You are on page 1of 21

BAB I

STATUS PASIEN

I. Identitas Pasien
a. Nama/Jenis Kelamin/Umur: Ny. O / Perempuan / 26 tahun
b. Pekerjaan : Pegawai Swasta
c. Alamat : RT 5 Cempaka Putih

II. Latar Belakang Sosio-ekonomi-demografi-lingkungan-keluarga


a. Status Perkawinan : Menikah
b. Jumlah anak/saudara : Jumlah anak 1 orang
c. Status ekonomi keluarga : Cukup
d. Kondisi Rumah Pasien :
Rumah pasien merupakan rumah permanen beratap seng dan
berlantai semen dengan ukuran 5 x 8 m2. Di dalam rumah terdapat ruang
tamu, 2 kamar tidur, dapur, kamar mandi dengan wc jongkok. Kondisi
rumah lembab dan kurang pencahayaan yang mana ventilasi terdapat
pada ruang tamu dengan ukuran 2 meter namun ventilasi tidak terdapat
pada ketiga kamar yang ada di rumah dan terkesan gelap. Masing masing
ruangan terdapat satu jendela yang tidak selalu terbuka. Secara
keseluruhan rumah tampak kurang bersih.
e. Kondisi Lingkungan Keluarga :
Pasien tinggal bersama suami dan 1 orang anak. Keharmonisan
keluarga pasien tampak baik, tidak ada masalah dalam hubungan satu
sama lain. Sumber air bersih keluarga di peroleh dari air ledeng yang
digunakan untuk mencuci pakaian, mencuci piring, mandi dan memasak
sedangkan untuk air minum keluarga pasien menggunakan air galon
kemasan. Sampah keluarga dibuang ke tempat pembuangan sampah.
Keluarga pasien kurang menerapkan perilaku mencuci tangan sebelum
makan dan setelah buang air dengan menggunakan sabun. Dilihat dari
suasana di dalam rumah tampak bahwa pasien dan keluarga kurang
peduli terhadap kebersihan.

1
III. Aspek Psikologis di Keluarga : Pasien tinggal bersama suami dan 1 orang
anak. Keharmonisan keluarga baik.

IV. Riwayat Penyakit Dahulu/keluarga :


a. Riwayat alergi debu (+)
b. Riwayat gatal-gatal jika memakan udang (+)
c. Riwayat DM dan hipertensi dalam keluarga disangkal
d. Riwayat asma disangkal

V. Keluhan Utama :
OS datang dengan keluhan bersin-bersin sejak 2 hari sebelum
datang ke Puskesmas.

VI. Riwayat Penyakit Sekarang :


Sejak 3 tahun yang lalu pasien sering mengeluh bersin-bersin, bersin
dirasakan terutama pada pagi hari. Pasien juga mengeluhkan hidung terasa
buntu dan keluar ingus berwarna jernih. Pasien menyebutkan bahwa
terkadang matanya terasa gatal dan berair jika keluhan ini timbul. Selain
muncul pada pagi hari, keluhan juga timbul jika pasien terkena debu dan
udara dingin. Keluhan pasien tidak sampai mengganggu aktivitas pasien
sebagai ibu rumah tangga. Pasien jarang berobat ke puskesmas untuk
keluhannya ini, keluhan biasanya menghilang jika pasien beristirahat. Kali
ini pasien berobat karena bersin dirasakan memberat dan hidung yang
tersumbat membuat pasien mengeluh kesulitan bernapas.

VII. Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum

2
1. Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
2. Tanda vital

Suhu : 36,7 C

Nadi : 80 x/menit

TD : 110/70 mmHg

Pernafasan

- Frekuensi : 20 x/menit

- Irama : reguler

- Tipe : torakoabdominal
3. Status gizi
- BB : 50 kg
- TB : 155 cm
- IMT : 20,8 (Normal)

Status Generalis

1. Kepala : Normocephale, rambut hitam.


- Mata : Edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-). Pupil (isokor kanan/kiri)
- Telinga : normatia, sekret (-/-), liang telinga hiperemis (-/-), edema
(-), Membran timpani perforasi (-/-)
- Hidung: Napas cuping hidung (-), sekret (+/+) jernih, hipertrofi
konka (+/+), deviasi septum nasi (-/-), polip (-), korpus alineum (-)
- Mulut : Mukosa lembab, bibir sianosis (-), Lidah kotor (-)
- Tenggorokan: tonsil T1-T1, hiperemis (-), detritus (-)
2. Leher : Deviasi trakea (-), pembesaran KGB (-). JVP (5-2)

3
3. Thoraks : Bentuk simetris normal, benjolan (-), retraksi (-)
Jantung :
- Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
- Auskultasi : Suara normal BJ I, II regular, bising (-)
- Palpasi : Nyeri tekan (-). ictus cordis tidak kuat angkat
- Perkusi : Batas-batas jantung :
- Atas : ICS II kiri
- Kanan : linea sternalis kanan
- Kiri : ICS VI 1 jari bergeser ke medial dari linea
midclavicula kiri
Pulmo :
- Inspeksi : Bentuk dada simetris normal, pergerakan paru
simetris kanan/kiri
- Palpasi : Pergerakan paru simetris, tidak ada gerakan yang
tertinggal, vokal fremitus kanan = kiri
- Perkusi : sonor pada lapangan paru kanan dan kiri
- Auskultasi : Suara dasar paru kanan kiri vesikular normal,
wheezing (-), ronki (-)

4. Abdomen :
- Inspeksi : datar, hernia umbilikalis (-), asites (-), striae (-),
lesi (-)
- Auskultasi : bisung usus (+) normal
- Palpasi : nyeri tekan epigastrium (-), nyeri lepas (-), nyeri
tekan abdomen (-), hepar dan lien tidak teraba
- Perkusi: timpani

5. Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan


6. Anorektal : Tidak dilakukan pemeriksaan
7. Ekstremitas :
- Superior : Edema (-/-), akral dingin (-/-), kekuatan otot 5-5
- Inferior : Edema (-/-), akral dingin (-/-), kekuatan otot 5-5

VIII. Pemeriksaan Penunjang


- Tidak dilakukan

IX. Pemeriksaan Anjuran


- Skin Prick Test

4
X. Diagnosis
Rhinitis alergi

XI. Diagnosa Banding


- Rhinitis vasomotor
- Commond cold
- Influenza (virus)

XII. Manajemen
a. Promotif :
- Memberikan informasi kepada pasien mengenai penyakitnya dan
pengobatannya.
- Menjelaskan kepada pasien faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
terjadinya penyakitnya

b. Preventif :
- Hindari faktor pencetus seperti debu, udara dingin, kasur kapuk,
karpet, asap rokok, dan makanan.
- Menggunakan masker saat berpergian jauh dengan motor dan
menyapu.
- Mencuci alas tidur, sarung bantal dan selimut setiap minggu.
- Bersihkan debu dengan menyedot dan lap basah minimal 2-3 kali
seminggu, jangan menggunakan sapu yang dapat menyebarkan debu.
- Mengkonsumsi makanan yang bergizi seimbang dan olahraga secara
teratur.
c. Kuratif :
Non Farmakologi
Istirahat yang cukup, tidur minimal 7 jam sehari
Mengatur pola makan yang sehat dan bergizi serta menambah buah-
buahan dalam menu makanan

5
Farmakologi
Cetirizine 10 mg 2x1 tab
Dexametason tab 0,5mg 3 x 1 tab
Vitamin C 1x1 tab

d. Rehabilitatif
- Meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makanan
yang bergizi ataupun mengkonsumsi multivitamin
- Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.

6
Resep

Dinas Kesehatan Kota Jambi


Puskesmas Simpang Kawat
dr. Fahrenheit SIP. G1A215021 STR 01/08/2016

Tanggal : 22 Agustus 2016


R/ Cetirizine 10mg tab No. VI
S.2dd tab I
R/ Dexametason 0,5mg tab No. X
S 3 dd tab 1
R/ Vitamin C tab No. III
S.1dd tab I

Pro : Nn. O
Umur : 26 Tahun
Alamat: RT.5 Kel Cempaka Putih
Resep tidak boleh di tukar tanpa sepengetahuan dokter

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi
pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersentisasi dengan allergen yang sama
serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan
allergen spesifik tersebut.1,2
Rinitis alergi adalah kelainan berupa inflamasi pada hidung dengan gejala
bersin-bersin, rinore, rasa gatal, dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar
alergen yang diperantarai oleh IgE. Onset pajanan alergen terjadi lama dan gejala
umumnya ringan, kecuali bila ada komplikasi lain seperti sinusitis.1,2

Etiologi
Rinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien
yang secara genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan. Genetik secara
jelas memiliki peran penting. Pada 20 30 % semua populasi dan pada 10 15 %
anak semuanya atopi. Apabila kedua orang tua atopi, maka risiko atopi menjadi 4
kali lebih besar atau mencapai 50 %. Peran lingkungan dalam dalam rhinitis alergi
yaitu sebagai sumber alergen, yang terdapat di seluruh lingkungan, terpapar dan
merangsang respon imun yang secara genetik telah memiliki kecenderungan
alergi.
a. Sumber pencetus3
Rhinitis Alergi jenis musiman muncul disebabkan oleh reaksi alergi
terhadap partikel udara seperti berikut ini:

8
Ragweed Bulubulu rumput yang paling umum terdapat
sebagai pencetus
(di musim gugur)
Serbuk sari rumput (di akhir musim semi dan musim panas)
Serbuk sari pohon (di musim semi)
Jamur (berbagai jamur yang tumbuh di daundaun kering,
umumnya terjadi di musim panas)
Berdasarkan cara masuknya, allergen dibagi atas :4
1. Allergen inhalan masuk bersama udara pernapasan seperti bulu
binatang peliharaan, debu dan tungau rumah, Kecoa, Jamur yang
tumbuh di dinding, tanaman rumah, karpet, dan kain pelapis
2. Allergen ingestan yang masuk ke saluran cerna berupa
makanan.
3. Alergen injektan yang masuk melalui suntikan atau tusukan
misalnya penisilin atau sengatan lebah.
b. Faktor Risiko3
Sejarah keluarga alergi
Setelah ada riwayat pernah terkena alergi lain, seperti alergi makanan
atau eksim
Paparan bekas asap rokok
Gender lakilaki.

Klasifikasi
Rhinitis alergi sering dibagi berdasarkan penyebab menjadi 2 tipe yaitu :1,2
1. Rhinitis alergi musiman (hay fever) umumnya disebabkan kontak dengan
alergen dari luar rumah seperti benang sari dari tumbuhan yang
menggunakan angin untuk penyerbukannya dan spora jamur. Alergi
terhadap tepung sariber beda beda bergantung geografi dan jenis tanaman
yang ada, juga jumlah serbuk yang ada di dalam udara. Udara panas,
kering dan angin mempengaruhi banyaknya serbuk di udara bila
dibandingkan dengan saat udara dingin, lembab dan hujan, yang
membersihkan udara dari serbuk tersebut. Jenis ini biasanya terjadi di
negara dengan 4 musim.
2. Rhinitis alergi terus menerus (perennial), diakibatkan karena kontak
dengan allergen yang sering berada di rumah misalnya kutu debu rumah,
kecoa, tumbuhan kering, jamur, bulu binatang atau protein yang
dikandung pada kelenjar lemak kulit binatang. Protein ini dapat tetap

9
berada di udara selama berbulan-bulan setelah binatang itu tidak ada
diruangan.2 Namun, definisi di atas kurang sesuai bila diterapkan dalam
kehidupan nyata. Karena, serbuk sari banyak ditemukan dalam
kehidupan sehari-hari, dan gejala alergi tidak secara terus menerus
terjadi. Karena itu the Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma (ARIA)
mengklasifikasi kembali pedoman Rhinitis alergika, berdasar waktu dan
frekuensi gejala yang ada. Intermittent Allergic Rhinitis dan Persistent
Allergic Rhinitis, keduanya dapat dibagi berdasar tingkat keparahan
pasien mulai dari ringan, sedang hingga berat.
World Health Organization (WHO) merekomendasikan pembagian rhinitis
alergi ke dalam dua klasifikasi :1,5
a. Intermittents (kadang-kadang), gejala yang ditemukan kurang dari 4 hari
per minggu dan atau kurang dari 4 minggu.
b. Persistent (menetap), gejala-gejala yang ditemukan lebih dari 4 hari
Dan berdasarkan tingkat beratnya gejala, rinitis alergi dibagi menjadi :
a. Ringan (mild), ditemukan dengan tidur normal, aktivitas sehari-hari, saat
olah raga dan saat santai normal, bekerja dan sekolah normal, dan tidak
ada keluhan mengganggu.
b. Sedang berat (moderatesevere), ditemukan satu atau lebih gejala
berikut ; tidur terganggu (tidak normal), aktivitas sehari-hari, saat
olahraga, dan saat santai terganggu, masalah saat bekerja dan sekolah,
ada keluhan yang menggangu.5
Patofisiologi
Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan
tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase,
Yaitu reaksi alergi fase cepat yang berlangsung sejak kontak dengan alergen
sampai satu jam setelahnya, dan reaksi fase lambat yang berlangsung 2 sampai 4
jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktiftas) setelah pemaparan dan dapat
berlangsung sampai 24-48 jam.1
Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau
monosit yang berperan sebagai sel penyaji akan menangkap alergen yang
menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses, antigen akan
membentuk fragmen pendek peptida dan bergabung dengan molekul HLA kelas II
membentuk peptida MHC (Mayor Histo Compatibility) kelas II, yang kemudian

10
di presentasikan pada sel T-helper (Th 0). Kemudian sel penyaji akan melepas
sitokin seperti interleukin I (IL-1) yang akan mengaktifkan Th 0 untuk
berploriferasi menjadi Th 1 dan Th 2. kemudian Th 2 akan menghasilkan berbagai
sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5 dan IL-13. L-4 dan IL-13 dapat diikat oleh
reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan
akan memproduksi imunoglobulin E (Ig-E). Ig E di sirkulasi darah akan masuk ke
jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau basofil (sel
mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang
menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi bila mukossa yang sudah
tersensitisasi terpapar dengan alergen yang sama maka kedua rantai IgE akan
mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit
dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk,
terutama histamin. Selain histamin juga dikeluarkan prostaglandin leukotrin D4,
leukotrin C4, brakinin, platelet actifating factor dan berbagai sitokin. Inilah yang
disebut reaksi alergi fase cepat. Histamin akan merangsang reseptor H1 pada
ujung vidianus sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin.
Histamin juga menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami
hipersekresi. Dan permeabiltas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala
lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain histamin
merangsang ujung syaraf vidianus juga menyebabkan rangsangan pada mukosa
hidung sehingga terjadi pengeluaran interseluler adhesion molekul.1,4
Pada reaksi alergi fase lambat, sel mastosit akan melepaskan molekul
kemotaktif yang akan menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan netrofil di
jaringan target. Respon ni tidak berhenti disini saja, tapi gejala akan berlanjut dan
mencapai puncak 6-8 jam, setelah pemaparan. Pada reaksi ini, ditandai dengan
penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil,
basofil dan mastosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti IL3 , IL4
dan IL5, dan granulosit makrofag koloni stimulating faktor pada sekret hidung.
Timbulnya gejala hiperaktif atau hiperresponsif hidung adalah akibat peranan
eosinofil dengan mediator inflamasi dari granulnya. Pada fase ini selain faktor
spesifk (alergen) iritasi oleh faktor nonspesifik dapat memperberat gejala seperti

11
asap rokok bau yang merangsang perubahan cuaca dan kelembaban udara yang
tinggi.1

Skema pathogenesis rhinitis alergi


Gejala klinis
Gejala klinis yang khas adalah bersin yang berulang. Bersin biasanya pada
pagi hari dan karena debu. Bersin lebih dari lima kali sudah dianggap patologik
dan perlu dicurigai adanya rinitis alergi dan ini menandakan reaksi alergi fase
cepat. Gejala lain berupa keluarnya ingus yang encer dan banyak, hidung
tersumbat, mata gatal dan banyak air mata. Pada anak-anak sering gejala tidak
khas dan yang sering dikeluhkan adalah hidung tersumbat.6,7
Pada anak-anak, akan ditemukan tanda yang khas seperti:
a. Allergic salute
b. Allergic crease
c. Allergic shiner
d. "Bunny rabbit" nasal twiching sound

12
Allergic salute adalah gerakan pasien menggosok hidung dengan tangannya
karena gatal. Allergic crease adalah alur yang melintang di sepertiga bawah
dorsum nasi akibat sering menggosok hidung. Allergic shiner adalah bayangan
gelap di bawah mata yang terjadi akibat stasis vena sekunder akibat obstruksi
hidung. Bunny-rabbit sound adalah suara yang dihasilkan karena lidah menggosok
palatum yang gatal dan gerakannya seperti kelinci mengunyah.1,10,11

Gambaran Klinis Rinitis Alergi

Diagnosis
Diagnosis rinitis alergi dapat ditegakkan berdasarkan:1,6,7
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisik : rinoskopi anterior
c. Pemeriksaan sitologi hidung
d. Uji kulit
Pasien rinitis alergi datang ke klinik dokter dengan bercerita bahwa ia sering
bersin karena serangannya tidak terjadi di hadapan pemeriksa. Hampir 50%
diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis saja. Pada rinoskopi anterior sering
didapatkan mukosa berwarna keunguan (livid) atau pucat, edema, dan basah serta
adanya sekret encer, bening yang banyak. Pemeriksaan sitologi hidung dilakukan
dengan mengambil cairan hidung pasien dan menempelkannya pada kaca apus
dan diberi pewarna Giemsa-Wright. Adanya sel netrofil, eosinofil, limfosit adalah
fokus perhatian. Disebut eosinofilia bila ditemukan >10% eosinofil. Eosinofilia
ini mengarah pada penyebab berupa alergi. Apabila ditemukan netrofil > 90%
maka disimpulkan terjadinya infeksi. Netrofil dan eosinofil yang ditemukan
bersamaan menunjukkan infeksi pada pasien alergi. Apabila eosinofilia ditemukan
pada anak-anak, maka rinitis alergi perlu dicurigai. Sedangkan eosinofilia pada

13
orang dewasa muda, maka rinitis alergi dan NARES (non-allergic rhinitis with
eosinophilic syndrome) perlu dipikirkan. NARES adalah keadaan pasien dengan
eosinofilia yang tidak menunjukkan nilai positif pada tes kulit dengan allergen
yang sering menyebabkan keluhan bersin. Alergen yang dimaksud adalah alergen
yang banyak di lingkungan.1,4,6,7
Uji kulit atau Prick test, digunakan untuk menentukan alergen penyebab
rinitis alergi pada pasien. Alergen dapat berupa tungau debu, bulu binatang, jamur,
dan serbuk sari. Tes kulit yang positif menunjukkan adanya antibiodi IgE yang
spesifik terhadap alergen tersebut. 7
Penatalaksanaan
Pengobatan paling efektif dari rinitis alergi adalah menyingkirkan faktor
penyebab yang dicurigai (avoidance). Bila faktor penyebab tidak mampu
disingkirkan maka terapi selanjutnya adalah pemberian farmakoterapi maupun
tindakan bedah berupa:
1. Antihistamin
2. Dekongestan oral
3. Sodium kromolin
4. Kortikosteroid inhalasi
5. Imunoterapi
6. Netralisasi antibodi
7. Konkotomi

a. Antihistamin
Adalah pengobatan rinitis alergi yang paling sering diresepkan.
Obat ini bekerja secara kompetitif dengan mediator alergi, histamin, pada
reseptor Histamin-1. Efeknya berupa mengurangi vasodilatasi,
hipersekresi kelenjar mukus, dan refleks iritasi untuk bersin.
Antihistamin yang bekerja pada reseptor H-1 dibagi menjadi dua generasi
berdasarkan sifat sedatifnya, generasi pertama bersifat sedatif karena
bersifat lipofilik dan generasi kedua bersifat lipofobik. Contoh
antihistamin generasi pertama adalah klorfeniramin, difenhidramin,
siproheptadin.
Antihistamin generasi kedua memiliki keuntungan tidak
menyebabkan sedasi, namun efek samping lain ternyata dilaporkan suatu

14
kasus kecil berupa anemia aplastik dan golongan tertentu tidak boleh
diberikan pada penderita dengan gangguan jantung karena menyebabkan
aritmia. Antihistamin generasi kedua yang aman adalah loratadin,
setirizin, feksofenadin. Dianjurkan konsumsi antihistamin agar dimakan
secara reguler dan bukan dimakan seperlunya saja karena akan
memberikan efek meredakan gejala alergi yang efektif. Apabila
antihistamin generasi pertama dipilih, maka pemberian secara reguler
akan memberi toleransi kepada pasien terhadap efek sedasi sehingga ia
mampu tetap toleran terhadap pekerjaannya. 4,7
b. Dekongestan oral
Bekerja mengurangi edema pada membran mukus hidung karena
bersifat vasokonstriksi (alfa adrenergik), sehingga efek obat ini
melengkapi pengobatan gejala rinitis alergi oleh antihistamin dengan
mengurangi edema membran mukus. Contoh obat dekongestan oral
adalah pseudoefedrin, fenilpropanolamin, fenilefrin. Obat ini cukup
diberikan beberapa hari saja. Dianjurkan pemberian dekongestan oral
dibandingkan dekongestan topikal karena efek "rebound phenomena"
obat tersebut terhadap mukosa hidung yang dapat menyebabkan rinitis
medikamentosa. Pemberian obat ini merupakan kontraindikasi bila
pasien sedang mengonsumsi atau dalam fase "tappering off" dari obat-
obatan monoamin oksidase inhibitor karena bahaya akan terjadinya krisis
hipertensi.
c. Sodium kromolin
Bekerja pada intraseluler dengan menstabilkan dinding sel mastosit
yaitu berupa mencegah pelepasan mediator-mediator ke luar sel. Kerja
dari obat ini adalah dengan menghambat influks Ca2+ lebih banyak ke
dalam sel mast sehingga degranulasi mediator terhambat. Obat ini dapat
diberikan sebagai pilihan alternatif apabila antihistamin tidak dapat
ditoleransi pada pasien.
d. Kortikosteroid inhalasi bekerja dengan mengurangi kadar histamin.
Kadar histamin dikurangi dengan mencegah konversi asam amino
histidin menjadi histamin, selain itu kortikosteroid juga meningkatkan
produksi c-AMP sel mast. Secara umum kortikosteroid mencegah epitel

15
hidung bersifat sensitif terhadap rangsangan alergen baik pada fase cepat
maupun lambat. Efek kortikosteroid bekerja secara langsung mengurangi
peradangan di mukosa hidung dan efektif mengurangi eksaserbasi.
Preparat yang tersedia seperti beklometason, budesonid, dan flunisolid.
Efek samping kortikosteroid inhalasi lebih kecil dibanding steroid
sistemik kecuali pasien diberikan dalam dosis sangat tinggi atau sedang
menjalani pengobatan penyakit paru.
e. Imunoterapi
Cara ini lebih dikenal sebagai desensitisasi atau hiposensitisasi.
Caranya adalah dengan memberikan injeksi berulang dan dosis yang
ditingkatkan dari alergen, tujuannya adalah mengurangi beratnya reaksi
tipe I atau bahkan menghilangkan sama sekali. Imunoterapi bekerja
dengan pergeseran produksi antibodi IgE menjadi produksi IgG atau
dengan cara menginduksi supresi yang dimediasi oleh sel T (lebih
meningkatkan produksi Th1 dan IFN-y). Dengan adanya IgG, maka
antibodi ini akan bersifat "blocking antibody" karena berkompetisi
dengan IgE terhadap alergen, kemudian mengikatnya, dan membentuk
kompleks antigen-antibodi untuk kemudian difagosit. Akibatnya alergen
tersebut tidak ada dalam tubuh dan tidak merangsang membran mastosit.
f. Antibodi netralisasi
Bekerja dengan cara memberikan anti IgE monoklonal. Antibodi
ini berikatan dengan IgE yang bebas di dalam tubuh dan tentu saja secara
langsung akan mengurangi produksi IgE selanjutnya oleh sel B. Hasil
akhirnya adalah konsentrasi IgE yang rendah mengurangi sensitivitas
basofil. Cara ini tidak hanya digunakan untuk rinitis alergi, tetapi jenis
alergi lain seperti alergi makanan.
g. Konkotomi
Dilakukan pada konka inferior, dikerjakan apabila hipertrofi berat
tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25%
atau triklor asetat.

Diagnosis Banding
NARES (non-allergic rhinitis with eosinophilic syndrome) dapat
disingkirkan bila tes kulit menunjukkan positif terhadap alergen lingkungan.

16
Penyebab keluhan pada NARES adalah alergi pada makanan. Rinitis vasomotor
dapat dibedakan dengan rinitis alergi dengan keluhan bersin pada perubahan suhu
ekstrim, rokok, tidak terdapat gatal pada mata, udara lembab, hidung tersumbat
pada posisi miring dan bergantian tersumbatnya. Selain itu mukosa yang pucat
atau merah gelap, licin, edema juga mendukung rinitis vasomotor. Pada tes kulit
bernilai negatif.
Rinitis alergi dan vasomotor dapat pula terjadi bersamaan dengan memberi
gambaran rinoskopi anterior yang bercampur seperti mukosa pucat tetapi positif
pada tes kulit. Sekresi hidung yang kekuningan dan tampak purulen tetapi
eosinofilik sering terjadi pada rinitis alergi, tetapi pada sekresi yang berbau busuk
dan purulen dan terjadi unilateral perlu dicurigai adanya benda asing.6,7

Prognosis
Secara umum, pasien dengan rinitis alergi tanpa komplikasi yang respon
dengan pengobatan memiliki prognosis baik. Prognosis yang terjadi dapat
dipengaruhi banyak faktor termasuk status kekebalan tubuh maupun anomali
anatomi. Perjalanan penyakit rinitis alergi dapat bertambah berat pada usia dewasa
muda dan tetap bertahan hingga dekade lima dan enam. Setelah masa tersebut,
gejala klinik akan jarang ditemukan karena menurunnya sistem kekebalan tubuh.

Komplikasi
a. Polip hidung
b. Otitis media efusi yang residif
c. Sinusitis paranasal

17
BAB III
ANALISA KASUS

a. Hubungan diagnosis dengan keadaan rumah dan lingkungan sekitar


Rumah pasien merupakan rumah permanen beratap seng dan berlantai
semen dengan ukuran 5 x 8 m2. Di dalam rumah terdapat ruang tamu, 2 kamar
tidur, dapur, kamar mandi dengan wc jongkok. Kondisi rumah lembab dan kurang
pencahayaan yang mana ventilasi terdapat pada ruang tamu dengan ukuran 2
meter namun ventilasi tidak terdapat pada ketiga kamar yang ada di rumah dan
terkesan gelap. Masing masing ruangan terdapat satu jendela yang tidak selalu
terbuka. Secara keseluruhan rumah tampak kurang bersih.
Sumber air bersih keluarga di peroleh dari air ledeng yang digunakan untuk
mencuci pakaian, mencuci piring, mandi dan memasak sedangkan untuk air
minum keluarga pasien menggunakan air galon kemasan. Sampah keluarga
dibuang ke tempat pembuangan sampah. Keluarga pasien kurang menerapkan
perilaku mencuci tangan sebelum makan dan setelah buang air dengan
menggunakan sabun. Dilihat dari suasana di dalam rumah tampak bahwa pasien
dan keluarga kurang peduli terhadap kebersihan.
Terdapat hubungan antara keluhan pasien dengan keadaan rumah dan
lingkungan. Keadaan rumah pasien dalam keadaan lembab dan kurang
pencahayaan serta ventilasi yang tidak memadai mengakibatkan
sirkulasi udara ke dalam rumah kurang baik. Hal ini dapat
menyebabkan banyaknya debu yang mengendap di rumah pasien
sehingga dapat memicu terjadinya keluhan pada pasien.

b. Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan keluarga


Pasien tinggal bersama suami dan 1 orang anak. Keharmonisan keluarga
baik.

18
Tidak ada hubungan antara penyakit pasien dengan keadaan keluarga
dan hubungan keluarga.

c. Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan


lingkungan sekitar.
Keluarga pasien memiliki kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan
dan setelah buang air dengan menggunakan sabun. Dilihat dari suasana di dalam
rumah tampak bahwa pasien dan keluarga kurang peduli terhadap kebersihan.
Perilaku kesehatan pasien yaitu tidak mencuci tangan sebelum makan
dan setelah buang air dengan menggunakan sabun tidak memiliki
hubungan dengan penyakit pasien.
Namun kurangnya kepedulian pasien dan keluarga pasien mengenai
kebersihan rumah mengakibatkan rumah yang berdebu sehingga dapat
memicu keluhan pasien.

d. Analisis kemungkinan berbagai faktor risiko atau etiologi penyakit


pada pasien ini.
Keadaan sirkulasi udara yang kurang baik, serta keadaan rumah yang
kurang bersih menyebabkan mengendapnya debu di dalam rumah
pasien. Debu ini mengandung partikel-partikel yang bisa merangsang
alergi. Sehingga dapat menimbulkan keluhan pasien.

e. Analisis untuk mengurangi paparan/ memutus rantai penularan


dengan faktor risiko atau etiologi pada pasien ini.
Menyarankan pasien untuk lebih giat membersihkan rumah sebelum
debu makin banyak
Menyarankan kepada pasien untuk menggunakan masker keluar
rumah dan saat membersihkan rumah atau pekerjaan lain yang
berisiko terpapar dengan debu.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Irawati N, Kasakeyan E, Rusmono N. Buku ajar ilmu telinga hidung


tenggorok: alergi hidung. Edisi ke-5. Jakarta; 2001.
2. Ethical Diggest Semijurnal Farmasi dan Kedokteran. Diagnosis rhinitis
alergika. Diunduh tanggal 1 Okt 2015. Diakses dari
URL : http://physalin.blogspot.com/2009/10/diagnosis- rhinitis-
alergika.html. 2009.
3. University of Maryland Medical Center. Pengobatan cara medis, herbal,
alternatif, untuk alergi rhinitis. Maryland; 2010.
4. Soepardi E, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorok kepala leher. Edisi keenam. Jakarta: FKUI; 2007.
5. Lumbanraja PLH. Distribusi alergen pada penderita r initis alergi di
Departemen THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan. Tesis.
Medan: FK USU; 2007.
6. Shapiro GG. Understanding allergic rhinitis: differential diagnosis and
management. Pediatr. Rev. 1986;7;212 218. Diunduh tanggal 1 Okt 2015.
Diakses dari URL: http://pedsinreview.aapublications.org
7. Virant FS. Allergic rhinitis. Pediatr. Rev. 1992;13;323-328. Diunduh tanggal 1
Okt 2015. Diakses dari URL: http://pedsinreview.aappublications.org/

20
LAMPIRAN

21

You might also like