Professional Documents
Culture Documents
Pada dasarnya tujuan pengkajian adalah mengumpulkan data objektif dan subjektif dari
klien.Adapun data yang terkumpul mencakup klien, keluarga, masyarakat, lingkungan, atau
kebudayaan. (Mc Farland & mc Farlane, 1997)
1. Memahami secara keseluruhan situasi yang sedang dihadapi oleh klien dengan cara
memperhatikan kondisi fisik, psikologi, emosi, social kultural, dan spiritual yang bisa
mempengaruhi status kesehatannya.
2. Mengumpulkan semua informasi yang bersangkutan dengan masa lalu, saat ini
bahkan bahkan sesuatu yang berpotensi menjadi masalah bagi klien guna membuat
suatu database yang lengkap. Data yang terkumpul berasal dari perawat-klien selama
berinteraksi dan sumber yang lain. (Gordon, 1994)
3. Memahami bahwa klien adalah sumber informasi primer.
4. Sumber informasi sekunder meliputi anggota keluarga, orang yang berperan penting
dan catatan kesehatan klien.
1. Melakukan wawancara.
2. Riwayat kesehatan/keperawatan.
3. Pemeriksaan fisik.
4. Mengumpulkan data penunjang hasil laboratorium dan diagnostik lain serta catatan
kesehatan (rekam medik).
1. a. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi data saat ini dan yang telah lalu.Perawat juga
mengkaji keadaan pasien dan keluarganya.Kajian tersebut berfokus kepada manifestasi klinik
keluhan utama, kejadian yang membuat kondisi sekarang ini, riwayat kesehatan masa lalu,
riwayat kesehatan keluarga, dan riwayat psikososial.Riwayat kesehatan dimulai dari biografi
pasien. Aspek yang sangat erat hubungannya dengan gangguan sistem pernapasan adalah
usia, jenis kelamin, pekerjaan, tempat kerja dan tempat tinggal.
1) Keluhan Utama
Keluhan utama akan mentukan prioritas intervensi dan mengkaji pengetahuan pasien tentang
kondisinya saat ini. Keluhan utama yang biasa muncul antara lain :
a) Batuk (Cough)
Batuk merupakan gejala utama pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan. Tanyakan
berapa lama pasien mengalami batuk dan bagaimana hal tersebut timbul dengan waktu yang
spesifik atau hubungannya dengan aktifitas fisik. Tentukan apakah batuk produktif atau non
produktif.
Sputum merupakan suatu substansi yang keluar bersama dengan batuk atau bersihan
tenggorokan. Percabangan trakheobronkial secara normal memproduksi sekitar 3ons mukus
setiap hari sebagai bagian dari mekanisme pembersihan normal. Produksi sputum akibat
batuk adalah tidak normal. Tanyakan dan catat warna, konsistensi, bau, dan jumlah dari
sputum. Jika terjadi infeksi, sputum dapat berwarna kuning atau hijau, putih atau kelabu dan
jernih. Pada keadaan edema paru-paru, sputum berwarna merah muda karena mengandung
darah dengan jumlah yang banyak.
c) Dispnea
Dispnea merupakan suatu persepsi kesulitan bernapas/napas pendek dan merupakan perasaan
subjektif pasien.Perawat mengkaji tentang kemampuan pasien saat melakukan aktivitas.
d) Hemoptisis
Hemoptisis adalah darah yang keluar dari mulut saat batuk. Perawat mengkaji apakah darah
tersebut berasal dari paru-paru, perdarahan hidung atau perut. Darah yang berasal dari paru-
paru biasanya berwarna merah terang karena darah dalam paru-paru distimulasi segera oleh
reflek batuk.
e) Chest Pain
Nyeri dada dapat berhubungan dengan dengan masalah jantung dan paru-paru.Gambaran
lengkap dari nyeri dada dapat menolong perawat untuk membedakan nyeri pada pleura,
muskuloskeletal, kardiak dan gastrointestinal.
Yang perlu ditanyakan perawat kepada pasien tentang riwayat penyakit pernapasan adalah:
a) Riwayat merokok
c) Alergi
d) Tempat tinggal
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru-paru ada tiga hal yaitu:
a) Penyakit infeksi
Khususnya tuberkulosis paru ditularkan melalui satu orang ke orang lain. Manfaat
menanyakan riwayat kontak dengan orang terinfeksi akan dapat diketahui sumber
penularannya.
b) Kelainan alergi
1) Inspeksi
a) Pemeriksaan dada dimulai dari dada posterior dan pasien harus dalam keadaan duduk.
d) Inspeksi dada posterior terhadap warna kulit dan kondisinya (skar, lesi dan massa) dan
gangguan tulang belakang (kifosis, skoliosis dan lordosis).
f) Observasi tipe pernapasan seperti: pernapasan hidung atau pernapasan diafragma serta
penggunaan otot bantu pernapasan dan retraksi intercostae.
g) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan fase ekspirasi (E).
Rasio pada fase ini normalnya adalah 1 : 2. Fase ekspirasi yang memanjang menunjukkan
adanya obstruksi pada jalan napas dan sering ditemukan pada pasien dengan Chronic Airflow
Limititation (CAL) / Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD).
h) Kaji konfigurasi dada dan bandingkan diameter anteroposterior (AP) dengan diameter
lateral/transversal (T). Rasio normal berkisar antara 1:2 sampai 5:7, tergantung dari kondisi
cairan tubuh pasien.
Timbul akibat terjadinya over inflation paru-paru. Terdapat peningkatan diameter AP:T (1:1),
sering terjadi pada pasien emfisemia.
Timbul jika terjadi depresi pada bagian bawah dari sternum. Hal ini akan menekan jantung
dan pembuluh darah besar yang mengakibatkan murmur. Kondisi ini dapat timbul pada
ricketsia, marfans syndrome atau akibat kecelakaan kerja.
Timbul sebagai akibat dari ketidaktepatan sternum yang mengakibatkan terjadi peningkatan
diameter AP. Terjadi pada pasien dengan kifoskoliosis berat.
4) Kyphoscoliosis (kifoskoliosis)
Terlihat dengan adanya elevasi scapula yang akan mengganggu pergerakan paru-paru.
Kelainan ini dapat timbul pada pasien dengan osteoporosis dan kelainan musculoskeletal lain
yang mempengaruhi toraks. Kifosis adalah meningkatnya kelengkungan normal columna
vertebrae thoracalis menyebabkan pasien tampak bongkok. Sedangkan skoliosis adalah
melengkungnya vertebrae thoracalis ke samping, disertai rotasi vertebrae.
2) Palpasi
3) Perkusi
Perawat melakukan perkusi untuk mengkaji resonansi pulmoner, organ yang ada di
sekitarnya, dan pengembangan (ekskursi) diafragma. Jenis suara perkusi ada dua jenis yaitu:
1) Resonan (sonor): dihasilkan pada jaringan paru-paru dan normalnya bergaung dan
bersuara rendah.
1) Hiperresonan: bergaung lebih rendah dibandingkan dengan resonan dan timbul pada
bagian paru-paru yang abnormal berisi udara.
2) Flatness: nadanya lebih tinggi dari dullness dan dapat didengar pada perkusi daerah
paha, dimana seluruh areanya berisi jaringan.
4) Auskultasi
1) Bronchial: sering juga disebut tubular sound karena suara ini dihasilkan oleh udara
yang melalui suatu tube (pipa), suaranya terdngar keras, nyaring, dengan hembusan yang
lembut. Fase ekspirasinya lebih panjang daripada inspirasi dan tidak ada jeda di antara kedua
fase tersebut (E > I). Normal terdengar di atas trachea atau daerah lekuk suprasternal.
3) Vesikular: terdengar lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi. Inspirasi lebih panjang
dari ekspirasi, ekspirasi terdengar seperti tiupan (E < I).
1) Wheezing: terdengar selama inspirasi dan ekspirasi, dengan karakter suara nyaring,
musical, suara terus-menerus yang disebabkan aliran udara melalui jalan napas yang
menyempit.
2) Ronchi: terdengar selama fase inspirasi dan ekspirasi, karakter suara terdengar
perlahan, nyaring, dan suara mengorok terus-menerus. Berhubungan dengan sekresi kental
dan peningkatan produksi sputum.
3) Pleural fiction rub: terdengar saat inspirasi dan ekspirasi. Karakter suara kasar, berciut,
dan suara seperti gesekan akibat dari inflamasi pada daerah pleura. Sering kali pasien
mengalami nyeri saat bernapas dalam.
1. Fine crackles: setiap fase lebih sering terdengar saat inspirasi. Karakter suara
meletup, terpatah-patah akibat udara melewati daerah yang lembab di alveoli atau
bronkhiolus. Suara seperti rambut yang digesekkan.
2. Coarse crackles: lebih menonjol saat ekspirasi. Karakter suara lemah, kasar, suara
gesekan terpotong akibat terdapatnya cairan atau sekresi pada jalan napas yang besar.
Mungkin akan berubah ketika pasien batuk.
1. c. Pengkajian psikososial
Pengkajian psikososial meliputi kajian tentang aspek kebiasaan hidup pasien yang secara
signifikan berpengaruh terhadap fungsi respirasi.Beberapa kondisi respiratori timbul akibat
stres. Penyakit pernapasan kronis dapat menyebabkan perubahan dalam peran keluarga dan
hubungan dengan orang lain, isolasi sosial, masalah keuangan, pekerjaan, atau
ketidakmampuan. Dengan mendiskusikan mekanisme pengobatan, perawat dapat mengkaji
reaksi pasien terhadap masalah stres psikososial dan mencari jalan keluar.
Diagnosa keperawatan adalah menganalisis data subjektif dan objektif untuk membuat
diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan melibatkan proses berpikir kompleks tentang
data yang dikumpulkan dari klien, keluarga, rekam medik, dan pemberi pelayanan kesehatan
yang lain.
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respons aktual atau potensial
klien terhadap masalah kesehatan yang perawat mempunyai izin dan berkompeten untuk
mengatasinya (Carlson et al, 1991; Carpenito, 1995). Setelah merumuskan diagnosa
keperawatan spesifik, perawat menggunakan keterampilan berpikir kritis untuk menetapkan
prioritas diagnosa dengan membuat peringkat dalam urutan kepentingannya.Prioritas
ditegakkan untuk mengidentifikasi urutan intervensi keperawatan ketika klien mempunyai
masalah atau perubahan multiple (Carpenito, 1995).
Proses diagnosa keperawatan dibagi menjadi kelompok interpretasi dan menjamin keakuratan
diagnosa dari proses keperawatan itu sendiri. Perumusan pernyataan diagnosa keperawatan
memiliki beberapa syarat yaitu mempunyai pengetahuan yang dapat membedakan antara
sesuatu yang aktual, risiko, dan potensial dalam diagnosa keperawatan.
1) Definisi
Yaitu ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi saluran pernapasan guna
mempertahankan jalan napas yang bersih.
2) Batasan Karakteristik
a) Subjektif
1) Dispnea.
b) Objektif
1) Bunyi napas tambahan (misalnya Ronkhi basah halus, ronchi basah kasar, dan ronkhi
kering).
4) Sianosis.
7) Orthopnea merupakan kesulitan bernafas kecuali dalam posisi duduk atau berdiri dan
sering ditemukan pada seseorang yang mengalami kongestif paru.
8) Kegelisahan
9) Sputum.
a) Lingkungan
Spasme jalan napas, pengumpulan sekresi, mucus berlebih, adanya jalan napas buatan,
terdapat benda asing dari jalan napas, sekresi pada bronchi, dan eksudat pada alveoli.
c) Fisiologis
Disfungsi neuromuskuler, hiperplasi dinding bronchial, PPOK, Infeksi, asma, alergi jalan
napas, dan trauma.
4) Hasil yang Disarankan NOC
Yaitu pertukaran CO2 atau O2 di alveolar untuk mempertahankan konsentrasi gas darah arteri.
Yaitu tindakan seseorang untuk meminimalkan perubahan sampingan yang didapat pada
fungsi fisik dan emosi.
1. Batasan karakteristik
1) Ortopnea
3) Pernafasan disritmik
a) Patofisiologis
1) Berhubungan dengan sekresi yang berlebihan atau kental ,sekunder akibat: infeksi,
inflamasi, alergi, merokok, penyakit jantung atau paru.
2) Berhubungan dengan immobilitas, sekresi yang statis, dan batuk tak efektif, sekunder
akibat:
2.4 Kuadriplegia
b) Terkait Pengobatan
1.3 Kelelahan
1. Batasan Karakteristik
1. Subjektif
1) Dispnea.
3) Gangguan penglihatan.
1. Objektif
5) Konfusi.
7) Karbondioksida menurun.
8) Diaphoresis
9) Hiperkapnia.
10) Hiperkarbia.
11) Hipoksia.
12) Hipoksemia.
13) Iritabilitas.
15) Gelisah.
16) Sputum.
17) Takhikardia.
a) Lingkungan
Spasme jalan napas, pengumpulan sekresi, mucus berlebih, adanya jalan napas bantuan,
sekresi pada bronki, eksundat pada alveoli.
c) Fisiologis
Disfungsi neuro miskular, PPOK, hyperplasmia dinding bronchial, infeksi asma, alergi jalan
naps, dan trauma.
b) Status Pernapasan Ventilasi, yaitu perpindahan udara masuk dan dan keluar dari
paru-paru.
1. Faktor resiko
Adanya faktor risiko yang dapat mengubah fungsi pernapasan (lihat faktor yang
berhubungan)
a) Patofisiologis
1) Berhubungan dengan sekresi yang berlebihan atau kental ,sekunder akibat: infeksi,
inflamasi, alergi, merokok, penyakit jantung atau paru.
2) Berhubungan dengan immobilitas, sekresi yang statis, dan batuk tidak efektif, sekunder
akibat:
2.4 Kuadriplegia
b) Terkait Pengobatan
1.7 Kelelahan
Disfungsi respon penyapihan ventilator (DRPV) merupakan suatu keadaan ketika individu
tidak dapat menyesuaikan terhadap tingkat terendah dukungan ventilator mekanik sehingga
mengganggu dan memeperpanjang proses penyapihan.
1. Batasan karateristik:
1. a. Ringan
Mayor
1) Gelisah
Minor
1. b. Sedang
Mayor
Minor
1) Ketakutan
2) Berkeringat
3) Mata melebar
1. c. Berat
Mayor
1) Agitasi
2) Penyimpangan yang signifikan dalam gas-gas darah arteri dari nilai dasar
4) Sianosis
5) Banyak berkeringat
1.3 Anemia
1.4 Infeksi
7) Berhubungan dengan ansietas sedang sampai berat yang berkaitan dengan upaya
pernapasan
Risiko Disfungsi Respon Penyapihan Ventilator adalah keadaan ketika individu beresiko
untuk mengalami suatu ketidakmampuan penyesuaian terhadap dukungan ventilator mekanik
tingkat rendah selama proses penyapihan, yang berhubungan dengan ketidaksiapan fisik dan
atau psikologis terhadap penyapihan.
1. Faktor Resiko
a) Patofisiologis
2.2 anemia
2.4 Infeksi
2.8 Disritmia
2.10 Demam
c) Personal/ Lingkungan
Suatu keadaan ketika individu tidak dapat memepertahankan pernapasan yang adekuat untuk
mendukung kehidupannya.Ini dilakukan karena penurunan gas darah arteri, peningkatan kerja
pernapasan dan penurunan energy.
1. Batasan Karakteristik
MAYOR
Dispnea Peningkatan laju metabolic
MINOR
Peningkatan kegelisahan ketakutan Peningkatan penggunaan otot-otot
Penurunan volume tidal Aksesori pernapasan
Peningkatan frekuensi jantung Penurunan PO2
Penurunan kerjasama , Penurunan SaO2
Peningkatan PCO2
2.3.3 Intervensi
Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari pasien
dan/atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat.Intervensi dilakukan untuk membantu
pasien dalam mencapai hasil yang diharapkan.Intervensi disebut juga implementasi yang
merupakan kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan
diselesaikan (Griffith & Christensen, 1986).
1) Kaji adanya penurunan nyeri yang optimal dengan periode keletihan atau depresi
pernapasan yang minimal
2) Beri semangat untuk melakukan ambulasi segera setelah konsisten dengan rencana
perawatan medis
3) Jika tidak dapat berjalan, tetapkan suatu aturan untuk turun dari tempat tidur duduk di
kursi beberapa kali sehari (misalnya, 1 jam setelah makan dan 1 jam sebelum tidur)
5) Bantu untuk reposisi, mengubah posisitubuh dengan sering dari satu sisi ke sisi yang
lainnya, (setiap jam jika mungkin)
6) Beri semangat untuk melakukan latihan napas dalam dan latihan batuk yang terkontrol
lima kali setiap jam
7) Ajarkan individu untuk menggunakan botol tiup atau spidometer intensif setiap jam
saat bangun (pada kerusakan neuromuskular berat, ada baiknya individu dibangunkan selama
malam hari)
8) Auskultasi bidang paru setiap 8 jam, tingkatkan frekuensi jika ada gangguan bunyi
napas
1. Intervensi Pediatrik
e) Tekanan dinamik dan statik rendah, dengan komplains sedikitnya 35 cm tekanan air
3) Jika kesiapan penyapihan ditetapkan ada, libatkan klien dalam penetapan rencana
c) Jelaskan bahwa tujuan akan ditelaan kembali setiap hari bersama individu
a) Pantau status dengan teratur untuk menghindari keletihan dan ansietas yang tidak
semestinya
c) Jika individu mulai gelisah, bicaralah padanya untuk menennagkan sementara tetap di
samping tempat tidur
8) Koordinasikan aktivitas yang perlu untuk meningkatkan waktu istirahat atau relaksaai
yang adekuat.
10) Mulai percobaan penyapihan saat individu cukup istirahat, biasanya pada pagi hari
setelah tidur malam.
11) Diskusikan elemen proses penyapihan dengna petugas kesehatan lain untuk
memaksimalkan kemungkinan keberhasilan penyapihan.
1. Intervensi pediatrik
Tunda pemberian makan per oral 2 jam sebelum upaya penyapihan dan setelah ekstubasi.
1) Kaji faktor penyebab dan penunjang dari ketidakadekuatan keefektifan diri tentang diri
tentang kesiapan penyapihan
Negosiasikan dengan staf medis untuk menunda dimulainya penyapihan dan rencana
penyapihan dengan langkah perlahan sehingga dapat memastikan keberhasilan setiap
langkah.
Untuk Hiperventilasi
2) Alihkan perhatian individu dari memikirkan tentang keadaan ansietas dengan meminta
individu mempertahankan kontak mata dengan anda. Katakan, Sekarang perhatikan Saya
dan bernapaslah perlahan-lahan bersama Saya seperti ini
4) Tetap bersama individu dan latih untuk bernapas perlahan-lahan, bernapas lebih efektif
1. Intervensi Pediatrik
1) Kaji bunyi paru, frekuensi napas,kedalaman dan usaha napas serta produksi sputum
9) Auskultasi bunyi napas, tandai area penurunan atau hilangnya ventilasi dan adanya
bunyi tambahan
13) Jelaskan pada pasien dan keluarga alasan suatu tindakan dilakukan misal: terapi oksigen
14) Ajarkan teknik perawatan di rumah (pengobatan, aktivitas, alat bantu, tanda dan gejala
yang perlu dilaporkan)
1. Aktivitas Kolaboratif
1) Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan akan pemeriksaan gas darah arteri dan
penggunaan alat bantu yang dianjurkan sesuai dengan adanya perubahan kondisi pasien
2) Laporkan perubahan sehubungan dengan pengkajian data (misal: bunyi napas, pola
napas, analisa gas darah arteri,sputum,efek dari pengobatan)
1. Aktivitas Lain
2.3.4 Evaluasi
Evaluasi mengacu kepada penilaian, tahapan, dan perbaikan. Pada tahap ini perawat
menemukan penyebab mengapa suatu proses keperawatan dapat berhasil atau gagal. (Alfaro-
LeFevre, 1994).Evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan dengan melibatkan pasien dan tenaga kesehatan lainnya (Griffith &
Christensen, 1986).
Perawat menemukan reaksi klien terhadap intervensi keperawatan yang telah diberikan dan
menetapkan apa yang menjadi sasaran dari rencana keperawatan dapat diterima. Perencanaan
merupakan dasar yang mendukung suatu evaluasi. Menetapkan kembali informasi baru yang
diberikan kepada klien untuk mengganti atau menghapus diagnosa keperawatan, tujuan, atau
intervensi keperawatan. Menentukan target dari suatu hasil yang ingin dicapai adalah
keputusan bersama antara perawat dan klien (Yura & Walsh, 1988).
Evaluasi berfokus pada individu klien dan kelompok dari klien itu sendiri. Proses evaluasi
memerlukan beberapa keterampilan dalam menetapkan rencana asuhan keperawatan,
termasuk pengetahuan mengenai standar asuhan keperawatan, respon klien yang normal
terhadap tindakan keperawatan, dan pengetahuan konsep teladan dari keperawatan.
Evaluasi disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan mencapai kriteria hasil,
sehingga dapat diputuskan apakah intervensi tetap dilanjutkan, dihentikan, atau diganti jika
tindakan yang sebelumnya tidak berhasil.
Pasien mempertahankan pola pernapasan yang efektif, frekuensi, irama dan kedalaman
pernapasan normal, penurunan dispnea, gas-gas darah batas normal.