You are on page 1of 58

REFERAT

Agustus 2017

GLAUKOMA PRIMER

OLEH :

Dwi Widya Hariska

G1A215037

PEMBIMBING:

dr. Gita Mayani, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

BAGIAN MATA RSUD H. ABDUL MANAP

TAHUN 2017

1
HALAMAN PENGESAHAN

REFERAT

GLAUKOMA PRIMER

DISUSUN OLEH

Dwi Widya Hariska

G1A215037

Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik senior

SMF Mata RSUD RadenMattaher

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi

Agustus 2017

PEMBIMBING

dr. Gita Mayani, Sp.M

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan tugas Laporan Kasus pada Kepaniteraan Klinik Senior di
SMF Mata Fakultas Kedokteran Universitas Jambi yang berjudul Hordeolum
Eksterna. Tugas ini bertujuan agar penulis dapat memahami lebih dalam mengenai
teori-teori yang diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian/SMF
Mata RSUD Raden Mattaher Jambi dan melihat penerapannya secara langsung di
lapangan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. H. Djarizal.
Sp.M. MPH selaku pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing
penulis.

Penulis menyadari keterbatasan dan kekurangan dalam penulisan, sehingga


diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang
membacanya. Semoga tugas ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan.

Jambi,Agustus 2017

Penulis

3
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................... i

Daftar Isi ................................................................................................ ii

Pendahuluan ...................................................................................... 1

Laporan Kasus ...................................................................................... 3

Tinjauan Pustaka ................................................................................. 12

2.1 Anatomi ....................................................................... 10

2.2 Defenisi ..................................................................................... 12

2.3 Etiologi ................................................................................... 14

2.4 Faktor resiko ................................................................................................. 15

2.5 Patofisiologi............................................................................................. 15

2.7 Manifestasi Klinis.................................................................................... 16

2.8 Diagnosis ................................................................................................ 17

2.9 Penatalaksanan......................................................................................... 19

2.10 Komplikasi. 21

2.11Pencegahan................................................................................................ 21

Pembahasan . 22

Kesimpulan................................................................................................... 25

Daftar pustaka 26

4
BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Prevalensi severe low vision pada usia produktif (15-54 tahun) sebesar
1,49 persen dan prevalensi kebutaan sebesar 0,5 persen. Prevalensi severe low
vision dan kebutaan meningkat pesat pada penduduk kelompok umur 45 tahun
keatas dengan rata-rata peningkatan sekitar dua sampai tiga kali lipat setiap 10
tahunnya. Prevalensi severe low vision dan kebutaan tertinggi ditemukan pada
penduduk kelompok umur 75 tahun keatas sesuai peningkatan proses degeneratif
pada pertambahan usia.1

Di seluruh dunia, glaukoma dianggap sebagai penyebab kebutaan yang


tinggi, 2% penduduk berusia lebih 40 tahun menderita glaukoma. Glaukoma dapat
juga didapatkan pada usia 20 tahun, meskipun jarang. Glaukoma merupakan
penyebab kebutaan nomor dua (0,2 persen) setelah katarak. Berbeda dengan
kebutaan akibat katarak yang dapat dipulihkan, kebutaan akibat glaukoma bersifat
permanen.2
Mengingat fatalnya akibat penyakit glaukoma terhadap penglihatan, maka
deteksi dini glaukoma untuk mencegah kerusakan saraf mata lebih lanjut menjadi
sangat penting. Pemeriksaan mata oleh dokter mata dengan teratur adalah jalan
terbaik untuk mendeteksi glaukoma secara dini, terutama pada usia 40 tahun.2
Atas dasar fakta di paragraf sebelum sebelumnya, maka penulis ingin
membahas tentang glaukoma, khususnya glaukoma akut dan kronis pada tugas
referat kali ini.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi

Glaukoma berasal dari kata Yunani Glaukos yang berarti hijau


kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita
glaukoma. Glaukoma ditandai oleh meningkatnya tekanan intraokular, atrofi
saraf optik, dan menciutnya lapang pandang.5

Glaukoma adalah suatu penyakit yang memberikan gambaran klinik


berupa peninggian tekanan bola mata, penggaungan papil saraf optik dengan
defek lapang pandangan mata.5

Glaukoma adalah sekelompok kelainan mata yang ditandai dengan


peningkatan tekanan intraokuler.5

Gambar II.1 Perbedaan mata normal dan mata glaukoma.4

II.2. Epidemiologi

Diseluruh dunia, glaukoma dianggap sebagai penyebab kebutaan yang


tertinggi, 2% penduduk berusia lebih dari 40 tahun menderita glaukoma.

6
Glaukoma dapat juga didapatkan pada usia 20 tahun, meskipun jarang. Pria
lebih banyak diserang daripada wanita. Di seluruh dunia, kebutaan
menempati urutan ketiga sebagai ancaman yang menakutkan setelah kanker
dan penyakit jantung koroner.3

Di Amerika Serikat, kira-kira 2.2 juta orang pada usia 40 tahun dan
yang lebih tua mengidap glaukoma, sebanyak 120,000 adalah buta
disebabkan penyakit ini. Banyaknya Orang Amerika yang terserang
glaukoma diperkirakan akan meningkatkan sekitar 3.3 juta pada tahun 2020.
Tiap tahun, ada lebih dari 300,000 kasus glaukoma yang baru dan kira-kira
5400 orang-orang menderita kebutaan.3

Glaukoma akut (sudut tertutup) merupakan 10-15% kasus pada orang


Kaukasia. Persentase ini lebih tinggi pada orang Asia, terutama pada orang
Burma dan Vietnam di Asia Tenggara. Glaukoma pada orang kulit hitam,
lima belas kali lebih menyebabkan kebutaan dibandingkan orang kulit
putih.3

Diketahui bahwa angka kebutaan di Indonesia menduduki peringkat


pertama untuk kawasan Asia Tenggara. Menurut Badan Kesehatan Dunia
(WHO), angka kebutaan di Indonesia mencapai 1,5% atau sekitar 3 juta
orang. Persentase itu melampaui negara Asia lainnya seperti Bangladesh
dengan 1%, India 0,7% dan Thailand 0,3%.3

II.3. Etiologi dan Faktor Resiko Glaukoma

Penyebab tersering adalah tekanan bola mata di atas 21 mmHg (normal


10-20 mmHg). Tekanan di atas normal ini akibat cairan dalam bola mata
yang berada di bilik mata depan tidak lancar mengalir keluar. Tekanan bola
mata tersebut secara mekanik akan menekan serabut saraf mata sehingga
terjepit. Selain itu juga akan terjadi proses iskemia (jaringan kekurangan
nutrisi dan oksigen) karena darah tidak mengalir dengan baik di daerah saraf
mata. Terjadilah kematian sel-sel saraf mata.4

7
Faktor risiko yang ikut memicu glaukoma selain perubahan tekanan
bola mata adalah usia di atas 40 tahun, mempunyai keluarga yang menderita
glaukoma, miopia atau mempunyai penyakit sistemik seperti diabetes dan
kardiovaskular, akibat trauma, maupun penggunaan obat obatan steroid
yang tidak terkontrol.4

Semua jenis glaukoma harus dikontrol secara teratur ke dokter mata


selama hidupnya. Hal tersebut dikarenakan tajam penglihatan dapat
menghilang secara perlahan tanpa diketahui penderitanya. Obat-obatan yang
dipakai perlu dikontrol oleh dokter spesialis mata agar disesuaikan dengan
kebutuhan pasien. Satu hal yang perlu ditekankan adalah bahwa saraf mata
yang sudah mati tidak dapat diperbaiki lagi. Obat-obatan seperti obat tetes
mata, obat makan dan tindakan seperti laser dan bedah hanya untuk
5
mencegah kerusakan lebih lanjut dari saraf mata tersebut.

II.4. Anatomi dan Patofisiologi Glaukoma

Anatomi sudut filtrasi :

Sudut filtrasi ini terdapat di dalam limbus kornea. Limbus adalah


bagian yang dibatasi oleh garis yang menghubungkan akhir dari membran
descemet dan membran bowman, lalu ke posterior 0,75 mm kemudian ke
dalam mengelilingi kanalis schlemm dan trabekula sampai ke Camera
Oculi Anterior (COA).7

8
Gambar II.2 Aliran normal aquos humor.7

Akhir dari membran descemet disebut garis schwalbe. Limbus


terdiri dari dua lapisan epitel dan kornea. Epitelnya dua kali tebal epitel
kornea. Di dalam stromanya terdapat serat-serat saraf dan cabang akhir
dari arteri siliaris anterior.7

Bagian terpenting dari sudut filtrasi adalah trabekula yang terdiri


dari:7

1. Trabekula korneoskleral, serabutnya berasal dari lapisan dalam


stroma kornea dan menuju ke belakang, mengelilingi kanalis
Schlemm untuk berinsersi pada sklera.

2. Trabekula uveal, serabut berasal dari lapisan dalam stroma


kornea, menuju ke scleral spur (insersi dari m.siliaris) dan
sebagian ke m.siliaris meridional.

3. Serabut berasal dari akhir membran Descemet (garis Schwalbe)


menuju ke jaringan pengikat m.siliaris radialis dan sirkularis.

4. Ligamentum pektinatum rudimenter berasal dari dataran depan


iris menuju ke depan trabekula. Trabekula terdiri dari jaringan
kolagen, jaringan homogen, elastis dan seluruhnya diliputi
endotel. Keseluruhannya merupakan spons yang tembus
pandang sehingga bila ada darah di dalam kanal Schlemm dapat
terlihat dari luar.

Kanal Schlemm merupakan kapiler yang termodifikasi yang


mengelilingi kornea. Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel, diameternya
0,5 mm. Pada dinding sebelah dalam terdapat lubang-lubang sebesar 2
sehingga terdapat hubungan langsung antara trabekula dan kanal
Schlemm. Dari kanal Schlemm keluar saluran kolektor, 20-30 buah yang
menuju ke pleksus vena di dalam jaringan sklera dan episklera dan
v.siliaris anterior di badan siliar.7

9
Cairan bilik mata (aquous humor) dibentuk oleh badan siliar, masuk
ke dalam bilik mata belakang (COP) melalui pupil ke bilik mata depan
(COA) ke sudut COA, melalui trabekula ke kanal Schlemm, saluran
kolektor kemudian masuk ke dalam pleksus vena, di dalam jaringan
sklera dan episklera juga ke dalam v. siliaris anterior di badan siliar.
Saluran yang mengandung cairan COA dapat dilihat di daerah limbus dan
subkonjungtiva yang dinamakan aquous veins. Glaukoma dapat terjadi
bila terdapat ketidakseimbangan antara pembentukan dan pengaliran
aquous humor.7

II.5. Klasifikasi Glaukoma

Secara umum glaukoma dapat diklasifikasikan sebagai berikut :6

1. Glaukoma primer
a. Glaukoma sudut terbuka (disebut juga glaukoma simpleks,
glaukoma sudut lebar, glaukoma simpleks kronis)
b. Glaukoma sudut tertutup (disebut juga glaukoma sudut sempit,
glaukoma kongestif akut) bisa dibagi menjadi akut, subakut atau
kronik.
2. Glaukoma kongenital
a. Kongenital primer atau glaukoma infantil
Disebut juga buphtalmos atau hydropthalmos
b. Glaukoma yang berhubungan dengan anomali kongenital. Termasuk
yang diklasifikasikan sebagai glaukoma juvenil.
Glaukoma pigmentosa
Aniridia
Sindrom Axenfelds
Sindrom Sturge-Weber
Galukoma infantil pembentukan terlambat
Sindrom Marfans
Neurofibromatosis
Sindrom Lowes

10
Mikrokornea
3. Glaukoma sekunder
a. Akibat perubahan lensa
dislokasi
intumesens
fakotoksik atau fakoanafilaktik
sindrom eksofoliatif 62 (pseudoeksofoliatif kapsul lensa,
glaukoma kapsulare)
spherophakia
b. Akibat perubahan pada uvea
1. iridosiklitis
2. tumor
3. atrofi iris esensial
c. Akibat trauma
1. Perdarahan masif pada COA
2. Perdarahan masif pada COP
3. Laserasi kornea atau limbus dengan prolaps iris
4. Penekanan iris ke belakang oleh kontusio
d. Akibat prosedur operasi
1. Pembentukan epitelial di COA
2. Kegagalan penyembuhan di COA setelah operasi katarak
e. Berhubungan dengan Rubeosis (diabetes mellitus dan oklusi
vena retina sentralis)
f. Berhubungan dengan eksoftalmos pulsasi
g. Berhubungan dengna kortikosteroid topikal
h. Penyebab lainnya.
4. Glaukoma Absolut
Hasil akhir dari semua jenis glaukoma yang tidak terkontrol dengan
mata yang keras, tidak dapat melihat dan yeri.

11
II.6. Glaukoma Akut

(Glaukoma Primer Sudut Tertutup, Glaukoma kongestif akut, angle


closure glaucome, closed angle glaucoma)

Pada glaukoma akan terdapat melemahnya fungsi mata dengan


terjadinya cacat lapang pandang dan kerusakan anatomi berupa ekskavasi
(penggaungan) serta degenerasi papil saraf optik, yang dapat berakhir
dengan kebutaan.6
Ekskavasi glaukomatosa, penggaungan atau ceruk papil saraf optik
akibat glaukoma merupakan gejala glaukoma yang mengakibatkan
kerusakan pada saraf optik. Luas atau dalamnya ceruk ini pada glaukoma
kongenital dipakai sebagai indikator progresivitas glaukoma.6
Nama ini didasarkan pada keadaan sudut yang tampak pada
pemeriksaan gonioskopi. Glaukoma primer sudut tertutup terjadi bila
terdapat kenaikan mendadak dari tekanan intraokuler, yang disebabkan oleh
penutupan sudut COA yang mendadak oleh akar iris, sehingga menghalangi
sama sekali keluarnya aquous humor melalui trabekula, menyebabkan
meningginya tekanan intraokuler, sakit yang sangat di mata secara
mendadak dan menurunnya ketajaman penglihatan secara mendadak dan
menurunnya ketajaman penglihatan secara tibatiba, disertai tandatanda
kongesti di mata, seperti mata merah, kelopak mata bengkak.6
Karena glaukoma ini timbulnya mendadak disertai tanda kongesti,
maka disebut pula glaukoma akut kongestif atau glaukoma akut. Glaukoma
akut, hanya timbul pada orangorang yang mempunyai sudut bilik mata
yang sempit. Jadi hanya pada orangorang dengan predisposisi anatomis.6
Faktor anatomis yang menyebabkan sudut sempit adalah :7
1. Bulbus okuli yang pendek, biasanya pada mata yang hipermetropia.
Makin berat hipermetropnya makin dangkal COAnya.

12
2. Tumbuhnya lensa. Menyebabkan COA menjadi lebih dangkal.
Pada umur 25 tahun, dalamnya COA ratarata 3,6 mm, sedang pada
umur 70 tahun 3,15 mm.
3. Kornea yang kecil, dengan sendirinya COAnya dangkal.
4. Tebalnya iris. Makin tebal iris, makin dangkal COA.

Patofisiologi
Bilik anterior dan bilik posterior mata terisi oleh cairan encer yang
disebut humor aqueus. Dalam keadaan normal, cairan ini dihasilkan di
dalam bilik posterior melewati pupil masuk kedalam bilik anterior lalu
mengalir dari mata melalui trabekula keluar lewat suatu saluran (Canalis
Schlemm).7
Jika aliran cairan ini terganggu (biasanya karena penyumbatan yang
menghalangi keluarnya cairan dari bilik anterior), maka akan terjadi
peningkatan tekanan. Peningkatan tekanan intra okular akan mendorong
perbatasan antara saraf optikus dan retina di bagian belakang mata. 7
Akibatnya pasokan darah ke saraf optikus berkurang sehingga sel-sel
sarafnya mati. Karena saraf optikus mengalami kemunduran, maka akan
terbentuk bintik buta pada lapang pandang mata. Yang pertama terkena
adalah lapang pandang tepi, lalu diikuti oleh lapang pandang sentral. Jika
tidak diobati, glaukoma pada akhirnya bisa menyebabkan kebutaan. 7
Glaukoma sudut tertutup terjadi jika saluran tempat mengalirnya
humor aqueus terhalang oleh iris. Setiap hal yang menyebabkan pelebaran
pupil (misalnya cahaya redup, tetes mata midriatika atau obat tertentu) bisa
menyebabkan penyumbatan aliran cairan karena terhalang oleh iris. Iris bisa
menggeser ke depan dan secara tiba-tiba menutup saluran humor aqueus
sehingga terjadi peningkatan intraokular secara mendadak. Glaukoma akut
lebih sering terjadi pada malam hari karena pupil secara alami akan melebar
di bawah cahaya yang redup. 7
Episode akut glaukoma sudut tertutup menyebabkan: 7
- Penurunan fungsi penglihatan yang ringan
- Terbentuknya limgkaran berwarna di sekeliling cahaya (halo)

13
- Nyeri pada mata dan kepala

Gejala tersebut berlangsung hanya beberapa jam sebelum terjadinya


serangan lebih lanjut. Serangan lanjutan menyebabkan hilangnya fungsi
penglihatan secara mendadak dan nyeri mata yang berdenyut. Penderita juga
mengalami mual dan muntah. Kelopak mata membengkak, mata berair dan
merah. Pupil melebar dan tidak mengecil jika diberi sinar yang terang.
Sebagian besar gejala akan menghilang setelah pengobatan, tetapi serangan
tersebut bisa berulang. Setiap serangan susulan akan semakin mengurangi
lapang pandang penderita. 7
Pada sudut bilik mata yang sempit, letak lensa menjadi lebih dekat ke
iris, sehingga aliran cairan bilik mata dari bilik mata belakang ke bilik mata
depan terhambat. Inilah yang disebut hambatan pupil. Hal ini dapat
menyebabkan meningkatnya tekanan di dalam mata belakang dan
mendorong iris ke depan. Pada sudut bilik mata depan yang memang sudah
sempit adanya dorongan ini menyebabkan iris menutupi jaringan trabekula,
sehingga cairan bilik mata tidak dapat atau sukar untuk keluar dan terjadilah
glaukoma sudut tertutup. 7

Gambar II.3. Gambaran glaukoma akut atau sudut tertutup. 7

Faktor fisiologis yang menyebabkan COA sempit : 7


1. Akomodasi. Dengan akomodasi pars siliaris dari iris maju ke depan.
2. Dilatasi pupil, menyebabkan akar iris menjadi lebih tebal dan sudut
COA menjadi lebih sempit.

14
Dilatasi pupil dapat terjadi, bila : 7
1. Diberikan midriatika, seperti hematropin. Juga dapat terjadi bila
atropin diberikan sistemik dalam pengobatan muntaber atau
persiapan operasi.
2. Diam di ruang gelap.
3. Lensa letaknya lebih ke depan, dapat menyebabkan hambatan
pupil yang kemudian menimbulkan iris bombe fisiologis, karena
tekanan di bilik mata belakang lebih tinggi dari di depan. Hal
ini dapat menambah sempitnya sudut COA yang dasarnya sudah
sempit.
4. Kongesti badan siliar. Penyebabnya :
a. Neurovaskuler, misalnya menangis, jengkel dan kelainan
emosi yang lain.
b. Penyakit lokal dari traktus respiratorius bagian atas.
c. Operasi daerah kepala.
d. Humoral, seperti haid.

Jadi bila faktor fisiologis ini terjadi pada seseorang yang mempunyai
predisposisi anatomis berupa sudut bilik mata yang sempit, maka ada
kemungkinan timbul glaukoma sudut tertutup. 7
Pendapat lain tentang penyebab dari glaukoma sudut tertutup, yaitu
terjadinya labilitas vasomotoris setempat, sehingga mempertinggi tekanan di
dalam pembuluh darah yang kecil. Jika hal ini terjadi pada uvea bagian
depan, maka menyebabkan penambahan dari cairan yang dikeluarkan di
bilik mata belakang sehingga badan kaca, lensa dan iris menjadi lebih
terdorong ke depan. 7

Gejala Klinik
Sebelum penderita menderita serangan akut, ia mengalami serangan
prodromal meskipun tidak selalu demikian. Fase prodromal dinamakan Juga
fase nonkongestif

15
Pada stadium ini terdapat penglihatan kabur, melihat halo (gambaran
pelangi) sekitar lampu atau lilin, disertai sakit kepala, sakit pada matanya
dan kelemahan akomodasi. 7
Keadaan ini berlangsung - 2 jam. Pada stadium ini penderita jarang
pergi ke dokter, biasanya mengibati dirinya sendiri dengan analgetika atau
obat flu yang mudah didapat, kemudian merasa sembuh lagi. Juga dengan
tidur sebentar keadaan pulih kembali, sebab pada waktu tidur, terjadi miosis
yang menyebabkan sudut COA terbuka. 7
Pemeriksaan pada stadium ini, didapatkan : injeksi perikornea yang
ringan, kornea agak suram karena edema, bilik mata depan dangkal, pupil
sedikit melebar reaksi cahaya lambat dan tekanan intraokuler meninggi. Bila
serangannya reda, mata menjadi normal kembali, kecuali penurunan daya
akomodasi tetap ada, sehingga penderita memerlukan penggantian kacamata
dekat yang lebih sering dan lebih kuat dibanding dengan usianya. Karena
itu, bila terdapat penderita dengan kenaikan yang cepat dari presbiopianya,
waspadalah terhadap kemungkinan glaukoma sudut tertutup. 7
Stadium prodromal ini dapat diperhebat oleh insomnia, kongesti vena,
gangguan emosi, kebanyakan minum, pemakaian midriatika. Mulamula
antara serangan dapat bermingguminggu atau beberapa bulan, akan tetapi
makin lama makin sering dan serangannya berlangsung lebih lama.
Stadium ini dapat berlangsung beberapa minggu atau beberapa bulan
bahkan beberapa tahun, baru kemudian sampai pada stadium glaukoma akut.
Jadi untuk mendeteksi seseorang dengan calon glaukoma akut, dibutuhkan
anamnesa yang teliti. 7

Fase glaukoma akut : (stadium kongestif)


Pada stadium ini penderita tampak sangat payah, memegangi
kepalanya karena sakit hebat. Jalannya dipapah, karena ketajaman
penglihatannya turun, muntah muntah, karenanya sering disangka bukan
menderita sakit mata, melainkan suatu penyakit sistemik. Glaukoma akut
menyebabkan visus cepat menurun, disertai sakit kepala di dalam mata yang

16
menjalar sepanjang N.V, sakit di kepala, muntah muntah, nausea, tampak
warna pelangi di sekitar lampu. 7

Pada pemeriksaan tampak :


- Palpebra bengkak.
- Konjungtiva bulbi : hiperemia, kongestif, kemotis, dengan
injeksi silier, injeksi konjungtiva, injeksi episklera.
- Kornea : keruh, insensitif karena tekanan pada saraf kornea.
- Bilik mata depan : dangkal, yang dapat dilihat dengan
penyinaran bilik mata depan dari samping.
- Iris : gambaran corak bergaris tak nyata, karena edema,
berwarna kelabu.
- Pupil : melebar, lonjong, miring agak vertikal, kadang kadang
didapatkan midriasis yang total, warnanya kehijauan, refleks
cahaya lamban atau tidak sama sekali.

Bila serangan serangan sudah berulang kali, terjadi untuk waktu


yang lama, maka terjadi lepasnya pigmen dari iris, yang masuk ke dalam
bilik mata depan menimbulkan kekerutan, juga dapat menempel pada
endotel kornea dan tampak seperti keratik presipitat. Dapat juga terjadi
perlengketan antara pupil dan lensa (sinekhia posterior), sehingga pupil
menjadi tidak teratur, dan sering disangka menderita uveitis. Irisnya tampak
berwarna putih kelabu, karena timbulnya nekrose lokal. Lensanya menjadi
katarak, yang tampak di atas permukaan kapsula lensa depan, sebagai bercak
bercak putih, seperti susu yang tertumpah di atas meja yang disebut
Glaukoma Flecke, suatu tanda bahwa pada mata itu pernah terjadi
serangan akut. 7
Bila glaukoma akut tidak segera diobati dengan baik, timbullah
perlekatan perlekatan antara iris bagian tepi dan jaringan trabekula, yang
disebut sinkhia anterior perifer, yang mengakibatkan penyaluran keluar dari
humor akueus lebih menghambat lagi. 7

17
Pada stadium akut, karena kornea sangat keruh, pemeriksaan bagian
dalam mata sukar dilakukan. Funduskopi, pemeriksaan lapang pandangan,
juga untuk dapat melihat iris, pupil, lensa baru dapat menjadi jelas, bila fase
ini sudah berlalu, dimana kornea sudah menjadi agak jernih kembali. 7
Funduskopi : papil saraf optik menunjukkan penggaungan dan atrofi,
seperti pada glaukoma simpleks.
Tonometri : TIO pada stadium kongestif lebih tinggi daripada stadium
non kongestif
Tonografi : menunjukkan outflow yang baik. Tetapi bila sudah ada
perlengketan antara iris dan trabekula (goniosinekhia,
sinekhia anterior perifer), maka aliran menjadi terganggu.
Gonioskopi : Pada waktu tekanan intraokuler tinggi, sudut bilik mata
depan tertutup, sedang pada waktu tensi intraokuler
normal, sudutnya sempit. Bila serangan dapat dihentikan
maka sesudah 24 jam, biasanya sudut bilik mata depan
terbuka kembali, tetapi masih sempit.
Tes provokasi dilakukan pada keadaan yang meragukan :
Tes yang dilakukan : tes kamar gelap, tes midriasis, tes
membaca, tes bersujud (prone test).
1. Tes Kamar Gelap ; orang sakit duduk di tempat gelap
selama 1 jam, tidak boleh tertidur. Di tempat gelap ini
terjadi midriasis, yang mengganggu aliran cairan bilik
mata ke trabekulum. Kenaikan tekanan lebih dari 10
mmHg pasti patologis, sedang kenaikan 8 mmHg
mencurigakan.
2. Tes Membaca ; penderita disuruh membaca huruf kecil
pada jarak dekat selama 45 menit, kenaikan tensi 10 15
mmHg patologis.
3. Tes Midriasis ; dengan meneteskan midriatika seperti
kokain 2 %, homatropin 1 % atau neosynephrine 10 %.
Tensi diukur setiap jam selama 1 jam. Kenaikan 5
mmHg mencurigakan sedangkan 7 mmHg atau lebih pasti

18
patologis. Karena tes ini mengandung bahaya timbulnya
glaukoma akut, sekarang sudah banyak ditinggalkan.
4. Tes Bersujud (Prone Position Test) ; penderita disuruh
bersujud selama 1 jam. Kenaikan tensi 8 10 mmHg
menandakan mungkin ada sudut yang tertutup, yang perlu
disusul dengan gonioskopi. Dengan bersujud, lensa
letaknya lebih ke depan mendorong iris ke depan,
menyebabkan sudut bilik depan menjadi sempit.
Glaukoma Kongestif Kronik

Disebut juga uncontrolled atau neglected glaucome. Terjadi pada


glaukoma yang tidak diobati dengan tepat atau mungkin tidak diobati sama
sekali. Penglihatannya sudah buruk sekali, tetapi penderita tidak kelihatan
terlalu menderita seperti pada waktu serangan akut. Palpebra tidak begitu
bengkak, konjungtiva bulbi hanya menunjukkan injeksi perikornea tanpa
edema, kornea agak suram, pupil lebar sekali, sudut COA sempit, tekanan
intraokuler tinggi, tetapi lebih rendah daripada waktu serangan akut.
Seolah-olah mata telah menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru.8

Pengobatan
Harus diingat betul bahwa glaukoma akut merupakan masalah
pembedahan. Terapi dengan pengobatan hanya merupakan pengobatan
pendahuluan sebelum penderita dioperasi. Hal ini sejak awal dikemukakan
kepada penderita dan keluarganya, sebab ada kemungkinan penderita
menolak untuk dioperasi, karena telah merasa enak setelah diberi obat
obatan.8

Pada fase nonkongestif :


Diberikan miotikum, yang paling mudah didapat adalah pilokarpin 2 -
4% tiap 2030 menit, sehingga iris tertarik ke tengah dan sudut bilik mata
depan terbuka. Di samping penghambat karbon anhidrase (carbon
anhydrase inhibitor), seperti diamox, glaupex, glaukon, corotazol, yang

19
diberikan 3 kali satu tablet. Obatobat ini diberikan sampai tekanan
intraokuler menjadi normal. Kemudian ada 2 jalan :8
1. Diberikan miotika terus menerus.
2. Dilakukan operasi. Kalau rumahnya jauh dari rumah sakit,
orangnya tidak dapat dipercaya melakukan pengobatan secara
teratur, maka dilakukan operasi iridektomi perifer, sehingga
didapat hubungan langsung dari bilik mata belakang dengan
bilik mata depan. Jika pernah beberapa kali mengalami
serangan, sehingga terjadi sinekhia anterior perifer
(goniosinekhia), maka dilakukan operasi filtrasi, seperti pada
glaukoma sudut terbuka.

Pada fase kongestif (akut) :


Pengobatan harus diberikan secara cepat dan tepat, jika terlambat 24
48 jam, maka sinekhia anterior perifer sudah kuat, sehingga pengobatan
dengan miotikum tak berguna lagi. Tekanan intraokuler harus sudah turun
dalam 24 jam sedapat dapatnya.9
I. Miotikum : untuk mengecilkan pupil, sehingga iris terlepas dari
lekatannya di trabekula dan sudutnya menjadi terbuka, cara
memberikannya :
- Pilokarpin 24 % setiap menit satu tetes selama 5 menit,
kemudian diteruskan dengan setiap jam. Ada pula yang
memberikan sebagai berikut :
- Pilokarpin 2 % + eserin - % tiap 15 menit, 6 kali
kemudian disusul dengan pemberian tiap jam satu tetes.
Pada mata yang sebelahnya diberikan juga pilokarpin 3 4
kali sehari satu tetes. Penetesan ini sudah dapat dimulai di
tempat pemeriksaan, sewaktu masih berbincang bincang
dengan penderita atau keluarganya.
II. Penghambat karbonik anhidrase (carbonic anhydrase inhibitor),
yang menyebabkan mengurangnya produksi humor akueus,
seperti diamox, glaupax glaucon, dan sebagainya. Diberikan

20
500 mg sekaligus (2 tablet), kemudian disusul tiap 4 jam 1
tablet. Jika muntah, dapat pula diberikan intravena 250 mg.
Kemudian disusul dengan 3 kali sehari atau tablet.
III. Obat hiperosmotik :
Gliserin 50 % (mudah didapat), per oral 1 1,5 gram / kg berat
badan atau 1 cc per kg berat badan, dapat dicampur dengan
jeruk nipis supaya tidak terlalu manis, harus diminum sekaligus,
bila tidak, gunanya tidak ada.
IV. Untuk mengurangi rasa sakitnya dapat disuntikkan 10 15 mg
morfin, yang juga dapat mengecilkan pupil.
V. 10 12,5 mg largaktil dapat disuntikkan pada penderita yang
muntah muntah sebelum tablet diamox dan gliserin diberikan
sehingga obat dapat ditelan.

Dengan pengobatan seperti di atas bersama sama, tekanan yang


tinggi sekali dapat ditekan sampai di bawah 25 mmHg dalam waktu 24 jam.
Bila tekanan intraokulernya sudah turun, operasi harus dilakukan, paling
lambat 24 hari kemudian. Selama ini pengobatan tetap dilanjutkan. Bila
tekanan tetap tinggi, melebihi 30 mmHg, maka diberikan hiperosmotik yang
lain yaitu:9
- Manitol (1,5 3 g/kg berat badan) 60 tetes per menit (20 %).
- Ureum 30 % infus 300 cc diberikan kurang lebih 2 3 jam (1 g/kg
berat badan) yang biasanya diberikan sebelum operasi dilakukan.

Pada umumnya operasi ditangguhkan selama mungkin dan baru


dilakukan bila :9
1. Tekanan intraokuler tak dapat dipertahankan dibawah 22 mmHg
2. Lapang pandang terus mengecil
3. Penderita tidak dapat dipercaya tentang kedisiplinan pemakaian
obatnya
4. Tidak mampu membeli obat
5. Tidak tersedia obat-obat yang diperlukan.

21
Prinsip Operasi : fistulasi yaitu membuat jalan baru untuk
mengeluarkan aquous humor oleh karena jalan yang normal tidak dapat
dipakai lagi.

Macam operasinya :
I. Iridektomi perifer
II. Operasi filtrasi (iridenkleisis, trepanasi, sklerotomi,
trabekulektomi)

Iridektomi perifer :
Indikasi : selain untuk glaukoma akut fase prodormal, juga pada
stadium akut yang baru terjadi sehari, jadi belum ada sinekia anterior perifer.
Juga dilakukan pada mata yang sebelahnya yang masih sehat sebagai
tindakan pencegahan.9

Ternyata pada glaukoma akut yang biasanya terjadi unilateral, ternyata


dalam waktu 5 tahun kemudian, 60 % pada mata yang tadinya sehat,
diserang glaukoma akut pula. Bila pada satu mata didapat glaukoma
absolut, pada mata yang sehat dilakukan indektomi perifer sebagai
pencegahan.9
Iridektomi perifer : caranya secara garis besar :
- Setelah anestesi topikal dan retrobulber, dilakukan sayatan di
kornea 2 3 mm di daerah nasal atau temporal atas, sejajar dan
sedekat mungkin dengan limbus.
- Iris dijepit, ditarik melewati bibir luka, digunting.
- Bersihkan bibir luka dengan kapas basah, irigasi sayatan
dengan cairan BSS, supaya iris dan pupil kembali ke posisi
semula.

Ada pula yang melakukan iridektomi, setelah dibuat flap konjungtiva


dan sayatan korneoskleral. Operasi filtrasi dilakukan bila tekanan

22
intraokuler setelah pengobatan medikamentosa lebih tinggi dari 21 mmHg
atau tekanannya 21 mmHg atau lebih kecil disertai hasil tonografi C = lebih
kecil dari 0,13 (outflow yang kecil).9
Tindakan operatif dilakukan bila tekanan intraokuler yang tinggi itu
sudah dapat ditenangkan. Bila operasi ini dilakukan pada waktu tekanan
intraokuler masih tinggi, dapat menimbulkan glaukoma maligna, di samping
kemungkinan timbulnya prolaps dari isi bulbus okuli dan perdarahan.9
Segera setelah operasi, tekanan intraokuler menjadi sangat tinggi,
lensa, iris dan pupil terdorong ke depan, sehingga humor akueus terkumpul
di bilik mata belakang dan badan kaca. Penutupan pupil dan sudut bilik
mata depan membuat keadaan menjadi bertambah buruk lagi. Prognosis
untuk penglihatannya buruk. Penyebabnya tak diketahui.9

Pengobatan :
- Fenilefrin 10 %, 4 kali sehari satu tetes
- Obat obat hiperosmotik

Ada pula yang melakukan penyuntikan udara ke dalam bilik mata


depan, yang disertai dengan pengeluaran badan kaca, melalui trepanasi
dipars plana badan siliar. Kalau ini tidak cukup, dilakukan ekstraksi lensa.8

Terapi Laser
Pada teknik laser, operator akan mengarahkan sebuah lensa pada
mata kemudian sinar laser diarahkan ke lensa itu yang akan memantulkan
sinar ke mata. Risiko yang dapat terjadi pada teknik ini yaitu tekanan
intraokuler yang meningkat sesaat setelah operasi. Namun hal tersebut
hanya berlangsung untuk sementara waktu. Beberapa tindakan operasi yang
lazim dilakukan adalah : 10

a). Laser Iridektomy


Teknik ini biasa digunakan sebagai terapi pencegahan yang aman
dan efektif untuk glaukoma sudut tertutup. Dilakukan dengan membuat

23
celah kecil di iris perifer dan mengangkat sebagian iris yang
menyebabkan sempitnya sudut bilik mata depan. Beberapa keadaan yang
tidak memungkinkan dilakukannya laser iridektomy, diantaranya
kekeruhan kornea, sudut bilik mata depan yang sangat sempit dengan
jaringan iris yang sangat dekat dengan endotel kornea, penderita yang
pernah menjalani operasi ini sebelumnya namun gagal dan pada
penderita yang tidak bisa diajak bekerja sama. 10
Pada umumnya komplikasi yang terjadi pada laser iridektomi
meliputi kerusakan lokal pada lensa dan kornea, ablasio retina,
pendarahan, gangguan visus dan tekanan intra okular meningkat.
Kerusakan lensa dihindari dengan cara menghentikan prosedur dan
segera penetrasi iris untuk iridektomi lebih ke superior iris perifer. 10

Gambar II. 4. Gambar laser iridektomi. 10

b). Laser Peripheral Iridotomy (LPI)


Dilakukan pada glaukoma sudut tertutup. Pada teknik ini dibuat
lubang kecil di iris perifer sehingga iris terdorong ke belakang lalu sudut
bilik mata depan akan terbuka. 10

Gambar II.5. Gambar Laser Peripheral Iriditomy (LPI). 10

24
c). Neodymium : YAG laser cyclophotocoagulation (YAG CP)
Teknik ini digunakan pada glaukoma sudut tertutup. Caranya
dengan merusak sebagian corpus siliar sehingga produksi cairan aquos
berkurang. 10

Gambar II.6. Gambar neodymium. 10

II.7. Glaukoma Kronis

(Glaukoma Simpleks, Glaukoma Sudut Terbuka, Wide Angle


Glaukoma)

Glaukoma ini dianggap penting karena sukarnya membuat diagnosis


pada stadium dini, berhubung sifatnya tenang, tak memberi keluhan,
sehingga menimbulkan banyak korban yang baru merasakan adanya keluhan
dan pergi mencari pengobatan tetapi keadaannya sudah lanjut dimana lapang
pandangnya sudah sangat sempit. Untuk dapat mengobatinya sedini
mungkin, sebelum terjadi kerusakan yang hebat, hanya dapat dicapai bila

25
setiap dokter secara rutin melakukan pemeriksaan tonometri pada setiap
penderita berumur 40 tahun atau lebih.6
Diduga glaukoma ini diturunkan pada kira-kira 50% penderita. Pada
umumnya terdapat pada orang-orang berusia 40 tahun atau lebih dan
merupakan 90% dari semua glaukoma. Pada glaukoma ini sudut bilik mata
depannya terbuka, hambatan aliran humor aquous mungkin terdapat pada
trabekulum, kanal Schlemm dan pleksus vena di daerah intrasklera. Pada
pemeriksaan patologi antatomi didapatkan proses degenerasi dari
trabekulum dan kanal Schlemm. Terlihat penebalan dan sklerosis dari serat
trabekulum, vakuol dalam endotel, dan endotel yang hiperseluler yang
menutupi trabekulum dan kanal Schlemm. 6

Gambar II.7. Gambar glaukoma sudut terbuka.7

Agaknya proses penuaan memegang peranan dalam proses sklerosis


ini, yang dipercepat bila mata tersebut mempunyai bakat glaukoma. Kita
harus waspada terhadap glaukoma sudut terbuka pada orang-orang berumur
40 tahun atau lebih, penderita diabetes melitus, pengobatan kortikosteroid
lokal ataupun sistemik dalam waktu lama. Dalam keluarga ada penderita
glaukoma dan miopia tinggi. 6
Perjalanan penyakit dari glaukoma sudut terbuka lambat dan jarang
disertai sakit. Kadang-kadang terasa sakit kepala yang hilang timbul.
Melihat gambaran pelangi di sekitar lampu (halo). Karena itu bila pada
penderita yang berumur 40 tahun atau lebih didapatkan keluhan semacam ini
sebaiknya dilakukan pengukuran tekanan intraokuler. Bila ternyata tensi

26
intraokulernya lebih dari 20 mmHg, maka harus dilakukan pemeriksaan
glaukoma lengkap sperti tonografi, lapang pandang, oftalmoskopi,
gonioskopi, tes provokasi (tes minum air, pressure congestion tes, tes
steroid) dan atonografi. 6

Tonometri
Tekanan intraokuler pada glaukoma ini tidak terlalu tinggi. Menurut
Langley dkk pada glaukoma simpleks terdapat empat tipe variasi diurnal.
1. flat type : sepanjang hari
2. rising type : puncak terdapat pada malam hari.
3. double variations : puncaknya terdapat pada jam 9 pagi dan
malam hari.
4. failing type : puncak terdapat pada waktu bangun tidur.

Suatu tanda berharga yang ditemukan Downey yaitu bila antara kedua
mata selalu terdapat perbedaan tensi intraokuler 4 mmHg atau lebih maka itu
menujukkan kemungkinan glaukoma simpleks. Suatu variasi diurnal pada
satu mata dengan perbedaan yang melebihi 5 mmHg dianggap menunjukkan
kemungkinan glaukoma simpleks meskipun tensinya masih normal. 6

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan lapang pandang
Penting, baik untuk menegakkan diagnosis maupun untuk meneliti
perjalanan penyakitnya juga untuk menentukan sikap pengobatan selajutnya.
Harus selalu diteliti keadaan lapang pandang perifer dan juga sentral. Pada
glaukoma yang masih dini, lapang pandang perifer belum menujukkan
kelainan, tetapi lapang pandang sentral sudah menunjukkan adanya macam-
macam skotoma. Jika glaukomanya sudah lanjut, lapang pandang perifer
juga memberikan kelainan berupa penyempitan yang dimulai dari bagian
nasal atas. Yang kemudian bersatu dengan kelainan yang ada di tengah yang
dapat menimbulkan tunnel vision, seolah-olah melihat sesuatu melalui
teropong yang lama-kelamaan dapat menjadi buta. 6

27
Pemeriksaan oftalmoskopi
Penggaungan dari atrofi tampak pada papil N.II ada yang mengatakan
bahwa pada glaukoma sudut terbuka di dalam saraf optik didapatkan
kelainan degenerasi yang terus berlanjut, meskipun tekanan intraokulernya
telah dinormalisir dengan obat-obatan ataupun dengan operasi. Juga
penderita dengna kelainan sistemik seperti diabetes melitus, arteriosklerosis
akan lebih mudah mendapat kelainan saraf optik, akibat kenaikan tekanan
intraokuler. 6

Pemeriksaan gonioskopi
Pada glaukoma simpleks sudutnya normal. Pada stadium lanjut bila
telah timbul goniosinechiae (perlengketan pinggir iris pada
trabekula/kornea) maka sudut dapat tertutup. 6

Tonografi
Terdapat resistance of outflow (hambatan dari pengeluaran cairan).
Hasil pemeriksaan tonografi pada glaukoma simpleks ternyata kurang dari
normal dan menjadi lebih kurang lagi, pada keadaan yang lanjut (C=<0,13).
6

Tes Provokasi
1. Tes minum air : kenaikan tensi 8-9 mmHg, mencurigakan,
kenaikan 10 mmHg pasti patologis.
2. Tes steroid : kenaikan 8 mmHg menunjukkan glaukoma
3. Pressure congestion test : kenaikan 9 mmHg atau lebih
mencurigakan, sedangkan bila lebih dari 11 mmHg pasti patologi. 6

Tanda klasik glaukoma simpleks :7


- bilateral
- herediter
- tekanan intraokuler yang meninggi

28
- sudut COA yang terbuka
- bola mata yang tenang
- lapang pandang yang menyempit dengan macam-macam skotoma
yang khas
- penggaungan dan atrofi saraf optik yang spesifik
- perjalanan penyakitnya yang lambat progresif.

Penatalaksanaan :
1. Medikamentosa
Harus disadari betul bahwa glaukoma primer merupakan
masalah terapi pengobatan (medical problem). Pemberian
pengobatan medikamentosa harus dilakukan terus menerus, karena
itu sifat obat-obatnya harus mudah diperoleh dan mempunyai efek
sekecil-kecilnya. Harus dijelaskan kepada penderita dan keluarga
bahwa perlu pemeriksaan dan pengobatan seumur hidup. Obat-obat
ini hanya menurunkan tekanan intraokulernya tetapi tidak
menyembuhkan penyakitnya. Minum sebaiknya sedikit-sedikit.
Tidak ada bukti bahwa tembakau dan alkohol dapat mempengaruhi
glaukoma. 6
Pemberian obat-obatan biasanya dipakai satu persatu atau
kalau perlu dapat dikombinasi. Kalau tidak berhasil, dapat
dinaikkan frekuensi penetesannya atau persentase obatnya,
ditambah dengan obat tetes yang lama atau tablet. 6
Obat-obat yang dipakai :
1. Parasimpatomimetik : miotikum, memperbesar
outflow.
- Pilokarpin 2-4%, 3-6 dd gtt I / hari
- Eserin -1/2 %, 3-6 dd gtt I / hari
Jika memungkinkan pemberiannya disesuaikan
dengan variasi diurnal, yaitu diteteskan pada waktu
tekanan intraokuler meninggi. Eserin sebagai salep
mata dapat diberikan malam hari. Efek samping dari

29
obat-obat ini meskipun dengan dosis yang dianjurkan
hanya sedikit yang diabsorpsi ke dalam sirkulasi
sistemik, dapat terjadi mual dan nyeri abdomen.
Dengan dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan
keringat berlebihan, salivasi, tremor, bradikardi, dan
hipotensi.
2. Simpatomimetik : mengurangi produksi humor
aquous
Epinefrin 0,5% - 2 %, 2 dd gtt I / hari
Efek samping pingsan, menggigil, berkeringat, sakit
kepala, hipertensi.
3. Beta blocker (penghambat beta) : menghambat
produksi humor aquous.
Timolol maleat 0,25-0,5%, 1-2 dd gtt I/ hari
Efek samping : hipotensi, bradikardi, sinkop,
halusinasi, kambuhnya serangan asma, payah jantung
kongestif. Nadi harus diawasi terus. Pada wanita
hamil, harus dipertimbangkan dalam pemberiannya.
Obat ini tidak atau hanya sedikit
menimbulkanperubahan pupil, gangguan visus,
gangguan produksi air mata, hiperemi. Dapat
diberikan bersama dengan miotikum. Ternyata dosis
yang lebih tinggi dari 0,5% dua kali sehari satu tetes
tidak menyebabkan penurunan tekanan intraokuler
yang lebih lanjut.
4. Carbon anhidrase inhibitor (penghambat karbon
anhidrase) : menghambat produksi humor aquous.
Asetazolamide 250 mg, 4 dd 1 tablet (diamox,
glaupax). Pada pemberian obat ini timbul poliuria.
Efek samping : anoreksia, muntah, mengantuk,
trombositopenia, granulositopenia, kelainan ginjal.

30
2. Operatif
Pada umumnya operasi ditangguhkan selama mungkin dan
baru dilakukan bila :7
Tekanan intraokuler tak dapat dipertahankan di bawah
22 mmHg.
Lapang pandang terus mengecil.
Penderita tidak dapat dipercaya tentang kedisiplinan
pemakaian obatnya.
Tidak mampu membeli obatnya
Tidak tersedia obat-obat yang diperlukan.
Prinsip operasi : fistulasi, yaitu membuat jalan baru untuk
mengeluarkan humor aquous, oleh karena jalan yang normal tak
dapat dipakai lagi.7
Macam-macam operasi :
1. Iridenkleisis
2. Trepanasi dari Elliot
3. Sklerotomi dari Scheie
4. Siklodialise
5. Trabekulektomi
6. Siklodiatermi

1. Iridenkleisis
Dilakukan dengan anestesi lokal. Pada arah jam 12 pada
konjungtiva bulbi dilepaskan dengan membuat flap konjuntiva
sampai ke limbus. Kemudian dilakukan sayatan di kornea pada
arah jam 12, melalui luka ini iris dijepit dan ditarik keluar,
dipotong lalu dijepit di luka kornea. Konjungtiva kemudian dijahit
kembali. Cairan bilik mata berjalan dari COA, melalui luka
iridenkleisis masuk ke subkonjungtiva. Pada mata tampak
koloboma pada iris dan pupil tampak sebagai lubang kunci yang
terbalik, dapat timbul astigmatisme, sehingga dapat menimbulkan
penurunan visus. Juga dapat mempercepat timbulnya katarak

31
kurang lebih 2-3 tahun. Kalau tensi baik setelah 6 bulan, maka
akan terus baik. Hanya 25-35% kurang dari 6 bulan.7
2. Trepanasi dari Elliot
Sebelumnya dilakukan anestesi lokal. Kemudian dibuat flap
konjungtiva di limbus pada arah jam 12. Dengan alat trepan
(diameter 1-2 mm) dipotong setengah dari kornea dan setengah
dari sklera. Melalui lubang ini iris dijepit dan dilakukan
iridektomi. Kemudian flap konjungtiva dijahit kembali. Dengan
demikian humor aquous mengalir dari sudut COA melalui lubang
trepanasi dari subkonjungtiva. Penyulit : hilangnya badan kaca,
dislokasi lensa, katarak. Konjuntiva di atas bleb sangat tipis,
sehingga sangat mudah kemungkinan terjadinya infeksi
intraokuler. 7
3. Sklerotomi dari Scheie
Setelah dibuat flap konjuntiva pada arah jam 12, dibuat irisan
korneoskleral. Kemudian bibir luka korneoskleral ini dikauterisasi,
agar luka tidak dapat menutup kembali dengan sempurna.
Kemudian konjungtiva dijahit kembali. Cairan COA dialirkan
melalui luka korneoskleral ke subkonjungtiva. 7
4. Siklodialisis
Kalau operasi filtrasi tidak menolong, maka dilakukan
siklodialisis, terutama untuk glaukoma dengan afakia. Di sini
filtrasi terjadi melalui ruang suprakoroid. Setelah diberi anestesi
lokal dilakukan insisi di konjungtiva 4-6 mm dari limbus, di salah
satu kuadran untuk menghindari Mm. Rekti, kemudian dilakukan
insisi di sklera. Spatel dimasukkan ke dalam luka ini dan
diteruskan di ruangan antara skleral bagian dalam dan lapisan
suprakoroid sampai bagian posterior dari skleral spur (tempat
insersi dari m.siliaris). Kemudian spatel dimasukkan ke COA,
memotong skleral spur dari badan siliar. Sesudah ada di COA
spatel digerakkan 90 dan kemudian dikeluarkan, kemudian flap
konjungtiva dijahit kembali. Kalau perlu melalui luka siklodialisis

32
dapat disuntikkan NaCl fisiologis yang steril untuk membentuk
COA kembali. Dengan demikian cairan COA melalui luka
siklodialisis menuju ke ruang suprakoroid dan diserap di sini.
Operasi ini tidak menimbulkan katarak dan dapat diulangi, tidak
meninggalkan kelainan kosmetik. Kurang lebih 60% operasi ini
efektif. 7

5. Trabekulektomi7
Sebenarnya semua pembedahan untuk mengatasi glaukoma
sebaik-baiknya dilakukan dengan menggunakan mikroskop dan
menggunakan alat bedah mikro. Oleh karena segala sesuatu yang
dimanipulasi pada mata berukuran kecil. Dengan mikroskop segala
sesuatu akan terlihat lebih jelas hingga akan sangat mengurangi
ketidaktepatan. Operasi yang mutakhir dan semakin populer yaitu
trabekulektomi. Merupakan suatu jenis bedah mikro : suatu operasi
filtrasi yang modern. Dengan operasi ini penyulit operasi dapat
dikurangi, yaitu :
bilik mata depan masih terbentuk setelah operasi.
katarak tidak terlalu cepat terjadi dibandingkan dengan
cara operasi filtrasi yang lain.

Secara garis besar prosedur operasinya adalah :


Dibuat flap tenonkonjungtiva 6-8 mm dari limbus
kornea di daerah nasal atas.
Dibuat flap sklera 4x4 mm, kurang lebih setengah tebal
sklera yang dilanjutkan ke kornea sesuai lokalisasi
trabekula
Dibuat jendela trabekula (trabekulektomi) sekitar 2x2
mm
Dilakukan iridektomi perifer
Flap sklera dijahit kembali
Flap tenonkonjungtiva dijahit kembali.

33
6. Siklodiatermi
Operasi ini merusak badan siliar sehingga pembentukan
humor aquous berkurang. Hal ini baru dilakukan bila operasi yang
lain tidak berhasil. Dapat dipakai untuk macam-macam glaukoma,
juga yang sekunder. Mudah dilakukan dan diulangi. Setelah
dilakukan anestesi lokal, maka coagulating electrodiathermy
diletakkan langsung pada sklera atau melalui konjungtiva arah 2-3
menit, 7 mm dari limbus di setiap kuadaran dari mata (nasal
superior, temporal superior, nasal inferior, temporal inferior).
Tujuannya adalah merusak badan siliar yang ada di bawahnya
sehingga pembentukan humor aquous berkurang. Tindakan ini
tidak menimbulkan kelainan kosmetik atau penurunan visus. 7
Bila penderita datang pada stadium yang sudah lanjut,
sehingga lapang pandang sudah sangat sempit maka suatu tindakan
operasi dapat membahayakan. Pada keadaan demikian, mungkin
lapang pandang hanya tinggal 5 derajat dari titik fiksasi dan dengan
tindakan operasi lapang pandang yang sudah kecil ini dapat lenyap.
Bila dengan obat-obatan yang maksimal tekanan intraokuler pada
kedua mata tidak dapat terkendalikan disertai lapang pandang yang
sempit dengan bermacam-macam skotoma, operasi hanya boleh
dilakukan pada satu mata. Bila penderita datang dengan satu mata
menderita glaukoma absoslut sedangkan mata yang lain menderita
glaukoma dengan lapang pandang yang sempit maka keadaan
demikian tidak boleh dilakukan operasi, walaupun dtekanan
intraokuler tidak dapat dikendalikan dengan obat-obatan.
Pengobatannya tetap hanya medikamentosa. 7

3. Terapi Laser
Laser Trabeculoplasty

Dilakukan pada glaukoma sudut terbuka. Sinar laser


(biasanya argon) ditembakkan ke anyaman trabekula sehingga

34
sebagian anyaman mengkerut. Kerutan ini dapat mempermudah
aliran keluar cairan aquos. Pada beberapa kasus, terapi
medikamentosa tetap diperlukan. Tingkat keberhasilan dengan
Argon laser trabeculoplasty mencapai 75%. Karena adanya proses
penyembuhan luka maka kerutan ini hanya akan bertahan selama 2
tahun. 7

Gambar II.8. Gambar laser trabeculoplasty. 7

II.8 Hipertensi Okuli

Hipertensi okuli didefinisikan sebagai peningkatan tekanan di dalam bola


mata dikarenakan peningkatan produksi humor aquous di atas normal atau adanya
hambatan aliran humor aquous itu sendiri tanpa adanya kerusakan saraf optik atau
kehilangan lapang pandang.11
Konsensus arus di oftalmologi mendefinisikan tekanan introcular normal
(TIO) adalah antara 10 mmHg dan 21 mmHg.12
Hipertensi okuli bukan merupakan suatu penyakit melainkan faktor resiko
glaukoma atau salah satu tanda kelainan yang terdapat pada penyakit glaukoma.
Kurang dari 10% penderita hipertensi okuler akan berubah menjadi glaucoma.11
Tekanan intraokular dapat meningkat ketika pasien berbaring. Ada bukti
bahwa pasien glaukoma tertentu (misalnya, pasien tegangan normal glaukoma)

35
dengan TIO normal sambil duduk atau berdiri mungkin memiliki tekanan
intraokular yang cukup tinggi untuk menyebabkan masalah ketika mereka
berbaring.14
Hipertensi okular lebih sering dijumpai daripada glaukoma sudut terbuka
primer. Angka terbentuknya glaukoma pada para pengidap hipertensi okular
adalah sekitar 5-10 per 1000 per tahun. Risiko meningkat seiring dengan
peningkatan tekanan intraokular, bertambahnya usia, riwayat glaukoma dalam
keluarga, miopia, diabetes melitus, dan penyakit kardiovaskular.
Risiko itu juga meningkat pada orang berkulit hitam. Timbulnya
perdarahan diskus pada pasien dengan hipertensi okular juga mengindikasikan
peningkatan risiko terjadinya glaukoma.Pasien hipertensi okular dianggap
tersangka mengidap glaukoma dan harus menjalani pemantauan teratur (satu
sampai tiga kali setahun) diskus optikus, tekanan intraokular, dan lapangan
pandang.15

Tiga faktor yang menentukan tekanan intraokular :


1. Jumlah produksi humor aqueus oleh corpus siliaris
2. Resistensi aliran keluar aqueus melewati sistem kanal Schlemm-jalinan trabekula
3. Tingkat tekanan vena episklera
Pada kebanyakan kasus peningkatan tekanan intraokular disebabkan oleh
peningkatan resistensi aliran keluar humor aqueus.14

Patofisiologi
Tekanan intra okuli yang tinggi merupakan masalah pada populasi
hipertensi okuli karena ia merupakan salah satu faktor resiko utama glaukoma.
Penyebab dari peninggian tekanan intra okuli secara umum yang dapat diterima
adalah menurunnya fasilitas outflow cairan aqueous melalui trabecular meshwork.
Terjadinya peningkatan resistensi dari outflow aqueous humor disangkakan
dengan berbagai teori, termasuk diantaranya :
1. Obstruksi trabecular meshwork oleh benda-benda asing.
2. Hilangnya sel-sel endothel trabecula.
3. Mengecilnya densitas dan ukuran pori-pori trabecula pada dinding bagian

36
dalam endothelium canalis schlemm.
4. Hilangnya giant vacuoles pada dinding bagian dalam endothelium canalis
schlemm.
5. Hilangnya aktifitas normal phagocytic.
6. Gangguan dari mekanisme feedback neurologic.

Gejala Klinis
Kebanyakan orang dengan hipertensi okular tidak mengalami gejala apapun.
Untuk alasan ini, pemeriksaan mata secara teratur dengan dokter mata sangat
penting untuk menyingkirkan segala kerusakan pada saraf optik dari tekanan
tinggi.

Pemeriksaan
Pemeriksaan Fisik
Yang harus diperhatikan pada waktu pemeriksaan adalah seperti berikut ini
untuk menyingkirkan POAG dan penyebab-penyebab sekunder dari glaukoma :
1. Visual acuity : bandingkan visual acuity sekarang dengan visual acuity yang
diketahui sebelumnya (jika berkurang, singkirkan POAG atau penyebab-
penyebab sekunder kehilangan penglihatan, seperti juga katarak, age-related
macular degeneration, ocular surface disorders (misalnya dry eye), atau efek
merugikan yang timbul dari pengobatan topical (terutama jika menggunakan
miotik).
2. Pupil : ada/tidaknya defek afferen dari pupil (Marcus-Gunn) harus dilihat.
3. Pemeriksaan slit lamp dari segmen anterior :
a. Cornea : lihat tanda-tanda oedema microcystic (ditemukan hanya dengan
peninggian TIO yang tiba-tiba), keratic precipitates, pigmen di
endothelium (Krukenberg spindle), dan kelainan kongenital.
b. Bilik mata depan : periksa apakah ada cell atau flare, uveitis, hyphema,
dan sudut tertutup.
c. Iris : defek transiluminasi, atrophy iris, synechiae, rubeosis, ektropion
uvea, iris bombe, perbedaan dalam pewarnaan iris bilateral (misalnya
Fuchs heterokromik iridosiklitis) atau pseudoexfoliation (PXF) mungkin

37
diobservasi.
d. Lensa : periksa apakah ada perkembangan katarak (misalnya fakomorfik
glaucoma, PXF, fakolitik glaucoma dengan katarak Morgagni).
e. Saraf optik/Lapisan serabut saraf : pemeriksaan stereoskopik untuk
buktikan tidak adanya kerusakan glaukomatous termasuk ratio cup-to-
disc pada bidang horizontal dan vertical, penampakan dari disc,
pembesaran cup yang progresif, bukti kerusakan lapisan serabut saraf
dengan filter red-free, notching atau penipisan dari disc rim (terutama
pada pole superior atau inferior), pallor, timbul perdarahan (biasanya
daerah inferotemporal), tidak simetrisnya disc, atrophy parapapillary atau
abnormalitas saraf kongenital.
f. Fundus : abnormalitas lain yang biasa dianggap sebagai defek lapang
pandangan nonglaukomatous atau kehilangan penglihatan termasuk disc
drusen, optic pits, penyakit retina, perdarahan vitreous, atau retinopati
proliferatif.17
Tonometri
Tonometri merupakan pemeriksaan untuk menentukan tekanan bola mata
seseorang berdasarkan fungsinya di mana tekanan bola mata merupakan keadaan
mempertahankan bola mata sehingga tekanan bola mata yang normal tidak akan
memberikan kerusakan saraf optik atau yang terlihat sebagai kerusakan dalam
bentuk kerusakan glaukoma pada papil saraf optik. Batas tekanan bola mata tidak
sama pada setiap individu, karena dapat saja tekanan ukuran tertentu memberikan
kerusakan pada papil saraf optik pada orang tertentu. Untuk hal demikian yang
dapat kita temukan kemungkinan tekanan tertentu memberikan kerusakan.
Dengan tonometer Schiotz tekanan bola mata penderita diukur.

Dikenal 4 bentuk cara pengukuran tekanan bola mata:


1. Palpasi, kurang tepat karena tergantung faktor subjektif.
2. Identasi tonometri, dengan memberi beban pada permukaan kornea.
3. Aplanasi tonometri, mendatarkan permukaan kecil kornea.
4. Tonometri udara (air tonometri), kurang tepat karena dipergunakan di ruang
terbuka.

38
Pada keadaan normal tekanan bola mata tidak akan mengakibatkan
kerusakan pada papil saraf optik. Reaksi mata tidak sama pada setiap orang,
sehingga tidaklah sama tekanan normal pada setiap orang. Tujuan pemeriksaan
dengan tonometer atau tonometri untuk mengetahui tekanan bola mata seseorang.
Tonometer yang ditaruh pada permukaan mata atau kornea akan menekan bola
mata ke dalam. Tekanan ke dalam ini akan mendapatkan perlawanan tekanan dari
dalam bola mata melalui kornea.15

Gonioscopy
Dilakukan untuk memeriksa drainase sudut mata Anda, untuk
melakukannya, lensa kontak khusus ditempatkan pada mata. Tes ini penting untuk
menentukan apakah sudut terbuka, menyempit, atau tertutup dan untuk
menyingkirkan kondisi lainnya yang dapat menyebabkan tekanan intraokular
tinggi.

Visual cek uji coba lapangan perifer


Biasanya dengan menggunakan mesin otomatis bidang visual. Tes ini
dilakukan untuk menyingkirkan segala bidang visual cacat akibat glaukoma.
pengujian lapang Visual mungkin perlu diulang. Jika ada risiko kerusakan rendah,
glaukoma, kemudian menguji dapat dilakukan hanya sekali setahun. Jika ada
risiko tinggi kerusakan glaukoma, kemudian menguji dapat dilakukan sesering
setiap 2 bulan.

Penatalaksanaan
Target TIO
Dalam manajemen pasien glaukoma, dokter harus berusaha untuk
mencapai rentang stabil dari TIO yang terukur untuk menghindari kerusakan
nervus optikus lebih jauh. Batas atas dari limit dipertimbangkan sebagai target
pressure. Tekanan target bervariasi pada tiap pasien sehingga pada pasien yang
sama memerlukan penyesuaian seiring perjalanan penyakit. Ketika memulai

39
terapi, ahli mata mengasumsikan bahwa rentang tekanan yang terukur pada saat
sebelum pengobatan telah memberi kontribusi pada kerusakan nervus optikus dan
mempunyai kemungkinan menyebabkan kerusakan lebih jauh di masa yang akan
datang. Target pressure permulaan yang dipilih harus setidaknya 20% dibawah
TIO sebelum pengobatan, tergantung pada penemuan klinis. Pada umumnya jika
terdapat kerusakan yang lebih lanjut maka target pressure saat mulai terapi harus
lebih rendah lagi. Selama follow up tujuh tahun pasien dari the Advanced
Glaucoma Intervention Study dimana TIO selalu dibawah18 mmHg mempunyai
progresi hilangnya lapangan pandang yang minimal. Terdapat dua bentuk klinis
yang secara empiris dapat berguna untuk observasi pasien POAG yaitu kerusakan
yang telah ada memprediksikan kerusakan yang akan datang kecuali TIO
diturunkan, dan kerusakan pada satu mata berhubungan dengan meningkatnya
resiko yang signifikan kerusakan pada mata lainnya.
Derajat keparahan kerusakan glaukoma dapat diestimasikan dengan
menggunakan 3 skala, yaitu ringan ketika abnormalitas nervus optikus konsisten
dengan glaukoma dan lapangan pandang normal ketika di tes dengan standard
automated perimetry, sedang ketika abnormalitas nervus optikus konsisten dengan
glaukoma dan abnormalitas lapangan pandang pada satu hemifield antara 50 dari
fiksasi, dan berat ketika abnormalitas nervus optikus konsisten dengan glaukoma
dan abnormalitas lapangan pandang pada kedua hemifield antara 50 dari fiksasi
pada minimal satu hemisfield.
Validitas dan adekuatnya target pressure harus secara periodik diukur
dengan membandingkan dengan status nervus optikus (gambaran optic disc,
penilaian kuantitatif dari diskus dan lapisan serat saraf, dan tes lapangan pandang)
dengan pemeriksaan sebelumnya. Jika progresi muncul pada target pressure,
target TIO harus diturunkan lagi. Kegagalan untuk mencapai dan
mempertahankan target tekanan harus dipikirkan mengenai evaluasi ulang dari
regimen terapi mengenai resiko dan keuntungan dari terapi alternatif.
Hipertensi okuler sebagian besar diobati dengan pilocarpine, timolol,
acetazolamide dan clonidine. Ada juga lainnya, yang kurang umum digunakan,
alternatif. tetes mata awalnya dapat dimulai baik pada salah satu atau kedua mata.4

40
Perbandingan tabel antihipertensi mata

Mekanisme Obat Dosis Efek samping


Pilocarpine muscarinic agonis obat tetes mata
Timolol -reseptor antagonis tetes mata bradikardi
bronkokonstriksi
Acetazolamide karbonat anhydrase sistemik administrasi diuresis
inhibitor kehilangan
nafsumakan
kesemutan
neutropenia
Clonidine 2-reseptor agonis obat tetes mata
Ecothiopate cholinesterase tetes mata kejang otot
inhibitor Efek sistemik
Carteolol -reseptor antagonis tetes mata bradikardi
bronkokonstriksi
Dorzolamide karbonat anhydrase tetes mata rasa pahit
Inhibitor sensasi terbakar
Apraclonidine -2 agonis tetes mata
Latanoprost analog prostaglandin pigmentasi okular4

Tindakan Operasi
Secara umum, jika kontrol tidak dapat dicapai dengan 1-2 kali pengobatan
pertimbangkan diagnosa hipertensi okuli dengan kemungkinan glaukoma
sudut terbuka primer tahap awal.
Laser dan therapy operasi tidak dapat menjadi pertimbangan untuk
pengobatan hipertensi okuli sebab resikonya lebih besar daripada resiko
timbulnya kerusakan glaucomatous dari hipertensi okuli.17

II.9 Glaukoma Normotensi

41
Low tension glaucoma atau disebut juga glaucoma normotension
adalah suatu varian dari glaukoma sudut terbuka (Kelainan drainase sudut
bilik mata depan), dimana terjadi kerusakan yang progresif terhadap
syaraf/nervus opticus dan terjadi kehilangan lapang pandangan meski
tekanan di dalam bola matanya tetap normal. Tipe glaukoma ini
diperkirakan ada hubungannya, meski kecil, dengan kurangnya sirkulasi
darah di syaraf/nervus opticus, yang mana mengakibatkan kematian dari sel-
sel yang bertugas membawa impuls/rangsang tersebut dari retina menuju ke
otak. Kondisi ini dikarakteristikan oleh kerusakan syaraf optik yang
progresif dan kehilangan penglihatan samping/peripheral vision (visual
field) meskipun tekanan dalam mata (intraocular pressure) berada dibatas-
batas normal atau bahkan dibawah normal. Tipe glaukoma ini dapat
didiagnosis dengan pemeriksaan yang berulang-ulang oleh seorang dokter
mata untuk mendeteksi kerusakan syaraf atau kehilangan penglihatan bidang
(visual field). Glaucoma normotension mendapat perhatian penelitian yang
cukup banyak karena penyebabnya dan perawatannya masih belum
menentu. 18

Faktor risiko
1. Faktor resiko umum
Glaucoma normotension lebih sering terjadi pada orang-orang
berusia lebih dari 60 tahun dan lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan pria. Terdapat riwayat keluarga yang menderita glaucoma
normotension dan penyakit ini bersifat progresif.19

a. Faktor resiko ocular


1. Tekanan intraocular
Pada kebanyakan kasus dari glaucoma normotension, tekanan
intaokular biasanya bervariasi, akan tetapi masih dalam batas normal.
Tekanan intraokular menjadi faktor resiko penting untuk perkembangan dari
glaucoma normotension, sama seperti pada hipertensi okular. Dengan

42
menurunkan tekanan intraokuler, terdapat penurunan angka insiden
sebanyak 30 %.

2. Perdarahan diskus optikus


Perdarahan diskus optikus terdapat pada glaukoma sudut terbuka,
baik pada peningkatan atau normal tekanan intraokular. Angka kejadiannya
5 kali lebih sering pada glaucoma normotension. Perdarahan yang terjadi
berbentuk flame-shaped hemorrage . Daerah yang biasa terkena adalah
bagian temporal, dengan kuadran superotemporal lebih sering dikenai
dibanding kuadran inferotemporal. Biasanya hilang timbul, dan membaik
selama 4 sampai 6 minggu.
Flame shaped hemorrhage berhubungan dengan notching dari
neuroretinal rim, defek dari neuro fibre layer, dan perburukan dari lapangan
pandang.
3. Peri papillary defect
Ini merupakan atropik dari epithelium pigmen retina dan kapiler koroid di
daerah sekitar papil. 18,19

b. Faktor resiko sistemik


a. Spasme vaskuler perifer oleh udara dingin (Raynauds phenomenon)
b. Migraine
c. Hipotensi sistemik nocturnal dan pengobatan berlebihan dari hipertensi
sistemik
d.Penurunan dari kecepatan aliran darah pada arteri oftalmika, ketika diukur
menggunakan USG Doppler
e. Krisis hemodinamik, termasuk infark miokard dan hipotensi selama
perioperatif

Etiopatogenesis

43
Penyebab neuropati glaukoma bisa dibagi atas 2 yakni pressure
dependent causes dan pressure independent causes. Aliran tekanan
intraokular pada glaukoma tergantung pada aliran darah yang mendarahi
papil nervus optikus. Aliran darah ini dipengaruhi oleh banyak faktor
termasuk tekanan darah, tekanan intraokular, resistensi vaskular, dan
mekanisme autoregulasi. Viskositas dan kekentalan darah juga memiliki
pengaruh dalam perfusi jaringan. Hal ini penting diketahui untuk bisa
menentukan terapi yang tepat pada glaucoma normotension.20
Terdapat 2 mekanisme yang mempengaruhi pathogenesis dari NTG:
A. Pressure dependent mechanism
Pada beberapa kasus, NTG tidak dapat dibedakan dari glaucoma sudut
terbuka primer. Akan tetapi, pada NTG, terdapat peningkatan sensitivitas
terdapat tekanan intraokuler yang normal.
Tekanan intraokuler bisa menjadi lebih tinggi pada NTG dari pada
populasi umum. Pada NTG, pasien dengan peningkatan tekanan intraokuler
asimetrik, mata dengan tekanan intraokuler yang lebih tinggi memiliki
krusakan nervus optikus yang lebih buruk.
Hal ini didukung oleh studi NTG. Studi ini memperlihatkan bahwa
kombinasi tatalaksana dengan obat-obatan, laser, dan pembedahan menurunkan
tekanan intraokuler sebesar 30% disbanding tidak ada pengobatan yang
diberikan, pada pasien dengan NTG. Penurunan tekanan intraocular ini
memperlambat rasio timbulnya glaucomatous pada beberapa pasien.
Burgoyne, pada tahun 2000, mengatakan bahwa terdapat perubahan
anatomi dari papil nervus optikus pada NTG. Mekanisme dari kerusakan
nervus optikus pada NTG, mirip dengan glaucoma sudut terbuka primer,
seperti teori mekanik dan iskemik dari kerusakan nervus optikus glaucomatous
.
Teori mekanik dari kerusakan nervus optikus glaucomatous
Menurut teori ini, peningkatan tekanan intraocular mendistorsi lamina
cribrosa, melalui kompresi dari akson dan mempengaruhi aliran axoplasmik. Pada
NTG, terdapat kelemahan pada komponen structural dari saraf. Defek dari

44
jaringan ikat pada lamina atau pada jaringan penunjang glial meningkatkan
kerusakan pada saraf, walaupun pada tekanan yang normal.20

Teori iskemik dari kerusakan nervus optikus glaucomatous


Berdasarkan teori ini, elevasi dari tekanan intraocular menyebabkan
iskemia relative dari papil nervus optikus, yang dapat merusak akson.
Hipoperfusi dari papil nervus optikus memainkan peranan utama dalam
perkembangan NTG. Sepertiga dari pasien NTG mempunyai riwayat episode
hipotensi akut (perdarakan gastro-intestinal dan uterus, serangan jantung,
hipotensi anestesi yang berat, gagal jantung kongestif, dan hipotensi postural.21

B. Pressure Independent mechanism


Terdapat beberapa kondisi yang mempengaruhi aliran darah ke papil
nervus optikus. Bentuk non progressive dari NTG terdapat pada keadaan shock
atau kehilangan darah, dan bentuk progressive terdapat pada vasospasme,
hipotensi sistemik dan pembekuan darah abnormal. Dapat disimpulkan bahwa
pada NTG, terdapat kerusakan pembuluh darah yang dapat berakibat kurangnya
perfusi ke papil nervus optikus, retina, khoroid, atau pembuluh darah retrobulbar,
sebagai akibat dari vaso-sclerosis, penyakit pembuluh darah kecil, vasospasme
atau disfungsi autoregulasi.

Glaucoma normotension bisa disebabkan oleh:


1. Gangguan aliran darah
Aliran darah yang abnormal ini dipengaruhi oleh adanya vasospasme dan
gangguan vasospastik yang mendarahi nervus opticus. Terdapat beberapa
contoh penyakit akibat vasospasme ini contohnya pada migren dan fenomena
Raynaud. Drance dan kawan- kawan menemukan terjadinya penurunan aliran
kapiler pada pasien glaucoma normotension yang dianggap akibat vasospasme
dari etiologi yang mendasarinya.
Beberapa penelitian telah membuktikan bagaimana efek vasospasme. Efek
vasospasme bisa reversibel yaitu dengan pemberian calcium chanel blocker (CCB)
yang menyebabkan relaksasi pada pembuluh darah. Kitazaw et al membuktikan
bahwa dengan penggunaan calcium antagonist, nifedipine selama 6 bulan pada

45
pasien, sebagian kecilnya menunjukkan perbaikan lapangan pandang. Angiotensin
adalah vasokonstriktor kuat dan hal ini menunjukkan bahwa angiotensin converting
enzym (ACE) inhibitors dapat digunakan sebagai terapi medikamentosa pada
glaucoma normotension.22

2. Hipotensi sistemik
Hubungan mekanisme hipotensi sistemik dengan patogenesis terjadinya
neuropati optikus pada normal tension glaukoma sudah dilakukan oleh
beberapa peneliti diantaranya, Hayreh et al melakukan monitoring tekanan
darah 24 jam pada pasien glaucoma normotension, ischemia optic
neuropathy(AION), POAG. Hasilnya yaitu terdapat penurunan tekanan
diastolik malam hari yang lebih besar pada pasien glaucoma normotension.
Beberapa penelitian diatas menunjukkan bahwa penurunan nocturnal
blood pressure pada pasien glaucoma normotension yang menggunakan obat
hipotensi oral harus lebih diperhatikan, dan hal tersebut harus dimodifikasi
segera.18

3. Gangguan pembekuan darah


Penelitian tentang peranan gangguan pembekuan darah terhadap
glaukoma telah banyak dilakukan. Sebuah penelitian dari OBrain et al
menemukan adanya hubungan aktivasi cascade pembekuan darah dan jalur
fibrinolisis antara glaukoma sudut terbuka primer dan glaucoma
normotension yang terkontrol, walaupun penemuan ini lebih banyak dijumpai
pada glaukoma sudut terbuka primer. Hamred et al menemukan penurunan
aliran darah pada glaucoma normotension dan juga peningkatan agregasi sel
darah merah, pada penilitiannya yang menggunakan Doppler laser.

4. Faktor lainnya
Drance menemukan bahwa riwayat syok hipotensi atau kehilangan
darah hebat berkala ditemukan pada pasien glaucoma normotension. Golberg
et al menemukan bahwa pada pasien glaucoma normotension memiliki

46
insiden penyakit kardiovaskular yang lebih tinggi dibandingkan kelompok
ocular hipertensive. Ong et al menemukan insiden infark serebral lebih tinggi
pada pasien glaucoma normotension dibandingkan kontrol seusianya.
Walaupun TIO pada glaucoma normotension dalam batasan normal,
tetapi masih dianggap bahwa TIO adalah faktor risiko dalam perkembangan
dan progresifitas dari penyakit. Oleh karena itu, menurunkan TIO merupakan
salah satu pilihan terapi pada glaucoma normotension. Menurut Chrichton et
al menemukan bahwa adanya perbedaan TIO (1-5 mmHg) kedua mata,
menyebabkan kerusakan lapang pandang menjadi lebih buruk pada mata
dengan TIO yang lebih tinggi.
Glaukoma terjadi ketika produksi dari cairan bola mata meningkat
atau cairan bola mata tidak mengalir dengan sempurna sehingga tekanan bola
mata tinggi, serabut-serabut saraf di dalam saraf mata menjadi terjepit dan
mengalami kematian. Besarnya kerusakan tergantung pada besarnya dan
lamanya tekanan, maupun buruknya aliran darah disaraf optik.
Tekanan yang sangat tinggi akan menyebabkan kerusakan yang cepat,
sedangkan tekanan yang tidak tinggi akan menyebabkan kerusakan yang
perlahan-lahan dan akan menyebabkan kebutaan perlahan-lahan dan akan
menyebabkan kebutaan perlahan-lahan pula apabila tidak segera ditangani.
Tekanan intraokuler adalah keseimbangan antara produksi humor
aquous, hambatan terhadap aliran aqueous dan tekanan vena episklera.
Ketidakseimbangan antara ketiga hal tersebut diatas dapat menyebabkan
peningkatan TIO, akan tetapi hal ini lebih sering disebabkan oleh hambatan
terhadap aliran humor aqueous. Namun pada glaucoma normotension banyak
faktor yang mempengaruhi perkembangan tidak terjadinya peningkatan TIO
bahkan selalu normal. Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan
glaukoma jenis ini, namun penyebab pastinya tidak diketahui.
Ketidaknormalan perfusi nervus optik akan meningkatkan terjadinya
kerusakan pada nervus optik. Tipe glaukoma ini diperkirakan ada
hubungannya, meski kecil, dengan kurangnya sirkulasi darah di syaraf/nervus
opticus, yang mana mengakibatkan kematian dari sel-sel yang bertugas
membawa impuls/rangsang tersebut dari retina menuju ke otak. Sebagai

47
tambahan, kerusakan yang terjadi karena hubungannya dengan tekanan
dalam bola mata juga bisa terjadi pada yang masih dalam batas normal tinggi
(high normal), jadi tekanan yang lebih rendah dari normal juga seringkali
dibutuhkan untuk mencegah hilangnya penglihatan yang lebih lanjut.
Glaukoma bertekanan normal ini paling sering terjadi pada orang-orang yang
memiliki riwayat penyakit pembuluh darah, orang Jepang atau pada wanita.
Beberapa penelitian menebak peningkatan viskositas dan hiperkoagubilitas
darah, dan peningkatan TIO berada diatas normal dipengaruhi oleh variasi
diurnal postural sangat berpengaruh.19,21

Gejala Klinis
Pasien dengan low tension glaucoma memperlihatkan peningkatan
perubahan glaukomatosa pada diskus optik dan defek lapangan pandang tanpa
peningkatan tekanan intraokular. Kamal dan Hitchings menetapkan beberapa
kriteria yaitu:
Tekanan intraokular rata-rata adalah 21 mmHg dan tidak pernah melebihi
24 mmHg.
Pada pemeriksaan gonioskopi didapatkan sudut bilik mata depan terbuka.
Gambaran kerusakan diskus optikus dengan cupping glaumatosa yang
disertai defek lapangan pandang.
Kerusakan glaumatosa yang progresif.
Tidak ada kelainan ocular atau sistemik lain yang dapat menyebabkan
galukoma.
Glaukoma Normotension juga merupakan variasi dari Primary Open
Angle Glaucoma. Bisa juga disebut Pseudoglaucoma, Posterior
Glaucoma, Para Glaucoma, atau Low-tension Glaucoma.18

Pemeriksaan Oftalmologi
A. Pengukuran Tekanan Intraokular
Rentang tekanan intraokular normal adalah 10-21 mmHg. Pada usia
lanjut, rerata tekanan intraokularnya lebih tinggi sehingga batas atasnya
adalah 24 mmHg. Tekanan bola mata untuk satu mata tak selalu tetap, tetapi

48
dapat dipengaruhi seperti pada saat bernapas mengalami fluktuasi 1-2 mmHg
dan pada jam 5-7 pagi paling tinggi, siang hari menurun, malam hari naik
lagi. Hal ini dinamakan variasi diurnal dengan fluktuasi 3 mmHg.(1,3)
Menurut Langley dan kawan-kawan, pada glaukoma primer sudut
terbuka terdapat empat tipe variasi diurnal yaitu 1) Flat type, TIO sama
sepanjang hari; 2) Falling type, puncak TIO terdapat pada waktu bangun
tidur; 3) Rising type, puncak TIO didapat pada malam hari; 4) Double
variation; puncak TIO didapatkan pada jam 9 pagi dan malam hari. Menurut
Downey, jika pada sebuah mata didapatkan variasi diurnal melebihi 5 mmHg
ataupun selalu terdapat perbedaan TIO sebesar 4 mmHg atau lebih maka
menunjukan kemungkinan suatu glaukoma primer sudut terbuka, meskipun
TIO normal.
Pada glaukoma sudut terbuka primer, 32-50% individu yang terkena
akan memperlihatkan tekanan intraokular yang normal saat pertama kali
diperiksa. Sebaliknya, peningkatan tekanan intraokular semata tidak selalu
diartikan bahwa pasien mengedap glaukoma sudut terbuka primer; untuk
menegakkan diagnosis diperlukan bukti-bukti lain seperti adanya diskus
optikus glaukomatosa atau kelainan lapangan pandang. Apabila tekanan
intraokular terus-menerus meninggi sementara diskus optikus dan lapangan
pandang normal (hipertensi okular), pasien dapat diobservasi secara berkala
sebagai tersangka glaukoma.20
Ada empat macam tonometer yang dikenal yaitu tonometer schiotz,
tonometer digital, tonometer aplanasi dan tonometeri Mackay-Marg.
Pengukuran tekanan intraokular yang paling luas digunakan adalah tonometer
aplanasi Goldmann, yang dilekatkan ke slitlamp dan mengukur gaya yang
diperlukan untuk meratakan daerah kornea tertentu.
Tonometer aplanasi merupakan alat yang paling tepat untuk mengukur
tekanan bola mata dan tidak dipengaruhi oleh faktor kekakuan sklera.
Tonometer schiotz merupakan alat yang paling praktis sederhana.
Pengukuran tekanan bola mata dinilai secara tidak langsung yaitu dengan
melihat daya tekan alat pada kornea, karna itu dinamakan juga tonometri
indentasi schiotz. Dengan tonometer ini dilakukan penekanan terhadap

49
permukaan kornea menggunakan sebuah beban tertentu. Makin rendah
tekanan bola mata, makin mudah bola mata ditekan, yang pada skala akan
terlihat angka skala yang lebih besar. Tansformasi pembacaan skala
tonometer ke dalam tabel akan menunjukan tekanan bola mata dalam mmHg.
Kelemahan alat ini adalah mengabaikan faktor kekakuan sklera. 22
Tonometer digital adalah cara yang paling buruk dalam penilaian
terhadap tekanan bola mata oleh karena bersifat subjektif. Dasar
pemeriksaannya adalah dengan merasakan reaksi kelenturan bola mata
(balotement) pada saat melakukan penekanan bergantian dengan kedua jari
tangan. Tekanan bola mata dengan cara digital dinyatakan dengan nilai N+1,
N+2, N+3, dan sebaliknya N-1 sampai seterusnya.
Pada penderita tersangka glaukoma, harus dilakukan pemeriksaan
serial tonometri. Variasi diurnal tekanan intraokular pada pada orang normal
berkisar 6 mmHg dan pada pasien glaukoma variasi dapat mencapai 30
mmHg.

B. Pemeriksaan Sudut Bilik Mata Depan


Merupakan suatu cara untuk menilai lebar dan sempitnya sudut bilik
mata depan. Lebar sudut bilik mata depan dapat diperkirakan dengan
pencahayaan oblik bilik mata depan, menggunakan sebuah senter atau dengan
pengamatan kedalaman bilik mata depan perifer menggunakan slitlamp, yang
umumnya digunakan yaitu teknik Van Herick. Dengan teknik ini, berkas
cahaya langsung diarahkan ke kornea perifer, menggunakan sinar biru untuk
mencegah penyinaran yang berlebihan dan terjadinya miosis. Pada teknik ini,
kedalaman sudut bilik mata depan (PAC) dibandingkan dengan ketebalan
kornea (CT) pada limbus kornea temporal dengan sinar sudut 60.
Akan tetapi, sudut mata depan sebaiknya ditentukan dengan
gonioskopi yang memungkinkan visualisasi langsung struktur-struktur sudut.
Dengan gonioskopi juga dapat dibedakan glaukoma sudut tertutup dan
glaukoma sudut terbuka, selain itu juga dapat dilihat apakah terdapat
perlekatan iris bagian perifer ke bagian depan.

50
Apabila keseluruhan anyaman trabekular, taji sklera dan processus iris
dapat terlihat, sudut dinyatakan terbuka. Apabila hanya garis Schwalbe atau
sebagian kecil dari anyaman trabekular yang terlihat, sudut dinyatakan
sempit. Apabila garis Scwalbe tidak terlihat, sudut dinyatakan tertutup.21

C. Penilaian Diskus Optikus


Diskus optikus normal memiliki cekungan di bagian tengahnya yang
ukurannya bervariasi bergantung pada jumlah relative serat yang
menyusun saraf optikus terhadap ukuran lubang sklera yang harus dilewati
oleh serat-serat tersebut.
Pada glaukoma mula-mula terjadi pembesaran konsentrik cekungan
optik yang diikuti oleh pencekungan superior dan inferior serta disertai
pembentukan takik (notching) fokal di tepi diskus optikus. Hasil akhir
proses pencekungan pada glaukoma adalah apa yang disebut sebagai
cekungan bean pot, yang tidak memperlihatkan jaringan saraf di bagian
tepinya.
Rasio cekungan diskus adalah cara yang digunakan untuk mencatat
ukuran diskus optikus pada pasien glaukoma. Besaran tersebut adalah
perbandingan antara ukuran cekungan terhadap garis tengah diskus
misalnya cawan kecil rasionya 0,1 dan cawan besar 0,9. Apabila terdapat
kehilangan lapangan pandang atau peningkatan tekanan intraokular, rasio
cawan diskus lebih dari 0,5 atau terdapat asimetri yang bermakna antara
kedua mata diindikasikan adanya atrofi gluakomatosa.

Gambar II.9. Diskus optikus yang membesar dengan cupping yang melebar.
dengan kehilangan bagian inferior dan nasal21

51
Pada galukoma normotension, gambaran klinis dari kerusakan nervus
optikus sama dengan Glaukoma dengan peningkatan TIO. Rasio cup/disc
pada NTG lebih besar dibandingkan pada Galukoma dengan peningkatan
TIO. Gambaran cup pada NTG lebih pucat dan landai dengan pinggir diskus
optikus lebih tipis pada daerah inferior dan inferotemporal. Defek lapangan
pandang pada NTG lebih terlokalisasi. Kemudian tampak defek serabut
papilomakular difus dengan pinggir yang curam. Pada retinal nerve fiber
layer ditemukan perubahan yang lebih awal pada NTG dan defek inferior
yang terlokalisasi. Perdarahan diskus juga sering muncul pada NTG yang
dapat meningkatkan progresifitas kehilangan lapangan pandang yaitu 8,2 %
per tahun dibandingkan tanpa perdarahan diskus yang hanya 3,6% per tahun.
Pada NTG juga ditemukan area parapapiler avaskular dan zona beta yang
lebih luas dibandingkan pada glaukoma dengan peningkatan TIO.
Pemeriksaan Central Corneal Thickness (CCT) pada NTG lebih kecil
dibandingkan pada Glaukoma sudut terbuka primer.

D. Pemeriksaan Lapangan Pandang


Lapangan pandang adalah bagian ruangan yang terlihat oleh suatu
mata dalam sikap diam memandang lurus ke depan. Lapangan pandang
normal adalah 90 derajat temporal, 50 derajat atas, 50 derajat nasal dan 65
derajat bawah.
Berbagai cara untuk memeriksa lapangan pandang pada glaukoma
adalah automated perimeter (misal Humphrey, Octopus, atau Henson),
perimeter Goldmann, Friedmann field analyzer, dan layar tangent.
Perimeter berupa alat berbentuk setengah bola dengan jari-jari 30 cm,
dan pada pusat parabola ini mata penderita diletakkan untuk diperiksa. Objek
digeser perlahan-lahan dari tepi ke arah titik tengah kemudian dicari batas-
batas pada seluruh lapangan pada saat benda mulai terlihat.
Penurunan lapangan akibat glaukoma sendiri tidak spesifik karena
gangguan ini terjadi akibat defek berkas serat saraf yang dapat dijumpai pada
semua penyakit saraf optikus. Gangguan lapangan pandang akibat glaukoma

52
terutama mengenai 30 derajat lapangan pandang bagian tengah. Perubahan
paling dini adalah semakin nyatanya skotoma relative atau absolut yang
terletak pada 30 derajat sentral.. Pada stadium akhir penyakit, ketajaman
penglihatan sentral mungkin normal tetapi hanya 5 derajat lapangan pandang
di tiap-tiap mata. Pada glaukoma lanjut, pasien mungkin memiliki ketajaman
penglihatan 20/20 tetapi secara legal buta. 21,22

Penatalaksanaan

Kriteria untuk melakukan terapi NTG berdasarkan studi yang dilakukan


oleh Colaborative Normal-Tension Galucome Study yaitu ancaman
timbulnya kehilangan lapangan pandang, pendarahan diskus dan catatan
perkembangan lapangan pandang dan nervus optikus. Tujuan terapi adalah
untuk menurunkan tekanan intra okular serendah mungkin. Menurut Deborah
Kamal, terapi tidak disarankan pada pasien dengan NTG yang stabil. Terapi
diberikan kepada pasien NTG yang progresif, yaitu pada pasien dengan
perburukan lapang pandangan sehingga memperbaiki kualitias hidupnya dan
efek samping pengobatan dapat dihindari.

Terapi medikamentosa pada NTG diantaranya menggunakan Calcium


Channel Blocker (CCBs) karena potensinya untuk meningkatkan perfusi
pada nervus optikus. Namun perlu diwaspadai munculnya efek samping dari
penggunaan terapi ini diantaranya hipotensi sistemik.

Pengunaan obat-obatan topikal juga sering dilakukan pada kasus NTG ini
sama seperti kasus glaukoma sudut terbuka primer. Pengobatan dilakukan
pada satu mata, dimana mata yang lain menjadi kontrol respon terapi.

Penggunaan analog prostaglandin dapat membantu menurunkan tekanan


intraocular, bahkan dapat lebih rendah dari tekanan vena episkleral. Selain itu
penggunaan beta bloker topikal, carbonic anhidrase inhibitor dan 2-agonist
dapat ikut membantu menurunkan tekanan intra okular. Namun efek lain

53
seperti proteksi neuron dan peningkatan sirkulasi okuler belum dapat
ditunjukkan.

Jika terapi medikamentosa tidak memberikan hasil maka laser


trabeculoplasti dapat digunakan untuk pilihan terapi selanjutnya. Glaucoma
filtering surgery digunakan untuk mendapatkan tekanan intra okular terendah
yang dikombinasikan dengan penggunaan antifibrotic agent seperti 5-
fluorourasil atau mitomicyn C untuk meningkatkan tingkat kesuksesan
operasinya.18,20,21

Diagram 1 . Evaluasi Pasien dengan NTG

TIO yang tidak bisa ditoleransi oleh nervus optikus akan tetap menjadi

54
faktor resiko utama glaukoma, mengesampingkan tipe dari glaukoma tersebut.
Penelitian mengenai faktor-faktor yang menyebabkan seseorang sensitif
terhadap tekanan intraocular tertentu masih tetap dilanjutkan, dengan fokus pada
trabecular meshwork, status imunologi, variasi genetik, aliran darah, dan
apoptosis. Dengan penelitian ini diharapkan nantinya perbedaan antara NTG
dengan Glaukoma primer sudut terbuka akan lebih jelas.

II.10. Prognosis

Tanpa pengobatan, glaukoma dapat mengakibatkan kebutaan total.


Apabila obat tetes anti glaukoma dapat mengontrol tekanan intraokular pada
mata yang belum mengalami kerusakan glaukomatosa luas, prognosis akan
baik. Apabila proses penyakit terdeteksi dini sebagian besar pasien
glaukoma dapat ditangani dengan baik. 7

II.11. Komplikasi

a) Sinekia anterior perifer


Iris perifer melekat pada jalinan trabekel dan menghambat
aliran mata keluar.6
b) Katarak
Lensa kadang-kadang melekat membengkak, dan bisa
terjadi katarak. Lensa yang membengkak mendorong iris lebih jauh
kedepan yang akan menambah hambatan pupil dan pada gilirannya
akan menambah derajat hambatan sudut.6
c) Atrofi retina dan saraf optic
Daya tahan unsure-unsur saraf mata terhadap tekanan
intraokular yang tinggi adalah buruk. Terjadi gaung glaukoma pada

55
pupil optik dan atrofi retina, terutama pada lapisan sel-sel
ganglion.6

BAB III

KESIMPULAN

Prevalensi kebutaan pada Riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2013


cenderung lebih rendah dibandingkan prevalensi kebutaan tahun 2007. Prevalensi
severe low vision dan kebutaan tertinggi ditemukan pada penduduk kelompok
umur 75 tahun keatas sesuai peningkatan proses degeneratif pada pertambahan
usia.

Di seluruh dunia, glaukoma dianggap sebagai penyebab kebutaan yang


tinggi, 2% penduduk berusia lebih 40 tahun menderita glaukoma. Glaukoma dapat
juga didapatkan pada usia 20 tahun, meskipun jarang. Pria lebih sering daripada
wanita. Glaukoma merupakan penyebab kebutaan nomor dua (0,2 persen) setelah
katarak. Berbeda dengan kebutaan akibat katarak yang dapat dipulihkan, kebutaan
akibat glaukoma bersifat permanen.
Mengingat fatalnya akibat penyakit glaukoma terhadap penglihatan, maka
deteksi dini glaukoma untuk mencegah kerusakan saraf mata lebih lanjut menjadi
sangat penting. Pemeriksaan mata oleh dokter mata dengan teratur adalah jalan
terbaik untuk mendeteksi glaukoma secara dini, terutama pada usia 40 tahun.

56
Untuk itu sekali lagi ditekankan pentingnya untuk deteksi glaukoma pada
stadium dini. Keadaan saraf mata yang masih sedikit kerusakannya dapat
dipertahankan dengan pemberian obat-obatan, laser atau tindakan bedah.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.2013. Riset Kesehatan Dasar


Tahun 2013. Balai Penelitian dan Pengembangan Kementrian Kesehatan RI :
Jakarta.
2. Asbury Taylor, Sanitato James J. Trauma, dalam Vaughan Daniel G, Abury
Taylor, Eva Paul Riordan. 2000. Oftalmologi Umum Edisi 14. Widya Medika.
Jakarta.
3. Cibis, G.W. MD. 2006. Glaucoma, Primary and Secondary. Congenital.
Diakses tanggal 22 Agustus 2017. http://www.emedicine.com
4. Dureau, P. DR. 2004. Glaucoma, hereditary. Diakses tanggal 23 Agustus
2017. http://www.orpha.net
5. Ilyas, Sidarta. Prof, dr. Ilmu penyakit mata. Jakarta, balai penerbit FKUI.
2004. Hal: 167-171.
6. Vaughan, dale. Absury, Taylor. Oftalmologi umum. Jakarta, Widya medika,
2000. Hal: 232-235.
7. Gerhard KL, Oscar, Gabriele, Doris, Peter. Ophtalmology a short textbook.
Second edition. Thieme Stuttgart : New York. 2007.

57
8. Ilyas S. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta.
9. Kanski JJ. The Glaucomas, in Clinical Ophthalmology Third edition.
Butterworth Heineann. London. 1994; 233-279.
10. Setiawan A.Glukoma. [serial online]. Available from: URL: http://fkuii.org
diakses 25 Agustus 2017
11. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asburys General Ophthalmology. 17th ed. USA : Mc
Graw-Hill; 2007.
12. Guyton AC, Hall EH. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelphia : W.B.
Saunders Company ; 2006.
13. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology : A Systemic Approach. 7th ed. China:
Elsevier : 2011. (e-book)
14. Ocampo VVD. Cataract, Senile : Differential Diagnosis and Workup. 2009. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com tanggal 28 agustus 2017
15. Pascolini D, Mariotti SP. Global estimates of visual impairment:2010. BR J Ophthalmol.
2011.
16. Scanlon VC, Sanders T. Indra. In. : Komalasari R, Subekti NB, Hani A, editors. Buku Ajar
Anatomi dan Fisiologi. 3rd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.
17. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. Oftalmologi Umum. Edisi 14.
Jakarta: Widya Medika, 2000.
18. Kwitko, Marvin L.Geriatric Ophtalmology. : 193-197.
19. Vaughan, Daniel G. Asbury, Taylor. Asylor. Riordan, Paul. ( 2010)
Glaukoma: Oftalmologi Umum. Penerbit Kedokteran EGC. Jakarta. 220- 238.
20. Mundrof.K Thomas. (2001) Normo Tension Glaucoma. Clinical Pathway of
Glaucoma. Thieme. New York.71-78
21. Babar, Tariq farooq, dkk. Normal Tension Glaucoma. Pak J Ophthalmol 2006,
Vol. 22 No. 2
22. Azuara, Agusto. Handbook of Glaucoma. Normal Tension Glaucoma 105-
109. United Kingdom. 2002.

58

You might also like