You are on page 1of 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut WHO, kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada gangguan jiwa,
melainkan mengandung berbagai karakteristik yang positif yang menggambarkan
keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan
kepribadiannya. Menurut data WHO pada tahun 2012 450 juta orang diseluruh
dunia menderita gangguan mental, dan sepertiganya tinggal di negara
berkembang, sebanyak 8 dari 10 penderita gangguan mental itu tidak
mendapatkan perawatan.
Menurut Dinas Kesehatan Kota Jawa Tengah Tahun 2012, mengatakan
angka kejadian penderita gangguan jiwa di Jawa Tengah berkisar antara 3.300
orang hingga 9.300 orang. Angka kejadian ini merupakan penderita yang sudah
terdiagnosa. Dilihat dari angka kejadian diatas penyebab paling sering timbulnya
gangguan jiwa adalah masalah himpitan ekonomi, kemiskinan. Ketidakmampuan
dalam beradaptasi tersebut berdampak pada kebinggungan, kecemasan dan
frustasi pada sebagian masyarakat, konflik batin dan gangguan emosional menjadi
ladang subur bagi tumbuhnya penyakit mental. Faktor psikososial merupakan
faktor utama yang berpengaruh dalam kehidupan seseorang (anak, remaja, dan
dewasa).
Berdasarkan data statistik klien yang dirawat diruang sembadra Rumah
Sakit Jiwa Daerah Surakarta dari data bulan Februari-April 2013 dengan jumlah
1860 pasien. Dengan halusinasi 842 orang dan pernyataan petugas di Rumah Sakit
gangguan halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta mengalami
peningkatan yang paling pesat.
Maka penulis tertarik dan ingin memberikan asuhan keperawatan jiwa
khususnya pada pasien halusinasi dengan pelayanan kesehatan secara holistik dan
komunikasi terapeutik dalam meningkatkan kesejahteraan serta mencapai tujuan
yang diharapkan. Untuk mencegah dampak lanjut dari halusinasi maka
dibutuhkan peran perawat dalam melakukan asuhan keperawatan yaitu sebagai

1
pelaksana asuhan keperawatan dimana perawat memberikan pelayanan
keperawatan jiwa dengan memperhatikan aspek bio-psiko-sosio-spiritual. Sebagai
pendidik yaitu perawat mengajarkan klien teknik mengontrol halusinasinya
dengan cara menghardik, bercakap-cakap dengan orang lain, melakukan aktivitas
dan mengontrol halusinasi dengan minum obat.
Berdasarkan uraian di atas kelompok membahas kasus tentang Asuhan
Keperawatan pada klien dengan Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi
Pengecapan.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Mampu memahami dan menyusun asuhan keperawatan pada pasien
dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pengecapan.
1.2.2 Tujuan khusus
1. Mampu memahami definisi Halusinasi
2. Mampu memahami etiologi dari Halusinasi
3. Mampu memahami rentang respon Halusinasi
4. Mampu memahami klasifikasi Halusinasi
5. Mampu memahami proses terjadinya Halusinasi
6. Mampu memahami manifestasi klinis Halusinasi
7. Mampu memahami pohon masalah Halusinasi
8. Mampu memahami penatalaksanaan Halusinasi
9. Mampu memahami komplikasi Halusinasi

1.3 Manfaat
1. Mampu memahami, menyusun serta menganalisis askep pada klien
dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pengecapan.
2. Mengetahui askep yang benar sehingga menjadi bekal untuk praktik di
rumah sakit.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Halusinasi adalah gangguan persepsi panca indra tanpa adanya rangsangan
dari luar yang dapat meliputi semua penginderaan dimana terjadi pada saat
kesadaran individu itu penuh atau baik (DepKes RI, 1998).
Halusinasi ialah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca
indera seorang pasien, yang terjadi dalam kehidupan sadar atau bangun, dasarnya
mungkin organik, fungsional, psikopatik ataupun histerik. (Maramis, 2005).
Kemudian Sunaryo (2004) menjelaskan bahwa halusinasi merupakan bentuk
kesalahan pengamatan tanpa pengamatan objektivitas penginderaan dan tidak
disertai stimulus fisik yang adekuat.

2.2 Etiologi
1. Faktor Predisposisi
a. Biologis, lesi pada area frontal, temporal dan limbic, gangguan
otak (kerusakan otak, keracunan zat halusinogenik), genetik.
b. Neurotransmiter, abnormalitas pada dopamin dan serotonin.
c. Psikologis, teori psikodinamik untuk terjadinya respon
neurobiologist yang maladaptive.
d. Sosiobudaya, stress yang menumpuk dapat menunjang awitan
skizofrenia.
2. Faktor presipitasi
Secara fisik klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian induvidu terhadap
stressor dan maslah koping dapat mengindikasi kemungkinnan
kekambuhan (kelliat,2006).
Faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah :
a. biologis

3
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnomalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak akibat ketidakmampuan untuk secara
selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.
b. Sterss lingkungan
Ambang toleransi terhadap sress yang berinteraksi terhadap stresor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan prilaku.
c. Sumber koping.
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.

2.3 Klasifikasi Halusinasi


1. Halusinasi Pendengaran
Halusinasi pendengaran adalah ketika mendengar suara atau
kebisingan, paling sering mendengar suara orang. Suara berbentuk
kebinsingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara
tentang klien, bahkan sampai ada percakapan lengkap antara dua orang
yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien
mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu
kadang dapat membahayakan. (stuart,2007)
a. Data Objektif
1) Bicara atau tertawa sendiri.
2) Marah-marah tanpa sebab.
3) Mengarahkan telinga kea rah tertentu.
4) Menutup telinga.
b. Data Subjektif
1) Mendengar suara atau kegaduhan.
2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap.
3) Mendengar suara yang menyuruh melakukan sesuatu yang
berbahaya.

4
2. Halusinasi Penglihatan
Halusinasi penglihatan adalah stimulus visual dalam bentuk kilatan
cahaya, gambar geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau
kompleks. Bayangan biasa yang menyenangkan atau menakut ksn seperti
melihat monster. (stuart,2007)
a. Data Objektif
1) Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu.
2) Ketakutan Kepada sesuatu yang tidak jelas.
b. Data Objektif
Melihat bayangan, sinar bentuk geometris, bentuk kartun, melihat
hantu atau monster.

3. Halusinasi Penghidu
Halusinasi Penghidu adalah membaui bau-bauan tertentu seperti bau
darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenang kan.
Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang , atau dimensia.
(stuart,2007)
a. Data Objektif
1) Menghidu sedang membaui bau-bauan tertentu.
2) Menutup hidung.
b. Data Subjektif
Membaui bau-bauan seperti bau darah, urin, feses kadang-kadang bau
itu menyenangkan.

4. Halusinasi Pengecap
Halusinasi pengecap adalah Merasa mengecap rasa seperti rasa darah,
urin atau feses. (stuart,2007)
a. Data Objektif
1) Sering meludah.
2) Muntah.
b. Data Subjektif
Merasakan rasa seperti darah, urin atau feses.

5
5. Halusinasi Perabaan
Halusinasi Perabaan adalah mengalami nyeri atau ketidak nyamanan
tanpa stimulus yang jelas. Rasa tesentrum listrik yang datang dari tanah,
benda mati atau orang lain. (stuart,2007)
a. Data Objektif
Menggaruk-garuk permukaan kulit
b. Data Subjektif
1) Menyatakan ada serangga di permukaan kulit.
2) Merasa tersengat listrik.

6. Halusinasi Kinestetik
Klien merasakan badannya bergerak dalam suatu ruangan atau anggota
badannya bergerak. Data objektif memegang kakinya yang dianggap bergerak
sendiri. Data subjektif klien mengatakan badannya melayang di udara.

7. Halusinasi Viseral
Klien merasakan perasaan tertentu timbul dalam tubuhnya. Data objektif
memegang badannya yang dianggap berubah bentuk dan tidak normal seperti
biasanya. Data subjektif klien mengatakan perutnya menjadi mengecil setelah
minum soft drink.

2.4 Rentang Respon Halusinasi


Halusinasi merupakan salah satu respon maldaptive individual yang berbeda
rentang respon neurobiologi (Stuart and Laraia, 2005). Ini merupakan persepsi
maladaptif. Jika klien yang sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifisikan
dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui
panca indera (pendengaran, pengelihatan, penciuman, pengecapan dan perabaan)
klien halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun stimulus
tersebut tidak ada. Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang
karena suatu hal mengalami kelainan persensif yaitu salah mempersepsikan
stimulus yang diterimanya, yang tersebut sebagai ilusi. Klien mengalami jika
interpresentasi yang dilakukan terhadap stimulus panca indera tidak sesuai
stimulus yang diterimanya, rentang respon tersebut sebagai berikut:

6
Adaptif Maladaptif

Respon Adaptif Distorsi pikiran Gejala pikiran


- Respon logis - Perilaku aneh - Delusi halusinasi
- Persepsi akurat atau tidak sesuai - Sulit berespon
- Perilaku sesuai - Menarik diri dengan pengalaman
- Emosi sosial - Emosi berlebihan -Perilaku disgonisasi

Gambar 1. Rentang Respon Neurobiologi.


(Stuart & Laraia 2005).

Menurut Stuart dan Laraia (2001), halusinasi merupakan salah satu respon
maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi.
1. Pikiran logis: yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
2. Persepsi akurat: yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra
yang didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang
sesuatu yang ada di dalam maupun di luar dirinya.
3. Emosi konsisten: yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek
keluar disertai banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak
lama.
4. Perilaku sesuai: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
penyelesaian masalah masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan
budaya umum yang berlaku.
5. Hubungan sosial harmonis: yaitu hubungan yang dinamis menyangkut
hubungan antar individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk
kerjasama.
6. Proses pikir kadang terganggu (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi
impuls eksternal melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran
sensorik pada area tertentu di otak kemudian diinterpretasi sesuai dengan
kejadian yang telah dialami sebelumnya.

7
7. Emosi berlebihan atau kurang: yaitu menifestasi perasaan atau afek keluar
berlebihan atau kurang.
8. Perilaku tidak sesuai atau biasa: yaitu perilaku individu berupa tindakan
nyata dalam penyelesaian masalahnya tidak diterima oleh norma-norma
sosial atau budaya umum yang berlaku.
9. Perilaku aneh atau tidak biasa: perilaku individu berupa tindakan nyata
dalam menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial
atau budaya umum yang berlaku.
10. Menarik diri: yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain, menghindari hubungan dengan orang lain.
11. Isolasi sosial: menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam
berinteraksi.

2.5 Proses Terjadinya Halusinasi


Halusinasi berkembang melalui emat fase, yaitu sebagai berikut :
1. Fase Pertama
Disebut juga dengan fase comporting yaitu fase yang menyenangkan.
Pada tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik.
Karakteristik : Klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan,
rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan.
Klien melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara ini
hanya menolong sementara.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respons verbal
yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya, dan suka
menyendiri.
2. Fase Kedua
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi
menjadi menjijikkan, termasuk dalam psikotik ringan.
Karakteristik : pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan,
kecemasan meningkat, malamun dan berfikir sendiri menjadi dominan.

8
Mulai dirasakan adanya bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang
lain tahu, dan ia tetap dapat mengontrolnya.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan
halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas.
3. Fase Ketiga
Adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori
menjadi berkuasa. Termasuk kedalam gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak
berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian
hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien
berkeringat, tremor, dan tidak mampu mematuhi perintah.
4. Fase Keempat
Adalah fase conquering atau panic yaitu klien lebur dengan
halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat.
Karakteristik : halusinasinya berubah menjadi mengancam,
memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya,
hilang kontrol, dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang
lain di lingkungan.
Perilaku klien : Perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri,
perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau kakatonik, tidak mampu
merespons terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu berespons
lebih dari satu orang.

2.6 Manifestasi Klinis


1. Bicara sendiri, senyum sendiri, ketawa sendiri.
2. Menggerakkan bibir tanpa suara.
3. Pergerakan mata yang cepat.
4. Menarik diri dari orang lain.
5. Berusaha untuk menghindari orang lain.

9
6. Perilaku panik.
7. Curiga dan bermusuhan.
8. Ekspresi muka tegang.
9. Tampak tremor dan berkeringat.
10. Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
11. Pehatian dengan lingkungan yang kurang.
12. Tidak dapat membedakan realita dan tidak.
13. Bertindak merusak diri, lingkungan dan orang lain.
14. Diam.
15. Rentang perhatianhanya beberapa detik atau menit

2.7 Pohon Masalah

Resiko Perilaku Kekerasan

Core Problem Gangguan Persepsi Sensori :


Halusinasi pengecapan

Isolasi Sosial : Menarik Diri

Gangguan Konsep diri : Harga Diri Rendah

Pohon masalah terdiri dari masalah utama, penyebab, dan akibat. Masalah
utama adalah prioritas masalah klien dari beberapa masalah yang dimiliki oleh
klien. Umumnya, masalah utama berkaitan erat dengan alasan masuk atau keluhan
utama. Penyebab adalah salah satu dari beberapa masalah klien yang merupakan
penyebab masalah utama. Masalah ini dapat pula disebabkan oleh salah satu

10
masalah yang lain, demikian seterusnya. Akibat adalah adalah salah satu dari
beberapa masalah klien yang merupakan efek atau akibat dari masalah utama.

2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan
pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di
lakukan secara individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau
bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara
fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati
pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya
hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di
lakukan. Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat
merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan
realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan
permainan.
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara
persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di
berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang
ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat
menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya
halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan
data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain
yang dekat dengan pasien.
4. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik,
misalnya berolahraga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini

11
dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk
hubungan dengan orang lain. Pasien menyusun jadwal kegiatan dan
memilih kegiatan yang sesuai.
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data
pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses
keperawatan, misalnya dari percakapan dengan pasien di ketahui bila
sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila
ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat
menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri
dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di
beritahukan pada keluarga pasien dan petugas lain agar tidak
membiarkan pasien sendirian.
6. Farmakotherapi (anti psikotik) harus ditinjang oleh psikoterapi seperti
Klorpromazin 150-600 mg/hari, Haloperidol 5-15 mg/hari, Porpenozin
12-24 mg/hari dan Triflufirazin 10-15 mg/hari. Obat dimulai dengan
dosis awal sesuai dengan dosis anjuran, dinaikkan dosis tiap 2 minggu
dan bisa pula dinaikkan sampai mencapai dosis (stabilisasi) , kemudian
diturunkan setiap 2 minggu sampai mencapai dosis pemeliharaan.
Dipertahankan 6 bulan-2 tahun (diselingi masa bebas obat 1-2
hari/minggu ). Kemudian tapering off, dosis diturunkan tiap 2- 4 minggu
dan dihentikan.
7. Satu macam pendekatan terapi tidak cukup, tujuan utama perawatan
dirumah sakit adalah ikatan efektif antara pasien dan sistem pendukung
masyarakat.
( Arif Mansjoer, 1999 : 2000 ).

2.9 Komplikasi
Dampak dari gangguan sensori persepsi: halusinasi menurut Stuart dan
Laraia 2007 adalah :

12
a. Resiko perilaku kekerasan
Hal ini terjadi bahwa klien dengan halusinasi kronik cenderung untuk
marah-marah dan mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya.
b. Kerusakan interaksi social
Hal ini terjadi karena perilaku klien yang sering marah-marah dan
resiko melakukan kekerasan, maka lingkungan akan menjauh dan
mengisolasinya.

13
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN

GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENCIUMAN

3.1 Pengkajian

RUANG RAWAT: Ruang Cenderawasih TANGGAL RAWAT: 3 April 2016

A. IDENTITAS KLIEN

Inisial : Tn. A Tanggal Pengkajian : 6 April 2016

Umur : 45 tahun No. RM : 001/RSEB/RM/2016

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Status : Menikah

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Bandarejo

Informan : Ny. R

B. ALASAN MASUK RUMAH SAKIT

Pasien masuk RS 2 hari yang lalu, pasien sering meludahkan makanannya,


karena pasien merasakan kopi seperti darah. Tetapi istri Tn. A tidak melihat
makanan terdapat darah, apalagi merasakan makanannya amis seperti darah.
Tetapi tidak dirasakan oleh istrinya.

C. FAKTOR PREDISPOSISI

1. Pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu? Ya Tidak

2. Pengobatan sebelumnya?

Berhasil Kurang Berhasil Tidak Berhasil

14
3. Penganiayaan Pelaku/Usia Korban/Usia Saksi/Usia

Aniaya Fisik 17

Aniaya Seksual

Penolakan

KDRT

Tindakan Kriminal

Penjelasan no.1,2,3 : Pasien tidak pernah mengalami gangguan jiwa di


masa lalu. Pasien pernah mengalami aniaya fisik
(dipukul ayahnya) pada usia 17 tahun.

Masalah Keperawatan : Gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah

4. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa? Ya Tidak

Hubungan Keluarga Gejala Riwayat


Pengobatan/Perawatan

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan : Pasien mengatakan


pernah dipukul ayahnya saat berumur 17 tahun. Semenjak ayahnya cerai
dengan ibunya. Ayahnya jadi sering mabuk-mabukan.

Masalah Keperawatan : Harga Diri Rendah (HDR).

D. MASALAH FISIK

1. Tanda Vital TD: 110/80 mmHg N: 84 x/menit

RR: 20 x/menit T: 36,70 C

2. Ukur TB: 170 cm BB: 65 kg

3. Keluhan Fisik Ya Tidak

15
Jelaskan : Pasien sering meludah dan terkadang
memuntahkan makanannya dikarenakan merasakan
makanan amis seperti darah tetapi tidak dirasakan
orang lain.

Masalah Keperawatan : Harga Diri Rendah

E. PSIKOSOSIAL

1. Genogram (3 Generasi)

Keterangan: : Laki-laki

: Perempuan

: Pasien (45 tahun)

: Garis Perkawinan

: Garis Keturunan

Jelaskan : Komunikasi pada keluarga pasien (Tn.A) efektif.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.

2. Konsep Diri

a. Gambaran diri : Pasien mensyukuri tubuhnya masih lengkap.

16
b. Identitas diri : Pasien Menyadari bahwa ia terlahir sebagai laki-
laki.

c. Peran : Pasien berperan sebagai ayah dan pemimpin


keluarga.

d. Ideal diri : Pasien berharap penyakitnya masih bisa


disembuhkan.

e. Harga diri : Semenjak kejadian tersebut keluarga pasien jarang


mengajak pasien untuk berkomunikasi.

Masalah Keperawatan: Pasien mengalami gangguan harga diri rendah.

3. Hubungan Sosial

a. Orang yang berarti: Istri dan anaknya.

b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat (dirumah dan di RS):

Di lingkungan masyarakat: Pasien dulu aktif di lingkungan


masyarakat, pasien tergabung dalam Pengajian.
Di Lingkungan Rumah Sakit: Pasien mau mengikuti kegiatan
kelompok yang diadakan oleh perawat seperti TAK.

c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain (di rumah dan di RS):

Di lingkungan masyarakat: Pasien tidak memiliki hambatan dalam


berhubungan dengan orang lain.
Di lingkungan rumah sakit: Pasien bisa berinteraksi dengan pasien
lain dan petugas kesehatan.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.

4. Spiritual

a. Nilai dan Keyakinan : Pasien menganut agama islam.

b. Kegiatan ibadah : (di rumah dan di RS)

17
Pada saat pasien sebelum merasakan makanan yang tidak pernah
orang lain rasakan, pasien sangat tekun beribadah namun setelah
kejadian itu pasien kadang-kadang beribadah dan kadang-kadang
tidak.

Pada saat dirumah sakit pasien tidak pernah sholat sehingga pasien
merasa gelisah dan tidak tenang.

Masalah Keperawatan : gangguan spiritual.

F. STATUS MENTAL

1. Penampilan Tidak Rapi Penggunaan pakaian Cara berpakaian

seperti biasanya
tidak sesuai

Jelaskan : pakaian pasien rapi, letak kancing benar.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.

2. Pembicaraan

Cepat Keras Gagap Agitasi

Apatis Lambat Membisu Tidak mampu


memulai
Pembicaraan
Jelaskan : pasien kurang kooperatif diajak bicara karena
terkadang meludah, intonasi suara sedang.

Masalah Keperawatan : kerusakan komunikasi verbal (lambat), halusinasi

3. Aktifitas Motorik

Tik Grimsen Tremor Kompulsif

Jelaskan : Pasien nampak tenang terkadang meremas-remas


kedua tangannya.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.

18
4. Alam perasaan

Sedih Ketakutan Putus asa Khawatir Gembira


berlebihan

Jelaskan : Pasien terlihat biasa saja. Tidak terlihat ketakutan


maupun gembira berlebihan.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

5. Afek

Datar Tumpul Labil Tidak sesuai

Jelaskan : Afek pasien sesuai.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.

6. Interaksi selama wawancara

Bermusuhan Tidak kooperatif Mudah tersinggung

Kontak mata kurang Defensif Curiga

Jelaskan : Pasien tampak tidak kooperatif ketika menjawab


pertanyaan dari perawat karena terkadang meludah, dan intonasi suara
sedang.

Masalah Keparawatan : Kerusakan komunikasi verbal.

7. Persepsi halusinasi

Pendengaran Penglihatan Perabaan

Pengecapan Penghidu

Jelaskan : Pasien ketika makan sering merasakan amis seperti


darah dan sering meludah. Pasien juga
memuntahkan makanannya. Akan tetapi tidak
dirasakan oleh perawatnya.

19
Masalah Keperawatan : Halusinasi pengecapan.

8. Proses pikir

Sirkumstansial Tangensial Kehilangan asosiasi

Flight of idea Blocking Pengulangaan

pembicaraan/Prese
rvasi

Jelaskan : Pasien mampu menjawab semua pertanyaan


perawat dengan baik.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.

9. Isi pikir

Obesesi Phobia Hipokondria

Depolarisasi Ide yang terkait Pikiran magis

Jelaskan : Pasien phobia terhadap makanan karena selalu


merasakan amis seperti darah.

Masalah Keperawatan : Perubahan proses pikir.

Waham

Agama Somatik Kebesaran Curiga

Nihilistik Kontrol pikir


Sisip pikir Siar pikir

Jelaskan :

Masalah Keperawatan : Halusinasi pengecapan.

Waham nihilistik.

10. Tingkat kesadaran

Bingung Sedasi Stupor

20
Disorientasi

Waktu Tempat Orang

Jelaskan : Tingkat kesadaran pasien compos mentis. Orientasi


waktu : Dapat membedakan siang dan malam. Orientasi
tempat : Mengetahui dimana keberadaannya. Orientasi
orang : Mengenali orang-orang disekitarnya

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.

11. Memori

Gangguan daya ingat jangka panjang Gangguan daya ingat jangka

pendek

Gangguan daya ingat saat ini

Jelaskan : Ketika ditanya oleh perawat terhadap aktivitas


yang baru saja dilakukan pasien tidak ingat.

Masalah Keperawatan : Gangguan proses pikir.

12. Tingkat konsentrasi dan berhitung

Mudah beralih Tidak mampu berkonsentrasi

Tidak mampu berhitung sederhana

Jelaskan : Pasien mampu berhitung sederhana missal 2+2=4.


Pasien tidak terlihat bingung.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.

13. Kemampuan penilaian

Gangguan ringan Gangguan bermakna

Jelaskan : Pasien dapat melakukan kegiatan sehari-


hari seperti makan dan minum sendiri.

21
Pasien juga dapat memedakan yang bersih
dan yang kotor.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.

14. Daya tilik diri

Mengingkari penyakit yang diderita Menyalahkan hal-hal di luar


dirinya

Jelaskan : Pasien menyadari dirinya sakit dan harus rutin


minum obat.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.

G. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG (dikaji kemampuan pasien


selama di RS)

1. Makan dan minum

Bantuan minimal Bantuan Total

Jelaskan : Pasien masih dibantu dalam hal menyiapkan


makan dan minum namun dapat makan dan minum
sendiri.

Masalah Keperawatan : Pasien dapat dibantu oleh keluarga.

2. BAB/BAK

Bantuan minimal Bantuan Total

Jelaskan : Pasien dapat melakukan BAB/BAK tanpa bantuan


orang lain

Masalah Keperawatan : Tidak ada keperawatan.

3. Mandi

Bantuan minimal Bantuan Total

22
Jelaskan : Pasien dapat mandi sendiri tanpa bantuan dari
orang lain

Masalah Keperawatan : Tidak ada maslah keperawatan

4. Berpakaian/berhias

Bantuan minimal Bantuan Total

Jelaskan : Pasien bisa berpakaian dan menyisir rambut


sendiri.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.

5. Istirahat dan tidur

Tidur siang lamanya: 1 jam

Tidur malam lamanya: 4 jam kemudian bangun dan tidur kembali.

Kegiatan sebelum/sesudah tidur: membaca doa.

Jelaskan : Tidur siang lamanya 1 jam, saat tidur malam


pasien tidur 4 jam kemudian bangun dan tidur
kembali, kegiatan yang dilakukan pasien sebelum
tidur yaitu membaca doa.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.

6. Penggunaan obat

Bantuan minimal Bantuan Total

Jelaskan : Pasien selalu diingatkan untuk minum obat.

Masalah Keperawatan : Ketidakefektifan penatalaksanaan program


teraupetik.

23
Dikaji kemampuan pasien yang dapat dilakukan di rumah :

7. Pemeliharaan kesehatan Ya Tidak

Perawatan lanjutan

Sistem pendukung

Jelaskan : Pasien dapat mengatasi halusinasinya dengan bantuan


keluarga

Masalah Keperawatan : -

8. Kegiatan di dalam rumah Ya Tidak

Mempersiapkan makanan

Menjaga kerapian rumah

Mencuci pakaian

Pengaturan keuangan

Jelaskan : Pasien tidak dapat melekukan kegiatan didalam


rumah seperti mencuci pakaian dan menjaga kerapian
rumah.

Masalah Keperawatan : -

9. Kegiatan di luar rumah Ya Tidak



Belanja

Transportasi

Jelaskan : Pasien tidak pernah berbelanja dan pasien dapat


menggunakan transportasi (angkutan umum) untuk
bekerja.

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan.

24
H. MEKANISME KOPING

Adaptif Maladaptif

Bicara dengan orang lain Minum alkohol

Mampu menyelesaikan masalah Reaksi lambat/berlebih

Teknik Relakasi Bekerja berlebihan

Aktivitas konstruktif Menghindar

Olahraga Mencederai diri

Lainnya ........... Lainnya ..............

Jelaskan : Pasien sering mengikuti olahraga

Masalah Keperawatan : Koping individu efektif.

Aspek medis

Terapi :

1. Thnhexyphenidyl 3x2

2. Haloperidol 3x1

3. Carbamazepine 3x1

3.2 Analisa Data

No Data Masalah
1. DS : Perubahan persepsi sensori:
Istri Tn A mengatakan Halusinasi pengecapan.
memiliki riwayat aniaya
fisik waktu umur 17 tahun
karena ayah dari Tn. A
yang sering mabuk.

25
Pasien mengatakan
makanannya amis seperti
darah.
DO :
Pasien sering meludah
Pasien sering
memuntahkan
makanannya.

3.3 Diagnosa keperawatan


1. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi Pengecapan

3.4 Intervensi Keperawatan

Diagnosa Perencanaan
Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Gangguan Tujuan
persepsi umum:
sensori; Klien dapat
Halusinasi berhubung
Pengecapan an dengan
orang lain
untuk -Ekspresi wajah 1. Bina hubungan saling 1. Hubungan saling
mencegah bersahabat, klien percaya dengan klien percaya sebagai dasar
timbulnya nampak tenang, dengan menggunakan/ interaksi perawat dan
halusinasi. mau berjabat komunikasi terapeutik klien.
Tujuan tangan, yaitu sapa klien dengan
khusus: membalas ramah, baik secara
1. Klien salam, mau verbal maupun non
dapat duduk dekat verbal, perkenalkan
membina perawat. nama perawat, tanyakan
hubungan nama lengkap klien dan
saling panggilan yang disukai,

26
percaya. jelaskan tujuan
pertemuan, jujur dan
menepati janji, bersikap
empati dan menerima
klien apa adanya.
2. Dorong klien 2. Mengetahui masalah
mengungkapkan yang dialami oleh
perasaannya. klien.
3. Dengarkan klien 3. Agar klien merasa
dengan penuh perhatian diperhatikan.
dan empati.

2. Klien -Klien dapat 1. Adakan kontak sering 1. Menghindari waktu


dapat membedakan dan singkat. kosong yang dapat
mengenal antara nyata dan menyebabkan
halusinasi- tidak nyata. timbulnya halusinasi.
nya. 2. Observasi segala 2. Halusinasi harus
perilaku klien verbal dan kenal terlebih dahulu
non verbal yang agar intervensi efektif
berhubungan dengan 3. Meningkatkan
halusinasi. realita klien dan rasa
3. Terima halusinasi percaya klien.
klien sebagai hal yang
nyata bagi klien, tapi 4. Peran serta aktif
tidak nyata bagi klien membantu dalam
perawat. melakukan intervensi
4. Diskusikan dengan keperawatan.
klien situasi yang 5. Dengan
menimbulkan dan tidak diketahuinya faktor
menimbulkan situasi. predisposisi membantu
5. Diskusikan dengan dalam mengontrol
klien faktor predisposisi halusinasi.
terjadinya halusinasi.

27
3. Klien -Klien dapat 1. Diskusikan dengan 1. Mengetahui
dapat menyebutkan klien tentang tindakan tindakan yang
mengontrol tindakan yang yang dilakukan bila dilakukan dalam
halusinasi. dapat dilakukan halusinasinya timbul. mengontrol
. apabila halusinasinya.
halusinasinya
timbul.

-Klien akan 1. Diskusikan dengan 1. Meningkatkan


dapat klien tentang cara pengetahuan klien
menyebutkan memutuskan tentang cara
cara halusinasinya. memutuskan
memutuskan halusinasi.
halusinasi yaitu 2. Dorong klien 2. Hasil diskusi
dengan melawan menyebutkan kembali sebagai bukti dari
suara itu dengan cara memutuskan perhatian klien atas
mengatakan halusinasi. apa yg dijelaskan
tidak mau 3. Berikan 3. Meningkatkan harga
mendengar, reinforcement positif diri klien
lakukan kegiatan atas keberhasilan klien
: menyebutkan kembali
menyapu/menge cara memutuskan
pel, minum obat halusinasinya.
secara teratur,
dan lapor pada
perawat pada
saat timbul
halusinasi.

4. Klien -Klien mau 1. Diskusikan dengan 1. Meningkatkan


dapat minum obat klien tentang obat untuk pengetahuan klien
memanfaat dengan teratur. mengontrol tentang fungsi obat
kan obat halusinasinya. yang diminum agar
dalam klien mau minum obat
mengontrol secara teratur.

28
halusinasi-
nya.

5. Klien -Klien mendapat 1. Kaji kemampuan 1. Mengetahui


mendapat sistem keluarga tentang tindakan yang
sistem pendukung tindakan yg dilakukan dilakukan oleh
pendukung keluarga. dalam merawat klien keluarga dalam
keluarga bila halusinasinya merawat klien.
dalam timbul.
mengontrol 2. Diskusikan juga 2. Meningkatkan
halusinasin dengan keluarga tentang pengetahuan keluarga
ya. cara merawat klien yaitu tentang cara merawat
jangan biarkan klien klien.
menyendiri, selalu
berinteraksi dengan
klien, anjurkan kepada
klien untuk rajin minum
obat, setelah pulang
kontrol 1 x dalam
sebulan.

29
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Mampu memahami dan menyusun asuhan keperawatan pada pasien
dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pengecapan.
1. Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah gangguan persepsi panca indra tanpa adanya
rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua penginderaan dimana
terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh atau baik (DepKes RI,
1998).

2. Etiologi
- Faktor Predisposisi
a. Biologis, lesi pada area frontal, temporal dan limbic, gangguan
otak (kerusakan otak, keracunan zat halusinogenik), genetik.
b. Neurotransmiter, abnormalitas pada dopamin dan serotonin.
c. Psikologis, teori psikodinamik untuk terjadinya respon
neurobiologist yang maladaptive.
d. Sosiobudaya, stress yang menumpuk dapat menunjang awitan
skizofrenia.
- Faktor presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah :
a. biologis
b. Sterss lingkungan
c. Sumber koping.

3. Klasifikasi Halusinasi
a. Halusinasi Penglihatan
b. Halusinasi Pendengaran
c. Halusinasi Penghidu

30
d. Halusinasi Pengecapan
e. Halusinasi perabaan
f. Halusinasi Kinestetik
g. Halusinasi Viseral.

4. Rentang Respon Halusinasi


Halusinasi merupakan salah satu respon maldaptive individual yang
berbeda rentang respon neurobiologi (Stuart and Laraia, 2005). Ini
merupakan persepsi maladaptif. Jika klien yang sehat persepsinya akurat,
mampu mengidentifisikan dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan
informasi yang diterima melalui panca indera (pendengaran,
pengelihatan, penciuman, pengecapan dan perabaan) klien halusinasi
mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun stimulus tersebut
tidak ada.

5. Proses Terjadinya Halusinasi


a. Fase Pertama
Disebut juga dengan fase comporting yaitu fase yang menyenangkan.
Pada tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik.
b. Fase Kedua
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi
menjadi menjijikkan, termasuk dalam psikotik ringan.
c. Fase Ketiga
Adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori
menjadi berkuasa. Termasuk kedalam gangguan psikotik.
d. Fase Keempat
Adalah fase conquering atau panic yaitu klien lebur dengan
halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat.

6. Manifestasi Klinis
Bicara sendiri, senyum sendiri, ketawa sendiri, menggerakkan bibir tanpa
suara, pergerakan mata yang cepat, menarik diri dari orang lain, berusaha

31
untuk menghindari orang lain, perilaku panik, curiga dan bermusuhan,
ekspresi muka tegang, tampak tremor dan berkeringat, mudah
tersinggung, jengkel dan marah.

7. Pohon Masalah
Masalah utama adalah prioritas masalah klien dari beberapa masalah
yang dimiliki oleh klien. Umumnya, masalah utama berkaitan erat
dengan alasan masuk atau keluhan utama. Core Problem adalah
gangguan persepsi sensori : Halusinasi Pengecapan.

8. Penatalaksanaan
a. Menciptakan lingkungan yang terapeutik.
b. Melaksanakan program terapi dokter.
c. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah
yang ada.
d. Memberi aktivitas pada pasien.
e. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan.
f. Farmakotherapi (anti psikotik) harus ditinjang oleh psikoterapi.
g. Satu macam pendekatan terapi tidak cukup, tujuan utama perawatan
dirumah sakit adalah ikatan efektif antara pasien dan sistem
pendukung masyarakat. ( Arif Mansjoer, 1999 : 2000 ).

9. Komplikasi
Dampak dari gangguan sensori persepsi: halusinasi menurut Stuart dan
Laraia 2007 adalah :
a. Resiko perilaku kekerasan.
b. Kerusakan interaksi sosial.

4.2 Saran
1. Pada perawat diharapkan dapat :
a. Memenuhi kebutuhan dasar klien.
b. Meningkatkan kemampuan komunikasi terapeutik terhadap klien
sehingga asuhan keperawatan dapat terlaksana secara optimal.

32
2. Pada klien dianjurkan untuk dapat :
a. Minum obat secara teratur.
b. Dapat menggunakan koping adaptif bila ada masalah.

33
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L.M. 2011. Keperawatan Jiwa: Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta:


Graha Ilmu.
Direja, A.H.S.2011. Buku Ajar Asuhan Keperwatan jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Ernafsiah. 2010. Modal Perawat Dalam Praktik Keperawatan Jiwa. Jakarta: CV.
Trans Info Media.
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Keliat, B.A dan Akemat. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas.
Jakarta:EGC.
Kusmawati, F dan Hartono Y. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.
Maramis, W.F. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga
University Press.
Nasution, S.S. (2012). Asuhan Keperawatan jiwa. Diakses tanggal 2 Desember
2016 pukul 23.30 WIB. http: www.dinkesjatengprov.go.id
Nurjanah, Intansari. 2005. Aplikasi Proses Keperwatan. Yogyakarta:
Mocomedika.
Riyadi, Sujono dan Teguh Purwanto. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Sunaryo. (2004). Psikologi untuk keperawatan. Jakarta : EGC.
Widodo, Arif. 2004. Buku Ajar Keperawatan Jiwa II.
Yosep, I. 2009. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT. Refika Aditama

34

You might also like