You are on page 1of 19

ASUHAN KEPERAWATAN BAYI

DENGAN HYPERBILIRUBINEMIA

1. Pengertian
Menurut buku Ilmu Kesahatan Anak II FK Unair Surabaya, 1989 : 257 mengatakan
bahwa Hyperbilirubinemia adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang biasanya
diserta dengan ikterus. Kadar bilirubin normal adalah 0 1 mg/%.
Sedangkan menurut Wong Dounal and Whaley Lucille, 1990 : 1236 mengatakan
hyperbilirubiemia ( joundace) pada bayi baru lahir adalah timbunan dari serum bilirubin
melebihi batas normal ( 5 7 mg/100 dl)

Ikterus adalah warna kuning yang tampak pada kulit dan mukosa karena adanya
bilirubin pada jaringan tersebut akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah.
Ikterus dibedakan pada bayi menjadi 3, yaitu :
a. Ikterus Fisiologik
Disebut Ikterus fisiologik bila :
1) Timbul pada hari kedua dan ketiga
2) kedua bilirubin indirek tidak melampaui 10 mg % pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg %
pada neonatus kurang bulan
3) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg % per hari
4) Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg %
5) Ikterus menghilang pada 10 hari pertama
6) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologi
b. Ikterus Patologik
Disebut ikterus patologik bila :
1) Ikterus terjadi pada 24 jam pertama
2) kedua bilirubin indirek melampaui 10 mg % pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg % pada
neonatus kurang bulan
3) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin melebihi 5 mg % per hari
4) Ikterus menetap sesudah 2 pertamamg %
5) Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg %
6) Ikterus yang mempunyai hubungan dengan proses hemolitik, infeksi berat atau keadaan
patologik lain yang telah diketahuikeadaan patologi
c. kern-ikteus
adalah suatu sindroma neurologik yang timbul sebagai akibat penimbunanbilirubin tak
terkonjugasi dalam sel-sel otak. Kerusakan ini terjadi pada korpus striatus, thalamus, nucleus
subtalamus, hypokampus, nucleus merah dan nucleus pada dasar ventrikulus ke IV.. Gejala
Kern Ikterus pada permulaan kurang jelas, dapat berupa mata yang berputar, letargi, kejang,
tak mau makan, tonus otot meningkat, leher kaku dan akhirnya epistotonus (purnawan
Junaidi, dkk, 1982 : 548)

2. Etiologi
Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi sebagai berikut :
a. Produksi yang berlbihan yang melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya. Terdapat
pada hemolisis yang meningkat akibat inkompetibleitas golongan darah. (Rh, ABO
antagonis, atau defisiensi ensim G6PD)
b. Gangguan pada proses pengambilan dan kenjugasi hepar dapat disebabkan oleh imaturasi
hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, hypoksia, dan gangguan fungsi hepar
dan infeksi
c. Gangguan dalam transportasi. Untuk dapat diangkut ke hepar bilirubin diikat oleh albumin
terlebih dahulu. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banayak bilirubin indirek bebas
dalam darah yang mudah melekat pada otak
d. Gangguan dalam sekresi dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar, akibat
penyakit hepar bawaan, infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain. (ngastiyah, 1997 :
199)
Download lengkap Askep Anak dengan Hiperbilirubin

* bila kita perhatikan pada sudut kanan terlihat angka menghitung mundur... Apabila timer
berhitung mundur maka akan menampilkan gambar bertuliskan SKIP AD, Klik SKIP AD
untuk
menuju halaman web yang dituju.
LAPORAN PENDAHULUAN

1. A. PENGERTIAN

Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek patologi yang
mana pada setiap bayi berbeda-beda, bila bilirubin tidak dikendalikan maka akan menjurus
terjadinya kernicterus.

Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah melebihi batas
atas nilai normal bilirubin serum yaitu 13 mg/dL2

Peningkatan kadar bilirubin serum bisa berupa peningkatan kadar bilirubin :

- bilirubin tidak terkonjugasi (unconjugated bilirubin) disebut juga bilirubin indirect


disebabkan oleh peningkatan produksi bilirubin, penurunan ambilan bilirubin oleh sel hati
dan gangguan konjugasi.

- Bilirubin terkonjugasi (conjugated bilirubin) disebut juga bilirubin direct disebabkan


oleh gangguan sekresi intrahepatik dan gangguan ekskresi ekstrahepatik.

Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah berlebihan
sehingga menimbulkan joundice pada neonatus (Dorothy R. Marlon, 1988)

Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah yang
mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada neonatus ditandai
joundice pada sklera mata, kulit, membran mukosa dan cairan tubuh (Adi Smith, G. 1988)

Ikterus adalah gambaran klinis gambaran klinis berupa perwarnaan kuning pada kulit,
mukosa, sklera, selaput lendir dan organ lain akibat penunmpukan bilirubin, secara klinis
ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin serum lebih dari 5 mg/dL2

1. B. ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI


1. A. ETIOLOGI

Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi yang baru lahir karena :

Hemolosis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan berumur
lebih pendek.
Fungsi hepar yang belum sempurna ( jumlah dan fungsi enzim glukuronil transferase,
UDPG/T dan ligand dalam protein belum adekuat) penurunan ambilan bilirubin
oleh hepatosit dan konjugasi.
Sirkulus enterohepatikus meningkat karena masih berfungsinya enzim
Glukoronidase di usus dan belum ada nutrien.

Penyebab Hiperbilirubin pada neonatal :

1. 1. Overproduksi

a) Kelainan hemolitik

Inkompatibilitas darah fetomaternal; ABO, Rh, dan lain-lain.


Hemolisis karena genetik

- Sferositosis herediter,

- Defek enzim- G6PD, Piruvat kinase, dll.

- Hemoglobinopati - thalasemia, -- thalasemia , dll

- Galaktosemia

Hemolisis karena induksi obat- vitamin K.

b) Darah ekstravaskular-petekie, hematoma, perdarahan pulmonal dan cerebral, menelan


darah.

c) Polisitemia

Hipoksia fetal kronik


Tranfusi maternal- fetal atau fetofetal
Tranffusi plasenta ( cord stipping)

d) Sirkulasi enterohepatik yang berlebihan

Obstruksi mekanik Atresia dan stenosis, penyakit hischsprung, ileus mekonium,


sindrom sumbatan mekonium
Penurunan peristaltis Puasa atau kurang makan, obat-obatan (hexamethoniums,
atropin), stenosis pilorus

1. 2. Sekresi Subnormal

a) Penurunan ambilan bilirubin hepatik

Pirai duktus venosus persisten


Protein reseptor sitosol (y) dihambat oleh obat-obatan, penghambat susu manusia
abnormal

b) Penurunan konjugasi bilirubin


Reduksi kongenital aktivitas glukuronil transferase Ikterus familial non hemolitik (
tipe 1 dan 2), sindrom gilbert
Inhibitor enzim obat dan hormon novobiocin, pregnanediol, galaktosemia (awal),
sindromm lucey-drisscoll, susu manusia abnormal

c) Gangguan transport bilirubin terkonjugasi keluar hepatosit

Defek transpor konginetal-sindrom dubin johnson dan rotor


Kerusakan hepatoseluler karena kelainan metabolik galaktosemia (terlambat),
defisiensi -1 antritypsin, tirosinemia, hipermetioninemia, intoleransi fruktosa
herediter
Obstruksi toksik(alimentasi IV)

d) Obstruksi aliran empedu

Atresia bilier, kista koledokal, fibrosis kistik, obstruksi ekstrinsik ( tumor atau
perekatan)

1. 3. Campuran

a) Infeksi prenatal toksoplasmosis, rubela, Cytomegalovirus (CMV), herpes virus


hominis, sifilis, hepatitis. Dll.

b) Infeksi post natal (sepsis)

c) Kelainan multisistem prematuritas sindrom distress respirasi (SDR), bayi ibu


diabetes, eritroblastosis berat.

1. B. FAKTOR RESIKO

Faktor resiko untuk timbulnya ikterus nenonatarum :

1. Faktor Maternal

- Ras atau kelompok etnik tertentu (asia, Native American, Yunani)

- Komplikasi kehamilan (DABO dan Rh)

Penggunaan infus oksitosin dalm larutan hipotonik

- Asi

1. Faktor perinatal

- lahir(sefalhematom,ekimosis)

- Trauma Infeksi(bakteri,virus,protozoa)

1. Faktor Neonatus
- Premturitas

- Faktor genetik

- Polisitemia

- Obat(streptomycin,kloramfenikol,benzyl-alkohol,sulfixoazol)

- Rendahnya asupan ASI

- Hipoglikemia

- Hipoalbuminemia

1. 3. KLASIFIKASI

- Ikterus prehepatik disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis
sel darah merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas terutama pada
disfungsi hati sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin yang tidak terkonjugasi.

- Ikterus hepatic disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat kerusakan
hati maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam hati serta gangguan
akibat konjugasi bilirubin yang tidak sempurna dikeluarkan ke dalam doktus hepatikus
karena terjadi retensi dan regurgitasi.

- Ikterus kolestatik disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehinga empedu
dan bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus. Akibatnya adalah
peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum dan bilirubin dalam urin, tetapi tidak
didapatkan urobilinogen dalam tinja dan urin.

- Ikterus Neonatus Fisiologis terjadi pada 2 4 hari setelah bayi lahir dan akan sembuh
pada hari ke 7. penyebabnya organ hati yang belum matang dalam memproses bilirubin.

- Ikterus Neonatus Patologis karena faktor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu
badan yang tinggi dan berat badan tak bertambah.

Menurut HTA Indonesia (2004) Klasifikasi Ikterus adalah sebagai berikut :

1. 1. Ikterus Fisiologis

Secara umum setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasi bilirubin serum,namun


kurang12 mg/dl pada hari ketiga hidupnya dipertimbangkan sebagai ikterus fisiologis. Pola
ikterus fisiologis pada bayi baru lahir sebagai berikut: Kadar bilirubin serum total biasanya
mencapai puncakpada hari ketiga sampai kelima kehidupan dengan kadar 5-6 mg/dL
kemudian menurun kembali dalam minggu pertama setelah lahir.Kadang dapat muncul
peningkatan kadar billirubin sampai 12 mg/dL dengan billirubin terkonjugasi < 2 mg/dL.

1. 2. Ikterus pada bayi mendapat ASI(Breast milk jaundice)


Pada sebagian bayi yang mandapat ASI eksklusif,dapat terjadi ikterus yang
berkepanjangan.Hal ini dapat terjadi karena adanya faktor tertentu dalam ASI yang diduga
meningkatkan absorbsi bilirubin diusus halus.Bila tidak ditemukan faktor resiko lain ASI
tidak perlu dihentikan dan frekuensi ditambah.Apabila keadaan umum bayi baik ,aktif,minum
kuat,tidak ada tatalaksana khusus meskipun ada peningkatan kadar billirubin.

1. C. PATOFISIOLOGI

Bertambahnya beban hepar mengakibatkan pengahancuran yang meningkat sehingga


menimbulkan ketidakcocokan pada Rh dan golongan A,B,O. Gangguan konjugasi, juga akan
menurunkan glucoronil trasaferasi, hepatitis neonatus dan obstruksi bilier. Dengan demikian
mengakibatkan bilirubin tak terkonjugasi, kadar bilirubin dalam plasma meningkat sehingga
terjadi difusi pada jaringan dan terlihat kuning.

Billirubin pada neonatus meningkat akibat terjabinya pemecahan eritrosit. Billirubin mulai
meningkat secara normal setelah 24 jam,dan puncaknya pada hari ke 3-5. Setelah itu
perlahan-lahan akan turun mendekati nilai normal dalam beberapa minggu.

Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering
ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang
berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan, penghancuran eritrosit,
polisitemia.

Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin
tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia,
asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila
ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi
misalnya sumbatan saluran empedu.

Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas
terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah
larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila
bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati
sawar darah otak tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan
mudah melewati sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah,
Hipoksia, Hipoglikemia.

1. D. MANIFESTASI KLINIS

Kulit berwarna kuning sampai dengan jingga


Pasien tampak lemah
Nafsu makan berkurang
Reflek hisap kurang
Urine pekat
Perut buncit
Pembesaran lien dan hati
Gangguan neurologik
Feses seperti dempul
Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl

Gejala klinis Ensefalopati Billirubin:

1) Gejala Akut

- Letargi

- Tidak mau minum

- Hipotermi

2) Gejala Kronik

- Hipertonus

- Epistotonus

Bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralise serebral dengan atetosis
,gangguan pendengaran,paralisis sebagian otot mata dan displasia dentalis.

1. E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Penegakan diagnosis untuk hiper billirubinemia adalah sebagai berikut:

Visual

- Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahaya
matahari) karena ikterus bias terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan yang
kurang.

- Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna dibawah kulit
dan jaringan subkutan.

- Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak
kuning.Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat pada
lengan , tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua, maka digoongkan sebagai ikterus sangat
berat dan memerlukan terapi sinar secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan
kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar.

Bilirubin serum

Beberapa hal yang perlu dipertimbangan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin
adalah tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatakn
morbiditas neonatus.Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total. Beberapa senter
menyarankan pemeriksaan bilirubin direk bila kadar bilirubin total >20 mg/dL atau usia bayi
>2 minggu.

Bilirubinometer transkutan

Umumnya pemeriksaan bilirubin transkutan dilakukan sebelum bayi pulang untuk tujuan
skrining. Pada penelitian ini hiperbilirubinemia dibatasi pada konsentrasi bilirubin serum >
14,4 mg/dL (249 umol/l).

Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO

Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak . Hal ini dapat menerangkan
mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrsi bilirubin yang rendah .

Pemeriksaan radiology

Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma kanan pada
pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma.

Ultrasonografi

Digunakan untuk membedakan antara kolestasis intra hepatic dengan ekstra hepatik.

Biopsi hati

Digunakan untuk memastikan diagnosa teutama pada kasus yang sukar seperti untuk
membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk memastikan
keadaan seperti hepatitis, sirosis hati, hepatoma.

Peritoneoskopi

Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk
perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.

Laparatomi

Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk
perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.

1. F. KOMPLIKASI

v Retardasi mental

v Gangguan pendengaran dan penglihatan

v Kematian
1. G. PENATALAKSANAAN

v Tindakan umum

- Memeriksa golongan darah ibu, (Rh, ABO) dll pada waktu hamil

- Mencegah trauma lahir, pemberian obat pada ibu hamil, atau bayi baru lahir yang dapat
menimbulkan ikterus, infeksi dan dehidrasi.

- Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan kebutuhan
bayi baru lahir.

- Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawa.

v Tindakan khusus

- Pemberian fenobarbital mempercepat konjugasi dan mempermudah ekskresi. Namun


pemberian ini tidak efektif karena dapat menyebabakan gangguan metabolik dan pernafasan
baik pada ibu dan bayi.

- Memberi substrat yang kurang untuk transportasi / konjugasi misalnya pemberian


albumin karena akan mempercepat keluarnya bilirubin dari ekstravaskuler ke vaskuler
sehingga bilirubin lebih mudah dikeluarkan dengan tranfusi tukar.

- Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi untuk mencegah efek cahaya


berlebihan dari sinar yang ditimbulkan dan dikhawatirkan akan merusak retina. Terapi ini
juga digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin serum pada neonatus dengan
hiperbilirubinemia jinak hingga moderat.

- Terapi tranfusi tukar digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin yang tinggi, bila
kadar haemoglobin < 13 g/dL (hemaktokrit < 40 %) dan tes coombs positif segera rujuk
bayi. Bila belerubin serum tidak bisa diperiksa dan tidak memungkinkan untuk dilakukan tes
coombs segera rujuk bayi bila ikterus telah terlihat sejak hari 1 dan hemoglobin <13 g/dL(HT
<40%)

- Terapi obat obatan misalnya obat phenobarbital/luminal untuk meningkatkan


peningkatan bilirubin di sel hati yang menyebabkan sifat indirect menjadi direct, selain itu
juga berguna untuk mengurangi timbulnya bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ
hati.

- Menyusui bayi dengan ASI

- Terapi sinar matahari

- Berikan tranfusi darah bila hemoglobin < 10 g/dL (memaktokrit , 30 %)


- Bila ikterus menetap selama 2 minggu Tu lebih pada bayi cukup bulan atau 3 minggu
lebih lama pada bayi kecil (berat lahir , 2,5 kg atau lahir sebelum kehamilan 37 minggu),
terapi sebagai ikterus berkepanjangan (prolonged jaundice)

- Foolow up setelah kepulangan, periksa kadar hemoglobin setiap minggu selama 4


minggu. Bila hemoglobin < 8 g/dL (Hemaktokit <24 %), berikan transfusi darah.

v Tindak lanjut

Tindak lanjut terhadap semua bayi yang menderita hiperbilirubin dengan evaluasi berkala
terhadap pertumbuhan, perkembangan dan pendengaran serta fisioterapi dengan rehabilitasi
terhadap gejala sisa.

1. H. PENCEGAHAN

Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :

- Nasehati Ibu :

1. Bila penyebab ikterus adalah inkompatibilitas Rhesus, pastikan ibu mendapatkan


informasi yang cukup mengenai hal inin karena berhubungan dengan kehamilan
berikutnya.
2. Bila bayi memiliki defisiensi G6PD, informasikan kepada ibu untuk menghindari
zzat-zat tertentu untuk mencegah terjadinya hemolisis pada bayi(contoh : obat anti
malaria, obat-obatan golongan sulfa, aspirin,dll)

- pengawasan antenatal yang baik

- menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan masa kehamilan dan
kelahiran, contoh : Sulfaforazol, Novobiosin, oksitosin.

- Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.

- Penggunaan fenobarbital pada ibu 1 2 hari sebelum partus.

- Imunisasi yang baik pada bayi baru lahir.

- Pemberian makanan yang dini.

- Pencegahan infeksi.
PATHWAY KEPERAWATAN

Peningkatan destruksi eritrosit ( Gangguan konjugasi bilirubin / gangguan transport bilirubin


/ peningkatan siklus entero hepatik )

Suplay bilirubin melebihi kemampuan hepar

Hepar tidak dapat melakukan konjugasi

Peningkatan bilirubin unconjugned dalam darah pengeluaran meconium terlambat/


obstruksi usus tinja berwarna pucat

Gangguan
Ikhterus pada schlera leher dan badan,
integritas kulit
peningkatan bilirubin indirek > 12 mg/dl

Indikasi fototerapi

Resiko
tinggi Hipertermi
Sinar
injury dengan
intensitas
tinggi
Pemecahan bilirubin meningkatkan pengeluaran cairan empedu ke organ usus

Gerakan peristaltik usus meningkat

Diare

ASUHAN KEPERAWATAN PADA

BAYI HIPERBILIRUBIN

1. A. PENGKAJIAN

Wawancara

1. a. Riwayat Penyakit

Terdapat riwayat gangguan hemolisis darah (ketidaksesuaian golongan Rh atau golongan


darah A,B,O). Polisistemia,infeksi,hematoma,gangguan metabolisme hepar obstruksi saluran
pencernaan ibu menderita DM.

1. b. Riwayat Kehamilan

Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat obat yang

meningkatkan ikterus. Contoh: salisilat sulkaturosic oxitosin yang dap at

mempercepat proses kon jungasi sebelum ibu partus.

1. c. Riwayat Persalinan

Lahir prematur / kurang bulan, riwayat trauma persalinan.

1. d. Riwayat Postnatal

Adanya kelainan darah tapi kadar bilirubin meningkat, sehingga kulit bayi tampak kuning.

1. e. Riwayat Kesehatan Keluarga

Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak Polycythenia, gangguan saluran cerna dan hati (
hepatitis )
1. f. Riwayat Pikososial

Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang tua

1. g. Pengetahuan Keluarga

Penyebab perawatan pengobatan dan pemahaman orang tua pada bayi yang ikterus

Pemeriksaan Fisik

Ikterus terlihat pada sklera selaput lendir,urin pekat seperti teh, letargi, hipotonus, refleks
menghisap kurang, peka rangsang, tremor, kejang, tangisan melengking. Selain itu, keadaan
umum lemah, TTV tidak stabil terutama suhu tubuh ( hipo / hipertemi ). Reflek hisap pada
bayi menurun, BB turun, pemeriksaan tonus otot ( kejang /tremor ). Hidrasi bayi mengalami
penurunan. Kulit tampak kuning dan mengelupas, sclera mata kuning ( kadang kadang
terjadi kerusakan pada retina ) perubahan warna urine dan feses.

Laboratorium

Rh darah ibu dan janin berlainan. Kadar bilirubin bayi aterm lebih dari 12,5 mg\dl,prematur
lebih dari 15 mg\dl.

1. B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi injury berhubungan dengan efek fototerapi.
2. Potensial ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
tranfusi tukar
3. Kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan ikterus dan diare
4. Diare berhubungan dengan efek fototerapi
5. Hipertermi berhubungan dengan paparan lingkungan panas (efek fototerapi),
dehidrasi

1. C. INTERVENSI

Dx 1

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien tidak mengalami


komplikasi atau cedera karena fototerapi.

NOC : Safety Status : Physical Injury.


KH :

1. Tidak ada iritasi mata.


2. Tidak ada tanda tanda dehidrasi.
3. Suhu stabil
4. Tidak terjadi kerusakan kulit

NIC : Phototerapi : Neonatus.

1. Letakkan bayi dekat sumber cahaya.


2. Tutup mata dengan kain yang dapat menyerap cahaya dan dapat memproteksi mata
dari sumber cahaya.
3. Matikan lampu dan buka penutup mata bayi setiap 8 jam, lakukan inspeksi warna
sklera.
4. Pada waktu menutup mata bayi, pastikan bahwa penutup tidak menutupi hidung.
1. Buka penutup mata waktu memberi makan bayi.
2. Ajak bicara bayi selama perawatan.

Dx2

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keseimbangan cairan dan


elektrolit bayi terpelihara dalam batas normal

NOC : Fluid balance

KH: 1. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT
normal

2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal

3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran mukosa lembab, tidak
ada tasa haus yang berlebihan

NIC : fluid Management

1. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat

2. Monitor vitall sign dan status hidrasi

3. Monitor status nutrisi dan dorong masukan oral, berikan minum dengan frekuensi sering,
pantau asupan, bila perlu tingkatkan 25% dari kebutuhan normal, pantau haluaran dan turgor
kulit.

4. Kolaborasikan pemberian cairan intravena

5. Atur kemungkinan transfusi

6. Kolaborasi dengan Dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk.


Dx 3

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan integritas kulit baik/utuh

NOC : Pressure Management

KH :

1. Suhu dalam rentang yang diharapkan ( 36 37 C )


2. Hidrasi dalam batas normal.
3. Elastisitas dalam batas normal.
4. Keutuhan kulit.
5. Pigmentasi dalam batas normal

NIC : Pengawasan Kulit

1. Anjurkan pasien untuk menggunkan pakaian yang longgar


1. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering,catat warna kondisi kulit
tiap 8 jam dan pada saat perawatan
2. Monitor kulit adanya kemerahan
3. Oleskan lotion atau minyak atau baby oil pada daerah yang tertekan
4. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
5. Pantau area bokong dan feses

Dx 4

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan diare
berhenti atau sembuh.

NOC :Bowel elimination

1. Feses berbentuk BAB sehari sekali sampai tiga kali


2. Menjaga daerah sekitar rectal dari iritasi
3. Tidak mengalami diare
4. Menjelaskan penyebab diare dan rasional tindakan
5. Mempertahankan turgor kulit

NIC : Diarhea Management

1. Identifikasi faktor penyebab diare, ukur diare atau keluaran BAB


2. Evaluasi intake makanan yang masuk
3. Observasi turgor kulit secara rutin
4. Berikan minum dengan frekuensi sering
5. Instruksikan pada keluarga agar pasien makan rendah serat,tinggi protein dan tinngi
kalori jika memungkinkan
6. Monitor persiapan makanan yang aman

Dx 5
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatn selama proses keperawatan diharapkan suhu
badan pasien turun(normal)

NOC : Thermolegulation

1. Suhu tubuh dalam rentang normal


2. Tak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
3. Nadi dan RR dalam rentang normal

NIC ; Fever treatment

1. Monitur suhu sesering mungkin minimal 2 jam sekali


2. Monitor warna dan suhu kulit
3. Monitor TD, nadi, dan RR
4. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
5. Kompres pasien dengan air hangat pada daerah lipat paha, dan aksila.
6. Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh, usahakan jangan terlalu
tebal.
7. Berikan antipiretik jika perlu.

1. D. EVALUASI
1. Resiko tinggi injury berhubungan dengan efek fototerapi.

Skala penilaian:

1. Ekstrem
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada gangguan

II. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan tranfusi tukar.

Skala Penilaian :

1. Tidak pernah menunjukkan


2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan

III. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ikterus dan diare.

Skala penilaian:

1. Ekstrem
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada gangguan

IV. Diare berhubungan dengan efek fototerapi.

Skala penilaian:

1. Ekstrem
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada gangguan

V. Hipertermi berhubungan dengan paparan lingkungan panas (efek fototerapi), dehidrasi.

Skala Penilaian :

1. Tidak pernah menunjukkan


2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan

DAFTAR PUSTAKA

http://klinikku.com/pustaka/dasar/hati/hiperbilirubenia.html

Markum, H. 1991. Ilmu Kesehatan Anak, Buku I. FKUI : Jakarta.

Soeparman.1987.Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi Ke 2.Jakarta : FKUI.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak.1985.Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak.Jakarta :


FKUI.

Surasmi, Asrining.2003.Perawatan Bayi Resiko Tinggi.Jakarta : EGC.

www. google.com

You might also like