung

bahan alam, atau bila mengandung larutan gula encer (karena

merupakan tempat tumbuh mikroba). Selain itu, pengawet diperlukan

juga bila sediaan dipergunakan untuk pemakaian berulang (multiple

dose).

Pengawet yangsering digunakan antara lain :

Metil / propil paraben ( 2 : 1 ad 0,10,2 % total)

Asam benzoat / Na-benzoat

Chlorbutanol / chlorekresol (untuk obat luar / mengiritasi)

Senyawa amonium(amonium klorida kuarterner) OTT dengan

metil selulosa.
Pemanis

Berfungsi untuk memperbaiki rasa dari sediaan. Masalah yang perlu

diperhatikan pada perbaikan rasa obat adalah :

1. Usia dari pasien. Anak-anak lebih suka sirup dengan rasa buah-

buahan, orang dewasa lebih suka sirup dengan rasa asam, orang tua

lebih suka sirup dengan rasa agak pahit seperti kopi, dsb.

2. Keadaan kesehatan pasien, penerimaan orang sakit tidak sama

dengan orang sehat. Rasa yang dapat diterima untuk jangka pendek

mungkin saja jadi tidak bisa diterima untuk pengobatan jangka

panjang.

3. Rasa obat bisa berubah dengan waktu penyimpanan. Pada saat baru

dibuat mungkin sediaan berasa enak, akan tetapi sesudah

penyimpanan dalam jangka waktu tertentu kemungkinan dapat

berubah.

4. Zat pemanis yang dapat menaikkan kadar gula darah ataupun yang

memiliki nilai kalor tinggi tidak dapat digunakan dalam formulasi

sediaan untuk pengobatan penderita diabetes.

Catatan :

Pemanis yang biasa digunakan : sorbitol, sukrosa 2025 %

Sebagai kombinasi dengan pemanis sintetis : siklamat 0,5 %;

sakarin 0,05 %

Kombinasi sorbitol : sirupus simplex = 30 % b/v : 10 % b/v ad 20

25 % b/v total
pH > 5 dipakai sorbitol, karena sukrosa pada pH ini akan terurai

dan menyebabkan perubahanvolume.

Sukrosa dapat menyebabkan kristalisasi

Flavor

Pewarna dan pewangi harus serasi. (Lachman Practise, hlm 470)

1. Asin : Butterscoth, Mafile, Apricot, Peach, Vanili, Wintergreen

mint.

2. Pahit : Wild cherry, Walnut, Chocolate, Mint combination, Passion

fruit, Mint spice anisi

3. Manis : Buah-buahan berry, Vanili.

4. Asam : Citrus, Licorice, Root beer, Raspberry.

Suspensi rekonstitusi/suspensi kering adalah suatu campuran padat yang

ditambahkan air pada saat akan digunakan. Agar campuran setelah ditambah air

membentuk dispersi yang homogen maka dalam formulanya digunakan bahan

pensuspensi. Komposisi suspensi kering biasanya terdiri da bahan pensuspensi

pembasah, pemanis, pengawet, penambah rasa atau aroma, buffer dan zat warna.

Obat yang biasa dibuat dalam sediaan suspensi kering adalah obat yang tidak

stabil untuk disimpan dalam periode waktu tertentu dengan adanya pembawa air

(sebagai contoh obat-obat antibiotik) sehingga lebih sering diberikan sebagai

campuran kering untuk dibuat suspensi pada waktu akan digunakan. Biasanya

suspensi kering hanya digunakan untuk pemakaian selama satu minggu dan

dengan demikian maka penyimpanan dalam bentuk cairan tidak terlalu lama.

Kriteria Suspensi dan Suspensi Kering


Suatu sediaan suspensi yang balk harus memenuhi kriteria tertentu. Kriteria dan

suatu sediaan suspensi yang baik adalah

1. Pengendapan partikel lambat sehingga takaran pemakaian yang serba sama

dapat dipertahankan dengan pengocokan sediaan.

2. Seandainya terjadi pengendapan selama penyimpanan harus dapat segera

terdispersi kembali apabila suspensi dikocok.

3. Endapan yang terbentuk tidak boleh mengeras pada dasar wadah.

4. Viskositas suspensi tidak boleh terlalu tnggi sehingga sediaan dengan

mudah dapat dituang dan wadahnya.

5. Memberikan warna, rasa, bau serta nipa yang menarik.

Sedangkan kriteria suatu sediaan suspensi kering yang baik adalah

1. Kadar air serbuk boleh melebihi batas maksimum. Selama penyimpanan

serbuk harus stabil secara fisik seperti tidak terjadi perubahan wama, bau,

bentuk partikel dan stabil secara kimia seperti tidak terjadi perubahan kadar

zat aktif dan tidak terjadi perubahan pH yang drastis.

2. Pada saat akan disuspensikan, serbuk harus cepat terdispersi secara merata di

seluwh cairan pembawa dengan hanya memerlukan sedikit pengocokan atau

pengadukan.

3. Bila suspensi kering telah dibuat suspensi maka suspensi kering dapat

diterima bila memiliki kritena dan suspensi.


Suspensi kering terbagi menjadi 2 yaitu :

1. Suspensi tanpa granulasi (campuran serbuk)

Formulasi berupa campuran serbuk merupakan cara yang paling mudah dan

sederhana.

Keuntungan formulasi bentuk campuran serbuk :

Alat yang dibutuhkan sederhana, hemat energi dan tidak banyak

Jarang menimbulkan masalah stabilitas dan kimia karena tidak

digunakannya pelarut dan pemanasan saat pembuatan.

Dapat dicapai keadaan kelembaban yang sangat rendah

Kerugian formulasi bentuk campuran serbuk :

Homogenitas kurang baik. Sulit untuk menjamin distribusi obat yang

homogen ke dalam campuran

Kemungkinan adanya ketidak seragaman ukuran partikel

Aliran serbuk kurang baik

2. Suspense dengan granulasi

Pembuatan dengan cara digranulasi terutama ditunjukan untuk memperbaiki

sifat aliran serbuk saat pengisian dan mengurangi volume sediaan yang

voluminous dalam wadah. Dengan cara granulasi ini, zat aktif dan bahan-

bahan lain dalam keadaan kering dicampur sebelum diinkorporasi atau

disuspensikan dalam cairan penggranulasi. Granulasi dilakukan dengan

menggunakan air atau larutan pengikat dalam air. Dapat juga digunakan

pelarut non-air untuk bahan berkhasiat yang terurai dengan adanya air.

Keuntungan cara granulasi


Memiliki penampilan yang lebih baik dari pada campuran serbuk

Memiliki sifat aliran yang lebih baik

Tidak terjadi pemisahan

Tidak terlalu banyak menimbulkan debu selama pengisian

Kerugian cara granulasi

Melibatkan proses yang lebih panjang serta dibutuhkan peralatan yang

lebih banyak dan butuh energy listrik

Adanya panas dan kontak dengan pelarut dapat menyebabkan terjadinya

resiko instabilitas zat aktif

Sulit sekali menghilangkan sesepora cairan penggranul dari bagian dalam

granul dimana adanya sisa cairan penggranul kemungkinan dapat

menurunkan stabilitas cairan

Eksipien yang ditambahkan harus stabil terhadap proses granulasi

Ukuran granul diusahakan sama karena bagian yang halus akan memisah

sebagai fines

Secara umum formula untuk suspense rekonstitusi sama dengan formula

suspense umum, perbedaan terletak pada :

- Bahan pensuspensi yang digunakan harus mudah terdispersi dan

mengembang dengan pengocokan secara manual selama rekonstitusi. Zat

pensuspensi yang membutuhkan hidrasi, suhu tinggi atau pengadukan

dengan kecepatan tinggi untuk pengembangannya tidak dapat digunakan.


- Bila suspense rekonstitusi akan dibuat dalam bentuk granul, maka perlu

ditambahkan zat pengikat ke dalam masa granul, seperti PVP.

III. Alat, Bahan & Hewan Percobaan

Alat Bahan

Mortir dan stamper Asetosal

Beaker glass PGA

Batang pengaduk PVP

Gelas ukur CMC-Na

Tabung Sedimentasi Sukrosa

Kertas perkamen Amoksisilin

Stopwatch Aquades

Stirer Etanol

Pipet tetes

Spatel

Timbangan
IV. Preformulasi

A. Asam asetil salisilat

Nama Lain : Asetosal

Rumus Kimia : C9H8O4

Struktur Molekul :

Berat Molekul : 180,16

Warna : Putih

Rasa : Asam

Bau : Tidak berbau atau berbau lemah.

Pemerian : Hablur putih, umumnya seperti jarum / lempengan

tersusun, atau serbuk hablur putih

Kelarutan : sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, larut

dalam kloroform, dan dalam eter, agak sukar larut dalam

eter mutlak.

Stabilitas : Stabil diudara kering, didalam udara lembab secara

bertahap terhidrolisa menjadi asam salisilat dan asam asetat

B. PGA (Pulpis Gummi Arabicum)

Warna : Putih

Rasa : Tawar

Bau : Tidak berbau


Pemerian : Bentuk bulat (bulat telur)

Kelarutan : Mudah larut dalam air, praktis tidak larut dalam etanol

(95%)

Stabilitas : Lebih mudah terurai dengan adanya udara dari luar

Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan amidopyrin, apomorfin, aerosol,

etanol 95 %, garam ferri, morfin, tanin, timol, banyak kandungan garam

menurunnya viskositas.

C. Gliserin

Pemerian : Warna putih, rasa tawar seperti lendir, hampir tidak

berbau, bentuk butir, bentuk bulat (bulat telur)

Kelarutan : Dapat bercampur dengan air dan dengan etanol 95 %,

praktis tidak larut dalam kloroform dalam eter dan dalam minyak lemak

dan dalam minyak menguap.

Titik lebur : 18 0C

Titik didih : 290 0C

Massa molekular : 92,09382 g/mol

Bobot jenis : 1,261 g/ml

pH larutan :7

Stabilitas :

Terhadap udara : Higroskopik dengan adanya udara dari luar

(mudah teroksidasi)

Terhadap panas : mudah terdekomposisi dengan adanya

pemanasan, mengkristal dalam suhu rendah, kristal tidak akan


mencair sampai dengan suhu 20 0C akan timbul ledakan jika

dicampur dengan bahan teroksidasi.

Inkompatibilitas:

- Seperti kromium trioksid, kalium horat, atau kalium permanganat.

- Berubah warna menjadi hitam dengan adanya cahaya atau setelah

kontak dengan ZnO dan bisulfat.

- Gliserin + kontaminan yang mengandung logam akan berubah

warna dengan penambahan fenol salisilat dan tanin.

- Asam borat membentuk kompleks gliseroborik acid (lebih kuat dari

pada asam borat)

D. PVP (Polivinil pirolidan / povidan)

Warna : Putih sampai cream

Rasa : Pahit

Bau : Tidak berbau

Pemerian : Serbuk higroskopis

Kelarutan : Praktis larut dalam asam, kloroform, etanol, metanol,

keton dan air, praktis tidak larut dalam eter hidrokarbon dan minyak

mineral.

pH : 3-7

Titik didih : 160C-186C

Bobot Jenis : 1,180 gr/3

Stabilitas : Stabil pada suhu 110C-130C


Inkompatibilitas :

- Jika ditambahkan thimerosol akan membentuk senyawa kompleks

- Kompatibel terhadap gerak organik alami, resin sintetik dan

senyawa lainnya.

- Akan terbentuk senyawa sulfathiazole, sodium salisilat, asam

salisilat, fenol barbital dan komponen lainnya.

E. Sukrosa

Pemerian :

- Warna : putih tidak berwarna

- Rasa : manis

- Bau : tidak berbau

- Bentuk : masa hablur atau berbentuk kubus, serbuk hablur

Kelarutan :

- Sangat mudah larut dalam air

- Lebih mudah larut dalam air mendidih

- Sukar larut dalam etanol

- Tidak larut dalam kloroform dan eter

Titik lebur : 160-1860 C

Masa molekular/ukuran partikel : 342,30 gr/mol

pKa : 12,62

Bobot jenis : 1,6 gr/ml atau 1,6 gr/cm3


Stabilitas :

- Panas : suhu > 1600 C dapat teroksidasi

- Udara : lebih mudah terurai dengan adanya udara dari luar

Inkompatibilitas : logam berat, dapat mendegradasi zat.

F. Aquades

Warna : Jernih

Rasa : Tidak berasa

Bau : Tidak berbau

Pemerian : Cairan jernih

pH :7

Titik didih : 100C

Bobot Jenis : 18,02

Stabilitas : Stabil di udara

G. Amoksisilin

Struktur kimia :

Warna : Putih

Rasa : Tidak berasa

Bau : Tidak berbau

Pemerian : Serbuk hablur


Kelarutan : sukar larut dalam air dan methanol, Tidak larut dalam

benzen, dalam karbon tetraklorida dan dalam kloroform.

pH : 3,5 dan 6,0

Stabilitas : Tidak tahan asam

Polimorfisme : Kristal amorf

Inkompatibilitas : Veegum

H. Etanol

Struktur kimia :

Pemerian : Bentuk cairan jernih

Warna : Tidak berwarna

Rasa : Panas

Bau : Berbau khas

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam eter,air, kloroform.

Bobot jenis : 0,8119 0,8139 g/ml

Stabilitas : Mudah menguap, lebih mudah rusak dengan adanya

cahaya dan mudah terbakar


V. Prosedur Percobaan

A. Pembuatan suspensi

Aquades dididihkan sebagai fase pendispersi, kemudian didinginkan dalam

keadaan tertutup. Bahan aktif ekspien ditimbang, bahan suspensi yang

digunakan ditimbang dengan cara : dibuat dispersi stok hidrokoloid dengan

menaburkan serbuk CMC Na secara perlahan dan sedikit demi sedikit

kedalam mortir yang telah diisi air panas. Setelah serbuk CMC Na terbasahi

diaduk dengan cepat. Suspending agent yang telah dikembangkan,

ditimbang sesuai dengan jumlah yang tertera dalam formula kemudian

ditambahkan kedalam bahan aktif yang telah dibasahi dan sudah homogen.

Kedalam campuran ditambahkan ekspien lain sampai homogen. Suspensi

dimasukan ke dalam botol.

B. Pembuatan suspensi rekonsistusi

Zat aktif dan ekspien ditimbang sejumlah yang dibutuhkan. Masing

masing zat digerus dan dicampurkan sampai homogen. Botol ditara sesuai

volume yang akan digunkan. Masing- masing zat digerus dan ditimbang

sesui kegunaaan dimasuskan kedalam botol yang sudah ditara di kocok

sampai homogen. Dimasukan ke dalam tabung suspensi.

C. Suspensi granulasi

Masing-masing zat ditimbang dengan sejumlah yang dibutuhkan. Botol

ditara. Masing-masing zat dihaluskan. Masa granulasi dibuat dengan

mencampurkan zat aktif pengikat kemudiaan ditambahkan pelarut untuk

membuat granul sedikit demi sedikit sehingga membentuk masa yang dapat
dikepal. Masa granul diayak lalu dikeringkan ditambahkan fines ( zat aktif

dan suspending agent). Campuran ditimbang dan dimasukan kedalam botol

yang sudah ditara, ditambahkan air sampai batas lalu dikocok dan masukan

kedalam botol suspensi.

VI. Data pengamatan & perhitungan

Perhitungan

A. Suspensi

Zat aktif Acetosal 400 mg/mL dibuat 60 mL

60 mL
X 400 mg = 4,8 gram
5 mL

Zat Tambahan

PGA 5%
5
X 60 = 2 gram
100

PGA 10%
10
x 60 = 6 gram
100

Glyserin
3
x 60 = 1,8 gram
100

B. Suspensi Rekontruksi

Zat aktif Amoxilin 250 mg /mL dibuat 60 mL

250 mL
x 60 = 3 gram
5 mL
Zat Tambahan

PVP 2%
2
x 60 = 1,2 gram
100

CMC-Na 1%
1
x 60 = 0,6 gram
100

Gula 30 %
30
x 60 = 18 gram
100

Penimbangan

A. Suspensi B. Suspensi Rekontruksi

Acetosal : 4,8 gram Amoxilin : 3 gram

PGA 5% : 2 gram PVP 2% : 1,2 gram

PGA 10 % : 6 gram CMC-Na 1% : 0,6 gram

Glyserin 3 % : 1,8 gram Gula 30 % : 18 gram

Pengamatan

A. Suspensi

Acetosal ditambahkan PGA 5%

,5
T10 = = 10,5 = 0,05 cm

,6
T20 = = 10,4 = 0,06 cm

,6
T30 = = 10,4 = 0,06 cm

,7
T60 = = = 0,07 cm
10,3
,5
T120 = = 10,5 = 0,05 cm

,7
Hari 1 = = 10,9 = 0,06 cm


Hari 3 =

Acetosal ditambahkan PGA 10 %

,5
T10 = = = 0,05 cm
10,4

,7
T20 = = 10,6 = 0,07 cm

,7
T30 = = 10,6 = 0,07 cm

,7
T60 = = = 0,07 cm
10,6

,7
T120 = = 10,7 = 0,07 cm

,5
Hari 1 = = = 0,04 cm
10,5


Hari 3 =

B. Suspensi Rekontruksi

Hari 1 = Tidak terdapat endapan

Hari 3 =

VII. Pembahasan

Pada percobaan kali ini adalah sediaan suspensi. Suspensi menurut farmakope

Indonesia edisi IV merupakan sediaan cair yang mengandung partikel padat

tidak larut yang terdispersi dalam fase cair. Sedangkan suspensi menurut

farmakope Indonesia edisi III merupakan sediaan yang mengandung bahan obat

padat dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa.
Dalam praktikum kali ini, dilakukan proses pembuatan sediaan farmasi berupa

suspensi. Suspensi adalah sistem yang secara termodinamik tidak stabil, bila

dikocok dalam waktu yang lama partikel-partikel mengalami agregasi dan

pengendapan yang kadang-kadang bisa menimbulkan caking. Caking merupakan

salah satu masalah yang sangat sulit yang harus diatasi pada saat formulasi

sediaan suspensi. Caking tidak dapat diatasi hanya dengan pengecilan ukuran

partikel dan peningkatan viskositas medium, caking dapat diatasi dengan

flokulasi yaitu apabila partikel bergabung dengan ikatan yang lemah.

Pada dasarnya obat mempunyai berbagai macam bentuk. Semua bentuk obat

mempunyai karakteristik dan tujuan tersendiri. Ada zat yang tidak stabil jika

berada dalam sediaan tablet sehingga harus dalam bentuk kapsul ada juga dalam

sediaan emulsi. Semua sediaan diformulasikan khusus demi tercapainya efek

terapi yang diinginkan.

Ada beberapa alasan pembuatan suspensi. Salah satu adalah karena obat-obat

tertentu tidak stabil secara kimia bila ada dalam larutan tapi stabil bila

disuspensi. Dalam hal seperti ini suspensi menjamin stabilitas kimia dan

memungkinkan terapi dengan cairan. Untuk banyak pasien bentuk cair lebih

disukai ketimbang bentuk padat (tabel atau kapsul dari obat yang sama), karena

mudahnya menelan cairan dan keluwesan dalam pemberian dosis, pemberian

lebih mudah serta lebih mudah untuk pemberian dosis yang relatif sangat besar,

aman, mudah diberikan untuk anak-anak, juga mudah diatur penyesuaian

dosisnya untuk anak.


Secara umum sulit untuk membuat sediaan suspensi yang baik (aman, stabil, dan

memiliki penampilan yang menarik). Dalam pembuatan suspensi harus

diperhatikan beberapa faktor antara lain sifat partikel terdispersi (derajat

pembasahan partikel), zat pembasah, medium pendispersi serta komponen -

komponen formulasi seperti pewarna, pemberi rasa dan pengawet yang

digunakan. Suspensi harus dikemas dalam wadah yang memadai di atas cairan

sehingga dapat dikocok dan mudah dituang.

Kestabilan suatu suspensi dapat ditingkatkan dengan meningkatkan viskositas

medium dispersi, mengecilkan ukuran partikel terdispersi, dan mengurangi

perbedaan berat jenis partikel dan medium dispersi dapat dilakukan dengan

meningkatkan densitas cairan dengan menambahkan poliol (gliserin).

Dalam pembuatan formula suspensi yang stabil secara fisik terdiri dari dua

kategori, yaitu :

1. Pada penggunaan Structured Vehicle untuk menjaga partikel deflokulasi

dalam suspensi Structured Vehicle, adalah larutan hidrokoloid seperti tilose,

gom, bentonit, dan lain-lain.

2. Penggunaan prinsip-prinsip flokulasi untuk membentuk flok, meskipun

terjadi cepat pengendapan, tetapi dengan pengocokan ringan mudah

disuspensikan kembali

Tujuan praktikum kali ini adalah..Dalam pembuatan sediaan suspensi,

zat aktif yang digunakan adalah zat tambahan.


Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
Anief M., 2000, Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek, UGM Press, Yogyakarta.

Anief M., 1987, Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek, UGM Press, Yogyakarta.

Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, III, Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, Jakarta.

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, IV, Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, Jakarta

Winfield, A.J., Pharmaceutical Practice, London, 2004

Mollet, H., Formulation Technology, NewYork, 2001

Ansel, C.H., Pharmaceutical Dosage Forms and Drug Delivery Systems,

Philadelphia,1999.

Lieberman, H.A., Pharmaceutical Dosage Forms : Disperse Systems, New York,

1996

Aulton, M.E., Pharmaceutics : The Science of Dosage Form Design,

Philadelphia, 1996

Lachman, L., The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, Philadelphia,

1986

You might also like