You are on page 1of 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipospadia sendiri berasal dari dua kata yaitu hypo yang berarti di
bawah dan spadon yang berarti keratan yang panjang.
Hipospadia adalah suatu keadaan dimana lubang uretra terdapat di penis
bagian bawah, bukan di ujung penis. Hipospadia merupakan kelainan kelamin
bawaan sejak lahir.
Hipospadia merupakan kelainan bawaan yang terjadi pada 3 diantara 1.000
bayi baru lahir. Beratnya hipospadia bervariasi, kebanyakan lubang uretra
terletak di dekat ujung penis, yaitu pada glans penis.
Bentuk hipospadia yang lebih berat terjadi jika lubang uretra terdapat di
tengah batang penis atau pada pangkal penis, dan kadang pada skrotum
(kantung zakar) atau di bawah skrotum. Kelainan ini seringkali berhubungan
dengan kordi, yaitu suatu jaringan fibrosa yang kencang, yang menyebabkan
penis melengkung ke bawah pada saat ereksi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian hipospadia?
2. Apa etiologi hipospadia?
3. Bagaimana klasifikasi hipospadia?
4. Bagaimana manifestasiklinis hipospadia?
5. Bagaimana patofisiologi hipospadia?
6. Bagaimana pemeriksaan diagnostik hipospadia?
7. Bagaimana penatalaksanaan hipospadia?
8. Bagaimana asuhan keperawatan hipospadia?

1
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian hipospadia
2. Untuk mengetahui etiologi hipospadia
3. Untuk mengetahui klasifikasi hipospadia
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis hipospadia
5. Untuk mengetahui patofisiologi hipospadia
6. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik hipospadia
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan hiposdia
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan hipospadia

1.4 Manfaat Penulisan


Manfaat penulisan makalah adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Anak I, dan sebagai media belajar mahasiswa/i di Poltekkes
Kemenkes Tasikmalaya dalam memahami asuhan keperawatan pada klien
dengan Hipospadias.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Hipospadia


Hipospadia adalah anormali perkembangan ditandai dengan meatus uretra
yang terbuka ke permukaan ventral atau penis, proksimal ke ujung
kelenjar.Meatus dapat berada di mana saja dari kelenjar di sepanjang batang
penis ke skrotum atau bahkan di perineum. Chordee, yaitu kelengkungan
ventral penis, memiliki hubungan yang tidak konsisten dengan hipospadia.
Tingkat chordee akhirnya lebih signifikan dalam pengobatan bedah hipospadia
daripada di lokasi awal meatus.Sebuah hipospadia subcoronal dengan sedikit
atau tanpa chordee jauh lebih rumit untuk memperbaiki dari satu dengan
chordee signifikan dan kulit ventral tidak cukup.Untuk alasan ini, ketika
membahas derajat hipospadia, itu secara klinis lebih cocok menggunakan
sistem klasifikasi yang mengacu pada lokasi meatus setelah chordee telah
dirilis. Oleh karena itu, sistem yang diusulkan oleh Barcat adalah klasifikasi
yang paling relevan secara klinis dan paling umum digunakan.

2.2 Klasifikasi

Barcat(1973) berdasarkan letak ostium uretra eksterna maka hipospadia


dibagi 3 tipe, yaitu :
1. Tipe sederhana/ Tipe anterior
Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal. Pada
tipe ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis, kelainan
ini bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus
agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.
2. Tipe penil/ Tipe Middle
Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-
escrotal. Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum.

3
Biasanya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit
prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah
atau glands penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini, diperlukan
intervensi tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit di bagian
ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi tidak dilakukan
sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk tindakan bedah
selanjutnya.
3. Tipe Posterior
Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe ini,
umumnya pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai dengan
skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak
turun.

2.3 Etiologi
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum
diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa faktor yang
oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :
1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormon. Hormon yang dimaksud di sini
adalah hormon androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria).
Atau bisa juga karena reseptor hormon androgennya sendiri di dalam
tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormon androgen
sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada
tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim
yang berperan dalam sintesis hormon androgen tidak mencukupi pun akan
berdampak sama.
2. Genetika Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya
terjadi karena mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut
sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.
3. Lingkungan Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah
polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan
mutasi.

4
2.4 Patofisiologi
Kelainan terjadi akibat kegagalan lipatan uretra untuk berfusi dengan
sempurna pada masa pembentukan saluran uretral embrionik. Abnormalitas
dapat menyebabkan infertilitas dan masalah psikologis apabila tidak
diperbaiki (Muscari, 2005).
Fungsi dari garis tengah dari lipatan uretra tidak lengkap terjadi sehingga
meatus uretra terbuka pada sisi ventral dari penis. Ada berbagai derajat
kelainan letak meatus ini, dari yang ringan yaitu sedikit pergeseran pada
glans, kemudian disepanjang batang penis hingga akhirnya di perineum.
Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai tapi yang menutup sisi
dorsal dari glans. Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai chordee , pada
sisi ventral menyebabkan kurvatura (lengkungan) ventral dari penis (Anak-
hipospadia).

Hipospadia terjadi dari pengembangan tidak lengkap uretra dalam rahim.


Penyebab pasti cacat di tidak tahu tetapi diperkirakan terkait dengan pengaruh
lingkungan dan hormonal genetik (sugar, 1995). Perpindahan dari meatus
uretra biasanya tidak mengganggu kontinensia kemih. Namun, stenosis
pembukaan dapat terjadi, yang akan menimbulkan obstruksi parsial
outflowing urin. Hal ini dapat mengakibatkan ISK atau hidronefrosis (kumor,
1992). Selanjutnya, penempatan ventral pembukaan urethral bisa
mengganggu kesuburan pada pria dewasa, jika dibiarkan tidak terkoreksi

2.5 Gejala Klinis


Gambaran klinis Hipospadia :
1. Kesulitan atau ketidakmampuan berkemih secara adekuat dengan posisi
berdiri
2. Chordee (melengkungnya penis) dapat menyertai hipospadia
3. Hernia inguinalis (testis tidak turun) dapat menyertai hipospadia (Corwin,
2009).
4. Lokasi meatus urine yang tidak tepat dapat terlihat pada saat lahir
(Muscari, 2005).

5
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis dilakukan dengan dengan pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir
atau bayi. Karena kelainan lain dapat menyertai hipospadia, dianjurkan
pemeriksaan yang menyeluruh, termasuk pemeriksaan kromososm (Corwin,
2009).
1. Rontgen
2. USG sistem kemih kelamin
3. BNO IVP karena biasanya pada hipospadia juga disertai dengankelainan
kongenital ginjal
4. Kultur urine (Anak-hipospadia)

2.7 Komplikasi
1. Dapat terjadi disfungsi ejakulasi pada pria dewasa. Apabila chordee nya
parah, maka penetrasi selama berhubungan intim tidak dapat dilakukan
(Corwin, 2009)
2. Pseudohermatroditisme (keadaan yang ditandai dengan alat-alat kelamin
dalam 1 jenis kelamin tetapi dengan satu beberapa ciri seksual tertentu)
(Ramali, Ahmad & K. St. Pamoentjak, 2005)
3. Psikis (malu) karena perubahan posisi BAK
4. Kesukaran saat berhubungan saat, bila tidak segera dioperasi saat dewasa
(Anak-hipospadia)
5. Komplikasi pascaoperasi yang terjadi :
a. Edema / pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya
dapat bervariasi, juga terbentuknya hematom/ kumpulan darah di
bawah kulit, yang biasanya dicegah dengan balutan ditekan selama 2
sampai 3 hari pascaoperasi
b. Striktur, pada proksimal anastomis yang kemungkinan disebabkan oleh
angulasi dari anastomis
c. Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran
kencing berulang atau pembentukan batu saat pubertas

6
d. Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering dan digunakan
sebagai parameter untuk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur
satu tahap saat ini angka kejadian yang dapat diterima adalah 5-10%
e. Residual chordee /rekuren chrodee, akibat dari chordee yang tidak
sempurna, dimana tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi atau
pembentukan scar yang berlebihan di ventral penis walaupun sangat
jarang
f. Divertikulum (kantung abnormal yang menonjol ke luar dari saluran
atau alat berongga) (Ramali, Ahmad & K. St. Pamoentjak, 2005),
terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar atau adanya
stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang dilanjut

2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Penanganan Bedah
Kasus-kasus hipospadia ringan , di mana meatus terletak ke arah
ujung glans, mungkin tidak memerlukan operasi perbaikan dan hanya
dapat ditangani dengan observasi. Tujuan mengobati hipospadia
adalah untuk membuat penis yang lurus dengan memperbaiki setiap
lengkungan (orthoplasty), untuk membuat uretra dengan meatus
tersebut pada ujung penis (urethroplasty), untuk membentuk kembali
kelenjar ke dalam konfigurasi berbentuk kerucut lebih alami
(glansplasty ), untuk mencapai cakupan kulit kosmetik diterima penis,
dan untuk menciptakan skrotum terlihat normal. Penis yang
dihasilkan harus sesuai untuk melakukan hubungan seksual di masa
depan, harus memungkinkan pasien untuk membatalkan sambil
berdiri, dan harus menyajikan penampilan kosmetik diterima.

a. Waktu operasi
Sebelum tahun 1980, perbaikan hipospadia dilakukan pada
anak-anak lebih dari 3 tahun karena ukuran yang lebih besar dari
lingga dan prosedur yang secara teknis lebih mudah, namun,

7
operasi kelamin pada usia ini (kesadaran genital terjadi pada
sekitar usia 18 bulan) dapat berhubungan dengan morbiditas
psikologis yang signifikan, termasuk perilaku abnormal, rasa
bersalah, dan kebingungan identitas gender.
Saat ini, kebanyakan dokter mencoba untuk memperbaiki
hipospadia ketika anak berusia 4-18 bulan, tren ke arah intervensi
sebelumnya. Ini telah dikaitkan dengan hasil yang emosional dan
psikologis yang bisa diintervensi.
Satu manfaat dalam penyembuhan luka dengan perbaikan
sebelumnya juga telah dirasakan dan mungkin memiliki dasar
dalam produksi sitokin proinflamasi mencatat penurunan pada usia
lebih muda.
Akhir perbaikan hipospadia, pada periode pubertas dan
pascapubertas, terkait dengan komplikasi, terutama fistula
urethrocutaneous, dalam hampir setengah dari pasien. Laporan
terbaru menunjukkan tingkat yang lebih tinggi komplikasi dalam 5
tahun dari pasien dalam 1 tahun pasien, menunjukkan bahwa
perbaikan sebelumnya umumnya lebih baik

b. Jenis Tehnik Tindakan bedah

Teknik-teknik khusus untuk perbaikan hipospadia dapat


dikelompokkan secara umum, dan pendekatan untuk memperbaiki
relatif standar.

Setelah sepenuhnya menilai anatomi penis, kulit batang


penis degloved untuk menghilangkan penarikan kulit, dan ereksi
buatan dilakukan untuk menyingkirkan kelengkungan apapun.
Ringan sampai sedang chordee dapat diperbaiki oleh excising
setiap jaringan fibrosa penarikan ventral atau dengan plicating
dengan tunik dorsal tubuh fisik, kompensasi untuk setiap
disproporsi ventral ke punggung. Lebih chordee parah mungkin
memerlukan grafting tubuh kopral ventral menggunakan jaringan

8
sintetis, hewan (subunit usus kecil), kadaver, atau autologous
(tunika vaginalis atau cangkok kulit) untuk menghindari
pemendekan berlebihan panjang penis. Pada kesempatan langka,
lempeng uretra dapat ditambatkan dan transeksi piring mungkin
diperlukan, menghalangi penggunaan jaringan uretra asli untuk
urethroplasty. Urethra dapat diperpanjang dengan menggunakan
berbagai teknik. Teknik ini umumnya dikategorikan sebagai
tubularizations primer, lokal flaps kulit pedicled, teknik grafting
jaringan, atau prosedur kemajuan meatus.

Pelat tubularized menorehkan (TIP) perbaikan telah


menjadi perbaikan yang paling umum digunakan untuk hipospadia
kedua distal dan midshaft. Teknik ini merupakan tubularization
utama dari pelat uretra, dengan sayatan pada dinding posterior dari
pelat, yang memungkinkan untuk bergantung ke depan . Hal ini
menciptakan lumen diameter lebih besar dari yang akan mungkin,
menghindarkan penggunaan rutin flap atau graft untuk
menjembatani segmen sempit singkat piring uretra. Prosedur ini
telah terbukti mudah beradaptasi dengan berbagai pengaturan, dan
survei saat ini menunjukkan bahwa ini adalah prosedur pilihan
untuk perbaikan oleh urolog.

Teknik Tubularized incised plate (TIP) . Pelat uretra


diincisi di garis tengah punggung, memperluas lebar piring dan
memungkinkan untuk bergantung ke depan untuk tubularization.
onsep umum bahwa peningkatan lapisan jaringan antara uretra dan
atasnya hasil liputan di kulit kemungkinan lebih rendah dari
perkembangan selanjutnya dari fistula urethrocutaneous telah
didukung oleh studi terbaru. [15] stent uretra Sementara adalah
tambahan umum untuk perbaikan hipospadia dan dirasakan
mengurangi kemungkinan pembentukan fistula. Berbagai tabung
drainase yang berbeda telah digunakan untuk tujuan ini.
Untuk perbaikan berulang setelah operasi berhasil untuk
hipospadia ketika jaringan lokal tidak tersedia, mukosa bukal telah
digunakan untuk mencangkok uretra. Jaringan ini cocok untuk

9
tujuan ini karena ketersediaan, karakteristik yang mendukung
keberhasilan cangkok, dan ketahanan terhadap lingkungan yang
lembab. Stent uretra biasanya digunakan untuk drainase kandung
kemih sementara penyembuhan terjadi pada semua tapi yang paling
distal hipospadia perbaikan.

c. Langkah perbaikan Glans

Flaps umumnya dikerahkan untuk menutupi perbaikan


uretra distal, sehingga komponen ventral berbeda untuk garis
tengah dan menciptakan konfigurasi yang lebih berbentuk kerucut.
Kulit punggung kelebihan dimobilisasi untuk aspek ventral
kekurangan dari penis untuk cakupan kulit akhir.
Perbaikan transposisi penoscrotal sering dilakukan sebagai
prosedur dipentaskan karena sayatan yang diperlukan dapat
mengganggu gagang bunga vaskular untuk flaps kulit yang
digunakan dalam urethroplasty primer. Perbaikan transposisi
penoscrotal biasanya ditunda minimal 6 bulan untuk
memungkinkan pembentukan memadai pasokan jaminan darah.
Perbaikan hipospadia umumnya direncanakan sebagai
prosedur satu tahap, tetapi chordee berlebihan (terutama jika
transeksi dari pelat uretra diperlukan), ketersediaan kulit miskin,
dan ukuran phallic kecil mungkin lebih baik didekati dengan cara
bertahap. Chordee tersebut diperbaiki dan kulit digerakkan ke
ventral batang penis selama tahap pertama, dan urethroplasty dan
glansplasty diperbaiki setelah tahap pertama telah sembuh
sepenuhnya.
Terapi hormonal adjuvant: Meskipun ada terapi medis
untuk koreksi hipospadia diketahui, terapi hormonal telah
digunakan sebagai pengobatan ajuvan untuk bayi dengan ukuran
phallic yang sangat kecil. Pengobatan dengan suntikan testosteron
presurgical atau krim, serta suntikan HCG, telah digunakan untuk
meningkatkan pertumbuhan penis, dan beberapa telah melaporkan
perbaikan dalam chordee dengan mengurangi tingkat keparahan
dari hipospadia. Fakta bahwa sebelum pubertas androgen terapi

10
dapat membatasi pertumbuhan kelamin normal pada pubertas
adalah kekhawatiran tetapi belum dikonfirmasi secara klinis.

d. Persiapan Operasi

Evaluasi preoperatif yang diperlukan termasuk


ultrasonografi (untuk meyakinkan sistem urinari atas normal) dan
standar prosedur pemeriksaan darah dan urin lengkap. Sebelum
dilakukan operasi pasien diberikan antibiotik profilaksis. Sebelum
dioperasi dilakukan uretroskopi untuk memastikan tidak ada
anomali urinary tract seperti veromontanum, valve uretra atau
striktur uretra. Jahitan traksi diletakkan di dorsal glans sehingga
tekanan yang konstan ditempatkan pada penis sehingga
mengurangi perdarahan.

e. Tindakan operasi

Cangkok kulit pertama pada uretroplasti ditemukan oleh


Nove-Joserand. Teknik ini terdiri dalam penggunaan split-
thickness graft untuk mengisi saluran di penis untuk membangun
uretra. Tekhnik ini membutuhkan stenting selama berbulan-bulan
karena kontraktur melekat pada graft split-thickness. Multiple
stenosis berganda dan striktur dapat terjadi dengan teknik ini, dan
sudah ditinggalkan. Teknik ini kemudian dipopulerkan oleh
McIndoe, yang merekomendasikan stent yang dibiarkan di tempat
selama 6 sampai 12 bulan untuk mengatasi kecenderungan untuk
kontraktur. Teknik ini memiliki banyak komplikasi dan tidak
digunakan untuk kasus-kasus rutin.

Thiersche dan Duplay memberikan hasil yang memuaskan


untuk perbaikan hipospadia pertama yang berhasil yang diikuti oleh
orang lain. Meskipun JP Mettauer dari Virginia melaporkan
perbaikan pertama yang berhasil hipospadia dan pembebasan dari
jaringan menyebabkan chordae.2 Ia tidak memiliki penggunaan
kateter untuk diversi urin dan tekniknya tidak diikuti oleh orang
lain. Thiersche dan Duplay melakukan perbaikan dua tahap di

11
mana mereka pertama reseksi jaringan yang menyebabkan chordae
dan meluruskan penis. kulit penis ditutup, dan bulan kemudian
urethra dibangun dengan membuat insisi longitudinal bawah
permukaan ventral saluran penis ke uretra, merusak kulit flaps
lateral dan menutupi salurannya.Kekurangan dari operasi ini adalah
tidak adekuat memperpanjang uretra ke ujung dari glans penis.

Suatu teknik untuk perbaikan hipospadia diperkenalkan


oleh Cecil selama pertengahan tahun 1940, yang dianggap sebagai
fakta bahwa kulit penis yang cukup sulit untuk didapatkan dalam
kasus-kasus.Oleh karena itu setelah cordae dirilis dan meluruskan
penis, pada tahap kedua (6 bulan kemudian) uretra itu dibuat dari
kulit saluran ventral penis dengan membuat sayatan memanjang
paralel. sayatan kemudian dibuat di skrotum, dan penis itu dijahit
ke dasar skrotum, penjahitan kulit skrotum untuk tutupi penis
lateral. Penis ditinggalkan di posisi ini selama 6 sampai 8 minggu
selama uretra yang baru terbentuk dijahit.Pada tahap ketiga
skrotum dibebaskan dari penis, meninggalkan normal vaskularisasi
dari kulit skrotum pada permukaan ventral penis untuk menutup
neurouretra.

Tujuan repair hipospadia yaitu untuk memperbaiki kelainan


anatomi baik bentuk penis yang bengkok karena pengaruh adanya
chordae maupun letak osteum uretra eksterna. Sehingga dua hal
pokok dalam repair hipospadia yaitu :

1. Chordectomi, melepaskan chordae sehingga penis bisa lurus


kedepan saat ereksi.
2. Urethroplasty, membuat osteum uretra eksterna diujung glans
penis sehingga pancaran urin dan semen bisa lurus ke depan

Apabila chordectomi dan urethroplasty dilakukan dalam


satu waktu operasi yang sama disebut satu tahap, bila dilakukan
dalam waktu berbeda disebut dua tahap. Hal yang harus
diperhatikan dalam operasi hipospadia yaitu usia, tipe hipospadia,
besarnya penis dan ada tidaknya cordae.Pada semua teknik operasi

12
tersebut tahap pertama adalah dilakukannya eksisi chordae.
Penutupan luka operasi dilakukan dengan menggunakan prepusium
bagian dorsal dari kulit penis.4 Tahap pertama ini dilakukan pada
usia 1,5 tahun 2 tahun bila ukuran penis sesuai untuk usianya.
Setelah eksisi cordae maka penis akan menjadi lurus, tapi meatus
masih pada tempat yang abnormal. Pada tahap kedua dilakukan
uretroplasti yang dikerjakan 6 bulan setelah tahap pertama.

f. Teknik Hipospadia
1. Tekhnik hipospadia bagian Distal
Reparasi hipospadia jenis ini dilakukan jika v flap dari
jadingan glans mencapai uretra normal setelah koreksi cordae,
dibuat uretra dari flip flop kulit. Flap ini akan membentuk
sisi ventral dan lateral uretra dan dijahit pada flap yang
berbentuk v pada jaringan glans, yang mana akan melengkapi
bagian atas dan bagian sisi uretra yang baru.6Beberapa jahitan
ditempatkan dibalik v flap granular dipasangkan pada irisan
permukaan dorsal uretra untuk membuka meatus aslinya.
Sayap lateral dari jaringan glans ini dibawah kearah ventral
dan didekatkan pada garis tengah. Permukaan ventral penis
ditutup dengan suatu prepusium.Ujung dari flap ini biasanya
berlebih dan harus dipotong. Di sini sebaiknya
mempergunakan satu flap untuk membentuk permukaan
dibagian belakang garis tengah
Desain granular flap berbentuk Z dapat dilakukan untuk
memperoleh meatus yang baik secara kosmetik dan fungsional
pemotongan berbentuk 2 dilaksanakan pada ujung glans dalam
posisi tengah keatas.Rasio dimensi dari Z terhadap dimensi
glanss adalah 1 : 3, dua flap ini ditempatkan secara horisontal
pada posisi yang berlawanan. Setelah melepaskan cordae,
sebuah flap dua sisi dipakai untuk membentuk uretra baru dan
untuk menutup permukaan ventral penis.Permukaan bagian
dalam prepusium dipersiapkan untuk perpanjangan uretra.
Untuk mentransposisikan uretra baru, satu saluran dibentuk
diatas tunika albuginea sampai pada glans.Meatus uretra

13
eksternus dibawa menuju glans melalui saluran ini. Bagian
distal dari uretra dipotong pada bagian anterior dan posterior
dengan arah vertikal kedua flap Trianggular dimasukkan ke
dalam fisura dan dijahit dengan menggunakan benang 6 0
poli glatin. Setelah kedua flap dimasukkan dan dijahit
selanjutnya anastomosis uretra pada glans bisa diselesaikan.

2. Teknik Hipospadia bagian Proksimal


Bila flap granular tidak bisa mencapai uretra yang ada,
maka suatu graft kulit dapat dipakai untuk memperpanjang
uretra. Selanjutnya uretra normal dikalibrasi untuk
menentukan ukurannya (biasanya 12 french anak umur 2
tahun).6 Segmen kulit yang sesuai diambil dari ujung distal
prepusium. Graft selanjutnya dijahit dengan permukaan kasar
menghadap keluar, diatas kateter pipa atau tube ini dibuat
dimana pada ujung proksimalnya harus sesuai dengan celah
meatus uretra yang lama dan flap granular dengan jahitan tak
terputus benang kromic gut 6 0. Sayap lateral dari jaringan
granular selanjutnya dimobilisasi kearah distal untuk menutup
saluran uretra dan untuk membentuk glans kembali diatas
uretra yang baru yang akan bertemu pada ujung glans.6

g. Perawatan Pasca Operasi

Setelah operasi, pasien diberikan kompres dingin pada


area operasi untuk dua hari pertama. Metode ini digunakan
untuk mengurangi edema dan nyeri dan menjaga bekas luka
operasi tetap bersih. Pada pasien dengan repair flip flop
diversi urinari dilakukan dengan menggunakan kateter paling
kecil dan steril yang melewati uretra sampai ke kandung kemih.
Pasien dengan kateter suprapubic dilepas pada hari ke lima post
operatif dan di evaluasi ada tidaknya fistula.

14
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 pengkajian
1. Identitas Klien
Nama, umur, alamat, jenis kelamin, agama, suku, no.register, tanggal
masuk, tanggal pengkajian, diagnosa medis.
2. Fisik
a. Pemeriksaan genetalia
b. Palpasi abdomen untuk melihat distensi vesika urinaria atau
pembesaran pada ginjal.
c. Kaji fungsi perkemihan
d. Adanya lekukan pada ujung penis
e. Melengkungnya penis ke bawah dengan atau tanpa ereksi
f. Terbukanya uretra pada ventral
g. Pengkajian setelah pembedahan : pembengkakan penis,
perdarahan, dysuria, drinage.
3. Mental
a. Sikap pasien sewaktu diperiksa
b. Sikap pasien dengan adanya rencana pembedahan
c. Tingkat kecemasan
d. Tingkat pengetahuan keluarga dan pasien

3.2 Diagnosa keperawatan


3.2.1 Pre operasi
1. Managemen regimen terapeutik tidak efektif b.d pola perawatan
keluarga
2. Perubahan eliminasi (retensi urine) b.d obstruksi mekanik
3. Kecemasan b.d akan dilakukan tindakan operasi

15
3.2.2 Post Operasi
1. Kesiapan dalam peningkatan managemen regimen terapeutik
b.d petunjuk aktifitas adekuat
2. Nyeri b.d prosedur post operasi
3. Resiko infeksi b.d invasi kateter
4. Perubahan eliminasi urine b.d trauma operasi

3.3 Intervensi
a. Pre operasi
Diagnosa 1 : Managemen regimen terapeutik tidak efektif b.d pola
perawatan keluarga
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan managemen regimen terapeutik kembali efektif
Intervensi Rasional
1. Jadilah pendengar yang baik untuk 1. Agar anak mampu mengekspresikan
anggota keluarga perasaannya.
2. Diskusikan kekuatan keluarga 2. Dukungan keluarga sangat penting
sebagai pendukung bagi anak
3. Monitor situasi keluarga 3. Untuk mengetahui bagaimana
keadaan keluarga tersebut.
4. Ajarkan perawatan dirumah 4. Agar tidak bergantung kepada
tentang terapi pasien perawat
5. Kaji efek kebiasaan pasien untuk 5. Kebiasaan pasien dapat
keluarga menimbulkan efek bagi
penyakitnya.
6. Dukung keluarga dalam 6. Dukungan keluarga merupakan hal
merencanakan dan melakukan yang cukup berpengaruh pada klien
terapi pasien dan perubahan gaya
hidup

16
7. Identifikasi perlindungan yang 7. perlindungan yang dipakai bisa juga
dapat digunakan keluarga dalam menimbulkan penyakit klien
menjaga status kesehatan sekarang.

Diagnosa 2 : Perubahan eliminasi (retensi urine) b.d obstruksi mekanik


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24jam
diharapkan retensi berkurang.
Intervensi Rasional
1. Dilakukan pencapaian 1. Untuk mengetahui pengeluaran
komperehensif jalan urine berfokus cairan urine.
kepada inkotenensia
2. Menjaga privasi untuk eliminasi 2. Agar klien terjaga.
3. Menggunakan kekuatan dari 3. Agar klien terbiasa untuk BAK di
keinginan untuk BAK di toilet toilet.
4. Menyediakan waktu yang cukup 4. Agar tidak terjadi ditensi pada urine.
untuk mengosongkan bladder (10
menit)
5. Menyediakan perlak di kasur 5. Untuk menjaga kebersihan klien.
6. Monitor intake dan output 6.Untuk mengetahui pengeluaran
cairan.
7. Monitor distensi kandung kemih 7.Untuk mengetahui masa atau tidak.
dengan palpasi dan perkusi

Diagnosa 3 : Kecemasan b.d akan dilakukan tindakan operasi


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan cemas berkurang atau hilang

17
Intervensi Rasional
1. ciptakan suasana yang tenang 1. Suasana yang tenang dapat
membuat klien tenang juga.
2. Sediakan informasi dengan 2. Informasi yang tepat dapat
memperlihatkan diagnosa, tindakan dan menurunkan tingkat kecemasan klien.
prognosa dampingi pasien untuk
menciptakan suasana aman dan
mengurangi ketakutan
3. Dengarkan dengan penuh perhatian 3. Agar klien mengekspresikan
perasaannya.

4. Kuatkan kebiasaan yang mendukung 4. Agar klien mengekspresikan


perasaannya.
5. Ciptakan hubungan saling percaya 5. Agar klien tidak cemas
6. Identifikasi perubahan tingkat kecemasan 6. HSP dapat membuat klien
mengontrol kecemasannya.
7. Bantu pasien mengidentifikasi situasi 7. Agar mengetahui dengan jelas
yang menimbulkan kecemasan penyebab cemas klien.

b. Post Operasi
Diagnosa 1 : Kesiapan dalam peningkatan management regimen terapeutik
b.d petunjuk aktifitas adekuat
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan kesiapan meningkatkan regimen terapeutik baik

Intervensi Rasional
1. Anjurkan kunjungan anggota keluarga 1. Agar klien tidak merasa sendiri
jika perlu
2. Bantu keluarga dalam melakukan 2. Agar klien merasa semua yang di

18
strategi menormalkan situasi alaminya baik-baik saja
3. Bantu keluarga menemukan perawatan 3. Agar penyembuhan penyakit
anak yang tepat berlangsung dengan cepat
4. Identifikasi kebutuhan perawatan 4. Untuk menhetahui apa yang dapat
pasien di rumah dan bagaimana mempercepat penyembuhan
pengaruh pada keluarga

Diagnosa 2 : Nyeri akut b.d prosedur post operasi


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan nyeri berkurang atau hilang

Intervensi Rasional
1. kaji secara komperehensif mengenai 1. Untuk mengetahui seberapa jauh
lokasi, karakterisktik, durasi, nyeri yang dirasakan klien
frekuensi, kualitas, intesitas dan faktor
pencetus
2. Observasi keluhan nonverbal dari 2. Untuk mempermudah menentukan
ketidaknyamanan intervensi selanjutnya
3. Ajarkan teknik relaksasi 3. Untuk mengurangi nyeri yang
dirasakan klien
4. Bantu pasien dan keluarga untuk 4. Agar klien mampu mengontrol rasa
mengontrol nyeri nyerinya baik dengan mandiri atau
dengan bantuan keluarga.
5. Beri informasi tentang nyeri 5. Informasi yang tepat dapat
(penyebab, durasi, prosedur antisipasi mendukung klien untuk bisa
nyeri) mengontrol rasa nyerinya.
6. Observasi TTV 7. Untuk mengetahui timbulnya stres
berat akibat nyeri yang dirasakan.
7. Beri pasien posisi nyaman 7. Posisi yang nyaman dapat
membantu klien dalam pengurangan

19
rasa nyeri.

Diagnosa 3 : Resiko tinggi infeksi b.d invasi kateter


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama3 x 24 jam
diharapkan tidak terjadi infeksi
Intervensi Rasional
1. Catat karakteristik luka, drainase 1. Untuk mengetahui ada/tidaknya
tanda-tanda infeksi
2. Bersihkan luka dan ganti balutan 2. Teknik aseptik mencegah
dengan teknik aseptik kontaminasi masuknya bakteri
3. Bersihkan lingkungan dengan benar 3. Agar dapat mempercepat
sembuhnya luka
4. Monitor peningkatan granulasi, sel 4. Untuk mengetahui perkembangan
darah putih luka nya
5. Kaji faktor yang dapat meningkatkan 5. Untuk mengetahui faktor apa saja
infeksi yang menyebabkan terjadinya infeksi

6. Ajarkan pada pasien dan keluarga cara 6. Agar tidak bergantung pada
prosedur perawatan luka perawat.

Diagnosa 4: Perubahan eliminasi urine (retensi) b.d trauma operasi


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan retensi urine berkurang
Intervensi Rasional
1. Monitor intake dan output 1. Untuk mengetahui bagaimna siklus kencing
anak.
2. Monitor distensi kandung kemih 2. Untuk mengetahui ada tidaknya masa
dengan palpasi dan perkusi

20
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hipospadia adalah anormali perkembangan ditandai dengan meatus uretra
yang terbuka ke permukaan ventral atau penis, proksimal ke ujung
kelenjar.Meatus dapat berada di mana saja dari kelenjar di sepanjang batang
penis ke skrotum atau bahkan di perineum. Chordee, yaitu kelengkungan
ventral penis, memiliki hubungan yang tidak konsisten dengan hipospadia.
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum
diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa faktor yang
oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain gangguan
ketidakseimbangan hormon, faktor genetik serta faktor lingkungan.
B. Saran
Agar anak kita tidak menderita penyakit kwashiorkor, sebaiknya
berikan nutrisi yang adekuat kepada anak, terutama kalori dan protein yang
tinggi. Sumber makanan yang mengandung protein tinggi misalnya : tahu,
tempe, telur dll.

21

You might also like