You are on page 1of 97

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Negara maju merupakan negara yang rakyatnya memiliki kesejahteraan dan
kualitas hidup yang tinggi yang dapat dilihat dari aktivitas perekonomian yang
maju, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan yang tinggi serta
kesehatan yang baik. Indikator derajat kesehatan dapat dinilai dari angka kematian
ibu (AKI), angka kematian bayi (AKB), umur harapan hidup dan angka kematian
balita (Depkes RI, 2009). Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) ke-4
(mengurangi Angka Kematian Anak) hanya dapat dicapai melalui upaya-upaya
intensif yang fokus pada penyebab utama kematian anak, yaitu pneumonia, diare,
malaria, kekurangan gizi dan masalah neonatal. Diperkirakan dari 8,8 juta kematian
anak di dunia pada tahun 2008, 1,6 juta adalah akibat pneumonia dan 1,3 juta
karena diare. Lebih dari 98% kematian pneumonia dan diare pada anak-anak terjadi
di 68 negara berkembang. Mengurangi beban penyakit ini tidak hanya akan
memberikan kontribusi pada pencapaian MDG 4, namun juga akan memberikan
kontribusi untuk mencapai MDG 1 (Pemberantasan kemiskinan dan kelaparan).
Pelaksanaan pencegahan dan pengendalian pneumonia sejauh ini belum merata dan
masih tidak terkoordinasi (Weber & Handy, 2010).
Pneumonia merupakan salah satu masalah kesehatan dan penyumbang terbesar
penyebab kematian anak usia di bawah lima tahun (anak-balita). Pneumonia
disebut sebagai pembunuh anak nomor 1 (the number one killer of children) (Said,
2010). Pneumonia selalu menduduki peringkat atas penyebab kematian bayi dan
anak balita di Indonesia. Pneumonia balita merupakan salah satu indikator
keberhasilan program pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan seperti
tertuang dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014. Target
cakupan penemuan kasus pneumonia balita tahun 2010 ditetapkan sebesar 60% dan
tahun 2014 sebesar 100%. Namun, hanya 54% anak dengan pneumonia di negara
berkembang yang dilaporkan dibawa ke penyedia layanan kesehatan berkualitas
2

dan hanya 19% anak balita dengan tanda-tanda klinis pneumonia mendapatkan
antibiotik. Menurut Riskesdas 2007, pneumonia merupakan penyebab kematian
kedua setelah diare (15,5%) diantara semua balita dan selalu berada pada daftar 10
penyakit terbesar setiap tahunnya di fasilitas kesehatan. Rata-rata sebanyak 83
balita meninggal setiap hari akibat pneumonia (Weber & Handy, 2010).
Prevalensi pneumonia bayi per provinsi pada Riskesdas 2007 berada pada
rentang 0-13,2% dan rata-rata nasional 0,76%, sedangkan pada balita berada pada
rentang 0,1-14,8% dan rata-rata nasional 1,00%. Cakupan penemuan kasus
pneumonia selama 10 tahun dari tahun 2000-2010 berkisar antara 24,6-35,9% dan
hal ini belum pernah mencapai target. Insidensi pneumonia balita berobat
berdasarkan laporan rutin program tahun 2000-2010 berkisar antara 2,2-4,9%.
Proporsi kasus pneumonia pada bayi (<1 tahun) tahun 2007-2009 sekitar 35% dari
semua kasus pneumonia pada balita (Weber & Handy, 2010). Cakupan penemuan
kasus pneumonia balita di Jawa Tengah setiap tahun mengalami penurunan dari
target nasional, pada tahun 2012 penemuan kasus hanya 24,74%, lebih sedikit
dibanding tahun 2011 (25,5%) (Dinkes Jateng, 2012).
Berdasarkan data Profil kesehatan Puskesmas I Cilongok tahun 2013, jumlah
kasus pneumonia sebanyak 140 kasus dan mengalami peningkatan dibanding tahun
2012 (101 kasus). Masalah kesehatan yang dihadapi Puskesmas Cilongok saat ini
adalah terkait rendahnya angka penemuan kasus pneumonia pada balita yakni
hanya sebanyak 140 kasus atau 29,2% padahal target penemuan puskesmas sebesar
100% sehingga terdapat kesenjangan sebesar 70,8%. Berdasarkan data puskesmas
diketahui bahwa penderita pneumonia paling banyak terjadi di desa Kalisari yakni
sebanyak 23 kasus. Penemuan kasus yang masih jauh dari target ini dapat dikaitkan
dengan kemampuan tenaga kesehatan dalam menjaring bayi dan balita dengan
gejala-gejala pneumonia.
Upaya penanggulangan kasus pneumonia dilakukan dengan program P2 ISPA
(Program Pemberantasan Penyakit menular Infeksi Saluran Pernapasan Akut) yang
ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan dan angka kematian akibat infeksi
saluran pernapasan akut, terutama pneumonia pada usia di bawah lima tahun.
3

Program ini dikembangkan dengan mengacu pada konsep manajemen terpadu


pemberantasan penyakit menular dan penyehatan lingkungan berbasis wilayah.
Konsep terpadu meliputi penanganan pada sumber penyakit, faktor risiko
lingkungan, faktor risiko perilaku dan kejadian penyakit dengan memperhatikan
kondisi lokal (Kusbiyantoro, 2010).
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis merasa perlu untuk melakukan
pemecahan masalah kesehatan di Puskesmas I Cilongok terutama dalam
mengetahui faktor risiko pneumonia balita dengan melakukan penelitian Faktor-
Faktor Risiko Kejadian Pneumonia pada Balita di Desa Kalisari Wilayah Kerja
Puskesmas I Cilongok

B. Perumusan Masalah
1. Apa saja faktor-faktor risiko kejadian pneumonia pada balita di Desa Kalisari
wilayah kerja Puskesmas I Cilongok?
2. Bagaimana alternatif pemecahan masalah untuk mengurangi risiko kejadian
pneumonia pada balita di Desa Kalisari wilayah kerja Puskesmas I Cilongok?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor risiko kejadian
pneumonia pada balita di Desa Kalisari wilayah kerja Puskesmas I Cilongok.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengaruh tingkat pengetahuan ibu dan tenaga kesehatan
terhadap kejadian pneumonia pada balita di Desa Kalisari wilayah kerja
Puskesmas I Cilongok.
b. Mengetahui pengaruh status sosial ekonomi terhadap kejadian pneumonia
pada balita di Desa Kalisari wilayah kerja Puskesmas I Cilongok.
c. Mengetahui pengaruh pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian
pneumonia pada balita di Desa Kalisari wilayah kerja Puskesmas I Cilongok.
d. Mengetahui pengaruh pemberian imunisasi lengkap terhadap kejadian
pneumonia pada balita di Desa Kalisari wilayah kerja Puskesmas I Cilongok.
4

e. Mengetahui pengaruh lingkungan fisik rumah terhadap kejadian pneumonia


pada balita di Desa Kalisari wilayah kerja Puskesmas I Cilongok.
f. Mengetahui pengaruh akses pelayanan kesehatan terhadap kejadian
pneumonia pada balita di Desa Kalisari wilayah kerja Puskesmas I Cilongok.
g. Mengetahui alternatif pemecahan masalah dari risiko kejadian pneumonia
pada balita di Desa Kalisari wilayah kerja Puskesmas I Cilongok.
h. Mengetahui hasil evaluasi terhadap efektivitas pemecahan masalah dalam
meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap penyakit pneumonia pada
balita di Desa Kalisari wilayah kerja Puskesmas I Cilongok.

B. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Sebagai bahan kajian dalam pengembangan program kesehatan anak dari
tinjauan kesehatan masyarakat.
2. Manfaat praktis
Menambah khasanah pengetahuan peneliti mengenai pengaruh faktor-faktor
risiko kejadian pneumonia pada balita di Desa Kalisari wilayah kerja
Puskesmas I Cilongok .
3. Manfaat aplikatif
a. Meningkatkan pengetahuan masyarakat, kader, dan bidan desa mengenai
penyakit pneumonia pada balita sehingga dapat mengenali berbagai factor
risiko pneumonia sehingga dapat mencegah secara lebih dini kejadian
penyakit pneumonia pada balita
b. Meningkatkan cakupan penjaringan penderita pneumonia pada balita oleh
masyarakat terutama di Desa Kalisari wilayah kerja Puskesmas I Cilongok
.
c. Menjadi dasar bagi puskesmas untuk membuat kebijakan terkait
penjaringan kasus pneumonia ke depannya.
5

BAB II
ANALISIS SITUASI

GAMBARAN UMUM PUSKESMAS I CILONGOK


A. Keadaan Geografi
Wilayah kerja Puskesmas I Cilongok meliputi sebelas desa yang berada di
Kecamatan Cilongok, yaitu desa Cilongok, Cikidang, Pernasidi, Rancamaya,
6

Panembangan, Karanglo, Kalisari, Karangtengah, Sambirata, Gununglurah,


Solkawera. Sebagian besar wilayah kerja terdiri dari dataran tinggi (73,5%) dan
hanya sebagian kecil dataran rendah (26,5%). Sedangkan luas penggunaan
lahan di wilayah kerja Puskesmas I Cilongok terbanyak dalam bentuk tanah
sawah (25%) dan tanah hutan (25%).
Secara geografis, Puskesmas I Cilongok berada pada 225 meter dari permukan
laut, wilayah kerja Puskesmas I Cilongok berbatasan dengan:
Sebelah utara : Karasidenan Pekalongan
Sebelah selatan : Wilayah kerja Puskesmas II Cilongok
Sebelah timur :Wilayah kerja Puskesmas II Cilongok dan Karanglewas
Sebelah barat : Wilayah kerja Puskesmas II Ajibarang dan Pekuncen
B. Keadaan Demografi
1. Pertumbuhan Penduduk
Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan dari hasil registrasi
pertumbuhan penduduk pada akhir tahun 2013, Jumlah penduduk di
wilayah Puskesmas I Cilongok adalah sebanyak 68.818 jiwa yang terdiri
dari 34.153 jiwa laki laki dan 34.665 jiwa perempuan yang tergabung
dalam 20.034 KK. Jumlah penduduk tertinggi yang tercatat adalah di desa
Karangtengah yaitu sebanyak 10.134 jiwa , sedangkan jumlah penduduk
terendah adalah di desa Cikidang sebanyak 3289 jiwa. Rata-rata jiwa per
rumah tangga adalah sebesar 3 jiwa / rumah tangga.
3. Kepadatan Penduduk
Penyebaran penduduk di wilayah kerja Puskesmas I Cilongok belum
merata, pada umumnya penduduk masih menumpuk didaerah yang ramai.
Rata rata kepadatan penduduk di wilayah Puskesmas I Cilongok adalah
sebesar 1.108 jiwa setiap kilometer persegi . Dan Desa yang paling padat
penyebaran penduduknya adalah desa Cilongok dengan tingkat kepadatan
sebesar 2454 jiwa setiap kilometer persegi. Dan desa dengan tingkat
kepadatan terendah adalah desa Karangtengah dengan tingkat kepadatan
sebesar 588 jiwa per kilometer perseginya.
7

3. Jumlah Penduduk menurut Golongan Umur


Golongan umur terbesar di wilayah kerja Puskesmas I Cilongok adalah
golongan 45 -49 tahun sebanyak 8.356 jiwa. Dan Golongan usia terendah l
adalah usia >75 tahun sebanyak 245 jiwa.
C. Keadaan Sosial Ekonomi
1. Tingkat Pendidikan
Data Yang berhasil dihimpun, penduduk di wilayah kerja Puskesmas I
Cilongok baik laki laki maupun perempuan berusia 10 tahun keatas yang
memiliki tingkat pendidikan Perguruan tinggi atau sederajat adalah
sejumlah 939 jiwa atau sekitar 2,2 % dan Tamat SMA atau sederajat
sebesar 5.854 jiwa atau sekitar 15,7 %. Jumlah ini masih relatif rendah
dibandingkan penduduk yang hanya lulus SD yaitu sebesar 22.642 jiwa atau
23 %. Tingkat pendidikan sebagian besar penduduk d Wilayah Puskesmas
I Cilongok ini, akan juga berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan
masyarakat, khususnya tentang kesehatan.
2. Mata Pencaharian
Mata pencaharian sebagian besar penduduk di wilayah Puskesmas I
Cilongok adalah sebagai buruh tani yaitu sebesar 9,51 % . Sedangkan
sebagai pengusaha hanya sebesar 3,56 % sedangkan yang berpenghasilan
sebagai PNS sebesar 1 % atau ABRI hanya sebesar 0,1 %. Dari data tersebut
terlihat bahwa peningkatan UKBM masih harus terus dikembangkan
dengan meningkatkan kerjasama lintas sektoral secara maksimal sehingga
tingkat pendapatan dan daya beli penduduk akan meningkat yang akhirnya
juga akan meningkatkan kemampuan untuk melakukan pengobatan sebaik
mungkin.
Sarana penunjang laju perekonomian di wilayah Puskesmas I Cilongok
antara lain adalah adanya pasar tradisional, warung / Toko, Badan kredit,
Lumbung Desa dan Koperasi Unit Desa.
8

Sedangkan sarana transportasi umum yang mendukung aktifitas penduduk di


wilayah kerja Puskesmas I Cilongok antara lain adalah Angkutan Perdesaan
(Angkudes ) , Angkutan Bis dalam propinsi serta antar propinsi juga ojek.
Fasilitas tempat sarana peribadatan di wilayah kerja Puskesmas I Cilongok
antara lain adalah Mushola dan Masjid yang sebagian besar pendiriannya
merupakan swadana Masyarakat.
Sedangkan fasilitas pendukung bagi peningkatan taraf pendidikan penduduk di
wilayah Puskesmas I Cilongok adalah adanya Sarana Kelompok Bermain (KB)/
PAUD Pendidikan Anak Usia Dini , Taman Kanak Kanak ( TK ), Sekolah Dasar
(SD), Madrasah Ibtidaiyah ( MI ) dan Sekolah Menengah Pertama ( SMP ).
SITUASI DERAJAT KESEHATAN
Derajat kesehatan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas I Cilongok dapat dilihat dari:
A. Mortalitas
Gambaran perkembangan derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari
kejadian kematian dalam masyarakat. Disamping itu kejadian kematian juga
dapat digunakan sebagai indikator dalam penilaian keberhasilan pelayanan
kesehatan dan program pembangunan kesehatan lain. Angka kematian pada
umumnya dapat dihitung dangan melakukan berbagai survei dan penelitian.
Perkembangan tingkat kematian dan penyakit-penyakit yang terjadi pada
periode terakhir akan diuraikan dibawah ini:
I. Angka Kematian Bayi
Pada tahun 2013 terdapat 1.048 kelahiran . Dari seluruh jumlah kelahiran
terdapat sebanyak 1.051 kelahiran hidup dan 3 lahir mati.Sedangkan
jumlah Balita mati pada tahun 2013 ditemukan 8 jiwa (tabel: 7 ). Angka
Kematian Bayi di Kabupaten Banyumas adalah 8,3 per 1000 kelahiran
hidup. AKB di wilayah Puskesmas I Cilongok pada tahun 2013 adalah
sebesar 5,7 per 1000 kelahiran hidup, pada tahun 2012 sebesar 1,3 per 1000
kelahiran hidup dan pada tahun 2011 adalah sebesar 8,1 per 1000 kelahiran
hidup. Jadi AKB Puskesmas I Cilongok mengalami kenaikan dibanding
tahun sebelumnya.
9

II. Angka Kematian Ibu


Jumlah kematian ibu hamil pada tahun 2013 adalah sebanyak 0 (nol) orang,
sedangkan jumlah kematian ibu bersalin sebanyak 0 (nol) orang dan
kematian ibu nifas terdapat 2 (dua) kasus di desa Pernasidi dan desa
Sokawera. Angka Kematian Ibu (AKI) Puskesmas I Cilongok tahun 2013
adalah 190,8 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan AKI pada tahun
2012 Sebesar 169,2 per 100.000 kelahiran hidup Pd Tahun 2011 adalah
sebesar 87,9 per 100.000 kelahiran hidup. Kenaikan AKI di Puskesmas I
Cilongok disebabkan karena kurangnya transformasi pengetahuan tentang
kehamilan sehat dan persalinan aman oleh petugas kesehatan kepada
masyarakat. Banyaknya penyakit degeneratif pada ibu hamil dengan usia
reproduksi sehat, kurangnya kinerja Bidan dalam managemen
pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan yang sesuai dengan
standar mutu serta adanya keterlambatan keputusan, transportasi dan
Yankes ( T3 ).
III. Angka kematian Balita
Jumlah Balita di wilayah Puskesmas I Cilongok pada tahun 2013
ditemukan 3 ( Tiga ) kasus kematian atau sekitar 5,7 per 100.000 Kh
sehingga Angka Kematian Balita Di Puskesmas I Cilongok pada tahun
2012 dan 2011, adalah sebesar 0 per 1000 kelahiran hidup. Angka ini
menunjukkan ada peningkatan angka pada kasus kematian balita di
Puskesmas I Cilongok.
IV. Angka Kecelakaan
Pada tahun 2013 ditemukan 112 kejadian kecelakan yang ditangani di
Puskesmas I cilongok. Sedangkan pada tahun 2012 terdapat kecelakaan
sebanyak 97 kasus. Dibandingkan dengan tahun 2011 terjadi kenaikan
angka kecelakaan dimana kasus yang ditemukan sebanyak 96 kasus.
B. Morbiditas
I. Penyakit Malaria
10

Kasus malaria klinis yang ditemukan pada tahun 2013 pada wilayah
Puskesmas I Cilongok adalah sebanyak 0 kasus, sedangkan malaria positif
sebanyak 2 kasus. Jumlah total kasus malaria selama tahun 2013 adalah
sebesar 2 kasus atau 0,03 per 1000 penduduk.Dibandingkan tahun 2012
sebanyak 53 klinis 2 positif malaria sebesar 0,81 per 1.000 pnddk,2013
adalah sebesar 80 kasus atau 1,19 per ,1000 maka terjadi penurunan
sebesar 0,38 per 1000 penduduk.
II. TB paru
Kasus TB Paru di Puskesmas I Cilongok yang ditemukan selama tahun
2013 sebanyak 63 kasus dengan Bta (+) sebanyak 53 kasus Bta (+) tahun
2012 Sebanyak 32 kasus Bta (+) setahun 2011. Kenaikan kasus TB Paru
di wilayah Puskesmas I Cilongok disebabkan aktifnya pelacakan pada
suspect TB yang ada di wilayah Puskesmas I Cilongok.
III. HIV
Kasus HIV di Puskesmas I Cilongok selama tahun 2013 tidak ditemukan.
IV. Acute Flacid Paralysis
Selama Tahun 2013 kasus AFP tidak ditemukan di Wilayah Kerja
Puskesmas I Cilongok.
V. Demam Berdarah Dengue
Di wilayah Puskesmas I Cilongok pada tahun 2013 ini ditemukan 17
Kasus. Dibandingkan Tahun 2012 ditemukan sebanyak 4 Kasus, diTahun
2011 ditemukan sebanyak 8 Kasus, Dibandingkan tahun sebelumnya
terlihat adanya peningkatan kasus DHF di wilayah Puskesmas I Cilongok.
VI. Diare
Di wilayah Puskesmas I Cilongok selama tahun2013 ditemukan sebanyak
821 kasus diare, pada Tahun 2012 ditemukan sebanyak 852 kasus, di
Tahun 2011 1258 kasus ditemukan , maka angka kesakitan diare
mengalami penurunan. Dari data tersebut terlihat terlihat penurunan yang
cukup signifikan. Hal ini disebabkan oleh cakupan pelayanan di
Puskesmas I Cilongok yang ditingkatkan dengan adanya PosKesDes
11

dibeberapa desa di wilyah Puskesmas I Cilongok sehingga kunjungan


masyarakat ke pelayanan Puskesmas meningkat.

STATUS GIZI
Upaya perbaikan gizi pada masyarakat pada hakekatnya adalah untuk menangani
permasalahan gizi yang ada di masyarakat. Berdasarkan pemantauan status gizi balita
tahun 2013 di wilayah Puskesmas 1 Cilongok didapakan data sebagai berikut :
A. Jumlah seluruh balita 5.487
B. Jumlah Balita yang ditimbang 4.403
C. Jumlah Balita yang naik Berat Badannya 4.014
Sedangkan dari seluruh balita yang ditimbang didapatkan data :
A. Gizi Baik sebanyak 3.971 balita( 72,37 % )
B. Gizi kurang sebanyak 379 Balita ( 6,9 % )
C. Gizi buruk sebanyak 10balita ( 0,18 % )
D. Total KEP sebanyak 389 balita ( 7.08 % )
Balita yang mengalami gizi kurang maupun gizi buruk seluruhnya mendapat
penanganan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.
UPAYA KESEHATAN
A. Pelayanan Kesehatan Dasar
Upaya pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah awal yang penting dalam
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan pemberian
pelayanan kesehatan dasar secara tepat dan cepat, diharapkan sebagian besar
masalah kesehatan masyarakat sudah dapat diatasi. Berbagai pelayanan
kesehatan dasar yang dilaksanakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan adalah :
1. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak
Peranan ibu dalam tumbuh kembang bayi dan balita sangatlah besar.
Manusia yang sehat berawat dari ibu hamil yang sehat pula.
a. Pelayanan K-4
Masa kehamilan adalah masa penting yang harus dipantau secara rutin.
Sehingga tumbuh kembang janin serta gangguan kesakitan pada ibu
12

selama kehamilan dapat terus dipantau. Deteksi dini terhadap kelainan


pada janin maupun kesakitan pada ibu dapat dilakukan dengan
pemeriksaan rutin yang dilakukan oleh ibu hamil.
Jumlah ibu hamil di wilayah Puskesmas I Cilongok pada tahun 2013
yang mendapatkan K4 sebanyak 98,1 % Tahun 2012 & 2011 pencapaian
sebanyak 94,5 % , Sedangkan Target Standar Pelayanan Minimal
Kabupaten Banyumas Tahun 2013 adalah sebesar 95 %. Sehingga
Puskesmas I Cilongok tahun 2013 telah sesuai dengan Standar
Pelayanan Minimal. Dibandingkan pencapaian pada tahun sebelumnya
maka terjadi peningkatan pelayanan K4 di wilayah binaan Puskesmas I
Cilongok.

b. Pertolongan oleh Nakes


Komplikasi dan kematian pada ibu maternal serta bayi baru lahir sangat
ditentukan dari penolong persalinan terutama bidan yang mempunyai
kompetensi. Pertolongan persalinan yang tidak dilakukan oleh nakes
akan meningkatkan resiko terjadinya komplikasi maupun kematian pada
ibu bersalin maupun bayi.
Di wilayah Puskesmas I Cilongok pertolongan persalinan oleh nakes
selama tahun 2013 sebesar 100% dan pada tahun 2012 sebesar 100%.
Sedangkan Target Standart Pelayanan Minimal Kabupaten Banyumas
tahun 2011 adalah sebesar 100 %.Sehingga pencapaian di Puskesmas I
Cilongok sudah mencapai hasil sesuai harapan.
c. Bumil Resti di tangani
Pada tahun 2013 Bumil Resti yang ada di wilayah Puskesmas 1
Cilongok sebanyak 205 Bumil dan seluruh bumil resti ditangani.
d. Bayi dan Bayi BBLR
Pada Tahun 2013 ditemukan sebanyak 44 bayi BBLR dari sejumlah
1.031 jumlah kelahiran atau sebesar 2,76 %. Pada tahun 2012 jumlah
bayi lahir di wilayah Puskesmas I Cilongok 1070 bayi dengan BBLR
13

yang ditemukan sebanyak 61 atau 5,7% dari bayi yang lahir. Sedangkan
pada tahun 2011 sebanyak 45 kasus BBLR (4,7%) maka kasus BBLR
di wilayah Puskesmas I Cilongok tahun 2013 mengalami fluktuasi kasus
BBLR.
e. Pelayanan Keluarga Berencana
Pasangan usia produktif memiliki peranan penting dalam meningkatkan
jumlah penduduk, Wanita Usia Subur berusia antara 15 - 49 tahun.
Untuk mengatur jarak kehamilan pada WUS dilakukan dengan
menggunakan alat kontrasepsi. Berdasarkan data yang dihimpun pada
tahun 2013 Jumlah PUS di wilayah Puskesmas I Cilongok sebesar
12.859 Sedangkan tahun 2012 sebanyak 14.071 dan pada tahun 2011
jumlah PUS sebesar 12.662 maka terjadi penurunan jumlah PUS
dibanding Tahun 2012. Sedangkan peserta KB Aktif di wilayah
Puskesmas I Cilongok pada tahun 2013 sebanyak 10.249 sebesar 78,39
%. Dan pada tahun 2012 adalah sebesar 9926 atau sekitar 70,6 %. Dan
pada tahun 2011 dimana jumlah peserta KB aktif sebanyak 82 %, maka
di wilayah Puskesmas I Cilongok mengalami kenaikan. Hal ini erat
kaitannya dengan peningkatan pelayanan di desa melalui Poskesdes
serta koordinasi yang semakin baik pada lintas sektor di wilayah binaan
Puskesmas I Cilongok.
f. Pelayanan Imunisasi
Kegiatan imunisasi rutin meliputi pemberian imunisasi untuk bayi umur
0 1 tahun ( BCG, DPT, Polio, Campak, HB ) , imunisasi untuk wanita
usia subur / ibu hamil (TT) dan imunisasi untuk anak sekolah SD ( kelas
1: DT dan kelas 2-3:TT ). Daerah binaan Puskesmas I Cilongok selama
tahun 2013 UCI yang dicapai sebesar 100 %.Dan di tahun 2012 UCI
yang dicapai sebesar 100 %. Sedangkan pada tahun sebelumnya
sebanyak 91,33 %, maka terjadi kenaikan UCI pada Puskesmas I
Cilongok.
B. Pelayanan Kesehatan Puskesmas, Rujukan dan Penunjang
14

Pelayanan Kesehatan yang dilakukan di Puskesmas I cilongok meliputi


pelayanan pada rawat jalan serta pelayanan Rawat inap.
1. Rawat Jalan
Pelayanan kesehatan pada pelayanan rawat jalan dan rawat inap di Puskesmas
I Cilongok selama tahun tahun 2013 terdapat 32.427 kunjungan, yang terdiri
dari 26.323 kunjungan lama dan 6104 kunjungan baru. Dibandingkan tahun
2012 terdapat 28953 kunjungan yang terdiri dari 8277 kunjungan baru serta
20676 kunjungan lama. Hal ini menunjukan tingkat kepercayaan dan
kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan rawat jalan di Puskesmas I
Cilongok masih cukup tinggi. Dibawah ini adalah grafik kunjungan pasien
lama dan baru di Puskesmas I Cilongok dapat dilihat dalam grafik Kunjungan.
2. Rawat Inap
Pelayanan Rawat inap kasus kunjungan baru pada Puskesmas I Cilongok
selama tahun 2013 sebesar 1,5 % dari keseluruhan kunjungan baru di
Puskesmas I Cilongok. Pada tahun 2012 sebesar 1,25 % dibandingkan pada
tahun 2011 sebesar 0,7 % maka kunjungan kasus baru terlihat ada
penambahan yang cukup signifikan.
C. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular
I. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakot Polio
Berdasarkan data yang berhasil dihimpun, maka kasus AFP di wilayah
Puskesmas I Cilongok tidak ditemukan.
II. Pencegahan dan Pemberantasan TB Paru
Terdapat 27 kasus TB Paru BTA (+) di Puskesmas I Cilongok pada tahun
2013 yang ditemukan dan kasus yang diobati pada tahun 2012 dari
sejumlah 32 kasus TB BTA(+) sembuh sebanyak 100%.
III. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit ISPA
Berdasarkan data yang berhasil dihimpun, di Puskesmas I Cilongok kasus
Pneumonia selama tahun 2013 ditemukan 140 kasus pneumonia, namun
dibanding tahun 2012 sebanyak 101 kasus maka terjadi peningkatan kasus
pnemonia yang ditemukan.
15

IV. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit DBD


Kasus DBD selama tahun 2013 di Puskesmas I Cilongok ditemukan 17
kasus dan seluruhnya telah ditangani (100%).
V. Pengendalian Penyakit Malaria
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat yang memiliki dampak pada penurunan
kualitas sumber daya manusia. Penegakan diagnosa yang tepat serta
penanganan yang cepat merupakan salah satu upaya penting dalam
pengendalian vektor potensial.Selama tahun 2013 kasus malaria positif
yang ditemukan di Puskesmas I Cilingok sebanyak 2 kasus malaria .
Upaya yang dilaksanakan di Puskesmas I Cilongok dalam rangka
pengendalian penyakit malaria adalah dengan upaya penegakan dini kasus
malaria dengan mendatangi warga yang memiliki gejala kearah malaria.
VI. Penyelenggaraan Penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan KLB
Kejadian KLB di wilayah Puskesmas I Cilongok langsung ditangani
kurang dari 24 jam (100%). Jenis KLB yang terjadi di Puskesmas I
Cilongok adalah : 3Keracunan Makanan
VII. Pengendalian Vektor
Pengendalian vektor yang dilakukan secara rutin adalah dengan gerakan
PSN, abatisasi, Fogging dan penyuluhan.Tahun 2013 rumah / bangunan
bebas jentik sebanyak 96,00 % dari 11.675 rumah / bangunan yang
diperiksa. Sedangkan pada tahun 2012 sebanyak 92,44 % dari 13.141
rumah yang diperiksa dan tahun 2011 rumah / bangunan bebas jentik
sebanyak 99,01 % dari 8921 rumah yang diperiksa.
D. Pembinaan Kesehatan Lingkungan dan Sanitasi Dasar
1. Pelayanan Kesehatan Lingkungan
Jumlah institusi diwilayah Puskesmas I Cilongok (tabel:68) yang terdiri
sarana kesehatan, sarana pendidikan, sarana ibadah dan perkantoran
yang dibina sebanyak 80 % ( 456 sarana) , dan pada tahun 2012
sebanyak 382 sarana (86,8 %).
16

2. Pelayanan Hygiene Sanitasi Tempat-Tempat Umum


Tempat tempat Umum yang diperiksa persyaratan kesehatannya pada
tahun 2013 sebanyak 512 tempat, dan yang memenuhi persyaratan
kesehatan sebanyak 415 (81,05 %) dibanding tahun 2012 sebanyak 412
yang memenuhi kesehatan 377 89,55 % maka terlihat ada peningkatan
jumlah TTU yang memenuhi syarat kesehatan.
3. Rumah Sehat
Dari data yang berhasil dihimpun, pada tahun 2013 dari jumlah 11.418
rumah yang diperiksa dan memenuhi syarat Rumah Sehat sebanyak
8308 atau sebesar 72,7 6 %. Dibandingkan dengan tahun 2012 sebesar
12.286 atau sebesar 84% dan tahun 2011 sebesar 83,3 % maka terlihat
sedikit penurunan dengan jumlah Rumah Sehat yang diperiksa.
4. Perbaikan Gizi Masyarakat
1. Pemantauan Pertumbuhan Balita
Dari data pada tabel 16, pada tahun 2013 :
Jumlah seluruh Balita (S) = 5278
Jumlah Balita yang ditimbang (D)= 4403
Jumlah balita yang naik BB nya(N) = 3357
Berdasarkan data diatas, maka tingkat partisipasi masyarakat (D/S)
= 83,42 % . Sedangkan pada tahun 2012 81,8 %, Tahun 2012 87,3
% , tingkat partisipasi masyarakat mengalami fluktuasi pada tahun
2013 ini.
2. Pelayanan Gizi
a. Pemberian Kapsul Vitamin A
Pemberian kapsul vitamin A dosis ytinggi pada bayi dan balita
sebanyak 2 kali dalam setahun, dilakukan untuk mencegah
defisiensi vitamin A yang diperkirakan dapat terjadi. Di
Puskesmas I Cilongok, jumlah balita yang mendapat kapsul
Vitamin A sebanyak 2 kali pada tahun 2013 adalah sebesar 100
% dari 4266 bayi dan balita yang ada. pencapaian pada tahun
17

2012 dan 2011 sebanyak 99,9 % dan 100% bayi dan balita yang
ada mendapat vitamin A.
b. Pemberian Tablet besi
Untuk mengatasi kasus anemia pada ibu hamil, maka dilakukan
pemberian tablet besi (Fe) selama kehamilan. Selama tahun 2013
jumlah ibu hamil yang mendapat tablet besi adalah sebanyak
98,09 % . Sedangkan pada tahun 2012 sebesar 91,05 % dan
Tahun 2011 sebanyak 73,97 % .Jadi Terlihat adanya
peningkatan yang cukup berarti pada tahun 2013.
c. Kefarmasian
Ketersediaan obat.
Dalam pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat, obat-obat
generik yang tersedia selama tahun 2013 adalah sebesar 85 % .
Pemenuhan kebutuhan obat dilakukan melalui droping obat oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas.

SUMBER DAYA KESEHATAN


A. Sarana Kesehatan
Diwilayah Puskesmas I Cilongok, sarana pelayanan kesehatan yang ada meliputi
Puskesmas Perawatan ( 1 buah ), Puskesmas Pembantu ( 1 buah ), Puskesmas
keliling ( 1 buah ) , Poskesdes ( 9 buah ), serta Posyandu ( 101 buah ). Sedangkan
sarana pelayanan kesehatan milik swasta yang ada di wilayah Puskesmas I
Cilongok meliputi Rumah Sakit Bersalin ( 1 buah ) , Rumah bersalin ( 1 buah ),
Balai Pengobatan ( 2 buah ), Apotik ( 4 buah ) , praktek dokter perorangan ( 5 buah
).
B. Tenaga Kesehatan
1. Tenaga Medis
Jumlah tenaga medis yang ada di Puskesmas I Cilongok pada tahun 2013 adalah
sebanyak 4 orang, dokter umum dan 1 dokter gigi. Berdasarkan rasio tenaga
medis terhadap jumlah penduduk yaitu sebesar 4,36 per 10000 penduduk, maka
18

tenaga medis di wilayah Puskesmas I Cilongok masih kurang, yaitu hanya


sebesar 0,05 %.
2. Tenaga Perawat dan Bidan
Pada tahun 2013 jumlah perawat dan bidan yang ada di wilayah Puskesmas I
Cilongok sebanyak 25 orang. Rasio jumlah perawat dan bidan terhadap
penduduk di wilayah Puskesmas I Cilongok sebesar 3,26 per 10000 penduduk.
Rasio ini masih cukup rendah dibandingkan dengan standar nasional, yaitu
sebesar 8,56 per 10000 penduduk.
3. Tenaga Farmasi
Terdapat 1 (satu) tenaga farmasi di Puskesmas I Cilongok.
4. Tenaga Gizi
Terdapat 1 (satu) orang tenaga gizi di Puskesmas I Cilongok sejak pertengahan
tahun 2010.
5. Tenaga Teknis Medis
Puskesmas I Cilongok memiliki 1 (satu) orang tenaga analis dan sejak
pertengahan tahun 2013 , Puskesmas I Cilongok memiliki 1 (satu) orang tenaga
radiografer.
6. Tenaga Sanitasi
Sampai dengan tahun 2013, tenaga sanitasi di Puskesmas I Cilongok adalah
sebanyak 2 orang atau sebesar 0,29 per 10000 penduduk. Dibandingkan dengan
standar rasio tenaga sanitasi sebesar 0,29 per 10000 penduduk , maka rasio
tenaga sanitasi di Puskesmas I Cilongok mendekati standar rasio Nasional.
7. Tenaga Kesehatan Masyarakat
Tenaga Kesmas di Puskesmas I Cilongok terdapat 1 (satu) orang.
C. Pembiayaan Kesehatan
Pembiayaan untuk keluarga miskin dan masyarakat rentan di wilayah Puskesmas
I Cilongok pada tahun 2013 yang meliputi Jamkesmas, yang mendapat pelayanan
rawat jalan dari sejumlah 34.100 pemegang kartu adalah sebanyak 37,99 % serta
rawat inap sebesar 0,84 %.Dibandingkan pada tahun 2012 dimana yang mendapat
pelayanan rawat jalan sebanyak 19,4 % dan rawat inap sebanyak 0,6 %, maka
19

terlihat ada peningkatan pelayanan pada masyarakat miskin yang memiliki


jamkesmas.
D. Sumber Daya Kesehatan lainnya
Posyandu
Pada tahun 2013 jumlah Posyandu di wilayah Puskesmas I Cilongok
adalah sebanyak 101 Posyandu
a. Posyandu Pratama
Jumlah posyandu dengan strata Pratama adalah sebanyak 4 posyandu atau
sebesar 4 %
b. Posyandu Madya
Pada tahun 2012 jumlah posyandu dengan Strata Madya adalah sebanyak
11 posyandu atau sebesar 11 %
c. Posyandu Purnama
Posyandu dengan tingkat strata Purnama adalah sebanyak 40 posyandu
atau sebesar 40 %
d. Posyandu Mandiri
Jumlah posyandu dengan tingkat strata Mandiri di wilayah Puskesmas I
Cilongok adalah sebanyak 45 Posyandu atau sebesar 45%.
Sumber : Data Sekunder Profil Puskesmas I Cilongok Tahun 2013

Tabel 2.1 Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit ISPA


No. Cakupan Target IIS Target Target Pencapaian Kesenjangan
Program (Indikator 2012 2013 2013
Pelayanan Indonesia
Kesehatan Sehat)
2015
1. Cakupan 100% 100% 83,5% 29,2% 70,8%
balita
dengan
pneumonia
yang
ditemukan
2. Cakupan 100% 100% 100% 100% -
balita
20

dengan
pneumonia
yang
ditangani
Sumber: Data Sekunder Profil Puskesmas I Cilongok Tahun 2013

Tabel 2.2 Penemuan Kasus Pneumonia Balita Menurut Jenis Kelamin, Kecamatan,
dan Puskesmas Tahun 2013
Pneumonia pada balita
Jumlah balita Jumlah perkiraan Penderita ditemukan dan ditangan
N Kecamat
Puskesmas penderita L P L+
o an
Jumla Juml
L P L+P L P L+p % % Jumlah
h ah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
100. 100.
1 Cilongok Cilongok 4 3 7
298 316 614 4 3 7 0 0
100. 100.
2 0 Cikidang 3 2 5
113 124 237 3 2 5 0 0
100. 100.
3 0 Pernasidi 11 4 15
215 243 458 11 4 15 0 0
Rancamay 100. 100.
4 0 4 5 9
a 172 188 360 4 5 9 0 0
Panemban 100. 100.
5 0 2 11 13
gan 220 213 433 2 11 13 0 0
100. 100.
6 0 Karanglo 1 7 8
123 132 255 1 7 8 0 0
100. 100.
7 0 Kalisari 11 12 23
160 165 325 11 12 23 0 0
Karangten 100. 100.
8 0 5 10 15
gah 478 484 962 5 10 15 0 0
21

100. 100.
9 0 Sambirata 3 6 9
207 302 509 3 6 9 0 0
Gununglur 100. 100.
10 0 6 11 17
ah 384 331 715 6 11 17 0 0
100. 100.
11 0 Sokawera 11 8 19
298 321 619 11 8 19 0 0
umlah 100. 100.
61 79 140
kab/kota) 2,668 2,819 5,487 61 79 140 0 0
22

BAB III
IDENTIFIKASI DAN PRIORITAS MASALAH

A. Daftar Permasalahan Kesehatan


Masalah adalah kesenjangan antara realitas (kenyataan) dengan keinginan
(target, standar). Masalah dapat diidentifikasi dengan melihat kriteria sebagai
berikut:
1. Berdampak pada banyak orang
2. Ada konsekuensi serius
3. Adanya kesenjangan yang nyata
4. Menunjukan trend yang meningkat
5. Bisa diselesaikan (ada intervensi yang terbukti efektif).
Kegiatan Kepanitraan Ilmu Kesehatan (IKM) di wilayah kerja Puskesmas I
Cilongok mengidentifikasi permasalahan dilihat dari angka kesakitan
penyakit di wilayah kerja Puskesmas I Cilongok. Angka kesakitan tersebut
diambil dari besar penyakit di Puskesmas I Cilongok.

Tabel 3.1 Daftar Masalah di Puskesmas I Cilongok Juli 2014


No Nama Masalah Jumlah %
1 ISPA 26,64
2 Dermatitis kontak 20,66
alergi
3 Dyspepsia 9,83
4 Common cold 8,97
5 Hipertensi esensial 8,69
6 Faringitis 8,51
7 Mialgia 5,6
8 Skabies 4,63
9 Periodontitis 4,17
10 Gangguan jaringan 3,03
lunak mulut
Sumber: Data Sekunder Puskesmas I Cilongok Juli 2014

B. Penentuan Prioritas Masalah (Berdasarkan Metode Tertentu)


Penentuan prioritas masalah yang dilakukan di Puskesmas I Cilongok
dengan menggunakan metode Hanlon, dimana prioritas masalah didasarkan
pada empat kriteria yaitu:
23

Komponen A : besarnya masalah


1. Besarnya masalah didasarkan pada ukuran besarnya populasi yang
mengalami masalah tersebut.
2. Bisa diartikan sebagai angka kejadian penyakit.
3. Angka kejadian terbesar diberikan skor lebih besar.
Komponen B : keseriusan masalah
1. Urgensi : apakah masalah tersebut menuntut penyelesaian segera dan
menjadi perhatian publik.
2. Keparahan (severity): memberikan mortalitas atau fatalitas yang tinggi.
3. Ekonomi (cost) : besarnya dampak ekonomi kepada masyarakat.
Masing- masing aspek di berikan nilai skor. Aspek paling penting diberikan
aspek yang paling tinggi kemudian di rata- rata.
Komponen C : ketersediaan solusi
1. Ketersediaan solusi yang efektif menyelesaikan masalah.
2. Semakin tersedia solusi efektif diberikan skor yang semakin tinggi.
Komponen D : kriteria PEARL
Berupa jawaban ya dan tidak, ya diberikan skor 1, tidak diberikan skor o
1. P : Propiety : kesesuaian program dengan masalah
2. E : Economic : apakah secara ekonomi bermanfaat
3. A : Acceptability : apakah bisa diterima masyarakat
4. R : Resources : adakah sumber daya untuk menyelesaikan masalah
5. L: Legality : tidak bertentangan dengan aturan hukum yang ada
Penentuan prioritas masalah di Puskesmas I Cilongok sebagai berikut :
Kriteria A (besarnya masalah).
Untuk menentukan besarnya masalah kesehatan diukur dari banyaknya
penderita :
1. 25 % atau lebih : 10
2. 10% - 24,9%: 8
3. 1% - 9,9 % : 6
4. 0,1% - 0,9% :4
5. 0,01 0,09 % : 2
6. Kurang dari 0,01 : 0
24

Tabel 3.2 Nilai Kriteria A metode Hanlon

Masalah Besarnya masalah dari data sekunder Puskesmas I Cilongok(%)


kesehatan 0,01% 0,01%- 1% - 10% - 25 % atau NILAI
0,09% 0,1% - 9,9 % 24,9% lebih
0,9%
ISPA X 10
Dermatitis X 8
kontak alergi
Dyspepsia X 8
Common X 6
cold
Hipertensi X 6
esensial
Faringitis X 6
Mialgia X 6
Skabies X 6
Periodontitis X 6
Gangguan X 6
jaringan
lunak mulut

Kriteria B (kegawatan masalah)


Keparahan (paling cepat mengakibatkan kematian)
1. Tidak parah :2
2. Kurang parah :4
3. Cukup parah :6
4. Parah :8
5. Sangat parah : 10
Urgensi (harus segera ditangani, apabila tidak ditangani dapat
menyebabkan kematian)
1. Tidak urgen :2
2. Kurang urgen :4
3. Cukup urgen :6
4. Urgen :8
5. Sangat urgen : 10
Biaya (biaya penanggulangan)
1. Sangat murah :2
2. Murah :4
25

3. Cukup mahal :6
4. Mahal :8
5. Sangat mahal : 10

Tabel 3.3 Nilai Kriteria B metode Hanlon


Masalah Keparahan Urgensi Biaya Nilai
ISPA 6 8 4 6
Dermatitis kontak 2 6 4 4
alergi
Dyspepsia 4 6 4 4,67
Common cold 4 4 4 4
Hipertensi esensial 8 8 4 6,67
Faringitis 6 6 4 5,33
Mialgia 4 6 4 5,33
Skabies 6 4 4 5,33
Periodontitis 4 4 6 5,33
Gangguan jaringan 4 4 4 4
lunak mulut

Kriteria C (ketersediaan solusi)


Ketersediaan solusi dilihat dari apakah sumber daya yang ada mampu
digunakam untuk menyelesaikan masalah. Kriteria pemberian skor sebagai
berikut :
1. Sangat efektif : 10
2. Relatif efektif :8
3. Efektif :6
4. Moderate efektif :4
5. Relative inefektif :2
6. Inefektif :0
26

Penentuan nilai C dilakukan dengan pemberian skor dari empat orang


kemudian diambil rata- ratanya

Tabel 3.4 Nilai Kriteria C metode Hanlon


Masalah Kesehatan C
ISPA 9
Dermatitis kontak alergi 6
Dyspepsia 8
Common cold 7
Hipertensi esensial 8,5
Faringitis 8
Mialgia 7
Skabies 8
Periodontitis 6
Gangguan jaringan lunak 6
mulut

Kriteria D (PEARL faktor)


Propriety : Kesesuaian (1/0)
Economic : Ekonomi murah (1/0)
Acceptability : Dapat diterima (1/0)
Resources availability : Tersedianya sumber daya (1/0)
Legality : Legalitas terjamin (1/0)

Tabel 3.5 Nilai Kriteria D metode Hanlon


Masalah P E A R L Hasil Perkalian
ISPA 1 1 1 1 1 1
Dermatitis kontak 1 1 1 1 1 1
alergi
Dyspepsia 1 1 1 1 1 1
Common cold 1 1 1 1 1 1
Hipertensi esensial 1 1 1 1 1 1
Faringitis 1 1 1 1 1 1
Mialgia 1 1 1 1 1 1
Skabies 1 1 1 1 1 1
Periodontitis 1 1 1 1 1 1
Gangguan jaringan 1 1 1 1 1 1
lunak mulut

Penetapan prioritas masalah dilakukan setelah komponen A, B, C, D


diketahui dengan perhitungan sebagai berikut :
Nilai prioritas dasar (NPD) = (A+B)x C
27

Nilai prioritas total (NPT) = (A+B) x C x D

Masalah A B C D NPD NPT Urutan


P E A R L prioritas
ISPA 10 6 9 1 1 1 1 1 144 144 1
Dermatitis 8 4 6 1 1 1 1 1 72 72 7
kontak
alergi
Dyspepsia 8 4,67 8 1 1 1 1 1 101,36 101,36 3
Common 6 4 7 1 1 1 1 1 70 70 8
cold
Hipertensi 6 6,67 8,5 1 1 1 1 1 107,69 107,69 2
esensial
Faringitis 6 5,33 8 1 1 1 1 1 90,64 90,64 4
Mialgia 6 5,33 7 1 1 1 1 1 79,31 79,31 6
Skabies 6 5,33 8 1 1 1 1 1 90,64 90,64 5
Periodontitis 6 5,33 6 1 1 1 1 1 67,98 67,98 9
Gangguan 6 4 6 1 1 1 1 1 60 60 10
jaringan
lunak mulut

Dari perhitungan diatas didapatkan prioritas masalah sebagai berikut :


1. ISPA
2. Hipertensi esensial
3. Dispepsia
4. Faringitis
5. Skabies
6. Mialgia
7. Dermatitis kontak alergi
8. Common cold
9. Periodontitis
10. Gangguan jaringan lunak mulut
28

BAB IV
KERANGKA KONSEPTUAL MASALAH

A. Dasar Teori
1. Definisi
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah
yang mengenai parenkim paru. Menurut anatomis, pneumonia pada anak
dibedakan menjadi pneumonia lobaris, pneumonia interstiasialis
dan bronkopneumonia (Arif mansjoer, 2001).
Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya
disebabkan oleh agen infeksius. Pneumonia adalah penyakit infeksius
yang sering mengakibatkan kematian. Pneumonia disebabkan terapi
radiasi, bahan kimia dan aspirasi. Pneumonia radiasi dapat menyartai
terapi radiasi untuk kanker payudara dan paru, biasanya enam minggu atau
lebih setelah pengobatan sesesai. Pneoumalitiis kimiawi atau pneumonia
terjadi setelah menjadi kerosin atau inhalasi gas yang mengiritasi. Jika
suatu bagian substasial dari suatu lobus atau yang terkenal dengan
penyakit ini disebut pneumonia lobaris (Jeremy, dkk, 2007). Pneumonia
adalah peradangan akut parenkim paru yang biasanya berasal dari suatu
infeksi. ( S. A. Frice. 2005)
2. Klasifikasi
Tiga klasifikasi pneumonia.
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia).
b. Pneumonia nosokomial, (hospital-acquired
pneumonia/nosocomial pneumonia).
c. Pneumonia aspirasi.
d. Pneumonia pada penderita immunocompromised.
(Jeremy, dkk, 2007)
2. Berdasarkan bakteri penyebab:
a. Pneumonia Bakteri/Tipikal.
29

Dapat terjadi pada semua usia. Pneumonia bakterial sering


diistilahkan dengan pneumonia akibat kuman. Pneumonia jenis itu
bisa menyerang siapa saja, dari bayi hingga mereka yang telah
lanjut usia. Para peminum alkohol, pasien yang terkebelakang
mental, pasien pascaoperasi, orang yang menderita penyakit
pernapasan lain atau infeksi virus adalah yang mempunyai sistem
kekebalan tubuh rendah dan menjadi sangat rentan terhadap
penyakit itu.
Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena
penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan
dengan cepat berkembang biak dan merusak paru-paru. Jika terjadi
infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, atau pun seluruh
lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di
paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan.
Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh
tubuh melalui peredaran darah. Bakteri Pneumokokus adalah
kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia bakteri
tersebut. Gejalanya Biasanya pneumonia bakteri itu didahului
dengan infeksi saluran napas yang ringan satu minggu sebelumnya.
Misalnya, karena infeksi virus (flu). Infeksi virus pada saluran
pernapasan dapat mengakibatkan pneumonia disebabkan mukus
(cairan/lendir) yang mengandung pneumokokus dapat terisap
masuk ke dalam paru-paru (Soeparman, dkk, 1998).
Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang
seseorang yang peka, misalnya klebsiella pada penderita alkoholik,
staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza. Pneumonia
Atipikal. Disebabkan mycoplasma, legionella, dan chalamydia
(Soeparman, dkk, 1998).
b. Pneumonia Akibat virus.
Penyebab utama pneumonia virus adalah virus influenza
(bedakan dengan bakteri hemofilus influenza yang bukan
penyebab penyakit influenza, tetapi bisa menyebabkan pneumonia
30

juga). Gejalanya Gejala awal dari pneumonia akibat virus sama


seperti gejala influenza, yaitu demam, batuk kering, sakit kepala,
nyeri otot, dan kelemahan. Dalam 12 hingga 36 jam penderita
menjadi sesak, batuk lebih parah, dan berlendir sedikit. Terdapat
panas tinggi disertai membirunya bibir. Tipe pneumonia itu bisa
ditumpangi dengan infeksi pneumonia karena bakteri. Hal itu yang
disebut dengan superinfeksi bakterial. Salah satu tanda terjadi
superinfeksi bakterial adalah keluarnya lendir yang kental dan
berwarna hijau atau merah tua (S. A. Price, 2005)
4. Berdasarkan predileksi infeksi:
a. Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus
(percabangan besar dari pohon bronkus) baik kanan maupun kiri.
b. Pneumonia bronkopneumonia
Pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada berbagai
tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus
atau bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang tua. Pada
penderita pneumonia, kantong udara paru-paru penuh dengan
nanah dan cairan yang lain. Dengan demikian, fungsi paru-paru,
yaitu menyerap udara bersih (oksigen) dan mengeluarkan udara
kotor menjadi terganggu. Akibatnya, tubuh menderita
kekurangan oksigen dengan segala konsekuensinya, misalnya
menjadi lebih mudah terinfeksi oleh bakteri lain (super infeksi)
dan sebagainya. Jika demikian keadaannya, tentu tambah sukar
penyembuhannya. Penyebab penyakit pada kondisi demikian
sudah beraneka macam dan bisa terjadi infeksi yang seluruh
tubuh. (S. A. Price, 2005)
a. Berdasarkan derajatnya
a. Pneumonia pada anak usia 2 bulan - 5 tahun
1. Pneumonia berat
Ditandai dengan nafas cepat dan sesak nafas yaitu adanya
tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.
2. Pneumonia
31

Anak dengan nafas cepat dan tidak disertai dengan tarikan


dinding dada bagian bawah ke dalam. Patokan nafas cepat
adalah 50 kali per menit atau lebih untuk anak umur 2 - <
12 bulan dan untuk anak umur 1-5 tahun adalah 40 kali
permenit atau lebih.
3. Bukan Pneumonia
Anak tanpa tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
dan nafas tidak cepat
b. Pneumonia pada bayi yang berusia kurang dari 2 bulan
1) Pneumonia berat
Bayi berumur kurang dari 2 bulan yang nafasnya cepat
atau dengan tarikan dinding dada ke dalam. Batas nafas
cepat untuk golongan umur kurang dari 2 bulan adalah 60
kali permenit atau lebih.
2) Bukan pneumonia
Bayi kurang dari 2 bulan yang nafasnya kurang dari 60
kali per menit dan tidak mengalami tarikan kuat dinding
dada bagian bawah ke dalam.
3. Etiologi
Menurut publikasi WHO, penelitian di berbagai Negara
menunjukkan bahwa Streptococcus pneumoniae dan Hemophylus
influenzae merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada penelitian
tentang etiologi di negara berkembang. Jenis jenis bakteri ini ditemukan
pada dua pertiga dari hasil isolasi, yaitu 73,9% aspirat paru dan 69,1%
hasil isolasi dari spesimen darah. Sedangkan di negara maju, dewasa ini
pneumonia pada anak umumnya disebabkan oleh virus (Soeparman, dkk,
1998).
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada
perbedaan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum
etiologi, gambaran klinis dan strategi pengobatan. Spektrum
mokroorganisme penyebab pada neonatus dan bayi kecil (< 20 hari)
meliputi Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif seperti E. Coli,
32

Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar (3 minggu
3 bulan) dan anak balita (4 bulan5 tahun), pneumonia sering disebabkan
oleh infeksi Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenza tipe B,
dan Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan
remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma
pneumonia (Soeparman, dkk, 1998).
Streptococcus pneumoniae adalah diplokokus gram-positif.
Organisme ini adalah penghuni normal pada saluran pernapasan bagian
atas manusia dan dapat menyebabkan pneumonia, sinusitis, otitis,
bronkitis, bakteremia, meningitis, dan proses infeksi lainnya. Pneumonia
pneumokokus kira-kira merupakan 60-80% dari semua kasus pneumonia
oleh bakteri. Infeksi pneumokokus menyebabkan melimpahnya cairan
edema fibrinosa ke dalam alveoli, diikuti oleh sel-sel darah merah dan
leukosit, yang mengakibatkan konsolidasi beberapa bagian paru-paru.
Banyak pneumokokus ditemukan di seluruh eksudat, dan bakteri ini
mencapai aliran darah melalui drainase getah bening paru-paru. Dinding
alveoli tetap normal selama infeksi. Selanjutnya, sel-sel mononukleus
secara aktif memfagositosis sisa-sisa, dan fase cair ini lambat-laun
diabsorbsi kembali. Pneumokokus diambil oleh sel fagosit dan dicerna di
dalam sel. Pneumonia yang disertai bakteremia selalu menyebabkan angka
kematian yang paling tinggi (Soeparman, dkk, 1998).
Hemophylus influenzae ditemukan pada selaput mukosa saluran
napas bagian atas pada manusia. Bakteri ini merupakan penyebab
meningitis yang penting pada anak-anak dan kadang-kadang
menyebabkan infeksi saluran napas pada anak-anak dan orang dewasa.
Pneumonitis akibat Hemophylus influenzae dapat terjadi setelah infeksi
saluran pernapasan bagian atas pada anak-anak kecil dan pada orang tua
atau orang yang lemah. Orang dewasa dapat menderita bronkitis atau
pneumonia akibat influenzae. Hemophylus influenzae tidak menghasilkan
eksotoksin. Hemophylus influenzae yang tidak bersimpai adalah flora
normal saluran napas manusia. Simpai bersifat antifagositik bila tidak ada
antibodi antisimpai khusus. Bentuk Hemophylus influenzae yang
33

bersimpai, khususnya tipe b, menyebabkan infeksi pernapasan supuratif


(sinusitis, laringotrakeitis, epiglotitis, otitis) dan, pada anak-anak kecil,
meningitis. (Soeparman, dkk, 1998)
4. Faktor risiko
a. Usia
Terjadinya ISPA terutama pneumonia pada bayi dan pada anak
balita dipengaruhi oleh faktor usia anak. Bayi yang berumur kurang
dari 2 bulan mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk terkena
pneumonia dibandingkan dengan anak umur 2 bulan sampai 5 tahun
(Depkes RI., 1996). Hasil analisis faktor resiko membuktikan bahwa
umur merupakan salah satu faktor resiko penyebab terjadinya
kematian pada balita yang sedang menderita pneumonia. Semakin tua
usia balita yang sedang menderita pneumonia, semakin kecil resiko
meninggal akibat pneumonia dibandingkan balita yang berusia muda
(Djaja S, 1999). Insidens ISPA paling tinggi terdapat pada bayi
dibawah satu tahun dan insidens menurun dengan bertambahnya umur
(Kartasamita, 2000). Hasil penelitian Sukar dkk (1996) didapatkan
bahwa anak yang berumur 1-2 tahun lebih peka 5 kali terkena ISPA
dibandingkan dengan umur 5 tahun.
b. Berat badan lahir
Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan
fisik dan mental pada masa balita. Bayi dengan berat badan lahir
rendah (BBLR) mempunyai resiko kematian yang lebih besar
dibandingkan dengan berat badan lahir normal, terutama pada bulan-
bulan pertama kelahiran karena pembentukan zat anti kekebalan
kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi,
terutama pneumonia dan sakit saluran pernapasan lainnya.
Bayi dengan berat lahir rendah mempunyai angka kematian lebih
tinggi dari pada bayi dengan berat lebih dari 2500 gram saat lahir
selama tahun pertama kehidupannya. ISPA adalah penyebab terbesar
kematian akibat infeksi pada bayi yang baru lahir dengan berat rendah,
34

bila dibandingkan dengan bayi yang beratnya diatas 2500 gram


(Tuminah, S., 1999).
c. Status gizi
Status gizi adalah ekspresi dari keseimbangan dalam bentuk
variabel-variabel tertentu. Status gizi juga merupakan akibat dari
keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan
penggunaan zat-zat gizi tersebut atau keadaan fisiologik akibat dari
tersedianya zat gizi dalam seluruh tubuh (Supariasa, 2002).
Keadaan gizi buruk muncul sebagai faktor resiko yang penting untuk
ISPA menurut Martin yang dikutip oleh Djaja (1999), membuktikan
adanya hubungan antara gizi buruk dengan infeksi paru sehingga
anak-anak yang bergizi buruk sering mendapat pneumonia. Beberapa
penelitian terdahulu juga menunjukkan bahwa malnutrisi merupakan
faktor resiko penting untuk ISPA. Anak yang menderita malnutrisi
berat dan kronis lebih sering terkena ISPA dibandingkan anak dengan
berat badan normal. Anak balita yang mengkonsumsi makanan yang
tidak cukup baik dapat mengakibatkan daya tahan tubuhnya melemah
yang akan mudah diserang penyakit infeksi. Penelitian yang dilakukan
oleh Dewi dkk (1996), didapatkan hasil bahwa status gizi kurang pada
anak balita mempunyai resiko untuk terkena ISPA 2,5 kali lebih besar
dibandingkan dengan anak yang bergizi baik.
Asupan nutrisi yang menurun pada balita menyebabkan balita
mengalami gizi kurang/buruk yang berakibat penurunan kekebalan
tubuh. Penurunan kekebalan tubuh ini tentunya menimbulkan
bermacam-macam efek buruk bagi tubuh,dalam hal ini pembentukan
sIgA menurun dan pada paru-paru dapat terjadi kerusakan epitel
saluran napas.Kemudian paparan bakteri yang ditularkan dengan
mudah akan menginfeksi balita sehingga angka klasifikasi pneumonia
meningkat.
d. ASI eksklusif
ASI eksklusif adalah ASI yang diberikan pada bayi tanpa
tambahan cairan lain (seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air
35

putih), dan tanpa makanan tambahan (seperti pisang, pepaya, bubur


susu, biskuit, bubur nasi dan tim). Pemberian ASI secara eksklusif ini
dianjurkan untuk jangka waktu sampai 6 bulan.
Dari berbagai penelitian di seluruh dunia membuktikan bahwa
ASI adalah standar pemberian nutrisi terbaik bagi bayi menurut
Housniati (2007). Rahmah Housniati dari AIMI (Asosiasi Ibu
Menyusui Indonesia) mengungkapkan hasil survey demografi dan
kesehatan Indonesia (SDKI) 1997 dan 2003, lebih dari 95% ibu
pernah menyusui bayinya. Namun menyusui dalam satu jam pertama
cenderung menurun 8% pada 1997 menjadi 3,7% pada 2002.
Berdasarkan penelitian yang sama, cakupan ASI eksklusif enam bulan
menurun dari 42,4% pada 1997 menjadi 39,5% pada 2002. Sementara
itu, penggunaan susu formula justru meningkat lebih dari 3 kali lipat
selama lima tahun dari 10,8% pada 1997 menjadi 32,5% pada 2002.
Penelitian menunjukkan bahwa ASI memberikan kekebalan
maksimal dan paling baik tidak hanya tahun-tahun awal kehidupan
seorang. Bahkan, sepanjang masa kanak-kanak dan masa dewasa.
Ajakan kembali ke ASI juga memiliki banyak manfaat yang dapat
menunjang kesehatan bayi. Manfaat tersebut antara lain terbukti
bahwa pemberian ASI menurunkan resiko berbagai penyakit, salah
satunya adalah Pneumonia (Hausniati, 2007). Sedangkan menurut
Nelson (2000) ASI menyediakan vitamin A yang diperlukan selama 6
bulan pertama dan sebagian besar kebutuhan hingga usia 2 tahun, dan
dapat digunakan sebagai intervensi sederhana sehingga dapat
menurunkan mortalitas yang disebabkan pneumonia.
Bayi yang tidak mengkonsumsi ASI eksklusif sampai usia 6 bulan
dan pemberian ASI kurang dari 24 bulan beresiko lebih besar
mengalami kejadian pneumonia dibanding dengan bayi yang
mengkonsumsi ASI eksklusif sampai 6 bulan dan pemberian ASI
sampai berusia 2 tahun, dari hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa
ada hubungan antara lamanya pemberian ASI dengan kejadian
pneumonia (Heriyana, 2005). Sedangkan menurut Kartasasmita
36

(2007) ASI mengandung nutrien, antioksidan, hormon dan antibodi


yang dibutuhkan anak untuk tumbuh berkembang dan membangun
sistem kekebalan tubuh. Karena itu anak mendapatkan ASI secara
eksklusif lebih tahan infeksi dibanding anak-anak yang tidak
mendapatkannya.
Menurut Roesli (2001) yang mengutip pendapat Cunningham dan
Howwie (1990) bahwa kematian akibat penyakit saluran pernapasan
2 6 kali lebih banyak pada bayi yang diberi susu formula daripada
bayi yang mendapat ASI. Penelitian Gani (2004), menunjukkan
bahwa anak balita yang menderita ISPA 5,3 kali tidak mendapatkan
ASI eksklusif dibandingkan dengan anak balita yang tidak menderita
ISPA.
e. Imunisasi
Imunisasi berarti memberi kekebalan terhadap suatu penyakit
tertentu. Setiap anak harus mendapatkan imunisasi dasar terhadap 7
penyakit utama sampai usia 9 bulan yaitu imunisasi BCG, DPT, polio,
campak dan hepatitis B. (Roesli, 2001). Imunisasi adalah cara untuk
menimbulkan kekebalan terhadap berbagai penyakit. Anak yang
belum pernah diimunisasi campak lebih berisiko terhadap terjadinya
kematian karena pneumonia, terutama pada balita yang sedang
menderita pneumonia (Djaja, S., 1999) Imunisasi yang tidak memadai
merupakan faktor risiko yang dapat meningkatkan insidens ISPA,
sehingga faktor anak yang diimunisasi sangat menentukan dalam
tingginya angka insidens ISPA (Depkes RI., 1996).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hasan al faruk mengenai
Hubungan Pemberian ASI eksklusif, Vit. A Dosis Tinggi dan
Imunisasi Campak Terhadap Kejadian Pneumonia pada Anak Usia
12-59 bulan yang dilayani Sarana Pelayanan Kesehatan Dasar
Puskesmas di Kota Tasikmalaya Propinsi Jawa Barat Tahun 2002
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna secara
statistik antara ketiga variabel independen utama yang diteliti yaitu
ASI eksklusif, vit A dosis tinggi dan imunisasi campak terhadap
37

kejadian pneumonia pada balita. Penelitian yang dilakukan Dewi dkk


(1996), diketahui bahwa ketidakpatuhan imunisasi (imunisasi tidak
lengkap) mempengaruhi berkembangnya ISPA pada anak balita.
f. Tingkat pengetahuan
Pengetahuan merupakan bagian yang sangat penting,
pengetahuan seseorang dapat diketahui melalui tingkatan yang mereka
miliki mulai dari tingkatan tahu, kemudian ketingkatan memahami,
aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi dalam hal ini kemampuan untuk
melakukan penilaian terhadap suatu materi, yang didasari pada suatu
kriteria yang sudah ada, misalnya dapat membedakan anak yang
menderita pneumonia dan bukan pneumonia, sebab terjadinya,
pencegahan dari penyakit tersebut dan sebagainya (Heriyana, 2005).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Heriyana (2005), tidak
ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian pneumonia, karena
pengetahuan merupakan faktor resiko tidak langsung terjadinya
pneumonia, dan umumnya pengetahuan ibu cukup, pada bayi yang
menderita pneumonia, sedangkan menurut Yuwono Djoko (2007)
bahwa pengetahuan ibu terhadap pertolongan, perawatan, pengobatan
penderita pneumonia cukup baik, akan tetapi pengetahuan terhadap
pencegahan pneumonia masih rendah.
Sementara itu, berdasarkan penelitian dengan judul Hubungan
Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Ibu dengan Kejadian Pneumonia
pada Balita di IRNA anak RS Mohamad Hoesin Palembang Tahun
2008 menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara
pengetahuan, sikap dan tindakan ibu dengan angka kejadian
pneumonia (Riza, 2009).
g. Lingkungan rumah
Menurut WHO rumah adalah suatu struktur fisik yang dipakai
orang atau manusia untuk tempat berlindung, di mana lingkungan dari
struktur tersebut termasuk juga fasilitas dan pelayanan yang diperlukan,
perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta
keadaan sosial yang baik untuk keluarga dan individu. Untuk
38

mewujudkan rumah dengan fungsi di atas, rumah tidak harus


mewah/besar tetapi rumah yang sederhanapun dapat dibentuk menjadi
rumah yang layak huni.
Faktor lingkungan memegang peranan yang cukup penting dalam
menentukan terjadinya proses interaksi antara pejamu dengan unsur
penyebab dalam proses terjadinya penyakit. Secara garis besarnya
lingkungan terdiri dari lingkungan fisik, biologis dan sosial.
Keadaan fisik sekitar manusia berpengaruh terhadap manusia
baik secara langsung maupun tidak terhadap lingkungan-lingkungan
biologis dan lingkungan sosial manusia. Lingkungan fisik (termasuk
unsur kimia) meliputi udara, kelembaban, air, dan pencemaran udara.
Berkaitan dengan ISPA, adalah tergolong air borne diasease karena
salah satu penularannya melalui udara yang tercemar dan masuk ke
dalam tubuh melalui saluran pernapasan, maka udara secara
epidemiologi mempunyai peranan yang besar pada transmisi penyakit
infeksi saluran pernapasan. Salah satu gangguan yang mungkin
disebabkan oleh pencemaran udara dalam ruangan (indoor) adalah
infeksi saluran pernapasan akut. ISPA dapat meliputi bagian atas saja
dan atau bahkan bagian bawah seperti laryngitis, tracheobronchitis,
bronchitis dan pnemonia (Depkes RI, 1993). Secara garis besarnya,
kualitas udara dalam ruangan dipengaruhi oleh asap dalam ruangan
yang bersumber dari perokok, penggunaan bahan bakar kayu / arang /
minyak tanah dan penggunaan obat nyamuk bakar. Disamping itu
ditentukan oleh ventilasi, tata ruangan dan kepadatan penghuninya.
1) Pencemaran udara dalam rumah
Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk
memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme
pertahan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal
ini dapat terjadi pada rumah yang keadaan ventilasinya kurang dan
dapur terletak di dalam rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang
tempat bayi dan anak balita bermain. Hal ini lebih dimungkinkan
karena bayi dan anak balita lebih lama berada di rumah bersama-
39

sama ibunya sehingga dosis pencemaran tentunya akan lebih


tinggi.
Hasil penelitian diperoleh adanya hubungan antara ISPA dan
polusi udara, diantaranya ada peningkatan resiko bronchitis,
pneumonia pada anak-anak yang tinggal di daerah lebih terpolusi,
dimana efek ini terjadi pada kelompok umur 9 bulan dan 6 10
tahun.
2) Ventilasi rumah
Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan
udara ke atau dari ruangan baik secara alami maupun secara
mekanis. Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi yang
pertama adalah menjaga agar aliran udara dalam rumah tetap segar
sehingga keseimbangan O2 tetap terjaga, karena kurangnya
ventilasi menyebabkan kurangnya O2 yang berarti kadar CO2
menjadi racun Fungsi kedua adalah untuk membebaskan udara
ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen dan
menjaga agar rumah selalu tetap dalam kelembaban yang
optimum (Notoatmodjo, 2007). Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Dewi (1996) diketahui bahwa rumah yang berventilasi buruk
lebih banyak anggota keluarganya yang menderita ISPA
dibandingkan dengan rumah yang ventilasinya memenuhi syarat
kesehatan
3) Kepadatan hunian rumah
Kepadatan hunian dalam rumah menurut keputusan menteri
kesehatan nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang
persyaratan kesehatan rumah, satu orang minimal menempati luas
rumah 8 m. Dengan kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah
penularan penyakit dan melancarkan aktivitas.
Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan
faktor polusi dalam rumah yang telah ada. Penelitian
menunjukkan ada hubungan bermakna antara kepadatan dan
kematian dari bronkopneumonia pada bayi, tetapi disebutkan
40

bahwa polusi udara, tingkat sosial, dan pendidikan memberi


korelasi yang tinggi pada faktor ini.
Hasil dari beberapa penelitian telah membuktikan adanya
hubungan antara kesehatan lingkungan dalam rumah dengan
kejadian kesakitan. Studi terhadap kondisi rumah menunjukkan
hubungan yang tinggi antara koloni bakteri dan kepadatan
penghuni per meter persegi, sehingga adanya efek sinergi yang
diciptakan dimana sumber pencemar mempunyai potensi
menekan reaksi kekebalan, bersamaan dengan terjadinya
peningkatan bakteri patogen dengan kepadatan penghuni pada
setiap keluarga. Dengan demikian kuman yang umumnya sebagai
penyebab penyakit menular saluran pernapasan terdapat makin
banyak, bila jumlah penghuni semakin banyak jumlahnya. Jadi
ukuran rumah yang kecil dengan jumlah penghuni yang padat
serta jumlah kamar yang sedikit akan memperbesar kemungkinan
penularan penyakit melalui droplet kontak langsung (Poerno, K.,
1983).
Demikian halnya dengan Achmadi (1991) yang melaporkan
bahwa anak yang tinggal dirumah yang padat (< 10 m2/orang)
akan mendapat resiko ISPA sebesar 1,75 kali dibandingkan anak
yang tinggal dirumah yang tidak padat. Luas lantai bangunan
rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya
luas lantai bangunan tersebut harus disesuaikan dengan jumlah
penghuninya. Luas bangunan yang tidak sebanding dengan
jumlah penghuninya akan menyebabkan overcrowded
(Notoatmodjo, 2007).
h. Status sosial ekonomi
Status sosial ekonomi seseorang dapat dilihat dari faktor
pekerjaan, pendidikan dan penghasilan (Salsabila, 2009). Keterbatasan
kesempatan untuk memperoleh pendidikan merupakan faktor yang
dapat mempengaruhi tingkat kesehatan, serta upaya pencegahan
penyakit. Pada kelompok masyarakat dengan tingkat pendidikan yang
41

rendah pada umumnya status ekonominya rendah pula. Mereka sulit


untuk menyerap informasi mengenai kesehatan dalam hal penularan
dan cara pencegahannya.
Pendidikan yang rendah menyebabkan masyarakat tidak tahu cara
untuk memilih makanan yang bergizi dan pengadaan sarana sanitasi
yang diperlukan (Soewasti, dkk., 1997). Tingkat pendidikan ibu yang
rendah merupakan faktor resiko yang meningkatkan kematian ISPA
terutama pnemonia. Kekurangpahaman orang tua terhadap pnemonia
juga menyebabkan keterlambatan mereka mambawa anak mereka
yang sakit pada tenaga kesehatan. Mereka beranggapan bahwa
bayi/anak balita mereka hanya menderita batuk-batuk biasa, yang
sebenarnya merupakan tanda awal pnemonia. Orang tua hanya
memberikan obat batuk tradisional yang tidak memecahkan masalah
(Tuminah, S., 1999). Dari hasil penelitian yang dilakukan Djaya
(1999), ibu dengan pendidikan lebih tinggi akan lebih banyak
membawakan anak berobat ke fasilitas kesehatan, sedangkan ibu
dengan pendidikan rendah lebih banyak mengobati sendiri maupun
berobat ke dukun ketika anaknya sakit.
5. Patogenesis dan Patofisiologi
Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer
melalui saluran resporatori. Ada 3 stadium dalam patofisiologi penyakit
pneumonia (Said, 2008), yaitu :
a. Stadium hepatisasi merah.
Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah
proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru
yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN,
fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli.
b. Stadium hepatisasi kelabu.
Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan
leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat.
c. Stadium resolusi
42

Setelah itu, jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan


mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang.
Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap
normal.
Sistem imunitas mukosa merupakan bagian sistem imunitas yang
penting dan berlawanan sifatnya dari sistem imunitas yang lain. Sistem
imunitas mukosa lebih bersifat menekan imunitas dengan alasan mukosa
berhubungan langsung dengan lingkungan luar dan berhadapan dengan
banyak antigen yang terdiri dari bakteri komensal, antigen makanan dan
virus dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan sistem imunitas
sistemik. Antigen-antigen tersebut sedapat mungkin dicegah agar tidak
menempel pada mukosa dengan cara diikat oleh IgA, dihalangi barier fisik
dan kimiawi dengan macam-macam enzim mukosa. Imunoglobulin A
banyak ditemukan pada permukaan mukosa saluran cerna dan saluran
nafas. Dua molekul imunoglobulin A bergabung dengan komponen
sekretori membentuk IgA sekretori (sIgA). Fungsi utama sIgA adalah
mencegah melekatnya kuman patogen pada dinding mukosa dan
menghambat perkembangbiakan kuman di dalam saluran cerna serta
saluran nafas.
b. Manifestasi Klinis
Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia
pada anak adalah imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme
penyebab yang luas, gejala klinis yang kadang tidak khas terutama pada
bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik invasif, etiologi non
infeksi yang relatif lebih sering, dan faktor patogenesis (Said, 2008).
Menurut Said (2008) gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak
bergantung pada berat-ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah
sebagai berikut :
a. Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise,
berkeringat banyak.penurunan nafsu makan, keluhan GIT seperti
mual, muntah atau diare: kadang-kadang ditemukan gejala infeksi
ekstrapulmoner.
43

b. Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada,


takipnea, napas cuping hidung, air hunger, wheezing, dan sianosis.
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak
perkusi, suara napas melemah, dan ronki, akan tetapi pada neonatus dan
bayi kecil, gejala dan tanda pneumonia lebih beragam dan tidak selalu jelas
terlihat. Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan
kelainan (Said, 2008).
Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan - 5 tahun adalah
tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk,
sedangkan tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan
adalah: kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai
kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran
menurun, stridor, wheezing, demam dan dingin.
c. Diagnosis
Menurut WHO (1999), pnemonia adalah penderita dengan gejala
batuk atau sukar bernafas dengan tanda-tanda nafas cepat. Gejala umum
pnemonia adalah batuk atau sukar bernafas dan beberapa tanda bahaya
umum atau tarikan dinding dada kedalam atau stridor pada anak dalam
keadaan tenang. Diagnosis pneunonia didapatkan dari anamnesis, gejala
klinis, pemeriksaan fisis, foto toraks dan laboratarium. Diagnosis
pneumonia terutama didasarkan pada gejala klinis berupa batuk, kesukaran
berafas. Gambaran rontgen toraks tidak menunjukkan kelainan yang jelas
pada penderita bronkitis sedang pada penderita pnemonia atau
bronkopnemonia didapatkan gambaran infiltrat di paru. Diagnosis
pneumonia pada balita didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran
bernafas disertai peningkatan frekuensi nafas (nafas cepat) sesuai umur.
Penentuan nafas cepat dilakukan dengan cara menghitung frekuensi
pernafasan dengan menggunakan sound timer.
d. Faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang
Menurut konsep Green (Hendarwan, 2005), perilaku seseorang
terbentuk oleh 3 faktor, yakni:
44

a. Faktor Predisposisi (Pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan,


nilai-nilai dan sebagainya)
b. Faktor Enabling/Pemungkin (lingkungan fisik, ketersediaan
fasilitas dan sarana kesehatan)
c. Faktor Reinforcing/Pendorong (sikap dan perilaku petugas
kesehatan atau petugas lain yang merupakan referensi dari perilaku
seseorang, keluarga, guru, teman)
e. Penemuan penderita pneumonia
Penemuan dan tatalaksana pneumonia merupakan kegiatan inti dalam
pengendalian pneumonia balita.
a. Penemuan penderita secara pasif
Penderita yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan seperti
puskesmas, puskesmas pembantu, rumah sakit dan rumah sakit swasta.
b. Penemuan penderita secara aktif
Petugas kesehatan bersama kader secara aktif menemukan penderita
baru dan penderita pneumonia yang seharusnya datang untuk
kunjungan ulang 2 hari setelah berobat.
Penemuan penderita pasif dan aktif melalui proses berikut:
a. Menanyakan balita yang batuk dan atau kesukaran bernapas
b. Melakukan pemeriksaan dengan melihat tarikan dinding dada bagian
bawah ke dalam (TDDK) dan hitung nafas
c. Melakukan penentuan tanda bahaya sesuai golongan umur <2 bulan dan
2 bulan-<5 tahun
d. Melakukan klasifikasi balita batuk dan atau kesukaran bernapas yakni
pneumonia berat, pneumonia dan batuk bukan pneumonia

B. Kerangka Teori

Faktor predisposisi: Faktor enabling: Faktor


umur, pekerjaan, lingkungan fisik, reinforcing:
pendidikan, ketersediaan sikap dan
penghasilan, fasilitas dan perilaku
pengetahuan, sikap sarana kesehatan petugas
dan kepercayaan, kesehatan
pemberian ASI
eksklusif, imunisasi
Faktor eksternal:
status sosial
ekonomi
45

C. Kerangka Konsep

Faktor yang
mempengaruhi:
- Faktor
predisposisi:
umur, pekerjaan,
pendidikan,
penghasilan,
pengetahuan,
pemberian
imunisasi, ASI
eksklusif, sikap
dan
kepercayaan.
46

Kejadian
pneumonia
bayi dan
balita

Gambar 4.1. Kerangka Konsep


Keterangan :
= Variabel Terikat

= Variabel Bebas

D. Hipotesis
Terdapat faktor-faktor risiko yang mempengaruhi kejadian pneumonia pada
balita di Desa Kalisari wilayah kerja Puskesmas 1 Cilongok

BAB V
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain analitik observasional dengan
pendekatan cross sectional study. Pada penelitian ini pengukuran terhadap
47

masing-masing variabel dilakukan satu kali dan dalam satu waktu yang sama
dan selanjutnya dilakukan analisis hubungan kedua variabel tersebut
(Sastroasmoro, 2008).
B. Ruang Lingkup Kerja
Wilayah kerja Puskesmas I Cilongok Kabupaten Banyumas yakni Desa
Kalisari, Kecamatan Cilongok.
C. Populasi Sampel
1. Populasi
a. Populasi Target
Masyarakat di Desa Kalisari wilayah kerja Puskesmas I Cilongok.
b. Populasi Terjangkau
Balita di Desa Kalisari wilayah kerja Puskesmas I Cilongok pada
bulan September tahun 2014.
2. Sampel
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode
total subject, yakni pengambilan sampel secara total. Metode yang dipakai
dalam pengambilan sampel adalah dengan metode Consecutive Sampling,
yaitu suatu metode pengambilan sampel menurut keinginan peneliti.
Kriteria inklusi
a. Ibu yang memiliki balita dengan pneumonia pada tahun 2014
b. Bersedia menjadi subjek penelitian
Kriteria eksklusi
Ibu dengan balita yang sudah meninggal dunia.
3. Besar sampel
Besar sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan rumus
pendugaan proporsi satu sampel sebagai berikut :

n= Z2 1-/2 P(1-P)
d2
Dengan mengambil derajat kemaknaan 5% (1,96), batas kemaknaan 5%
(0,05), proporsi balita yang menderita pneumonia yang berobat ke
puskesmas adalah 37,5% (p=0,375), dan nilai d sebesar 0,1 (10%) maka
48

diperoleh sampel minimal sebesar 90 orang. Namun, karena jumlah ibu


yang memiliki balita dengan pneumonia di Desa Kalisari terbatas maka
sampel yang diambil adalah 46 orang.

D. Variabel yang Diteliti


1. Variabel bebas:
a. Faktor predisposisi: umur, pekerjaan, pendidikan, penghasilan,
pengetahuan, sikap dan kepercayaan, pemberian ASI eksklusif,
imunisasi
b. Faktor enabling: lingkungan fisik, ketersediaan fasilitas dan sarana
kesehatan
c. Faktor reinforcing: sikap dan perilaku petugas kesehatan
d. Faktor eksternal : status sosial ekonomi
2. Variabel terikat: Kejadian pneumonia balita
E. Definisi Operasional
Tabel 5.1. Definisi Operasional Variabel Penelitian
No Variabel Definisi Alat Ukur Skala
Operasional
1. Kejadian Infeksi akut yang Data Kategorikal;
pneumonia balita mengenai jaringan Puskesmas pneumonia
paru-paru ditandai I Cilongok dan bukan
dengan adanya atau pneumonia
gejala batuk dan wawancara
atau kesukaran
bernapas seperti
napas cepat, tarikan
dinding dada
bagian bawah ke
dalam (TDDK)
2. Tingkat Pengetahuan yang Kuesioner Ordinal;
pengetahuan dimiliki Baik dan
masyarakat, bidan, Buruk
dan kader terhadap
penyakit
pneumonia
3 Pemberian ASI Pemberian ASI saja Kuesioner Nominal;
eksklusif kepada balita pada Ya dan Tidak
saat usia 0-6 bulan
49

4. Pemberian Pemberian imunisasi Kuesioner; Nominal;


Imunisasi dasar secara lengkap KMS (bila Ya dan Tidak
yang terdiri dari ada)
BCG, Polio, Hepatits
B, DPT dan campak,
sampai usia 9 bulan
4. Status sosial Status sosial Kuesioner Ordinal;
ekonomi ekonomi dari Baik dan
masyarakat, bidan, Buruk
dan kader yang
meliputi tingat
pendidikan dan
penghasilan
5. Lingkungan Lingkungan rumah Kuesioner Ordinal;
fisik/rumah yang merupakan Baik dan
tempat tinggal Buruk
meliputi unsur
pencemaran udara
dalam rumah,
ventilasi rumah dan
kepadatan hunian
rumah

6. Akses pelayanan Ketersediaan Kuesioner Ordinal;


kesehatan fasilitas dan sarana dekat dan
kesehatan di sekitar jauh
lingkungan tempat
tinggal

F. Instrumen Pengambilan Data


Sumber data yang digunakan merupakan data primer yang diperoleh dari
pengisian kuesioner dengan dipandu oleh peneliti. Pengisian kuesioner
dilakukan saat kegiatan posyandu atau dengan kunjungan ke rumah responden.

G. Analisis Data
1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian.
Analisis univariat yang digunakan berupa tabel frekuensi (distribusi
50

frekuensi dan persentase) untuk variabel dengan skala kategorik dan ukuran
tendensi sentral untuk variabel dengan skala numerik (Hastono, 2001)
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel
bebas (tingkat pengetahuan, status sosial ekonomi, imunisasi, ASI eksklusif,
akses pelayanan kesehatan, lingkungan fisik rumah) dengan variabel terikat
(kejadian pneumonia bayi dan balita). Uji hipotesis yang digunakan adalah
uji Chi Square. Hal yang dinilai berupa nilai pearson chi-square, p-value,
coefficient contingency dan odd ratio (OR).

BAB VI
HASIL DAN ANALISIS PENYEBAB MASALAH

A. Deskripsi Data Dasar


1. Karakteristik Subjek Penelitian
51

Jenis kelamin

Tabel 6.1. Karakteristik Jenis Kelamin Subjek Penelitian

Jenis Kelamin Jumlah Persentase


laki-laki 29 63.0
perempuan 17 37.0
Total 46 100.0

jenis kelamin

30

20
Frequency

10

0
laki-laki perempuan

jenis kelamin

Berdasarkan tabel 6.1, diketahui bahwa sebagian besar subjek


penelitian berjenis kelamin laki-laki, yaitu sebanyak 29 orang (63%), dan
sisanya berjenis kelamin laki-laki, yaitu sebanyak 17 orang (37%).

2. Analisis Univariat
Tabel 6.2. Analisis Univariat Tingkat Pengetahuan Subjek Penelitian

Tingkat Pengetahuan Responden Jumlah Persentase


baik 15 32.6
52

rendah 31 67.4
Total 46 100.0

tingkat ibu
40

30

Frequency
20

10

0
baik rendah

tingkat ibu

Berdasarkan Tabel 6.2., diketahui bahwa seluruh responden


berjumlah 46 orang dan sebagian besar respinden memiliki tingkat
pengetahuan pneumonia yang rendah yakni 31 resonden (67,4%) dan
sisanya 15 responden (32,6%) memiliki tingkat pengetahuan tinggi.

Tabel 6.3. Analisis Univariat Lingkungan Fisik

Lingkungan Fisik Jumlah Persentase


baik 41 89.1
buruk 5 10.9
Total 46 100.0

lingkungan fisik
50

40
Frequency

30

20

10

0
baik buruk

lingkungan fisik

Berdasarkan Tabel 6.3., diketahui bahwa sebagian besar responden


memiliki lingkunan fisik rumah yang baik yakni 41 resonden (89,1%) dan
hanya 5 responden (10,9%) yang memiliki lingkungan fisik rumah buruk.
53

Tabel 6.4. Analisis Univariat Sosial Ekonomi

Tingkat Sosial Ekonomi Jumlah Persentase


tinggi 13 28.3
rendah 33 71.7
Total 46 100.0

sosek
40
Frequ
ency

20

0
tinggi rendah

sosek
Berdasarkan Tabel 6.4., diketahui bahwa sebagian besar responden
memiliki tingkat sosial ekonomi yang tinggi yakni 33 resonden (71,7%) dan
13 responden (28,3%) memiliki tingkat sosial ekonomi yang rendah.

Tabel 6.5. Analisis Univariat Akses Pelayanan

Akses Pelayanan Jumlah Persentase


dekat 39 84.8
jauh 7 15.2
Total 46 100.0
54

akses pelayanan kesehatan


40

30

Frequency
20

10

0
dekat jauh

akses pelayanan kesehatan

Berdasarkan Tabel 6.5., diketahui bahwa sebagian besar responden


memiliki akses yang dekat terhadap layanan kesehatan yakni 39 resonden
(84,8%) dan hanya 7 responden (15,2%) yang jauh dari tempat layanan
kesehatan.

Tabel 6.6. Analisis Univariat Sikap Petugas Kesehatan

Sikap Petugas Kesehatan Jumlah Persentase


baik 4 8.7
buruk 42 91.3
Total 46 100.0

sikap petugas kesehatan

50

40
Frequency

30

20

10

0
baik buruk

sikap petugas kesehatan


55

Berdasarkan Tabel 6.6., diketahui bahwa sebagian besar petugas


kesehatan bersikap buruk (tidak/jarang mengadakan penyuluhan tentang
kesehatan) terhadap 42 responden (91,3%) dan hanya 4 responden (8,7%)
yang mendapat penyuluhan tentang kesehatan.

Tabel 6.7. Analisis Univariat ASI Eksklusif

ASI Eksklusif Jumlah Persentase


baik 45 97.8
buruk 1 2.2
Total 46 100.0

ASI eksklusif
50

40
Frequency

30

20

10

0
baik buruk

ASI eksklusif

Berdasarkan Tabel 6.7., diketahui bahwa sebagian besar subjek


penelitian mendapat ASI Eksklusif yang baik yakni 45 subjek (97,8%) dan
hanya 1 subjek penelitian yang tidak mendapat ASI Eksklusif yang baik
(2,2%)

Tabel 6.8. Analisis Univariat Imunisasi

Riwayat Imunisasi Jumlah Persentasi


lengkap 45 97.8
tidak 1 2.2
Total 46 100.0
56

imunisasi

50

40

Frequency
30

20

10

0
lengkap tidak

imunisasi

Berdasarkan Tabel 6.8., diketahui bahwa sebagian besar subjek


penelitian mendapat imunisasi yang lengkap yakni 45 subjek (97,8%) dan
hanya 1 subjek penelitian yang tidak mendapat imunisasi lengkap (2,2%)
Tabel 6.9. Analisis Univariat Kejadian Pneumonia

Pneumonia Jumlah Persentase


ya 18 39.1
tidak 28 60.9
Total 46 100.0

pneumonia
30
Frequency

20

10

0
ya tidak

pneumonia

Berdasarkan Tabel 6.9., diketahui bahwa sebagian besar responden


tidak memiliki balita dengan riwayat pneumonia yakni 28 responden
(60,9%) dan sebanyak 18 responden yang memiliki balita dengan riwayat
pneumonia (39,1%)
57

B. Analisis Hubungan Faktor Penyebab


Analisis Bivariat
1. Tingkat Pengetahuan ibu
Tabel 6.10. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Ibu dengan
Kejadian Pneumonia
Pneumonia
Ya Tidak
Baik 1 14
Tingkat Pengetahuan Ibu
rendah 17 14
p = 0,002

Hasil uji Chi-square menunjukkan nilai p = 0,002 (p <0,05) yang


berarti terdapat hubungan yang bermakna antara berat badan lahir balita
dengan kejadian pneumonia.

2. Lingkungan Fisik
Tabel 6.11. Hubungan antara Pemberian ASI Eksklusif dengan
Kejadian Pneumonia
Pneumonia
Ya Tidak
Baik 15 26
Lingkungan Fisik
buruk 3 2
p = 0,365

Hasil uji Chi-square menunjukkan nilai p = 0,365 (p> 0,05) yang berarti
tidak terdapat hubungan yang bermakna antara lingkungan fisik rumah
dengan kejadian pneumonia.
3. Tingkat Sosial Ekonomi
Tabel 6.12. Hubungan antara Tingkat Sosial Ekonomi dengan
Kejadian Pneumonia
Pneumonia
Ya Tidak
Tinggi 6 7
Tingkat Sosial Ekonomi
Rendah 12 21
p = 0,738

Hasil uji Chi-square menunjukkan nilai p = 0,738 (p > 0,05) yang


berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat sosial ekonomi
dengan kejadian pneumonia.
58

4. Akses Pelayanan Kesehatan


Tabel 6.13. Hubungan antara Akses Pelayanan Kesehatan dengan Kejadian
Pneumonia
Pneumonia
Ya Tidak
Akses Pelayanan Dekat 15 25
Kesehatan Jauh 3 3
p = 0,666

Hasil uji Chi-square menunjukkan nilai p = 0,666 (p > 0,05) yang


berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara akses pelayanan
kesehatan dengan kejadian pneumonia.
5. ASI Eksklusif
Tabel 6.14. Hubungan antara ASI eksklusif dengan Kejadian
Pneumonia
Pneumonia
Ya Tidak
Baik 17 28
ASI Eksklusif
buruk 1 0
p = 0,391

Hasil uji Chi-square menunjukkan nilai p = 0,391 (p > 0,05) yang


berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara ASI eksklusif
dengan kejadian pneumonia.

6. Imunisasi
Tabel 6.15. Hubungan antara Imunisasi dengan Kejadian
Pneumonia
Pneumonia
Ya Tidak
Lengkap 18 27
Imunisasi
Tidak 0 1
p = 1,000

Hasil uji Chi-square menunjukkan nilai p = 1,000 (p < 0,05) yang


berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara imunisasi dengan
kejadian pneumonia.
7. Sikap Petugas Kesehatan
Tabel 6.16. Hubungan antara Sikap Petugas Kesehatan dengan Kejadian
Pneumonia
Pneumonia
Ya Tidak
Status sosial ekonomi Baik 2 2
59

Buruk 16 26
p = 0,639

Hasil uji Chi-square menunjukkan nilai p = 0,639 (p < 0,05) yang


berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status sosial ekonomi
dengan kejadian pneumonia.
C. Pengambilan Kesimpulan Penyebab Utama Masalah
Tabel 6.17. Hasil Uji Hipotesis Faktor Penyebab Masalah
No Variabel (Faktor Risiko)
p
1. Tingkat pengetahuan ibu 0,002
2. Lingkungan fisik 0,365
3. Status sosial ekonomi 0,738
Akses pelayanan
4. 0,666
kesehatan
5. ASI eksklusif 0,391
6. Imunisasi 1,000
7. Sikap petugas kesehatan 0,639

Berdasarkan Tabel 6.11, dapat diketahui bahwa faktor risiko yang


memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian pneumonia adalah tingkat
pengetahuan ibu, maka penyebab utama masalah (kejadian) pneumonia di Desa
Kalisari Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas adalah tingkat
pengetahuan ibu yang masih rendah.
60

BAB VII
ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

A. Penyusunan Alternatif Pemecahan Masalah


Berdasarkan penjelasan pada dasar teori dan analisis statistik yang telah
dilakukan pada bab sebelumnya mengenai faktor risiko yang memiliki
hubungan yang bermakna dengan kejadian pneumonia di Desa Kalisari
Kecamatan Cilongok, maka dapat diambil beberapa masalah yang terkait
dengan angka kejadian pneumonia, yaitu kurangnya tingkat pengetahuan ibu
tentang penyakit pneumonia, status sosial ekonomi keluarga yang kurang
memadai, dan sikap petugas kesehatan yang kurang memberikan sosialisasi
penyakit kepada masyarakat. Adapun berdasarkan analisis statistik yang telah
dilakukan, masalah yang paling berpengaruh terhadap angka kejadian
pneumonia pada balita di Desa Kalisari Kecamatan Cilongok adalah kurangnya
tingkat pengetahuan tentang penyakit pneumonia.
Dengan melihat faktor risiko ini, maka dapat dibuat beberapa alternatif
pemecahan masalah terkait kurangnya tingkat pengetahuan tentang penyakit
pneumonia, yaitu:
1. Penyuluhan tentang tentang penyakit pneumonia pada balita.
2. Membagikan leaflet tentang penyakit pneumonia pada balita.
3. Membagikan poster tentang penyakit pneumonia pada balita kepada tiap
posyandu.
4. Melakukan pelatihan kader posyandu bagaimana cara mendeteksi gejala
dan tanda pneumonia pada balita.
61

Sikap Petugas
Kurangnya Kurangnya
Kesehatan
pengetahuan penyuluhan tentang
Tidak tahunya
pneumonia oleh
gejala dan tanda
petugas kesehatan
Tidak tahunya pneumonia
yang kompeten
apa itu Kurang
pneumonia dan lengkapnya
bahayanya Tidak adanya peran
pencatatan
serta kader
berkaitan dengan
penderita
Tidak tahunya pneumonia
faktor risiko
penyebab Tidak tahu cara
pneumonia pencegahan
pneumonia Rendahnya Cakupan
Penjaringan Pneumonia
pada Balita
Tidak adanya
Ibu harus sibuk cari pelatihan tanda dan
kerja hingga gejala pneumonia
meninggalkan anak sebagai deteksi dini

Rendahnya status Fasilitas kesehatan


Belum adanya
pendidikan yang relatif jauh dan
pemberian vaksin
pneumonia dari kuarang memadai
pemerintah
Status sosial Kurangnya sarana dan
ekonomi rendah prasarana yang
memfasilitasi
Gambar 7.1. diagram fish bone

B. Penentuan Alternatif Terpilih


Alternatif pemecahan masalah yang telah disusun dalam plan of
action tidak semua dapat dilaksanakan. Hal ini disebabkan oleh kemampuan
baik sarana, tenaga, dana, dan waktu yang terbatas. Oleh sebab itu, dilakukan
langkah pemilihan prioritas alternatif pemecahan masalah dalam memilih
program yang akan dilaksanakan langsung ke masyarakat. Salah satu metode
yang dapat digunakan dalam pemilihan prioritas pemecahan masalah adalah
metode Reinke. Metode ini menggunakan dua kriteria yaitu efektifitas dan
efisiensi jalan keluar.
Efektifitas jalan keluar meliputi besarnya masalah yang dapat diatasi,
pentingnya jalan keluar, sedangkan efisiensi jalan keluar dikaitkan dengan biaya
yang diperlukan untuk melakukan jalan keluar. Kriteria efisiensi jalan keluar
62

dikaitkan dengan biaya yang dikeluarkan dalam menyelesaikan masalah.


Kriteria efisiensi jalan keluar adalah biaya sangat murah (1), biaya murah (2),
biaya cukup murah (3), biaya mahal (4), dan biaya sangat mahal (5).
Tabel 7.1. Kriteria Efektifitas Jalan Keluar
M I V
SKOR (Besarnya masalah (Kelanggengan (Kecepatan
yang dapat diatasi) selesainya masalah) penyelesaian masalah)
1 sangat kecil Sangat tidak langgeng sangat lambat
2 Kecil Tidak langgeng Lambat
3 cukup besar Cukup langgeng cukup cepat
4 Besar Langgeng Cepat
5 sangat besar Sangat langgeng sangat cepat
Prioritas pemecahan masalah dengan menggunakan metode Reinke
adalah sebagai berikut:
Tabel 7.2. Prioritas Pemecahan Masalah dengan Metode Rinke
Urutan
Daftar Alternatif Jalan Efektivitas Efisiensi MxIxV
No Prioritas
Keluar C C
M I V Masalah
1 Melakukan penyuluhan 4 4 4 2 32 I
tentang Pneumonia
pada Balita
2 Membuat poster 3 4 2 3 8 IV
tentang Ancaman
Pneumonia pada Balita
3 Membagikan leaflet 4 4 3 3 16 II
Sadari Pneumonia pada
Balita Sejak Dini
4 Pemberian suplemen 3 2 3 4 4,5 V
untuk ibu menyusui
5 Pelatihan kader tentang 4 4 2 3 10,67 III
Deteksi Dini
Pneumonia pada Balita
Berdasarkan hasil perhitungan prioritas pemecahan masalah
menggunakan metode Rinke, didapat prioritas pemecahan masalah, yaitu
penyuluhan tentang Pneumonia pada Balita dan membagikan leaflet Sadari
Pneumonia pada Balita Sejak Dini.

BAB VIII
63

RENCANA KEGIATAN (Plan of Action)

A. Latar Belakang
Pneumonia merupakan salah satu masalah kesehatan dan penyumbang
terbesar penyebab kematian anak usia di bawah lima tahun (anak-balita).
Pneumonia disebut sebagai pembunuh anak nomor 1 (the number one killer of
children) (Said, 2010). Diperkirakan dari 8,8 juta kematian anak di dunia pada
tahun 2008, 1,6 juta adalah akibat pneumonia dan 1,3 juta karena diare. Lebih
dari 98% kematian pneumonia dan diare pada anak-anak terjadi di 68 negara
berkembang. Mengurangi beban penyakit ini tidak hanya akan memberikan
kontribusi pada pencapaian MDG 4, namun juga akan memberikan kontribusi
untuk mencapai MDG 1 (Pemberantasan kemiskinan dan kelaparan).
Pelaksanaan pencegahan dan pengendalian pneumonia sejauh ini belum
merata dan masih tidak terkoordinasi (Weber & Handy, 2010). Berdasarkan
data Profil kesehatan Puskesmas I Cilongok tahun 2013, jumlah kasus
pneumonia sebanyak 140 kasus dan mengalami peningkatan dibanding tahun
2012 (101 kasus). Masalah kesehatan yang dihadapi Puskesmas Cilongok saat
ini adalah terkait rendahnya angka penemuan kasus pneumonia pada balita
yakni hanya sebanyak 140 kasus atau 29,2% padahal target penemuan
puskesmas sebesar 100% sehingga terdapat kesenjangan sebesar 70,8%.
Berdasarkan data puskesmas diketahui bahwa penderita pneumonia paling
banyak terjadi di desa Kalisari yakni sebanyak 23 kasus (Profil Puskesmas I
Cilongok, 2013).
Upaya penanggulangan kasus pneumonia dilakukan dengan program P2
ISPA (Program Pemberantasan Penyakit menular Infeksi Saluran Pernapasan
Akut) yang ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan dan angka kematian
akibat infeksi saluran pernapasan akut, terutama pneumonia pada usia di
bawah lima tahun. Program ini dikembangkan dengan mengacu pada konsep
manajemen terpadu pemberantasan penyakit menular dan penyehatan
lingkungan berbasis wilayah. Konsep terpadu meliputi penanganan pada
sumber penyakit, faktor risiko lingkungan, faktor risiko perilaku dan kejadian
penyakit dengan memperhatikan kondisi lokal (Weber & Handy, 2010).
64

Perilaku merupakan hasil dari pada segala macam pengalaman serta


interaksi manusia dengan lingkungannya. Skinner merumuskan bahwa
perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau
rangsangan dari luar. Perilaku dapat dibagi dua yaitu perilaku tertutup (covert
behavior) dan perilaku terbuka (overt behaviour). Perilaku tertutup adalah
respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup.
Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,
persepsi, pengetahuan, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima
stimulus dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Bentuk perilaku
terbuka (overt behavior) berupa respon seseorang terhadap stimulus dalam
bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah
jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati
oleh orang lain (Batu, 2011).
Pengetahuan yang kurang baik akan mengakibatkan sikap dan perilaku
seseorang menjadi kurang tepat dalam menanggapi suatu hal. Setelah dilakukan
Community Health Analysis di Desa Kalisari Kecamatan Cilongok, faktor
paling utama yang menyebabkan tingginya angka pneumonia adalah faktor
kurangnya tingkat pengetahuan ibu terhadap penyakit pneumonia. Pengetahuan
mengenai kesehatan dapat menjadi sesuatu yang penting sebelum perilaku
kesehatan seseorang muncul (Hendarwan, 2005).
Berdasarkan hasil tersebut, maka penulis merasa perlu untuk melakukan
pemecahan masalah kesehatan di Puskesmas I Cilongok dengan memberikan
penyuluhan kepada ibu yang memiliki balita serta tenaga kesehatan di desa
tentang tanda dan gejala pneumonia serta apa yang harus dilakukan ketika
mengetahui balita dengan pneumonia. Harapannya agar kejadian pneumonia
dapat dideteksi dan ditangani secara lebih dini dan morbiditas dan mortalitas
penyakit ini dapat diturunkan.

B. Tujuan Kegiatan
A. Tujuan Umum
65

Penyuluhan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan ibu yang


memiliki balita dan tenaga kesehatan terkait penyakit pneumonia di Desa
Kalisari Kecamatan Cilongok.
B. Tujuan Khusus
Tujuan dilakukannya penyuluhan adalah untuk meningkatkan
pengetahuan ibu yang memiliki balita dan tenaga kesehatan di wilayah Desa
Kalisari Kecamatan Cilongok. Selain itu, penyuluhan mengenai penyakit
pneumonia diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan ibu yang memiliki
balita tentang :
a. Pengertian tentang penyakit pneumonia
b. Faktor risiko penyakit pneumonia
c. Tanda dan gejala penyakit pneumonia
d. Penatalaksanaan dini penyakit pneumonia
e. Pencegahan penyakit pneumonia

C. Manfaat Kegiatan
1. Bagi Masyarakat (terutama ibu yang memiliki balita)
a. Meningkatkan pengetahuan mengenai pengaruh faktor-faktor risiko
kejadian pneumonia pada balita
b. Mengenali tanda dan gejala penyakit pneumonia pada balita
c. Meningkatkan kewaspadaan terhadap balita dengan tanda dan gejala
yang mengarah ke penyakit pneumonia
d. Mengetahui secara dini hal apa yang harus dilakukan ketika mengetahui
balita dengan tanda dan gejala yang mengarah ke penyakit pneumonia
e. Mengetahui cara penvegahan penyakit pneumonia

2. Bagi Tenaga Kesehatan


a. Meningkatkan pengetahuan mengenai pengaruh faktor-faktor risiko
kejadian pneumonia pada balita
b. Mengenali tanda dan gejala penyakit pneumonia pada balita
c. Meningkatkan kewaspadaan terhadap balita dengan tanda dan gejala
yang mengarah ke penyakit pneumonia
66

d. Mengetahui penatalalaksanaan penyakit pneumonia


e. Meningkatkan cakupan penjaringan penderita pneumonia pada balita
oleh masyarakat terutama di Desa Kalisari wilayah kerja Puskesmas I
Cilongok .
D. Bentuk Kegiatan
1. Penyuluhan tentang penyakit pneumonia yang berisi pengertian tentang
penyakit pneumonia, faktor risiko penyakit pneumonia, tanda dan gejala
penyakit pneumonia, penatalaksanaan dini penyakit pneumonia,
pencegahan penyakit pneumonia.
2. Pemberian tontonan video yang menjelaskan tentang penyakit pneumonia
terutama terkait bagaimana cara menghitung nafas pada anak dan adanya
tanda-tanda tarikan dinding dada ke dalam.
3. Pembagian leaflet tentang penyakit pneumonia
4. Pre test dan post test untuk menilai pengetahuan dari peserta
5. Permainan yang ditujukan agar peserta memahami tanda dan gejala
penyakit pneumonia. Alat permainan menggunakan kotak berisi kertas yang
bertuliskan tanda dan gejala penyakit pneumonia kemudian dengan diiringi
lagu. Aturan permainan, peserta harus memberikan kotak tersebut ke peserta
lain di sebelahnya dan seterusnya. Namun jika lagu berhenti peserta yang
terakhir memgang kotak harus membuka isi kotak dan memperagakan salah
satu gejala pneumonia sementara peserta lain menebak.
E. Tema Kegiatan
Sosialisasi Penyakit Pneumonia ke Masyarakat Desa Kalisari Kecamatan
Cilongok Kabupaten Banyumas melalui Penyuluhan dan Pembagian Leaflet
F. Sasaran
Para ibu yang memiliki balita dan tenaga kesehatan yang berada di Desa
Kalisari Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas.

G. Target
1. Jumlah peserta yang mengikuti penyuluhan di Desa Kalisari sebanyak 46
orang.
67

2. Terdapat kenaikan nilai dari pretest ke posttest sebesar 100% dari total
peserta penyuluhan
E. Pelaksanaan
1. Personil
a. Pelindung : dr. Novita Sabjan (Kepala Puskesmas Cilongok).
b. Pembimbing : dr. Yudhi Wibowo, M.PH
dr. Nurul Eka Susanti
c. Pelaksana : Andromeda, S.Ked
Heriyanto Edy, S.Ked
2. Waktu dan Lokasi
a) Hari/tanggal :Senin, 29 September 2014
b) Lokasi : Sekolah Diniyah
c) Waktu : 09.00 WIB-selesai

F. Rencana Anggaran
Biaya: Konsumsi (50x @Rp 5.000) : Rp 250.000

Transportasi (50x @Rp 5.000) : Rp 250.000


lembar evaluasi (80x @ Rp 150) : Rp. 12.000,00 +
Rp. 512.000,00

G. Materi Penyuluhan
1. Pengertian tentang penyakit pneumonia
2. Faktor risiko penyakit pneumonia
3. Tanda dan gejala penyakit pneumonia
4. Penatalaksanaan dini penyakit pneumonia
5. Pencegahan penyakit pneumonia

H. Rencana Evaluasi Kegiatan Penyuluhan


Evaluasi pengetahuan terkait pneumonia dilakukan dengan
menggunakan metode pretest dan postest. Peserta akan diberikan beberapa
68

pertanyaan tertulis yang sama berupa pilihan ganda, sebelum dan sesudah
dilakukannya penyuluhan kemudian dikoreksi dan dinilai. Targetnya adalah
terdapat kenaikan nilai dari pretest ke posttest sebesar 100% dari total
peserta penyuluhan.

BAB IX
LAPORAN HASIL PELAKSANAAN
69

A. Kegiatan
Kegiatan penyuluhan ini dilakukan di Sekolah Diniyah Desa Kalisari
Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas pada hari Senin 29 September
2014 yang dimulai dari pukul 09.00-11.00. Junlah peserta yang hadir
sebanyak 49 orang, terdiri atas 46 orang ibu yang memiliki balita dan 3
orang kader Desa Kalisari. Berikut ini adalah urutan susunan acara dalam
kegiatan sosialisasi penyakit pneumonia ke masyarakat.
a) Pembukaan dan perkenalan
b) Sambutan bidan Desa Kalisari
c) Sambutan Kepala Desa Kalisari
d) Pretest berisi 12 soal
e) Pemberian materi mengenai pengertian tentang penyakit pneumonia,
faktor risiko penyakit pneumonia, tanda dan gejala penyakit pneumonia,
penatalaksanaan dini penyakit pneumonia, pencegahan penyakit
pneumonia dengan menggunakan slide power point laptop.
f) Pemberian tontonan video yang menjelaskan tentang penyakit
pneumonia terutama terkait bagaimana cara menghitung nafas pada
anak dan adanya tanda-tanda tarikan dinding dada ke dalam
g) Permainan yang ditujukan agar peserta memahami tanda dan gejala
penyakit pneumonia. Alat permainan menggunakan kotak berisi kertas
yang bertuliskan tanda dan gejala penyakit pneumonia kemudian
dengan diiringi lagu. Aturan permainan, peserta harus memberikan
kotak tersebut ke peserta lain di sebelahnya dan seterusnya. Namun jika
lagu berhenti peserta yang terakhir memgang kotak harus membuka isi
kotak dan memperagakan salah satu gejala pneumonia sementara
peserta lain menebak.
h) Sesi tanya jawab
i) Post test berisi 12 soal yang sama dengan pre test
j) Penutupan
B. Evaluasi Hasil Pelaksanaan
Tahap evaluasi adalah melakukan evaluasi mengenai 3 hal, yaitu
evaluasi sumber daya, evaluasi proses, evaluasi hasil.
70

1) Evaluasi Sumber Daya


Evaluasi sumber daya meliputi evaluasi terhadap 5 M yaitu man,
money, metode, material, machine. Tetapi pada penyuluhan ini,
pelaksana hanya mencakup 3 M, yaitu:
a) Man : Narasumber memiliki kemampuan yang cukup
untuk menyampaikan materi pada kegiatan ini
sehingga bisa diterima oleh peserta dan juga dapat
menjawab pertanyaan yang diajukan dan peserta
merasakan cukup puas dengan jawaban dan
penjelasan yang diberikan oleh narasumber.
Evaluasi untuk sumber daya manusia seperti ini
termasuk kategori baik.
b) Metode : Pemateri membuat leaflet dan permainan agar
proses pemberian materi terkait penyakit
pneumonia berjalan lancar dan mudah diterima
dan diingat oleh peserta. Sesi tanya jawab cukup
membantu pemahaman peserta karena peserta
cukup antusias. Sasaran penyuluhan tertarik untuk
kegiatan ini. Evaluasi untuk metode seperti ini
termasuk kategori baik.
c) Material : Materi yang disiapkan adalah materi tentang
penyakit pneumonia, faktor risiko penyakit
pneumonia, tanda dan gejala penyakit pneumonia,
penatalaksanaan dini penyakit pneumonia,
pencegahan penyakit pneumonia. Pemateri juga
menambahkan video untuk menunjang
pemahaman peserta. Evaluasi untuk material
seperti ini termasuk kategori baik.

2) Evaluasi proses
Evaluasi terhadap proses pada kegiatan ini adalah evaluasi
terhadap proses pelaksanaan penyuluhan yang dilakukan pada hari
71

Senin, 29 September 2014 pukul 09.00-11.00 WIB. Proses penyuluhan


meliputi pretest, penyampaian materi, sesi tanya jawab, postest dan
permainan tentang penyakit pneumonia.
Pelaksanaan kegiatan berlangsung secara baik secara kualitatif.
Peserta banyak mengajukan pertanyaan pada sesi tanya jawab dan ini
menunjukkan tingkat antusiasme yang tinggi terhadap kegiatan ini.
Peserta juga merasa puas terhadap penyuluhan yang diberikan oleh
narasumber. Saat permainan, peserta terlihat sangat antusias dan sudah
hafal tentang tanda dan gejala penyakit pneumonia. Pertanyaan yang
diajukan berupa pertanyaan mengenai materi yang peserta anggap
belum jelas, mengenai cara pencegahan dan perbedaan pneumonia
dengan tuberkulosis.
Kendala yang dihadapi saat proses penyuluhan yakni akibat
pindahnya lokasi penyuluhan yang awalnya di balai desa kemudian
pindah ke sekolah Diniyah sehingga beberapa peserta sedikit
kebingungan akibat pemberitahuan yang mendadak. Ruangan tempat
penyuluhan kurang memadai seperti luas ruangan yang sempit dan
jumlah kursi yang kurang. Para ibu turut serta membawa balitanya
sehingga kurang sedikit fokus terhadap materi yang disampaikan
narasumber.
Tabel 9.1. Hasil Nilai Pretest dan Postest Peserta Penyuluhan
No
Nilai Pretest Nilai Postest
Responde Perubahan
(jumlah benar) (jumlah benar)
n
1 4 8 Naik
2 4 7 Naik
3 4 7 Naik
4 5 5 Tetap
5 3 8 Naik
6 6 10 Naik
7 4 9 Naik
8 6 11 Naik
9 6 9 Naik
10 5 10 Naik
11 6 9 Naik
12 6 6 Tetap
13 5 9 Naik
14 4 7 Naik
72

15 3 6 Naik
16 5 8 Naik
17 3 7 Naik
18 6 6 Tetap
19 6 9 Naik
20 5 10 Naik
21 4 9 Naik
22 3 10 Naik
23 5 11 Naik
24 5 10 Naik
25 8 12 Naik
26 6 6 Tetap
27 8 10 Naik
28 6 9 Naik
29 5 7 Naik
30 4 6 Naik
31 3 9 Naik
32 5 10 Naik
33 3 7 Naik
34 6 9 Naik
35 6 9 Naik
36 5 11 Naik
37 4 10 Naik
38 7 9 Naik
39 5 10 Naik
40 6 12 Naik
41 8 12 Naik
42 9 11 Naik
43 3 9 Naik
44 8 8 Tetap
45 5 7 Naik
46 4 7 Naik
47 4 8 Naik
48 6 10 Naik
49 6 11 Naik

Berdasarkan hasil di atas dapat diketahui bahwa peserta penyuluhan yang


mengalami perubahan hasil nilai yang lebih baik (naik) sebanyak 44 orang atau
89,7%. Sementara itu, jumlah peserta penyuluhan yang hasil nilainya tidak
mengalami perubahan (tetap) sebanyak 5 orang atau sekitar 10, 20 %, dimana
nilai pada saat pretest sudah maksimal serta tidak ada peserta penyuluhan yang
hasil nilainya menurun. Mengacu pada hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa
kegiatan penyuluhan ini berhasil karena memenuhi kriteria indikator
keberhasilan yang ada, yaitu 100% dari total peserta penyuluhan yang
73

mendapatkan kenaikan nilai dari pretest ke posttest maupun mencapai nilai


maksimal.
74

BAB X
KESIMPULAN

1. Faktor paling utama yang menyebabkan tingginya kasus pneumonia di Desa


Kalisari Kecamatan Cilongok adalah faktor kurangnya tingkat pengetahuan ibu
terhadap penyakit pneumonia.
2. Pemecahan masalah kesehatan di Puskesmas I Cilongok tersebut adalah
dengan memberikan penyuluhan kepada ibu yang memiliki balita serta tenaga
kesehatan di Desa Kalisari tentang penyakit pneumonia
75

BAB XI
PENUTUP

Berkaitan dengan tingginya kasus pneumonia pada balita dan rendahnya


tingkat pengetahuan ibu terhadap penyakit pneumonia pada wilayah kerja
puskesmas I Cilongok maka diharapkan pada para tenaga kesehatan agar lebih
meningkatkan promosi kesehatan tentang pengenalan dini penyakit pneumonia
pada balita meliputi tanda dan gejala pneumonia, faktor risiko, serta apa yang harus
dilakukan ketika mengetahui balita dengan pneumonia. Harapan peneliti, dengan
adanya penyuluhan tersebut, para peserta juga dapat mengetahui faktor risiko
terjadinya penyakit sehingga nantinya dapat mencegah penyakit ini. Harapan lain
agar peserta dapat membagikan pengetahuan serta informasi yang didapat kepada
kerabat, tetangga, maupun masyarakat lainnya sehingga penyakit pneumonia pada
balita dapat dideteksi dan ditangani secara lebih dini serta dapat menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas akibat pneumonia pada balita.
76

DAFTAR PUSTAKA
Batu, 2011. Pengaruh Faktor Predisposing, Enabling, dan Reinforcing Ibu Balita
terhadap Pencegahan Penyakit Pneumonia pada Balita di Kelurahan
Batangberuh Kecamatan Sidikalang Tahun 2011. Skripsi
(dipublikasikan).

Budiarto, E. 2003. Pengantar Epidemiologi ed 2. Jakarta: EGC.

Gozali, Achmad. 2010. Hubungan Antara Status Gizi Dengan Klasifikasi


Pneumonia Pada Balita Di Puskesmas Gilingan Kecamatan Banjarsari
Surakarta. Skripsi (dipublikasikan). Available at
http://eprints.uns.ac.id/112/1/167360309201012321.pdf

Hasan, Al faruk. 2002. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif, Vit. A Dosis Tinggi dan
Imunisasi Campak Terhadap Kejadian Pneumonia pada Anak Usia 12-59
Bulan yang dilayani Sarana Pelayanan Kesehatan Dasar Puskesmas di
Kota Tasikmalaya Propinsi Jawa Barat Tahun 2002. Availlable at
http://www.digilib.ui.ac.id.

Hastono, S.P. 2001. Analisis Data. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat


Universitas Indonesia.

Hendarwan. 2005. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Ibu Balita


dalam Pencarian Pengobatan pada Kasus-Kasus Balita dengan Gejala
Pneumonia di Kabupaten Serang. Artikel Media Litbang Kesehatan Volume
XV Nomor 3.

Hurlock, 2002. Psikologi Perkembangan. Edisi 5. Jakarta: EGC

Notoatmodjo,S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cetakan Rineka Cipta : Jakarta.

Nursallam,2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Cetakan Kedua. Rineka


Cipta: Jakarta.

Rasmaliah. 2004. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Dan


Penanggulangannya. Available at
http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-rasmaliah9.pdf. Diakses pada
tanggal 5 Februari 2012

Riza, M; Sherli, S. 2009. Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Ibu dengan
Kejadian Pneumonia pada Balita di IRNA anak RS Mohamad Hoesin
Palembang Tahun 2008. Jurnal Pembangunan Manusia Volume 8 Nomor
2 tahun 2009. Availlable at http://www.balitbangdasumsel.net.

Said. 2010. Pengendalian Pneumonia Anak-Balita dalam Rangka Pencapaian


MDG 4. Artikel Jendela Epidemiologi Pneumonia Balita Volume 3.
77

Sastroasmoro, S. 2008. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian KLinis. Edisi 3.


Jakarta: Sagung Seto.

Weber & Handy. 2010. Action Againts Pneumonia in Children of a Global Action
Plan (GAPP) (Aksi Global Melawan Pneumonia pada Anak). Artikel
Jendela Epidemiologi Pneumonia Balita Volume 3.

Yuwono, Tulus A. 2008. Faktor Faktor Lingkungan Fisik Rumah yang


Berhubungan Dengan Kejadian Pneumonia pada Anak Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Kawunganten Kabupaten Cilacap. Thesis
(dipublikasikan). Available at
http://eprints.undip.ac.id/18058/1/Tulus_Aji_Yuwono.pdf.
78

LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner

KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS


ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
JURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

KUESIONER
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA CAKUPAN
PENJARINGAN PENDERITA PNEUMONIA PADA BAYI DAN BALITA
OLEH MASYARAKAT DI DESA KALISARI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS I CILONGOK
INFORM CONSENT

Berdasarkan maksud dan tujuan sebagaimana diinformasikan pada bagian latar


belakang tersebut, maka saya yang bertandatangan di bawah ini:

Nama :
Alamat :
Dengan penuh kesadaran menyatakan bersedia untuk menjadi responden guna
pengumpulan untuk penelitian yang berjudul Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Rendahnya Cakupan Penjaringan Penderita Pneumonia Pada Bayi Dan Balita Oleh
Masyarakat Di Desa Kalisari Wilayah Kerja Puskesmas I Cilongok

Purwokerto, September 2014

()
79

Nama :
Usia :
Jenis kelamin :
Alamat :
Pekerjaan :
No Telephone / HP :

I. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Pendidikan terakhir :
a. Tidak sekolah/tidak tamat SD
b. SD
c. SLTP
d. SLTA
e. Akademi/Sarjana
2. Pekerjaan :
a. Bekerja
b.Tidak Bekerja
3. Pendapatan keluarga :
1. <Rp. 965.000/ bulan
2. Rp. 965.000/ bulan
a. Dengan jumlah pendapatan tersebut, apakah sudah cukup untuk
memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari?
b. Berapa jumlah pengeluaran yang ibu gunakan untuk konsumsi
pangan keluarga selama satu bulan?
c. Berapa jumlah anggota keluarga yang ditanggung?
4. Pengetahuan
1. Apakah Anda pernah mendengar istilah pneumonia (sesak napas)?
a. Pernah, darimana?...........
b. Tidak pernah (lanjut ke item pertanyaan sarana kesehatan)
2. Menurut Anda apakah pneumonia itu?
a. Demam, napas cepat/sesak disertai batuk
b. Penyakit demam dan batuk biasa
80

c. Tidak tahu
3. Bagaimana gejala pneumonia yang Anda ketahui ?
a. Batuk yang disertai demam dan napas sesak/cepat
b. Batuk berhari-hari
c. Tidak tahu
4. Menurut Anda apa yang menjadi penyebab pneumonia ?
a. Bakteri, Virus
b. Penyebab lain seperti : jamur
c. Tidak tahu
5. Menurut Anda apa yang terjadi jika pneumonia tidak segera
diobati?
a. Membahayakan hidup anak karena dapat menyebabkan kematian
b. Terjadi komplikasi dan penyakit lama sembuh
c. Tidak tahu
6. Menurut Anda apa yang terjadi jika batuk atau influenza pada
anak tidak segera diobati?
a. Akan mempermudah terjadinya pneumonia (sesak napas)
b. Akan memperoleh penyakit lain
c. Tidak tahu
7. Menurut Anda bagaimana cara penularan penyakit pneumonia ?
a. Melalui kontak langsung, udara napas, batuk dan bersin-bersin
dari penderita lain
b. Kontak atau bersentuhan dengan anak yang demam
c. Tidak tahu
8. Apakah tindakan yang Anda lakukan bila terdapat gejala pneumonia
(batuk disertai demam dan napas cepat/sesak) pada anak ?
a. Membawa anak berobat ke sarana kesehatan yakni puskesmas,
rumah sakit, polindes, dokter/bidan swasta
b. Mengobati sendiri di rumah
c. Membawa anak ke pengobatan tradisional/dukun dan dibiarkan
saja sampai sembuh.
Gejala Pneumonia
81

9. Apa saja kategori kasus pneumonia pada anak usia 2 bulan - 5


tahun?
a. bukan pneumonia, pneumonia
b. bukan pneumonia, pneumonia ringan, pneumonia sedang,
pneumonia berat
c. bukan pneumonia, pneumonia, pneumonia berat
9. Bagaimana gejala pneumonia berat pada anak usia 2 bulan - 5
tahun?
a. nafas cepat dan sesak nafas dengan adanya tarikan dinding dada
bagian bawah ke dalam.
b. nafas cepat dan tidak disertai dengan tarikan dinding dada bagian
bawah ke dalam
c. nafas tidak cepat tanpa tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam
10. Bagaimana gejala pneumonia pada anak usia 2 bulan - 5 tahun?
a. nafas cepat dan sesak nafas dengan adanya tarikan dinding dada
bagian bawah ke dalam.
b. nafas cepat dan tidak disertai dengan tarikan dinding dada bagian
bawah ke dalam
c. nafas tidak cepat dan tanpa tarikan dinding dada bagian bawah
ke dalam
11. Bagaimana patokan nafas cepat pada anak usia 2 bulan - < 12
bulan?
a. 30 kali per menit atau lebih
b. 40 kali per menit atau lebih
c. 50 kali per menit atau lebih
12. Apa saja kategori pneumonia anak usia <2 bulan?
a. bukan pneumonia, pneumonia berat
b. bukan pneumonia, pneumonia ringan, pneumonia sedang,
pneumonia berat
c. bukan pneumonia, pneumonia, pneumonia berat
13. Bagaimana gejala pneumonia berat pada anak usia <2 bulan ?
82

a. nafas cepat dan sesak nafas dengan adanya tarikan dinding dada
bagian bawah ke dalam.
b. nafas cepat dan tidak disertai dengan tarikan dinding dada bagian
bawah ke dalam
c. nafas tidak cepat dan tanpa tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam
14. Bagaimana batas nafas cepat untuk golongan umur kurang dari 2
bulan?
a. 40 kali per menit atau lebih
b. 50 kali per menit atau lebih
c. 60 kali per menit atau lebih
RIWAYAT IMUNISASI
Apakah anak ibu telah mendapat imunisasi dasar yang lengkap?
a. Ya, yakni imunisasi BCG, DPT, Polio, Hepatitis B dan Campak
b. Tidak lengkap
c. Tidak pernah
RIWAYAT ASI EKSKLUSIF
Apakah anak ibu mendapat ASI sampai umur 2 tahun?
a. Ya
b. Tidak sampai umur 2 tahun.
c. Tidak pernah

II. FAKTOR PEMUNGKIN/ ENABLING


Lingkungan Fisik
1. Berapa luas rumah Anda ? . m2
2. Berapa jumlah penghuni dalam 1 rumah Anda ? orang
3. Kepadatan hunian rumah :
a. < 8 m2
b. 8 m2
4. Apa alat yang gunakan untuk memasak di rumah Anda ?
a. Tungku
b. Kompor
83

5. Apakah terdapat anggota keluarga yang suka merokok di dalam rumah


Anda?
a. Ya
b. Tidak
6. Apakah letak dapur berdekatan dengan kamar tidur anak Anda?
a. Ya
b. Tidak
7. Apakah rumah Anda memiliki ventilasi udara yang cukup?
a. Ya
b. Tidak
8. Apakah ibu selalu menggunakan anti nyamuk bakar saat anak sedang
tidur?
a. Tidak pernah
b. Kadang-kadang
c. Ya
9. Apakah ibu selalu membawa anak ke dapur bila sedang memasak
menggunakan kayu bakar ataupun kompor?
a. Tidak pernah
b. Kadang-kadang
c. ya
Ketersediaan Fasilitas dan Sarana Kesehatan
1. Apakah di lingkungan tempat tinggal ibu terdapat sarana pelayanan
kesehatan (puskesmas, rumah sakit, polindes, praktek dokter/bidan
swasta)?
a. Ada, yakni..
b. Tidak ada
2. Jika ada, bagaimana menurut Anda jarak yang ditempuh menuju
sarana pelayanan kesehatan tersebut?
a. Dekat dan mudah dijangkau
b. Sedang atau agak sulit dijangkau
c. Jauh dan sulit dijangkau
III. FAKTOR PENDORONG/ REINFORCING
84

Sikap dan Perilaku Petugas Kesehatan


1. Apakah ibu pernah mendapatkan penyuluhan dari petugas kesehatan
mengenai penyakit pneumonia serta pencegahannya, baik pada saat
membawa anak berobat ke puskesmas maupun di luar puskesmas
seperti posyandu, dan lain-lain?
a. Pernah, dimana?... . Berapa kali?.........
b. Tidak pernah
2. Jika ada, siapa yang memberikan penyuluhan tersebut?
a. Dokter
b. Perawat
c. Bidan

Panduan Tanda dan Gejala Pneumonia


Lingkari jika terdapat salah satu gejala di bawah ini:
Pneumonia pada anak usia 2 bulan - 5 tahun
1. Pneumonia berat
a. nafas cepat (50 kali per menit atau lebih untuk anak umur 2 - < 12 bulan
dan untuk anak umur 1-5 tahun adalah 40 kali permenit atau lebih)
b. sesak nafas dengan adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.
2. Pneumonia
a. nafas cepat (50 kali per menit atau lebih untuk anak umur 2 - < 12 bulan
dan untuk anak umur 1-5 tahun adalah 40 kali permenit atau lebih)
b. tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.
3. Bukan Pneumonia
a. Nafas tidak cepat
b. Tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam

Pneumonia pada bayi yang berusia kurang dari 2 bulan


1. Pneumonia berat
a. nafas cepat (60 kali per menit atau lebih)
b. ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.
85

2. Bukan pneumonia
a. nafasnya kurang dari 60 kali per menit
b. tidak ada tarikan kuat dinding dada bagian bawah ke dalam.

SKORING HASIL KUESIONER

No
Jawaban Skor Klasifikasi Variabel
Pertanyaan
a. Pernah 1
1.
b. Tidak pernah 0
a. Benar 1
2. b. Salah 0
c. Tidak tahu 0
a. Benar 1
3. b. Salah 0
c. Tidak tahu 0
a. Benar 1
4. b. Salah 0
c. Tidak tahu 0
a. Benar 1
5. b. Salah 0
c. Tidak tahu 0
a. Benar 1
6. b. Salah 0
0 7 = kurang Tingkat
c. Tidak tahu 0 8 16= Baik pengetahuan
a. Benar 1
7. b. Salah 0
c. Tidak tahu 0
a. Benar 1
8. b. Salah 0
c. Salah 0
a. Salah 0
9. b. Salah 0
c. Benar 1
a. Salah 0
10. b. Benar 1
c. Salah 0
a. Salah 0
11. b. Salah 0
c. Benar 1
12. a. Benar 1
86

b. Salah 0
c. Salah 0
a. Benar 1
13. b. Salah 0
c. Salah 0
a. Salah 0
14. b. Salah 0
c. Benar 1
a. Benar 1
1. b. Salah 0
c. Salah 0 Imunisasi dan
a. Benar 1 ASI Eksklusif
1. b. Salah 0
c. Salah 0
a. < 8 m2 0
3.
b. 8 m2 1
a. Tungku 0
4.
b. Kompor 1
a. Ya 0
5.
b. Tidak 1
a. Ya 0
6.
b. Tidak 1 0 3 = Buruk Lingkungan
a. Ya 1 4 7 = Baik fisik
7.
b. Tidak 0
a. Tidak pernah 1
8. b. Kadang 0
c. Ya 0
a. Tidak pernah 1
9. b. Kadang 0
c. Ya 0
a. Ada `1
1. Ketersediaan
b. Tidak ada 0 0 1 = Buruk
2 = Baik fasilitas dan
a. Benar 1
sarana
2. b. Salah 0
kesehatan
c. Salah 0
a. SMP 0
1.
b. SMA 1 0 1 = Buruk Status sosial
a. < 965.000 0 2 = Baik ekonomi
2.
b. 965.000 1
a. Pernah 1
1. Sikap dan
b. Tidak pernah 0
0-1=buruk perilaku
a. Dokter 1
2=baik petugas
2. b. Perawat 0 kesehatan
c. Bidan 0
87

Lampiran 2. Hasil Analisis Data


Statistics

jenis kelamin
N Valid 46
Missing 0

jenis kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid laki-laki 29 63.0 63.0 63.0
perempuan 17 37.0 37.0 100.0
Total 46 100.0 100.0

jenis kelamin

30

20
Frequency

10

0
laki-laki perempuan

jenis kelamin

Tingkat pengetahuan ibu

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid baik 15 32.6 32.6 32.6
rendah 31 67.4 67.4 100.0
Total 46 100.0 100.0

tingkat ibu
40

30
Frequency

20

10

0
baik rendah

tingkat ibu
lingkungan fisik

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
88

Valid baik 41 89.1 89.1 89.1


buruk 5 10.9 10.9 100.0
Total 46 100.0 100.0

lingkungan fisik
50

40
Frequency

30

20

10

0
baik buruk

lingkungan fisik
sosek

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tinggi 13 28.3 28.3 28.3
rendah 33 71.7 71.7 100.0
Total 46 100.0 100.0
sosek
40
Frequ
ency

20

0
tinggi rendah

akses
sosekpelayanan kesehatan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid dekat 39 84.8 84.8 84.8
jauh 7 15.2 15.2 100.0
Total 46 100.0 100.0

akses pelayanan kesehatan


40

30
Frequency

20

10

0
dekat jauh

akses pelayanan kesehatan


sikap petugas kesehatan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid baik 4 8.7 8.7 8.7
buruk 42 91.3 91.3 100.0
Total 46 100.0 100.0
89

sikap petugas kesehatan

50

40
Frequency

30

20

10

0
baik buruk

sikap petugas kesehatan


ASI eksklusif

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid baik 45 97.8 97.8 97.8
buruk 1 2.2 2.2 100.0
Total 46 100.0 100.0

ASI eksklusif
50

40
Frequency

30

20

10

0
baik buruk

ASI eksklusif

imunisasi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid lengkap 45 97.8 97.8 97.8
tidak 1 2.2 2.2 100.0
Total 46 100.0 100.0
90

imunisasi

50

40
Frequency

30

20

10

0
lengkap tidak

imunisasi

pneumonia

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 18 39.1 39.1 39.1
tidak 28 60.9 60.9 100.0
Total 46 100.0 100.0

pneumonia
30
Frequency

20

10

0
ya tidak

pneumonia

STATISTIK
1. Tingkat pengetahuan ibu

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
91

N Percent N Percent N Percent


tingkat ibu * pneumonia 46 100.0% 0 .0% 46 100.0%

tingkat ibu * pneumonia Crosstabulation

pneumonia Total
ya tidak ya
tingkat baik Count 1 14 15
ibu Expected Count 5.9 9.1 15.0
rendah Count 17 14 31
Expected Count 12.1 18.9 31.0
Total Count 18 28 46
Expected Count 18.0 28.0 46.0

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 9.849(b) 1 .002
Continuity
7.930 1 .005
Correction(a)
Likelihood Ratio 11.546 1 .001
Fisher's Exact Test .003 .001
Linear-by-Linear
Association 9.634 1 .002
N of Valid Cases 46
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.87.

2. Lingkungan fisik
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
lingkungan fisik *
pneumonia 46 100.0% 0 .0% 46 100.0%

lingkungan fisik * pneumonia Crosstabulation

pneumonia Total
ya tidak ya
lingkungan baik Count 15 26 41
fisik Expected Count 16.0 25.0 41.0
buruk Count 3 2 5
Expected Count 2.0 3.0 5.0
Total Count 18 28 46
Expected Count 18.0 28.0 46.0
Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
92

Pearson Chi-Square 1.026(b) 1 .311


Continuity
.278 1 .598
Correction(a)
Likelihood Ratio .998 1 .318
Fisher's Exact Test .365 .294
Linear-by-Linear
Association 1.003 1 .316
N of Valid Cases 46
a Computed only for a 2x2 table
b 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.96.

3. Social ekonomi
sosek * pneumonia Crosstabulation

pneumonia Total
ya tidak ya
sosek tinggi Count 6 7 13
Expected Count 5.1 7.9 13.0
rendah Count 12 21 33
Expected Count 12.9 20.1 33.0
Total Count 18 28 46
Expected Count 18.0 28.0 46.0
Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square .375(b) 1 .540
Continuity
.077 1 .782
Correction(a)
Likelihood Ratio .372 1 .542
Fisher's Exact Test .738 .387
Linear-by-Linear
Association .367 1 .545
N of Valid Cases 46
a Computed only for a 2x2 table
b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.09.

4. Akses pelayanan kesehatan


akses pelayanan kesehatan * pneumonia Crosstabulation

pneumonia Total
ya tidak ya
akses pelayanan dekat Count 15 25 40
kesehatan Expected Count 15.7 24.3 40.0
jauh Count 3 3 6
Expected Count 2.3 3.7 6.0
Total Count 18 28 46
Expected Count 18.0 28.0 46.0

Chi-Square Tests
93

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square .342(b) 1 .559
Continuity
.019 1 .891
Correction(a)
Likelihood Ratio .335 1 .563
Fisher's Exact Test .666 .436
Linear-by-Linear
Association .335 1 .563
N of Valid Cases 46
a Computed only for a 2x2 table
b 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.35.

5. Sikap petugas kesehatan


sikap petugas kesehatan * pneumonia Crosstabulation

pneumonia Total
ya tidak ya
sikap petugas baik Count 2 2 4
kesehatan Expected Count 1.6 2.4 4.0
buruk Count 16 26 42
Expected Count 16.4 25.6 42.0
Total Count 18 28 46
Expected Count 18.0 28.0 46.0

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square .217(b) 1 .641
Continuity
.000 1 1.000
Correction(a)
Likelihood Ratio .213 1 .645
Fisher's Exact Test .639 .513
Linear-by-Linear
Association .213 1 .645
N of Valid Cases 46
a Computed only for a 2x2 table
b 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.57.

6. ASI Eksklusif
ASI eksklusif * pneumonia Crosstabulation

pneumonia Total
ya tidak ya
ASI eksklusif baik Count 17 28 45
Expected Count 17.6 27.4 45.0
buruk Count 1 0 1
Expected Count .4 .6 1.0
Total Count 18 28 46
94

Expected Count 18.0 28.0 46.0


Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 1.590(b) 1 .207
Continuity
.051 1 .822
Correction(a)
Likelihood Ratio 1.911 1 .167
Fisher's Exact Test .391 .391
Linear-by-Linear
Association 1.556 1 .212
N of Valid Cases 46
a Computed only for a 2x2 table
b 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .39.

7. Imunisasi
imunisasi * pneumonia Crosstabulation

pneumonia Total
ya tidak ya
imunisasi lengkap Count 18 27 45
Expected Count 17.6 27.4 45.0
tidak Count 0 1 1
Expected Count .4 .6 1.0
Total Count 18 28 46
Expected Count 18.0 28.0 46.0

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.


Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square .657(b) 1 .418
Continuity
.000 1 1.000
Correction(a)
Likelihood Ratio 1.007 1 .316
Fisher's Exact Test 1.000 .609
Linear-by-Linear
Association .643 1 .423
N of Valid Cases 46
a Computed only for a 2x2 table
b 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .39.

Lampiran 3. Dokumentasi Kegiatan


95
96
97

You might also like