You are on page 1of 50

REFERAT

PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL PADA ADOLESCENCE

disusun oleh:
Helga Ratnasari
16.7010.273

Pembimbing:
dr. Sonia Rahayu, Sp. OG
dr. Jaka Nugraha, Sp. OG
dr. Gazali Rusdi, SP. OG
dr. Yudi Rizal

KEPANITERAAN KLINIK DOKTER MUDA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

SMF ILMU KESEHATAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RSUD NGANJUK

2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
rahmatNya-lah, penulis dapat menyelesaikan tugas referat dengan judul pendarahan uterus abnorma
pada adolescence tepat pada waktunya dan dengan cukup baik.
Pembuatan tulisan ini merupakan salah satu tahapan yang harus dipenuhi dalam praktek kepaniteraan
klinik SMF Obgyn di RSUD Nganjuk.
Penulis berharap tulisan ini akan berguna bagi kita semua. Tulisan ini dapat terselesaikan
karena dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis sampaikan
terimakasihkepada :
1. dr. Sonia Rahayu, Sp.OG
2. dr. Gazali Rusdi, Sp.OG
3. dr. Jaka Nugraha, Sp. OG
4. dr. Yudi Rizal
Semoga bimbingan yang telah diberikan hingga terselesaikan tugas referat ini dapat bermanfaat
sebagai bekal dalam pengabdian diri di masyarakat kelak.
Penulis menyadari bahwa tugas response ini masih jauh dari kesempurnaan karena
terbatasnya kemampuan penulis, untuk itu dengan kerendahan hati penulis membuka diri terhadap
kritikan dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan dimasa yang akan datang.

Nganjuk, 22 september 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI... 3

BAB I PENDAHULUAN..... .. 4

BAB II PEMBAHASAN.. . 6

DEFINISI ..... 6

SIKLUS HAID NORMAL.. . 6

DEFINISI PUA 20

KLASIFIKASI . 23

PATOFISIOLOGI. 26

DIAGNOSIS.. 27

MANIFESTASI KLINIS. . 30

PENATALAKSANAAN. . 46

BAB III KESIMPULAN 50

DAFTAR PUSTAKA . . 51

3
BAB I
PENDAHULUAN

Perdarahan Uterus Abnormal (PUA) merupakan penyebab tersering perdarahan


abnormal per vaginam pada masa reproduksi wanita. Sekitar 30% wanita datang ke pusat
pelayanan kesehatan dengan keluhan PUA selama masa reproduktif. Penyebab terjadinya
PUA mencakup spektrum yang luas dari berbagai penyakit.Klasifikasi utama yang digunakan
untuk PUA berdasarkan FIGO terdapat 9 kategori penyebab yaitu akronim dari PALM-
COEIN. Hasil penelitian memperlihatkan dari 51 kasus dengan PUA didapatkan paling
sering pada usia 41-50 tahun sebanyak 24 kasus (47,06%), dengan usia termuda 14 tahun dan
usia tertua 55 tahun. Kasus PUA terbanyak dengan Indeks Massa Tubuh normal, paritas
multipara, dan pekerjaan sebagai Ibu Rumah Tangga. Klasifikasi penyebab dengan PALM-
COEIN sebagian besar ialah jenis leiomioma sebanyak 29 kasus (56,86%) dan jenis
ovulatory dysfuntion sebanyak 11 kasus (21,57%).3
Kelainan saat menstruasi adalah salah satu yang sering dikeluhkan pasien ginekologi1.
Endometrium adalah gambaran dari status hormonal seorang wanita.Disfungsi menstruasi
dapat berkembang menjadi beban yang besar untuk sistem kesehatan karena berbagai etiologi
dan implikasi sosial yang cukup tinggi.Menoragia tanpa patologi lokalis juga sering terjadi
pada pasien ginekologi.Setiap wanita dalam hidupnya setidaknya pernah mengalami episode
perdarahan yang dianggap abnormal.Perdarahan uterus abnormal (AUB) didefinisikan
sebagai perubahan frekuensi menstruasi, durasi aliran, atau jumlah hilangnya darah. Pada
wanita usia produktif dan usia premenopause, semua perubahan dalam menstruasi, frekuensi,
durasi atau jumlah aliran, serta perdarahan di antara siklus haid, dianggap sebagai abnormal.
Setiap perdarahan pada wanita postmenopause dianggap sebagai abnormal dan harus
diselidiki dengan tepat.Perdarahan uterus abnormal diklasifikasikan ke dalam dua kategori
besar. Pertama, karena penyebab organik seperti endometritis, myometritis, adenomiosis,
leiomioma, polip endometrium dan serviks, hiperplasia endometrium, dan lesi ganas pada
endometrium dan serviks, sedangkan kategori kedua, adalah karena perdarahan uterus
disfungsional, yang disebabkan oleh anovulasi. Istilah perdarahan uterus disfungsional
didefinisikan sebagai keadaan perdarahan uterus abnormal tanpa patologi organik secara
klinis dan didiagnosis dengan cara eksklusi (menyingkirkan kemungkinan lain), yang dibuat
ketika tidak ada patologi apapun di pelvis. Spektrum AUB terdiri dari menoragia, metroragia,
polimenorea, polimenoragia, perdarahan pasca menopause dan perdarahan pasca-coitus9.
AUB dapat disebabkan oleh berbagai gangguan, perdarahan uterus disfungsional umumnya
4
dikeluhkan pada wanita premenopause, tetapi pada wanita postmenopause kondisi ini dapat
terjadi karena hormonal, perdarahan diatesis, patologi lokal meliputi infeksi, tumor jinak dan
keganasan. Sebanyak 3- 10% wanita pada kelompok usia produktif yang mengalami AUB,
memiliki proses infeksi atau reaktif dari endometrium, seperti endometritis akut maupun
kronis, sementara pada 8-10% wanita premenopause dan menopause, polip endometrium
adalah penyebab tersering dari perdarahan uterus abnormal. Wanita premenopause dan
postmenopause dengan hiperplasia endometrium yang datang karena pendarahan vagina
merupakan 5% dari keseluruhan kasus AUB dan karena hiperplasia endometrium, terjadi
perubahan dalam struktur kelenjar dan perubahan rasio kelenjar-stroma.9
Pada 90% pasien dengan adenokarsinoma endometrium, perdarahan uterus abnormal
biasanya muncul, sehingga kondisi perdarahan pada wanita postmenopause, mengharuskan
evaluasi awal untuk adenokarsinoma endometrium.Standar emas adalah histeroskopi dan
biopsi endometrium yang biasanya menjadi langkah awal untuk mendiagnosis AUB,
bersamaan dengan kuretase diagnostik endometrium yang wajib dilakukan tanpa penundaan
untuk semua kasus perdarahan pada wanita premenopause dan menopause untuk
menyingkirkan adanya keganasan.Pemeriksaan mikroskopis endometrium adalah standar
emas untuk mengetahui berbagai faktor etiopatologis dalam kasus AUB. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui spektrum lesi endometrium pada wanita pre dan postmenopause
dengan perdarahan uterus abnormal di Fakultas KEedokteran Universitas R. D. Gardi Ujjain.9

5
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Definisi
Definisi Haid Normal Berdasarkan konsensus HIFERI 2013 di Bogor
telah disepakati bahwa definisi haid normal adalah suatu proses fisiologis dimana
terjadi pengeluaran darah, mukus (lendir) dan seluler debris dari uterus secara
periodik dengan interval waktu tertentu yang terjadi sejak menars sampai
menopause dengan pengecualian pada masa kehamilan dan menyusui, yang
merupakan hasil regulasi harmonik dari organ-organ hormonal.

II.1.2 Siklus menstruasi normal

Sampai saat ini, sebagian besar proses ovulasi masih belum

seluruhnya jelas terungkap, tetapi yang sudah pasti diketahui adalah

bahwa proses dasar ovulasi merupakan hasil dari suatu rangkaian

perubahan biokimia dan morfologi yang diatur oleh gonadotropin dan

steroid seks. 5,6

Secara berkala, fungsi seksual perempuan berada dibawah

kendali hormon, yang khas untuk siklus ini adalah timbulnya

perdarahan melalui vagina setiap bulan pada seorang perempuan.

Siklus menstruasi manusia dapat dibagi atas 4 fase fungsional

berdasarkan struktur, morfologik dan produksi seks steroid oleh

ovarium :6,7

1. Fase folikuler dibagi atas: dini, medial, akhir

2. fase ovulatoar (transisi antara folikuler dan sekresi)

3. Fase luteal dibagi atas:dini, medial, akhir

4. Fase menstruasi (transisi antara folikuler dan sekresi)

1) Fase Folikuler

6
pertengahan pertama dari siklus yang berperanan disini

adalah frekuensi denyut yang tinggi dari FSH dan LH tetapi

denyut amplitudonya rendah.

peningkatan progresif dari kadar estradiol yang beredar dan

inhibin B oleh folikel graafian yang sedang berkembang

Mulai diambilnya folikel selama 4-5 hari dari fase ini

karena meningkatnya kadar FSH bersamaan dengan

kembalinya frekuensi denyut LH dari rendah ke tinggi.

Pemilihan folikel tunggal pada hari ke-5-7, Yang

berhubungan dengan kapasitas biosintesa dan sekresi yang

tinggi untuk androgen, estrogen, progesteron dan. inhibin B

Integritas dari produksi hormon-hormon ini tergantung

kepada interaksi antara sel teka dan sel granulosa, aktifitas

masing-masing dikerjakan oleh perubahan-perubahan

dalam enzim steroidogenik P450 sitokrom dan oleh

bermacam-macam faktor pertumbuhan yang melaksanakan

melalui mekanisme parakrin dan autokrin.

Matangnya folikel dominan pada hari ke-8-12.

Ovulasi pada hari ke-13-15. Proses diatas berlangsung

kurang lebih 13 hari dan ditujukan untuk genesis dari satu

folikel preovulasi dimana folikel yang lainnya mengalami

atresia.

2) Fase ovulatoar

Selama 2-3 hari sebelum mulainya puncak pertengahan

siklus, kadar estradiol yang beredar paralel dengan kadar

7
inhibin, progesteron dan 17-hidroksiprogesteron akan

meningkat.

Peningkatan dari konsentrasi progestin ini mencerminkan

proses dari luetinisasi dari sel granulosa setelah penerimaan

reseptor LH dan menyebabkan kemampuan LH untuk

memulai biosintesa dari 17-hidroksiprogesteron dan

progesteron.

Puncak FSH dan LH mendadak mulai timbul ( kadar LH

dua kali lipat dalam 2 jam) dan sementara dihubungkan

dengan penyelesaian dari kadar puncak estradiol dan

dimulainya peningkatan yang cepat dari progesteron 12 jam

lebih dulu. Ratarata lama puncak LH adalah 48 jam, dengan

suatu sisi asenden yang cepat (waktu dua kali lipat 5,2 jam)

berakhir selama 14 jam dan diikuti dengan penurunan yang

cepat dari kadar estradiol yang beredar, 17-

hidroksiprogesteron dan inhibin B tetapi dalam kadar serum

inhibin A meningkat. Sisi desenden lebih lama (masa paruh

96 jam), berakhir selama 20 jam, berhubungan dengan

peningkatan kedua yang cepat dalam progesteron dan

inhibin A dan penurunan lebih lanjut dalam kadar 17-

hidroksiprogesteron, estradiol dan inhibin B, dimulai 36

jam setelah mulai puncak atau 12 jam sebelum akhir

puncak.

Sekresi inhibin selama interval preovulasi tidak terikat

dengan estradiol atau progesteron. Perubahan kadar inhibin

8
pada waktu ini diwakili dengan jumlah kontribusi oleh

folikel preovulasi dan adanya korpus luteum.

Waktu interval yang tepat antara mulainya puncak LH dan

ovulasi pada wanita adalah 1-2 jam sebelum fase akhir dari

kenaikan progesteron atau 35-44 jam setelah mulai

puncaknya LH.

3) Fase luteal

Tanda khas dari fase luteal siklus menstruasi adalah

perpindahan dari fase folikuler yang didominansi

estrogen ke dominansi progesteron.

Luteinisasi dari sel granulosa-teka setelah ovulasi

dihubungkan dengan semua enzim-enzim steroidegenik

P450 yang berlebihan dalam sel luteal dan

meningkatnya kemampuan untuk mensintesa sejumlah

besar progesteron dan estrogen.

Puncak konsentrasi dari progesteron dan estradiol

diperoleh pada fase midluteal menyusun jendela hari

ke-3 dimana endometrium dalam fase sekresi dapat

digunakan untuk implantasi.

Walaupun inhibin A juga mencapai puncak pada waktu

ini, inhibin tidak berperanan dalam implantasi.

Bila tidak terjadi implantasi, maka terjadilah luteolisis

dengan penurunan yang segera dalam kadar

progesteron, estradiol dan inhibin A yang beredar

9
selama 4-5 hari terakhir dari kehidupan fungsional

korpus luteum.

Aktifitas sekretori dari korpus luteum dan masa

kehidupan fungsionalnya tergantung kepada dukungan

yang cukup dari LH. Interupsi dari denyut LH oleh

pemberian obat GnRH antagonis selama beberapa

macam stadium dari fase luteal merangsang penurunan

yang cepat dari kadar progesteron, estradiol dan inhibin

diikuti oleh luteolisis dan mulainya menstruasi.

Kadar FSH ditekan selama fase luteal dan mencapai

kadar yang paling rendah selama keseluruhan siklus,

FSH tidak diperlukan untuk mempertahankan korpus

luteum. Kombinasi inhibin dengan estrogen dan

progesteron secara sinergis menekan sekresi FSH

sehingga mencegah mulainya follikulogenesis selama

fase luteal dari siklus menstruasi.

4) Fase Menstruasi (transisi fase folikuler dan sekresi)

Mulainya pertumbuhan folikuler dari siklus yang

berikut adalah tergantung pada regresi dari kehidupan

awal korpus luteum.

Peristiwa penting adalah hubungan terbalik antara

menurunnya kadar inhibin A dan meningkatnya kadar

FSH yang terjadi 2 hari sebelum mulainya haid oleh

karena itu dimulai pengambilan folikel untuk siklus

berikutnya.

10
Transisi folikuler-sekresi menggambarkan suatu

rangkaian perubahan dinamis meliputi terminasi dari

fungsi luteal dan perpindahan dari denyut frekuensi

rendah dan denyut amplitudo tinggi LH ke denyut

amplitudo rendah.

Diikuti oleh peningkatan FSH dan langsung

merangsang produksi inhibin B oleh folikel yang

sedang berkembang.perubahanperubahan dinamis ini

adalah akibat dari penarikan kembali efekefek

penghambat dari steroid korpus luteum, inhibin dan

peptida opioid hipotalamus.

II.1.2.1 Pengaturan siklus haid

Secara berkala, fungsi seksual wanita berada di bawah

kendali hormon.Tanda yang khas suatu siklus haid ialah

timbulnya perdarahan melalui vagina setiap bulan pada seorang

wanita.Perdarahan haid lamanya kurang lebih 2 sampai 6

hari.Hari ke 5 sampai 14 adalah fase folikuler atau proliferasi

mulai setelah perdarahan berakhir dan berlangsung sampai saat

ovulasi.Fase ini berguna untuk menumbuhkan endometrium

agar siap menerima ovum yang telah dibuahi, sebagai persiapan

suatu kehamilan.Pada fase ini dalam ovarium terjadi

pematangan folikel akibat pengaruh FSH. Folikel ini akan

menghasilkan estradiol dalam jumlah banyak. Mulut serviks

11
kecil dan tertutup, getahnya 6 dapat ditarik seperti benang

(spinnbarkeit).5,6,7

Pembentukan estradiol akan terus meningkat pada kira-

kira hari ke 13, sehingga terjadi ovulasi yang terjadi pada hari

ke 14. Dalam waktu yang sama suhu basal badan (SBB) juga

meningkat kira-kira 0,005 C. Selama ovulasi getah serviks

encer dan bening, mulut serviks sedikit terbuka, yang

memungkinkan masuknya sperma.5,7

Hari ke 14 sampai 28 adalah fase lutelal atau fase

sekresi yang mempunyai ciri khas, yaitu terbentuknya korpus

luteum dan perubahanperubahan pada kelenjar

endometrium.Pengaruh progesteron terhadap endometrium

paling terlihat pada hari ke 22, yaitu pada saat nidasi

seharusnya terjadi. Bila tidak terjadi nidasi, estradiol dan

progesteron akan menghambat FSH dan LH, sehingga korpus

luteum tidak dapat berkembang lagi. Akibat pengaruh estradiol

dan progesteron akan terjadi penyempitan pembuluh-pembuluh

darah endometrium yang berlanjut dengan iskemia, sehingga

endometrium terlepas dan timbul perdarahan.5,7

12
Hari ke-1 sampai hari ke-5, Estrogen menurun dan FSH

meningkat.Perdarahan menstruasi dimulai pada hari ke-1 siklus

dan berlangsung selama 5 hari. Beberapa hari terakhir sebelum

fase menstruasi hari pertama, terdapat penurunan yang drastis

kadar estrogen dan progesteron yang kemudian mengirimkan

sinyal pada uterus bahwa kehamilan tidak terjadi pada siklus

ini. Respon dari sinyal ini berupa pelepasan dinding

endometrium dari uterus.5,7

Kadar Estrogen yang tinggi akan mensupressi sekresi

FSH sehingga kadar estrogen yang turun drastis akan

menyebabkan kadar FSH meningkat. FSH akan menstimuli

perkembangan folikel. Dalam hari ke-5 sampai ke-7 salah satu

folikel memberikan respon yang lebih dibandingkan folikel lain

sehingga menjadi dominan. Folikel ini akan mensekresikan

sejumlah besar hormon estrogen. Hari ke-6 sampai ke-14 :

Estrogen disekresikan, kadar FSH menurun, sejumlah besar

Estrogen disekresikan oleh folikel pada fase ini . Pengaruh

Estrogen antara lain :

13
Estrogen menstimuli penebalan uterus.

Endometrium menjadi tebal dan diperkaya

sehingga siap menerima sel telur yang telah

dibuahi.

Estrogen mensupressi sekresi FSH lebih lanjut

Pada pertengahan siklus, estrogen membantu

menstimuli sebagian besar dan secara mendadak

pelepasan LH. Pada saat ini suhu tubuh akan

sedikit meningkat yang menandakan ovulasi

akan segera terjadi

LH akan menyebabkan pecahnya folikel dan sel

telur dilepaskan kedalam Tuba Fallopii. Hari ke-

14 sampai ke-28, sekresi Estrogen dan

Progesteron yang semula meningkat kemudian

akan turun. Setelah folikel pecah, dindingnya

akan kolaps yang dikenal sebagai korpus

luteum. Segera setelah ovulasi, korpus luteum

mulai mensekresikan sejumlah besar

progesteron yang akan membantu persiapan

penebalan endometrium untuk implantasi sel

telur yang telah dibuahi. Jika sel telur dibuahi,

hormone HCG akan dilepaskan oleh tropoblast

yang dapat dideteksi dalam urin 7 hari setelah

fertilisasi. HCG akan mempertahankan korpus

luteum tetap berfungsi sehingga dapat

14
melanjutkan sekresi estrogen dan progesterone

yang sangat berguna mempertahankan

endometrium tetap intak. Kira-kira kehamilan 6-

8 minggu, placenta mulai dibentuk dan mulai

mengambil alih sekresi progesterone. Jika sel

telur tidak dibuahi, korpus luteum mulai menciut

sehingga menyebabkan kadar estrogen dan

progesterone turun drastis, akibatnya tidak ada

yang mempertahankan endometrium dan terjadi

pelepasan endometrium (menstruasi). Tanpa

estrogen dan progesterone yang menekan, kadar

FSH kembali meningkat sehingga dimulai lagi

siklus berikutnya .5,7

II.1.2.2 Endokrinologi siklus haid

Siklus haid wanita diatur oleh interaksi hormonal yang

kompleks.Hormon yang dominan terlibat adalah GnRH, FSH,

LH, Estrogen dan Progesteron.GnRH disekresikan oleh

Hipotalamus, FSH dan LH disekresikan oleh hipofise anterior,

estrogen dan progesterone oleh ovarium. GnRH merangsang

pelepasan LH dan FSH oleh hipofise anterior, dan estrogen dan

progesterone dilepaskan oleh ovarium)5,6

a. Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH)

GnRH disekresikan oleh hipotalamus secara

pulsatil melalui siklus menstruasi.Untuk menghasilkan

15
siklus menstruasi yang normal, GnRH harus

disekresikan secara pulsatil. Rata-rata frekuensi sekresi

GnRH adalah sekali dalam 90 menit pada fase folikel

awal, kemudian meningkat menjadi sekali dalam 60-70

menit dan selanjutnya menurun dengan amplitudo yang

meningkat pada fase luteal. GnRH menginduksi kedua

hormon FSH dan LH, bagaimanapun juga LH lebih

sensitif terhadap perubahan kadar GnRH.5,7

b. Follicle Stimulating Hormone (FSH)

FSH disekresikan oleh hipofise anterior dan

sangat berperan dalam perkembangan folikel sampai

terbentuk antrum folikuli.Sekresi FSH sangat tinggi dan

paling kritis pada minggu pertama fase folikuler siklus

menstruasi. FSH menginduksi pembentukan estrogen

dan progesteron dengan mengaktifkan enzim aromatase

dan p450 yang selanjutnya hormone ini akan

memberikan umpan balik negatif terhadap sekresi

GnRH. FSH lebih lanjut akan menginduksi proliferasi

sel-sel granulosa dan mengekspresikan reseptor LH

pada sel granulose. 5,7

c. Luteinizing Hormone (LH)

LH disekresikan oleh hipofise anterior dan

dibutuhkan untuk pertumbuhan folikel preovulasi dan

luteinisasi dan ovulasi oleh folikel yang

dominan.Selama fase folikel siklus menstruasi, LH

16
menginduksi sintesa androgen oleh sel teka,

merangsang proliferasi, differensiasi, dan sekresi oleh

sel teka folikuler dan meningkatkan reseptor LH pada

sel granulose. Pada tahap preovulasi, LH akan

merangsang oosit memasuki pembelahan miosis

pertama dan menginisiasi lutenisasi oleh sel teka dan

granulose. Hasilnya korpus luteum akan mensekresikan

progesterone dalam kadar tinggi dan sejumlah

estrogen.5,7

d. Estrogen

Estrogen diproduksi oleh ovarium dan sangat

penting dalam perkembangan antrum dan maturasi

folikel de Graff.Estrogen dominan pada tahap akhir fase

folikuler, secara langsung menyebabkan

ovulasi.Estradiol merupakan bentuk estrogen yang

paling banyak dan poten, secara primer berasal dari

derivat androgen yang diproduksi oleh sel-sel

teka.Androgen bermigrasi dari sel teka ke sel granulosa

yang kemudian dikonversi menjadi estradiol dengan

bantuan enzim aromatase.Beberapa estradiol dapat juga

diproduksi langsung oleh sel teka.Kerja estradiol

termasuk menginduksi reseptor FSH pada sel granulose,

proliferasi dan sekresi oleh sel teka, induksi reseptor LH

pada sel granulose dan proliferasi dari stroma dan sel

epitel endometrium. Pada saat kadar estradiol rendah

17
dalam sirkulasi, akan memberikan umpan balik negatif

terhadap sekresi FSH-LH, sebaliknya pada keadaan

kadar estrogen sangat tinggi akan memberikan umpan

balik positif terhadap sekresi FSHLH. Estrogen lebih

lanjut menginduksi proliferasi sel granulose dan sintesis

reseptor estrogen dan mempertahankan umpan balik

positifnya. Estrogen juga menginduksi proliferasi

kelenjer endometrium.5,7

e. Progesteron

Progesteron disekresikan oleh ovarium, secara

primer oleh folikel luteinisasi.Kadar progesteron

meningkat sebelum ovulasi dan mencapai 12 puncak 5

sampai 7 hari setelah ovulasi.Tahap pertama sintesa

progesteron membutuhkan enzim p450 dan terdapat dua

bentuk progesteron dalam sirkulasi yaitu progesterone

dan 17-hidroksiprogesteron.Progesteron menstimulasi

pelepasan enzim proteolitik oleh sel-sel teka yang

merupakan persiapan sebelum ovulasi.Progesteron lebih

lanjut menstimulasi migrasi pembuluh darah kedalam

dinding folikel dan menstimulasi sekresi prostaglandin

oleh jaringan folikel. Selama fase luteal, progesteron

menstimulasi penebalan dan peningkatan sekresi

endometrium.5,7

18
II.2 Definisi Pendarahan Uterus Abnormal

Pendarahan Uterus Abnormal (PUA) adalah istilah yang

digunakan untukmenggambarkan semua kelainan haid baik dalam hal

jumlah maupun lamanya.Manifestasi klinisnya dapat berupa

pendarahan dalam jumlah yang banyak atau sedikit,dan haid yang

memanjang atau tidak beraturan.2

Dari penelitian yang telah dilakukan bulan Oktober 2015 di

Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou

Manado ditemukan 51 kasus Perdarahan Uterus Abnormal (PUA).

Data dikumpul-kan dari rekam medik kemudian disajikan dalam

bentuk tabel.3

Pada Januari 2013 sampai Desember 2014 di Bagian Obstetri

dan Ginekologi RSUP Prof. R. D. Kandou Manado (Tabel 1)

ditemukan bahwa penderita PUA terbanyak pada usia 41-50 tahun

sebanyak 24 kasus (47,06%), diikuti oleh usia 31-40 tahun sebanyak

10 kasus, usia 20 tahun sebanyak 7 kasus, usia 21-30 tahun sebanyak

6 kasus, usia 51-60 tahun sebanyak 4 kasus; tidak ditemukan pada usia

>60 tahun. Dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya,

prevalensi PUA dalam kelompok usia reproduksi sekitar 30%.3

Pada Tabel 1 dapat dilihat juga bahwa dari 51 kasus yang

diteliti, paritas terbanyak ditemukan pada wanita dengan multipara

sebanyak 34 kasus dan wanita dengan nulipara sebanyak 13 kasus.

Indeks Massa Tubuh (IMT) pasien ditemukan terbanyak pada wanita

dengan IMT normal. Berdasarkan pekerjaannya, profesi Ibu Rumah

19
Tangga ditemukan sebanyak 34 kasus, pelajar sebanyak 7 kasus, PNS

sebanyak 6 kasus dan swasta sebanyak 4 kasus.3

20
Pada Tabel 2 didapatkan bahwa penyebab PUA berdasarkan

klasifikasi PALM-COEIN yaitu leiomioma (PUA-L) sebanyak 30 kasus

(58,82%), ovulatory dysfuntion (PUA-O) sebanyak 11 kasus (21,57%),

iatrogenik (PUA-I) sebanyak 2 kasus (3,92%), polip (PUA-P),coagulopaty

(PUA-C) dan adenomiosis (PUA-A) masing-masing 1 kasus (1,96%),

sedangkan endometrial dan not yet classified tidak ditemukan. Studi yang

dilakukan di Afrika Selatan menyebutkan bahwa insidensi leiomioma

pada wanita ras Afrika lebih tinggi dan mereka memiliki kadar estrogen

yang lebih tinggi sehingga cenderung untuk lebih sering mengalami

episode perdarahan abnormal pervaginam.3

II.3 Klasifikasi PUA berdasarkan jenis pendarahan.

A. Pendarahan uterus abnormal akut

didefinisikan sebagai pendarahan haidyang banyak sehingga

perlu dilakukan penanganan segera untuk mencegahkehilangan

darah. Pendarahan uterus abnormal akut dapat terjadi pada

kondisiPUA kronik atau tanpa riwayat sebelumnya.2


21
B. Pendarahan uterus abnormal kronik

merupakan terminologi untukpendarahan uterus abnormal yang

telah terjadi lebih dari 3 bulan. Kondisi inibiasanya tidak

memerlukan penanganan yang segera seperti PUA akut.2

C. Pendarahan tengah (intermenstrual bleeding)

merupakan pendarahan haidyang terjadi diantara 2 siklus haid

yang teratur. Pendarahan dapat terjadi kapansaja atau dapat juga

terjadi di waktu yang sama setiap siklus. Istilah ini ditujukanuntuk

menggantikan terminologi metroragia.2

Pola pendarahan secara umum pada penggunaan kontrasepsi dapat

terkaitdengan jumlah, lama maupun keteraturan dari pendarahan.Kelainan

pendarahannyadapat berupa pendarahan ringan, jarang dan kadang pendarahan

lama. Berdasarkan polapendarahan yang ditemukan seringkali kelainan

tersebut tidak akan menyebabkananemia defisiensi besi.Pola pendarahan yang

penting secara klinik pada perempuan usia 15 - 44 tahun.2

II.4 Klasifikasi PUA berdasarkan penyebab pendarahan

Klasifikasi utama PUA berdasarkan FIGO dapat dilihat pada bagan .Sistem

klasifikasi ini telah disetujui oleh dewan eksekutif FIGO sebagai sistem

klasifikasi PUA berdasarkan FIGO. Terdapat 9 kategori utama yang disusun

berdasarkan akronimPALM-COEIN .

Kelompok PALM adalah merupakan kelompok kelainan struktur

penyebab PUA yang dapat dinilai dengan berbagai teknik pencitraan dan

atau pemeriksaan histopatologi.

Kelompok COEIN adalah merupakan kelompok kelainan non

strukturpenyebab PUA yang tidak dapat dinilai dengan teknik

22
pencitraan atau histopatologi.PUA terkait dengan penggunaan hormon

steroid seks eksogen, AKDR, atauagen sistemik atau lokal lainnya

diklasifikasikan sebagai iatrogenik.

23
Keterangan:

A. Polip (PUA-P)

Polip adalah pertumbuhan endometrium berlebih yang bersifat

lokal mungkin tunggal atau ganda, berukuran mulai dari beberapa

milimeter sampai sentimeter. Polip endometrium terdiri dari kelenjar,

stroma, dan pembuluh darah endometrium.2

B. Adenomiosis (PUA-A)

Merupakan invasi endometrium ke dalam lapisan miometrium,

menyebabkan uterus membesar, difus, dan secara mikroskopik tampak

sebagai endometrium ektopik,non neoplastik, kelenjar endometrium,

dan stroma yang dikelilingi oleh jaringanmiometrium yang mengalami

hipertrofi dan hiperplasia.2

C. Leiomioma uteri (PUA-L)

Leiomioma adalah tumor jinak fibromuscular pada permukaan

myometrium.Berdasarkan lokasinya, leiomioma dibagi menjadi:

submukosum, intramural,subserosum.2

D. Malignancy and hyperplasia (PUA-M)

Hiperplasia endometrium adalah pertumbuhan abnormal

berlebihan dari kelenjar endometrium. Gambaran dari hiperplasi

endometrium dapat dikategorikan sebagai:hiperplasi endometrium

simpleks non atipik dan atipik, dan hiperplasia endometriumkompleks

non atipik dan atipik.2

E. Coagulopathy (PUA-C)

Terminologi koagulopati digunakan untuk merujuk kelainan

hemostasis sistemikyang mengakibatkan PUA.2

24
F. Ovulatory dysfunction (PUA-O)

Kegagalan terjadinya ovulasi yang menyebabkan

ketidakseimbangan hormonal yang dapat menyebabkan terjadinya

pendarahan uterus abnormal.2

G. Endometrial (PUA-E)

Pendarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan

dengan siklus haid teratur akibat gangguan hemostasis lokal

endometrium.2

H. Iatrogenik (PUA-I)

Pendarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan

penggunaan obat-obatan hormonal (estrogen, progestin) ataupun non

hormonal (obat-obat antikoagulan) atauAKDR.2

I. Not yet classified (PUA-N)

Kategori ini dibuat untuk penyebab lain yang jarang atau sulit

dimasukkan dalam klasifikasi (misalnya adalah endometritis kronik

atau malformasi arteri-vena).2

II.5 Patofisiologi

Penyebab gangguan haid sangat banyak dan secara sistematis dibagi

menjadi tiga katagori penyebab utama : yaitu

Keadaan patologi panggul4

Lesi permukaan pada traktus genital

Mioma uteri, adenomiosis

Polip endometrium

Hyperplasia endometrium

Adenokarisnoma endometrium, sarcoma

25
Infeksi pada serviks, endometrium, dan uterus

Kanker serviks, polip

Trauma

Lesi dalam

Adenomiosis difus, mioma uteri, hipertrofi myometrium

Endometriosis

Malformasi arteri vena pada uterus

Penyakit medis sistemik

Gangguan hemostasi : penyakit von willebrand, gangguan factor

II,V,VII,VIII,IX,XIII, trombositopenia, gangguan platelets.

Penyakit tiroid, hepar, gagal ginjal, disfungsi kelenjar adrenal,SLE

Gangguan hipotalamus hipofisis : adenoma, prolaktinoma,stress,

olahraga berlebih.4

II.6 Diagnosis

Anamnesis

Anamnesis dilakukan untuk menilai kemungkinan adanya kelainan uterus,


faktor risiko kelainan tiroid,penambahan dan penurunan BB yang drastis, serta
riwayatkelainan hemostasis pada pasien dan keluarganya (Rekomendasi B).
Perluditanyakan siklus haid sebelumnya serta waktu mulai terjad
inya perdarahanuterus abnormal Prevalensi penyakit von Willebrand pada
perempuan perdarahan haid rata-rata meningkat 10% dibandingkan populasi
normal. Karena itu perlu dilakukan pertanyaan untuk mengidentifikasi penyakit
von willebrandPada perempuan pengguna pil kontrasepsi perlu ditanyakan
tingkat kepatuhan dan obat-obat lain yang diperkirakan menggangu
koagulasiPenilaian jumlah darah haid dapat dinilai menggunakan piktograf atau
skor perdarahan. Data ini juga dapat digunakan untuk diagnosis dan menilai
kemajuan pengobatan PUAAnamnesis terstruktur dapat digunakan sebagai
penapis gangguan hemostasis dengan sensitifitas 90%. Perlu dilakukan

26
pemeriksaan lebih lanjut pada perempuan dengan hasil penapisan
positifPerdarahan uterus abnormal yang terjadi karena pemakaian antikoagulan
dimasukkan ke dalam klasifikasi PUA-C1.8

Pertanyaan Untuk Menapis Kelainan Hemostatis Pada Pasien Dengan Perdarahan Haid
Banyak
1. Perdarahan haid banyak sejak menars
2. Terdapat minimal 1 (satu) keadaan dibawah ini
- Perdarahan pasca persalinan
- Perdarahan yang berhubungan dengan operasi
- Perdarahan yang berhubungan dengan perawatan gigi
3. Terdapat minimal 2 (dua) keadaan dibawah ini :
- Memar 1-2x/bulan
- Epistaksis 1-2x/bulan
- Perdarahan gusi yang sering
- Riwayat keluarga dengan keluhan perdarahan
Penapisan klinis pasien dengan perdarahan haid banyak karena kelianan hemostasis8

Diagnosis banding PUA


Keluhan dan Gejala Masalah
Nyeri pelvik Abortus, kehamilan ektopik
Mual, peningkatan frekuensi berkemih Hamil
Peningkatan berat badan, fatigue, gangguan Hipotiroid
toleransi terhadap dingin
Penurunan berat badan, banyak keringat, Hipertiroid
palpitasi
Riwayat konsumsi obat antikoagulan dan Koagulopati
gangguan pembekuan darah
Riwayat hepatitis, ikterik Penyakit hati
Hirsutisme,akne,akantosis nigricans, obesits Sindrom ovarium polikistik
Perdarahan pasca koitus Displasia serviks, polip endoserviks
Galaktorea, sakit kepala, gangguan lapang Tumor hipofisis
pandang

27
Pemeriksaan umum
Pemeriksaan fisik pertama kali dilakukan untuk menilai stabilitas keadaan
hemodinamik.Pastikan bahwa perdarahan berasala dari kanalis servikalis dan tidak
berhubungan dengan kehamilan. Pemeriksaan IMT, tanda-tanda hiperandrogen,
pembesaran kelenjar tiroid atau manifestsi hipotiroid/hipertiroid, galaktorea,
gangguan lapang pandang (adenoma hipofisis), purpuran dan ekimosis wajib
diperiksa.8
Pemeriksaan ginekologi
Pemeriksaan ginekologi yang teliti perlu dilakukan termasuk pemeriksaan pap
smear. Harus disingkirkan pula kemungkinan adanya mioma uteri, polip, hiperplasia
endometrium atau keganasan.8
1. Penilaian ovulasi
Siklus haid yang berovulasi sekitar 22-35 hari.Jenis perdarahan PUA-O
bersifat ireguler dan sering diselingi amenorea.Konfirmasi ovulasi dapat
dilakukan dengan pemeriksaan progesteron serum fase lutela mayda atau USG
transvaginal bila diperlukan.
2. Penilaian endometrium
Pengam bilan sampel endometrium tidak harus dilakukan pada semua pasien
PUAPengambilan sample endometrium hanya dilakukan pada :
Perempuan umur > 45 tahun
Terdapat faktor risiko genetik
USG transvaginal menggambarkan penebalan endometrium kompleks
yang merupakan faktor risiko hiperplasia atipik atau kanker
endometrium
Terdapat faktor risiko diabetes melitus, hipertensi, obesitas, nulipara
Perempuan dengan riwayat keluarga nonpolyposis colorectar cancer
memiliki risiko kanker endometrium sebesar 60% dengan rerata umur
saat diagnosis antara 48-50 tahun.
Pengambilan sampel endometrium perlu dilakukan pada perdarahna uterus
abnormal yang menetap (tidak respon terhadap pengobatan)Beberapa teknik
pengambilan sample endometrium seperti D & K dan biopsi endometrium
dapat dilakukan.8

28
3. Penilaian kavum uteri
Bertujuan untuk menilai kemungkinan adanya polip endometrium atau mioma
uteri submukosum.USG transvaginal merupakan alat penapis yang tepat dan harus
dilakukan pada pemeriksaan awal PUA.Bila dicurigai terdapat polip endometrium
atau mioma uteri submukosum disarankan untuk melakukan SIS atau histeroskopi.
Keuntungan dalam penggunaan histeroskopi adalah diagnosis dan terapi dapat
dilakukan bersamaan.8
4. Penilaian miometrium
Bertujuan untuk menilai kemungkinan adanya mioma uteri atau
adenomiosis.Miometrium dinilai menggunakan USG (transvagina, transrektal dan
abdominal), SIS, histeroskopi atau MRI. Pemeriksaan adenomiosis menggunakan
MRI lebih ungguk dibandingkan USG transvaginal.8

II.7 Manifestasi klinis


Perdarahan uterus abnormal akut :
a. Jika perdarahan aktif dan banyak disertai dengan gangguan hemodinamik
dan atau Hb < 10 g/dl perlu dilakukan rawat inap
b. Jika hemodinamik stabil, cukup rawat jalan (kemudian ke langkah D)
c. Pasien rawat inap, berikan infus cairan kristaloid, oksigen 2 liter/menit dan
transfusi darah jika Hb < 7 g/dl, untuk perbaikan hemodinamik
d. Stop perdarahan dengan estrogen ekuin kjonyugasi (EEK) 2-5 mg (rek b) per
oral setiap 4-6 jam, ditambah prometasin 25 mg per oral atau injeksi IM
setiap 4-6 jam (untuk mengatasi mual). Asam traneksamat 3x1 gr (rek A)
atau anti inflamasi non steroid 3x500 mg diberikan bersama dengan EEK.
Untuk pasien dirawat, dapat dipasang balon kateter foley no 10 ke dalam
uterus dan diisi cairan kurang lebih 15 ml, dipertahankan 12-24 jam.
e. Jika perdarahan tidak berhenti dalam 12-24 jam dilakukan dilatasi dan
kuretase. (rek B)
f. Jika perdarahan berhenti dalam 24 jam, lanjutkan dengan kontrasepsi oral
kombinasi (KOK) (rek B) 4x1 tablet perhari (4 hari), 3x1 tablet perhari (3
hari), 2x1 tablet perhari (2 hari) dan 1x 1 tablet (3 minggu) kemudian stop 1
minggu, dilanjutkan KOK siklik 3 minggu dengan jeda 1 minggi selama 3
siklus atau LNG-IUS (rek A)

29
g. Jika terdapat kontraindikasi KOK, berikan medroksi progesteron asetat
(MPA) 10 mg perhari (7 hari) (rek A) siklik selama 3 bulan
h. Untuk riwayat perdarahan berulang sebelumnya injeksi gonadotropin
releasing hormone (GnRH) agonis (rek A) dapat diberikan bersamaan dengan
pemberian KOK untuk stop perdarahan (langkah D). GnRH diberikan 2-3
siklus dengan interval 4 minggu.
i. Ketika hemodinamik pasien stabil, perlu upaya diagnostik untuk mencari
penyebab perdarahan. Lakukan pemeriksaan USG transvaginal/ transrektal
(rek B), periksa darah perifer lengkap (DPL) (rek C), hitung trombosit (rek
C), prothrombin time (PT) (rek C), activated partial thromboplastin time
(aPTT) (rek C) dan thyroid stimulating hormone (TSH). Saline Infused
Sonohysterogram (SIS) dapat dilakukan jika endometrium yang terlihat tebal,
untuk melihat adanya polip endometrium atau mioma submukosim.
j. Jika terapi medika mentosa tidak berhasil atau ada kelainan organik, maka
dapat dilakukan terapi pembedahan seperti ablasi endometrium (rek A),
miomektomi, polipektomi, histerektomi. (rel A)1

30
31
Perdarahan uterus abnormal kronik
a. Jika dari anamnesa yang terstruktur ditemukan bahwa pasien mengalami satu atau
lebih kondisi perdarahan yang lama dan tidak dapat diramalkan dalam 3 bulan
terakhir.
b. Pemeriksaan fisik berikut dengan evaluasi rahim, pemeriksaan dfarah perifer lengkap
wajib dilakukan.
c. Pastikan fungsi ovulasi dari pasien tersebut
d. Tanyakan pada pasien adakah penggunaan obat tertentu yang dapat memicu PUA dan
lakukan juga pemeriksaan koagulopati bawaan jika terdapat indikasi
e. Pastikan apakah pasien masih ingin menginginkan keturunan
f. Anamnesis dilakukan untuk menilai ovulasi, kelainan sistemik, dan penggunaan yang
mempengaruhi kejadian PUA. Keinginan pasien untuk memiliki keturunan dapat
menetuka penanganan selanjutnya. Pemeriksaan tambahan meliputi pemeriksaan
darah perifer lengkap, pemeriksaan untuk menilai gangguan ovulasi (fungsi tiroid,
prolaktin, dan androgen serum) serta pemeriksaan hemostasis.1

32
Penanganan perdarahan uterus abnormal berdasarkan penyebab
A. Polip
Penanganan polip endometrium dapat dilakukan dengan :
o Reseksi secara histeroskopo
o Dilatasi dan kuretase
o Kuret hisap
o Hasil dikonfirmasi dengan pemeriksaan histopatologi
B. Adenomiosis
o Diagnosa adenomiosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG atau MRI
o Tanyakan pada pasien apakah menginginkan kehamilan
o Bila pasien menginginkan kehamilan dapat diberikana analog GnRH +
addback therapy atau LNG-IUS selama 6 bulan
33
o Adenomiomektomi dengan teknik osada merupakan alternatif pada pasien
yang ingin hamil (terutama pada adenomiosis > 6cm)
o Bila pasien tidak ingin hamil, reseksi atau ablasi endometrium dapat
dilakukan. Histerektomi dilakukan pada kasus dengan gagal pengobatan.1

C. Leiomioma uteri
o Diagnosis mioma uteri ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG
o Tanyakan pada pasien apakah menginginkan kehamilan
o Histeroskopi reseksi mioma uteri submukosum dilakukan terutama bila pasien
menginginkan kehamilan
Pilihan pertama untuk mioma uteri submukosum berukuran < 4 cm
Pilihan kedua untuk mioma uteri submukosum derajat 0 atau 1
Pilihan ketiga untuk mioma uteri submukosum derajat 2
o Bila terdapat mioma uteri intramural atau subserosum dapat dilakukan
penanganan sesuai PUA-E/O. Pembedahan dilakukan bila respon pengobatan
tidak cocok
o Bila pasien tidak menginginkan kehamilan dapat dilakukan pengobatan untuk
mengurangi perdarahan dan memperbaiki anemia
o Bila respon pengobatan tidak cocok dapat dilakukan pembedahan embolisasi
arteri uterina merupakan alternatif tindakan pembedahan.

34
D. Malignancy and hyperplasia
o Diagnosis hiperplasia endometrium atipik ditegakkan berdasarkan penilaian
histopatologi
o Tanyakan apakah pasien menginginkan kehamilan
o Jika pasien menginginkan kehamilan dapat dilakukan D&K dilanjutkan
dengan pemberian progestin, analog GnRH atau LNG-IUS selama 6 bulan
o Bila pasien tidak menginginkan kehamilan tindakan histrektomi merupakan
pilihan
o Biopsi endometrium diperlukan untuk pemeriksaan histopatologi pada akhir
bulan ke 6 pengobatan
o Jika keadaan hyperplasia atipik menetap, lakukan histrektomi

35
E. Coagulopathy
o Terminologi koagulopati digunakan untuk kelainan hemostasis sistemik yang
berkaitan dengan PUA.
o Penanganan multidisiplin diperlukan pada kasus ini
o Pengobatan dengan asam traneksamat, progestin, kombinasi pil estrogen-
progestin dan LNG-IUS pada kasus ini meberikan hasil yang sama bila
dibandingkan dengan kelompok tanpa kelainan koagulasi
o Jika terdapat kontraindikasi terhadap asam trneksamat atau PKK dapat
diberikan LNG-IUS atau dilakukan pembedahan bergantung pada umur pasien
o Terapi spesifik seperti desmopressin dapat digunakan pada penyakit von
willebrand1

36
F. Ovulatory dysfunction
o Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab PUA dengan manifestasi
klinik perdarahan yang sulit diramalkan dan jumlah darah yang bervariasi
o Pemeriksaan hormon tiroid dan prolaktin perlu dilakukan terutama pada
keadaan oligomenorea bila dijumpai hiperprolaktinemia yang disebabkan oleh
hipotiroid maka kondisi ini harus diterapi
o Pada perempuan umur > 45 tahun atau dengan risiko tinggi keganasan
endometrium perlu dilakukan pemeriksaan USG transvaginal dan
pengambilan sampel endometrium
o Bila tidak dijumpai faktor resiko untuk keganasan endometrium lakukan
penilaian apakah pasien menginginkan kehamilan atau tidak
o Bila menginginkan kehamilan dapat langsung mengikuti prosedur tatalaksana
infertilitas
o Bila pasien tidak menginginkan kehamilan dapat diberikan terapi hormonal
dengan menilai ada atau tidaknya kontraindikasi terhadap PKK
o Bila tidak dijumpai kontraindikasi dapat diberikan PKK selama 3 bulan
(rekomendasi A)
o Bila dijumpai kontraindikasi pemberian PKK dapat diberikan preparat
progestin selama 14 hari, kemudian stop 14 hari. Hal ini diulang sampai 3x
siklus
o Setelah 3 bulan lakukan evaluasi untuk menilai hasil pengobatan

37
o Bila keluhan pasien berkurang pengobatan hormonal dapat dilanjutkan atau di
stop sesuai keinginan pasien
o Bila keluhan tidak berkurang lakukan pemberian PKK atau progestin dosis
tinggi (naikkan dosis setiap 2 hari sampai perdarahan berhenti atau dosis
maksimal). Perhatian terhadap kemungkinan munculnya efek samping sepert
sindrom pra haid. Lakukan pemeriksaan ulang dengan USG TV atau SIS
untuk menyingkirkan kemungkinan adanya polip endometrium atau mioma
uteri. Pertimbangkan tindakan kuretase untuk menyingkirkan keganasan
endometrium. Bila pengobatan medikamentosa gagal, dapat dilakukan ablasi
endometrium, reseksi mioma dengan histeroskopi dan histerektomi. Tindakan
ablasi endometrium pada perdarahan uterus yang banyak dapat ditawarkan
setelah memberikan informed consent yang jelas pada pasien. Pada uterus
dengan ukuran < 10 minggu.1

38
G. Endometrial
o Perdarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan dengan siklus haid
yang teratur
o Pemeriksaan fungsi tiroid dilakukan bila didapatkan gejala dan tanda
hipotiroid atau hipertiroid pada anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan
USG transvaginal dan SIS terutama dapat dilakukan untuk menilai kavum
uteri
o Jika pasien memerlukanb kontrasepsi lanjutkan ke G, jika tidak lanjutkan ke
point 4

39
o Asam traneksamat 3x1 g dan asam mefenamat 3x500mg merupaka pilihan lini
pertama dalam tatalaksana menoragia
o Lakukan observasi selama 3 sillus menstruasi
o Jika respon pengobatan tidak adekuat lanjutkan ke point 7
o Nilai apakah terdapat kontraindikasi pemberian PKK
o PKK mampu mengurangi jumlah perdarahan dengan menekan pertumbuhan
endometrium. Dapat dimulai pada hari apa saja, selanjutnya pada hari pertama
siklus menstruasi
o Jika pasien memiliki kontraindikasi terhadap PKK maka dapat diberikan
preparat progestin siklik selama 14 hari diikuti dengan 14 hari tanpa obat.
Kemudian diulang selama 3 siklus. Dapat ditawarkan penggunaan LNG-IUS
o Jika setelah 3 bulan, respon pengobatan tidak adekuat dapat dilakukan
penilaian USG transvaginal atau SIS untuk menilai kavum uteri
o Jika dengan USG TV atau SIS didapatkan polip atau mioma submukosum
segera pertimbangkan untuk melakukan reseksi dengan histeroskopi
o Jika hasil USG TV atau SIS didapatkan ketebalan endometrium > 10 mm,
lakukan pengambilan sampel endometrium untuk menyingkirkan
kemungkinan hiperplasia
o Jika terdapat adenomiosis dapat dilakukan pemeriksaan MRI, terapi dengan
progestin, LNG IUS, GnRH atau histerektomi
o Jika hasil pemeriksaan USG TV atau SIS menunjukkan hasil normal atau
terdapat kelainan tetapi tidak dapat dilakukan terapi konservatif maka
dilakukan evaluasi terhadap funsi reproduksinya
o Jika pasien sudah tidak menginginkan fungsi reproduksi dapat dilakukan
ablasi endometrium atau histerektomi. Jika pasien masih ingin
mempertahankuan fungsi reproduksi anjurkan pasien untuk mencatat siklus
haidnya dengan baik dan memantau kadar HB

40
H. Iatrogenik
- Penanganan karena efek samping PKK
o Penanganan efek sampaing PUA-E disesuaikan dengan algoritma PUA-E
o Perdarahan sela ( breakthrough bleeding) dapat terjadi dalam 3 bulan pertama
atau setelah 3 bulan penggunaan PKK
o Jika perdarahan sela terjadi dalam 3 bulan pertama makan penggunaan PKK
dilanjutkan dengan mencatat siklus haid
o Jika pasien tidak ingin melanjutkan PKK atau perdarahan menetap selama > 3
bulan lanjutkan ke point 5

41
o Lakukan pemeriksaan Chlamydia dan Neisseria (endometritis), bila positif
berikan doksisiklin 2 x 100 mg selama 10 hari. Yakinkan pasien minum PKK
secara teratur. Pertimbangkan untuk menaikkan dosis estrogen jika usia pasien
lebih dari 35 tahun dilakukan biopsi endometrium
o Jika perdarahan abnormal menetap lakukan TVS, SIS atau histeroskopi untuk
menyingkirkan kelainan saluran reproduksi
o Jika perdarahan sela terjad isetelah 3 bulan pertama penggunaan PKK,
lanjutkan ke point 5
o Jika efek samping berupa amenorea lanjutkan ke point 9
o Singkirkan kehamilan
o Jika tidak hamil, naikkan dosis estrogen atau lanjutkan pil yang sama.1

- Perdarahan karena efek samping kontrasepsi progestin


o Jika terdapat amenorea atau perdarahan bercak, lanjutkan ke point 2
o Konseling bahwa kelainan ini merupakan hal biasa
o Jika efek samping berupa PUA-O, lanjutkan ke point 4
o Jika usia pasien > 35 tahun dan memiliki risiko tinggi keganasan
endometrium, lanjutkan ke 5, jika tidak lanjutkan ke 6
o Biopsi endometrium

42
o Jika dalam 4-6 bulan pertama pemakaian kontrasepsi, lanjutkan ke 7. Jika
tidak lanjutkan ke 9
o Berikan 3 alternatif sebagai berikut :
Lanjutkan kontrasepsi progestin dengan dosis yang sama
Ganti kontrasepsi dengan PKK ( jika tidak ada kontraindikasi)
Sunti DMPA setiap 2 bulan (khusus akseptor DMPA)
o Bila perdarahan tetap berlangsung setelah 6 bulan lanjutkan ke point 9
o Berikan estrogen jangka pendek (EEK 4x1.25 mg/hari selama 7 hari) yang
dapat diulang jika perdarahan abnormal terjadi kembali. Pertimbangkan
pemilihan metoda kontrasepsi lain.1

- Perdarahan karena efek samping AKDR


o Jika pada pemeriksaan pelvik dijumpai rasa nyeri, lanjukan ke point 2
o Berikan doksisiklin 2x100mg sehari selama 10 hari karena perdarahan pada
penggunaan AKDR dapat disebabkan oleh endometritis. Jika ridak ada
perbaikan, pertimbangkan untuk mengangkat AKDR

43
o Jika tidak dijumpai rasa nyeri dan AKDR digunakan dalam 4-6 bulan pertama
lanjutkan ke point 4. Jika tidak lanjutkan ke point 5
o Lanjutkan penggunaan AKDR, jika perlu ditambahkan AINS. Jika setelah 6
bulan perdarahan tetap terjadi dan pasien ingin diobati lanjutkan ke point 5
o Berikan PKK untuk 1 siklus
o Jika perdarahan abnormal menetap lakukan pengangkatan AKDR. Bila usia
pasien > 35 tahun lakukan biopsi endometrium1

II.8 Penulisan PALM COEIN

Kemungkinan penyebab PUA pada individu bisa lebih dari satu karena
itudibuatsistem penulisan.1
Angka 0 : tidak ada kelainan pada pasien
Angka 1 : terdapat kelainan pada pasien
Tanda tanya : belumdilakukanpenilaian

44
II.9 Penatalaksanaan

Pemilihan obat-obatan pada perdarahan uterus abnormal (non-hormonal)


Asam Traneksamat
Obat ini bersifat inhibitor kompetitif pada aktivasi plasminogen. Plasminogen
akan diubah menjadi plasmin yang berfungsi untuk memecah fibrin menjadi
fibrin degradation product (FDPs). Oleh karena itu obat ini berfungsi sebagai
agen anti fibrinolitik. Obat ini akan menghambat faktor-faktor yang memicu
terjadinya pembekuan darah, namun tidak menimbulkan kejadian trombosis.
Perdarahan menstruasi melibatkan pencairan darah beku dari arteriol spinal
endometrium, maka pengurangan dari proses ini dipercaya sebagai mekanisme
penurunan jumlah darah mens. Efek samping : gangguan pencernaan, diare, sakit

45
kepala. Dosisnya untuk perdarahan mens yang berat adalah 1g (2x500mg) dari
awal perdarahan hingga 4 hari.8
Obar anti inflamasi non steroid (AINS)
Kadar prostaglandin pada endometrium penderita gangguan haid akan
meningkat. AINS ditujukan untuk menghambat siklooksigenase, dan akan
menurunkan sintesa prostaglandin pada endometrium. Prostaglandin
mempengaruhi reaktivitas jaringan lokal dan terlibat dalam respon inflamasi,
jalur nyeri, perdarahan uterus, dan kram uterus.AINS dapat mengurangi jumlah
darah haid hingga 20-50 persen Pemberian AINS dapat dimulai sejak perdarahan
hari pertama astau sebelumnya hingga perdarahan yang banyak berhenti. Efek
samping : gangguan pencernaan, diare, perburukan asma pada penderita yang
sensitif, ulkus peptikum hingga kemungkinan terjadinya perdarahan dan
peritonitis.8
Pemilihan obat-obatan pada perdarahan uterus abnormal (hormonal)
Estrogen
Sediaan ini digunakan pada kejadian perdarahan akut yang banyak. Sediaan
yang digunakan adalah EEK, dengan dosis 2.5 mg per oral 4x1 dalam waktu 48
jam. Pemberian EEK dosis tinggi tersebut dapat disertai dengan pemberian obat
anti emetik seperti promethazine 25 mg per oral atau intra muskular setiap 4-6
jam sesuai dengan kebutuhan.Mekanisme kerja obat ini belum jelas,
kemungkinan aktivitasnya tidak terkait langsung dengan endometrium. Obat ini
bekerja memacu vasospasme pembuluh kapiler dengan cara mempengaruhi
kadar fibrinogen, faktor IV, faktor X, proses aggregasi trombosit dan
permeabilitas pembuluh kapiler. Pembentukan reseptor progesteron akan
meningkat sehingga diharapkan pengobatan selanjutnya dengan menggunakan
progestin akan lebih baik. Efek samping berupa gejala akibat defek estrogen
yang berlebihan seperti perdarahan uterus, mastodinia dan retensi cairan.8
PKK
Perdarahan haid berkurang pada penggunaan pil kontrasepsi kombinasi akibat
endometrium yang atrofi. Dosis yang dianjurkan pada saat perdarahan akut
adalah 4x1 tablet selama 4 hari, dilanjutkan dengan 3x1 tablet selama 3 hari,
dilanjutkan dengan 2x1 tablet selama 2 hari, dan selanjutnya 1x1 tablet selama 3
minggu. Selanjutnya bebas pil selama 7 hari, kemudian dilanjutkan dengan
pemberian pil kontrasepsi kombinasi paling tidak selama 3 bulan.Apabila
46
pengobatannya ditujukan untuk menghentikan haid, maka obat tersebut dapat
diberikan secara kontinyu, namun dianjurkan setiap 3-4 bulan dapat dibuat
perdarahan lucut. Efek samping dapat berupa perubahan mood, sakit kepala,
mual, retensi cairan, payudara tegang, deep vein trombosis, stroke dan serangan
jantung.8
Progestin
Obat ini akan bekerja menghambat penambahan reseptor estrogen serta akan
mengaktifkan enzim 17-hidroksi steroid dehodrogenase pada sel-sel
endometrium, sehingga estradiol akan dikonversi menjadi estron yang efek
biologisnya lebih rendah dibandingkan estradiol. Meski demikian penggunaan
progestin yang lama dapat memicu efek mitotik yang menyebabkan terjadinya
atrofi endometrium.Progestin dapat diberikan secara siklik maupun kontinyu.
Pemberian siklik diberikan selama 14 hari kemudian stop selama 14 hari, begitu
berulang-ulang tanpa memperhatikan pola perdarahannya.8
Apabila perdarahan terjadi pada saat sedang mengkonsumsi progestin, makan
dosis obat progestin dapat dinaikkan.Selanjutnya hitung hari pertama perdarahan
tadi sebagai hari pertama, dan selanjutnya progestin diminum sampai 14 hari.
Pemberian progestin secara siklik dapat menggantikan pemberian pil kontrasepsi
kombinasi apabila terdapat kontraindikasi (misalkan : hipersensitivitas, kelainan
pembekuan darah, riwayat stroke, riwayat penyakit jantung koroner atau infark
miokard, kecurigaan keganasan payudara ataupun genital, riwayat penyakit
kuning akibat kolestatis, kanker hati). Sediaan progestin yang dapat diberikan
antara lain MPA 1x10 mg, norestiron asetat dengan dosis 2-3 x 5 mg,
didrogestron 2x5 mg atau nomegestrol asetat 1x 5 mg selama 10 hari per siklus.
Apabila pasien mengalami perdarahan hebat saat kunjuungan, dosis progestin
dapat dinaikkan setiap 2 hari hingga perdarahan berhenti. Pemberian dilanjutkan
untuk 14 hari dan kemudian berhenti selama 14 hari, demikian selanjutnya
berganti-ganti pemberian progestin secra kontinyu dapat dilakukan apabila
tujuannya untuk membuat amenorea. Terdapat beberapa pilihan yaitu :
- Pemberian progestin oral : MPA 10-20 mg per hari
- Pemberian DMPA setiap 12 minggu
- Penggunaan LNG IUS
Efek samping : peningkatan berat badan, perdarahan bercak, rasa begah,
payudara tegang, sakit kepala, jerawat dan timbul perasaan depresi.8
47
Androgen
Danazol adalah suatu sintetik isoxazol yang berasala dari turunan 17a-etinil
tetosteron.Obat tersebut memiliki efek androgenik yang berfungsi untuk
menekan produksi estradiol dari ovarium, serta memiliki efek langsung terhadap
reseptor estrogewn di endometrium dan di luar endometrium.Pemberian dosis
tinggi 200 mg atau lebih per hari dapat dipergunakan untuk mengobati
perdarahan menstrual hebat.Danazol dapat menurunkan hilangnya darah dalam
menstruasi kurang lebih 50% bergantung dari dosisnya dan hasilnya terbukti
lebih efektif dibanding dengan AINS atau progestin oral.Dengan dosis lebih dari
400 mg per hari dapat menyebabkan amenorea. Efek sampingya dialami oleh
75% pasien yakni : penigkatan berat badan, kulit berminyak,jerawat, perubahan
suara.8
Agonis Gonadotropine Releasing Hormone (GnRH)
Obat ini bekerja dengan cara mengurangi reseptor GnRH pada hipofisis
melalui mekanisme down regulation terhadap reseptor dan efek pasca reseptor,
yang akan mengakibatkan hambatan pada pelepasan hormon gonadotropin.
Pemberian obat ini biasanya ditujukan pada wanita dengan kontraindikasi untuk
operasi.Obat ini dapat membuat penderita menjadi amenorea. Dapat diberikan
luprolid acetate 3.75 mg intramuskular setiap 4 minggu, namun pemberiannya
dianjurkan tidak lebih dari 6 bulan karena terjadi percepatan demielinisasi
tulang. Apabila pemberiannya melebihi 6 bulan, maka dapat diberikan tambahan
terapi estrogen dan progestin dosis rendah (add back therapy). Efek samping
biasanya muncul pada penggunaan jangka panjang, yakni : keluhan-keluhan
mirip wanita menopause (misalkan hot flushes, keringat yang bertambah,
kekeringan vagina), osteoporosis (terutama tulang-tulang trabekular apabila
penggunaan GnRH agonis lebih dari 6 bulan).8

48
BAB III

KESIMPULAN

PALM COEIN adalah suatu sistem klasifikasi untuk etiologi dari perdarahan uterus
abnormal. PALM COEIN terdiri dari Polip, Adenomiosis, Leiomyoma, Maligancy and
Hyperplasia, Coagulopathy, Ovulatory dysfunction, Endometrial, Iatrogenik, dan Not yet
classified. Perdarahan uterus Abnormal terbagi menjadi 3 yaitu akut, kronik, dan
intermenstrual bleeding yang digunakan untuk menggantikan terminologi metroragia.
Terdapat beberapa algoritma untuk mengatasi perdarahan uterus abnormal bai akut,
maupun kronik, dan juga terdapat algoritma dalam mengatasi perdarahn uterus abnormal
berdasarkan penyebab. Obat-obatan yang digunakan dapat berupa obat-obatan non hormonal
seperti asam traneksamat, Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS), dan juga dapat berupa
hormonal seperti Estrogen, pil kontrasepsi kombinasi, progestin, androgen dan agonis
gonadrotropin releasing hormon.

49
DAFTAR ISI

1. M.G. Munro et al. FIGO classification system (PALM-COEIN) for causes of

abnominal bleeding in nongravid women of reproductive age. 2011. International

journal of gynecology an obstetrics 113 (2011) 3-13

2. Hestiantoro Andon. Dr. Sp.OG .konseksus tatalaksana pendarahan uteus abnormal

karena efek samping kontrasepsi.2011. himpunan endokrinologi reproduksi dan

fertilitas Indonesia (HIFEI) perkumpulan obstetric dan ginekologi indonesia (POGI).

3. Rifki Muhammad dkk. Profil pendarahan uterus abnormal di RSUP Prof. Dr. R. D.

Kandon Manado periode 1 januari 2013-31 desember 2014. Jurnal e-clinic )eCi),

volume 4, nomor 1 , januari-juni 2016.

4. Prof. Dr. Sarwono P. dr, .2011. ilmu kandungan edisi : ketiga. Yayasan Bina Pustaka.
Jakarta.
5. Speroff L, Fritz, Marc A, 2005, Regulation of the menstrual Cycle dalam: Clinical

Gynecologic Endocrinology and Infertility, sixth edition, Lippincott Williams and

Wilkins.

6. David L, Steven F Palter, 2007, Reproductive Physiology dalam Berek & Novaks

Gynecology 14th Edition, Editor : Berek, Jonathan S, Lippincott Williams and

Wilkins.

7. Cunningham FG et all, 2008, Reproductive Endocrinology: Introduction, dalam

Williams Gynecology, The McGraw-Hill Companies.

8. Chrismicel.2012. PALM COEIN. Fakultas kedokteran ukirda. Bandung

9. Swami, Y.M et al. Histopathological evaluation of endometrium in pre and


postmenopausal uterine bleeding. 2015. Indian Journal of Obstetrics and
Gynaecology Research. 5;2(4):264-269

50

You might also like