You are on page 1of 21

TUGAS IMUNOLOGI

IMUNOPROFILAKSIS

NAMA : FITRIYAH

KELAS / NIM : FARMASI / 13330017

DOSEN : Dra. Refdanita M.Si.,Apt

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA & ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT SAINS & TEKNOLOGI NASIONAL

JAKARTA 2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadiran Tuhan Yang Maha Esa dengan
terselesaikannya makalah yang berjudul IMUNOPROFILAKSIS mata kuliah imunologi.
Ucapan terima kasih juga tidak lupa kami sampaikan kepada Ibu selaku pengajar mata kuliah
Imunologi, yang telah memberikan pengarahan dan bantuannya selama masa perkuliahan
sehingga makalah ini dapat diselesaikan pada waktunya.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih perlu disempurnakan, maka diharapkan
pada berbagai pihak untuk memberikan koreksi, baik segi bahasa, isi, maupun tata urutan
atau sistematikanya.
Akhir kata, kami harap semoga makalah ini berguna dan bermanfaat dalam
Pelaksanaan Belajar Mengajar.

Jakarta, 3 Oktober 2016

Penyusun

1
DAFTAR ISI
Kata pengantar ..................................................................................................... 1
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar belakang .................................................................................. 2
1.2 Rumusan masalah ............................................................................. 2
1.3 Tujuan .............................................................................................. 2
Bab II Tinjauan pustaka
2.1 Definisi imunoprofilaksis .................................................................. 3
2.2 Gambar Terjadinya imunisasi alamiah dan buatan............................ 3
2.3 Mekanisme Proteksi .......................................................................... 4
2.4 Penggunaan antigen multipel ............................................................ 9

2.5 Hal Hal yang perlu diperhatikan pada vaksinasi............................ 10


Bab III Pembahasan ............................................................................................ 12
Bab IV Penutup ................................................................................................... 18

Daftar pustaka .................................................................................................... 19


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

pencegahan penyakit infeksi dengan imunoprofilaksis (imunisasi) merupakan


kemajuan yang besar dalam dunia kedokteran, cacar yang merupakan penyakit yang
sangat ditakuti, berkat imunisasi masal, sekarang telah dapat dilenyapkan dari muka dunia
ini.
Imunisasi atau vaksinasi adalah prosedur untuk meningkatkan derajat imunitas
protektif dengan menginduksi respon memori terhadap patogen tertentu/toksin dengan
menggunakan preparat antigen nonvirulen/nontoksik. Imunitas perlu dikembangkan untuk
jenis antibodi/sel efektor imun yang benar anti bodi yang diproduksi oleh imunisasi harus
efektif terutama terhadap mikroba ekstraselular dan produknya ( toksin ). Antibodi
mencegah adherens mikroba masuk kedalam sel untuk menginfeksinya, atau efek yang
merusak sel dengan menetralkan toksin (difteri, klostridium). IgA berperan pada
permukaan mukosa, mencegah virus/ bakteri menempel pada mukosa ( Efek polio oral ).
Mengingat respons imun yang kuat baru timbul beberapa minggu, imunisasi aktif
biasanya diberikan jauh sebelum pajanan dengan patogen.

1.2 Rumusan Masalah

Apa yang dimaksud dengan Imunoprofilaksis / imunisasi ?

Apa Tujuan dari imunoprofilaksis ?

Perbedaan imunisasi yang dianjurkan & imunisasi selektif?

Macam macam mekanisme proteksi ?

1.3 Tujuan Imunisasi


Pencegahan sebelum terjadi pemaparan biasa dilakukan sebagai imunisasi aktif pada
anak bentuk lain dari tindakan tersebut ialah pemberian globulin imun untuk mencegah
hepatitis A pada mereka yang akan mengunjungi negara dengan prevalensi hepatitis A
tinggi. Tindakan tersebut kadang kadang dilakukan juga setelah terjadi pemaparan
misalnya pemberian globulin imun terhadap rabies, toksoid dan antitoksin terhadap
toksin difteri, antitoksin terhadap toksin botulinus dan globulin imun terhadap hepatitis
A & B.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Imunoprofilaksis


Imunisasi merupakan kemajuan yang besar dalam usaha imunoprofilaksis serta
menurunkan prevalensi penyakit. Cacar merupakan penyakit yang sangat ditakuti, berkat
imunisasi masal sekarang telah dilenyapkan dari muka dunia ini. Demikian pula dengan
polio yang dewasa ini sudah dapat dilenyapkan dibanyak negara. IgG biasanya efektif
dalam darah, juga dapat melewati plasenta dan memberikan imunitas pasif kepada janin.
Adanya transfer pasif tersebut dapat merugikan oleh karena itu Ig maternal dapat
menghambat imunisasi yang efektif pada bayi, jadi sebaiknya imunisasi pada neonatus
ditunggu sampai antibodi ibu menghilang dari darah anak. Antibodi yang diberikan pasif
menunjukan efek yang sama.
Imunoprofilaksis terjadi melalui imunisasi aktif atau pasif. Pada imunisasi aktif, respon
imun terjadi setelah seseorang terpapar dengan antigen. Imunisasi pasif terjadi bila seseorang
menerima antibodi atau produk sel lainnya dari orang lain yang telah mendapat imunisasi aktif,
transfer sel yang imunokompeten kepada hospes yang sebelumnya imun inkompeten, disebut
transfer adoptif,

2.2 Terjadinya imunisasi alamiah dan buatan ( aktif dan pasif ). Terlihat pada gambar
berikut :
Imunisasi

Alamiah Buatan

Pasif : Aktif : Pasif : Aktif :

Antibodi Infeksi : Pemberian : Toksoid

Melalui : Virus Antiloksin Vaksinasi

Plasenta Bakteri Antibodi

Kolostrum Dll Sel


Imunisasi Aktif

a. Imunisasi yang dianjurkan


Imunisasi aktif yang dianjurkan pada berbagai tingkat usia, lihat pada tabel berikut

Tabel Imunisasi aktif yang dianjurkan sesuai usia

Usia Vaksin
2 bln Difteri, tetanus, pertussis ( DTP-1 )
Polio trivalen oral ( TOP-1)
4 bln DTP-2, TOP-2
6 bln DTP -3, TOP -3
15 bln Campak, mumps, rubella
18 bln DTP -4, TOP -4
4-6 thn DTP -5,TOP -5
14 16 thn ( dan tiap 10 thn sesudah itu ) Td ( Tetanus dengan dosis toksoid
difteri yang dikurangi )
18 24 thn Campak, mumps, rubella
25 64 thn Campak, mumps, rubella
Lebih dari 65 thn Influenza, pneumococ

b. Imunisasi selektif
Disamping imunisasi yang dianjurkan kepada beberapa golongan orang masih
dianjurkan untuk mendapat vaksinasi lainnya sebagai berikut :

1) Virus
Virus influenza yang diinaktifkan/diatenuasikan, diberikan kepada mereka
diatas 60 tahun dan penderita penyakit kardiovaskuler, Vaksinasi Hepatitis B
diberikan kepada para tenaga medis. Varicella yang diatenuasikan diberikan
kepada penderita dengan leukimi limfositik akut.

2) Bakteri
Vaksin Polivalen yang dibuat dari kapsel polisakarida beberapa jenis
streptococ pneumoniae diberikan kepada penderita penyakit kardiovaskuler,
sesudah splenektomi, anemia sickle cell, kegagalan ginjal, sirosis alkohol dan
diabetes mellitus. H.Influenzae (Polisakarida kapsel tipe B) diberikan kepada anak
anak usia 2-3 tahun di pusat- pusatpenitipan anak anak ( daycare center ) dan
penderita sesudah spleknektomi. N. Meningitidis ( beberapa golongan
polisakarida kapsel ) diberikan kepada anggota militer dan anak anak dinegara
negara dengan resiko tinggi.

4
2.3 Mekanisme Proteksi

1. Perbedaan respons imun diberbagai bagian badan


Ada perbedaan dalam kadar antibodi antara intra dan ekstra vaskular. IgA
sekretori diproduksi setempat dilamina propria dibawah membran mukosa saluran
napas dan cerna yang sering merupakan tempat kuman masuk. IgA merupakan Ig
utama dalam sekresi hidung, bronkus, intestinal, saluran kemih, saliva, kolostrum dan
empedu. Pemberian oral vaksin polio ( Sabin ) menimbulkan pembentukan antipolio
(IgA)dan ditemukan didalam sekresi nasal dan duodenum, sedang pemberian vaksin
mati parenteral (Salk) tidak. Jelas bahwa IgA tersebut memberikan keuntungan dan
dapat mencegah virus ditempat virus masuk badan.
IgG dan IgM dapat pula ditemukan dalam sekresi setempat. Hal ini berarti bahwa
Ig serum dapat pula berperan pada imunitas ekstravaskular. IgG dan IgM telah
ditemukan pula dalam eksudat. Antibodi dalam cairan serebrospinal dibentuk
disusunan saraf psat oleh rangsangan infeksi.
Mekanisme yang menimbulkan perbedaan perbedaan kadar Ig di berbagai
tempat dibadan belum dapat diterangkan. IgG4 merupakan 3,5 % dari IgG dalam
plasma tetapi merupakan 15 % dari IgG kolostrum.

Efek protektif dari respons imun


Yang berperanan pada respons imun antitoksin adalah IgG, meskipun IgA dapat
pula menetralisir eksotoksin seperti enterotoksin V.cholerae. Toksin ini berikatan kuat
dengan jaringan alat sasaran dan biasanya tidak dapat dilepaskan lagi dengan
pemberian anti toksin oleh karena itu pada penyakit penyakit yang mekanismenya
terjadi melalui eksotoksin, pemberian segera antitoksin sangat diperlukan agar
kerusakan yang ditimbulkannya ( lebih banyak toksin berikatan dengan jaringna )
dapat dicegah.
Pada percobaan dengan kelinci, antitoksin yang diberikan 1 jam sebelum suntikan
suntikan difteri dapat memberikan proteksi lengkap, tetapi antitoksin yang diberikan
antara 1 2 jam sesudah suntikan toksin tidak efektif. Hal ini dapat di gambarkan
pada tabel :

Tabel 2.3 proteksi terhadap difteri dan hubungannya dengan waktu pemberian
Hari Jumlah Kasus % Mortalitas
1 225 0
2 1,441 4,2
3 1,600 11,1
4 1,776 17,3
5 ( Lebih ) 1,645 18,7

5
Ensi eksotoksin seperti lecithinase dari bakteri CI perfringens atau bisa ular dapat
dinetralisir antibodi. Adanya aktivitas antitoksik IgG berarti bahwa ibu yang cukup
diimunisasi, dapat memindahkan antitoksin kepada fetus dan dapat memberikan
proteksi pada hari hari pertama / minggu sesudah lahir, hal tersebut diperlukan
dalam pencegahan tetanus neonatorum dinegara negara dengan tindakan obstetri
yang kurang steril.

2. Imunitas anti virus


Respons anti virus adalah kompleks, oleh karena ada beberapa faktor yang
berperan seperti tempat virus masuk badan, tempat virus melekat pada sel, aspek
patogenesis infeksi virus, induksi interferon, respons antibodi dan CMI. Virus
influenza yang menginfektir epitil pernapasan dan berkembang intraselular dapat
menyebar ke sel epitil sebelahnya.
Respons imun yang baik harus meliputi efek antibodi pada permukaan epitil. Efek
ini dapat diperoleh dari IgA lokal atau IgG dan IgM ekstravaskular setempat. Infeksi
virus seperti camapk atau polio, mulai di epitil mukosa saluran napas atau cerna dan
efek patogeniknya yang utama terjadi setelah disebarkan melalui darah ke alat alat
lainnya. Antibodi pada permukaan epitil akan mampu melindungi badan terhadap
virus. Antibodi dalam sirkulasi dapat pula berfungsi demikian.

3. Interferon
Interferon adalah protein atau glykoprotein antivirus yang dibentuk berbagai sel
dalam tubuh sebagai respons terhadap infeksi virus ( atau inducer lain seperti double
stranded RNA ), Interferon ditemukan sebelum makrofag diaktifkan atau antibodi
dibentuk. Oleh karena itu interferon berfungsi dalam pencegahan dini. Virus
merangsang sel sel tubuh ntuk memproduksi protein antivirus yang berbeda dari
antibodi.

Respon antibodi terhadap virus dapat ditemukan in vitro sebagai berikut :


- Menetralisir infektivitas virus dan melindungi hospes yang rentan
- Mengikat komplemen
- Mencegah adherens dan aglutinasi eritrosit oleh beberapa jenis virus
( haemaglutination inhibition )

IgG adalah antibodi yang terpenting diantara antibodi antivirus, tetapi virus yang
sudah melekat kepada sel hospes tidak dapat dilepaskan lagi oleh antibodi.

Efek antivirus IgG in vivo meliputi :


- Netralisasi
- Lisis sel hospes yang diinfektir virus melalui komplemen
- Mencegah enzim virus ( Seperti neuramidiase dari virus influenza )
- Efek opsonin ( Imunitas humoral dan selular )

6
IgG yang melalui fraksi Fab nya berikatan dengan reptor Fc pada makrofag. PMN
atau sel K. Sel sel tersebut selanjutnya lebih mudah memakan dan menghancurkan
sel dengan virus.

CMI biasanya mendahului mekanisme mekanisme spesifik humoral. Sel T


berinteraksi dengan virus dan membentuk limfokin seperti MCF atau MIF yang
mengerahkan makrofag dan mencegah pembentukan jembatan jembatan interseluler
tempat transfer interselular virus. Makrofag dapat juga memakan virus yang dilapisi
antibodi. Pada virus campak, virus HIV, virus limfotrofik yang berhubungan dengan
sindrom AIDS, fagositosis tidak berakhir dengan hancurnya virus. Makrofag bahkan
berfungsi sebagai alat penyebar virus tetapi sel Tc dapat menghancurkan virus secara
langsung.

4. Imunitas antibakteriil
Respons imun antibakteriil meliputi lisis melalui antibodi dan komplemen,
opsonisasi, fagositosis yang diaktifkan dengan eliminasi bakteri di hati, limpa dan sel
sel dari sistem fagosit makrofag.
Yang berperanan pada opsonin dan fagositosis bakteri gram negatif adalah IgG
dan IgM saja atau dengan bantuan C3b ( Opsonin ).
Aktivasi komplemen melalui jalur alternatif dapat dirangsang secara non
spesifik oleh endotoksin lipoposakarida ( dinding bakteri gram negatif ) atau oleh
polisakarida dari kapsel bakteri gram negatif ) atau oleh polisakarida dari kapsel
bakteri gram negatif dan bakteri gram positif yang mengaktifkan C3. Jalur alternatif
ini menimbulkan penglepasan molekul kemotaktik C3a dan C5a, dan opsonin C3b.
Aktivasi jalur alternatif juga melepas faktor adherens imun dan bakteriolitik dari
C5,6,7,8,C9. Oleh karena proses opsonin dan fagositosis bakteri terjadi dalam limpa,
maka penderita sesudah splenektomi sangat rentan terhadap bakteri dengan kapsel.
Pada jalur klsik IgM berperan dalam lisis bakteri gram negatif. CMI juga berperan
pada bakteri yang hidup intraselular seperti M. Tuberculosis.

5. Imunitas anti fungal, anti protozoa dan anti cacing


Respons imun terhadap fungus, protozoa dan cacing meliputi imunitas humoral
dan atau selular, seperti halnya pada imunitas virus dan bakteri, keunikan respons
imun pada parasit yaitu karena hal tersebut tergantung dari stadium siklus hidupnya.

6. Usia dan waktu imunisasi


Mekanisme waktu proteksi dipengaruhi berbagai faktor keadaan nutrisi,
penyakit yang menyertai dan usia akan mempengaruhi kadar globulin atau CMI.

7
In utero,fetus biasanya terhindar dari antigen asing dan infeksi mikroorganisme,
meskipun patogen tertentu ( Rubella ) dapat meninfektir ibu dan merusak fetus,
imunitas ibu melindungi fetus dengan jalan mengeliminir bahan infektif sebelum
memasuki uterus, atau melindungi bayi baru lahir melalui antibodi tranplasental atau
air susu ibu. Kadar berbagai Ig dalam kolostrum terlihat pada Tabel:

Hari sesudah partus Kadar pada


Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 dewasa
(mgdl)
IgA 600 200 200 80 200
IgG 60 45 35 16 1,000
IgM 125 125 65 30 120

Ferus dan neonatus belum mempunyai kelenjar limfoid yang berkembang kecuali
timus yang ukurannya pada waktu lahir sangat besar dibanding dengan badan, fetus
dapat membentuk IgM pada gestasi 6 bulan. Kadar IgM kemudian perlahan lahan
meningkat sampai sekitar 0,1 mg/ml serum waktu lahir yang berarti sekitar 10 % dari
kadar IgM orang dewasa.

IgG didapatkan dalam fetus pada sekitar gestasi bulan ke 2 tetapi ini berasal dari
ibu. Kadar IgG meningkat dan mencapai puncaknya pada sekitar gestasi bulan ke 4.
Pada waktu lahir kadarnya menjadi 10 12 mg/ml serum yang sedikit lebih tinggi
dari pada kadar IgG ibu. Jadi fetus mendapat persediaan IgG dari ibu yang bersifat
antitoksik, antivirus dan antibakteriil. Kadar Ig asal ibu ini perlahan lahan menurun
bila bayi mulai membuat antibodi sendiri, Sehingga IgG total pada usia 2 3 bulan
hanya 50 % dari kadar waktu lahir.

Pada umumnya bayi baru lahir menunjukan respon imun yang lemah dan
meningkat efektif dengan usia, bayi baru lahir sudah siap membentuk IgM dapat
memberikan respons terhadap toksoid, virus polio yang diberikan parenteral atau
polio yang diatenuasikan dan diberikan oral. Pemberian vaksin pertussis (bakteri
mati) segera setelah lahir, tidak memberikan respons protektif bahkan menimbulkan
toleransi bila diberikan kemudian hari.

Antibodi ibu, disamping memberikan perlindungan kepada bayi terhadap berbagai


infeksi atau toksinnya, dapat pula mengulangi respons terhadap antigen. Misalnya,
antibodi, anticampak asal ibu yang adadidalam kadar cukup pada bayi sampai usia 1
tahun, akan menghalangi respons bayi tersebut terhadap vaksin. Maka vaksinasi
campak sekarang diberikan kepada bayi usia 15 bulan ( tidak lagi pada usia 12 bulan).
Pemberian vaksin campak melalui rute pernapasan tetap menibulkan peningkatan
kadar antibodi, meskipun bayi masih mengandung antibodi asal ibu. Jadi interferensi
pembentukan anti bodi hanya didapatkan bila rute pemberian adalah parenteral.

8
Anak dibawah 2 tahun menunjukkan ketidakmampuan umum untuk membentuk
antibodi pada pemberian parenteral polisakarida kapsel bakteri seperti H.Influenza
tipe b, berbagai N. Meningitidis dan S. Pneumoniae. Hal itu disebabkan oleh karena
bayi tidak memberikan respons terhadap antigen T independen. Meskipun mampu
membentuk IgM cukup dini. Dengan jalan menyatukan antigen tersebut dengan
antigen yang T dependen seperti toksoid difteri atau tetanus diharapkan akan
meningkatkan respons terhadap polisakarida.

Pada usia diatas 60 tahun terjad pengurangan kemampuan memberikan respons


sekunder. Usia tua menunjukkan respons baik terhadap polisakarida bakteri, sehingga
pemberian vaksin polisakarida pneumococ dapat meningkatkan antibodi dengan
efektif pemberian vaksin tersebut juga dianjurkan untuk diberikan kepada golongan
lain yang sangat rentan terhadap pneumococ ( penderita dengan anemia sickle cell,
penyakit hodgkin, mieloma multipel, penyakit kardiovaskular kronik, penyakit
metabolik kronik seperti diabetes melitus dan kegagalan ginjal ).

Oleh karena virus influenza merusak epitil pernapasan dan memudahkan infeksi
pneumonia bakteriil, maka vaksin influenza hendaknya juga diberikan kepada
golongan yang sama seperti diatas. Demikian juga halnya kepada staf rumah sakit.

2.4 Penggunaan antigen multipel


Imunisasi rutin terhadap beberapa infeksi dipermudah oleh karena kumannya
hanya mempunyai satu tipe antigen saja ( misalnya toksin difteri dan tetanus, berbagai
virus seperti campak, mumps dan rubella ). Pada imunisasi lainnya (polio dan
pneumococ) perlu diberikan beberapa tipe antigen . seseorang dapat divaksinasi
sekaligus dengan beberapa tipe, dan masih memberikan respons yang baik, tetapi
dalam beberapa hal diperlukan beberapa kali booster.
Imunisasi biasanya dimulai pada anak dengan memberikan toksoid difteri dan
tetanus. Kuman B. Pertussis yang dimatikan dan polio ( sabin ) tipe 1,2,3oral. Adanya
1012 sel limfosit dalam badan diduga tidak akan berkompetisi dan akan memberikan
respons imun yang baik. Meskipun ada dugaan bahwa virus hidup akan mencegah
respons imun terhadap vaksin virus hidup yang diberikan beberapa hari kemudian,
tetapi dalam praktek hal ini tidaklah begitu berarti, jadi pemberian vaksin campak,
mumps dan rubella secara berurutan akan memberikan respons protektif terhadap
ketiga virus.

9
2.5 Hal Hal yang perlu diperhatikan pada vaksinasi
a. Tempat pemberian vaksin
Rute parenteral ( ID,SC,IM ) biasa dilakukan pada lengan daerah deltoid. Vaksin
hepatitis yang diberikan pada lengan terbukti memberikan respons imun yang lebih
baik dibanding dengan pemberian intragluteal.
Pemberian vaksin polio parenteral ( virus mati ) akan memberikan respons antibodi
serum yang lebih tinggi dibanding dengan vaksin hidup oral, tetapi yang akhir
menimbulkan pembentukan IgA sekretori yang dapat memberikan proteksi.
Beberapa vaksin memberikan respons yang lebih baik bila diberikan melalui saluran
napas dibanding dengan parenteral ( seperti virus campak hidup ) tetapi pemberian
tersebut belum dilakukan secara rutin.
b. Bahaya bahaya vaksinasi
Ada beberapa bahaya yang berhubungan dengan pemberian vaksin. Vaksin yang
dibuat dari virus yang diatenuasikan ( campak, mumps, rubella, polio oral, BCG )
dapat menimbulkan penyakit yang progressif pada penderita yang imunocompromised
atau pada penderita yang mendapat pengobatan steroid. Dalam hal hal tertentu virus
yang diatenusiakan dapat berubah menjadi virus yang virulen dan menimbulkan
paralise ( polio ). Atas dasar ini banyak orang lebih menyukai pemberian parenteral.
Virus yang diatenuasikan hendaknya tidak diberikan kepada wanita yang
mengandung karena bahaya terhadap fetus.
Vaksinisasi terhadap cacar sudah tidak dikerjakan lagi oleh karena penyakit telah
dapat dibasmi, keculai pada beberapa golongan masyarakat tertentu seperti anggota
tentara.
Diantara vaksin mati B. Pertussis kadang kadang menimbulkan efek samping yaitu
encephalopathy pada bayi. Meskipun demikian, penggunannya masih diteruskan
mengingat resiko yang lebih besar dari penyakitnya. Vaksin pertussis hendaknya tidak
diberikan pada bayi dengan riwayat kejang kejang.
Toksoid tetanus dan difteri dapat menimbulkan hipersensitivitas lokal. Oleh karena
itu efeknya dapat berlangsung 10 tahun, maka pemberian booster harus diawasi dan
dosis yang diberikan hendaknya disesuaikan dengan reaksi yang terjadi.
Hipersensitivitas terhadap toksoid difteri meningkat dengan usia. Dosis dewasa adalah
jauh lebih kecil dari dosis anak.
Oleh karena suntikan berulang vaksin polisakarida pneumococ menimbulkan efek
samping, maka hanya diberikan sebagai suntikan tunggal yang menggunakan 23
serotipe vaksin.
Guillain Barre Syndrome dapat terjadi sebagai efek samping pemberian vaksin
influenza dari babi. Pemakaiannya masih diteruskan oleh karena efek samping
tersebut dianggap tidak berarti.

10
Mengingat beberapa virus ditumbuhkan dalam embryo ayam, maka vaksin virus
tersebut hendaknya tidak diberikan kepada mereka yang alergi terhadap telur. Vaksin
influenza lengkap tidak memberikan efek samping pada orang dewasa, tetapi pada
usia dibawah 13 tahun dianjurkan untuk memberikan komponennya terpisah pisah
(split vaccin ).
Beberapa vaksin mengandung bahan pengawet seperti organomercuric rhimerosal
(merthiolate) atau antibiotik ( neomycin atau streptomycin ). Maka pemberiannya
tidak dianjurkan pada mereka yang alergik terhadap obat tersebut.
Vaksin HBV yang diinaktifkan akan dapat mencegah baik hepatoma maupun
hepatitis B pada mereka dengan resiko tinggi.

.7 Pendekatan dalam produksi vaksin


Teknologi rekombinaan DNA dan automated synthesis peptide yang cepat
merupakan kemajuan yang memberikan harapan dalam perbaikan pembuatan vaksin
yang ada. Pendekatan lain ialah penggunaan antiidiotype dengan spesifisitas tertentu
sebagai imunogen. Dengan cara tersebut akan diperoleh vaksin murni yang
diharapkan mempunyai sedikit sekali efek samping. Produksi vaksin hepatitis B dari
jamur dengan teknik rekombinan, merupakan cara yang lebiih mudah untuk
memproduksi vaksin dalam jumlah besar dan aman dibanding engan yang diproduksi
dari serum.

11
BAB III

PEMBAHASAN

Imunisasi pasif
Imunisasi pasif dilakukan melalui transfer antibodi atau sel imun dari orang yang
imun keorang lain yang non imun. Hal ini dapat terjadi alamiah atau artifisiil.
a. Imunitas pasif alamiah
1. Imunitas maternal melalui plasenta
Adanya antibodi dalam darah ibu merupakan proteksi pasif terhadap fetus.
IgG dapat berfungsi antitoksik, antivirus dan antibakteriil terhadap H.influenzae
tipe B atau S. Agalactiae gol. B. Imunisasi aktif dari ibu akan memberikan
proteksi pasif kepada fetus dan bayi.

2. Imunitas maternal melalui kolostrum


Air susu ibu ( ASI ) mengandung berbagai komponen sistem imun. Beberapa
diantaranya berupa enhanceent growth factor untuk bakteri yang diperlukan
dalam usus atau faktor yang justru dapat menghambat tumbuhnya kuman
tertentu ( lisozim, laktoferin,interferon, makrofag, sel T, Sel B, granulosit). Anti
bodi ditemukan dalam ASI dan kadarnya lebih tinggi dalam kolostrum (ASI
pertama segera setelah partus).
Porteksi antibodi dalam kelenjar susu tergantung atas antigen yang masuk
kedalam usus ibu dan gerakan se yang dirangsang antigen dari lamina propria
usus ke mammae ( sistem entero mammae ). Jadi mikroorganisme yang
menempati usus ibu dapat menimbulkan produksi antibodi dalam kolostrum
sehingga selanjutnya bayi memperoleh proteksi terhadap mikroorganisme yang
masuk saluran cerna. Adanya antiboditerhadap enteropatogen ( E.Coli, S. Rphy
murium, Shigella, virus polio, coscakie dan Echo ) dalam ASI telah dibuktikan
antibodi terhadap patogen non alimentari seperti antitoksin tetanus dan difteri
dan hemolisin antisstreptococ telah pula ditemukan dalam kolostrum.
Limfosit yang tuberkolin sensitif dapat juga ditransfer ke bayi melalui
kolostrum, tetapi peranan sel ini dalam transfer CMI belum diketahui.

b. Imunitas pasif artifisiil


1. Antibodi heterolog versus antibodi humolog
Efek antibodi manusia yang humolog diharapkan lebih lama dibanding dengan
antibodi heterolog dari kuda. Ada 4 fase dalam eliminasi antibodi heterolog
ialah : pengenceran katabolisme, pembentukan kompleks imun dan eliminasi.
Antibodi heterolog
Antibodi heterolog asal kuda dapat menimbulklan sedikitnya 2 jenis
hipersensitivitas yaitu reaksi tipe 1 atau tipe II ( serum sickness dari kompleks
imun ) kalau perlu dapat dilakukan desensitisasi pada seseorang terhadap
reaksi tipe I dengan memberikan dosis kecil secara perlahan lahan dan
berulang ulang dalam waktu beberapa jam.
2. Penggunaan Human Immune Serum Globulin
Meskipun sekarang dalam klinik sering diberikan gamma globulin imun asal
manusia, tetapi antibodi heterolog seperti antitoksin difteri dan antilimfosit
(serum asal kuda ) masih juga digunakan.
Plasma diperoleh dari donor sehat atau plasenta. Bila plasma tersebut diperoleh
dari donor donor tanpa memperhatikan sudah atau belum divaksinasi / dalam
atau tidak dalam masa konvalens suatu penyakit, disebut immune serum
globulin ( ISG ) atau human normal immunoglobulin ( HNI ). Plasma atau
serum yang diperoleh dari donor yang dipilih sesudah imunisasi atau booster
atau konvalesen dari suatu penyakit, disebut sesuai dengan jenisnya misalnya
tetanus immune gluboline ( TIG ), hepatitis B ( HBIG ), varicella zoster ( VZIG
) dan rabies immune globuline ( RIG ), preparat juga dapat diperoleh dalam
jumlah besar dari hasil plasma pheresis.
Preparat yang diperoleh harus :
- Bebas dari virus hepatitis dan HIV atau AIDS
- Kadar antibodi sekitar 25 kali ( biasanya mengandung 16,5 g/dl globulin
terutama IgG)
- Stabil untuk beberapa tahun
- Dapat mencapai puncaknya dalam darah sekitar 2 hari setelah pemberian
IM (beberapa preparat cukup aman bila diberikan IV )

a. Immune serum globulin ( ISG )


ISG digunakan pada keadaan tertentu :
- Hepatitis A : ISG diberikan sebagai proteksi sebelum da sesudah pernapasan
- Hepatitis B : ISG dianggap dapat menggantikan HBIG
- Hepatitis non A non B
- Campak sebelum vaksinasi dengan virus campak yang diatenuasikan
- Anak anak yang immunocompromised
- Hipogamagbulinemia : diperlukan suntikan beberapa kali
- Purpura trombositopeni idiopatik ( ITP ) : mungkin dosis tinggi IgG dapat
mencegah reseptor Fc pada fagosit dan mencegah terjadinya fagositosis dan
rusaknya trombosit akibat ADCC

13
b. Globulin manusia yang spesifik
Preparat immune globulin spesifik yang dapat diperoleh dewasa ini adalah sebagai
berikut :
- Antibodi ( Rhogam ) terhadap antigen RhD diberikan kepada ibu 72 jam
perinatal dalam usaha mencegah imunisasi oleh eritrosit fetal Rh+
- Tetanus immune globulin ( TIG )
TIG adalah antitoksin yang diberikan sebagai proteksi pasif setelah menderita
luka. Biasanya diberikan IM dengan toksoid tetapi pada lengan yang sebaliknya.
- Varicella zoster immune globulin ( VZIG )
VZIG diberikan kepada penderita leukemi dengan resiko tinggi, 72 jam setelah
terpapar dengan virus varicella.
- Rabies immune globuline ( RIG )
RIG diberikan bersamaan dengan imunisasi aktif, kadang kadang karena tidak
tersedianya serum asal manusia diberikan yang berasal dari kuda.
- Hepatitis B immune globulin ( HBIG )
HBIG diberikan pada masa perinatal kepada anak yang dilahirkan oleh ibu
dengan infeksi virus hepatitis B para tenaga medis yang tertusuk jarum
terinfeksi atau pada mereka setelah kontak dengan sesorang hepatitis B yang
HbsAg positif.
- Vaccinia immune globulin ( VIG )
VIG diberikan kepada penderita dengan eksim atau immunocompromised yang
terpapar dengan vaksinia dan pada anggota tentara.

Hal hal yang perlu diperhatikan pada vaksinasi


Biasanya preparat globulin diberikan IM mengingat pemberian IM mengingat
pemberian IV dapat menimbulkan reaksi anafilaksis : Ig ( IgGI, IgG2,IgG3 dan
IgM) dapat mengaktifkan komplemen dan melepas anafilatoksin melalui jalur
klasik, sedang IgG4 dan IgA melalui jalur alternatif, preparat baru adalah aman
untuk pemberian IV.
Keunikan kontraindikasi pemberian immune globulin yaitu pada defisiensi IgA
kongenital. Sistem imun penderita iini tidak pernah mengenal IgA, sehingga akan
memberikan respons terhadap IgA asal donor yang mengakibatkan terjadinya
anafilaksis.

14
Vaksin dan anti serum pada manusia

Preparat preparat vaksin dan serum yang digunakan pada manusia terlihat pada
tabel berikut :

VAKSIN JENIS
Bakteri
Anthrax Antigen dalam alum yang diperoleh
dari filtrat biakan
Cholera V. Cholerae mati
H.Influenza Polisakarida tipe B
M. Meningitis Polisakarida,gol.A,C,V,W135dari
N.meningitis.
Pertussis B.Pertussis mati
Pes Yersinia pestis ( dilemahkan,
digunakan dibeberapa bagian dunia ).
Pneumococ Polisakarida 23 serotipe
Tetanus S.pneumoniae
Tuberculosis Toksoid
Thyphoid Bacill calmette - guerin(BCG)
Botulisme dilemahkan
S. typhi mati
Brucellossis Toksoid (pemakaian terbatas pada
peneliti laboratorium)
Rickettsia B. abortus (dilemahkan) strain 19
Thypus fever
Rocky Mt. Spotted fever
R. prowazekii (mati dan dilemahkan)
Virus R. ricketsii (mati)
Hepatitis B
Influenza
Campak HbsAg mati
Mumps Seluruh atau split virus (dilemahkan)
Polio Dilemahkan
Rabies Dilemahkan
Rubella Dilemahkan atau mati
Varicella Dilemahkan atau mati
Mati
Antisera Dilemahkan
Botulisme
Diphtheri
Hepatitis A ISG asal manusia atau kuda
Hepatitis B Serum asal kuda
Hipogamaglobinemia ISG
Campak HBIG atau ISG
Rabies ISG
Rho (D) ISG
Tetanus ISG, RIG, serum imun asal kuda
Vaccinia ISG vs Rho ( D )
Varicella zoster TIG
Serum antilimfosit VIG
Black widow spider VZIG
Gigitan goral snake Asal kuda
Gigitan crotalid snake Anti bisa asal kuda
Anti bisa asal kuda
Anti serum polivalen asal kuda

Vaksin yang masih sedang dievaluasi


VAKSIN JENIS
Bakteri
M. pneumoniae Hidup
S. typhi Dilemahkan
Virus
Adenovirus tipe 4,7 Hidup (oral)
Cytomegalovirus Dilemahkan
Hepatitis B rekombinan DNA Dilemahkan
dalam
jamur Hidup
Influenza Dilemahkan atau mati
Togavirus (arbovirus) Dilemahkan atau mati
Japanese B encephalitis Dilemahkan
Venezuelan equine Mati
encephalomyelitis
Western equine
encephalomyelitis

16
Contoh contoh vaksin : toksoid, vaksin mati & hidup :

BCG

Cacar

Rubella
VAKSIN Hidup Influenza

Rabies

Polio

Campak

Dll
Pertussis
Mati
Kolera
Toksoid
Tifoid
Tetanus
Influenza
difteri
Rabies

Polio

Dll

17
BAB IV

PENUTUP

Imunisasi atau vaksinasi adalah prosedur untuk meningkatkan derajat imunitas


protektif dengan menginduksi respon memori terhadap patogen tertentu/toksin dengan
menggunakan preparat antigen nonvirulen/nontoksik. Imunitas perlu dikembangkan
untuk jenis antibodi/sel efektor imun yang benar anti bodi yang diproduksi oleh
imunisasi harus efektif terutama terhadap mikroba ekstraselular dan produknya (
toksin ). Antibodi mencegah adherens mikroba masuk kedalam sel untuk
menginfeksinya, atau efek yang merusak sel dengan menetralkan toksin (difteri,
klostridium). IgA berperan pada permukaan mukosa, mencegah virus/ bakteri
menempel pada mukosa ( Efek polio oral ). Mengingat respons imun yang kuat baru
timbul beberapa minggu, imunisasi aktif biasanya diberikan jauh sebelum pajanan
dengan patogen.
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Karnen Garna Baratawidjaja imunologi dasar


Karnen Garna Baratawidjaja Iris Rengganis Imunologi Dasar

You might also like