You are on page 1of 13

1.

Identitas pasien
Nama : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 20 tahun
Agama : Islam
Alamat : Karangjati 5/1 karangjati, Ngawi
Pekerjaan : Karyawan
Pendidikan Terakhir : SMA
Status marital : Menikah
Tanggal masuk RS : 14 Agustus 2017
Tanggal Pemeriksaan : 14 Agustus 2017
2. Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri perut sebelah kanan bawah sejak 1 hari yll
Keluhan Tambahan : demam
Riwayat Penyakit Sekarang :
Nyeri pada perut sebelah kanan bawah sejak 1 hari yll. Nyeri dirasakan terus menerus
dan berkurang jika os miring ke kanan. Awalnya nyeri dirasakan di pusat lalu
berpindah ke perut kanan bawah. Nyeri terasa semakin hebat sejak tadi pagi. Selain itu,
OS juga mengeluhkan demam setelah nyeri perut dirasakan, tidak tinggi, tidak
menggigil, tidak terus menerus, dan tidak berkeringat. Nafsu makan berkurang
semenjak sakit. Mual dan muntah tidak ada. BAB tidak ada kelainan. BAK tidak ada
kelainan.
Selama 3 bulan terakhir, os sering menegeluhkan nyeri pada perutnya hilang timbul.
Keluhan tersebut telah dikontrolkan ke dokter diberikan pengobatan dan membaik,
serta dilakukan USG. Namun, tidak ditemukan adanya kelainan.
Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat maag (+), Batu ginjal (-), hipertensi (-), DM (-),
jantung (-)
Riwayat Pengobatan : OS hanya mengkonsumsi paracetamol, dan antasida yang beli di
apotek selama keluhan ini timbul. Namun tidak membaik. Riwayat konsumsi obat
dalam jangka waktu lama disangkal.
Riwayat Pekerjaan : OS bekerja sebagai karyawan mini market di Ngawi.
Riwayat kebiasaan : OS merupakan perokok sejak 3 tahun yll. OS merokok rokok
kretek sebayak setengah bungkus sehari. Selain itu, OS juga senang makan makanan
pedas. Kebiasaan minum alcohol disangkal.
Kodisi Lingkunan Sosial dan Fisik : Pasien tinggal bersama dengan ke dua orang tua
dan adiknya dilingkungan pedesaan. Pembiayaan kesehatan pasien menggunakan
jaminan kesehatan.
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaaan umum :
o Keadaan umum: Tampak sakit berat
o Kesadaran : Compos Mentis GCS : E4V5M6
o Tekanan darah : 130/70 mmHg
o Nadi : 108 x/menit, reguler, ekual, isi cukup
o Respirasi : 20 x/menit
o Suhu : 38 C

Status generalis :
o Kepala : Bentuk dan ukuran normal.
o Wajah : Nyeri tekan sinus -
o Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
o Telinga : tenang
o Hidung : Pernafasan cuping hidung (-)
o Mulut : Sianosis (-)
o Leher : JVP 5+2 cmH2O, Pembesaran KGB (-), Retraksi suprasternal (-)
o Thorax : Bentuk dan gerak simetris, sela iga tidak melebar maupun
menyempit
Paru : gerak nafas simetris, vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri,
sonor kedua lapang paru, Suara Nafas Vesikuler +/+, rhonki (-/-),
wheezing (-/-)
Jantung : Ictus cordis tidak terlihat, teraba ICS V LMCS. BJ S1,S2
reguler, S3 (-), S4 (-), murmur (-)
o Abdomen:
Inspeksi : Tidak tampak membuncit
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, Nyeri tekan (+) di titik
McBurney dan epigastrium, nyeri lepas (+), rovsing (+), Psoas sign
(+), obturator sign (+), defans muskuler (-), Tidak teraba massa di
perut kanan bawah
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
o Ekstremitas: akral hangat, CRT <2 detik , edema -/-

4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Lab

Pemeriksaan
Hemoglobin 14,4 g/dL
Hematokrit 44,2%
Trombosit 256.000/mm3
Leukosit 17.200/mm3
Neutrofil 77,3%
Limfosit 20,3%
Monosit 2,0%
Eosinophil 0,3%
Basofil 0,1%
Eritrosit 4,6x106/L
GDS 98 mg/dL
Ureum 26 mg/dL
Kreatinin 0.8 mg/dL
SGOT 26
SGPT 24
Natrium 143,4
Kalium 4,68
Chloride 114,8
HbsAg negatif

5. Diagnosis
Appendicitis Akut

Dari data dapat dilakukan penilaian Alvarado score:


Migration of pain :1
Anorexia :1
Nausea/vomiting :-
RLQ tenderness :2
Rebound :1
Elevated temperatur : 1
Leukocytosis :2
Left shift :1 Total points :9
Dari penilaian Alvarado score dapat ditarik kesimpulan bahwa pasien ini kemungkinan
besar menderita Appendisitis akut.
6. Penatalaksanaan
IVFD RL 20tpm
Inj. Ceftriaxone 2x1 gr IV
Inf. Metronidazole 3x500 mg IV
Inj. Antrain 3x1 amp IV
Inj. Ranitidin 2x1 amp IV
Rencanakan Operasi Appendectomy emergency
7. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : ad bonam
Ad Sanationam : ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA

APPENDISITIS AKUT

I. Definisi
Appendisitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendiks
vermiformis, penyebab sumbatan lumen yang paling sering adalah fecolit, diikuti
hiperplasia jaringan limfoid submukosa yang dikenal dengan gut associate limphoid
tissue (GALT), tumor, parasit usus atau benda asing seperti biji buah-buahan atau bubur
barium dari pemeriksaan radiologi sebelumnya. Faktor lain yang sangat berperan dalam
perjalanan penyakit appendisitis akut adalah kuman dalam lumen appendiks. Kuman
yang ada dalam lumen apendiks sama dengan kuman yang ada di dalam kolon, seperti
kuman E.coli, Klebsiella, Pseudomonas, Peptostrepcoccus, dll.

Setelah terjadi obstruksi lumen, appendiks akan menyerupai suatu kantong


tertutup yang disebut closed loop, di dalam lumen akan terjadi penumpukan sekret
appendiks dan pada saat bersamaan terjadi perkembangbiakan kuman-kuman dalam
lumen, yang mengakibatkan terjadinya reaksi peradangan dan distensi appendiks.
Distensi ini mengakibatkan bendungan aliran limfe, aliran vena dan arteri, yang pada
akhir proses peradangan ini akan mengenai seluruh dinding appendiks.

II. Patogenesis

Pada tahap awal terjadinya reaksi peradangan appendiks, yang mengalami


iritasi baru mukosa dari appendiks sehingga pada saat ini keluhan nyeri semata hanya
akibat distensi dari appendiks atau akibat kontraksi otot polos appendiks dalam usaha
menghilangkan sumbatan lumen tadi. Secara patologi stadium ini disebut stadium
kataral atau akut fokal. Jika reaksi peradangan telah sampai ke serosa disertai adanya
proses supuratif akibat ekspansi kuman ke dinding disebut appendisitis supurativa.
Stadium selanjutnya bila telah terdapat daerah yang mengalami gangren makan disebut
appendisitis akut stadium gangrenosa, yang jika tidak dilakukan pertolongan akan
menjadi appendisitis perforasi.

Perjalanan penyakit appendisitis akut bisa terhenti pada stadium akut fokal,
namun mukosa yang telah mengalami iritasi akan menyisakan jaringan parut dalam
proses penyembuhannya, sehingga hal ini akan mengakibatkan keluhan nyeri sekitar
pusar berulang, secara patologi stadium ini disebut appendisitis kronis. Pada stadium
supuratif gangrenosa atau mikroperforasi akibat adanya daya tahan tubuh yang baik
yang salah satu tandanya adanya proses pendindingan dari appendiks yang meradang
oleh omentum (walling off) makan akan terbentuk suatu infiltrasi di kanan bawah yang
disebut appendisitis infiltrat.
III. Manifestasi Klinis

Gejala utama pada apendisitis akut adalah nyeri abdomen. Pada mulanya terjadi
nyeri visceral, yaitu nyeri yang sifatnya hilang timbul seperti kolik yang dirasakan di
daerah umbilikus dengan sifat nyeri ringan sampai berat. Hal tersebut timbul oleh
karena apendiks dan usus halus mempunyai persarafan yang sama, maka nyeri visceral
itu akan dirasakan mula-mula di daerah epigastrium dan periumbilikal. Secara klasik,
nyeri di daerah epigastrium akan terjadi beberapa jam (4-6 jam) seterusnya akan
menetap di kuadran kanan bawah dan pada keadaan tersebut sudah terjadi nyeri somatik
yang berarti sudah terjadi rangsangan pada peritoneum parietale dengan sifat nyeri yang
lebih tajam, terlokalisir serta nyeri akan lebih hebat bila batuk ataupun berjalan kaki.

Hampir tujuh puluh lima persen penderita disertai dengan vomitus akibat
aktivasi N.vagus, namun jarang berlanjut menjadi berat dan kebanyakan vomitus hanya
sekali atau dua kali. Penderita apendisitis juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya
rasa nyeri dan beberapa penderita mengalami diare, hal tersebut timbul biasanya pada
letak apendiks pelvikal yang merangsang daerah rektum. Gejala lain adalah demam
yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,50 38,50C tetapi bila suhu lebih tinggi,
diduga telah terjadi perforasi.

IV. Pemeriksaan Fisik

Pada Apendicitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga


pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut. Secara klinis, dikenal
beberapa manuver diagnostik:

Rovsings sign: dikatakan posiif jika tekanan yang diberikan pada LLQ
abdomen menghasilkan sakit di sebelah kanan (RLQ), menggambarkan iritasi
peritoneum. Sering positif tapi tidak spesifik.

Psoas sign: dilakukan dengan posisi pasien berbaring pada sisi sebelah kiri sendi
pangkal kanan diekstensikan. Nyeri pada cara ini menggambarkan iritasi pada otot
psoas kanan dan indikasi iritasi retrocaecal dan retroperitoneal dari phlegmon atau
abscess.
Dasar anatomis terjadinya psoas sign adalah appendiks yang terinflamasi
yangterletak retroperitoneal akan kontak dengan otot psoas pada saat dilakukan
manuver ini.

Obturator sign: dilakukan dengan posisi pasien terlentang, kemudian gerakan


endorotasi tungkai kanan dari lateral ke medial. Nyeri pada cara ini menunjukkan
peradangan pada M. obturatorius di rongga pelvis. Perlu diketahui bahwa masing-
masing tanda ini untuk menegakkan lokasi Appendix yang telah mengalami radang atau
perforasi.

Dasar anatomis terjadinya psoas sign adalah appendiks yang terinflamasi yang
terletak retroperitoneal akan kontak dengan otot obturator internus pada saat dilakukan
manuver ini.

V. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih dari 90% anak dengan
appendicitis akuta. Jumlah leukosit pada penderita appendicitis berkisar antara 12.000-
18.000/mm. Peningkatan persentase jumlah neutrofil (shift to the left) dengan jumlah
normal leukosit menunjang diagnosis klinis appendicitis. Jumlah leukosit yang normal
jarang ditemukan pada pasien dengan appendicitis.

Pemeriksaan urinalisis membantu untuk membedakan appendicitis dengan


pyelonephritis atau batu ginjal. Meskipun demikian, hematuria ringan dan pyuria dapat
terjadi jika inflamasi appendiks terjadi di dekat ureter.

Ultrasonografi
Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk menunjang
diagnosis pada kebanyakan pasien dengan gejala appendicitis. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa sensitifitas USG lebih dari 85% dan spesifitasnya lebih dari 90%.
Gambaran USG yang merupakan kriteria diagnosis appendicitis acuta adalah appendix
dengan diameter anteroposterior 7 mm atau lebih, didapatkan suatu appendicolith,
adanya cairan atau massa periappendix.
False positif dapat muncul dikarenakan infeksi sekunder appendix sebagai hasil
dari salphingitis atau inflammatory bowel disease. False negatif juga dapat muncul
karena letak appendix yang retrocaecal atau rongga usus yang terisi banyak udara yang
menghalangi appendix.

CT-Scan
CT scan merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mendiagnosis
appendicitis akut jika diagnosisnya tidak jelas.sensitifitas dan spesifisitasnya kira-kira
95-98%. Pasien-pasien yang obesitas, presentasi klinis tidak jelas, dan curiga adanya
abscess, maka CT-scan dapat digunakan sebagai pilihan test diagnostik.
Diagnosis appendicitis dengan CT-scan ditegakkan jika appendix dilatasi lebih
dari 5-7 mm pada diameternya. Dinding pada appendix yang terinfeksi akan mengecil
sehingga memberi gambaran halo

VI. Diagnosis

Gejala dan pemeriksaan fisik appendisitis bisa dinilai untuk menegakkan


diagnosa appendisitis dengan menggunakan Alvarado Score.

Skor Alvarado

Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: skor <6 dan >6. Selanjutnya dilakukan
Appendectomy, setelah operasi dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan Appendix
dan hasilnya diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: radang akut dan bukan radang
akut.
Keterangan:

0-4 : kemungkinan Appendicitis kecil

5-6 : bukan diagnosis Appendicitis

7-8 : kemungkinan besar Appendicitis

9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis

Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka
tindakan bedah sebaiknya dilakukan.

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien pada kasus ini, dapat dilakukan penilaian
Alvarado score:

Migration of pain :1
Anorexia :1
Nausea/vomiting :-
RLQ tenderness :2
Rebound :1
Elevated temperature :1
Leukocytosis :2
Left shift :1
Total points :9
Dari penilaian Alvarado score dapat ditarik kesimpulan bahwa pasien ini
kemungkinan besar menderita Appendisitis akut.

VII. Penatalaksanaan
Bila diagnosis appendisitis telah ditegakkan, maka tindakan yang paling tepat
adalah appendektomi dan merupakan pilihan terbaik. Penundaan tindakan bedah sambil
pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada appendisitis yang
diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi, maka dianjurkan melakukan
pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi.
Penatalaksanaan pasien yang dicurigai Appendicitis :
Puasakan
Berikan analgetik dan antiemetik jika diperlukan untuk mengurangi gejala.
Penelitian menunjukkan bahwa pemberian analgetik tidak akan menyamarkan
gejala saat pemeriksaan fisik.
Pertimbangkan KET terutama pada wanita usia reproduksi.
Berikan antibiotika IV pada pasien dengan gejala sepsis dan yang membutuhkan
Laparotomy
Perawatan appendicitis tanpa operasi
Penelitian menunjukkan pemberian antibiotika intravena dapat berguna
untuk Appendicitis acuta bagi mereka yang sulit mendapat intervensi operasi,
atau bagi mereka yang memilki resiko tinggi untuk dilakukan operasi
Rujuk ke dokter spesialis bedah.
Antibiotika preoperative
Pemberian antibiotika preoperative efektif untuk menurunkan terjadinya
infeksi post operasi. Diberikan antibiotika broadspectrum dan juga untuk gram
negative dan anaerob. Antibiotika preoperative diberikan dengan order dari ahli
bedah. Antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai. Biasanya
digunakan antibiotik kombinasi, seperti Cefitiaxon, Cefotaxime dan
Clindamycin, atau Cefepime dan Metronidazole. Kombinasi ini dipilih karena
frekuensi bakteri yang terlibat, termasuk Escherichia coli, Pseudomonas
aeruginosa, Enterococcus, Streptococcus viridans, Klebsiella, dan Bacteroides.
VIII. Prognosis
Kematian dari appendisitis di Amerika Serikat telah terus menurun dari tingkat
9,9 per 100.000 pada tahun 1939, dengan 0,2 per 100.000 pada 1986. Diantara faktor-
faktor yang bertanggung jawab adalah kemajuan dalam anestesi, antibiotik, cairan
intravena, dan produk darah. Faktor utama dalam kematian adalah apakah pecah terjadi
pengobatan sebelum bedah dan usia pasien. Angka kematian keseluruhan untuk
anestesi umum adalah 0,06%. Angka kematian keseluruhan dalam apendisitis akut
pecah adalah sekitar 3%-peningkatan 50 kali lipat. Tingkat kematian appendisitis
perforasi pada orang tua adalah sekitar 15% peningkatan lima kali lipat dari tingkat
keseluruhan.
Daftar Pustaka :
1. Mansjoer, Arif dkk. 2000. Apendisitis, dalam Kapita Selekta Kedokteran, edisi III, jilid
II. Hal 307-313. Jakarta: Media Aesculapius.
2. De Jong, Wim. 2004. Apendisitis Akut, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi II. Hal 640-
645. Jakarta: EGC.
3. Modul Kepaniteraan Klinik Bedah. Appendisitis Akut. Bagian Ilmu Bedah FK Unand.
2002.
4. Rudi Ali Arsyad. 2006. Pemakaian Sistem Skor dalam Menegakkan Diagnosis
Apendisitis Akut pada Anak Usia 6-14 Tahun di Bagian Bedah Anak RS. DR. Sardjito
Tahun 2004-2006. Diunduh dari http://arc.ugm.ac.id

Peserta Pendamping

( dr. Muhammad Fadli Amir ) (dr. Setyoko)


LAPORAN KASUS

Appendicitis Akut

Oleh:
Muhammad Fadli Amir, dr.

Dokter Pendamping:
Setyoko, dr

RSUD DR.SOEROTO
KABUPATEN NGAWI
2017

You might also like