Professional Documents
Culture Documents
Makna dari ungkapan-ungkapan Jawa ini seringkali tidak dipahami oleh sebagian besar
keturunan etnis Jawa di era modern ini. Maka tidak salah, jika muncul sebutan, Wong
Jowo sing ora njawani.
Filosofi Jawa dinilai sebagai hal yang kuno, ndeso dan ketinggalan jaman. Padahal,
filosofi leluhur tersebut berlaku terus sepanjang hidup. Warisan budaya pemikiran orang
Jawa ini bahkan mampu menambah wawasan kebijaksanaan dan mengajarkan hidup kita
agar senantiasa Eling lan Waspodo.
Berikut kumpulan falsafah beserta arti penjelasannya yang menjadi pedoman hidup
masyarakat Jawa:
4. Ngluruk Tanpa Bala, Menang Tanpa Ngasorake, Sekti Tanpa Aji-Aji, Sugih Tanpa
Bandha
Artinya Berjuang tanpa perlu membawa massa, Menang tanpa merendahkan atau
mempermalukan. Berwibawa tanpa mengandalkan kekuasaan, kekuatan, kekayaan atau
keturunan, Kaya tanpa didasari kebendaan.
13. Saiki jaman edan yen ora edan ora komanan, sing bejo sing eling lan waspodo.
Artinya sekarang zaman edan, yang gak enda gak bakal kebagian; Hanya orang yang
ingat kepada Allah yang beruntung. disini saja juga tidak cukup dan waspada terhadap
duri-duri kehidupan yang setiap saat bisa datang dan menghujam kehidupan, sehingga
bisa mengakibatkan musibah yang berkepanjangan.
Dan kata dari "Sing penting ngumpul" melambangkan berpegang teguh pada persatuan,
yang artinya bersatu untuk tujuan bersama.
Filosofi dari kalimat peribahasa "Mangan ora mangan sing penting kumpul" adalah filosofi
yang cocok yang bisa mendasari kehidupan demokrasi bangsa Indonesia agar tujuan
bangsa ini tercapai.
Kata "wali" antara lain berarti pembela, teman dekat, pemimpin. Dalam pemakaiannya,
kata ini biasa diartikan sebagai orang yang dekat dengan Alloh Ta'ala. Adapun kata
"songo" berarti sembilan. Maka walisongo diartikan sembilan wali yang dianggap telah
dekat dengan Alloh Ta'ala, terus menerus ibadah kepadaNya serta memiliki kekeramatan
dan kemampuan kemampuan lain diluar kebiasaan manusia.
Anggota Walisongo yang paling terkenal, yaitu:
Sekian update informasi kali ini semoga bermanfaat dan dapat menjadi inspirasi untuk
anda semua. Salam.
Ajaran Filsafat Kuno Masyarakat Jawa Ajaran orang jawa kuno sering
menggunakan filosofi (unen-unen/peribahasa) yang berhubungan
dengan budi pekerti luhur dan etika kehidupan. Filosofi ini harus selalu
digunakan sebagai pedoman, dimaksudkan agar dalam menjalani hidup
ini kita senantiasa tertuntun ke jalan yang lurus.
Jawa dan kejawen sebagai bagian tak terpisahkan satu sama lain.
Kejawen bisa menjadi penutup atau kulit luar dari beberapa ajaran yang
berkembang di Tanah Jawa, pada masa Hindu dan Budha. Dalam
perkembangannya, penyebaran Islam di Jawa juga dibungkus dengan
ajaran masa lalu, kadang-kadang bahkan melibatkan aspek Jawa sebagai
bumbu untuk penyebaran agama Islam. Walisongo memiliki andil besar
dalam penyebaran Islam di Tanah Jawa. Unsur-unsur Islam ditanamkan
dalam budaya seperti pertunjukan wayang Jawa, lantunan lagu Jawa,
ilmu sastra dan filsafat dalam bentuk syair, cerita epos, upacara tradisi
selamatan, terutama di Kerajaan Mataram (Yogya/Solo).
Setiap manusia, pasti punya falsafah masing-masing. Falsafah atau filosofi dipegang teguh dalam
perjalanan hidup. Indonesia punya banyak sekali falsafah baik dan unik. Salah satunya adalah
falsafah orang Jawa.
Falsafah Jawa memang terkenal dalam dan penuh makna. Nah, kalau kamu salah satu orang Jawa,
kamu pasti merasakan betapa manfaatnya falsafah ini terhadap hidupmu.
1. Alon-alon waton kelakon
gandhokkulo
n.wordpress.com
Artinya pelan-pelan asal selamat. Kedengarannya simpel ya tetapi sebenarnya filosofi ini memiliki
makna yang mendalam. Disini kita diajak untuk selalu berhati-hati, ulet, waspada, dan berusaha
dalam menjalani hidup.
thefacesofindonesia.blogspot.sg
Artinya kita jangan mudah heran, mudah menyesal, mudah terkejut, dan manja. Filosofi ini
mengajarkan kita untuk menjadi orang yang dapat menerima semua keadaan. Sehingga kita tidak
akan membuat masalah buat diri kita dan diri orang lain.
3. Sapa nandur, bakalan ngunduh
redbubble.com
Ini soal karma. Bagi siapa yang mengumpulkan kebaikan maka suatu saat akan mendapatkan
hasilnya. Orang yang banyak membantu orang lain, dia akan mendapatkan karma yang baik suatu
hari nanti. Kita diajarkan untuk berlomba menanam kebaikan dimanapun kita berada. Ini juga
bermakna kerja keras kita yang akan berhasil kelak.
skhatzey.blogspot.sg
Filosofi tersebut artinya menerima segala pemberian. Kita sebaiknya bisa ikhlas dalam menghadapi
segala hal yang terjadi didalam hidup kita. Hal ini ditunjukkan khususnya agar kita tidak menjadi
orang yang serakah dan menginginkan hak milik orang lain.
Hidup itu harus menyala. Jika mengikuti filosofi ini, kita diajak untuk membuat hidup kita menyala
dengan membantu orang-orang disekitar kita. Intinya kita harus bisa memberi manfaat baik itu hal
kecil maupun hal yang besar.
phinemo.com
Jangan merasa paling pintar biar kita tidak mau salah arah dan jangan suka mencurangi biar kita
tidak mau celaka. Jadi ingat koruptor sama orang yang mencuri ya. Mereka paling pintar dan salah
arah, mereka juga mencurangi banyak orang, makanya jadi celaka. Kita harus bisa selalu rendah
hati ya...
EDITORS' PICKS
satujam.com
Filosofi ini didapat dari kitab Ronggo Warsita pujangga dari tanah Jawa. Arti dari filosofi tersebut
adalah orang yang paling beruntung itu orang yang selalu ingat kepada yang Kuasa dan berhati-hati
dalam menjalani hidup. Dalam ya guys maknanya.
goodnewsfromindonesia.id
Semua orang akan mendapatkan akibat dari segala perilakunya sendiri. Jadi, kita tidak perlu
menyalahkan dan mencari kesalahan orang lain karena bisa saja itu adalah akibat dari apa yang kita
lakukan sendiri. Jadi, kita harus ingat untuk berhati-hati dalam betindak.
9. Ngluruk tanpa bala, menang tanpa ngasorake,
sekti tanpa aji-aji, sugih tanpa bandha
juniarmeitalika.wordpress.com
Menyerbu tanpa bala tentara, menang tanpa merendahkan, kesaktian tanpa ajian, kekayaan tanpa
kemewahan merupakan arti dari filosofi ini. Makna dari kata-kata tersebut adalah kita sebaiknya
menjadi pemberani meski berjuang sendirian dan selalu menjaga wibawa serta selalu bersyukur.
dinaemak.it.student.pens.ac.id
Arti dari filosofi ini adalah kehormatan diri berasal dari lisan dan kehormatan raga berasal dari
pakaian. Bagi orang Jawa cara berpakaian itu menentukan kehormatan raga dan cara berbicara
menunjukkan kehormatan diri seseorang. Penampilan dan ucapan kita mempengaruhi bagaimana
orang bereaksi dan menghargai kita.
Nah filosofi yang satu ini artinya kebaikan akan terlihat dan kejahatan juga akan nampak. Semua
perbuatan akan nampak tidak peduli itu baik maupun buruk. Ini adalah ajaran untuk kita agar
memperbanyak perbuatan yang baik. Jika berbuat buruk dan disembunyikan, maka suatu saat
perbuatan itu juga akan terbongkar.
Filosofi-filosofi di atas merupakan petuah dan ajaran dari leluhur dan banyak yang sudah
terlupakan. Ada baiknya kita sebagai generasi muda memilih dan mengambil pelajaran yang dapat
kita petik dari makna filosofi-filosofi tersebut.
Kesuksesan
Sederhana, tapi butuh niat untuk melakukannya
Namun, melihat kondisi saat ini, stereotip tersebut tidaklah salah. Maka, tak ada salahnya kita
mengenal filosofi-filosofi orang Tionghoa yang bisa saja memberikan kita jalan menuju
kesuksesan.
Ya, sampai kapanpun orang tua akan menjadi pondasi utama kita dalam meraih kesuksesan.
Merekalah yang dari dulu memenuhi segala kebutuhan kita. Mereka jugalah yang akan selalu
mendukung kala kita mengalami masalah.
Tak bisa dipungkiri kalau usaha keras kita akan membuahkan hasil yang baik untuk kita pula.
Namun, semua itu harus kita barengi dengan hidup yang sederhana. Jangan berfoya-foya, terlebih
jika kita belum berkecukupan. Hiduplah dengan hemat dan cerdas mengatur keuangan. Kamu yang
ingin memulai wirausaha pun pandai mengatur perputaran uang, seperti keseimbangan pemasukan
dan pengeluaran.
Mengapa? Orang Tionghoa percaya kalau keberanian mengambil keputusan dan kesempatan yang
ada akan berujung pada kesuksesan. Kita seakan-akan tak takut untuk mengalami segala macam
kerugian maupun risiko. Meskipun semua berdasarkan keputusan kita sendiri yang juga pada
akhirnya tak boleh kita sesali. Intinya adalah apapun yang kita lakukan akan membuahkan hasil,
baik itu positif maupun negatif. Jalani saja.
Setiap orang akan mengalami masalah. Namun, masalah yang menerjang selama hidup tidak boleh
dijadikan alasan untuk menyerah. Justru merupakan bantu loncatan bagi kita untuk memperbaiki
dan membuat usaha kita lebih baik lagi.
Jangan pantang menyerah. Rugi merupakan musuh utama, tapi juga bisa jadi batu loncatan kita
untuk menemukan hal yang tepat. Hal tersebut tersebut terjadi juga agar kita bisa belajar dari
kesalahan.
Terkadang kita akan berada di posisi nyaman, tapi ada kalanya kita akan terjun ke masalah dan
kesusahan. Maka dari itu, kesombongan atau keangkuhan bukanlah sifat yang tepat untuk
menjalani hidup.
Jangan memaksakan diri pada hal yang tidak kamu suka jika pada akhirnya kamu akan
mengundurkan diri. Lebih baik kerjakan apapu sesuai kesukaan dan kemahiranmu.
Maka dari itu, setiap kesempatan yang ada di depan harus kamu ambil. Kembali lagi ke filosofi
sebelumnya, bahwa jangan pernah takut. Pada akhirnya, kesempatan ini tidak akan terulang lagi
untuk kita raih.
Karena pada akhirnya kamu tidak akan mendapatkan segala hal yang kamu inginkan. Maka, kamu
harus sadar kalau tidak selama keinginanmu akan terpenuhi. Jangan serakah dengan terus menerus
mencari hartamu dengan cara apapun.
Ya, bersikap jujur akan membawamu ke arah yang baik. Memang terkadang, ketika berkutat
dengan kejujuran, akan ada yang terluka, akan ada yang tersinggung. Namun, memang itulah jalan
keluar satu-satunya untuk mendapat karma baik.
Bukan saja dalam berpikir, tapi juga dalam bertindak. Kita tidak boleh lagi gegabah, harus bisa
membaca situasi, selain itu mengandalkan otak dan logika dalam mengambil keputusan.
Setiap manusia punya kelebihan dan kekurangan. Maka dari itu, keduanya haruslah seimbang.
Bilang kamu punya kemampuan akan suatu bidang, jangan sungkan-sungkan untuk kamu
kembangkan. Hal sama berlaku pada kesalahanmu, perbaikilah karena orang-orang lebih senang
melihat niatmu untuk membuat kebaikan.
Baca Juga: Ada 25 Orang yang Akan Kamu Temui dalam Perjalananmu
Menuju Sukses
Ada 25 Orang yang Akan Kamu Temui dalam Perjalananmu Menuju Sukses
Yang membangun dan menjatuhkanmu.
Jalan menuju sukses itu tidaklah mudah. Ada seratus lebih rintangan dan orang-orang yang harus
kamu hadapi. Dalam perjalanan ini, kamu harus mempersiapkan diri untuk menaiki rollercoaster di
depan mata, salah satunya dengan bertemu 25 orang ini.
Mungkin mereka orang yang hanya mengenalmu dari jauh, atau bahkan orang terdekat dalam
kehidupanmu. Tapi bukan berarti kamu harus berhenti mengejar impianmu. Mereka akan mengerti
kok, suatu saat nanti.
Jangan biarkan mereka membuatmu merasa tidak layak untuk mencapai impianmu! Not even
once! Jadikan pecut dan terus berjalan ke depan.
3. Orang yang tidak akan menghargaimu ketika kamu sedang berjuang, tetapi kembali
ketika kamu mulai berhasil.
Waspadalah terhadap orang tipe ini. Mereka akan berpaling darimu segera setelah kamu mencapai
titik terendah, namun kembali padamu secepat semut menemukan gula saat kamu akan mencapai
titik tertinggimu.
4. Orang yang akan mencegahmu mencapai mimpi hanya karena mereka tidak bisa
melakukannya.
Jangan dengarkan, terus berlari ke depan. Kamu memiliki jalan yang panjang untuk dilalui.
5. Orang yang hanya akan mendukungmu jika kamu berhasil melampaui mereka.
Apresiasi seperti itu tidak nyata. Jangan tertipu begitu mudah. Pendukung sejatimu akan selalu
memberikan support di tahap apapun dalam perjalananmu.
6. Orang yang akan menghargai dan mendorong di setiap langkahmu dan benar-benar
berharap kamu sukses.
Berterima kasihlah pada mereka mumpung mereka masih berada di sisimu. Mereka adalah orang-
orang paling tulus yang kamu temui.
Ingat, biarkan kakimu tetap menjejak ke tanah, tetap membumi. Belum tentu mereka tulus
mengungkapkan hal itu.
Jangan setuju hanya karena kamu harus mengikuti perkataannya. Jangan ragu untuk mengukir
jalanmu sendiri. Lakukanlah hal-hal dengan caramu sendiri, cara yang kamu rasa nyaman. Jangan
pernah kehilangan bakat alamimu hanya karena ada orang lain yang menyuruhmu.
10. Orang yang mengubah seluruh filosofimu tentang kehidupan dengan hanya satu nasihat.
Mungkin awalnya, pikiranmu menjadi lebih terbuka, namun dengan kebingungan serta berdiri
tanpa tujuan tiba-tiba. Dan, hal itu mungkin mengantarkanmu ke jalan yang tidak pernah kamu
bayangkan sebelumnya.
Akan menjadi pelajaran yang tidak pernah kamu lupakan seumur hidup.
12. Orang yang akan menakut-nakutimu dengan pesimisme mereka sampai kamu menyerah.
Eits, jangan resah karena pesimisme yang mereka tanamkan. Selama kamu berpikir kamu bisa
melakukannya, kamu pasti bisa.
13. Orang yang tidak akan pernah mengerti gairahmu dalam hidup.
EDITORS' PICKS
Jangan buang waktumu untuk menjelaskan diri padanya terlalu banyak. Kamu tidak perlu
persetujuan orang lain terkait impianmu selain diri sendiri.
14. Orang yang akan terus bersaing denganmu.
Jangan membenci mereka. Mereka adalah orang yang akan menginspirasimu untuk berusaha lebih
baik lagi setiap harinya.
Tidak apa-apa. Mengikuti kata hati dan mencapai impianmu sendiri itu tidaklah egois.
16. Orang yang akan merendahkanmu karena mereka tidak sebaik atau semampu dirimu.
Satu pelajaran penting yang akan mereka ajarkan padamu ialah bahwa kamu harus bisa bekerja
dengan orang lain.
Ya, akan ada banyak. Banyak sekali. Yang bisa kamu lakukan adalah bekerja keras. Kamu akan
mendapatkan yang lebih dan suatu saat berada di depan mereka.
18. Orang yang akan mencoba untuk mengeksploitasi bakatmu untuk keuntungan mereka
sendiri.
Jangan terperangkap dalam keuntungan jangka pendek semudah itu. Jangan perdagangkan
impianmu untuk apa pun di dunia ini.
19. Orang yang akan membuatmu ingin puas dengan "hasil biasa".
Jika kamu ingin menciptakan sesuatu lebih dari "biasa", kamu pasti bisa. Sesuatu yang besar
membutuhkan pemikiran besar.
20. Orang yang mendorongmu untuk mencapai impian yang lebih tinggi.
Jaga mereka. Mereka motivasi terbaik yang akan kamu temukan.
Tapi anehnya, mereka justru orang-orang yang akan meberikan pelajaran maksimal selama kamu
mengayuh di dunia kerja. Paling tidak, mereka mengajarkan bahwa kamu tidak akan menjadi orang
seperti mereka.
Mungkin sulit pada awalnya untuk mengatasi perasaan sedih itu, tapi itulah momen di mana kamu
menyadari kekuatan yang kamu miliki dan menjadi orang yang lebih kuat setelahnya.
Dia belum tentu dapat membantumu dalam karir dengan cara apapun. Tapi dia akan menjadi pilar
yang kuat untuk mendukungmu di saat terberat. Jagalah dia. Tidak banyak orang seperti dia.
24. Orang yang punya keadaan lebih sulit darimu, namun masih tetap berhasil.
Bukti nyata. Kalau mereka bisa melakukannya, kamu juga pasti bisa.
Hari di mana kamu berhasil menemukan dirimu sendiri, itu adalah hari di mana kamu berhasil
dalam hidup.
Ya, mereka akan siap menyapamu di perjalanan ini. Ada yang baik dan ada yang buruk. Namun,
semuanya memberikan pelajaran yang sangat penting dalam hidup.
Terbongkar, Ini 8 Rahasia Kenapa Orang Tionghoa Mudah Sukses dan
Kaya Raya!
Hal-hal yang bisa kamu contek dari etos kerja orang Tionghoa
Orang Tinghoa lebih suka beli kontan alias tunai daripada beli
secara kredit. Mereka sadar bunga kredit itu justru memberatkan
di kemudian hari. Tabungan mereka pun digunakan untuk membeli
barang secara kontan.
EDITORS' PICKS
Baca Juga: Tradisi Unik Orang Tionghoa: Mana yang Masih Kamu
Lakukan?
Dalam hidup manusia yang saling berinterksi satu sama lain, yang mana setiap individu mempunyai
keinginan masing-masing yang tentu tidak selalu selaras, maka Kerja Sama adalah cara efektif untuk
kembali menyelaraskan keinginan secara kelompok besar dan tentunya dalam hal Benar, semua itu di
lakukan dengan tulus tanpa pamrih. Jadi bisa di katakan Gotong royong adalah mempunyai suatu
tujuan saling bahu membahu dilakukan dengan tulus tanpa kecurigaan.
Dalam kehidupan berumah tangga, Holopis Kuntul Baris bisa berarti kedua individu yang seiya
sekata, yang mana ini dapat di bangun lewat adanya komunikasi yang efektif.
Dalam hubungan orang tua dengan anak-anak (Guru dan Murid) masing-masing menyelaraskan dan
berlaku yang sama sesuai dari hakekat tujuan Hidup.
Dalam hubungan keluarga dengan keluarga lain (bermasyarakat), lebih mengangkat harkat dan
martabat dari nilai kemanusiaan. Nilai kemanusiaan itu adalah cinta kasih, cinta kasih wujudnya adalah
selalu saling memaafkan (mengampuni) atau tolerasi, dan selalu saling memberi/murah hati.
Maka orang tua (leluhur) mengajarkan untuk bahwa seorang wanita mencintai pria atau sebaliknya
haruslah karena masing-masing dalam kejujuran yang bertanggung jawab.
Kejujuran bertanggung Jawab adalah bagaimana masing-masing bisa saling membangun bukan
mengantikan.
Dalam kehidupan berumah tangga Bramara Mangun Lingga, terjadi biasanya pria nya telah
melakukan penyimpangan-penyimpangan atau tidak jujur bertanggung jawab, tingkah laku berlebihan
baik secara agresif maupun defensif mengambarkan bahwa pria tersebut sedang bermasalah atau
melakukan kesalahan.
Dalam hubungan orang tua dan anak (Guru dan Murid), ajaran untuk apa adanya, menjadi diri sendiri
dan jujur bertanggung jawab (membangun orang lain), serta tidak minder yang akhirnya bertindak
agresif, perlu di contohkan oleh orang tua atau Guru.
Dalam hubungan keluarga dengan keluarga lain (bermasyarakat), janganlah selalu menjadikan atau
berlomba untuk membuat rumput kita lebih hijau dari tetangga (orang lain), tapi tingkatkanlah kwalitas
keluarga (bermasyarakat) dengan niat saling membangun. karena kalau motivasinya adalah untuk
pengakuan diri (rumput lebih hijau) maka akan terjebak bahwa terjadi tebar persona, dan bisa
berdampak tebar persona pada lawan jenis yang berujung pada penyelewengan/penipuan.
Dalam hubungan keluarga dengan keluarga lain (bermasyarakat), tidak peduli dan cenderung masa
bodoh karena ashik pada materi yang dimiliki.
4. Mburu Uceng Kelangan Dheleg
Artinya: Memburu hal kecil, kehilangan yang besar.
Perkembangan materialis dalam kehidupan semakin tinggi berbanding lurus dengan banyaknya
diciptakan tools alat bantu kehidupan manusia yang serba otomatis, semua serba mudah dan
gampang, bahkan bisa dikatakan tanpa tools penunjang ini manusia tidak bisa hidup.
Hal inilah yang kemudian memberikan input secara terus menerus pada generasi ke generasi untuk
akhirnya sangat terantung materialis..
Pada akhirnya ini kemudian yang materialis lebih dikejar dalam hidup daripada yang mistis
(kasunyatan).
Ukuran kwalitas hidup akhirnya pula disematkan berkwalitas atau tidak, dilihat bagaimana pencapaian
materialis
Banyak yang berpendapat, biar dapat materi dulu barulah dia mulai masuk pada kasunyatan. Dalam
konteks ini sebenarnya adalah mereka telah mempertaruhkan hal besar (nyata) demi suatu hal kecil
(maya/materi). Padahal materi dapat diciptakan kalau kita mencapai hal yang nyata ~ cipto dadi
nyato
Saya tidak mengunakan istilah korban atau berkorban ataupun pengorbanan sesuatu yang besar
demi hal kecil.
Karena pengorbanan dalam arti sebenarnya adalah kehilangan sesuatu yang baik demi sesuatu yang
lebih baik, pada bahasa falsafahnya adalah mengambil kebijaksanaan.
Nah.. Falsafah diatas menujukan ke-Botol-an bukan kebijakan.
Dalam kehidupan berumah tangga Mburu Uceng Kelangan Dheleg adalah bahwa lebih penting
adalah kesatuan dan kemanunggalan diatas segala-galanya dari apa yang dikejar. Ada satu istilah
bahwa kalau usaha atau karier mau bagus maka biasanya keluarga berhasil secara kwalitas.
Kerakusan demi egoisme kenyamanan sering mengorbankan kehidupan keluarga.
Saling membangun keluarga, maka hal yang lain (materi) akan mengikuti.
Dalam hubungan orang tua dan anak (Guru dan Murid), orang tua sering memaksakan anaknya
untuk berprestasi berakedemik dari pada mengajarkan cara logika berpikir, atau lebih senang anaknya
sanggup menghapal, daripada anak mengerti. Demikian guru menitik beratkan fanatisme ajaran
daripada esensi ajaran.
Dalam hubungan keluarga dengan keluarga lain (bermasyarakat), nilai kemanusiaan harus diletakan
diatas segalanya. Kehilangan nilai kemanusiaan demi pengejaran nilai lain adalah penurunan derajat
kemanusiaan itu sendiri..
Ukurannya menjadi sangat sulit sebagai penimbang akan cukup tidaknya dalam mengejar urusan
materi. Masing-masing punya ukurannya sendiri..
Tips yang pernah diberikan adalah saat anda mengejar sesuatu materi, maka bersamaan itu buatlah
kebajikan, maka itu tanda bahwa anda mengejar sesuatu dengan tidak sia-sia.. Jangan pula terbalik,
melakukan kebajikan demi sesuatu.
Dalam kehidupan berumah tangga Mburu Kidang Lumayu, bisa berarti jangan menyombongkan hal
yang belum ada yang sedang kita kejar.
Dalam hubungan orang tua dan anak (Guru dan Murid), mengajarkan hal yang penting, akan
menhindari pengejaran hal yang sia-sia dikemudian hari, hal yang penting adalah meletakan kebajikan
diatas pengejaran materi.
Dalam hubungan keluarga dengan keluarga lain (bermasyarakat), jangalah berdusta dengan
membohongin hal yang sebenarnya kita tidak punyai dan dengan memaksakan diri.
Menjunjung tinggi kerelaan dengan bermurah hati demi kemanusiaan adalah sikap memiliki welas asih.
Pertanyaannya adalah seberapa besar saya harus bermurah hati? Jawabnya adalah berikanlah
sampai anda sudah mulai merasa keberatan (terbebani), dan tambahkanlah semangat lebih, melebih
diatas keberatan.
Dalam kehidupan berumah tangga, Tuna Sathak Bathi Sanak, tidak dalam kategori pendapat yang
kita cukup kita kenal adalah uang tidak mengenal saudara, uang bisa membeli teman (saudara).
Namun adalah ada saatnya kita harus melepaskan keterikatan dengan harta demi menjujung
kemanunggalan dalam keluarga, janganlah jadikan harta menjadi ukuran atau timbangan.
Dalam hubungan orang tua dan anak (Guru dan Murid), mengajarkan untuk senantiasa bermurah
hati, mementingkan kesatuan dalam persaudaraan, walau harus kehilangan harta benda.
Dalam hubungan keluarga dengan keluarga lain (bermasyarakat), menjunjung tinggi saling asah
asuh asih melebihi berkompok sesuai latar belakang jauh lebih penting untuk membangun suatu
persaudaraan yang universal.
Dalam kehidupan berumah tangga, Sanding Kebo Gupak masing-masing bertanggung jawab untuk
bisa mempengaruhi secara positif terus menerus, jangan sampai memberi pengaruh yang jelek
terutama atas dasar ketidak percayaan, ketidak terbukaan, sehingga komunikasi menjadi mandek.
Dalam hubungan orang tua dan anak (Guru dan Murid), orang tua atau guru diharapkan menjadi
katalisator positif agar anak atau murid bisa menjadi manusia menemukan diri mereka apa adanya
agar bertumbuh menjadi pribadi yang unik. Jika orang tua atau guru bersifat seperti memerangkan diri
sebagai Durno yang mempersonifikasikan hal jelek, maka anak atau murid haruslah menjadi bimo
yaitu sapa temen tinemu
Dalam hubungan keluarga dengan keluarga lain (bermasyarakat), menjaga kondisi yang tetap
kondusif dilingkungan masing-masing dan juga lingkungan dalam suasana positif terhindar dari gosif,
bisa akan membangun karakter yang positif secara kolektif.
Dalam hubungan orang tua dan anak (Guru dan Murid), orang tua / guru yang welas asih bukan
dilihat dari usia nya, tapi bagaimana mereka bisa menjaga dan menyelaraskan kawruh (pengertian)
mereka dengan laku mereka. Anak / Murid dalam menghargai orang tua/guru bukan dengan memuji-
muji sambil berlaku anarkis, tapi yang menerapkan ajaran welas asih/budhi-lah.
Ada juga yang mengatakan, ukuran hebat tidaknya seseorang (bisa positif bisa negatif), bukan dilihat
dari berapa banyak orang yang datang menghadiri undangan saat perkawinannya atau mengawinkan
anaknya, tapi hebat tidaknya adalah dilihat dari banyak tidaknya yang datang melayat saat dia mati.
Terlepas dari kenangan orang lain dan banyak penghargaan yang diberikan kepada yang sudah
meninggal, yang lebih penting adalah apakah kita pribadi telah meninggalkan hal benar/budhi bagi
kehidupan orang lain? Dan hal benar tadi sebagai kesadaran dalam perjalan Roh pribadi sendiri.
Jika hal buruk yang kita lakukan, tidak hanya membuat kita terhambat, tapi lebih pula mempengaruhi
orang lain. Sehingga jika sepanjang masih hidup maka kita masih berlaku buruk, hal ini akan membuat
menjadi permanen sehingga sampai tidak dapat diubah, maka untuk orang lain, pengaruh buruk bisa
jadi baru hilang kalau kita sudah mati, dan hal buruk akan diperbaiki jika kita alami kematian fisik untuk
kembali belajar lagi.
Dalam kehidupan berumah tangga, Ciri Wanci Lali Ginawa Mati, mumpung kita masih hidup dan
bersama dengan pasangan, hendaklah bisa merubah segala hal buruk yang dapat menyakiti
pasangan, baik secara pikiran, perkataan, maupun tingkah laku.
Dalam hubungan orang tua dan anak (Guru dan Murid), pengaruh hal buruk dari orang tua / guru
sangat dapat membuat anak/murid bertingkah buruk, dan kadang harus menunggu orang tua / guru
mati dulu, baru sang anak/murid bisa terbebas dari doktrin buruk.
Dalam hubungan keluarga dengan keluarga lain (bermasyarakat), tinggalkanlah hal baik, maka akan
membangun masyarakat yang baik di generasi yang akan datang.
Semoga Bermanfaat
Berkah Dalem Gusti
bersambung ke bag. 2
Dalam kehidupan berumah tangga, Obah Ngarep Kobet Mburi, kata-kata aku akan selalu setia
dalam untung dan malang, sehat dan sakit, sampai kematian memisahkan kita.. Suatu pernyataan
hidup yang menyatakan diri untuk senantiasa siap dalam kesusahan apapun untuk mencapai keluarga
yang berkwalitas.
Masing-masing harus siap untuk suatu kesusahan yang semu, demi untuk saling membangun diri yang
sejati.
Dalam hubungan orang tua dan anak (Guru dan Murid), senantiasa akan mengajarkan kedisplinan
bagi anak/murid, dan hal ini tentunya bisa dianggap sebaga suatu kesusahan yang membatasi semua
semau gue-nya anak/murid. Maka kadang larangan bukanlah ditujukan untuk sebagai ajaran, tapi
lebih menunjukan bahwa anak/siswa belum bertumbuh atau belum mengerti.
Dalam hubungan keluarga dengan keluarga lain (bermasyarakat), kondisi susah dalam hal ini jangan
dianggap bahwa kita berbuat menyusahkan orang lain itu benar adanya, hal itu sama sekali tidak
sama.
Sesama penghuni kehidupan ini, hendaknya kita saling support untuk mencapai agar lebih baik dalam
bermasyarakat. Mari kita tetap saling bergandeng tangan dalam menapaki kehidupan ini. Berat sama
dipikul, kalau ringan kita jangan bebankan/beratkan yang lain.
Dalam kehidupan berumah tangga, Kethek Saranggon, senantiasa selalu menciptakan suasana
saling mengampuni dan memberi, jika saat ini terlibat dalam dendam dan kerakusan, segeralah keluar
dari sana, sebelum terseret dan terjadi kehancuran dalam keluarga. Dendam dan kerakusan tak
mengenal saudara, sahabat, semuanya bisa dilibas dan menjadi korban. Kita tidak bisa menduga kita
menciptakan kerusakan yang parah, jika tidak segera keluar dari sana.
Dalam hubungan orang tua dan anak (Guru dan Murid), yang mengajarkan dendam dan kerakusan
akan merusak anak/murid secara dalam. Efeknya bergenerasi generesi terus menerus, dan ini
sangat menyedihkan semua mahluk, sebab untuk kembali atau membalikan, sangatlah sulit dan akan
banyak memakan korban.
Dalam hubungan keluarga dengan keluarga lain (bermasyarakat), fungsi budaya, segala seni, dan
tataran kemasyarakat yang ada ritual acara adalah ajaran/pesan dari leluhur kita untuk membangun
masyarakat dalam kumpulan dan kegiatan yang baik, agar masyarakat tidak terjebak pada kumpulan
yang jahat.
Saya sangat bangga dengan beberapa daerah di Sumatera, dan juga pagelaran wayang di jawa, seni
tari, dan kebgiatan budaya, karena memberi dampak kehidupan yang baik. Kebanggaan juga di
tujukan kepada Pulau Dewata yang terus kegiatan setiap hari tidak lepas dari budaya kegiatan yang
bersifat saling kumpul, seni, kegiatan yang melepaskan berkembangnya kumpulan yang jahat.
Mari kita dukung segala bentuk upaya orang-orang yang senantiasa akan melakukan kegiatan-
kegiatan seni budaya. Termasuk budaya Sarasehan Diskusi harus kita tingkatkan.
Saat terjadi diskusi politik di media televisi, para politikus berteriak-teriak sambil menunjuk lawan
bicaranya, dan yang lain ikut mensoroki, terkesan memang inilah yang patut di pertontonkan akan
moral sebenarnya manusia Indonesia. Dalam arti jika kita melepaskan semua sekat dan aturan atau
formula dalam kehidupan ini (tanpa hukum), maka secara jelas bahwa sikap mental dan kondisi batin
yang apa adanya yang menunjuk pada tingkah laku yang berselisih, ketidak puasan, iri, dengki, ingin
mengalahkan. Inilah kita, ya.. inilah kita yang belum hidup dalam kesatuan ukuran..
Sehari-hari kita banyak hidup dengan memakai topeng, karena kita masih memelihara prinsip mental
yang tidak Rukun. Ternyata kita masih dalam tingkatan merusak.
Namun demikian, beberapa cahaya walau kecil bersinar dari orang-orang yang mau tetap Rukun atau
hidup dalam berkesatuan ukuran, menjadi secerca harapan bagi terciptanya Ke-Sentosa-an hidup.
Apakah anda adalah salah satunya? Apakah anda MAU menjadi bagian darinya?
Jika IYA maka terSENYUMlah dan lepaslah dari segala masalah.
Seorang bijak berbisik pada saya puluhan tahun lalu:
Aku adalah AKu yang apa adanya, itu sudahlah cukup
Walaupun tidak ada yang pedulikan aku didunia ini, aku tetap puas, sebab Aku senang bukan karena
dunia ini baik adanya, tetapi dunia ini baik adanya karena Aku Senang.
Perenungan yang baik untuk bisa kita saling tetap RUKUN.
Dalam kehidupan berumah tangga, Rukun Agawe Santosa, Crah Agawe Bubrah, saat terjadi
perselisihan, segeralah selesaikan dengan Komunikasi yang efektif dan tetap tersenyum, jangan
biarkan perselisihan sampai matahari melewati ubun kita atau matahari melewati telapak kaki kita.
Jangan Menunda.
Dalam hubungan orang tua dan anak (Guru dan Murid), pendidikan atau transfer pengertian sangat
dipentingkan adalah untuk mengajarkan Kesatuan Ukuran dalam konteks tidak mengedapankan
maksud-maksud/pengertian dasar, yang cenderung merusak atau agresif brutal.
Dalam hubungan keluarga dengan keluarga lain (bermasyarakat), selalulah adanya membuka tali
silaturami dengan prinsip ajaran Budhi yang saling Asah, Asih, Asuh.
Dalam dunia bisnis, kata-kata no free lunch menjadi slogan, bagi yang mau sukses harus berani
bayar harganya Harga dibayar bisa dari hal apa saja Ukuran kesuksesan juga tidak ada
standarlisasi, masing-masing berbeda. Sehingga harga yang dibayar juga tidak sama, walau standar
nilai pencapaian bisa sama.
Kenapa bisa berbeda, karena dari setiap diri berbeda tanggungan, berbeda proses, atau berbeda
karma spiritualnya.
Basuki berarti Rahayu, keselamatan, pencapaian pembebasan. Untuk setiap diri yang menuju pada
Basuki, harus sangat menyadari bahwa tanpa adanya pembayaran: siap terima konswekensi apapun,
dan pengorbanan: menyerahkan yang baik demi sesuatu yang lebih baik, maka tanpa harga itu akan
mengalami kebuntuhan.
Dalam kehidupan berumah tangga, Jer Basuki Mawa Bea, tanpa meninggalkan kepentingan diri
dan gengsi maka pencapaian kemanunggalan keluarga. Untuk meninggalkan semua itu (bayar harga)
perlu selalu SALING adaptasi, SALING toleransi, SALING orentasi dalam hidup.
Dalam hubungan orang tua dan anak (Guru dan Murid), seorang anak atau murid yang tidak
menyerahkan diri secara penuh, maka sulit mencapai hasil maximal. Orang tua atau guru harus
senantiasa selalu siap untuk memberikan hal baik untuk mencapai ke-basuki-an anak/murid.
Dalam hubungan keluarga dengan keluarga lain (bermasyarakat), jangan menuntuk pengorbanan
orang lain dulu untuk mencapai masyarakat adil makmur, tapi mari setiap dari keluarga/masyarakat
kecil berlomba-lomba yang paling cepat memberikan yang terbaik untuk masyarakat agar mencapai
adil dan makmur.
Home sweet home mungkin adalah kalimat yang bisa menandingi falsafah diatas Pernah saya juga
mendapatkan 1 kiriman SMS bahwa kita dengan uang bisa membeli House (Tempat tinggal), tapi
belum tentu bisa membeli Home (tempat kehidupan berkembang)..
Rumah sendiri disini adalah kata yang tidak hanya sebagai kata benda, tapi bisa berfungsi sebagai
kata kerja, kata tempat, seperti yang bisa bermakna proses kehidupan, juga menunjuk disini dan disitu.
Sehingga sisi makna ini boleh dikatakan kita sering mengkultuskan kehidupan orang lain, tapi lupa
bahwa kita sendiri memiliki kehidupan yang harus di kembangkan, kehidupan yang harus terus
berproses untuk maju..
Walaupun memang secara materi memang lebih nyaman di rumah sendiri (dalam arti harus dirawat
terus), yang mengajarkan kita hendaklah tetap selalu bersyukur dengan apa yang kita punya.
Ini juga penyebab budaya Pulang Kampung pada saat liburan, karena merasa nyaman dan bangga
milik sendiri.
Dalam kehidupan berumah tangga, Omahe Dhewe, Meksa Luwih Becik Ing Omahe Dhewe, jika
dari salah satu personal di keluarga sudah tidak betah di rumahnya sendiri, itulah tanda-tanda bahaya
yang harus di waspadai, karena baik semangat hidup dalam kebersamaan dan ketetapan hati,
pastinya ada gangguan. Cara efektif adalah mulai berpikir untuk merawat bersama, bukan menunggu
perawatan dari orang lain (pasangan, pembantu), ciptakan kenyamanan dengan mulai hidup bersih.
Dalam hubungan orang tua dan anak (Guru dan Murid), orang tua / guru haruslah dapat membuat
anak-anak/murid nya agar nyaman, sehingga pada saat transfer pengertian dapat terjadi tanpa adanya
gangguan lain. Cara yang sederhana adalah selalu membuka diri untuk menyambut mereka.
Dalam hubungan keluarga dengan keluarga lain (bermasyarakat), walau masing-masing keluarga
mempunyai rumah-nya yang terbaik, itu bukan berarti saling menjelekan atau menjatuhkan, tapi
hendaklah saling menjadi pelengkap untuk membangun kenyamanan di keluarga masing-masing,
sehingga proses kehidupan bersosial dapat terbangun secara sehat. Datang dan kunjungilah saudara
kita yang lain secara rutin, itu juga berdampak pada kerinduan akan pulang kerumah kita.
Siapa bilang mencari uang itu sulit, mempertahankan urusan perut itu sukar? Jika iya, maka boleh jadi
karena memang usaha yang tidak dilakukan (tidak mau gerak), atau yang kedua adalah rakus atau
tidak pernah puas.
Manusia hanya bisa dijatuhkan oleh dirinya sendiri, maka jika orang mengatakan dia kekurangan maka
yang salah adalah dirinya sendiri.
Lalu pertanyaanya muncul, saya sudah berusaha keras, telah banting daging remukan tulang, kerja
keras, tapi saya tetap masih kekurangan, saya tetap masih miskin, saya tetap makan secara teratur
yaitu sehari makan sehari tidak, sehari makan, sehari tidak.
Padahal katanya kalau ada usaha pasti dapat rejeki (makan).
Mungkin akan di jawab, Ooohh.. kalau memang bukan rejekinya maka mau di kejar akan tetap tidak
dapat, atau ada juga mengatakan bahwa anda tidak beruntung, coba lagi. Semua itu sebagai
penghibur agar kita tetap bersemangat.
Usaha tidak hanyalah dari keras tidaknya, lama tidaknya, banting remuk tidaknya, tapi Usaha adalah
suatu aktifitas yang harus didukung dengan ketepatan seperti gerak mengunyah (Obah), mengunyah
aktifitas yang penuh ketepatan sehingga lidah tidak tergigit sendiri, dan kalau setiap kunyah dan
tergigit lidahnya maka usaha yang tidak tepat atau ngawur. Jadi ibarat orang kerja keras tanpa hasil
malah sengsara, itu adalah mengunyah dengan lebih banyak tergigit lidahnya.
Untuk bisa tepat, maka belajar dan berlatih, belajar dan berlatih, kemudian belajar dan berlatih..
Demikian juga dalam kehidupan kita ini.
Dalam kehidupan berumah tangga,Obah Mamah, saling mendukung dan memberikan semangat
adalah penambahan darah seger terus menerus agar usaha-usaha yang dilakukan secara tepat akan
menghasilkan. Pembelajaran diri untuk peningkatan diri adalah sebagai kewajiban untuk/demi usaha
yang lebih maximal dan menuju pada sikap mental untuk selalu haus akan ilmu, harus ditanamkan
dalam hidup berumah tangga.
Dalam hubungan orang tua dan anak (Guru dan Murid), anak/murid hendaknya senantiasa berusaha
apa yang diamanatkan kepada mereka, karena itulah yang akan menjadi pengembangan diri secara
utuh.
Dalam hubungan keluarga dengan keluarga lain (bermasyarakat), usaha-usaha yang kita lakukan
haruslah berbentuk atau menjadi suatu karya nyata yang bisa menjadi manfaat bagi orang lain, jika
usaha yang bersifat menhancurkan kesatuan masyarakat, nah ini bukanlah maksud falsafah yang
dimaksud.
Kemajuan manusia ternyata sangat tergantung pada para pemeran utama (leader) dalam kehidupan
kita, demikian halnya kemunduran juga tergantung dari para pemeran utama.
Hal ini dikarenakan bahwa para pengikut (follower), sangat sekali tergantung akan para pemeran
utama.
Maka para pengikut yang telah terpegang sari jiwa-nya, akan sangat mudah diarahkan oleh para
pemeran utama, secara baik maupun jelek. Ibarat kerbau yang dicucuk hidung, kemana saja akan ikut.
Setiap manusia adalah beperanan utama dalam bidangnya masing-masing, maka hendaklah bahwa
memiliki sifat Budhi welas asih, agar bisa membangun, memperbaiki kehidupan manusia lainnya dalam
jangkauannya.
Dalam kehidupan berumah tangga, Nek Wis Kecekel Kuncunge, Kecekel Sarimu, jika salah satu
pasangan telah percaya, mempercayai, maka hendak dipakai dengan kesadaran kebenaran, bukan
untuk dikhianati.
Dalam hubungan orang tua dan anak (Guru dan Murid), orang tua dan murid adalah penyembuh bagi
anak/murid, jangan sebaliknya menjadi racun/virus yang menghancurkan anak/murid.
Orang tua/guru, juga harus tidak berhenti belajar.. Harus terus senantiasa meningkatkan diri..
Dalam hubungan keluarga dengan keluarga lain (bermasyarakat), kalau sebagai pemimpin di
masyarakat, maka harus bisa menjadi yang adil dan bijak bagi semua golongan, bukan mengadu dan
memecah kesatuan bermayarakat.
Hal ini bisa di tempuh dengan tidak menjadi fanatik dan munafik, tapi apa adanya dengan hati nurani
yang paling jujur.
Pamrih Adalah kata yang mendasari tindakan dari yang dilakukan oleh kita, segala hal yang akan di
lakukan selalu didasari dengan pamrih. Padahal tanpa dasar itu maka segalanya akan tanpak jelas
nantinya. Yang berbuat baik berpamrih untuk di hargai, disanjung, diakui, sedangkan yang berbuat
keburukan berpamrih agar tidak ketahuan, niatnya disembunyikan, menuduh.
Segala hal yang terjadi atau yang kita lakukan akan senantiasa muncul dan tampak dengan jelas,
ibarat baik adalah aroma Durian, ibarat jelek adalah bau bangkai, akan tercium pula.
Maka maksud dari falsafah ini adalah Jika berbuat baik, maka lakukan saja, jangan
berpikir/menimbang, jika akan ada perbuatan baik, maka hentikan, janganlah beragumen/dispensasi
pada diri untuk memberikan alasan kuat agar melakukan.
Dalam kehidupan berumah tangga, Becik Ketitik, Ala Ketara, Perhatianlah dan dengerkanlah
dengan penuh pasangan anda. Janganlah cuek/mengeluh, janganlah suka membantah, tapi hargailah
apapun itu, saling mendengerkan.
Dalam hubungan orang tua dan anak (Guru dan Murid), Ketulusan orang tua/guru menuntun
anak/murid akan terlihat jelas dan tampak dari laku mereka kelak, ibarat merawat tanaman dengan
baik, tinggal menunggu bunga dan berbuah. Anak/murid secara serius menghargai dan mengenang
orang tua/guru, cara menghargai adalah dengan melakukan apa yang di ajarakan, karena akan
tampak jelas hasil dari tuntunan jika dilakukan.
Dalam hubungan keluarga dengan keluarga lain (bermasyarakat), ibarat pepatah bahwa jika tangan
kanan berbuat kebajikan maka jangan sampai ketahuan tangan kiri, maka perbuatan baik tidaklah
harus karena untuk di hargai dan di pandang, tapi karena memang kita bagian dari satu tubuh yang
utuh (seperti tangan).
Berbuat kebajikan sendiri di bagi atas, tidak melakukan hal yang jelek dan berbuatlah hal yang baik.
Semoga Bermanfaat
Berkah Dalem Gusti.
bersambung ke bag. 3
Salam Sejati
Dalam interaksi dengan orang lain, siapa yang tidak mau menjaga nama baik mereka, semua orang
selalu senantiasa menjaga nama baiknya dalam pembawaan diri. Pengakuan atas diri sebagai
identitas yang unik adalah bagian dari keberadaan diri.
Untuk itulah setiap orang harus berprestasi dalam bidang mereka masing-masing agar secara mutlak
keberadaan diri dapat berfungsi secara maximal.
Nah.. Masalahnya lain adalah banyak sekali orang yang ingin diakui keberadaannya dengan cara
menjelekan, mengunjingkan, menfitnah orang lain untuk sebenarnya ingin menunjukan keberadaan diri
atau secara ego dianggap diakui.
Yang lebih parah, jika seorang melakukan kesalahan fatal, dan orang lain berusahan memberitahu,
orang tersebut malah menjadikan orang lainnya seperti tameng diri untuk menghindari atau menutupi
kesalahannya, bahkan bisa berbalik menuduh orang yang menasehatinya sebagai biang, dan
membicaran hal yang jelek tentang orang lain.
Maka menjadi yang berperan utama dan berprestasi, jauh lebih baik sebagai diakuai orang lain akan
keberadaan diri.
Dalam kehidupan berumah tangga, Ana Catur Mungkur, pantang untuk membicarakan hal buruk
tentang pasangannya kepada orang lain, apalagi sekedar untuk gagah-gagahan kalau semua
temannya bercerita tentang kejelekan pasangan mereka. Jika ada masalah hendaklah diselesaikan
masalah, masalah negatifnya pribadi pasangan tetaplah dibawa hanya sampai pintu utama rumah,
artinya tidak perlu dibawa-bawa kemana-mana, malah bercerita hanya untuk pembenaran diri.
Dalam hubungan orang tua dan anak (Guru dan
Murid), sebagai orang tua/guru, perannya sebagai pemimpin, memimpin dengan memberikan contoh,
bukan memimpin dengan menjatuhkan orang lain agar terlihat lebih hebat. Kalau demikian terjadi,
maka akan berdampak pada anak/murid cenderung punya alasan untuk melakukan sesuatu yang
jahat. Berbahaya!!!
Dalam hubungan keluarga dengan keluarga lain (bermasyarakat), ada kata-kata bahwa jangan
mencampuri urusan orang lain, yang bermakna jangan menyematkan tuduhan yang negatif kepada
orang lain, agar kita dianggap baik.
Saat kehidupan wadah fisik kita kali ini, merupakan bagian yang sangat kecil penjelajahan kita dalam
kehidupan sebenarnya yang begitu luas sebelum dan sesudahnya.
Kita sudah kemana-mana dan akan juga kemana-mana, yang hanya ada tujuan untuk kita menjadi
tabib ataupun menjadi pasien untuk kehidupan ini.
Hidup kita saat ini juga tidak lepas dari pencarian, agar kita bisa terus menerus mendapatkan keilmuan
pengertian (Kawruh), yang mana intinya adalah apakah kwalitas diri (hidup) anda meningkat? Kalau
belum, maka anda belum kemana-mana walaupun anda telah pergi jauh menyeberang samudra,
melewati benua.
Dalam kehidupan berumah tangga, Jajah Desa Malang Kori, juga mengajarkan untuk tidak pernah
berhenti mencari, menambah pengertian senantiasa untuk membangun keluarga yang tetap utuh.
Dalam hubungan orang tua dan anak (Guru dan Murid), orang tua dan guru yang hebat (benar)
adalah mereka yang mempersiapkan langkah/jalan/ anak-anak/murid mereka untuk senantiasa selalu
bersih dan benar.
Dalam hubungan keluarga dengan keluarga lain (bermasyarakat), senantiasa berbagi dan menerima
semua saudara yang telah datang dan pergi guna untuk selalu menjadi suatu motivasi saling asah asih
asuh.
Berjuang untuk selalu mencapai apa yang menjadi kemauan diperlukan suatu semangat lebih yang tak
kenal menyerah.
Manusia yang sengsara atau menderita bukan lantaran ada garis hidup demikian, tapi kebanyakan
karena mereka yang mudah menyerah.
Dalam kehidupan berumah tangga, Rawe Rawe Rantas Malang-Malang Putung, bubarnya suatu
keluarga, lantaran salah satu atau dua-duanya mudah menyerah dan tidak berani menghadapi apa
yang ada di depan, cenderung khawatir. Maka pesan orang tua, sekali sudah melangkah dalam
membagun rumah tangga, pertahankan seumur hidup.
Dalam hubungan orang tua dan anak (Guru dan Murid), anak/murid yang berhasil yang maju tak
gentar, pantang mundur.. Merekalah yang berhasil akan mencapai ilmu yang dicari.
Dalam hubungan keluarga dengan keluarga lain (bermasyarakat), saling menyemangati, saling
mendukung agar terus maju dalam setiap usaha, akan saling meningkatkan kwalitas, sehingga
terbentuk suatu masyarakat yang beradab.
24. Ugak Ugak Pager Arang
Artinya: Mempermalukan orang lain.
Kata malu disini adalah lebih kearah merendahkan yang lain, yang memperlihatkan aib orang lain.
Satu tindakan yang bisa berakibatkan dendam yang tak berkesudahaan, yang memperpanjang sejarah
permusuhan yang tak pernah berhenti.
Jika satu batang pohon bisa menghasilkan seribu batang korek api, demikian pula dengan satu batang
korek api dapat membakar habis isi satu hutan.
Artinya bahwa satu lembaga/keyakinan/organisasi/agama bisa menghasilkan ribuan orang
tercerahkan, namun satu orang dari sana juga bisa menghancurkan moral (hal benar) seisi dunia.
Hal ini tak lain adalah karena bersifat agresif untuk mempermalukan satu sama lain, dan merasa puas,
sehingga dendam tak kunjung usai.
Berhentilah menilai buruk orang lain dan berhentilah memperburuk keadaan. Anda butuh di
sembuhkan, Aku butuh disembuhkan, Dia butuh disembuhkan, Mereka butuh disembuhkan, jadi mari
kita semua berhenti sejenak saja untuk tidak mempermalukan orang lain, dengan label penilaian buruk
kita.
Dalam kehidupan berumah tangga, Ugak Ugak Pager Arang, cinta itu adalah membangun dan
memperbaiki, jika ada sesuatu yang buruk, bukanlah untuk dipermalukan, tapi untuk diperbaiki dan
dibangun kembali.
Aib pasangan aib anda juga, demikian sebaliknya, maka perbaikilah!
Dalam hubungan orang tua dan anak (Guru dan Murid), anak/murid yang baik dan tidak
mempermalukan orang tua dan gurunya adalah menjalankan dengan sungguh-sungguh yang
dimengertinya.
Dalam hubungan keluarga dengan keluarga lain (bermasyarakat), saling hormat menghormati, sopan
santun, dan menjaga martabat dari orang lain adalah ciri masyarakat membangun komunitas secara
sehat tanpa ada saling mencurigai dan menuduh.
Jaman telah berubah, dan akan terus berubah, jika kita tidak mau berubah maka akan punah tergilas
perubahan itu sendiri. Namun demikian, jangan sampai kita ikut-ikutan yang tidak jelas jentrungannya,
perubahan tidaklah melulu masalah dari A menjadi B (berubah) tapi bisa jadi adalah dari A menjadi
memahami secara utuh A, yang bisa beperan secara lengkap fungsi A secara utuh.
Kasihan banyak generasi ikut-ikutan era globalisasi karena merasa bahwa adalah suatu jaman era
modern (serba iptek), akhirnya terjebak sendiri dalam ikuta-ikuta tidak jelas, sehingga gampang untuk
di jajah dalam segala bidang.
Kita diajak untuk harus tahu/weruh segala permasalahan yang ada, jangan ikut-ikutan arus.. Jika tidak
mengerti maka lebih baik berhenti sejenak dan belajar
Dalam kehidupan berumah tangga, Weruh Ing Grubyug, Ora Weruh Ing Rembug., jika komunikasi
mandeg pada salah satunya, maka yang lain harusnya bisa menunggu sejenak jangan ikut-ikutan
untuk mutung mandeg juga, dalam hal lain berlaku untuk emosional.
Berhenti/menunggu sejenak agar mengerti dan dapat melihat secara jernih dan jelas.
Dalam hubungan orang tua dan anak (Guru dan Murid), jangan menjadi penonton yang terlalu ashik
untuk ikut-ikutan terhadap apa yang di lakukan oleh orang tua/guru, karena kita belum bisa memahami
apa maksud dari laku-nya.
Kerjanya anak dan murid adalah belajar bukan sebagai juri yang menilai apa yang dilakukan orang tua
dan murid.
Dalam hubungan keluarga dengan keluarga lain (bermasyarakat), mencampuri urusan dan
permasalahan yang terjadi, padahal tidak mengerti apa-apa, justru akan memperkeruh suasana, justru
membuat hubungan masyarakat dari kita menjadi memburuk, bahkan cennderung rusak.
Lebih bijak kita tetap menjaga keashikan dalam gotong royong.
Ah kenapa manusia malang seperti itu? Padahal harusnya manusia selalu dalam keselamatan
bahkan tidak ada gangguan yang berarti.
Menunut dasarnya sesuatu terjadi pada manusia, sebenarnya bukanlah karena manusia tempatnya
salah, jika tidak terjadi keselamatan, tapi memang lantaran dari dasar manusia tidak memiliki
kesadaran, kenapa bisa tidak sadar, karena tidak mau belajar, kenapa tidak mau belajar, karena
merasa sudah tahu, kenapa merasa sudah tahu, karena bersikap mental bodoh, kenapa bersikap
mental bodoh, karena tak berbudi, kenapa tak berbudi, karena tidak berkemauan baik.
Atau kalau dibalik bahwa Jika kita tidak Berkemauan Baik, maka kita akan tak memiliki budi, sehingga
menyebabkan sikap mental yang bodoh, yang membawa kita menjadi manusia yang merasa tahu,
akibatnya kita tidak mau belajar lagi, yang akhirnya menjadi tidak memiliki kesadaran.
Keselamatan adalah milik semua manusia yang memiliki Kemauan yang baik, namun kalau masih
malang maka kemauannya masih semu/palsu.
Dalam kehidupan berumah tangga, Dhemit Ora Ndulit Setan Ora Doyan, keluarga yang terhindar
dari bencana, adalah mereka yang membangun komunikasi yang efektif Keluarga yang membangun
komunikasi efektif adalah mereka akan bahagia menikmati keselamatan.
Dalam hubungan orang tua dan anak (Guru dan Murid), orang tua dan guru, senantiasa akan
menyiapkan agar anak-anak dan murid mereka selalu akan dalam keadaan selamat, maka selalu akan
memberikan yang terbaik segala yang di minta, tapi bahayanya kalau Kemauan Baik tidak di tanamkan
dari awal, maka nanti berbentuk suatu hal yang sebaliknya dari keinginan awal.
Dalam hubungan keluarga dengan keluarga lain (bermasyarakat), kita diajarkan untuk selalu saling
bertegur sapa dan selalu siap untuk membantu yang lain, dan pada hakekatnya adalah membangun
masyarakat yang dalam keselamatan/kebahagiaan. Untuk itu kita jangan lupa juga harus saling
menanamkan sikap Jiwa besar agar kita saling memaafkan/mengampuni, dan jiwa murah hati, agar
bisa saling memberi.
Kita yang hidup bersama senantiasalah selalu saling untuk mengisi, salah satu yang terlupakan dalam
saling mengisi kehidupan ini adalah kadang kita melupakan kepintaran dari orang lain untuk mengisi
hidup kita, kita malahan lebih sering mencurigai, menilai orang lain dengan ukuran kepintaran kita,
sehingga banyak yang pintar disekitar kita, justru kita tidak bisa belajar dari mereka karena tidak bisa
memanfaatkan kepintaran mereka, lantaran kita merasa lebih pinter.
Maka lepaskanlah diri dari belenggu bahwa kita paling tahu dan paling pinter, orang lain belum tahu
apa-apa!
Demikian juga kita kadang tidak bisa memanfaatkan kepintaran sendiri untuk bisa membantu diri
sendiri dan orang lain, kita lebih cenderung ashik membanding-bandingkan dan memberikan
kesimpulan yang disematkan pada orang lain.
Setiap orang memiliki kepintaran pada bidang tertentu, jangan menganggurkan kepintaran orang lain
dan diri sendiri.
Dalam kehidupan berumah tangga, Kebo Bule Mati Setra, hampir dari semua budaya menganut
paham patriakat atau laki-laki lebih unggul, sehingga banyak dari para istri selalu menjadi pelengkap
(bahkan penderita), manfaatkanlah kepintaran istri/pasangan hidup kita, untuk bisa membangun
keluarga yang benar-benar menjadi sigaraning nyowo, bukan merasa lebih unggul atau lebih pintar,
tapi seiya sekata, sejiwa.
Dalam hubungan orang tua dan anak (Guru dan Murid), manfaatkan sebaik-baiknya orang tua/guru
kita, selagi mereka masih mendampingi, jangan menyesal saat mereka sudah tidak ada, karena
anak/murid tidak memanfaatkan setiap moment.
Dalam hubungan keluarga dengan keluarga lain (bermasyarakat), ciri-ciri mereka yang selalu siap
berbagi kepintarannya dan juga orang yang pintar kita bisa manfaatkan kepintarannya untuk
membangun masyarakat yang lebih baik adalah mereka yang mengerti dan melakukan apa yang
dimengertinya, bukan mereka yang bisa menjawab semua pertanyaan.
Pribahasa yang cukup kita kenal yaitu Tak ada rotan, akar pun jadi, apapun yang bisa kita pakai
untuk melengkapi kekurangan yang ada, maka bisa secara baik dipakai. Itu adalah cerminan
bagaimana kreatifitas berjalan, ini gambaran pemanfaatan barang tapi bukan untuk manusia. Namun
sebagai manusia, untuk usaha dan sikap mental pada diri, maka kita tidak boleh hanya sekedar
menjadi cadangan atau pelengkap penderita, yang artinya bahwa kita bukan yang beperanan utama
atas diri kita.
Kita bisa menjadi manusia yang punya peran penting dalam hidup kita sendiri maupun orang lain.
Andalah yang menentukan harga diri anda sendiri, seorang bijak mengatakan bahwa yang dapat
menyakiti diri kita, hanya jika kita sendiri mengijinkannya, jadi sebenarnya kita tidak bisa disakiti
selama kita menjadi berperanan.
Demikian hal nya peran kita, kita hanya bisa memerankan diri atau tidak, itu kitalah yang berpegang
pada diri sendiri.
Dalam kehidupan berumah tangga, Timun Wungkuk Jaga Imbuh, Hai para istri/wanita, anda
bukanlah pelengkap penderita, atau ban serep bagi suami/pasangan anda. Maka tampillah menjadi
istri/wanita yang memiliki peran penting dalam mencintai dan membangun keluarga. Dan hai.. para
suami/lelaki, jangan menyia-nyiakan istri hanya diperankan sebagai pembantumu, gundikmu, yang
hanya engkau manfaatkan saat untuk memenuhi keegoisan diri, cintailah dan bangunlah bersama agar
keluarga menjadi beperan utama dalam kepemimpinan yang tunggal, bukan hanya satu pribadi saja.
Dalam hubungan orang tua dan anak (Guru dan Murid), anak atau murid bukanlah hanya untuk
menjadi sekedar diberitahu saja, yang hanya melaksanakan perintah-perintah, tapi suatu saat akan
menjadi mengerti dan yang berperan utama yaitu menjadi orang tua atau guru itu sendiri.
Dalam hubungan keluarga dengan keluarga lain (bermasyarakat), kalau kita adalah pemengang
peran utama, maka estafetkan pula kepada yang lain agar punya kesempatan untuk berperan, itulah
sikap untuk membangun masyarakat yang saling melengkapi untuk lebih baik. Janganlah one man
show dan orang lain selalu salah atau hanya pelengkap saja.
Menurut para psikolog dan ahli tingkah laku, bahwa hampir 90% tingkah laku atau apa yang dilakukan
sehari-hari oleh manusia, sepenuhnya di gerakan atau tanpa sadar di kendalikan oleh alam bawah
sadar yang kita sendiri bisa jadi tidak menyadari.
Dari pernyataan di atas tersebut, tentunya tingkah yang tidak sadar adalah suatu aktiftitas yang
dilakukan secara berturut-turut dilakukan dengan terus menerus sehingga terbentuk suatu kebiasaan.
Dan kebiasaan tentunya dilakukan sebelumnya dengan sadar, dengan demikian bahwa apapun
dilakukan dengan sadar, nantinya berujung pada tingkah laku yang dilakukan dengan kebiasaan yang
telah tertanam dalam alam bawah sadar.
Ini juga bisa menandakan kita bertanggung jawab atas tindak tanduk kita.
Zaman ini adalah jaman seperti manusia kehilangan jati diri sendiri, mengapa? Karena kita banyak
lihat bahwa orang-orang banyak melakukan sesuatu karena membawa nama dan mengatas namakan
nama besar baik pribadi, kelompok, golongan, organisasi bahka agama. Celakanya adalah kelakukan
yang dilakukan adalah tindakan atau perbuatan jelek/jahat pada orang lain, ini bisa disebut tidak
bertanggung jawab atau berlindung atas nama besar, untuk men-legal-kan perbuatan-nya.
Sungguh memang di sayangkan, bahwa kita masih menjalankan kehidupan ini dalam tatanan yang tak
bertanggung jawab, atau bersifat mempertahankan diri, bisa juga disebut Kahewanan
(mempertahankan hidup dengan mengorbankan yang lain).
Mari kita menjadi pribadi-pribadi yang lebih bertanggung jawab atas apa yang kita lakukan, tidaklah
perlu menuntut pertanggung jawaban orang lain yang sebenarnya mungkin karena anggapan-
anggapan kita yang tidak bertanggung jawab pula. Yang jelas janganlah mengatas namakan!
Dalam kehidupan berumah tangga, Kekudhung Walulang Macan, perselisihan bisa terjadi,
selesaikan dengan pikiran jernih hati yang gembira, tidak perlu mencela atau menyudutkan pasangan
dengan mengatas namakan nama besar seperti: cinta, kebahagian, orang tua, bahkan Tuhan,
misalnya tidak cocok, mau cerai, berselingkuh lalu mengatas namakan bahwa kalau memang bukan
kehendak tuhan pasti tidak terjadi, semua kan sudah kehendaknya
Ini rusak dan Parah bukan? Kalau arek Surabaya bilang Kehendak gundulmu!!!, bikin salah tapi
masih berlindung atau melempar tanggung jawab.
Dalam hubungan orang tua dan anak (Guru dan Murid), ngasuh pengertian dari orang tua atau guru,
hendaklah akan membuat anak/murid menjadi pribadi yang menjadi bertanggung jawab, yang tentu
tidakBOLEH berlindung pada nama besar orang tua dan guru. Banyak anak/murid yang tidak maju,
karena melakukan segala tindakan mengatas namakan nama besar orang tua dan guru mereka.
Menjadi anak dan murid membuat kita menjadi berkesadaran, bukan menjadi bayi raksasa.
Dalam hubungan keluarga dengan keluarga lain (bermasyarakat), Ahaaa. disinilah sering kita
temukan bahwa pergesekan sering terjadi lantaran kalau hubungan antar keluarga/bermasyarakat
tidak memiliki dasar kemunusiaan atau humanity, tapi lebih banyak karena kelompok yang
menganggap lebih dari dari kelompok lain. Padahal jelas yang berkelompok itu kan bersifat
Kahewanan, justru bukan Karobanan (Kemanusiaan).
Sehingga menjatuhkan kemasyarakatan ini dengan mengatas namakan kelompok dan nama besar
disana.
Kemasyarakatan ini harus dibangun dengan Kemanusiaan, kemanusian dari pribadi kita tak lain adalah
dengan adanya Budhi Welas Asih.
Saat kita berada didalam kendaraan sering kita melihat saudara kita dimobil depan, keluar tangan
membuang tisue atau plastik keluar dijalan.
Ada juga kadang di ruang terbuka maupun tertutup, orang yang merokok seenaknya membuang
puntungnya, belum lagi sampah dan lainnya. Dari cerminan ini maka tidak heran secara akumulatif,
masyarakat kita terdidik secara tidak sengaja untuk berlaku semaunya, masa bodoh, cuek tingkat
tinggi, maka kalau ada korupsi waktu, fasilitas sampai uang dan jabatan, kemungkinan karena didikan
dari hal-hal sepele
Kita hidup dalam masyarakat beradab, tapi karena toleransi yang tinggi, kadang kita memperkosa hak-
hak orang yang hidup toleran, kita lebih mementingkan keagungan diri dan kelompok, daripada
menjadi manusia pribadi yang unik dan beradab yang sebenarnya harus kita junjung tinggi.
Dalam kehidupan berumah tangga, Setan Nunggang Gajah, sering ditunjukan oleh pasangan yang
seenaknya memperlakukan pasangan yang lain, dimulai dari ketidak jujuran hal kecil biasanya
Pasangan sering dianggap tidak perlu tahu terlalu banyak urusan pasangan yang lain Sehingga
muncul semaunya tanpa memperhatikan perhatian dan perasaan dari pasangannya.
Menjadi saling peduli dalam kejujuran adalah tips mujarap untuk menghindari sikap mental yang masa
bodoh dan berlaku semuanya.
Dalam hubungan orang tua dan anak (Guru dan Murid), kalau anak atau murid sudah memulai
kebohongan sekecil apapun, maka itu nantinya akan menjadi bibit unggul untuk tumbuhnya sikap
semaunya sendiri, maka orang tua/guru harus berusaha untuk jeli dan juga memberikan pengarahan
yang tepat agar anak/murid mengerti menjadi manusia bertanggung jawab.
Dalam hubungan keluarga dengan keluarga lain (bermasyarakat), perhatikanlah kiri kanan kita,
tetangga kita, bukan ikut campur, tapi tunjukan kepedulian kita dan rasa sikap empati dalam segala
hal, janganlah kita hanya maunya sendiri merasa tidak menganggu dan tidak diganggu orang lain itu
sudah dianggap menjadi orang yang baik/hidup yang baik. Itu akan menimbulkan pembangunan
masyarakat yang seutuhnya tidak terjadi, dan akan menjadi tumpul, sehingga masyarakat gampang di
adu domba dan dipecah belah.
Semoga Bermanfaat
Berkah Dalem Gusti.
bersambung ke bag. 4
Salam Sejati