You are on page 1of 8

A.

Latar Belakang

Puskesmas sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan dasar, merupakan ujung tombak
terdepan dalam pelayanan kesehatan masyarakat. Puskesmas sebagai unit pelayanan kesehatan
memiliki berbagai potensi bahaya yang berpengaruh buruh pada tenaga kesehatan dan non kesehatan
yang bekerja di puskesmas pasien, pengunjung dan masyarakat disekitarnya, potensi bahaya tersebut
meliputi golongan fisik, kimia, biologi, argonomik dan psikososial, khususnya golongan biologi antara
lain virus dan bakteri, merupakan potensi bahaya yang paling sering mengancam pada petugas
puskesmas. Mengingat potensi bahaya yang tinggi bagi petugas puskesmas, sehingga diperlukan manual
pedoman pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di puskesmas yang diharapkan dapat
dipergunakan sebagai acuan terhadap perlindungan kesehatan petugas puskesmas mulai dari kegiatan
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif .

B. Tujuan

1. Umum
Menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan produktif untuk petugas Puskesmas,
pasien, pengunjung/pengantar pasien, masyarakat dan lingkungan sekitar Puskesmas.

2. Khusus
a. Terbentuknya kelompok kerja atau tim sebagan penaggung jawab kegiatan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Puskesmas.
b. Teridentifikasinya potensi bahaya/risiko dan cara pengendalianya.
c. Tersusunya rencana kerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Puskesmas.
d. Terlaksananya kegiatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Puskesmas yang Paripurna.
e. Terlaksananya monitoring dan evaluasi kegiatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Puskesmas.

C. Sasaran
Sasaran Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Puskesmas adalah petugas puskesmas
dan pengguna jasa puskesmas.

D. Ruang Lingkup
1. Pengenalan Potensi bahaya di puskesmas dan masalah kesehatan yang ditimbulkanya.
2. Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Puskesmas.
3. Standard Precaution di Puskesmas.
4. Indikator keberhasilan

E. Landasan Hukum
1. Undang-Undang dasar 1945, pasal 28H ayat (1) tentang hak untuk memperoleh pelayanan
kesehatan.
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Kerja.
5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 Nomor 85 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun.
7. Keppres Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit yang Timbul Karena Hubungan Kerja .
8. Kepmenkes Nomor 1758 tahun 2003 tentang Standard Pelayanan Kesehatan Kerja Dasar.
9. Kepmenkes Nomor 038/Menkes/SK/I/2007 Tentang Pedoman Pelayanan Kesehatan Kerja
pada Puskesmas Kawasan Industri/Sentra Industri.
10. Kepmenkes Nomor 128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan dasar puskesmas.
11. Kepmenkes Nomor 1758/Menkes/SK/XII/2003 tentang standard Pelayanan Kesehatan Kerja
Dasar.
12. Permenkes Nomor 75 tahun 2014 tentang Pusat kesehatan Masyarakat.

F. Hirarkhi Pengendalian Bahaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja Secara Umum


Idealnya pengendalian risiko K3 di Puskesmas dapat dilakukan sesuai dengan hirarki
pengendalian sebagai berikut:
1. Eliminasi/menghilan bahaya: Merupakan langkah ideal dengan menghilangkan sumber
potensi bahaya,contohnya menganti tensi meter yang menggunakan merkuri dengan tensi
meter digital.
2. Subtitusi/penggantian:prinsip dari langkah ini adalah mengganti sumber potensi bahaya
dengan cara atau bahan lain yang mempunyai tingkat risiko lebih rendah, contohnya
mengganti bahan tambal gigi amalgam dengan bahan seperti Glass lonomer Composite.
3. Rekayasa teknik: Pengendalian risiko melalui perubahan desain atau modifikasi peralatan,
sistem ventilasi, dan proses yang mengurangi sumber eksposur, contohnya penutupan
/isolasi mesin kompresor ruang poli gigi.
4. Administrasi:mengatur cara kerja, mencakup pemilihan waktu pekerjaan, kebijakan-
kebijakan dan aturan lain,contohnya Standar Prosedur Operasional (SPO), pengaturan shift
kerja, imunisasi dll.
5. Alat pelindung diri (APD) merupakan upaya pencegahan oleh pekerja dengan menggunakan
berbagai alat untuk melindungi tubuh dari potensi bahaya, contohnya sarung tangan, apron,
masker, google, penutup kepala, sepatu boot dll.
Dalam pelaksanaan pengendalian faktor risiko di puskesmas hirarki tersebut di atas dapat
mempertimbangkan kemudahan pelaksanaan ketersediaan sumber daya dan keefektifitasan
hasil yang diharapkan.
BAB III
PELAKSANAAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DI PUSKESMAS

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Puskesmas dapat dilaksanakan melalui beberapa
tahap yang meliputi tahap perencanaan, tahap pelaksanaan dan tahap pengawasan,
pemantauan dan evaluasi.

A. Tahap perencanaan
1. Komitmen dan kebijakan K3 Puskesmas
Komitmen dan kebijakan K3 di Puskesmas merupakan kesepakatan seluruh pegawai
Puskesmas. Hasil dari komitmen dituangkan dalam bentuk kebijakan tertulis
Puskesmas untuk pelaksanaan K3. Keberhasilan pelaksanaan K3 di Puskesmas
sangat dipengaruhi oleh dukungan kebijakan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
mengingat bahwa Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
Komitmen pelaksanaan K3 di Puskesmas di wujudkan dalam bentuk
penandatanganan kesepakatan oleh seluruh pegawai Puskesmas setelah dilakukan
sosialisasi oleh Kepala Puskesmas pada saat loka karya mini. Kebijakan K3 di
puskesmas di tuangkan dalam bentuk Surat Keputusan Kepala Puskesmas yang
berisikan tentang ruang lingkup pelaksanaan K3 di Puskesmas.
2. Pembentukan Tim K3 di Puskesmas
Pembentukan tim K3 di Puskesmas ditetapkan melalui Surat Keputusan Kepala
Puskesmas yang menyangkut susunan organisasi, tugas dan tanggung jawab setiap
pegawai susunan organisasi inti tim K3 di Puskesmas minimal terdiri dari Ketua,
Penanggung Jawab Sarana Prasarana. Tim K3 di Puskesmas melibatkan seluruh
koordinator ruangan dengan latar belakang pendidikan kesehatan yang berbeda
seperti dokter, dokter gigi, perawat, bidan, ahli gizi, sanitarian asisten apoteker dan
penyuluh kesehatan. Tim K3 diharapkan mempunyai pengetahuan dan keterampilan
di bidang kesehatan kerja.
Tugas Tim K3 di Puskesmas yakni memberikan rekomendasi dan pertimbangan
kepada Kepala Puskesmas dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Mengenai
masalah-masalah yang berkaitan dengan K3 dan membuat K3 di Puskesmas.
Fungsi dari Tim K3 ini mengumpulkan dan menganalisa seluruh data dan
menginformasikan permasalahan K3 di Puskesmas, melaksanakan pengawasan
terhadap pelaksanaan program K3. Semua Pegawai Puskesmas terlibat dalam
pelaksanaan K3 di Puskesmas.
3. Perencanaan K3 di Puskesmas
Setelah adanya komitmen dan terbentuknya tim K3 di Puskesma, bersama Kepala
Puskesmas membuat rencana Kerja K3 di Puskesmas.
Dalam Perencanaan K3 Puskesmas tim sebelumnya melakukan identifikasi atau
Mapping potensi bahaya setiap ruang di Puskesmas yakni administrasi, Ruang
pelayanan kesehatan dan ruangan lainyya serta tempat-tempat lain yang ada di
lingkungan Puskesmas seperti sumur, tempat pembuangan sampah, garasi dari
berbagai golongan bahaya potensial dibandingkan dengan perencanaan yang ada.

B. Tahap Pelaksanaan
1. Menyusun Standar Prosedur Operasional (SPO), rambu, petunjuk K3.
Agar pelaksanaan K3 di Puskesmas berjalan sesuai dengan standar perlu disusun
SPO meliputi: SPO cara kerja/pelayanan, SPO pengelolaan alat, SPO penggunaan
APD, SPO pengelolaan limbah dll.
2. Pembudayaan K3 melalui pemamfaatan SPO.
Sosialisasi SPO yang Telah disusun pada seluruh jajaran petugas Puskesmas
sesuai dengan tempat kerjanya.
3. Penyediaan kebutuhan sarana dan prasarana yang mendukung dan menunjang
pelaksanaan K3 di Puskesmas.
4. Pelayanan kesehatan kerja dan tanggap darurat,
Pelayanan kesehatan kerja merupakan pelayanan kesehatan berupa
pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja, berkala dan khusus untuk
petugas kesehatan yang paling beresiko di Puskesmas seperti petugas di
Poli IGD dan Laboratorium. Pelayanan kesehatan dapat dilakukan dengan
memberikan pengobatan dan perawatan pada petugas Puskesmas yang
menderita sakit termasuk peningkatan kesehatan fisik dan mental.
Mapping lingkungan tempat kerja (area yang dianggap beresiko dan
berbahaya).
Menyiapkan sarana dan prasarana tanggap darura, membuat rambu-
rambu jalan keluar evakuasi apabila terjadi bencana.
5. Pengelolaan alat berupa kegiatan penyediaan dan pemeliharaan peralatan
Puskesmas agar layak digunakan dengan selalu dikalibrasikan dan sertifikasi.
6. Pengelolaan limbah dilakukan seperti penyediaan fasilitas untuk penagganan dan
pengelolaan limbah padat, cair dan gas, pengelolaan limbah medis dan
nonmedis.
7. Peningkatan kemampuan sumber daya merupakan kegiatan untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan bagi petugas Puskesmas dalam bekerja yang
sehat dan aman antara lain dengan mengirim pegawai Puskesmas mengikuti
pelatihan tentang pencegahan infeksi, pelatihan tentang pencegahan infeksi,
pelatihan tentang penatalaksanaan alat.
8. Penyediaan dukungan sarana dan prasarana K3 yang mendukung pelaksanaan
kegiatan K3 di Puskesmas dengan menyediakan alat K3 secara sederhana (APAR,
APD, antiseptik, vaksin dll.)
9. Monitoring dan evaluasi yaitu kegiatan pemantauan yang berkaitan dengan
tujuan dan sasaran K3 dengan melakukan inspeksi dan pengujian sesuai dengan
objeknya sehingga perlu dilakukan identifikasi potensi bahaya disetiap ruang
administrasi, ruang pelayanan kesehatan dan ruangan lainyya serta tempat-
tempat lain yang ada di lingkungan Puskesmas seperti Sumur, Tempat
Pembuanggan sampah, garasi dari berbagai golongan bahaya potensial
dibandingkan dengan perencanaan yang ada.
10. Penilaian risiko (lama pajanan, frekwensi, durasi intensitas).
Tidak semua bahaya potensial di tempat kerja puskesmas
11. Pengendalian risiko dengan menggunakan pendekatan pelayanan kesehatan
yang meliputi:
a. Upaya Promotif
1) Menginformasikan potensi bahaya yang ada di Puskesmas Kepada
seluruh petugas Puskesmas.
2) Melakukan Penyuluhan tentang potensi bahaya di lingkungan kerja dan
masalah kesehatan yang ditimbulkannya, penyuluhan penggunaan APD
yang tepat dan benar.
3) Memasang leaflet, poster dan penyebaran brosur.
4) Menginformasikan PHBS di tempat kerja.
5) Melaksanakan latihan fisik, bimbingan rohani, rekreasi.
b. Upaya Preventif
Pelaksanaan upaya preventif dengan menggunakan:
1) Penerapan prinsip pencegahan berupa:penerapan cuci tangan,
penggunaan sarung tangan, barier protection (penggunaan lotion,
masker, apron, mengganti tensi meter yang menggunakan merkuri
dengan tensi meter digital, mengganti bahan tambal gigi amalgam
dengan bahan seperti Glass lonomer Composite,Mengurangi sumber
eksposur, contohnya penutupan/isolasi mesin kompresor ruang poli gigi,
pengaturan shift kerja, penyusunan SPO dan lain-lain.
2) Pemberian Imunisasi pada petugas kesehatan diberikan dengan
memperhatikan tingkat risiko penularan. Saat ini diharapkan petugas
kesehatan dapat diberikan imunisasi hepatitis B dan Infuenza serta
imunisasi yang tersedia sesuai kebutuhan.
3) Penatalaksanaan limbah Puskesmas termasuk pembuangan sampah.
Limbah domestik/rumah tangga
Limbah yang berasal dari kegiatan nonmedis, seperti kegiatan
dapur, sampah dari pengunjung, dll yang tidak mengandung
kuman infeksius
Limbah benda tajam
Yaitu materi padat yang memiliki sudut lancip dan dapat
menyebabkan luka iris atau tusuk, contohnya jarum suntik, kaca
sedian, infus set, ampul/vial obat, dll.
Limbah benda tajam tidak boleh dilakukan recapping langsung
ditampung dalam safety box atau kontainer lain yang kuat dan
tidak bocor sebelum di timbun.
Limbah Infeksius
yaitu limbah yang diduga mengandung patogen (virus, bakteri,
parasit, dan jamur) dalam jumlah uang cukup untuk menyebabkan
penyakit pada pekerja yang rentan, misalnya kultur dan stok agen
infeksius dari aktifitas laboratorium, limbah hasil operasi dari
pasien penderita penyakit menular dari bagian isolasi, alat atau
materi lain yang tersentuh oleh orang sakit.
limbah infeksius di tampung dalam wadah yang kuat fan tidak
bocor, dan dipilah dari sumbernya. Limbah infeksius tidak boleh
dicampur dengan limbah jenis lain. Bila terjadi percampuran
dengan limbah non infeksius maka limbah non infeksius dianggap
sebagai limbah infeksius.
penyimpanan sementara limbah infeksius di Puskesmas tidak
lebih dari 48 jam sejak mulai penyimpanan dengan persyaratan
penyimpanan diruang khusus, tertutup, ada pencatatan jumlah
timbulan limbah setiap hari, tidak memungkinkan hewan
pengerat keluar masuk termasuk pembatasan akses orang untuk
masuk ketempat tersebut.
Limbah Patologis
Yaitu limbah yang berasal dari jaringan tubuh, limbah jenis ini
harus ditampung dalam kontainer/wadah yang kuat dan tidak
bocor misalnya organ tubuh, janin, muntahan, darah, muntahan,
air seni, dan cairan tubuh lainnya. Pengolahannya sama seperti
limbah infeksius, jika dalam bentuk padat maka diolah dengan
alat pengolahan limbah padat jika dalam bentuk cair majq harus
diolah melalui instalasi pengolahan air limbah (IPAL).
Limbah Farmasi
Yaitu limbah yang mengandung bahan-bahan farmasi seperti
produk farmasi, obat, vaksin, serum yang sudah kadaluarsa, dan
lainnya. Limbah farmasi dapat dikembalikan kepada produsennya
sementara bila terjadi tumpahan obat dan menggunakan pasir
absorben untuk menyerap tumpahannya atau sesuai dengan
lembar data keselamatan yang ada dari produsen. Pasir absorben
atau materi penyerap tumpahan farmasi ini termasuk lumbah B3
dan harus dikelola dan diolah secara khusus oleh pihak yang bisa
mengelola limbah tumpahan farmasi.
Limbah Kimia
Yaitu yang mengandung zat kimia berasal dari aktivitas diagnostik,
pemeliharaan kebersihan dan pemberian desinfektan. Contohnya
formaldehid, zat kimia untuk rontgen, dan lain-lain, jika dalam
jumlah kecil limbah kimia dapat disatukan dengan limbah
infeksius dalam pengolahannya.
Limbah Logam Berat
Adalah limbah medis yang mengandung logam berat dalam
konsentrasi tinggi biasanya sangat toksik, seperti limbah merkuri
dari bocoran peralatan kedokteran (termometer, alat pengukyr
tekanab darah dll) penampungan dipisah dengan limbah lainnya
dan penampungnya harus kuat dan tidak bocor serta menguap.
dalam pengolahannya sebaiknya bekerja sama dengan
dinas/badan lingkungan hidup setempat.
4) Deteksi dini melalui Medical Chek Up (MCU)
Pemeriksaan pekerja atau sebelum kerja dilakukan pada pegawai
baru yang akan mulai kerja atau kepada pegawai pindahan atau
antar tempat kerja untuk mendapatkan data dasar status
kesehatan calon atau petugas Puskesmas.
Pemeriksaan berkala dilakukan kepada seluruh pegawai puskemas
minimal 1 (satu) tahun sekali untuk mengetahui perubahan status
kesehatan pekerja secara dini.
Pemeriksaan kesehatan khusus dilaksanakan kepada pegawai
yang mengalami pajanan tertentu untuk menilai adanya pengaruh
dari pekerjaan tertentu terhadap pegawai atau golongan pegawai
tertentu (pegawai laboratorium dan bagian radiologi).
c. Upaya Kuratif
Pelaksanaan tindakan pengobatan bagi petugas puskesmas yang mengalami gangguan
kesehatan selama melakukan pekerjaan.

1. Penatalaksanaan kecelakaan kerja seperti tertusuk jarum bekas/benda tajam alat


tindakan medis.
2. Penatalaksanaan cedera akibat kecelakaan kerja.
3. Pengobatan penyakit akibat kerja (PAK) mengikuti pedoman penatalaksanaan penyakit
akibat kerja.
4. Melakukan rujukan kasus

d. Upaya Rehabilitatif

pengendalian melalui upaya rehabilitatif ditujukan untuk mencegah kematian dan kecacatan yang
semakin berat.

Misalnya pada petugas kesehatan yang tertusuk jarum, dilakukan pemantauan status HBsAg, konseling
untuk HIV AIDS.

Rekomendasi terhadap penempatan kembali pekerja sesuai kemampuannya dan pertahapan untuk
dapat kembali pada pekerjaan semula setelah sembuh dari sakit/kecelakaan kerja.

C. TAHAP PENGAWASAN, PEMANTAUAN DAN EVALUASI

Pengawasan dilakukan oleh tim K3 Puskesmas secara berkala sesuai jadwal yang telah
ditentukan dalam perncanaan.

pemantauan dilakukan terhadap kepatuhan SPO, penggunaan APD, penyediaan kebutuhan


sarana dan prasarana, pelayanan kesehatan kerja dan tanggap darurat, pengelolaan alat,
pengelolaan limbah, peningkatan kemampuan sumber daya, penyediaan dukungan sarana dan
prasarana K3 (Alat Pemadam Api Ringa (APAR), APD), penilaian risiko (lama pejanan, frequency,
durasi, intensitas). Bentuk pemantauan dilakukan dengan menggunakan instrunen sehingga di
dapatkan data pemantauan berkala sesuai dengan pelaksanaan kegiatan K3 di Puskesmas.
Evaluasi dilakukan secara internal oleh Tim K3 Puskesmas setiap tahun yang bertujuan untuk
menilai pelaksanaan K3 yang telah dilakukan tahun terakhir dan hasilnya digunakan untuk
perncanaan kegiatan selanjutnya. Evaluasi yang dilakukan meliputi input, proses, dan output
dengan menggunakan instrumen (terlampir).

You might also like