You are on page 1of 14

APPENDISITIS

A. Pengertian
Appendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing.
Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus
memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang
terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan
oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur
(Anonim, 2007).
Appendisitis adalah suatu peradangan pada appendiks yang
berbentuk cacing, yang berlokasi dekat katup ileocecal (Long, Barbara C,
1996).
B. Klasifikasi

Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yakni :

1. Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis,


yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta
difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
2. Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial,
setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis
obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.

C. Etiologi

Appendiksitis merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh obstruksi


atau penyumbatan akibat :

1. Hiperplasia dari folikel limfoid.


2. Adanya fekalit dalam lumen appendiks.
3. Tumor appendiks.
4. Adanya benda asing seperti cacing askariasis.
5. Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E. Histilitica.
Menurut penelitian, epidemiologi menunjukkan kebiasaan makan
makanan rendah serat akan mengakibatkan konstipasi yang dapat
menimbulkan appendiksitis. Hal tersebut akan meningkatkan tekanan intra
sekal, sehingga timbul sumbatan fungsional appendiks dan
meningkatkanpertumbuhan kuman flora pada kolon.

D. Patofisiologi
Penyebab utama appendiksitis adalah obstuksi penyumbatan yang
dapat disebabkan oleh hiperplasia dari polikel lympoid merupakan
penyebab terbanyak adanya fekalit dalam lumen appendik.Adanya benda
asing seperti : cacing,striktur karenan fibrosis akibat adanya peradangan
sebelunnya.Sebab lain misalnya : keganasan (Karsinoma Karsinoid).
Obsrtuksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi
mukosa terbendung, makin lama mukus yang terbendung makin banyak
dan menekan dinding appendiks oedem serta merangsang tunika serosa
dan peritonium viseral. Oleh karena itu persarafan appendiks sama dengan
usus yaitu torakal X maka rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit
disekitarumblikus.
Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi
nanah, kemudian timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum
terganggu, peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritomium
parietal setempat, sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah,
keadaan ini disebut dengan appendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini
disebut dengan appendisitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah
akut itu pecah, dinamakan appendisitis perforasi.
Bila omentum usus yang berdekatan dapat mengelilingi apendiks
yang meradang atau perforasi akan timbul suatu masa lokal, keadaan ini
disebut sebagai appendisitis abses. Pada anak anak karena omentum
masih pendek dan tipis, apendiks yang relatif lebih panjang , dinding
apendiks yang lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih kurang,
demikian juga pada orang tua karena telah ada gangguan pembuluh darah,
maka perforasi terjadi lebih cepat. Bila appendisitis infiltrat ini
menyembuh dan kemudian gejalanya hilang timbul dikemudian hari maka
terjadi appendisitis kronis (Junaidi ; 1982).
E. Pathway

Infeksi akibat bakteri, virus, jamur, feses yang membatu, pola hidup,
benda asing.

Apendiksitis

Inflamasi

Edema

(Berisi Pus)

Infeksi

F. Bakteri flora Apendik Obs. usus


G. usus (bawah kanan
rongga abdomen)
Abses
Konstipasi
sekunder
Rangsang syaraf
reseptor

Pelvis Diafragma Hati


Nyeri

Jumlah
lekosit

Hiperthermy
H. Manifestasi Klinik

Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas


anamnese ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan
penunjang lainnya. 3 anamnesa penting yakni:
1. Anoreksia biasanya tanda pertama.
2. Nyeri, permulaan nyeri timbul pada daerah sentral (viseral) lalu
kemudian menjalar ketempat appendics yang meradang (parietal).
Retrosekal/nyeri punggung/pinggang. Postekal/nyeri terbuka.
3. Diare, Muntah, demam derajat rendah, kecuali ada perforasi.

Gejala usus buntu bervariasi tergantung stadiumnya:

1. Penyakit Radang Usus Buntu akut (mendadak).


Pada kondisi ini gejala yang ditimbulkan tubuh akan panas tinggi,
Demam bisa mencapai 37,8-38,8 Celsius, mual-muntah, nyeri perut kanan
bawah, buat berjalan jadi sakit sehingga agak terbongkok, namun tidak
semua orang akan menunjukkan gejala seperti ini, bisa juga hanya bersifat
meriang, atau mual-muntah saja.
2. Penyakit Radang Usus Buntu kronik.
Pada stadium ini gejala yang timbul sedikit mirip dengan sakit
maag dimana terjadi nyeri samar (tumpul) di daerah sekitar pusar dan
terkadang demam yang hilang timbul. Seringkali disertai dengan rasa
mual, bahkan kadang muntah, kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut
kanan bawah dengan tanda-tanda yang khas pada apendisitis akut yaitu
nyeri pd titik Mc Burney (titik tengah antara umbilicus dan Krista iliaka
kanan).
Penyebaran rasa nyeri akan bergantung pada arah posisi/letak usus
buntu itu sendiri terhadap usus besar, Apabila ujung usus buntu menyentuh
saluran kencing ureter, nyerinya akan sama dengan sensasi nyeri kolik
saluran kemih, dan mungkin ada gangguan berkemih. Bila posisi usus
buntunya ke belakang, rasa nyeri muncul pada pemeriksaan tusuk dubur
atau tusuk vagina. Pada posisi usus buntu yang lain, rasa nyeri mungkin
tidak spesifik. (Anonim, 2008)

I. Penatalaksanaan

Pada appendiksitis akut, pengobatan yang paling baik adalah


operasi appendiks. Dalam waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita di
obsevarsi, istirahat dalam posisi fowler, diberikan antibiotik dan diberikan
makanan yang tidak merangsang persitaltik, jika terjadi perforasi diberikan
drain di perut kanan bawah.

Tindakan pre operatif, meliputi penderita di rawat, diberikan


antibiotik dan kompres untuk menurunkan suhu penderita, pasien
diminta untuk tirabaring dan dipuasakan.
Tindakan operatif ; appendiktomi.
Tindakan post operatif, satu hari pasca bedah klien dianjurkan
untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2 x 30 menit, hari
berikutnya makanan lunak dan berdiri tegak di luar kamar, hari
ketujuh luka jahitan diangkat, klien pulang.
J. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium.

Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein


reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah
leukosit antara10.000-20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas
75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang
meningkat.
2. Pemeriksaan darah.

Akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus


appendisitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi. Pada
appendicular infiltrat, LED akan meningkat.

3. Pemeriksaan urine.

Untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di


dalam urin. pemeriksaan ini sangat membantu dalam
menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih
atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama
dengan appendisitis.
4. Radiologi.

Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada


pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada
tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada
pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan
apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami
inflamasi serta adanya pelebaran sekum.
5. Abdominal X-Ray.

Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab


appendisitis. Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.

6. USG.

Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan


pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai
adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan
diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan
sebagainya.
7. Bariumenema.

Suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke


colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan
komplikasi-komplikasi dari appendicitis pada jaringan sekitarnya
dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding.

8. Laparoscopi.

Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic


yang dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan
secara langsung.Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi
umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan
peradangan pada appendix maka pada saat itu juga dapat langsung
dilakukan pengangkatan appendix.

K. Komplikasi
Perforasi dengan pembentukan abses
Peritonitis generalisata.
Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. D
Umur : 37 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Suku/bangsa : Dayak/Indonesia
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SLTA
Alamat : Jl. Tingang IV no 06
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengalami penyakit usus buntu sudah agakk lama namun
takut dilakukan operasi dan hanya diberikan obat tradisional.
Pasien mengatakan sekitar tujuh hari sebelum masuk rumah
sakit merasakan nyeri perut pada bagian kanan bawah, karena
sudah tidak tertahankan maka oleh keluarga pasien dibawa ke
rumah sakit. Di UGD pasien di intruksikan oleh tim kesehatan di
UGD untuk mondok. Di UGD pasien diberi terapi medis : Infus
RL 20 tpm dan remopain 1 ampul (30 mg). Selanjutnya pasien
diantar keruangan di bangsal. Di bangsal pasien dirawat oleh
perawat bangsal. Pasien melakukan pemeriksaan penunjang foto
rontgen, pemeriksaan laboratorium dan lain-lain untuk
mengetahui dengan pasti penyakit yang diderita pasien.
Setelah itu malamnya pukul 19:00 WIB pasien diantar ke ruang
operasi untuk menjalani operasi. Diruang operasi pasien diberi
anastesi GA. Sekarang, luka bekas operasi sudah kering dan
drain sudah dilepas. Setiap pagi luka operasi dibersihkan. Pasien
mengatakan makan hanya 3-5 sendok dari rumah sakit, pasien
tampak lemah, bibir pecah-pecah dan mukosa bibir kering,
pasien mengatakan nyeri di bagian bekas luka post operasi,
pasien tampak lemas, nyeri senut-senutt, skala nyeri 5, nyeri
hilang timbul, pasien tampak menahan sakit. Pasien mengatakan
saat sakit aktivitas perawatan diri dibantu keluarga, perawat, dan
alat. Terutama saat mandi dan toileting karena nyeri jahitan post
operasi bila bergerak, pasien mandi, BAK dan BAB dibantu
keluarga atau perawat.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit seperti ini
sebelumnya dan pasien tidak mempunyai penyakit kronis
lainnya seperti DM, jantung dan Asma.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan didalam keluarga tidak ada yang menderita
penyakit seperti yang diderita pasien saat ini dan tidak memiliki
penyakit keturunan lainnya.
d. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Pasien tampak lemah
Kesadaran : compos menthis
TTV
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 85x/menit
RR : 22x/menit
Suhu : 37.5 C
Kepala : Bersih
Mata : Sklera putih, pupil isokor, palpebra
kecoklatan
Telinga :Bersih, simetris, tidak ada
gangguan pendengaran
Hidung : Bersih, simetris, berlubang
Mulut : Cukup bersih
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid
Dada
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Taktil fremitus sama kanan kiri
Perkusi : Resonan
Auskultasi : Vesikuler
Perut/abdomen
Inspeksi : Simetris, tidak ada lesi.
Auskultasi : Peristaltik 10x/menit
Perkusi : Timpani
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Ekskremitas :Tidak terdapat kelemahan
ekskremitas kanan dan kiri
GCS : E:4 V:5 M:6
Genetalia : Bersih
Saluran kemih : Normal
Anus : Tidak ada iritasi
B. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri berhubungan dengan luka insisi pada abdomen kuadran kanan


bawah post operasi appenditomi.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan pembatasan gerak skunder
terhadap nyeri.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive
appendiktomi.
4. Resiko kekurangan volume cairan sehubungan dengan pembatasan
pemasukan cairan secara oral.

C. Fokus Intervensi
Diagnosa Keperawatan 1. :
Nyeri berhubungan dengan luka insisi pada daerah mesial abdomen post
operasi appendiktomi
Tujuan
Nyeri berkurang / hilang dengan
Kriteria Hasil :
Tampak rilek dan dapat tidur dengan tepat.
Intervensi

Kaji skala nyeri lokasi, karakteristik dan laporkan perubahan nyeri


dengan tepat.
Pertahankan istirahat dengan posisi semi powler.
Dorong ambulasi dini.
Berikan aktivitas hiburan.
Kolborasi tim dokter dalam pemberian analgetika.

Rasional

1. Berguna dalam pengawasan dan keefesien obat, kemajuan


penyembuhan,perubahan dan karakteristik nyeri.
2. Menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi
terlentang.
3. Meningkatkan kormolisasi fungsi organ.
4. meningkatkan relaksasi.
5. Menghilangkan nyeri

Diagnosa Keperawatan 2. :
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan pembatasan gerak skunder
terhadap nyeri

Tujuan
Toleransi aktivitas

Kriteria Hasil :

Klien dapat bergerak tanpa pembatasan


Tidak berhati-hati dalam bergerak.
Intervensi
catat respon emosi terhadap mobilitas.
Berikan aktivitas sesuai dengan keadaan klien.
Berikan klien untuk latihan gerakan gerak pasif dan aktif.
Bantu klien dalam melakukan aktivitas yang memberatkan.

Rasional

1. Immobilisasi yang dipaksakan akan memperbesar kegelisahan.


2. Meningkatkan kormolitas organ sesuiai dengan yang diharapkan.
3. Memperbaiki mekanika tubuh.
4. Menghindari hal yang dapat memperparah keadaan.

Diagnosa Keperawatan 3. :
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive appendiktomi

Tujuan
Infeksi tidak terjadi

Kriteria Hasil :
Tidak terdapat tanda-tanda infeksi dan peradangan

Intervensi

Ukur tanda-tanda vital


Observasi tanda-tanda infeksi
Lakukan perawatan luka dengan menggunakan teknik septik dan aseptik
Observasi luka insisi

Rasional

1. Untuk mendeteksi secara dini gejala awal terjadinya infeksi


2. Deteksi dini terhadap infeksi akan mudah
3. Menurunkan terjadinya resiko infeksi dan penyebaran bakteri.
4. Memberikan deteksi dini terhadap infeksi dan perkembangan luka.

Diagnosa Keperawatan 4. :
Resiko kekurangan volume cairan berhubungna dengan pembatasan
pemasukan cairan secara oral

Tujuan

Kekurangan volume cairan tidak terjadi

Intervensi

Ukur dan catat intake dan output cairan tubuh


Awasi vital sign: Evaluasi nadi, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran
mukosa
Kolaborasi dengan tim dokter untuk pemberian cairan intra vena

Rasional

1. Dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi


pengeluaran cairan atau kebutuhan pengganti.
2. Indikator hidrasi volume cairan sirkulasi dan kebutuhan intervensi
3. Mempertahankan volume sirkulasi bila pemasukan oral tidak cukup dan
meningkatkan fungsi ginjal

You might also like