You are on page 1of 10

BAB I

PENDAHULUAN

Sumber nutrisi terbaik bagi bayi baru lahir adalah air susu ibu (ASI). Setelah melalui
masa pemberian ASI secara ekslusif yang umumnya berlangsung 3-6 bulan, bayi mulai
diberikan susu formula sebagai pengganti air susu ibu (PASI). PASI lazimnya dibuat dari
susu sapi, karena susunan nutriennya dianggap memadai dan harganya terjangkau.1
Susu sapi dianggap sebagai penyebab alergi makanan pada anak-anak yang paling
sering dan paling awal dijumpai dalam kehidupan. Alergi susu sapi merupakan suatu
penyakit berdasarkan reaksi imunologis yang timbul sebagai akibat dari susu sapi atau
makanan yang mengandung susu sapi.2
Dalam dekade belakangan ini prevalensi dan perhatian terhadap alergi susu sapi
semakin meningkat. Susu sapi sering dianggap sebagai penyebab alergi makanan pada anak-
anak. Beberapa penelitian pada beberapa negara diseluruh dunia menunjukkan prevalensi
alergi susu sapi pada anak-anak pada tahun pertama kehidupan sekitar 2%. Sekitar 1-7% bayi
pada umumnya menderita alergi terhadap protein yang terkandung dalam susu sapi.
Sedangkan sekitar 80% susu formula bayi di pasar menggunakan bahan dasar susu sapi.2
Pada sumber lain dikatakan bahwa alergi terhadap protein susu sapi/Cows milk
protein allergy (CMPA) terjadi pada 2-6% dari anak-anak, dengan prevalensi tertinggi pada
usia tahun pertama. Sekitar 50% anak telah ditunjukkan sembuh dari CMPA pada usia tahun
pertama, atau 80-90% dalam tahun kelimanya. Alergi pada susu sapi 85% akan menghilang
atau menjadi toleran sebelum usia 3 tahun. Penanganan alergi terhadap susu sapi adalah
menghindari susu sapi dan makanan yang mengandung susu sapi, dengan memberikan susu
kedelai sampai terjadi toleransi terhadap susu sapi. Perbedaan kontras antara penyakit alergi
terhadap susu sapi dan makanan lain pada bayi adalah bahwa dapat terjadi toleransi secara
spontan pada anak usia dini.2,3,5,6
Alergi protein susu sapi dapat berkembang pada anak-anak yang diberi ASI atau pada
anak-anak yang diberi susu formula. Namun, anak-anak yang diberi ASI biasanya memiliki
kemungkinan yang lebih kecil untuk menjadi alergi terhadap makanan lainnya. Biasanya,
anak yang diberi ASI dapat mengalami alergi terhadap susu sapi jika bayi tersebut bereaksi
terhadap kadar protein susu sapi yang sedikit yang didapat dari diet ibu saat menyusui.4

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Alergi susu sapi (ASS) adalah suatu reaksi yang tidak diinginkan yang diperantarai secara
imunologis terhadap protein susu sapi, yang dapat terjadi cepat atau lambat. Alergi susu sapi
biasanya dikaitkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe I yang diperantarai oleh IgE, walaupun
demikian ASS dapat diakibatkan oleh reaksi imunologis yang tidak diperantarai oleh IgE
ataupun proses gabungan antara keduanya.7,8

B. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi alergi susu sapi sekitar 2-7,5% dan reaksi alergi terhadap susu sapi masih
mungkin terjadi pada 0,5% bayi yang mendapat ASI eksklusif. Prevalensi tertinggi terjadi
pada 1 tahun pertama kehidupan. Sekitar 50% anak-anak dapat sembuh dari alergi susu sapi
hingga usia 1 tahun, dan 80-90% sembuh hingga usia 5 tahun. Sebagian besar reaksi alergi
susu sapi diperantarai oleh IgE dengan prevalensi 1,5% sedangkan sisanya adalah tipe non-
IgE. Gejala yang timbul sebagian besar adalah gejala klinis yang ringan sampai sedang,
hanya sedikit (0-0,1%) yang bermanifestasi klinis berat.7
Sebuah penelitian prospektif menunjukkan bahwa 42% bayi yang mengalami gejala
akibat intoleransi protein susu sapi terjadi dalam waktu 7 hari (70% dalam waktu 4 minggu)
setelah pemberian susu sapi. Intoleransi protein susu sapi telah didiagnosis pada 1,9-2,8%
dari populasi umum bayi berumur 2 tahun atau lebih muda di berbagai negara di Eropa
bagian utara, namun kejadian turun menjadi sekitar 0,3% pada anak-anak yang berusia lebih
dari 3 tahun.6

C. ETIOLOGI
Protein susu sapi merupakan alergen tersering pada berbagai reaksi hipersensitivitas pada
anak. Susu sapi mengandung sedikitnya 20 komponen protein yang dapat merangsang
produksi antibodi manusia. Protein susu sapi terdiri dari 2 fraksi, yaitu casein dan whey.
Fraksi casein yang membuat susu berbentuk kental (milky) dan merupakan 76% - 86% dari
protein susu sapi. Fraksi casein dapat dipresipitasi dengan zat asam pada pH 4,6 yang
menghasilkan 5 casein dasar, yaitu , , , k, dan .
Beberapa protein whey mengalami denaturasi dengan pemanasan ekstensif (albumin
serum bovin, gamaglobulin bovin, dan -laktalbumin). Akan tetapi, dengan pasteurisasi rutin
2
tidak cukup untuk denaturasi protein ini, tetapi malah meningkatkan sifat alergenitas
beberapa protein susu, seperti -laktoglobulin.8

D. KLASIFIKASI
Alergi susu sapi dapat dibagi menjadi:7
1. IgE mediated, yaitu: alergi susu sapi yang diperantarai oleh IgE. Gejala klinis timbul
dalam waktu 30 menit sampai 1 jam (sangat jarang >2 jam) setelah mengkonsumsi
protein susu sapi. Manifestasi klinis: urtikaria, angioedema, ruam kulit, dermatitis atopic,
muntah, nyeri perut, diare, rinokonjungtivitis, bronkospasme, dan anafilaksis. Dapat
dibuktikan dengan kadar IgE susu sapi yang positif (uji tusuk kulit atau uji RAST).
2. Non-IgE mediated, yaitu: alergi susu sapi yang tidak diperantarai oleh IgE, tetapi
diperantarai oleh IgG dan IgM. Gejala klinis timbul lebih lambat (1-3 jam) setelah
mengkonsumsi protein susu sapi. Manifestasi klinis: allergic eosinophilic
gastroenteropathy, kolik, enterokolitis, proktokolitis, anemia, dan gagal tumbuh.

E. PATOFISIOLOGI
Susu sapi mengandung lebih dari 20 fraksi protein. Fraksi kasein merupakan komponen
protein susu sapi yang jumlahnya sekitar 80% dari keseluruhan. 20% protein sisa pada
dasarnya adalah protein glubular (misalnya, laktoalbumin, lactoglobulin, bovine serum
albumin), yang terkandung dalam susu sapi. Kasein sering dianggap kurang imunogenik
karena strukturnya yang fleksibel dan tidak padat. Secara historis, lactoglobulin merupakan
alergen utama dalam intoleransi protein susu sapi.6

STABILITY IN
PERCENTAGE
PROTEIN MOLECULAR THE
OF TOTAL ALERGINISITAS
COMPONENT WEIGHT (kD) TEMPERATURE
PROTEIN
100 C
-lactoglobulin 18.3 10 +++ ++
Casein 20-30 82 ++ +++
-lactalbumin 14.2 4 ++ +
Serum albumin 67 1 + +
Immunoglobulins 160 2 + -

Tabel 1 Karakteristik komponen protein pada susu sapi 2

3
Alergi susu sapi yang dimediasi IgE terjadi ketika organisme gagal untuk mendapatkan
daya tahan (toleransi) terhadap alergen makanan. Alergen makanan utama pada anak-anak
ialah panas, asam, protease stabil, dan glikoprotein yang water soluble dengan ukuran 10-70
kd. Contohnya yaitu protein dalam susu (kasein), kacang (vicilin), telur (ovumucoid) dan
protein transfer lemak yang tidak spesifik yang ditemukan pada buah apel.5
Ketika antigen makanan dicerna, makanan diproses dalam usus dimana terdapat banyak
mekanisme fisik yang kompleks (lendir, asam, sel epitel dan asam) dan proteksi imunologis.
Hilangnya pelindung seperti keadaan netralisasi pH lambung dapat membuat alergi. Hal ini
seperti pada bayi dimana pelindung-pelindung usus (aktivitas enzim dan produksi IgA) masih
belum matang sehingga meningkatkan prevalensi alergi makanan pada masa bayi.5
Antigen presenting cells (APC), khususnya sel epitel usus, sel dendritik, dan sel T
memiliki peran utama pada daya tahan oral melalui ekspresi IL-10 dan IL-4. Bakteri
komensal usus juga mempengaruhi respon imun mukosa. Daya tahan dibentuk dalam 24 jam
pertama setelah lahir dan memproduksi molekul imunomudulator yang memiliki efek
bermanfaat dalam pembentukan imun respon. Studi saat ini telah menunjukan bahwa
ketidakseimbangan komposisi dari bakteri mikrobiota menjadi faktor utama terjadinya alergi,
asma atau inflammatory bowel disease.5
Alergi yang dimediasi IgE dimulai dari sensitisasi. Alergen dicerna, diinternalisasi dan
diekspresikan pada permukaan APC. APC berinteraksi dengan limfosit T dan menghasilkan
transformasi dari limfosit B menjadi sel sekretori antibodi. Setelah dibentuk dan dilepaskan
ke sirkulasi, IgE mengikat, melalui bagian Fc, ke reseptor sel mast yang memiliki afinitas
yang tinggi, meninggalkan reseptor spesifik alergen mereka yang ada untuk berinteraksi
dengan alergen di masa depan suatu saat nanti.5
Proses alergi yang dibentuk tanpa dimediasi oleh IgE kurang begitu dimengerti namun
fase pengenalan antigen awal kemungkinan adalah sama, dan merangsang reaksi inflamasi
utama melalui mediasi sel T dan eosinofil, meliputi aktivasi sitokin-sitokin yang berbeda
seperti IL-5.5)

F. MANIFESTASI KLINIS
Gejala alergi susu sapi pada umumnya dimulai pada usia 6 bulan pertama kehidupan. Dua
puluh delapan persen timbul setelah 3 hari minum susu sapi, 41% setelah 7 hari dan 68%
setelah 1 bulan. Berbagai manifestasi klinis dapat timbul. Pada bayi terdapat 3 sistem organ

4
tubuh yang paling sering terkena yaitu kulit, sistem saluran napas, dan saluran cerna. Gejala
klinis yang dapat terjadi pada ketiga sistem tersebut adalah:8
1. Kulit: urtikaria, kemerahan kulit, pruritus, dermatitis atopic
2. Saluran napas: hidung tersumbat, rhinitis, batuk berulang dan asma
3. Saluran cerna: muntah, kolik, konstipasi, diare, buang air besar berdarah
4. Gejala sistemik: syok
Penyakit alergi susu sapi akan menghilang (toleran) sebelum usia 3 tahun pada 85%
kasus. Sebagian besar alergi susu sapi pada bayi memiliki onset tipe cepat yang diperankan
oleh IgE, gejala utamanya yaitu ras kulit, eritema, perioral, angioedema, urtikaria, dan
anafilaksis, sedangkan untuk onset tipe lambat umumnya mengenai saluran cerna berupa
kolik, muntah, diare biasanya gejala ini tidak diperantarai oleh IgE.8
Onset munculnya gejala dari reaksi anafilaksis yang diinduksi makanan bervariasi namun
mayoritas reaksi muncul dalam hitungan detik sampai 1 jam pertama setelah terpapar.

Reaksi cepat Reaksi Lambat


Anafilaksis Dermatitis atopi
Urtikaria akut Diare kronis, diare berdarah, anemia defisiensi
Akut angioedema besi, konstipasi, muntah kronis, kolik
Sesak Terganggunya pertumbuhan
Rhinitis Enteropati dengan kehilangan protein dengan
Batuk kering hipoalbuminemia
Muntah Sindrom enterokolitis
Edema laryngeal Esofagogastroenteropati eosinofilik yang
Asma akut dengan stres diketahui dari biopsi
pernapasan

Tabel 2 Onset reaksi cepat dan lambat alergi susu sapi pada anak-anak 3

G. DIAGNOSIS
Diagnosis alergi susu sapi ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang
1. Anamnesis
Dalam anamnesis, perhatian difokuskan pada reaksi alergi yang terjadi, dan kaitannya
dengan makanan yang dimakannya. Ditanyakan tentang gejala klinis yang umumnya muncul

5
yaitu pada kulit seperti urtikaria, dermatitis atopic, pada saluran napas seperti batuk berulang
terutama pada malam hari, asma, rhinitis alergi, pada saluran cerna muntah, diare, kolik dan
obstipasi. Anamnesis lainnya yang penting pula ditanyakan yaitu jangka waktu timbulnya
gejala setelah minum susu sapi/makanan yang mengandung susu sapi, jumlah susu yang
diminum/makanan yang mengandung susu sapi, penyakit atopi seperti asma, rhinitis alergi,
dermatitis atopic, urtikaria, alergi makanan, dan alergi obat pada keluarga (orang tua,
saudara, kakek, nenek dari orang tua) dan pasien sendiri.1,8
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik biasanya tampak kekeringan pada kulit, urtikaria, dermatitis
atopic allergic shiners, Siemen grease, geographic tongue, mukosa hidung pucat dan
mengi.8
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah tepi, hitung jenis eosinofil >3% atau eosinofil total >300/ml. Kadar IgE total,
nilai normal disesuaikan dengan umur. Kadar IgE spesifik susu sapi. Bila kadar IgE
total dan atau IgE spesifik susu sapi meninggi, berarti sudah terjadi sensitisasi dengan
susu sapi. Pemeriksaan IgE spesifik dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu:7
1. Uji tusuk kulit (Skin prick test)
Hal-hal yang harus diperhatikan pada uji tusuk kulit yaitu:7,8
- Pasien tidak boleh mengkonsumsi antihistamin minimal 3 hari untuk
antihistamin generasi I dan minimal 1 minggu untuk antihistamin generasi 2
- Uji tusuk kulit dilakukan di volar lengan bawah atau bagian punggung (jika
didapatkan lesi kulit luas dilengan bawah atau lengan terlalu kecil)
- Batasan usia terendah untuk uji tusuk kulit adalah 4 bulan
- Bila uji kulit positif, kemungkinan alergi susu sapi sebesar <50% (nilai duga
positif <50%), sedangkan bila uji kulit negative berarti alergi susu sapi yang
diperantarai IgE dapat disingkirkan karena nilai duga negative sebesar >95%
2. IgE RAST (Radio Allergo Sorbent Tes 7,8
- Uji IgE RAST positif mempunyai korelasi yang baik dengan uji kulit, tidak
didapatkan perbedaan bermakna sensitivitas dan spesifitas antara uji tusuk
kulit dengan iju IgE RAST
- Uji ini dilakukan apabila uji tusuk kulit tidak dapat dilakukan antara lain
karena adanya lesi kulit yang luas didaerah pemeriksaan dan bila penderita
tidak bisa lepas minum obat antihistamin

6
- Bila hasil pemeriksaan kadar serum IgE spesifik untuk susu sapi > 5kIU/L
pada anak usia 2 tahun atau > 15 kIU/L pada anak usia >2 tahun maka hasil
ini mempunyai nilai duga positif 53%, nilai duga negatif 95%, sensitivitas
57%, dan spesifitas 94%.
Bila salah satu uji kulit atau kadar IgE total atau IgE spesifik positif dan disertai
pada anamnesis dan pemeriksaan fisik dugaan alergi susu sapi, maka dilanjutkan
dengan uji eliminasi dan provokasi susu sapi.
3. Uji eliminasi dan provokasi
Double Blind Placebo Controlled Food Challenge (DBPCFC) merupakan uji
baku emas untuk menegakkan diagnosis alergi makanan. Uji ini dilakukan
berdasarkan riwayat alergi makanan, dan hasil positif uji tusuk kulit atau uji
RAST. Uji ini memerlukan waktu dan biaya. Jika gejala alergi menghilang setelah
dilakukan eliminasi selama 2-4 minggu, maka dilanjutkan dengan uji provokasi
yaitu memberikan formula dengan bahan dasar susu sapi. Uji provokasi dilakukan
dibawah pengawasan dokter dan dilakukan dirumah sakit dengan fasilitas
resusitasi lengkap. Uji tusuk kulit dan uji RAST negatif akan mengurangi reaksi
akut berat pada saat uji provokasi.7
Uji provokasi dinyatakan positif jika gejala alergi susu sapi muncul kembali, maka
diagnosis alergi susu sapi bisa ditegakkan. Uji provokasi dinyatakan negatif bila
tidak timbul gejala alergi susu sapi pada saat uji provokasi dan satu minggu
kemudian, maka bayi tersebut diperbolehkan minum formula susu sapi. Meskipun
demikian orang tua dianjurkan untuk tetap mengawasi kemungkinan terjadinya
reaksi tipe lambat yang bisa terjadi beberapa hari setelah uji provokasi.8
4. Pemeriksaan darah pada tinja
Pada keadaan buang air besar dengan darah tidak nyata kadang sulit untuk dinilai
secara klinis, sehingga perlu pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan seperti
chromium-5 I labelled erythrocites pada feses dan reaksi ortholidin mempunyai
sensitivitas dan sesifitas yang lebih baik disbanding uji guaiac/benzidin. Uji
guaiac hasilnya dipengaruhi oleh berbagai substrat non-hemoglobin sehingga
memberikan sensitivitas yang rendah (30-70%), spesifisitas (88-98%) denga nilai
duga positif palsu yang tinggi.8

7
H. PENATALAKSANAAN
1. Nutrisi
a. Prinsip utama terapi untuk alergi susu sapi adalah menghindari (complete avoidance) segala
bentuk produk susu sapi tetapi harus memberikan nutrisi yang seimbang dan sesuai untuk
tumbuh kembang bayi/anak.7
b. Untuk bayi dengan ASI eksklusif yang alergi susu sapi, ibu dapat melanjutkan pemberian ASI
dengan menghindari protein susu sapi dan produk makanan yang mengandung susu sapi pada
diet ibu. ASI tetap merupakan pilihan terbaik pada bayi dengan alergi susu sapi. Suplementasi
kalsium perlu dipertimbangkan pada ibu menyusui yang membatasi protein susu sapid an
produk makanan yang mengandung susu sapi.7,8
c. Untuk bayi yang mengkonsumsi susu formula
- Pilihan utama susu formula pada bayi dengan alergi susu sapi adalah susu hipoalergenik.
Susu hipoalergenik adalah susu yang tidak menimbulkan reaksi alergi pada 90%
bayi/anak dengan diagnosis alergi susu sapi bila dilakukan uji klinis tersamar ganda
dengan interval kepercayaan 95%. Susu tersebut mempunyai peptide dengan berat
molekul <1500 kDa. Susu yang memenuhi kriteria tersebut ialah susu terhidrolisat
ekstensif dan susu formula asam amino. Sedangkan susu terhidrolisat parsial tidak
termasuk dalam kelompok ini dan bukan merupakan pilihan untuk terapi alergi susu sapi.9
- Formula susu terhidrolisat ekstensif merupakan susu yang dianjurkan pada alergi susu
sapi dengan gejala klinis ringan atau sedang. Pada alergi susu sapi berat yang tidak
membaik dengan susu formula terhidrolisat ekstensif maka perlu diberikan susu formula
asam amino.8,9
- Eliminasi diet menggunakan formula susu terhidrolisat ekstensif atau formula asam
amino diberikan sampai usia bayi 9 atau 12 bulan atau paling tidak selama 6 bulan.
Setelah itu uji provokasi diulang kembali, bila gejala tidak timbul kembali berarti anak
sudah toleran dan susu sapi dapat dicoba diberikan kembali. Bila gejala timbul kembali
maka eliminasi diet dilanjutkan kembali selama 6 bulan dan seterusnya.10
d. Pada bayi dengan alergi susu sapi, pemberian makanan padat perlu menghindari adanya
protein susu sapi dalam makanan pendamping ASI (MP-ASI).9,10
e. Apabila susu formula terhidrolisat ekstensif tidak tersedia atau terdapat kendala biaya, maka
pada bayi diatas 6 bulan dapat diberikan formula kedelai dengan penjelasan kepada orangtua
mengenai kemungkinan reaksi silang alergi terhadap protein kedelai. Angka kejadian alergi
kedelai pada pasien dengan alergi susu sapi berkisar 10-35%. 8,9
f. Susu mamalia lain selain sapi bukan merupakan alternatif karena resiko terjadinya reaksi
silang. Selain itu, susu kambing, susu domba dan sebagainya tidak boleh diberikan pada bayi
dibawah usia 1 tahun kecuali telah dibuat menjadi susu formula bayi. Saat ini belum tersedia

8
susu formula berbahan dasar susu mamalia selain sapi di Indonesia. Selain itu perlu diingat
pula adanya resiko terjadinya reaksi silang.10
2. Medikamentosa
- Gejala yang ditimbulkan alergi susu sapi diobati sesuai gejala yang terjadi
- Jika didapatkan riwayat reaksi alergi cepat, anafilaksis, asma, atau dengan alergi makanan
yang berhubungan dengan reaksi alergi yang berat, epinefrin harus dipersiapkan.10

I. PROGNOSIS
Prognosis bayi dengan alergi susu sapi umumnya baik, dengan angka remisi 45-55% pada tahun
pertama, 60-75% pada tahun kedua dan 90% pada tahun ketiga. Namun terjadinya alergi terhadap
makanan lain juga meningkat hingga 50% terutama pada jenis telur, kedelai, kacang, sitrus, ikan dan
sereal serts alergi inhalan meningkat 50-80% sebelum pubertas.7

9
BAB III
PENUTUP

Alergi susu sapi adalah suatu kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan sistem
tubuh yang disebabkan oleh alergi terhadap susu sapi dengan keterlibatan mekanisme sistem
imun, yang disebabkan oleh kandungan protein di dalam susu sapi. Alergi susu sapi
seringkali diduga terjadi pada pasien, disertai banyak gejala klnis. Sindrom klinis yang terjadi
sebagai akibat alergi pada susu dapat bermacam-macam, meskipun demikian dapat diketahui
dengan baik. Penatalaksanaan alergi dapat dilakukan kepada bayi maupun juga kepada ibu
yang memberikan ASI-nya.

10

You might also like