You are on page 1of 29

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang

kesehatan yang saat ini terjadi di Indonesia. Angka kematian bayi menjadi indikator

pertama dalam menentukan derajat kesehatan anak karena merupakan cerminan dari

status kesehatan anak suatu negara.1 Menurut laporan organisasi medis kemanusiaan

dunia, Medicins Sans Frontieres (MSF) atau dokter lintas batas yang menyebutkan

bahwa Indonesia termasuk 1 dari 6 negara yang teridentifikasi memiliki jumlah

tertinggi anak - anak yang tidak terjangkau imunisasi, sebanyak 70% dari anak anak

yang tidak terjangkau program imunisasi rutin terbesar di Kongo, India, Negiria,

Ethiopia, Indonesia dan Pakistan.2

Program pengembangan imunisasi sudah berjalan sejak tahun 1974 untuk

penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Imunisasi

merupakan salah satu bentuk upaya pencegahan terhadap infeksi suatu penyakit yang

paling efektif dan lebih murah. Imunisasi dasar adalah pemberian kekebalan tubuh

terhadap suatu penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang. Setiap

bayi wajib mendapatkan imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari 1 dosis BCG, 3

dosis DPT-HB dan atau DPT-HB-Hib, 4 dosis polio, dan 1 dosis campak.3

1
Program imunisasi campak di Indonesia dimulai pada tahun 1982, kemudian

pada tahun 1991 berhasil dicapai status imunisasi dasar lengkap atau Universal Child

ImunIzation (UCI) secara nasional. Sejak tahun 2000 imunisasi campak kesempatan

kedua diberikan kepada anak sekolah kelas I VI (Catch up) secara bertahap yang

kemudian dilanjutkan dengan pemberian imunisasi campak secara rutin kepada anak

sekolah dasar kelas I SD pada Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).4

Penyakit campak bersifat endemik di seluruh dunia, pada tahun 2013 terjadi

145.700 kematian yang disebabkan oleh campak di seluruh dunia (berkisar 400

kematian setiap hari atau 16 kematian setiap jam) pada sebagian besar anak kurang

dari 5 tahun. Berdasarkan laporan Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun

2014, masih banyak kasus campak di Indonesia dengan jumlah kasus yang dilaporkan

mencapai 12.222 kasus. Frekuensi KLB sebanyak 173 kejadian dengan 2.104 kasus.

Sebagian besar kasus campak adalah anak-anak usia pra-sekolah dan usia SD. Selama

periode 4 tahun, kasus campak lebih banyak terjadi pada kelompok umur 5-9 tahun

(3591 kasus) dan pada kelompok umur 1-4 tahun (3383 kasus).5

Sebagian besar penderita campak akan sembuh, komplikasi sering terjadi pada

anak usia < 5 tahun dan penderita dewasa usia > 20 tahun. Kematian penderita karena

campak umumnya disebabkan karena komplikasinya,seperti bronkopneumonia, diare

berat dan gizi buruk serta penanganan yang terlambat. Sejak vaksinasi campak

diberikan secara luas, terjadi perubahan epidemiologi campak terutama di negara

berkembang. Dengan tingginya cakupan imunisasi, terjadi penurunan insiden campak

dan pergeseran umur ke umur yang lebih tua.4

2
Dari data Puskesmas Ambacang Kuranji tahun 2015 dan tahun 2016,

didapatkan cakupan imunisasi dasar campak mengalami penurunan dari 98.3%

menjadi 93.2%. Namun, pada angka cakupan imunisasi campak ini sudah mencapai

target cakupan imunisasi campak secara nasional yaitu 93%. Cakupan imunisasi

lanjutan dan BIAS campak masih dibawah target yaitu kurang dari 95%, sementara

Crash Program Campak sudah mencapai target yaitu 97.4%. Berdasarkan uraian

diatas, penulis tertarik untuk membahas mengenai pencapaian cakupan imunisasi

campak di Puskesmas Ambacang Kuranji.6,7

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah yaitu :

1. Bagaimana pelaksanaan program imunisasi campak di Puskesmas Ambacang

Kuranji?

2. Bagaimana pencapaian imunisasi campak di Puskesmas Ambacang Kuranji?

3. Apa kendala dan permasalahan dalam pelaksanaan imunisasi campak di

Puskesmas Ambacang Kuranji?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari makalah ini adalah memberikan gambaran imunisasi campak

di Puskesmas Ambacang Kuranji.

3
1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pelaksanaan program imunusisasi campak di Puskesmas

Ambacang Kuranji

2. Untuk mengetahui pencapaian imunisasi campak di Puskesmas Ambacang

Kuranji

3. Untuk mengetahui kendala dan permasalahan dalam pelaksanaan imunisasi

campak di Puskesmas Ambacang Kuranji

1.4 Metode Penulisan

Metode penulisan makalah ini berupa tinjauan pustaka yang merujuk dari

berbagai literatur dan laporan Puskesmas Ambacang Kuranji, analisis dan diskusi

bersama pemegang program imunisasi Puskemas Ambacang Kuranji.

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Campak

2.1.1 Etiologi dan Patofisiologi

Campak adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh RNA virus genus

Morbillivirus, famili Paramyxoviridae. Penyebaran infeksi terjadi jika terhirup

droplet di udara yang berasal dari penderita. Virus campak masuk melalui saluran

pernapasan dan melekat di sel-sel epitel saluran napas. Setelah melekat, virus

bereplikasi dan diikuti dengan penyebaran ke kelenjar limfe regional. Setelah

penyebaran ini, terjadi viremia primer disusul multiplikasi virus di sistem

retikuloendotelial di limpa, hati, dan kelenjar limfe. Multiplikasi virus juga terjadi di

tempat awal melekatnya virus. Pada hari ke-5 sampai ke-7 infeksi, terjadi viremia

sekunder di seluruh tubuh terutama di kulit dan saluran pernapasan. Pada hari ke-11

sampai hari ke14, virus ada di darah, saluran pernapasan, dan organ-organ tubuh

lainnya, 2-3 hari kemudian virus mulai berkurang. Selama infeksi, virus bereplikasi di

sel-sel endotelial, sel-sel epitel, monosit, dan makrofag.9

2.1.2 Manifestasi Klinis

Masa inkubasi campak berkisar 10 hari (8-12 hari). Gejala klinis terjadi

setelah masa inkubasi, terdiri dari tiga stadium:10

1. Stadium prodromal

Berlangsung 3 hari (2-4 hari), ditandai dengan demam yang dapat mencapai

39,50C. Selain demam, dapat timbul gejala berupa malaise, coryza (peradangan akut

membran mukosa rongga hidung), konjungtivitis (mata merah), dan batuk. Gejala-

5
gejala saluran pernapasan menyerupai gejala infeksi saluran pernapasan yang

disebabkan oleh virus-virus lain. Konjungtivitis dapat disertai mata berair dan sensitif

terhadap cahaya (fotofobia). Tanda patognomonik berupa enantema mukosa buccal

yang disebut Koplik spots yang muncul pada hari ke-2 atau ke-3 demam. Bercak ini

berbentuk tidak teratur dan kecil berwarna merah terang, di tengahnya didapatkan

noda putih keabuan. Timbulnya bercak koplik ini hanya sebentar, kurang lebih 12

jam, sehingga sukar terdeteksi dan biasanya luput saat pemeriksaan klinis.

2. Stadium eksantem

Timbul ruam makulopapular dengan penyebaran sentrifugal yang dimulai dari

batas rambut di belakang telinga, kemudian menyebar ke wajah, leher, dada,

ekstremitas atas, bokong, dan akhirnya ekstremitas bawah. Ruam ini dapat timbul

selama 6-7 hari. Demam umumnya memuncak (mencapai 400C) pada hari ke 2-3

setelah munculnya ruam. Jika demam menetap setelah hari ke-3 atau ke-4 umumnya

mengindikasikan adanya komplikasi.

3. Stadium penyembuhan (konvalesen)

Setelah 3-4 hari umumnya ruam berangsur menghilang sesuai dengan pola

timbulnya. Ruam kulit menghilang dan berubah menjadi kecoklatan yang akan

menghilang dalam 7-10 hari.

2.1.3 Diagnosis

Anamnesis berupa demam, batuk, pilek, mata merah, dan ruam yang mulai

timbul dari belakang telinga sampai ke seluruh tubuh. Pemeriksaan fisik berupa suhu

badan tinggi (>380C), mata merah, dan ruam makulopapular. Pemeriksaan penunjang:

pemeriksaan darah berupa leukopenia dan limfositopenia. Pemeriksaan

6
imunoglobulin M (IgM) campak juga dapat membantu diagnosis dan biasanya sudah

dapat terdeteksi sejak hari pertama dan ke-2 setelah timbulnya ruam.5-7 IgM campak

ini dapat tetap terdeteksi setidaknya sampai 1 bulan sesudah infeksi.11,12

2.1.4 Diagnosis Banding

Campak harus dibedakan dari beberapa penyakit yang klinisnya juga berupa

ruam makulopapular. Gejala klinis klasik campak adalah adanya stadium prodromal

demam disertai coryza, batuk, konjungtivitis, dan penyebaran ruam makulopapular.

Penyakit lain yang menimbulkan ruam yang sama antara lain:13

1. Rubella (Campak Jerman) dengan gejala lebih ringan dan tanpa disertai batuk.

2. Roseola infantum dengan gejala batuk ringan dan demam yang mereda ketika

ruam muncul.

3. Parvovirus (fifth disease) dengan ruam makulopapular tanpa stadium

prodromal.

4. Demam scarlet (scarlet fever) dengan gejala nyeri tenggorokan dan demam

tanpa konjungtivitis ataupun coryza.

5. Penyakit Kawasaki dengan gejala demam tinggi, konjungtivitis, dan ruam,

tetapi tidak disertai batuk dan bercak Koplik. Biasanya timbul nyeri dan

pembengkakan sendi yang tidak ada pada campak.

2.1.5 Tatalaksana

Pada campak tanpa komplikasi tatalaksana bersifat suportif, berupa tirah

baring, antipiretik (parasetamol 10-15 mg/kgBB/dosis dapat diberikan sampai setiap

4 jam), cairan yang cukup, suplemen nutrisi, dan vitamin A. Vitamin A dapat

berfungsi sebagai imunomodulator yang meningkatkan respons antibodi terhadap

7
virus campak. Pemberian vitamin A dapat menurunkan angka kejadian komplikasi

seperti diare dan pneumonia. Vitamin A diberikan satu kali per hari selama 2 hari

dengan dosis sebagai berikut : 14

1. 100.000 IU pada anak umur 12 bulan atau lebih

2. 100.000 IU pada anak umur 6 - 11 bulan

3. 50.000 IU pada anak kurang dari 6 bulan

Pemberian vitamin A tambahan satu kali dosis tunggal dengan dosis sesuai

umur penderita diberikan antara minggu ke-2 sampai ke-4 pada anak dengan

gejala defisiensi vitamin A.

2.1.6 Komplikasi

Komplikasi umumnya terjadi pada anak risiko tinggi, yaitu:15

1. Usia muda, terutama di bawah 1 tahun.

2. Malnutrisi (marasmus atau kwasiorkor)

3. Pemukiman padat penduduk yang lingkungannya kotor.

4. Anak dengan gangguan imunitas, contohnya pada anak terinfeksi HIV,

malnutrisi, atau keganasan.

5. Anak dengan defisiensi vitamin.

Komplikasi dapat terjadi pada berbagai organ tubuh, antara lain :15

1. Saluran pernapasan: bronkopneumonia, laringotrakeobronkitis (croup)

2. Saluran pencernaan: diare yang dapat diikuti dengan dehidrasi

3. Telinga: otitis media

8
4. Susunan saraf pusat:

a. Ensefalitis akut

Timbul pada 0,01 0,1% kasus campak. Gejala berupa demam, nyeri

kepala, letargi, dan perubahan status mental yang biasanya muncul antara

hari ke-2 sampai hari ke-6 setelah munculnya ruam. Umumnya self-

limited (dapat sembuh sendiri), tetapi pada sekitar 15% kasus terjadi

perburukan yang cepat dalam 24 jam. Gejala sisa dapat berupa kehilangan

pendengaran, gangguan perkembangan, kelumpuhan, dan kejang berulang.

b. Subacute Sclerosing Panencephalitis (SSPE)

Suatu proses degeneratif susunan saraf pusat yang disebabkan infeksi

persisten virus campak, timbul beberapa tahun setelah infeksi (umumnya 7

tahun). Penderita mengalami perubahan tingkah laku, retardasi mental,

kejang mioklonik, dan gangguan motorik.

2.1.7 Prognosis

Campak merupakan self limited disease, namun sangat infeksius. Mortalitas

dan morbiditas meningkat pada penderita dengan faktor risiko yang mempengaruhi

timbulnya komplikasi. Di negara berkembang, kematian mencapai 1-3%, dapat

meningkat sampai 5-15% saat terjadi KLB campak.15

2.1.8 Pencegahan

Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi campak ataupun vaksinasi MMR

(Measles, Mumps, Rubella). Sesuai jadwal imunisasi rekomendasi IDAI tahun 2014,

vaksin campak diberikan pada usia 9 bulan. Selanjutnya, vaksin booster dapat

diberikan pada usia 2 tahun. Apabila vaksin MMR diberikan pada usia 15 bulan, tidak

9
perlu vaksinasi campak pada usia 2 tahun. Selanjutnya, MMR ulangan diberikan pada

usia 5-6 tahun. Dosis vaksin campak ataupun vaksin MMR 0,5 mL subkutan.10

Imunisasi ini tidak dianjurkan pada ibu hamil, anak dengan imunodefisiensi

primer, pasien tuberkulosis yang tidak diobati, pasien kanker atau transplantasi organ,

pengobatan imunosupresif jangka panjang atau anak immunocompromised yang

terinfeksi HIV. Anak terinfeksi HIV tanpa imunosupresi berat dan tanpa bukti

kekebalan terhadap campak, bisa mendapat imunisasi campak.10

2.2 Tahapan Pemberantasan Campak

Pemberantasan campak meliputi beberapa tahapan, dengan kriteria pada tiap

tahap yang berbeda-beda, diantaranya adalah : 18

a. Tahap Reduksi

Tahap reduksi campak dibagi dalam 2 tahap :

1. Tahap pengendalian campak

Pada tahap ini terjadi penurunan kasus dan kematian, cakupan imunisasi

>80%, dan interval terjadinya KLB berkisar antara 4-8 tahun.

2. Tahap pencegahan KLB

Pada tahap ini cakupan imunisasi dapat dipertahankan tinggi dan merata,

terjadi penurunan tajam kasus dan kematian, dan interval terjadinya KLB

relatif lebih panjang.

b. Tahap Eliminasi

10
Pada tahap eliminasi, cakupan imunisasi sudah sangat tinggi (>95%), dan

daerah-daerah dengan cakupan imunisasi rendah sudah sangat kecil jumlahnya. Kasus

campak sudah jarang dan KLB hampir tidak pernah terjadi. Anak-anak yang dicurigai

tidak terlindung (susceptable) harus diselidiki dan mendapat imunisasi tambahan.

c. Tahap Eradikasi

Cakupan imunisasi tinggi dan merata, dan kasus campak sudah tidak

ditemukan. Transmisi virus sudah dapat diputuskan, dan negara-negara di dunia

sudah memasuki tahap eliminasi. Pada TCG Meeting, Dakka, 1999, menetapkan

Indonesia berada pada tahap reduksi dengan pencegahan terjadinya KLB. Cakupan

imunisasi tinggi dan merata, dan kasus campak sudah tidak ditemukan. Transmisi

virus sudah dapat diputuskan, dan negara-negara di dunia sudah memasuki tahap

eliminasi.

Reduksi campak mempunyai 5 strategi yaitu :

a. Imunisasi rutin 2 kali, pada bayi 9-11 bulan, anak Sekolah Dasar Kelas 1 dan

imunisasi tambahan atau suplemen.

b. Surveilans campak.

c. Penyelidikan dan penanggulangan KLB.

d. Manajemen kasus.

e. Pemeriksaan laboratorium.

Surveilans dalam reduksi campak di Indonesia masih belum sebaik surveilans

eradikasi polio. Kendala utama yang dihadapi adalah kelengkapan data/laporan rutin

Rumah Sakit dan puskesmas yang masih rendah, beberapa KLB campak yang tidak

terlaporkan, pemantauan dini (SKD-KLB) campak pada desadesa berpotensi KLB

11
pada umumnya belum dilakukan dengan baik terutama di puskesmas, belum semua

unit pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta ikut berkontribusi

melaporkan bila menemukan campak.18

2.3 Imunisasi

2.3.1 Definisi Imunisasi

Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara

aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa

tidak akan terjadi penyakit. Ada dua macam kekebalan, yaitu kekebalan pasif dan

kekebalan aktif. Kekebalan pasif adalah kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh,

bukan dibuat oleh individu itu sendiri. Contohnya adalah kekebalan pada janin yang

diperoleh dari ibu, atau kekebalan yang diperoleh setelah pemberian suntikan

imunoglobulin. Kekebalan pasif tidak berlangsung lama karena akan dimetabolisme

oleh tubuh. Waktu paruh IgG adalah 28 hari, sedangkan waktu paruh imunoglobulin

lainnya pendek. Kekebalan aktif adalah kekebalan yang dibuat oleh tubuh sendiri

akibat terpajan pada antigen seperti pada imunisasi, atau terpajan secara ilmiah.

Kekebalan aktif biasanya berlangsung lebih lama karena adanya memori imunologi.17

2.3.2 Tujuan Imunisasi

Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada

seseorang, dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat

(populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu di Dunia seperti pada

imunisasi cacar.17

2.3.3 Manfaat Imunisasi

12
Manfaat imunisasi ada 3, yaitu : 18

1. Untuk anak

Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan

cacat atau kematian.

2. Untuk keluarga

Menghilangkan kecemasan dan biaya pengobatan bila anak sakit. Mendorong

pembentukan keluarga kecil apabila si orang tua yakin bahwa anaknya akan

menjalani masa kanak-kanak dengan aman.

3. Untuk negara

Memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal

untuk melanjutkan pembangunan negara.

2.3.4 Penyelenggaraan Imunisasi di Indonesia

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 42 tahun 2013

penyelenggaraan imunisasi di Indonesia terbagi atas imunisasi wajib dan imunisasi

pilihan. Imunisasi wajib adalah imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah untuk

seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutan

dan masyarakat sekitarnya dari penyakit menular tertentu. Imunisasi wajib terdiri

dari imunisasi rutin dan imunisasi lanjutan. Imunisasi rutin adalah kegiatan imunisasi

yang dilaksanakan secara terus menerus sesuai jadwal imunisasi. Sebagai salah satu

kelompok yang menjadi sasaran program imunisasi, setiap bayi wajib mendapatkan

imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari 1 dosis BCG, 3 dosis DPT-HB dan atau

DPT-HB-Hib, 4 dosis polio, dan 1 dosis campak. Seorang bayi diimunisasi dengan

vaksin yang disuntikkan pada lokasi tertentu atau diteteskan melalui mulut. Program

13
imunisasi pada bayi bertujuan agar setiap bayi mendapatkan imunisasi dasar secara

lengkap.18

Tabel 2.1 Jadwal Pelaksanaan Imunisasi Dasar Lengkap Anak <1 Tahun

0-7 hari 1 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan 9 bulan


Hepatitis BCG DPT/HB/Hib DPT DPT Campak
B (HB 0) 1 /HB/Hib 2 /HB/Hib 3
Polio 1 Polio 2 Polio 3 Polio 4

Tabel 2.2 Jadwal Pelaksanaan Imunisasi BATITA Anak >1 Tahun


(Booster Pertama)

18 Bulan 24 bulan
DPT/HB/Hib Lanjutan Campak

Tabel 2.3 Jadwal Pelaksanaan Imunisasi Lanjutan pada Anak Sekolah

Kelas 1 SD Kelas 2 SD Kelas 3 SD


Campak DT Td Td
Agustus November November November

Tabel 2.4 Jadwal Pelaksanaan Imunisasi TT pada Wanita Usia Subur

Status Interval minimal MasaPerlindungan


Imunisasi pemberian
T1 - -
T2 4 minggu setelah T1 3 tahun
T3 6 bulan setelah T2 5 tahun
T4 1 tahun setelah T3 10 tahun
T5 1 tahun setelah T4 Lebih dari 25 tahun

2.4 Imunisasi Campak

14
Imunisasi campak diberikan pada umur 9 bulan, secara subkutan walaupun

demikian dapat diberikan secara intramuskular. Salah satu indikator pengaruh vaksin

terhadap proteksi adalah penurunan angka kejadian kasus campak sesudah

pelaksanaan program imunisasi. Imunisasi campak diberikan lagi pada saat masuk

sekolah SD. Anak yang mendapatkan imunisasi campak suhu tubuhnya akan

meningkat antara hari ke-7 sampai ke-12 sesudah mendapat imunisasi. Suhu tubuh

sampai mencapai 39,5C biasanya terjadi pada hari ke-9 sampai ke-10 sesudah

mendapat imunisasi. Disamping itu, gejala ikutan yang terjadi kebanyakan tidak

disebabkan oleh vaksin itu sendiri, tetapi terjadi secara kebetulan. Kadang-kadang

dapat terjadi kejang-demam dan ruam pada kulit muncul sekitar 5% anak yang

mendapat imunisasi, biasanya terjadi pada hari ke-7 sampai hari ke-10 sesudah

mendapat imunisasi, dan lamanya sekitar 2 hari.19

BAB 3

ANALISIS SITUASI

3.1 Gambaran Umum

Puskesmas Ambacang terletak di salah satu kelurahan pada Kecamatan

Kuranji kota Padang yaitu kelurahan Pasar Ambacang. Karena terletaknya puskesmas

15
dikelurahan tersebut maka diberi nama Puskesmas Ambacang Kuranji sesuai dengan

masukan dari berbagai pihak antara lain Kepala Dinas Kesehatan Kota Padang

dengan sebutan Puskesmas Ambacang Kuranji. Awalnya pelaksanaan program

puskesmas ini masih bekerja sama dengan Puskesmas Kuranji, karena 4 kelurahan

sebagai wilayah kerja Puskesmas Kuranji. Pada tahun 2006 telah berdiri sendiri dapat

dilaksanakan secara mandiri dan berkesinambungan.

3.2 Kondisi Geografis

Puskesmas Ambacang terletak pada 0 55' 25.15" Lintang Selatan dan +100

23' 50.14" Lintang Utara dengan luas wilayah kerja Puskesmas Ambacang sekitar 12

km2. Wilayah kerja Puskesmas Ambacang terdiri dari empat kelurahan yaitu:

Kelurahan Pasar Ambacang, Kelurahan Anduring, Kelurahan Ampang, dan Kelurahan

Lubuk Lintah.

Secara geografis wilayah kerja Puskesmas Ambacang berbatasan dengan

kecamatan dan kelurahan yang menjadi tanggung jawab selain Puskesmas Ambacang,

antara lain:

Utara : Wilayah kerja Puskesmas Kuranji.


Timur : Wilayah kerja Puskesmas Pauh.
Selatan : Wilayah kerja Puskesmas Andalas.
Barat : Wilayah kerja Puskesmas Nanggalo.

16
Gambar 3.1 Peta Wilayah Kerja Puskesmas Ambacang

Gambar 3.2 Peta Wilayah Kerja Puskesmas Ambacang Melalui GoogleMap

Dilihat dari segi topografis dan geografis Puskesmas Ambacang yang terletak

di Jl. Raya By Pass Ds. Pasar Ambacang, Kec. Kuranji, Kota Padang ( 8 km dari

pusat kota) dapat terjangkau dengan kendaraan roda dua atau roda empat pribadi

maupun sarana angkutan umum berupa angkutan kota, ojek, dan becak sehingga

akses masyarakat ke puskesmas mudah.

3.2 Kondisi Demografis

17
Jumlah penduduk yang menjadi tanggung jawab wilayah Puskesmas Ambacang

selama tahun 2016 adalah 50.694 jiwa dengan distribusi kependudukan menurut

kelurahan sebagai berikut:

Tabel 3.1 Data Penduduk Wilayah Kerja Puskesmas Ambacang


No Jenis Kelamin
Kelurahan Jumlah
. Laki-laki Perempuan
1 Ps. Ambacang 9.082 9.097 18.179
2 Anduring 7.242 7.254 14.496
3 Lubuk Lintah 5.256 5.191 10.523
4 Ampang 3.745 3.751 74.496
Jumlah 52.325 25.369 50.694

Dari tabel diatas diketahui angka kepadatan penduduk (jumlah penduduk

dibagi luas wilayah dalam kilometer persegi) di Kecamatan Kuranji sebesar 4.224

penduduk setiap satu kilometer perseginya.Berdasarkan UU no.50/PRP/1960, angka

ini menunjukkan bahwa Kecamatan Kuranji tergolong dalam wilayah dengan

kepadatan penduduk sangat padat. Selain itu pertambahan jumlah penduduk di

wilayah kerja Puskesmas Ambacang selama 6 tahun terakhir dari 2010 (43.114 orang)

sampai dengan 2016 adalah sebanyak 7850 orang. Dengan pertambahan jumlah

penduduk yang cukup pesat maka berbagai masalah dapat bermunculan seperti

masalah kesehatan terutama penularan penyakit infeksi.

Kepadatan penduduk pada masing-masing kelurahan dapat dilihat pada tabel

berikut.

Tabel 3.2 Distribusi Jumlah Penduduk Perluas Wilayah


No Kelurahan Luas Wilayah Jumlah Penduduk Kepadatan
.
1 Pasar Ambacang 5,03 km2 18.179 3614,11
2 Anduring 4,04 km2 14.496 3588,11

18
3 Lubuk Lintah 4,03 km2 10.523 2611,16
4 Ampang 4,03 km2 7.496 1860,04

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa setiap kelurahan tergolong pada kategori

padat dimana kelurahan dengan angka kepadatan penduduk paling tinggi adalah

Kelurahan Pasar Ambacang yaitu 3614,11 (30,96%) dan paling rendah adalah

Kelurahan Ampang yaitu 1860,04 (15,93%).

Tabel 3.3 Distribusi Sasaran Wilayah Kerja Puskesmas Ambacang

Total
Kelurahan Bayi Balita Bumil Bulin Bufas WUS PUS Lansia
Penduduk
Ps.Ambacang 337 1.628 366 350 350 4.178 3.436 1.190 18.179
Anduring 226 1.299 292 279 279 3.331 2.779 949 14.496
Lubuk Lintah 196 943 212 202 202 2.418 1.872 689 10.523
Ampang 141 672 151 144 144 1.725 1.534 491 7.496
Jumlah 940 4.542 1.021 975 975 11652 9.621 3.319 50.694

Ket : Bumil = Ibu Hamil, Bulin = Ibu Bersalin, Bufas = Ibu Nifas, WUS = Wanita Usia Subur

Setiap puskesmas idealnya menangani maksimal 30.000 penduduk di wilayah

kerjanya, sedangkan di wilayah kerja Puskesmas Ambacang terdapat 50.694

penduduk. Kapasitas rasio puskesmas terhadap penduduk di Puskesmas Ambacang

lebih besar dari yang seharusnya. Hal tersebut menyebabkan kurang maksimalnya

cakupan pelayanan tenaga kesehatan.

Jika dilihat dari golongan umur maka ada perbedaan pola penyakit

berdasarkan golongan umur sehingga sasaran dari setiap program puskesmas pun

akan berbeda. Misalnya pada tabel didapatkan sasaran terbanyak Puskesmas

Ambacang adalah wanita usia subur yaitu sebanyak 11.652 orang sehingga program

19
kesehatan yang harus lebih diperhatikan adalah kesehatan reproduksi wanita tanpa

mengabaikan permasalahan kesehatan di setiap golongan umur lainnya.

3.3 Gambaran Cakupan Imunisasi Dasar Campak di Puskesmas Ambacang

Kuranji

Tabel 3.4 Cakupan Imunisasi Dasar Campak di Puskesmas Ambacang Kuranji


Tahun 2015

No Kelurahan Jumlah Cakupan %


1 Pasar Ambacang 326 98.5
2 Ampang 257 97.3
3 Lubuk Lintah 187 97.4
4 Anduring 136 99.3
Jumlah 906 98.1
Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Ambacang Kuranji Tahun 20156

Tabel 3.5 Cakupan Imunisasi Dasar Campak di Puskesmas Ambacang Kuranji


Tahun 2016
No Kelurahan Jumlah Cakupan %
1 Pasar Ambacang 304 93.0
2 Ampang 243 93.1
3 Lubuk Lintah 177 93.2
4 Anduring 129 94.2
Jumlah 853 93.2

Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Aambacang Kuranji Tahun 20167


Berdasarkan laporan tahunan Puskesmas Ambacang Kuranji tahun 2015 dan

2016 pada umumnya terjadi penurunan cakupan imunisasi campak. Capaian tertinggi

pada tahun 2015 yaitu kelurahan Pasar Ambacang. Namun, secara keseluruhan

cakupan imunisasi campak sudah tercapai dengan target capaian imunisasi campak di

Puskesmas Ambacang Kuranji tahun 2016 yaitu 93%.

3.4 Gambaran Cakupan Imunisasi Lanjutan Campak di Puskesmas

Ambacang Kuranji

20
Tabel 3.6 Cakupan Imunisasi Lanjutan Campak di Puskesmas Ambacang
Kuranji Tahun 2015

No Kelurahan Jumlah Cakupan %


1 Pasar Ambacang 150 23.1
2 Ampang 118 22.7
3 Lubuk Lintah 123 32.6
4 Anduring 126 47
Jumlah 517 28.5

Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Ambacang Kuranji Tahun 20156

Tabel 3.7 Cakupan Imunisasi Lanjutan Campak di Puskesmas Ambacang


Kuranji Tahun 2016
No Kelurahan Jumlah Cakupan %
1 Pasar Ambacang 186 28.6
2 Ampang 138 26.4
3 Lubuk Lintah 178 47.3
4 Anduring 126 47.2
Jumlah 628 34.6

Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Aambacang Kuranji Tahun 20167

Berdasarkan laporan tahunan Puskesmas Ambacang Kuranji hasil pencapaian

cakupan imunisasi lanjutan campak pada usia bawah tiga tahun mengalami

peningkatan pada tahun 2016 yaitu 34.2%. Akan tetapi, hasil pencapaian tersebut

belum sesuai dengan target cakupan imunisasi lanjutan yaitu 50%.

3.5 Gambaran Cakupan BIAS Campak di Puskesmas Ambacang Kuranji

21
94.300%

94.250%

94.200%

94.150% Cakupan BIAS

94.100%

94.050%

94.000%
2015 2016
Gambar 3.3 Cakupan BIAS Campak di Puskesmas Ambacang Kuranji Tahun
2015 dan 2016

Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Ambacang Kuranji Tahun 2015 dan 2016 6,7

Berdasarkan laporan tahunan Puskesmas Ambacang Kuranji tahun 2015 dan

2016 hasil pencapaian cakupan BIAS campak mengalami peningkatan pada tahun

2016 yaitu 94.3%. Akan tetapi, hasil pencapaian tersebut belum sesuai dengan target

cakupan BIAS campak yaitu 95 %.

3.6 Gambaran Hasil Pencapaian Crash Program Campak di Puskesmas

Ambacang Kuranji 2016

Tabel 3.8 Hasil Pencapaian Crash Program Campak di Puskesmas Ambacang


Kuranji Tahun 2016

No Kelurahan Jumlah Cakupan %


1 Pasar Ambacang 1290 97.1

22
2 Ampang 591 95.8
3 Lubuk Lintah 776 98.2
4 Anduring 1059 98
Jumlah 3716 97.4

Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Aambacang Kuranji Tahun 20167

Crash Program Campak merupakan salah satu program dari Kementerian

Kesehatan Indonesia yang bertujuan untuk memberikan kesempatan kedua

perlindungan terhadap campak dan memastikan tingkat imunitas di populasi cukup

tinggi (cakupan herd immunity >95%) untuk memutuskan penularan penyakit campak

dan mencegah terjadinya KLB campak. Berdasarkan laporan tahunan Puskesmas

Ambacang Kuranji tahun 2016 cakupan Crash Program Campak telah sesuai dengan

target yaitu 97.4% (>95%).

BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Pelaksanaan Program Imunisasi Campak di Puskesmas Ambacang

Kuranji

23
Menurut PMK No.42 tahun 2013, pelaksanaan imunisasi dapat dilakukan di

Poskesdes/Posyandu, Puskesmas pembantu, Sekolah Dasar/sederajat, Unit pelayanan

swasta (RS, RB, BP, dll) dan Puskesmas. Pelaksaan imunisasi ini harus direncanakan

oleh puskesmas secara berkala dan berkesinambungan karena imunisasi merupakan

program utama untuk mencegah timbulnya suatu penyakit.

Imunisasi campak termasuk dalam program imunisasi wajib yang terdiri dari

pemberian imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan. Berdasarkan diskusi dengan

pemegang program imunisasi di Puskesmas Ambacang Kuranji, imunisasi dasar dan

imunisasi lanjutan campak dilakanakan di posyandu setiap kelurahan. Pelaksanaan

posyandu dijalankan setiap bulan pada minggu kedua dan ketiga, dimana setiap bayi

berumur 9 bulan akan dilakukan imunisasi dasar campak dan bayi yang berumur 24

bulan akan diberikan imunisasi lanjutan campak. Selain di posyandu, imunisasi

campak juga dapat dilaksanakan di puskesmas yaitu setiap hari kerja. Untuk BIAS

campak diberikan pada semua siswa kelas I sekolah dasar dan dilaksanakan setiap

bulan Agustus di Sekolah Dasar di wilayah kerja Puskesmas Ambacang Kuranji.

Berdasarkan PMK No.42 tahun 2013, imunisasi dilakukan oleh dokter atau

dokter spesialis, namun dokter di puskesmas dapat mendelegasikan kewenangan

pelayanan imunisasi kepada bidan dan perawat sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan untuk melaksanakan imunisasi wajib sesuai program pemerintah. Dari hasil

wawancara diketahui bahwa pemegang program imunisasi di Puskesmas Ambacang

Kuranji adalah seorang bidan. Pelaksana pelayanan posyandu dilakukan oleh perawat

dan bidan serta dibantu oleh kader pada tiap kelurahan.

24
Berdasarkan hasil observasi pelaksanaan posyandu di salah satu kelurahan di

wilayah kerja puskesmas Ambacang Kuranji, pelaksana pelayanan imunisasi sudah

memberikan informasi kepada orang tua terkait dengan jenis vaksin yang diberikan,

kegunaannya dan kemungkinan terjadinya KIPI sebelum dilakukannya imunisasi.

4.2 Capain Imunisasi Campak di Puskesmas Ambacang Kuranji

Berdasarkan laporan tahunan Puskesmas Ambacang Kuranji, cakupan imunisasi

dasar campak sudah mencapai target yaitu dari 4 kelurahan di Kecamatan Ambacang

Kuranji, seluruh kelurahan mencapai target imunisasi campak yaitu lebih dari 93%.

Cakupan imunisasi lanjutan campak masih dibawah target yaitu 34.2% dan cakupan

BIAS campak 94.3%.

4.3 Kendala dan Permasalahan Imunisasi Campak di Puskesmas Ambacang

Kuranji

Pelaksanaan program imunisasi campak di wilayah kerja Puskesmas Ambacang

Kuranji 2016 tidak memiliki kendala dan permasalahan yang cukup berarti.

Pencapaian pada tahun 2016 menurun dibandingkan dengan pencapaian pada tahun

2015 yaitu 93,2%. Akan tetapi, cakupan imunisasi dasar wajib pada tahun 2016 masih

sesuai dengan target cakupan imunisasi Puskesmas Ambacang Kuranji yaitu 93%.

Menurut hasil Riskesdas tahun 2013, ada beberapa alasan seseorang tidak

diimunisasi yaitu anak demam (28,8%), keluarga tidak mengizinkan (26,3%), tempat

imunisasi jauh (21,9%), sibuk/repot (16,3%), anak sering sakit (6,8%), tidak tau

tempat imunisasi (6,7%). Berdasarkan hasil riskesdas cakupan imunisasi di wilayah

kerja Puskesmas Ambacang Kuranji masih ada yang belum sesuai target disebabkan

25
karena karena sebagian kecil orang tua tidak ingin anaknya diimunisasi dengan alasan

anak sedang demam, upaya yang telah dilakukan oleh kader dan pemegang program

adalah dengan meminta ibu untuk membawa anaknya apabila sudah sembuh ke

puskesmas agar anak mendapatkan imunisasi, namun masih ada orang tua yang tidak

membawa anaknya ke puskesmas.

Selain itu, sebagian kecil orang tua tidak pernah datang ke posyandu untuk

membawa anaknya imunisasi dengan alasan keluarga tidak mengizinkan, hal ini

berkaitan dengan pemahaman yang salah yang dimiliki orang tua, takut anaknya akan

sakit apabila di imunisasi. KIPI yang biasa terjadi setelah imunisasi campak adalah

demam. Upaya yang dilakukan kader terhadap ketakutan orang tua adalah

menjelaskan kepada orang tua tentang KIPI campak sebelum anak diberikan vaksin

campak sehingga orang tua mengerti dan memberikan persetujuan pada saat anaknya

diberikan vaksin.

BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

26
1. Puskemas Ambacang Kuranji telah melaksanakan program Imunisasi

sesuai dengan pelaksanaan pelayanan imunisasi wajib yang diatur oleh

PMK No.42 tahun 2013.

2. Cakupan imunisasi dasar campak di Puskesmas Ambacang Kuranji telah

mencapai target.

3. Cakupan imunisasi campak lanjutan di Puskesmas Ambacang Kuranji

belum mencapai target.

4. Cakupan bias campak di Puskesmas Ambacang Kuranji belum mencapai

target.

5. Pelaksanaan Crash Program Campak tahun 2016 di Puskesmas Ambacang

Kuranji telah mencapai target.

6. Kendala dalam imunisasi campak di Puskesmas Ambacang Kuranji ialah

tingkat partisipasi masyarakat untuk imunisasi lanjutan campak masih

rendah.

5.2 Saran

1. Diharapkan kepada tenaga kesehatan agar melakukan upaya peningkatan

partisipasi masyarakat promosi dan penyuluhan kesehatan tentang

imunisasi campak.

DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. 2002. Program Kesehatan Anak dan Remaja. Diakses dari:
http://www.who.or.id. 20 April 2017

27
2. Fida, Maya. 2012. Pengantar Ilmu kesehatan Anak. Jogjakarta: D-MEDIKA
3. Ranuh, Hariyono Suyitno, Sri Rejeki S. 2010. Imunisasi Upaya Pencegahan
Primer. Pedoman Imunisasi di Indonesia,. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter
Anak Indonesia.
4. Nadhirin. 2010. Campak di Indonesia Departement Kesehatan RI: Petunjuk
Teknis Kampanye Imunisasi Campak Tahun 2010. Jakarta: Depkes RI.
5. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2015.
Profil pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan tahun 2014. Jakarta; h
25-7.
6. Laporan Tahunan Puskesmas Ambacang Kuranji 2015
7. Laporan Tahunan Puskesmas Ambacang Kuranji 2016
8. Cherry JD. Measles Virus. In: Cherry JD, Harrison GJ, Kaplan SL, Hotez PJ,
Steinbach WJ, editors. 2014. Feigin & Cherrys textbook of pediatric infectious
diseases. 7th ed. Philadelphia ; Elsevier Inc (2) : 2373-94.
9. Soegijanto S, Salimo H. 2011. Campak. In: Ranuh IGNG, Suyitno H, Hadinegoro
SRS, Kartasasmita CB, Ismoedijanto, Soedjatmiko. Pedoman imunisasi di
Indonesia. 4th ed. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 341-5.
10. Maldonado YA. Rubeola virus (measles and subacute sclerosing panencephalitis).
2012. In: Long SS, Pickering LK, Prober CG, editors. Principles and practice of
pediatric infectious diseases. 4th ed. Churchill Livingstone: Elsevier Inc.; 1137-
44.
11. The American Academy of Pediatrics. Measles. Early release from red book.
2015. Report of the Committee on Infectious Diseases. Available from:
http://redbook.solutions.aap.org/DocumentLibrary/2015RedBookMeasles.pdf. 20
April 2017
12. Khuri-Bulos N. Measles. 2012. In: Elzouki AY, Harfi HA, Nazer HM, Stapleton
FB, Oh W, Whitley RJ, editors. Textbook of clinical pediatrics. 2nd ed. Berlin:
Springer; 1221-7.

28
13. Pediatric Infectious Disease Society of the Philippines. Interim management
guidelines for measles. 2013. Available from: www.pidsphil.org/pdf/
Journal_12312013/jo45_ja07.pdf. 20 April 2017
14. World Health Organization. Treating measles in children. 2004. Available
from:http://www.who.int/immunization/documents/EPI_TRAM_97.02/en/. 20
April 2017.
15. Dubey AP. Measles. 2013. In: Parthasarathy A, Menon PSN, Gupta P, Nair MKC,
Agrawal R, Sukumaran TU, editors. IAP Textbook of Pediatrics. 5th ed. New
Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers ; 250-1.
16. Saroso, Sulianti. 2010. Imunisasi Campak (Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof.
Dr. Sulianti Saroso) http://www.infeksi.com/articles.php?ing=in&pg=15. 20 April
2017.
17. Akib, Arwin AP, Munasir, Zakiudin & dkk. 2008. Aspek Imunologi Imunisasi. In:
Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit Ikatan Anak
Indonesia, 154-159.
18. Peraturan Menteri Kesehatan No. 42 Tahun 2013
19. Ranuh, dkk. 2008. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta: Satgas Imunisasi
IDAI

29

You might also like