You are on page 1of 9

Desi Nur Aini (I0214032)

Yaya Anggraeni A (I0214094)

1. JUDUL : Peranan Kirab Malam 1 Suro Keraton Kasunanan Surakarta


terhadap Tata Ruang Kota Surakarta

2. ABSTRAK
Kirab Malam 1 Suro merupakan tradisi turun menurun Keraton Kasunanan yang dilaksanakan
tahunan guna memperingati tahun baru sesuai penanggalan Jawa. Merupakan sebuah ritual sakral
dengan mengarak sembilan pusaka dan tujuh kebo bule. Awalnya prosesi kirab pusaka dilakukan
dengan mengitari wilayah Baluwarti bagian dalam. Sedangkan saat ini, prosesi Kirab Pusaka
dilakukan mengitari daerah lingkar luar Kelurahan Baluwarti sejauh tujuh kilometer. Keikutsertaan
kebo bule Kyai Slamet dalam kirab memunculkan fenomena ngalap berkah pada kirab pusaka yang
menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk beramai-ramai menyaksikan prosesi kirab pusaka.
Keramaian yang ditimbulkan oleh pengunjung memunculkan beberapa masalah yang patut diberi
perhatian khusus.
Artikel ini disusun dengan menggunakan metode deskriptif, pengumpulan data literatur, dan
dokumentasi dilakukan selama survey.
Hasil dari artikel ini menunjukkan bahwa: (1) Pengendara kendaraan bermotor tidak dapat
melewati Jl. Pakoe Buwono sebelum kirab dilaksanakan. (2) Kendaraan roda dua milik pengunjung
terparkir di sembarang tempat. (3) Pengunjung menerobos jalan rombongan kirab. (4) Jumlah
personil keamanan tidak sebanding dengan jumlah pengunjung yang datang sehingga pengunjung
berdesakan dan terjadi saling dorong. (5) Pedagang memenuhi area trotoar Jl. Pakoe Boewono
sehingga tidak dapat digunakan oleh pengunjung.

Kata kunci: kirab pusaka, Keraton Kasunanan, pengunjung, kendaraan, sirkulasi.

3. PENDAHULUAN
3.a. Deskripsi Acara

Kirab Malam 1 Suro merupakan sebuah tradisi turun menurun yang diperingati secara
tahunan oleh Keraton Kasunanan Surakarta. Dalam tradisi masyarakat Jawa, Kirab Malam
1 Suro adalah perayaan budaya sekaligus keagamaan guna menyambut tahun baru sesuai
dengan penanggalan Jawa. Sura atau Suro merupakan nama bulan pertama dalam
penanggalan Jawa, malam 1 Suro ditandai dengan tenggelamnya matahari terakhir pada
bulan terakhir kalender Jawa.
Kirab Malam 1 Suro diadakan di beberapa daerah di tanah Jawa. Perayaan terbesar
dilakukan oleh Keraton Yogyakarta, Keraton Mangkunegaran, dan Keraton Kasunanan
Surakarta. Bentuk kegiatannya yaitu Kirab Pusaka mengelilingi keraton yang bertujuan
untuk menolak bala, keberuntungan, melatih kesiagaan lahir batin, mawas diri, intropeksi
diri agar menjadi lebih baik, dan berserah diri kepada Tuhan. Kirab Pusaka sudah
dilaksanakan dari zaman dahulu sejak berdirinya keraton itu sendiri.

Gambar 1. Peta Surakarta


Sumber : Yaya Anggraeni A.

Gambar 2. Denah rute Kirab Malam 1 Suro


Sumber : Desi Nur Aini
Keraton Kasunanan Surakarta yang masih kental tata cara kehidupan keratonnya dianggap
mempunyai pengaruh besar di masyarakat. Kirab Pusaka Malam 1 Suro di Keraton
Kasunanan Surakarta yang selalu diadakan setiap tahun, awalnya mengitari wilayah
Baluwarti bagian dalam. Saat ini kirab pusaka dilakukan mengitari daerah lingkar luar
kelurahan baluwarti sejauh 7 km. Dimulai dari keraton, para abdi dalem pembawa pusaka,
juga kerbau Kyai Slamet berjalan melewati Jl Supit Urang, kemudian melewati Alun-alun
Lor. Kemudian kirab melewati Gladag, Jl Jenderal Sudirman, lalu ke timur melewati Jl
Mayor Kusmanto. Kirab berlanjut melewati Jl Kapten Mulyadi, Jl Veteran, Jl Yos Sudarso,
lalu Jl Slamet Riyadi, hingga bunderan Gladag dan kembali lagi menuju keraton
(solo.tribunnews.com, 28 September 2016). Rute kirab diperlihatkan pada gambar 2.

Terhitung sejak tahun 1972, oleh Pakubuwono XII Kirab Pusaka mulai mengitari wiayah luar
Baluwarti dengan 11 pusaka dan 9 kerbau albino yang dijuluki Kebo Bule (muslimdaily.net).
Dalam rombongan kirab, terdapat Kebo Bule bernama Kyai Slamet yang merupakan
simbol keselamatan, bertindak sebagai Cucuk Lampah yang berarti baris pertama pada
kirab tersebut. Kebo Bule juga dianggap sebagai simbol Keraton Kasunanan Surakarta yang
merupakan kerajaan agraris (srandil.com).

Dengan adanya Kebo Bule dalam Kirab Pusaka Keraton Kasunanan Surakarta, timbulah
fenomena ngalap berkah. Terdapat pemahaman dalam masyarakat bahwa dengan
mengambil kotoran Kebo Bule, maka akan mendapatkan berkah. Sehingga antusias
masyarakat untuk mengikuti tradis Suran semakin meningkat. Setiap tahunnya, ketika
Malam 1 Suro tiba, daerah di sekitar Keraton Kasunanan selalu ramai dipenuhi warga dari
berbagai kalangan dan usia.

3.b. Metode Penilitian

Penelitian tersebut dilakukan dengan metode kualitatif selama dua minggu. Sumber data
yang dipergunakan merupakan kajian dari buku cetak, artikel, dan jurnal yang berkaitan.

3.c. Tinjauan Pustaka

3.c.1. Kata Pengantar

Kota Surakarta berdasarkan dasar-dasar penyusunan RUTRK tahun 1993 sampai


2013 diharapkan sebagai pintu gerbang pariwisata internasional Jawa Tengah,
melengkapi fungsi lain sebagai kota budaya, olah raga, pariwisata, industri,
perdagangan, dan pendidikan. Fungsi sebagai gerbang pariwisata Jawa Tengah dan
kota budaya diperkuat oleh segitiga budaya (Kasunanan-Mangkunegaran-Pasar
Gede) yang menjadi pusat kebudayaan di Kota Surakarta. Istilah segitiga budaya juga
disebut sebagai segitiga emas, karena di dalamnya banyak peninggalan budaya dan
juga kekhasan Kota Surakarta terletak di dalamnya.

3.c.2. Kutipan

Pengertian Sirkulasi
Sirkulasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah peredaran. Sedangkan Hamid
Shirvani (1985) menjelaskan sirkulasi adalah gambaran sirkulasi manusia dan
kendaraan, keadaan ruang (atau ketiadaan ruang) parkir, orientasi ke tujuan (way
finding), keselamatan dan kemudahan akses dan pergerakan. Jalur sirkulasi
merupakan ruang linear dimana terdapat banyak aktifitas yang terjadi dan mempunyai
dampak penting diantaranya sebagai alat yang kuat dalam menstrukturkan suatu kota
atau kawasan, membentuk, mengarahkan dan mengatur pola aktifitas serta dampak
visual dan lingkungan. Sirkulasi didalam kota merupakan salah satu alat paling kuat
untuk menstrukturkan lingkungan perkotaan karena dapat membentuk,
mengarahkan, dan mengendalikan pola aktivitas dalam suatu kota.

Jenis-Jenis Sirkulasi

Buku arsitektur, bentuk dan tatanannya FDK Ching, 2008 menjelaskan bahwa terdapat
beberapa jenis pola sirkulasi, yaitu : (1) sirkulasi linear, (2) radial, (3) spiral, (4) sirkulasi
network, dan (5) komposit. Sirkulasi linear; Seluruh jalur adalah linear, jalur yang lurus
dapat menjadi elemen pengatur utama serangkaian ruang. Radial memiliki jalur-jalur
linear yang memanjang dari atau berakhir disebuah titik pusat bersama. Spiral adalah
suatu jalur/jalan tunggal yang menerus yang berasal dari titik pusat, bergerak
melingkar, dan semakin lama semakin jauh darinya. Sirkulasi network (jaringan) terdiri
dari beberapa jalur-jalur yang menghubungkan titik-titik yang terbentuk di dalam
suatu ruang. Komposit; Suatu bangunan biasanya menggunakan kombinasi pola-pola
yang berurutan. Akan tetapi, untuk mencegah terjadinya jalur cabang yang berbelit
dan tidak terorientasi , perlu ada susunan hirarkis diantara jalur dan titik bagunan
dengan cara membedakan .skala, bentuk, dan penempatan mereka atau sirkulasi
kombinasi dari pola-pola yang sudah disebutkan sebelumnya.

3.c.3. Kesimpulan
1. Sirkulasi adalah suatu peredaran yang berhubungan dengan pergerakan manusia
atau kendaraan, keadaan ruang parkir, orientasi ke tujuan (way finding),
keselamatan serta kemudahan akses dan pergerakan.
2. Terdapat 5 jenis sirkulasi : (1) sirkulasi linear, (2) radial, (3) spiral, (4) sirkulasi
network, dan (5) komposit.
3. Sirkulasi didalam kota dapat membentuk, mengarahkan, dan mengendalikan pola
aktivitas dalam suatu kota.

4. DISKUSI
4.a. Pengunjung Menghalangi Jalur Sirkulasi Kendaraan
Sirkulasi pengunjung tidak beraturan dikarenakan tidak ada batas yang ditentukan
antara jalur rombongan kirab dan area pengunjung. Seperti yang terlihat pada
gambar 4, pengunjung berdiri tidak sejajar di sepanjang Jl. Pakoe Boewono karena
tidak ada batas jalur kirab.

Gambar 3. Sirkulasi kendaraan dan Gambar 4. Pengunjung berkumpul


pejalan kaki menjadi satu memadati pintu gerbang keraton
Sumber : dokumentasi pribadi Sumber : dokumentasi pribadi

Gambar 5. Pengunjung memarkirkan sepeda motornya di sekitar bundaran gladak


Sumber : Yaya Anggraeni A.
Selain itu, tidak adanya lahan parkir yang disediakan untuk pengunjung yang
membawa sepeda motor. Sehingga mengakibatkan kendaraan pengunjung terparkir
di sembarang tempat. Pada gambar 3 diperlihatkan kondisi sirkulasi kendaraan pada
Bundaran Gladak yang tidak teratur, terlihat juga pada gambar 5 beberapa
kendaraan terparkir di tengah jalan beserta pengunjung yang berdiri diatas motor
agar dapat melihat kirab pusaka dengan jelas.

4.b. Jarak Pengunjung dengan Rombongan Kirab Kurang dari Satu Meter
Jarak antara pengunjung dan rombongan kirab yang realtif dekat yaitu kurang dari 1
meter dapat mengganggu proses berjalannya kirab pusaka. Hal ini dikarenakan jalan
yang akan dilalui oleh rombongan kirab menjadi sempit karena terhambat oleh
kerumunan pengunjung. Selain itu, bagi pengunjung jarak yang terlalu dekat
mengakibatkan ketidaknyamanan karena pengunjung harus saling berdesakan agar
dapat melihat kirab dengan jelas.

Gambar 6. Suasana pengunjung yang sedang menonton prosesi kirab


Sumber : dokumentasi pribadi

Terlihat pada gambar 6 pengunjung berdesakan untuk dapat mengambil gambar


pada prosesi kirab.

Gambar 7. Sketsa suasana Kirab Malam 1 Suro


Sumber : Yaya Anggraeni A.

Pada gambar 7 juga diperlihatkan bagaimana dekatnya jarak antara pengunjung dan
rombongan kirab mengurangi kesakralan kirab pusaka.

4.c. Area Pengunjung Dipakai untuk Berjualan

Trotoar di sepanjang jalam dari alun alun utara sampai ke perempatan gladak
dipenuhi oleh pedagang kaki lima, sehingga trotoar tidak bisa digunakan oleh
pengunjung untuk melihat kirab. Akibatnya pengunjung harus menumpuk di bahu
jalan dengan berdesak- desakan. Pada gambar 7 terlihat suasana trotoar yang
dipenuhi oleh pedagang kaki lima.

Gambar 8. Sepanjang trotoar jalan ditempati oleh pedagang kaki lima


Sumber : dokumentasi pribadi

Gambar 9. Trotoar yang dipenuhi pedagang


Sumber : Desi Nur Aini

Pada saat kirab pusaka berlangsung, trotoar pada gambar 8 seharusnya digunakan
sebagai area pengunjung. Pada gambar 9 juga terlihat lebih jelas bagaimana
pedagang kaki lima memenuhi trotoar sehingga tidak ada lagi ruang bagi
pengunjung.
5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Dari tiga tema yang sudah dijelaskan pada bab diskusi maka diperoleh beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengendara kendaraan bermotor tidak dapat melewati Jl. Pakoe Buwono sebelum
kirab dilaksanakan.
2. Kendaraan roda dua milik pengunjung terparkir di sembarang tempat.
3. Pengunjung menerobos jalan rombongan kirab.
4. Jumlah personil keamanan tidak sebanding dengan jumlah pengunjung yang datang
sehingga pengunjung berdesakan dan terjadi saling dorong.
5. Pedagang memenuhi area trotoar Jl. Pakoe Boewono sehingga tidak dapat
digunakan oleh pengunjung.

5.2. Saran ( pelaku, pemkot, pedagang)

Beberapa masukan yang dapat ditujukan pada objek bahasan yaitu pemerintah
hendaknya membuat aturan formal khusus untuk mengatur berlangsungnya acara kirab
malam satu suro misalnya pengalihan arus sebelum kirab berlangsung, penentuan
wilayah parkir kendaraan pengunjung, serta penentuan wilayah untuk pedagang kaki
lima. Selain itu, pada saat kirab berlangsung pembuatan batas pengunjung dengan
menggunakan tali diperlukan agar pengunjung tidak menerobos barisan pengamanan
kirab.
Untuk pengunjung sebaiknya lebih taat kepada peraturan yang sudah dibuat misalnya
tidak melanggar batas pengunjung dan parkir di tempat yang sudah disediakan. Selain
itu pengunjung juga harus menyesuaikan posisi agar tidak menutupi pandangan
pengunjung lain.
6. DAFTAR PUSTAKA

[1] Ching, F.D.K., Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan, Jakarta: Erlangga, 2008.

[2] Hisani, Dika., Kajian Teori Pola Perilaku Bersirkulasi di Ruang Terbuka (Pedestrian)1, Artikel,
Medan, 2014.

[3] Nurshodiq, Tradisi Suran Dalam Masyarakat Jawa Analisis Perbandingan Antara Wilayah
Surakarta Dengan Wonosobo, Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Pada
Universitas Negeri Semarang, Semarang, 2008.

[4] Rini, Istivani Elvia, Makna Tradisi Grebeg Suro Dalam Melestarikan Budaya Bangsa Bagi
Masyarakat (Studi Kasus Masyarakat Kelurahan Baluwarti Kecamatan Pasar Kliwon
Surakarta), Skripsi, Surakarta, 2012.

[5] Shirvani, H., The Urban Design Process, New York: Van Noostrand Reinhold Company Inc.,
1985.

[6] http://muslimdaily.net/berita/meluruskan-makna-kirab-pusaka-1-suro-keraton-
surakarta.html - diakses pada 3 Oktober 2016

[7] http://solo.tribunnews.com/2016/09/28/rute-kirab-malam-1-sura-keraton-surakarta-
sepanjang-7-km-melewati-pasar-klewer-darurat - diakses pada 3 Oktober 2016

[8] https://srandil.com/2014/11/05/sejarah-kerbau-kyai-slamet-kraton-surakarta-solo/ - diakses


pada 3 Oktober 2016

You might also like