You are on page 1of 6

Pertumbuhan dalam 300 tahun terkahir ini terjadi peningkatan dalam interaksi

ekonomi karena berbagai daerah melakukan pertukaran surplus. Pertukaran itu terutama
komoditas dan layanan, beberapa terpisah diantara ribuan mil, menghasilkan pola organisasi
geografis di seluruh dunia. Melalui keputusan ekonomi dan politik yang tersembunyi,
masyarakat menyelenggarakan serangkaian daerah dengan peran tersendiri dalam
perekonomian dunia pada masing-masing daerahnya. Beberapa bagian dunia tetap tidak
tersentuh oleh perubahan dalam masyarakat, tetapi perubahan dunia di dominasi oleh
masyarakat itu sendiri, dengan tingkatan yang ebih meningkat, datang ke asosiasi yang lebih
dekat dengan negara lain. Area mengkhususkan untuk memproduksi produk khas, dan banyak
daerah yang mengkonsumsi produk dengan jumlah besar yang berasal dari sumber yang
mempunyai jumlah besar. Secara ekonomi, dunia menjadi kompleks. Untuk menghadapi
kompleksitas, mahasiswa geografi ekonomi bercita-cita menuju prinsip yang dapat
memahami area cara aktifitas ekonomi dimana bidang bumi saling berhubungan.

Teori lokasi yang digunakan termherein adalah sebuah teori dimana adanya usaha
untuk memperhitungkan dengan cara yang konsisten, logis untuk kegiatan ekonomi dan
untuk cara di mana daerah ekonomi mempunyai keterkaitan. Sebuah teori tidak perlu
mencakup semua, namun hanya mencakup satu aspek kegiatan ekonomi. jika geografi
ekonomi , menjadi cabang pengetahuan manusia yang mempunya fungsi untuk
memperhitungkan kegiatan ekonomi di bebagai bagian bumi, tampaknya masuk akal untuk
mendapatkan kedisiplinan terkait kinerjanya. Dengan adanya kelompok seperti prinsip-
prinsip geografi akan mampu memberikan penjelasan dari daerah pertanian di dunia, insutri
manufaktur dan semua jenis lainnya tentang ekonomi. Prinsip-prinsip ini pada dasarnya
dikembangkan oleh ilmu-ilmu fisik dan sosial lainnya.

Dari semua materi yang disajikan dari bab-bab sebelumnya, kita dapat menyebutkan
banyak teori yang telah diusulkan. Namun, kita akan membahas 8 teori yang termasuk lebih
relatif. Diantaranya:

1. Teori von thunen

2. Teori susut dan ongkos transport

3. Teori tenaga kerja diferensial dan biaya transportasi

4. Teori weber

5. Teori fetter

6. Teori interaksi

7. Teori kesempatan intervensi

8. Teori bersarang hirarki.


1. Teori Von Thunen
Von Thunen (1826) mengidentifikasi tentang perbedaan lokasi dari berbagai kegiatan
pertanian atas dasar perbedaan sewa lahan (pertimbangan ekonomi). Menurut Von Thunen
tingkat sewa lahan adalah paling mahal di pusat pasar dan makin rendah apabila makin jauh
dari pasar. Von Thunen menentukan hubungan sewa lahan dengan jarak ke pasar dengan
menggunakan kurva permintaan. Berdasarkan perbandingan (selisih) antara harga jual dengan
biaya produksi, masing-masing jenis produksi memiliki kemampuan yang berbeda untuk
membayar sewa lahan. Makin tinggi kemampuannya untuk membayar sewa lahan, makin
besar kemungkinan kegiatan itu berlokasi dekat ke pusat pasar. Hasilnya adalah suatu pola
penggunaan lahan berupa diagram cincin. Perkembangan dari teori Von Thunen adalah selain
harga lahan tinggi di pusat kota dan akan makin menurun apabila makin jauh dari pusat kota.
Model Von Thunen mengenai tanah pertanian ini dibuat sebelum era industrialisasi.
Dalam teori ini terdapat 7 asumsi yang digunakan oleh Von Thunen dalam pengujiannya:
Terdapat suatu daerah terpencil yang terdiri atas daerah perkotaan dengan daerah
pedalamannya dan merupakan satu-satunya daerah pemasok kebutuhan pokok yang
merupakan komoditi pertanian isolated stated
Daerah perkotaan tersebut merupakan daerah penjualan kelebihan produksi daerah
pedalaman dan tidak menerima penjualan hasil pertanian dari daerah lain single
market
Daerah pedalaman tidak menjual kelebihan produksinya ke daerah lain kecuali ke
daerah perkotaan single destination
Daerah pedalaman merupakan daerah berciri sama (homogenous) dan cocok untuk
tanaman dan peternakan dalam menengah
Daerah pedalaman dihuni oleh petani yang berusaha untuk memperoleh keuntungan
maksimum dan mampu untuk menyesuaikan hasil tanaman dan peternakannya dengan
permintaan yang terdapat di daerah perkotaan maximum oriented
Satu-satunya angkutan yang terdapat pada waktu itu adalah angkutan darat one
moda transportation
Biaya angkutan ditanggung oleh petani dan besarnya sebanding dengan jarak yang
ditempuh. Petani mengangkut semua hasil dalam bentuk segar equidistant.

Berasumsikan tujuh konsep tersebut, maka daerah lokasi berbagai jenis pertanian akan
berkembang dalam bentuk lingkaran tidak beraturan yang mengelilingi perkotaan tersebut.
Adapun variabel yang mempengaruhi setiap keuntungan yang ingin dicapai oleh petani yaitu
harga penjualan, biaya produksi, dan biaya transportasi. Dalam rumus berikut: P = V-(E + T).
Ini berarti bahwa laba (P) sama dengan nilai komoditas yang dijual (V) dikurangi total biaya
produksi (E) seperti tenaga kerja, peralatan dan perlengkapan, dan biaya transportasi (T)
dalam mendapatkan komoditas dari pertanian ke pasar.

Pola penggunaan tanah dengan diagram cincin

Inti dari teori Von Thunen adalah bahwa sewa suatu lahan akan berbeda-beda nilainya
tergantung tata guna lahannya. Lahan yang berada di dekat pusat pasar atau kota tentunya
lebih mahal di bandingkan lahan yang jauh dari pusat pasar. Karena jarak yang makin jauh
dari pusat pasar, akan meningkatkan biaya transportasi. Semua kegiatan yang selalu perpusat
pada kota menjadikan kota memiliki tata guna lahan yang menggiurkan untuk mendapat
keuntungan bagi petani, investor, pedagang, dll.
Namun tampaknya teori tata guna lahan Von Thunen tidak dapat sepenuhnya
diterapkan saat ini. Di zaman modern seperti sekarang, jasa angkutan telah menjamur dan
berlomba-lomba menawarkan harga murah. Masalah biaya angkut dirasa sudah tidak
membebani pelaku produksi yang berasal dari daerah desa. Akan tetapi, perbedaan sewa
lahan tetap tinggi di wilayah kota.
2.Teori Weber

Orang pertama yang menggunakan teori perhitungan komprahensif untuk lokasi


manufaktur adalah alferd weber. Weber adalah seorang ekonom dari jerman yang peranh
mengajar di universitas praha dari 1904-1907 dan di universitas Heidelberg dari 1907-1933.
Pada tahun 1990 dia mempublikasikan teori terkemukanya yaitu Teori Lokasi Industri yang
telah ia gabungkan dengan ide yang telah difromulakan oleh Wilhelm Laundhardt pada tahun
1880.

Tempat dan Ketentuan/ prinsip

Weber memulai dengan beberapa tempat :

1. wilayah yang bersifat homogeny dalam hal tipografi, iklim dan penduduknya.

2. wilayah dengan ketersediaan bahan mentah


3. tersedia pekerja

4. biaya pengangkutan / transport bahan mentah ke lokasi pabrik (biaya sangat ditentukan
oleh bobot bahan mentah dan lokasi/ jarak )

Weber ber prinsip bahwa, tanaman industry harus ditempatkan di daerah yang memungkan
dalam 3 hal : biaya transport yang relative, upah ekerja dan sesautu yang ia sebut aglomerasi

Peran biaya transport

Weber menteorikan bahwa biaya transport akan berlaku berbeda-beda dalam tiap kasus yang
berbeda-beda pula. Kita harus menalaah beberapa situasi untuk mengetahui harus
bagaimana .

Kasus A : satu pasar dan satu jenis bahan mentah.

Jika hanya terdapat satu jenis permintaan produk local dan jika hanya ada satu jenis bahan
mentah yang dapat diproses , maka terdapat 3 kemungkinan lokasi untuk industry yaitu :

1. jika bahan baku mudah ditemukan, maka pabrik dibangun di dekat pasar untuk
memperkecil biaya transport dan biaya produksi.

2. jika bahan baku berada di lokasi yang lebih spesifik , maka pabrik dibangun di antara pasar
dan sumber bahan baku.

3. jika bahan baku spesifik dan berat kotor (yang dimaksud weber adalah penyusutan berat
ketika proses produksi) maka pabrik dibangun di dekat sumber bahan baku . mengingat
bahwa biaya transport sangat bergantung pada berat barang yang di angkut.

Kasus B : satu pasar dan 2 jenis bahan baku

Jika customer untuk produk tersebut hanya terdapat di 1 tempat da produknya di produksi
dari 2 jenis bahan baku (R1 d an R2), maka proses produksi akan dilakukan di salah satu
lokasi dengn beberapa cara berikut :

1. Jika kedua bahan mentah (R1 dan R2) sama-sama mudah didapatkan maka pabrik
akan dibangun di dekat pasar.
2. Jika R1 dapat dengan mudah ditemui tetapi R2 hanya terdapat di lokasi tertentu
yang jauh dari pasar, maka proes produksi/pabrik di bangun di dekat pasar karena
biaya transport hanya umtuk membayar R2 (bahan2)
3. Jika kedua bahan bakuk bersifat konstan/ tetap dan murni maka pabrik akan
dilokasikan di dekat pasar. Kedua komponen akan secara langsung dikirim ke
konsumen di pasar. Hal tersebut sangat menghemat biaya transportasi.
4. Jika kedua bahan baku memiliki berat kotor. Solusinya cukup kompleks. Untuk
mengatasinya weber memperkenalkan teoroi lokasi segitiga.

Satu sudut pasar (M)

Sudut lainnya R1 dan SR2 (bahan1 dan sumber1)

Sudut terakhir adalah R2 dan SR2 (bahan dan sumber2)

Jika kedua bahan memiliki berat kotor (berat yang berkurang/ memiliki
penyusutan soal produksi) tidak sama, maka pabrik akan dibagun di dekat salah
satu sumber bahan baku yang sekiranya lebih murah biaya transportnya.

1. Teori Susut dan Ongkos Transport

Teori ini didasarkan pada hubungan antara faktor susut dalam proses pengangkutan
dan ongkos transport yang harus dikeluarkan, yaitu dengan cara mengkaji
kemungkinan penempatan industri di tempat yang paling menguntungkan secara
ekonomi. Suatu lokasi dinyatakan menguntungkan apabila memiliki nilai susut dalam
proses pengangkutan yang paling rendah dan biaya transport yang paling murah. Teori
ini didasarkan pada asumsi bahwa:

1. Makin besar angka rasio susut akibat pengolahan maka makin besar kemungkinan
untuk penempatan industri di daerah sumber bahan mentah (bahan baku), dengan
catatan faktor yang lainnya sama.
2. Makin besar perbedaan ongkos transport antara bahan mentah dan barang jadi
maka makin besar kemungkinan untuk menempatkan industri di daerah
pemasaran.

Makin besar perbedaan ongkos transport antara bahan mentah dan barang jadi
maka makin besar kemungkinan untuk menempatkan industri di daerah pemasaran.

Hoover (1977) memperbaiki konsep Weber dengan membedakan biaya menjadi biaya
pengangkutan (pengumpulan dan distribusi) dan biaya produksi. Konsep weber dan
Hoover pada dasarnya hanya berfokus pada segi input (minimalisasi biaya) dan
kurang menekankan segi output atau permintaan. Pemilihan lokasi adalah faktor yang
menentukan dalam pengembangan suatu usaha. Lokasi yang strategis dapat
memberikan keuntungan bagi pengusaha dan begitu sebaliknya. Keberadaan suatu
lokasi industri tentunya ditunjang oleh ketersediaan faktor faktor yang mendukung
perkembangannya. Hal ini dilakukan untuk menjaga aktivitas industri agar dapat
berlangsung terus. Djojodipuro (1992) menjelaskan bahwa syarat-syarat yang
dibutuhkan untuk menjamin kelangsungan aktivitas suatu industri dibagi dalam enam
faktor yaitu, faktor endowmnet, pasardan harga, bahan baku dan energi, aglomerasi,
kebijakan pemerintah dan biaya angkut.
Dalam menentukan lokasi industri, terdapat tiga faktor penentu, yaitu biaya
transportasi, upah tenaga kerja, dan dampak aglomerasi dan deaglomerasi. Biaya
transportasi diasumsikan berbanding lurus terhadap jarak yang ditempuh dan berat
barang, sehingga titik terendah biaya transportasi menunjukkan biaya minimum untuk
angkutan bahan baku dan distribusi hasil produksi. Biaya transportasi akan bertambah
secara proporsional dengan jarak. titik terendah biaya transportasi adalah titik yang
menunjukkan biaya minimum untuk angkutan bahan baku (input) dan distribusi hasil
produksi (output).

You might also like