Professional Documents
Culture Documents
Berdasarkan data BNPB, dalam kurun waktu 18 tahun terakhir terjadi kebakaran
hutan dan lahan (karhutla) setiap tahun di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Ada
beberapa wilayah di Indonesia yang sering mengalami karhutla, dan sebagian besar
berada di Pulau Sumatera dan Kalimantan (Infodatin, 2016).
Kebakaran hutan/lahan gambut secara nyata menyebabkan terjadinya
degradasi/rusaknya lingkungan, gangguan terhadap kesehatan manusia dan hancurnya
sosial ekonomi masyarakat sekitarnya (Adinugroho, 2014). Berikut adalah dampak
kebakaran terhadap lingkungan, kesehatan manusia dan sosial ekonomi masyarakat :
Dampak kebakaran terhadap lingkungan :
1. Penurunan kualitas fisik gambut. Diantaranya penurunan porositas total,
penurunan kadar air tersedia, penurunan permeabilitas dan meningkatnya
kerapatan lindak. Dampak kebakaran terhadap sifat fisik tanah selain
ditentukan oleh lama dan frekuensi terjadinya kebakaran, derajat
kerusakan/dekomposisi yang ditimbulkan, juga akibat dari pemanasan yang
terjadi di permukaan yang dipengaruhi oleh ketersediaan bahan bakar. Salah
satu bentuk nyata akibat adanya pemanasan/kebakaran pada bagian
permukaan adalah adanya penetrasi suhu ke bawah permukaan, hal ini akan
lebih parah lagi jika apinya menmbus lapisan gambut yang lebih dalam.
Meningkatnya suhu permukaan sebagai akibat adanya kebakaran yang
suhunya dapat mencapai lebih dari 1000 oC akan berakibat pula pada
meningkatnya suhu dibawah permukaan (gambut), sehingga akibatnya tidak
sedikit pula gambut yang terbakar. Dengan terbakarnya gambut makan jelas
akan terjadi perubahan yang signifikan pada sifat fisik maupun kimianya.
Tabel 2. Kriterium baku kerusakan sifat fisik gambut akibat kebakaran
2. Perusahaan perkebunan
a. Melakukan pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di
beberapa lokasi dan di sekitar areal usaha;
b. Melengkapi saran dan prasarana serta personil regu pemadam kebakaran
yang memadai;
c. Membuat sekat bakar disekeliling areal rawan kebakaran dan memasang
berupa sebuah papan peringatan bahaya kebakaran;
d. Melakukan penyuluhan kepada masyarakat di sekitar lokasi usaha dan
melakukan koordinasi dengan pihak instansi terkait;
e. Melakukan partroli pengamanan sesuai jadwal yang telah ditetapkan
secara rutin;
f. Melaporkan upaya-upaya apa saja yang telah dilakukan serta memberikan
laporan setiap kejadian kebakaran;
g. Melaporkan rencana penyiapan lahan dan replanting.
3. Masyarakat
a. Tidak melakukan pembakaran dalam penyiapan lahan;
b. Menjaga dan mencegah serta menanggulangi terjadinya kebakaran
dilingkungan tiap masing-masing dan sekitarnya;
c. Melaporkan setiap kejadian kebakaran hutan dan lahan kepada pemerintah
daerah setempat.
Adapun tujuan dan prinsip-prinsip perlindungan hutan dari PP No. 45 Tahun 2004
Tentang Perlindungan Hutan, menurut pasal 5 adalah penyelenggaraan perlindungan
hutan adalah bertujuan untuk menjaga hutan, hasil hutan, kawasan hutan dan
lingkungannya, agar fungsi lindung, fungsi konservasi, dan fungsi produksi tercapai
secara opimal dan lestari. Pasal prinsip-prinsip perlindungan hutan yaitu :
1. Mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan,
yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam,
hama, serta penyakit.
2. Mempertahankan dan menjaga hak-hak Negara, masyarakat, dan perorang
atas hutan, kawan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang
berhubungan dengan pengelolaan hutan.
Selain upaya pencegahan kebakaran, jika kebakaran sudah terjadi harus ada upaya
pencegahan terhadap dampak kesehatan akibat asap salah satunya dengan
penggunaan masker. Ada 2 jenis masker yang biasa digunakan selama terjadinya
bencana kabut asap, yaitu maskes biasa (masker bedah) dan masker N95. Baik
masker bedah biasa maupun maske N95 sama-sama berguna untuk mengurangi
dampak kabut asap. Hanya saja, masker N95 dapat menyaring partikel-partikel lebih
kecil seperti PM 10, sementara masker bedah biasa hanya dapat menyaring partikel
debu besar, di atas PM 10 (Infodatin, 2016).
Penggunaan masker N95 tidak disarankan pada anak-anak, ibu hamil, lansia, pasien
penyakt kardiovaskular dan pasien penyakit paru kronik serta pada penggunaan di
dalam ruangan karena berisiko menghambat pernapasan. Ukuran pori-pori makes
N95 yang kecil menyebabkan partikel debu, baik kecil maupun besar, menempel di
masker, dan akhirnya justru akan mempersulit bernapas. Namun, untuk petugas di
area kebakaran, tetap disarankan untuk menggunakan masker N95.
Selain itu, penggunaan masker harus diganti setiap 8 jam, karena setelah 8 jam, debu
dan partikel yang sudah terfiltrasi menumpuk dan menempel di pori-pori masker
sehingga membuat masker tidak berfungsi dengan baik.