You are on page 1of 7

Kelompok geriatri adalah semua orang yang berusia 60 tahun atau lebih (WHO); yang

dimaksud dengan lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas

Sejumlah faktor meningkatkan risiko infeksi pada pasien geriatri; interaksi antara faktorfaktor
risiko berupa komorbiditas, imunitas yang melemah dan faktor usia sangat kompleks.
Perubahan anatomi fisiologi akibat proses penuaan memberi konsekuensi penting terhadap
cadangan fungsional paru, kemampuan untuk mengatasi penurunan komplians paru dan
peningkatan resistensi saluran napas terhadap infeksi.

Pertambahan usia, ditambah dengan faktor lingkungan, menyebabkan perubahan anatomi


fisiologi tubuh. Pada tingkat awal, mungkin merupakan homeostasis normal, kemudian
berkelanjutan dan mengarah pada reaksi adaptasi yang merupakan proses homeostasis
abnormal. Tahap paling akhir terjadi kematian sel. Salah satu sistem organ yang mengalami
perubahan anatomi fisiologi adalah sistem pernapasan

Pasien geriatri lebih mudah terinfeksi pneumonia karena adanya gangguan refleks muntah,
melemahnya imunitas, gangguan respons pengaturan suhu dan berbagai derajat kelainan
kardiopulmoner. Kelainan sistem saraf pusat dan refl eks muntah juga turut berperan
mengakibatkan pneumonia aspirasi. Selain itu, kelainan kardiopulmoner secara langsung
mempengaruhi penurunan fungsi jantung dan paru

Gangguan respons pengaturan suhu terkait proses penuaan meliputi gangguan respons
simpatoneural - vasomotor yang terjadi bersama gangguan produksi panas tubuh dan
gangguan persepsi suhu.14 Selain itu suhu basal tubuh pada lanjut usia lebih rendah
dibanding pada dewasa muda

Sistem imunitas humoral tergantung pada keutuhan fungsi limfosit B. Pasien geriatri
memiliki banyak gangguan sistemik yang dapat mengganggu fungsi limfosit B sehingga
menurunkan produksi antibodi. Gangguan ini juga menjadi faktor predisposisi infeksi
mikroorganisme patogen yang merupakan penyebab umum pneumonia bakterial.13 Sekali
mikroorganisme patogen berada di alveolus, mediator proinflamasi akan dilepaskan dan
respons infl amasi terpicu sehingga menimbulkan manifestasi klinis

Studi pada subjek manusia sehat menyimpulkan bahwa penambahan usia membawa
perubahan penting pada respons imun alami dan adaptif, disebut immunosenescence.
Konsekuensi klinis immunosenescence meliputi peningkatan kerentanan terhadap infeksi,
keganasan dan penyakit autoimun, penurunan respons vaksinasi serta gangguan proses
penyembuhan luka pada pasien geriatric

Sumber
http://www.kalbemed.com/Portals/6/05_212injauan%20Imunologi%20Pneumonia%20pada%
20Pasien%20Geriatri.pdf
Geriatri (dari kata Geros = tua, iatrea = merumat) atau ilmu kesehatan usia lanjut adalah
bagian ilmu penyakit dalam yang mempelajari aspek-aspek pencegahan, peningkatan,
pengobatan, pemulihan serta aspek psikologis dan sosial dari penyakitpenyakit pada usia
lanjut.

Telah diketahui bahwa penyakit dan kesehatan pada usia lanjut tidaklah sama dengan
penyakit dan kesehatan pada golongan populasi usia lainnya, yaitu dalam hal:
penyakit pada usia lanjut cenderung bersifat multipel, merupakan gabungan antara
penurunan fisiologik/alamiah dan berbagai proses patologik/penyakit;
penyakit biasanya berjalan kronis, menimbulkan kecacatan dan secara lambat laun
akan menyebabkan kematian;
usia lanjut juga sangat rentan terhadap berbagai penyakit akut, serta diperberat dengan
kondisi daya tahan yang menurun;
kesehatan usia lanjut juga sangat dipengaruhi oleh faktor psikis, sosial dan ekonomi
pada usia lanjut seringkali didapat penyakit iatrogenik (akibat banyak obat-obatan
yang dikonsumsi).

Pada sistem saraf pusat terjadi pengurangan massa otak, aliran darah otak, densitas koneksi dendritik,
reseptor glukokortikoid hipokampal, dan terganggunya autoregulasi perfusi. Timbul proliferasi
astrosit dan berubahnya neurotransmiter, termasuk dopamin dan serotonin. Terjadi peningkatan
aktivitas monoamin oksidase dan melambatnya proses sentral dan waktu reaksi.

Pada fungsi kognitif terjadi penurunan kemampuan meningkatkan fungsi intelektual; berkurangnya
efisiensi transmisi saraf di otak yang menyebabkan proses informasi melambat dan banyak informasi
hilang selama transmisi; berkurangnya kemampuan mengakumulasi informasi baru dan mengambil
informasi dari memori

Pada sistem kardiovaskuler, pengisian ventrikel kiri dan sel pacu jantung (pacemaker) di nodus SA
berkurang; terjadi hipertrofi atrium kiri; kontraksi dan relaksasi ventrikel kiri bertambah lama;
respons inotropik, kronotropik, terhadap stimulasi beta-adrenergik berkurang; menurunnya curah
jantung maksimal; peningkatan atrial natriuretic peptide (ANP) serum dan resistensi vaskular perifer

Pada fungsi paru-paru terjadi penurunan forced expiration volume 1 second (FEVI) dan forced volume
capacity (FVC); berkurangnya efektivitas batuk dan fungsi silia dan meningkatnya volume residual.
Adanya ventilation-perfusion mismatching yang menyebabkan PaO2 menurun seiring bertambahnya
usia : 100 (0,32 x umur)

Pada fungsi gastrointestinal terjadi penururan ukuran dan aliran darah ke hati, terganggunya bersihan
(clearance) obat oleh hati Terganggunya respons terhadap cedera pada mukosa lambung,
berkurangnya massa pankreas dan cadangan enzimatik, berkurangnya kontraksi kolon yang efektif
dan absorpsi kalsium. Menurunnya bersihan kreatinin (creatinin clearance) dan laju filtrasi
glomerulus (GFR) 10 ml/dekade terjadi dengan semakin bertambahnya usia seseorang. Penurunan
massa ginjal sebanyak 25%, terutama dari korteks dengan peningkatan relatif perfusi nefron
jukstamedular. Aksentuasi pelepasan anti diuretic hormone (ADH) sebagai respons terhadap dehidrasi
berkurang dan meningkatnya ketergantungan prostaglandin ginjal untuk\ mempertahankan perfusi.

Pada saluran kemih dan kelamin timbul perpanjangan waktu refrakter untuk ereksi pada pria,
berkurangnya intensitas orgasme pada pria maupun wanita, berkurangnya sekresi prostat di urin dan
pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna serta peningkatan volume residual urin.

Toleransi glukosa terganggu (gula darah puasa meningkat 1 mg/dl/dekade; gula darah postprandial
meningkat 10 mg/dl/dekade). Insulin serum meningkat, HbA1C meningkat, IGF-1 berkurang.
Penurunan yang bermakna pada dehidroepiandrosteron (DHEA), hormon T3, testosteron bebas
maupun yang bioavailable, dan produksi vitamin D oleh kulit serta peningkatan hormon paratiroid
(PTH). Ovarian failure disertai menurunnya hormon ovarium.

Pada sistem saraf perifer lanjut usia mengalami hilangnya neuron motor spinal, berkurangnya sensasi
getar, terutama di kaki, berkurangnya sensitivitas termal (hangatdingin), berkurangnya amplitudo aksi
potensial yang termielinasi dan meningkatnya heterogenitas selaput akson myelin. Massa otot
berkurang secara bermakna (sarkopenia) karena berkurangnya serat otot. Efek penuaan paling kecil
pada otot diafragma; berkurangnya sintesis rantai berat miosin, inervasi, meningkatnya jumlah
miofibril per unit otot dan berkurangnya laju basal metabolik (berkurang 4%/dekade setelah usia 50).

Pada sistem imun terjadi penurunan imunitas yang dimediasi sel, rendahnya produksi antibodi,
meningkatnya autoantibodi, berkurangnya hipersensitivitas tipe lambat, berkurangnya produksi sel B
oleh sumsum tulang; dan meningkatnya IL-6 dalam sirkulasi.

SUMBER: http://www.univmed.org/wp-content/uploads/2011/02/kRISPRANAKA.pdf
5 Pertimbangan untuk Anestesi Pasien Geriatri

1. PRE-ANESTHETIC EVALUATION
Evaluasi pra-anestesi membentuk dasar prosedur anestesi. Riwayat menyeluruh dan
pemeriksaan fisik adalah kunci untuk prosedur anestesi. Mengevaluasi asupan oral,
metabolisme pasien dan pemeliharaan berat badan adalah indikator umum kesehatan
menyeluruh. Perubahan gaya hidup dan olahraga dapat menunjukkan masalh yang serius
pada SSP atau sistem cardiovaskuler. Darah lengkap, panel serum kimia, dan urinalisis dapat
membantu memperkuat kecurigaan klinis dari masalah yang terdeteksi pada pemeriksaan
fisik serta mengidentifikasi beberapa penyakit terkait usia dan disfungsi organ degeneratif
yang lebih mungkin terjadi pada penuaan.

2. MODIFY THE ANESTHETIC PROTOCOL


Pada pasien geriatrik, ada dua faktor utama yang mempengaruhi protokol anestesi.

Yang pertama adalah disfungsi organ degeneratif Tabel 1. Secara umum, disfungsi organ
degeneratif - terutama di otak, hati, dan ginjal, dapat menyebabkan efek farmakodinamik
yang lebih mendalam terhadap anestesi, penundaan timbulnya efek, perpanjangan durasi
efek, dan berpengaruh terhadap peningkatan resiko yang buruk. Satu studi yang menyelidiki
farmakokinetik propofol mengamati bahwa anjing geriatrik lebih sensitif terhadap efek
propofol dan oleh karena itu memerlukan dosis yang lebih rendah. Idealnya, profil
farmakokinetik obat tidak boleh dipengaruhi oleh status metabolik pasien. Inilah salah satu
alasan mengapa propofol dan alfaxalone memiliki efek farmakodinamik yang lebih dapat
diprediksi dibandingkan thiopental pada pasien dengan gangguan metabolik.

Faktor kedua yang mempengaruhi protokol melibatkan penyakit terkait usia. Penting untuk
mengidentifikasi gangguan fisiologis dan metabolik yang utama dan memilih protokol yang
akan meminimalkan dampak pada mekanisme kompensasi.
Sebagai aturan umum, jika ada keraguan mengenai kapasitas fisiologis atau metabolik pasien,
gunakan premedisitas, yang meminimalkan efek pada aliran darah dan dapat menggunakan
obat-obatan short-acting antagonis (misalnya midazolam, fentanyl), diikuti oleh induksi obat-
obatan short-acting (misalnya propofol, alfaxalon, isofluran).
3. AGE-RELATED PHYSIOLOGIC CHANGES
Sistem Fisiologi Perubahan fisiologi berdasarkan umur
Neurologi 1. Akumulasi produk metabolik
(misalnya beta-amyloid, lipofuscin,
badan polyglucosan) yang mungkin
berperan dalam peningkatan
sensitifitas terhadap obat penenang
dan anestesi umum.
2. Peningkatan kemungkinan gangguan
sensorik dan disfungsi kognitif, yang
mengakibatkan disforia dan delirium
selama periode perioperatif.
3. Mengurangi kapasitas termoregulasi
Cardiovascular 1. Mengurangi sensitivitas baroreseptor
2. Meningkatnya waktu sirkulasi
3. Mengurangi compliance miokard dan
vaskuler
4. Mengurangi cadangan
jantung/Cardiac Reverse
5. Koeksistensi penyakit jantung primer
(ex. Penyakit Valvular/katup jantung)
Pulmo 1. penurunan compliance dinding toraks
dan parenkim paru
2. Respon ventilasi yang lambat (depresi
pernafasan)
Renal 1. Penurunan aliran darah ginjal dan laju
filtrasi glomerulus
2. Gangguan pada homeostasis natrium
dan air
3. Mengurangi respons sistem renin-
angiotensin-aldosteron
Hepar 1. Mengurangi massa hati dan
mengurangi kapasitas metabolism
2. Reduksi curah jantung memiliki efek
sekunder pada metabolisme obat di
hepar
3. Pengurangan sintesis protein
Komposisi tubuh 1. Pengurangan massa otot dan kadar air
2. Kenaikan komposisi lemak
3. Pengurangan tingkat metabolisme
basal

4. MINIMIZING THE DEPTH OF ANESTHESIA


Pendekatan multimodal terhadap anestesi umum dapat meminimalkan kedalaman anestesi, yang
dapat mengurangi depresi kardiovaskular yang disebabkan oleh agen anestesi. Perubahan
degeneratif pada refleks baroreceptor dan fungsi jantung pasien geriatrik meningkatkan kerentanan
terhadap hipotensi selama anestesi. Memasukkan rencana analgesik multimodal seperti obat
antiinflamasi nonsteroidal, opioid, dan / atau anestesi locoregional ke dalam protokol anestesi dapat
meminimalkan kebutuhan anestesi inhalan. Ini memiliki manfaat tambahan untuk menghalangi
respons stres yang disebabkan oleh intervensi bedah.

5. CONTINUE MONITORING DURING THE RECOVERY


Penting untuk terus memantau pasien sampai bisa melindungi jalan napasnya sendiri dan
dalam suhu normal. Hipotermia, hipotensi, dan hiperkapnia dapat memperpanjang fase
pemulihan dan dapat memperburuk potensi aritmia. Dukungan pernapasan selama ini bisa
mempercepat laju eliminasi anestesi inhalan. Terapi oksigen selama semua fase anestesi
dapat mengurangi risiko aritmia.

Antagonis benzodiazepin atau opioid (misalnya, flumazenil atau nalokson, masing-masing)


mungkin diperlukan jika sedasi yang berlebihan dicurigai dan gangguan metabolik telah
disangkal. Kedua kelas obat tersebut bisa menyebabkan timbulnya delirium. Mereka lebih
cenderung mengalami delirium akibat efek residu obat penenang dan analgesik. Munculnya
delirium juga bisa diperburuk dengan disfungsi kognitif. Berdasarkan beberapa penelitian
baik flumazenil maupun naloxone telah digunakan untuk mengobati kemunculan delirium.

Perbedaan Pain dan Disforia pada pasien post operasi


SUMBER:
http://www.cliniciansbrief.com/sites/default/files/attachments/Top%205_Considerations%20f
or%20Anesthesia%20of%20a%20Geriatric%20Patient.pdf

You might also like