You are on page 1of 3

A.

Sterilisasi MOW
MOW/Tubektomi merupakan tindakan penutupan terhadap kedua saluran telur kanan dan
kiri yang menyebabkan sel telur tidak dapat melewati saluran telur, dengan demikian sel telur tidak
dapat bertemu dengan sperma laki laki sehingga tidak terjadi kehamilan (BKKBN, 2006).
Tubektomi atau Sterilisasi merupakan metode kontrasepsi permanen yang hanya diperuntukkan
bagi mereka yang memang tidak ingin atau tidak boleh memiliki anak (karena alasan kesehatan).
Disebut permanen karena metode kontrasepsi ini hampir tidak dapat dibatalkan (reversal) bila
kemudian ingin memiliki anak (BKKBN, 2006).
Adapun indikasi untuk dilakukan MOW yang dijelaskan Pada konferensi Perkumpulan
untuk Sterilisasi Sukarela Indonesia di dianjurkan wanita umur 25-40 tahun, dengan jumlah anak
sebagai berikut:
a. Umur antara 25-30 tahun dengan 3 anak atau lebih
b. Umur antara 0-35 tahun dengan 2 anak atau lebih
c. Umur antara 35-40 tahun dengan 1 anak atau lebih
d. Umur suami hendaknya sekurang-kurangnya 30 tahun, kecuali apabila jumlah anak telah
melebihi jumlah yang diinginkan pasangan suami istri
Sedangkan, indikasi dilakukan MOW menurut Mochtar pada tahun 2008 yaitu sebagai
berikut:
a. Indikasi medis umum
Adanya gangguan fisik atau psikis yang akan menjadi lebih berat bila wanita ini hamil lagi.
1) Gangguan fisik yang dialami seperti tuberculosis pulmonum, penyakit jantung dan
sebagainya.
2) Gangguan psikis yang dialami yaitu seperti skizofrenia (psikosis), sering menderita
psikosa nifas, dan lain lain.
b. Indikasi medik obstetri yaitu toksemia gravidarum yang berulang, seksio sesarea yang
berulang, histerektomi obstetri, dan sebagainya.
c. Indikasi medis ginekologik. Pada waktu melakukan operasi ginekologik dapat pula
dipertimbangkan untuk sekaligus melakukan sterilisasi.
d. Indikasi sosial ekonomi adalah indikasi berdasarkan beban sosial ekonomi yang sekarang ini
terasa bertambah lama bertambah berat.
Adapun kontraindikasi dilakukannya MOW menurut Noviawati dan Sujiyati (2009)
diantaranya adalah :
a. Wanita yang hamil (sudah terdeteksi atau dicurigai)
b. Wanita dengan perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya
c. Wanita dengan infeksi sistemik atau pelvis yang akut
d. Wanita yang tidak boleh menjalani proses pembedahan
e. Wanita yang kurang pasti mengenai keinginan fertilitas dimasa depan
f. Wanita yang belum memberikan persetujuan tertulis
Model sterilisasi MOW pada kasus ini dipilih berdasarkan beberapa pertimbangan yang terdapat pada pasien,
diantaranya adalah :
a. Usia pasien yaitu 40 tahun dan sudah memiliki 2 anak sebelumnya
b. Indikasi medik obstetri yaitu seksio sesarea yang berulang pada pasien, dengan dua kali melahirkan secara
sektio sesarea
c. Indikasi sosial ekonomi, pasien berasal dari golongan sosial ekonomi menengah kebawah, pasien sebagai ibu
rumah tangga, dan suaminya bekerja sebagai buruh
d. Indikasi medik yang diderita yaitu pasien terdiagnosis PEB, sehingga dikhawatirkan akan timbul kembali jika
pasien hamil lagi
e. Tidak ada tanda kontraindikasi dilakukannya MOW pada pasien
f. Pasien tidak ingin memiliki anak lagi
Alasan-alasan yang disebutkan diatas sudah sesuai dengan indikasi dilakukannya sterilisasi MOW. Setelah
dijelaskan mengenai metode sterilisasi ini, pasien dan suami pasien menyetujui dilakukannya sterilisasi MOW.

B. Gemeli
Kehamilan kembar atau kehamilan multiple adalah suatu kehamilan dengan dua janin atau
lebih. Kehamilan multiple dapat berupa kehamilan ganda/ gemelli (2 janin), triplet (3 janin),
kuadruplet (4 janin), quintuplet (5 janin) dan seterusnya. Kehamilan multiple terjadi jika dua atau
lebih ovum dilepaskan dan dibuahi ( dizigotik) atau jika satu ovum yang dibuahi membelah secara
dini hingga membentuk dua embrio (monozigotik). (National Institute for Health and Clinical
Excellence, 2011).
Pada kasus ini pasien terdiagnosis Gravida 4 Para 2 Abortus 1 Umur 38 Tahun Hamil 35 minggu
dengan Gemeli inpartu kala I fase laten dengan PEB, HELLP Syndrome, Riwayat SC 10 tahun yang
lalu, dengan obesitas 40,40. Saat dilakukan pemeriksaan fisikdi VK IGD, dengan hasil sebagai
berikut :
a. Pemeriksaan leopold
Sulit dinilai, teraba 2 bagian janin
b. Pemeriksaan dengan USG
Kesan gemeli, I. letak bokong, TBJ 1305 gram, DJJ (+), gerak positif (+) ; II. Letak lintang
dorsosuperior, TBJ 1290 gram DJJ (+), gerak positif (+). Plasenta di korpus anterior, kalsifikasi
grade II III. AK cukup.
Namun, setelah dilakukan seksio sesarea pada pasien ini ternyata pasien hamil triplet (3 janin).
Laporan tertulis pada saat dilakukan seksio sesarea adalah sebagai berikut :
a. Pasien tidur di meja operasi dengan anestesi spinal
b. Asepsis dan antiseptik daerah tindakan
c. Pasang duk steril
d. Insisi abdomen
e. Tampak uterus hamil 1,5 x hamil aterm, peritoneum lengket dengan omentum (dilakukan
adhesiolisis)
f. Insisi SBR secara linier, pecah KK (jernih)
g. Dengan ekstraksi kaki, lahir bayi perempuan BB 1050 gr. AS: 6-7-8
h. Pecah KK ke-2, kepala lahir bayi laki-laki BB 1100 gr. AS : 6-7-8
i. Eksplorasi : Rabab KK ke-3; pecah ketuban (jernih) ; dengan ekstraksi kaki , lahir bayi
perempuan BB 1100gr. AS : 6-7-8
j. Injeksi oksitosin 10 IU
k. Plasenta lahir lengkap secara normal (kesan triamnion, monokorion)
l. Kontraksi uterus baik ; misoprostol 2 tab
m. Jahit SBR ; perdarahan (-)
n. Dilakukan sterilisasi pada kedua tuba secara Pumeroy
o. Tutup abdomen lapis demi lapis
p. Tindakan selesai
Perbedaan diagnosis awal dan akhir, kemungkinan diakibatkan oleh beberapa faktor yang
teradapat pada pasien :
a. Pasien dengan obesitas yaitu dengan BMI 40,40 yang mengakibatkan kesulitan dalam penilaian
pemeriksaan fisik janin. Pada pasien dengan obesitas/gemuk pemeriksaan palpasi Leopold sulit
dinilai dikarenakan dinding perut yang tebal
b. Pasien tidak rutin ANC sehingga catatan medik kehamilan sejak awal tidak lengkap
c. Pasien baru melakukan pemeriksaan USG di RSMS ini, dan tidak pernah melakukan pemeriksaan
USG sebelumnya

You might also like