You are on page 1of 4

Apoptosis pada Artritis Rematoid

Artritis rematoid adalah penyakit inflamasi kronis pada jaringan sinovium sendi, yang
berhubungan dengan morbiditas jangka panjang dan mortalitas dini, walaupun
patogenesisnya sudah banyak diketahui. Mekanisme imun memegang peranan penting
dalam pathogenesis AR.
Bila dibandingkan dengan potongan jaringan sinovial pasien osteoarthritis (OA)
dengan RA, maka pada sinovium RA akan didapat jumlah fibroblast yang lebih banyak
daripada OA.
Lapisan intima sinovium normal terdiri dari 1 sampai 3 lapisan tanpa membrane dasar
dan mengandung terutama makrofag dan sel Fibroblast like sinoviosit (FLS). Gambaran
mikroskopik sinovium rheumatoid ditandai dengan hiperplasi lapisan sinovium dan di
bawah lapisan tersebut terkandung akumulasi sel T, sel plasma, makrofag dan sel lainnya.
Makrofag terutama terdapat pada lapisan intima yang diperkirakan berasal dari monosit
sumsum tulang yang berdifferensiasi setelah migrasi ke lapisan jaringan sebagai respon dari
faktor kemotaktik. FLS yang terdapat khusus pada sinovium berasal dari fibroblast. FLS
yang dikultur seperti juga FLS in situ, mengekspresikan beberapa onkogen termasuk c-myc
onkogen yang merupakan karkteristik sel yang dapat tumbuh secara abnormal.
Protoonkogen adalah protein penyandi yang terlibat pada pertumbuhan dan differennsiasi
sel. Famili C-myc penyandi DNA mengikat nuklear phosphoprotein, berfungsi pada faktor
transkripsi dan merupakan sinyal yang penting untuk memulai proliferasi sel. Induksi c-
myc yaitu pada transisi dari fase G0 ke G1 siklus sel. Pada AR, 30% jaringan synovial
fibrolast positif protein Myc.

Keterlibatan Fas dan Ligan Fas pada Artritis Reumatoid


Dari penelitian tikus percobaan didapatkan keterlibatan Fas- mediated apoptosis pada
simptom yang menyerupai penyakit autoimun. Fas merupakan suatu protein pada
permukaan sel yang mempunyai peran utama dalam mencetuskan apoptosis pada sel
limfoid. Kerusakan pada Fas- mediated apoptosis selama perkembangan limfosit
merupakan penyebab utama penyakit autoimun termasuk artritis.
Fas diekspresikan oleh FLS dan limfosit pada sinovium rheumatoid, dan terdapat
defisiensi relatif fungsional FasL di sendi RA. Rendahnya ekspresi FasL belum jelas tetapi
kemungkinan FasL di metabolism oleh metalloproteinase, yang banyak terdapat pada
jaringan synovial rheumatoid. Peningkatan kadar soluble Fas pada jaringan synovial
rheumatoid dapat memblok interaksi Fas-FasL sehingga mengganggu apoptesis. Kelainan
pada Fas dan FasL mengakibatkann ketidak mampuan untuk mengeliminasi CD4 + melalui
activated-induced cell death/AICD sehingga terjadi kegagalan apoptosis. Kegagalan
apoptosis ini menyebabkan sel T helper yang mengenali antigen self tetap bertahan hidup
dan parsisten. Walaupun belum banyak dilaporkan adanya mutasi pada gen Fas atau FasL,
tetapi ditemukan peningkatan molekul Fas yang larut (sFas). Diduga molekul tersebut
mampu mengikat ligan Fas sehingga dapat menghambat apoptesis. Molekul sFas
merupakan akibat lepasnya Fas dari permukaan membrane. Pada orang normal, didapatkan
kadar sFas dalam serum atau cairan synovial kurang lebih 0,510 ng/ml. Pada pasien AR
didapatkan peningkatan dua sampai lima kali.
Tabel Mekanisme Apoptosis pada Sinovium Reumatoid
Pro-Apoptosis
Faktor Transkripsi c-myc
c-fos
Agen-agen genotoksis Nitric oxide
Oxygen Radicals
Interaksi reseptor-ligan TNF
Efek molekul Granzyme B
Anti-apoptosis
Gene Suppresor Bel-2
Ras
Inhibitors interaksi reseptor-ligand Soluble Fas
*mutasi p53 menyebabkan terganggunya apoptosis

Beberapa mediator apoptosis lain juga terlibat pada AR. Granzyme dan perforin terdapat
pada jaringan synovial AR, terutama granzy me B. Granzyme B dapat menginduksi
apoptosis dengan cara memicu kaskade intraselluler apoptosis yang diinduksi oleh Fas.
TNF pada apoptosis sulit untuk dijelaskan karena efek sitotoksiknya dapat diimbangi oleh
aktifasi Nuklear factor-B (NFB), yang menekan apoptosis. NFB adalah faktor trankripsi
yang menginduksi rantai immunoglobulin , sitokin seperti interleukin (IL)1, IL2, IL6, IL8,
TNF tidak selalu menyebabkan apoptosis, dia menginduksi aktifasi NFB, dan NFB
menginhibisi apoptosis. Beberapa sitokin lainnya dapat memodifikasi kerentanan target sel
terhadap apoptosis. Beberapa keluarga sitokin menggunakan interleukin-2 reseptor (IL-
2R)g, seperti IL-2, IL-4, IL-7, IL-13, IL-15 dapat menghambat apoptosis dengan cara
meningkatkan regulasi gene yang mengkode protein yang meregulasi anti apoptosis, namun
hanya IL-15 yang bersifat inhibitor apoptosis yang kuat untuk sel T, sel B, natural killer
sel, dan neutrofil. Ekspresi IL-15 meningkat secara signifikan pada sinovium rheumatoid
dibandingkan pada jaringan sinovial pasien dengan osteoarthritis dan arthritis reaktif
lainnya.

Mutasi Tumor Supresor gene P53 di FLS Reumatoid


Apoptosis pada penyakit arthritis, diregulasi oleh beberapa proto-onkogenes dan gene
onkosuppresor seperti bel-2 dan ras, yang bersifat menghambat apoptosis, sedangkan c-
myc, c-fos, dan p53 mempermudah apoptosis.
Gen yang meregulasi apoptosis, pada AR, adalah tumor supresorgene p53. protein
p53 adalah fosforprotein inti (nuclear phosphoprotein) yang penting untuk integritas DNA
dan kendali pembelahan sel. protein ini terikat pada rantai DNA yang spesifik dan
meregulasi ekspresi berbagai gen pengatur pertumbuhan. kehilangan atau tidak aktifnya
p53 diketahui memegang peran pada perkembangan penyakit neoplasma. Gen p53 bukan
merupakan suatu onkogen, p53 berada di bawah kontrol transkripsi onkogen c-myc. Bila
terjadi kerusakan DNA sel, maka p53 akan menahan pertumbuhan sel sampai DNA
mengalami perbaikan, tetapi bila kerusakan DNA sel sangat berat maka p53 dapat
menginduksi apoptosis.
dengan tekhnik pemeriksaan western blot dan immunopresipitasi gen p53 lebih
banyak didapatkan di jaringan sinovialAR dibandingkan pada arthritis lainnya. Over
ekspresi gen p53 juga didapatkan pada kultur FLS jaringan sinovium AR terutama dilapisan
intimanya.
Over ekspresi gen p53 ini berhubungan dengan mutasi dan fungsi protein abnormal,
namun seberapa jauh hal ini berperan dalam transformasi fenotipe dan mengganggu
apoptosis FLS yang dapat menerangkan mengapa terjadi ketidakmampuan untuk
menghilangkan sel sinoial yang rusak sedang dalam penelitian. Mutasi p53 dapat dilihat
pada cDNA dengan menggunakan teknik RNA mismatch detection assay. Pada pasien AR
mutasi p53 mismatch dapat terlihat dikultur FLS, tetapi tidak terdapat pada kulit atau darah
perifer. Sedang pada pasien osteoarthritis p53 mismatches tidak terlihat pada jaringan
synovial maupun kulit. Mutasi p53 bukan merupakan penyebab primer AR, tetapi terjadi
sebagai akibat proses inflamasi yang lama. Sampai saat ini belum ada penelitian yang
menerangkan apakah mutasi p53 juga ditemukan pada fase awal penyakit. Lebih dari 80%
mutasi yang diidentifikasi pada sinovium dan kultur FLS adalah mutasi guanine/adenosine
(G/A) dan thymidine/cytosine (T/C), yang merupakan karakteristik dari deaminasi oksidatif
NO atau radikal bebas. Hal ini menyokong pendapat bahwa genotoksik oleh lingkungan
local pada inflamasi kronis jaringan synovial dapat menyebabkan mutasi gene p53 pada
pasien AR.
Peranan p53 pada sinoviosit sudah diteliti melalui transducing FLS dengan gene
human papilloma virus E6 sehingga mengekspresi p53 yang wild-type. Dengan adanya E6,
FLS akan tumbuh cepat, timbul gangguan apoptosis, dan E6 FLS akan lebih invasive
kedalam ekstrak kartilago. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa fungsi p53 yang
abnormal merupakan salah satu penyebab terjadinya progresi pannus dan kerusakan sendi
pada pasien AR.
Waktu paruh wild-tipe p53 sangat pendek, dan biasanya tidak terdeteksi pada
jaringan normal.

You might also like