Professional Documents
Culture Documents
Pendahuluan
Penyebab perdarahan postpartum yang sering terjadi adalah akibat atonia
uteri, plasenta adhesiva yang abnormal, inversio uteri, koagulopati atau hematoma
vulvovaginal.1 Khusus pada kasus hematoma puerperal, pada umumnya terjadi akibat
adanya cedera pembuluh darah didaerah genital bagian bawah. Beberapa faktor
predisposisi yang dapat menyebabkan terjadinya hematom vulva biasanya disebabkan
trauma langsung, nekrosis akibat tekanan, atau hemostasis yang tidak adekuat pada
saat reparasi jaringan atau perineorafi. Faktor resiko terjadinya hematom puerperal
adalah primigravida, persalinan dengan instrumen, episiotomi, penggunaan blok saraf
pudendal, penyakit hipertensi kronik, preeklampsi dan ada tidaknya gangguan
pembekuan darah yang didapat atau kongenital.2,3
Genital hematom puerperal sangat jarang ditemukan namun dapat
menyebabkan morbiditas yang berat dan bahkan dapat menyebabkan kematian.4
Gejala yang tidak khas dari hematom puerperal dan adanya perdarahan yang tertutup
menyebabkan hematom puerperal sangat sulitnya didignosa.
1
3. Faktor Resiko
Faktor risiko yang mungkin adalah nulipara, kala dua memanjang pada
persalinan, persalinan dengan menggunakan alat, janin dengan berat lahir > 4 kg,
varises dari saluran genital dan usia ibu > 29 tahun.10 Tidak terdapat adanya informasi
tentang resiko terjadinya hematom vulva pada persalinan-persalinan berikutnya.
2
Kewaspadaan yang tinggi dibutuhkan dalam penanganan hematom ini sebelum
timbulnya tanda-tanda kegagalan dari kardiovaskular.
5. Etiologi
Trauma langsung merupakan penyebab utama dari hematom (contoh, dari
jarum pudendal atau episiotomi) atau tidak langsung (contoh, peregangan berlebihan
dari jalan lahir saat janin melewati jalan lahir). Seri kasus melaporkan bahwa lebih
dari 87% dari hematom berhubungan dengan robekan perineum atau episiotomi
namun jaringan diatasnya tidak selalu terluka.14 Tehnik pembedahan yang baik,
dengan perhatian khusus pada hemostasis dalam penjahitan luka dan episiotomi,
dapat mencegah terjadinya komplikasi ini. Namun, hematom tetap tidak dapat di
hindari.15
3
Gambar 2. Hematoma Paravaginal
4
Gambar 4. Supply darah pada organ reproduksi wanita
6. Gejala Klinis
6.1 Hematom Vulva dan Vulvavaginal
Gejala klinis pada hematom vulva dan vulvovaginal adalah adanya nyeri dan
bengkak didaerah perineum. Hal ini sangat mudah untuk didiagnosa apabila ibu
diperiksa dengan benar namun akan sulit dibedakan bila terdapat adanya abses.
Kegagalan dalam mendiagnosa nyeri dapat menyebabkan kesalahan diagnosa yang
mengarah pada nyeri akibat episiotomi, robekan jalan lahir atau hemoroid.
5
6.2 Hematom Paravaginal dan Supravaginal
Gejala pada hematom paravaginal biasanya ditandai dengan adanya nyeri
daerah rektal, nyeri perut bagian bawah dan gejala dari hipovolemia. Gejala tidak
spesifik ini dapat dsebabkan juga oleh penyebab lainnya yang dapat menyebabkan
kesalahan dalam diagnosis. Derajat syok yang timbul biasanya tidak sesuai dengan
jumlah perdarahan yang keluar.
Pada hematom supravaginal dapat menyebabkan timbulnya nyeri abdomen,
termasuk kegagalan kardiovaskuler. Pada pemeriksaan abdomen, uterus akan
terdeviasi menjadi atas dan lateral, ke sisi lain dari broad ligamen (gambar 3).
Seringkali, tanpa disertai adanya gejala-gejal dari vagina. Diferential diagnosis dari
hematom ini adalah segala sesuatu yang menyebabkan adanya massa pada pelvis
seperti abses atau penyebab lain dari perdarahan intra abdomen.
7. Diagnosis
7.1 Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah lengkap dan pembekuan darah adalah pemeriksaan dasar
dalam menilai keadaan awal dan harus dilakukan pemeriksaan ulangan apabila
diperlukan. Selain itu darah harus diambil untuk dilakukan pemeriksaan cross match
berdasarkan dari gambaran klinis yang didapatkan. Pemberian transfuse lebih sering
dilakukan pada hematom paravaginal dan subperitoneal dibandingkan dengan
hematom vulva.
7.2 Pencitraan
Pemeriksaan melalui USG, CT-Scan dan MRI dapat digunakan dalam
mendiagnosa hematom diatas diafragma pelvis dan untuk mengetahui adanya
penyebaran pada pelvis sementara pemeriksaan bimanual tidak dapat
mengidentifikasi sampai hematom benar-benar cukup besar sehingga baru dapat
diidentifikasi melalui pemeriksaan bimanual. MRI dapat juga digunakan dalam
mengidentifikasi lokasi, ukuran dan perluasan hematom serta menilai perjalanan dari
6
penyembuhan.16,17 MRI juga dapat membantu dalam menyingkirkan adanya
penyebab lain dari massa di pelvis seperti adanya abses atau endometrioma.
8. Manajemen
Faktor terpenting dari manajemen ini tercantum dalam kotak 1. Manajemen
ini ditujukan untuk mencegah kehilangan darah lebih banyak, meminimalisir
kerusakan jaringan, mengurangi nyeri dan resiko untuk terjadinya infeksi. Hasil yang
diharapkan dalam manajemen ini adalah berkurangnya bekas luka (scar), nyeri
postpartum dan dispareuni.
Manajemen resusitasi tetap merupakan penanganan lini pertama. Kehilangan
darah yang berkepanjangan sering kali tidak diperhatikan dan kewaspadaan tinggi
tentang hal ini sudah seharusnya ditingkatkan. Penggantian cairan secara agresif dan
penanganan dari buruknya status pembekuan darah sangat penting untuk dilakukan
terutama apabila terdapat adanya tanda dari hipovolemia. Pemberian darah harus
segera diberikan melalui transfusi. Kateter urin dipasang untuk memantau balans
cairan dan untuk menghindari kemungkinan adanya retensio urin yang menyebabkan
nyeri, edema atau tekanan pada vagina.
Hematom statis yang kecil (diameter < 5 cm) dapat ditatalaksana secara
konservatif. Tatalaksana konservatif pada hematom yang lebih besar dapat dihubung-
hubungkan dengan lamanya tinggal di rumah sakit, peningkatan jumlah penggunaan
antibiotik dan transfuse darah serta intervensi bedah yang berulang.18 Hematom yang
membesar secara akut tidak dapat ditatalaksana dengan manajemen konservatif.19
Hematom vulva yang besar (> 5 cm), tatalaksana terbaik yang dapat dilakukan
adalah dengan melakukan evakuasi melalui tindakan bedah, penutupan dan kompresi
secara primer selama 12-24 jam. Penggunaan anestesi yang adekuat harus diberikan.
Perdarahan yang membeku harus dievakuasi dan daerah yang mengalami perdarahan
harus dilakukan ligasi. Insisi dilakukan untuk meminimalisir terbentuknya bekas luka
parut (biasanya dilakukan secara medial).
Terdapat perdebatan mengenai tatalaksana optimal dari vulva hematom
reparasi primer (dengan atau tanpa drain), reparasi primer dengan packing, dan
7
penggunaan paking saja juga pernah dianjurkan. Beberapa peneliti mengatakan
bahwa penggunaan drain saja lebih baik dibandingkan dengan packing dalam
menghentikan pembuluh darah yang terluka. Selain itu drain dapat berguna juga
dalam mengevaluasi ada tidaknya perdarahan yang terus menerus maupun perdarahan
berulang. Drain biasanya diberikan melalui jaringan lain yang terpisah dari daerah
yang ditatalaksana.20 Luka harus di jahit dengan jahitan matras yang dalam dan kulit
di aproksimasi dengan tanpa adanya tegangan. Vagina harus di tatalaksana
serapatnya. Dan untuk menghindari adanya luka pada organ lain seperti ureter, usus
dan kandung kemih pada saat reparasi, prosedur harus dilakukan secara hati-hati.
Hematom subperitoneal yang kecil dan stabil dapat dimanajemen secara
konservatif. Tatalaksana pembedahan pada hematom subperitoneal yang besar
membutuhkan identifikasi dan ligasi dari pembeuluh darah abdominal yang terluka.
Embolisasi dari arteri dengan bantuan radiologi sekarang dapat digunakan sebagai
alternatif dan akan dibahas lebih lanjut dibawah.
Penggunaan antibiotik berspektrum luas sebagai profilaksis dapat diberikan.
Pengawasan lebih lanjut mengenai perdarahan dan hematom yang sudah di
tatalaksana juga harus dipantau secara seksama.
Faktor terpenting yang benar dalam tatalaksana kasus ini adalah kewaspadaan
terhadap tanda-tanda klinis.
Nyeri perineum yang hebat adalah tanda yang khas. Apabila terdapat tanda ini
pemeriksaan fisik yang berkaitan perlu dilakukan.
Pemberian resusitasi cairan dan transfuse darah perlu diberikan.
Faktor pembekuan darah perlu dipantau.
Penatalaksanaan harus dilakukan di ruang operasi.
Pemasangan kateter urin harus dilakukan untuk mencegah terjadinya retensio urine
dan memantau balans cairan.
Penggunaan antibiotik pada kasus ini biasanya rendah.
Tidak terdapat adanya bukti mengenai talaksana terbaik yang harus dilakukan, yang
dapat berupa reparasi primer atau packing, dengan atau tanpa pemasangan drain.
Pemantauan secara ketat setelah tindakan/manajemen yang dilakukan harus
dilakukan dimana angka kejadian rekurensi tinggi pada kasus ini.
9
menbatasi penggunaan terapi ini secara luas dalam manajemen perdarahan
postpartum adalah keterbatasan dari tenaga ahli dan ketersediaan alat.25
10. Kesimpulan
Hematom saluran genital adalah sangat tidak khas dan dapat menyebabkan
kesulitan dalam mendiagnosis. Tenaga kesehatan harus waspada pada hematom
sebagai diagnosis banding dari nyeri dan perdarahan post partum.
10
Referensi
11
11. Gabbe SG, Niebyl JR, Simpson JL, editors. Obstetrics: Normal and Problem
Pregnancies. 3rd ed. New York: Churchill Livingstone; 1996. p. 5234.
12. Creasy RK. Management of Labor and Delivery. Massachusetts: Blackwell
Science; 1997.
13. Cull P, editor. The Sourcebook of Medical Illustration. Carnforth: Parthenon;
1989.
14. Sheikh GN. Perinatal genital hematomas. Obstet Gynecol 1971;38:5715.
15. Ridgway LE. Puerperal emergency. Vaginal and vulvar hematomas. Obstet
Gynecol Clin North Am 1995;22:27582.
16. Nagayama M, Watanabe Y, Okumura A, Amoh Y, Nakashita S, Dodo Y. Fast
MR imaging in obstetrics. Radiographics 2002;22:56382.
17. Rooholamini SA, Au AH, Hansen GC, Kioumehr F, Dadsetan MR, Chow PP,
et al. Imaging of pregnancy-related complications. Radiographics
1993;13:75370.
18. Benrubi G, Neuman C, Nuss RC, Thompson RJ. Vulvar and vaginal
hematomas: a retrospective study of conservative versus operative
management. South Med J 1987;80:9914. doi:10.1097/00007611-
198708000-00014
19. Propst AM, Thorp JM Jr. Traumatic vulvar hematomas: conservative versus
surgical management. South Med J 1998;91:1446.
20. Zahn CM, Hankins GD, Yeomans ER. Vulvovaginal hematomas complicating
delivery. Rationale for drainage of the hematoma cavity. J Reprod Med
1996;41:56974.
21. Bloom AI, Verstandig A, Gielchinsky Y, Nadiari M, Elchalal U. Arterial
embolisation for persistent primary postpartum haemorrhage: before or after
hysterectomy? BJOG 2004;111:8804.doi:10.1111/j.1471-0528.2004.00201.x
22. Badawy SZA, Etman A, Singh M, Murphy K, Mayelli T, Philadelphia M.
Uterine artery embolization: the role in obstetrics and gynecology. Clin
Imaging 2001;25:28895. doi:10.1016/S0899-7071(01)00307-2
12
23. Dildy GA 3rd. Postpartum hemorrhage: new management options. Clin
Obstet Gynecol 2002;45:33044. doi:10.1097/00003081-200206000-00005
24. Salomon LJ, deTayrac R, Castaigne-Meary V, Audibert F, Musset D,
Ciorascu R, et al. Fertility and pregnancy outcome following pelvic arterial
embolization for severe post-partum haemorrhage. A cohort study. Hum
Repro 2003;18:84952. doi:10.1093/humrep/deg168
25. Mousa HA, Alfirevic Z. Major postpartum hemorrhage: survey of maternity
units in the U.K. Acta Obstet Gynecol Scand 2002;81:72730.
doi:10.1034/j.1600-0412.2002.810807.x
13