Professional Documents
Culture Documents
Agustus 2017
GLAUKOMA PRIMER
OLEH :
G1A215037
PEMBIMBING:
TAHUN 2017
1
HALAMAN PENGESAHAN
REFERAT
GLAUKOMA PRIMER
DISUSUN OLEH
G1A215037
Agustus 2017
PEMBIMBING
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan tugas Laporan Kasus pada Kepaniteraan Klinik Senior di
SMF Mata Fakultas Kedokteran Universitas Jambi yang berjudul Hordeolum
Eksterna. Tugas ini bertujuan agar penulis dapat memahami lebih dalam mengenai
teori-teori yang diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian/SMF
Mata RSUD Raden Mattaher Jambi dan melihat penerapannya secara langsung di
lapangan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. H. Djarizal.
Sp.M. MPH selaku pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing
penulis.
Jambi,Agustus 2017
Penulis
3
DAFTAR ISI
Pendahuluan ...................................................................................... 1
2.5 Patofisiologi............................................................................................. 15
2.9 Penatalaksanan......................................................................................... 19
2.10 Komplikasi. 21
2.11Pencegahan................................................................................................ 21
Pembahasan . 22
Kesimpulan................................................................................................... 25
Daftar pustaka 26
4
BAB I
PENDAHULUAN
Prevalensi severe low vision pada usia produktif (15-54 tahun) sebesar
1,49 persen dan prevalensi kebutaan sebesar 0,5 persen. Prevalensi severe low
vision dan kebutaan meningkat pesat pada penduduk kelompok umur 45 tahun
keatas dengan rata-rata peningkatan sekitar dua sampai tiga kali lipat setiap 10
tahunnya. Prevalensi severe low vision dan kebutaan tertinggi ditemukan pada
penduduk kelompok umur 75 tahun keatas sesuai peningkatan proses degeneratif
pada pertambahan usia.1
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi
II.2. Epidemiologi
6
Glaukoma dapat juga didapatkan pada usia 20 tahun, meskipun jarang. Pria
lebih banyak diserang daripada wanita. Di seluruh dunia, kebutaan
menempati urutan ketiga sebagai ancaman yang menakutkan setelah kanker
dan penyakit jantung koroner.3
Di Amerika Serikat, kira-kira 2.2 juta orang pada usia 40 tahun dan
yang lebih tua mengidap glaukoma, sebanyak 120,000 adalah buta
disebabkan penyakit ini. Banyaknya Orang Amerika yang terserang
glaukoma diperkirakan akan meningkatkan sekitar 3.3 juta pada tahun 2020.
Tiap tahun, ada lebih dari 300,000 kasus glaukoma yang baru dan kira-kira
5400 orang-orang menderita kebutaan.3
7
Faktor risiko yang ikut memicu glaukoma selain perubahan tekanan
bola mata adalah usia di atas 40 tahun, mempunyai keluarga yang menderita
glaukoma, miopia atau mempunyai penyakit sistemik seperti diabetes dan
kardiovaskular, akibat trauma, maupun penggunaan obat obatan steroid
yang tidak terkontrol.4
8
Gambar II.2 Aliran normal aquos humor.7
9
Cairan bilik mata (aquous humor) dibentuk oleh badan siliar, masuk
ke dalam bilik mata belakang (COP) melalui pupil ke bilik mata depan
(COA) ke sudut COA, melalui trabekula ke kanal Schlemm, saluran
kolektor kemudian masuk ke dalam pleksus vena, di dalam jaringan
sklera dan episklera juga ke dalam v. siliaris anterior di badan siliar.
Saluran yang mengandung cairan COA dapat dilihat di daerah limbus dan
subkonjungtiva yang dinamakan aquous veins. Glaukoma dapat terjadi
bila terdapat ketidakseimbangan antara pembentukan dan pengaliran
aquous humor.7
1. Glaukoma primer
a. Glaukoma sudut terbuka (disebut juga glaukoma simpleks,
glaukoma sudut lebar, glaukoma simpleks kronis)
b. Glaukoma sudut tertutup (disebut juga glaukoma sudut sempit,
glaukoma kongestif akut) bisa dibagi menjadi akut, subakut atau
kronik.
2. Glaukoma kongenital
a. Kongenital primer atau glaukoma infantil
Disebut juga buphtalmos atau hydropthalmos
b. Glaukoma yang berhubungan dengan anomali kongenital. Termasuk
yang diklasifikasikan sebagai glaukoma juvenil.
Glaukoma pigmentosa
Aniridia
Sindrom Axenfelds
Sindrom Sturge-Weber
Galukoma infantil pembentukan terlambat
Sindrom Marfans
Neurofibromatosis
Sindrom Lowes
10
Mikrokornea
3. Glaukoma sekunder
a. Akibat perubahan lensa
dislokasi
intumesens
fakotoksik atau fakoanafilaktik
sindrom eksofoliatif 62 (pseudoeksofoliatif kapsul lensa,
glaukoma kapsulare)
spherophakia
b. Akibat perubahan pada uvea
1. iridosiklitis
2. tumor
3. atrofi iris esensial
c. Akibat trauma
1. Perdarahan masif pada COA
2. Perdarahan masif pada COP
3. Laserasi kornea atau limbus dengan prolaps iris
4. Penekanan iris ke belakang oleh kontusio
d. Akibat prosedur operasi
1. Pembentukan epitelial di COA
2. Kegagalan penyembuhan di COA setelah operasi katarak
e. Berhubungan dengan Rubeosis (diabetes mellitus dan oklusi
vena retina sentralis)
f. Berhubungan dengan eksoftalmos pulsasi
g. Berhubungan dengna kortikosteroid topikal
h. Penyebab lainnya.
4. Glaukoma Absolut
Hasil akhir dari semua jenis glaukoma yang tidak terkontrol dengan
mata yang keras, tidak dapat melihat dan yeri.
11
II.6. Glaukoma Akut
12
2. Tumbuhnya lensa. Menyebabkan COA menjadi lebih dangkal.
Pada umur 25 tahun, dalamnya COA ratarata 3,6 mm, sedang pada
umur 70 tahun 3,15 mm.
3. Kornea yang kecil, dengan sendirinya COAnya dangkal.
4. Tebalnya iris. Makin tebal iris, makin dangkal COA.
Patofisiologi
Bilik anterior dan bilik posterior mata terisi oleh cairan encer yang
disebut humor aqueus. Dalam keadaan normal, cairan ini dihasilkan di
dalam bilik posterior melewati pupil masuk kedalam bilik anterior lalu
mengalir dari mata melalui trabekula keluar lewat suatu saluran (Canalis
Schlemm).7
Jika aliran cairan ini terganggu (biasanya karena penyumbatan yang
menghalangi keluarnya cairan dari bilik anterior), maka akan terjadi
peningkatan tekanan. Peningkatan tekanan intra okular akan mendorong
perbatasan antara saraf optikus dan retina di bagian belakang mata. 7
Akibatnya pasokan darah ke saraf optikus berkurang sehingga sel-sel
sarafnya mati. Karena saraf optikus mengalami kemunduran, maka akan
terbentuk bintik buta pada lapang pandang mata. Yang pertama terkena
adalah lapang pandang tepi, lalu diikuti oleh lapang pandang sentral. Jika
tidak diobati, glaukoma pada akhirnya bisa menyebabkan kebutaan. 7
Glaukoma sudut tertutup terjadi jika saluran tempat mengalirnya
humor aqueus terhalang oleh iris. Setiap hal yang menyebabkan pelebaran
pupil (misalnya cahaya redup, tetes mata midriatika atau obat tertentu) bisa
menyebabkan penyumbatan aliran cairan karena terhalang oleh iris. Iris bisa
menggeser ke depan dan secara tiba-tiba menutup saluran humor aqueus
sehingga terjadi peningkatan intraokular secara mendadak. Glaukoma akut
lebih sering terjadi pada malam hari karena pupil secara alami akan melebar
di bawah cahaya yang redup. 7
Episode akut glaukoma sudut tertutup menyebabkan: 7
- Penurunan fungsi penglihatan yang ringan
- Terbentuknya limgkaran berwarna di sekeliling cahaya (halo)
13
- Nyeri pada mata dan kepala
14
Dilatasi pupil dapat terjadi, bila : 7
1. Diberikan midriatika, seperti hematropin. Juga dapat terjadi bila
atropin diberikan sistemik dalam pengobatan muntaber atau
persiapan operasi.
2. Diam di ruang gelap.
3. Lensa letaknya lebih ke depan, dapat menyebabkan hambatan
pupil yang kemudian menimbulkan iris bombe fisiologis, karena
tekanan di bilik mata belakang lebih tinggi dari di depan. Hal
ini dapat menambah sempitnya sudut COA yang dasarnya sudah
sempit.
4. Kongesti badan siliar. Penyebabnya :
a. Neurovaskuler, misalnya menangis, jengkel dan kelainan
emosi yang lain.
b. Penyakit lokal dari traktus respiratorius bagian atas.
c. Operasi daerah kepala.
d. Humoral, seperti haid.
Jadi bila faktor fisiologis ini terjadi pada seseorang yang mempunyai
predisposisi anatomis berupa sudut bilik mata yang sempit, maka ada
kemungkinan timbul glaukoma sudut tertutup. 7
Pendapat lain tentang penyebab dari glaukoma sudut tertutup, yaitu
terjadinya labilitas vasomotoris setempat, sehingga mempertinggi tekanan di
dalam pembuluh darah yang kecil. Jika hal ini terjadi pada uvea bagian
depan, maka menyebabkan penambahan dari cairan yang dikeluarkan di
bilik mata belakang sehingga badan kaca, lensa dan iris menjadi lebih
terdorong ke depan. 7
Gejala Klinik
Sebelum penderita menderita serangan akut, ia mengalami serangan
prodromal meskipun tidak selalu demikian. Fase prodromal dinamakan Juga
fase nonkongestif
15
Pada stadium ini terdapat penglihatan kabur, melihat halo (gambaran
pelangi) sekitar lampu atau lilin, disertai sakit kepala, sakit pada matanya
dan kelemahan akomodasi. 7
Keadaan ini berlangsung - 2 jam. Pada stadium ini penderita jarang
pergi ke dokter, biasanya mengibati dirinya sendiri dengan analgetika atau
obat flu yang mudah didapat, kemudian merasa sembuh lagi. Juga dengan
tidur sebentar keadaan pulih kembali, sebab pada waktu tidur, terjadi miosis
yang menyebabkan sudut COA terbuka. 7
Pemeriksaan pada stadium ini, didapatkan : injeksi perikornea yang
ringan, kornea agak suram karena edema, bilik mata depan dangkal, pupil
sedikit melebar reaksi cahaya lambat dan tekanan intraokuler meninggi. Bila
serangannya reda, mata menjadi normal kembali, kecuali penurunan daya
akomodasi tetap ada, sehingga penderita memerlukan penggantian kacamata
dekat yang lebih sering dan lebih kuat dibanding dengan usianya. Karena
itu, bila terdapat penderita dengan kenaikan yang cepat dari presbiopianya,
waspadalah terhadap kemungkinan glaukoma sudut tertutup. 7
Stadium prodromal ini dapat diperhebat oleh insomnia, kongesti vena,
gangguan emosi, kebanyakan minum, pemakaian midriatika. Mulamula
antara serangan dapat bermingguminggu atau beberapa bulan, akan tetapi
makin lama makin sering dan serangannya berlangsung lebih lama.
Stadium ini dapat berlangsung beberapa minggu atau beberapa bulan
bahkan beberapa tahun, baru kemudian sampai pada stadium glaukoma akut.
Jadi untuk mendeteksi seseorang dengan calon glaukoma akut, dibutuhkan
anamnesa yang teliti. 7
16
menjalar sepanjang N.V, sakit di kepala, muntah muntah, nausea, tampak
warna pelangi di sekitar lampu. 7
17
Pada stadium akut, karena kornea sangat keruh, pemeriksaan bagian
dalam mata sukar dilakukan. Funduskopi, pemeriksaan lapang pandangan,
juga untuk dapat melihat iris, pupil, lensa baru dapat menjadi jelas, bila fase
ini sudah berlalu, dimana kornea sudah menjadi agak jernih kembali. 7
Funduskopi : papil saraf optik menunjukkan penggaungan dan atrofi,
seperti pada glaukoma simpleks.
Tonometri : TIO pada stadium kongestif lebih tinggi daripada stadium
non kongestif
Tonografi : menunjukkan outflow yang baik. Tetapi bila sudah ada
perlengketan antara iris dan trabekula (goniosinekhia,
sinekhia anterior perifer), maka aliran menjadi terganggu.
Gonioskopi : Pada waktu tekanan intraokuler tinggi, sudut bilik mata
depan tertutup, sedang pada waktu tensi intraokuler
normal, sudutnya sempit. Bila serangan dapat dihentikan
maka sesudah 24 jam, biasanya sudut bilik mata depan
terbuka kembali, tetapi masih sempit.
Tes provokasi dilakukan pada keadaan yang meragukan :
Tes yang dilakukan : tes kamar gelap, tes midriasis, tes
membaca, tes bersujud (prone test).
1. Tes Kamar Gelap ; orang sakit duduk di tempat gelap
selama 1 jam, tidak boleh tertidur. Di tempat gelap ini
terjadi midriasis, yang mengganggu aliran cairan bilik
mata ke trabekulum. Kenaikan tekanan lebih dari 10
mmHg pasti patologis, sedang kenaikan 8 mmHg
mencurigakan.
2. Tes Membaca ; penderita disuruh membaca huruf kecil
pada jarak dekat selama 45 menit, kenaikan tensi 10 15
mmHg patologis.
3. Tes Midriasis ; dengan meneteskan midriatika seperti
kokain 2 %, homatropin 1 % atau neosynephrine 10 %.
Tensi diukur setiap jam selama 1 jam. Kenaikan 5
mmHg mencurigakan sedangkan 7 mmHg atau lebih pasti
18
patologis. Karena tes ini mengandung bahaya timbulnya
glaukoma akut, sekarang sudah banyak ditinggalkan.
4. Tes Bersujud (Prone Position Test) ; penderita disuruh
bersujud selama 1 jam. Kenaikan tensi 8 10 mmHg
menandakan mungkin ada sudut yang tertutup, yang perlu
disusul dengan gonioskopi. Dengan bersujud, lensa
letaknya lebih ke depan mendorong iris ke depan,
menyebabkan sudut bilik depan menjadi sempit.
Glaukoma Kongestif Kronik
Pengobatan
Harus diingat betul bahwa glaukoma akut merupakan masalah
pembedahan. Terapi dengan pengobatan hanya merupakan pengobatan
pendahuluan sebelum penderita dioperasi. Hal ini sejak awal dikemukakan
kepada penderita dan keluarganya, sebab ada kemungkinan penderita
menolak untuk dioperasi, karena telah merasa enak setelah diberi obat
obatan.8
19
diberikan 3 kali satu tablet. Obatobat ini diberikan sampai tekanan
intraokuler menjadi normal. Kemudian ada 2 jalan :8
1. Diberikan miotika terus menerus.
2. Dilakukan operasi. Kalau rumahnya jauh dari rumah sakit,
orangnya tidak dapat dipercaya melakukan pengobatan secara
teratur, maka dilakukan operasi iridektomi perifer, sehingga
didapat hubungan langsung dari bilik mata belakang dengan
bilik mata depan. Jika pernah beberapa kali mengalami
serangan, sehingga terjadi sinekhia anterior perifer
(goniosinekhia), maka dilakukan operasi filtrasi, seperti pada
glaukoma sudut terbuka.
20
500 mg sekaligus (2 tablet), kemudian disusul tiap 4 jam 1
tablet. Jika muntah, dapat pula diberikan intravena 250 mg.
Kemudian disusul dengan 3 kali sehari atau tablet.
III. Obat hiperosmotik :
Gliserin 50 % (mudah didapat), per oral 1 1,5 gram / kg berat
badan atau 1 cc per kg berat badan, dapat dicampur dengan
jeruk nipis supaya tidak terlalu manis, harus diminum sekaligus,
bila tidak, gunanya tidak ada.
IV. Untuk mengurangi rasa sakitnya dapat disuntikkan 10 15 mg
morfin, yang juga dapat mengecilkan pupil.
V. 10 12,5 mg largaktil dapat disuntikkan pada penderita yang
muntah muntah sebelum tablet diamox dan gliserin diberikan
sehingga obat dapat ditelan.
21
Prinsip Operasi : fistulasi yaitu membuat jalan baru untuk
mengeluarkan aquous humor oleh karena jalan yang normal tidak dapat
dipakai lagi.
Macam operasinya :
I. Iridektomi perifer
II. Operasi filtrasi (iridenkleisis, trepanasi, sklerotomi,
trabekulektomi)
Iridektomi perifer :
Indikasi : selain untuk glaukoma akut fase prodormal, juga pada
stadium akut yang baru terjadi sehari, jadi belum ada sinekia anterior perifer.
Juga dilakukan pada mata yang sebelahnya yang masih sehat sebagai
tindakan pencegahan.9
22
intraokuler setelah pengobatan medikamentosa lebih tinggi dari 21 mmHg
atau tekanannya 21 mmHg atau lebih kecil disertai hasil tonografi C = lebih
kecil dari 0,13 (outflow yang kecil).9
Tindakan operatif dilakukan bila tekanan intraokuler yang tinggi itu
sudah dapat ditenangkan. Bila operasi ini dilakukan pada waktu tekanan
intraokuler masih tinggi, dapat menimbulkan glaukoma maligna, di samping
kemungkinan timbulnya prolaps dari isi bulbus okuli dan perdarahan.9
Segera setelah operasi, tekanan intraokuler menjadi sangat tinggi,
lensa, iris dan pupil terdorong ke depan, sehingga humor akueus terkumpul
di bilik mata belakang dan badan kaca. Penutupan pupil dan sudut bilik
mata depan membuat keadaan menjadi bertambah buruk lagi. Prognosis
untuk penglihatannya buruk. Penyebabnya tak diketahui.9
Pengobatan :
- Fenilefrin 10 %, 4 kali sehari satu tetes
- Obat obat hiperosmotik
Terapi Laser
Pada teknik laser, operator akan mengarahkan sebuah lensa pada
mata kemudian sinar laser diarahkan ke lensa itu yang akan memantulkan
sinar ke mata. Risiko yang dapat terjadi pada teknik ini yaitu tekanan
intraokuler yang meningkat sesaat setelah operasi. Namun hal tersebut
hanya berlangsung untuk sementara waktu. Beberapa tindakan operasi yang
lazim dilakukan adalah : 10
23
celah kecil di iris perifer dan mengangkat sebagian iris yang
menyebabkan sempitnya sudut bilik mata depan. Beberapa keadaan yang
tidak memungkinkan dilakukannya laser iridektomy, diantaranya
kekeruhan kornea, sudut bilik mata depan yang sangat sempit dengan
jaringan iris yang sangat dekat dengan endotel kornea, penderita yang
pernah menjalani operasi ini sebelumnya namun gagal dan pada
penderita yang tidak bisa diajak bekerja sama. 10
Pada umumnya komplikasi yang terjadi pada laser iridektomi
meliputi kerusakan lokal pada lensa dan kornea, ablasio retina,
pendarahan, gangguan visus dan tekanan intra okular meningkat.
Kerusakan lensa dihindari dengan cara menghentikan prosedur dan
segera penetrasi iris untuk iridektomi lebih ke superior iris perifer. 10
24
c). Neodymium : YAG laser cyclophotocoagulation (YAG CP)
Teknik ini digunakan pada glaukoma sudut tertutup. Caranya
dengan merusak sebagian corpus siliar sehingga produksi cairan aquos
berkurang. 10
25
setiap dokter secara rutin melakukan pemeriksaan tonometri pada setiap
penderita berumur 40 tahun atau lebih.6
Diduga glaukoma ini diturunkan pada kira-kira 50% penderita. Pada
umumnya terdapat pada orang-orang berusia 40 tahun atau lebih dan
merupakan 90% dari semua glaukoma. Pada glaukoma ini sudut bilik mata
depannya terbuka, hambatan aliran humor aquous mungkin terdapat pada
trabekulum, kanal Schlemm dan pleksus vena di daerah intrasklera. Pada
pemeriksaan patologi antatomi didapatkan proses degenerasi dari
trabekulum dan kanal Schlemm. Terlihat penebalan dan sklerosis dari serat
trabekulum, vakuol dalam endotel, dan endotel yang hiperseluler yang
menutupi trabekulum dan kanal Schlemm. 6
26
intraokulernya lebih dari 20 mmHg, maka harus dilakukan pemeriksaan
glaukoma lengkap sperti tonografi, lapang pandang, oftalmoskopi,
gonioskopi, tes provokasi (tes minum air, pressure congestion tes, tes
steroid) dan atonografi. 6
Tonometri
Tekanan intraokuler pada glaukoma ini tidak terlalu tinggi. Menurut
Langley dkk pada glaukoma simpleks terdapat empat tipe variasi diurnal.
1. flat type : sepanjang hari
2. rising type : puncak terdapat pada malam hari.
3. double variations : puncaknya terdapat pada jam 9 pagi dan
malam hari.
4. failing type : puncak terdapat pada waktu bangun tidur.
Suatu tanda berharga yang ditemukan Downey yaitu bila antara kedua
mata selalu terdapat perbedaan tensi intraokuler 4 mmHg atau lebih maka itu
menujukkan kemungkinan glaukoma simpleks. Suatu variasi diurnal pada
satu mata dengan perbedaan yang melebihi 5 mmHg dianggap menunjukkan
kemungkinan glaukoma simpleks meskipun tensinya masih normal. 6
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan lapang pandang
Penting, baik untuk menegakkan diagnosis maupun untuk meneliti
perjalanan penyakitnya juga untuk menentukan sikap pengobatan selajutnya.
Harus selalu diteliti keadaan lapang pandang perifer dan juga sentral. Pada
glaukoma yang masih dini, lapang pandang perifer belum menujukkan
kelainan, tetapi lapang pandang sentral sudah menunjukkan adanya macam-
macam skotoma. Jika glaukomanya sudah lanjut, lapang pandang perifer
juga memberikan kelainan berupa penyempitan yang dimulai dari bagian
nasal atas. Yang kemudian bersatu dengan kelainan yang ada di tengah yang
dapat menimbulkan tunnel vision, seolah-olah melihat sesuatu melalui
teropong yang lama-kelamaan dapat menjadi buta. 6
27
Pemeriksaan oftalmoskopi
Penggaungan dari atrofi tampak pada papil N.II ada yang mengatakan
bahwa pada glaukoma sudut terbuka di dalam saraf optik didapatkan
kelainan degenerasi yang terus berlanjut, meskipun tekanan intraokulernya
telah dinormalisir dengan obat-obatan ataupun dengan operasi. Juga
penderita dengna kelainan sistemik seperti diabetes melitus, arteriosklerosis
akan lebih mudah mendapat kelainan saraf optik, akibat kenaikan tekanan
intraokuler. 6
Pemeriksaan gonioskopi
Pada glaukoma simpleks sudutnya normal. Pada stadium lanjut bila
telah timbul goniosinechiae (perlengketan pinggir iris pada
trabekula/kornea) maka sudut dapat tertutup. 6
Tonografi
Terdapat resistance of outflow (hambatan dari pengeluaran cairan).
Hasil pemeriksaan tonografi pada glaukoma simpleks ternyata kurang dari
normal dan menjadi lebih kurang lagi, pada keadaan yang lanjut (C=<0,13).
6
Tes Provokasi
1. Tes minum air : kenaikan tensi 8-9 mmHg, mencurigakan,
kenaikan 10 mmHg pasti patologis.
2. Tes steroid : kenaikan 8 mmHg menunjukkan glaukoma
3. Pressure congestion test : kenaikan 9 mmHg atau lebih
mencurigakan, sedangkan bila lebih dari 11 mmHg pasti patologi. 6
28
- sudut COA yang terbuka
- bola mata yang tenang
- lapang pandang yang menyempit dengan macam-macam skotoma
yang khas
- penggaungan dan atrofi saraf optik yang spesifik
- perjalanan penyakitnya yang lambat progresif.
Penatalaksanaan :
1. Medikamentosa
Harus disadari betul bahwa glaukoma primer merupakan
masalah terapi pengobatan (medical problem). Pemberian
pengobatan medikamentosa harus dilakukan terus menerus, karena
itu sifat obat-obatnya harus mudah diperoleh dan mempunyai efek
sekecil-kecilnya. Harus dijelaskan kepada penderita dan keluarga
bahwa perlu pemeriksaan dan pengobatan seumur hidup. Obat-obat
ini hanya menurunkan tekanan intraokulernya tetapi tidak
menyembuhkan penyakitnya. Minum sebaiknya sedikit-sedikit.
Tidak ada bukti bahwa tembakau dan alkohol dapat mempengaruhi
glaukoma. 6
Pemberian obat-obatan biasanya dipakai satu persatu atau
kalau perlu dapat dikombinasi. Kalau tidak berhasil, dapat
dinaikkan frekuensi penetesannya atau persentase obatnya,
ditambah dengan obat tetes yang lama atau tablet. 6
Obat-obat yang dipakai :
1. Parasimpatomimetik : miotikum, memperbesar
outflow.
- Pilokarpin 2-4%, 3-6 dd gtt I / hari
- Eserin -1/2 %, 3-6 dd gtt I / hari
Jika memungkinkan pemberiannya disesuaikan
dengan variasi diurnal, yaitu diteteskan pada waktu
tekanan intraokuler meninggi. Eserin sebagai salep
mata dapat diberikan malam hari. Efek samping dari
29
obat-obat ini meskipun dengan dosis yang dianjurkan
hanya sedikit yang diabsorpsi ke dalam sirkulasi
sistemik, dapat terjadi mual dan nyeri abdomen.
Dengan dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan
keringat berlebihan, salivasi, tremor, bradikardi, dan
hipotensi.
2. Simpatomimetik : mengurangi produksi humor
aquous
Epinefrin 0,5% - 2 %, 2 dd gtt I / hari
Efek samping pingsan, menggigil, berkeringat, sakit
kepala, hipertensi.
3. Beta blocker (penghambat beta) : menghambat
produksi humor aquous.
Timolol maleat 0,25-0,5%, 1-2 dd gtt I/ hari
Efek samping : hipotensi, bradikardi, sinkop,
halusinasi, kambuhnya serangan asma, payah jantung
kongestif. Nadi harus diawasi terus. Pada wanita
hamil, harus dipertimbangkan dalam pemberiannya.
Obat ini tidak atau hanya sedikit
menimbulkanperubahan pupil, gangguan visus,
gangguan produksi air mata, hiperemi. Dapat
diberikan bersama dengan miotikum. Ternyata dosis
yang lebih tinggi dari 0,5% dua kali sehari satu tetes
tidak menyebabkan penurunan tekanan intraokuler
yang lebih lanjut.
4. Carbon anhidrase inhibitor (penghambat karbon
anhidrase) : menghambat produksi humor aquous.
Asetazolamide 250 mg, 4 dd 1 tablet (diamox,
glaupax). Pada pemberian obat ini timbul poliuria.
Efek samping : anoreksia, muntah, mengantuk,
trombositopenia, granulositopenia, kelainan ginjal.
30
2. Operatif
Pada umumnya operasi ditangguhkan selama mungkin dan
baru dilakukan bila :7
Tekanan intraokuler tak dapat dipertahankan di bawah
22 mmHg.
Lapang pandang terus mengecil.
Penderita tidak dapat dipercaya tentang kedisiplinan
pemakaian obatnya.
Tidak mampu membeli obatnya
Tidak tersedia obat-obat yang diperlukan.
Prinsip operasi : fistulasi, yaitu membuat jalan baru untuk
mengeluarkan humor aquous, oleh karena jalan yang normal tak
dapat dipakai lagi.7
Macam-macam operasi :
1. Iridenkleisis
2. Trepanasi dari Elliot
3. Sklerotomi dari Scheie
4. Siklodialise
5. Trabekulektomi
6. Siklodiatermi
1. Iridenkleisis
Dilakukan dengan anestesi lokal. Pada arah jam 12 pada
konjungtiva bulbi dilepaskan dengan membuat flap konjuntiva
sampai ke limbus. Kemudian dilakukan sayatan di kornea pada
arah jam 12, melalui luka ini iris dijepit dan ditarik keluar,
dipotong lalu dijepit di luka kornea. Konjungtiva kemudian dijahit
kembali. Cairan bilik mata berjalan dari COA, melalui luka
iridenkleisis masuk ke subkonjungtiva. Pada mata tampak
koloboma pada iris dan pupil tampak sebagai lubang kunci yang
terbalik, dapat timbul astigmatisme, sehingga dapat menimbulkan
penurunan visus. Juga dapat mempercepat timbulnya katarak
31
kurang lebih 2-3 tahun. Kalau tensi baik setelah 6 bulan, maka
akan terus baik. Hanya 25-35% kurang dari 6 bulan.7
2. Trepanasi dari Elliot
Sebelumnya dilakukan anestesi lokal. Kemudian dibuat flap
konjungtiva di limbus pada arah jam 12. Dengan alat trepan
(diameter 1-2 mm) dipotong setengah dari kornea dan setengah
dari sklera. Melalui lubang ini iris dijepit dan dilakukan
iridektomi. Kemudian flap konjungtiva dijahit kembali. Dengan
demikian humor aquous mengalir dari sudut COA melalui lubang
trepanasi dari subkonjungtiva. Penyulit : hilangnya badan kaca,
dislokasi lensa, katarak. Konjuntiva di atas bleb sangat tipis,
sehingga sangat mudah kemungkinan terjadinya infeksi
intraokuler. 7
3. Sklerotomi dari Scheie
Setelah dibuat flap konjuntiva pada arah jam 12, dibuat irisan
korneoskleral. Kemudian bibir luka korneoskleral ini dikauterisasi,
agar luka tidak dapat menutup kembali dengan sempurna.
Kemudian konjungtiva dijahit kembali. Cairan COA dialirkan
melalui luka korneoskleral ke subkonjungtiva. 7
4. Siklodialisis
Kalau operasi filtrasi tidak menolong, maka dilakukan
siklodialisis, terutama untuk glaukoma dengan afakia. Di sini
filtrasi terjadi melalui ruang suprakoroid. Setelah diberi anestesi
lokal dilakukan insisi di konjungtiva 4-6 mm dari limbus, di salah
satu kuadran untuk menghindari Mm. Rekti, kemudian dilakukan
insisi di sklera. Spatel dimasukkan ke dalam luka ini dan
diteruskan di ruangan antara skleral bagian dalam dan lapisan
suprakoroid sampai bagian posterior dari skleral spur (tempat
insersi dari m.siliaris). Kemudian spatel dimasukkan ke COA,
memotong skleral spur dari badan siliar. Sesudah ada di COA
spatel digerakkan 90 dan kemudian dikeluarkan, kemudian flap
konjungtiva dijahit kembali. Kalau perlu melalui luka siklodialisis
32
dapat disuntikkan NaCl fisiologis yang steril untuk membentuk
COA kembali. Dengan demikian cairan COA melalui luka
siklodialisis menuju ke ruang suprakoroid dan diserap di sini.
Operasi ini tidak menimbulkan katarak dan dapat diulangi, tidak
meninggalkan kelainan kosmetik. Kurang lebih 60% operasi ini
efektif. 7
5. Trabekulektomi7
Sebenarnya semua pembedahan untuk mengatasi glaukoma
sebaik-baiknya dilakukan dengan menggunakan mikroskop dan
menggunakan alat bedah mikro. Oleh karena segala sesuatu yang
dimanipulasi pada mata berukuran kecil. Dengan mikroskop segala
sesuatu akan terlihat lebih jelas hingga akan sangat mengurangi
ketidaktepatan. Operasi yang mutakhir dan semakin populer yaitu
trabekulektomi. Merupakan suatu jenis bedah mikro : suatu operasi
filtrasi yang modern. Dengan operasi ini penyulit operasi dapat
dikurangi, yaitu :
bilik mata depan masih terbentuk setelah operasi.
katarak tidak terlalu cepat terjadi dibandingkan dengan
cara operasi filtrasi yang lain.
33
6. Siklodiatermi
Operasi ini merusak badan siliar sehingga pembentukan
humor aquous berkurang. Hal ini baru dilakukan bila operasi yang
lain tidak berhasil. Dapat dipakai untuk macam-macam glaukoma,
juga yang sekunder. Mudah dilakukan dan diulangi. Setelah
dilakukan anestesi lokal, maka coagulating electrodiathermy
diletakkan langsung pada sklera atau melalui konjungtiva arah 2-3
menit, 7 mm dari limbus di setiap kuadaran dari mata (nasal
superior, temporal superior, nasal inferior, temporal inferior).
Tujuannya adalah merusak badan siliar yang ada di bawahnya
sehingga pembentukan humor aquous berkurang. Tindakan ini
tidak menimbulkan kelainan kosmetik atau penurunan visus. 7
Bila penderita datang pada stadium yang sudah lanjut,
sehingga lapang pandang sudah sangat sempit maka suatu tindakan
operasi dapat membahayakan. Pada keadaan demikian, mungkin
lapang pandang hanya tinggal 5 derajat dari titik fiksasi dan dengan
tindakan operasi lapang pandang yang sudah kecil ini dapat lenyap.
Bila dengan obat-obatan yang maksimal tekanan intraokuler pada
kedua mata tidak dapat terkendalikan disertai lapang pandang yang
sempit dengan bermacam-macam skotoma, operasi hanya boleh
dilakukan pada satu mata. Bila penderita datang dengan satu mata
menderita glaukoma absoslut sedangkan mata yang lain menderita
glaukoma dengan lapang pandang yang sempit maka keadaan
demikian tidak boleh dilakukan operasi, walaupun dtekanan
intraokuler tidak dapat dikendalikan dengan obat-obatan.
Pengobatannya tetap hanya medikamentosa. 7
3. Terapi Laser
Laser Trabeculoplasty
34
sebagian anyaman mengkerut. Kerutan ini dapat mempermudah
aliran keluar cairan aquos. Pada beberapa kasus, terapi
medikamentosa tetap diperlukan. Tingkat keberhasilan dengan
Argon laser trabeculoplasty mencapai 75%. Karena adanya proses
penyembuhan luka maka kerutan ini hanya akan bertahan selama 2
tahun. 7
35
dengan TIO normal sambil duduk atau berdiri mungkin memiliki tekanan
intraokular yang cukup tinggi untuk menyebabkan masalah ketika mereka
berbaring.14
Hipertensi okular lebih sering dijumpai daripada glaukoma sudut terbuka
primer. Angka terbentuknya glaukoma pada para pengidap hipertensi okular
adalah sekitar 5-10 per 1000 per tahun. Risiko meningkat seiring dengan
peningkatan tekanan intraokular, bertambahnya usia, riwayat glaukoma dalam
keluarga, miopia, diabetes melitus, dan penyakit kardiovaskular.
Risiko itu juga meningkat pada orang berkulit hitam. Timbulnya
perdarahan diskus pada pasien dengan hipertensi okular juga mengindikasikan
peningkatan risiko terjadinya glaukoma.Pasien hipertensi okular dianggap
tersangka mengidap glaukoma dan harus menjalani pemantauan teratur (satu
sampai tiga kali setahun) diskus optikus, tekanan intraokular, dan lapangan
pandang.15
Patofisiologi
Tekanan intra okuli yang tinggi merupakan masalah pada populasi
hipertensi okuli karena ia merupakan salah satu faktor resiko utama glaukoma.
Penyebab dari peninggian tekanan intra okuli secara umum yang dapat diterima
adalah menurunnya fasilitas outflow cairan aqueous melalui trabecular meshwork.
Terjadinya peningkatan resistensi dari outflow aqueous humor disangkakan
dengan berbagai teori, termasuk diantaranya :
1. Obstruksi trabecular meshwork oleh benda-benda asing.
2. Hilangnya sel-sel endothel trabecula.
3. Mengecilnya densitas dan ukuran pori-pori trabecula pada dinding bagian
36
dalam endothelium canalis schlemm.
4. Hilangnya giant vacuoles pada dinding bagian dalam endothelium canalis
schlemm.
5. Hilangnya aktifitas normal phagocytic.
6. Gangguan dari mekanisme feedback neurologic.
Gejala Klinis
Kebanyakan orang dengan hipertensi okular tidak mengalami gejala apapun.
Untuk alasan ini, pemeriksaan mata secara teratur dengan dokter mata sangat
penting untuk menyingkirkan segala kerusakan pada saraf optik dari tekanan
tinggi.
Pemeriksaan
Pemeriksaan Fisik
Yang harus diperhatikan pada waktu pemeriksaan adalah seperti berikut ini
untuk menyingkirkan POAG dan penyebab-penyebab sekunder dari glaukoma :
1. Visual acuity : bandingkan visual acuity sekarang dengan visual acuity yang
diketahui sebelumnya (jika berkurang, singkirkan POAG atau penyebab-
penyebab sekunder kehilangan penglihatan, seperti juga katarak, age-related
macular degeneration, ocular surface disorders (misalnya dry eye), atau efek
merugikan yang timbul dari pengobatan topical (terutama jika menggunakan
miotik).
2. Pupil : ada/tidaknya defek afferen dari pupil (Marcus-Gunn) harus dilihat.
3. Pemeriksaan slit lamp dari segmen anterior :
a. Cornea : lihat tanda-tanda oedema microcystic (ditemukan hanya dengan
peninggian TIO yang tiba-tiba), keratic precipitates, pigmen di
endothelium (Krukenberg spindle), dan kelainan kongenital.
b. Bilik mata depan : periksa apakah ada cell atau flare, uveitis, hyphema,
dan sudut tertutup.
c. Iris : defek transiluminasi, atrophy iris, synechiae, rubeosis, ektropion
uvea, iris bombe, perbedaan dalam pewarnaan iris bilateral (misalnya
Fuchs heterokromik iridosiklitis) atau pseudoexfoliation (PXF) mungkin
37
diobservasi.
d. Lensa : periksa apakah ada perkembangan katarak (misalnya fakomorfik
glaucoma, PXF, fakolitik glaucoma dengan katarak Morgagni).
e. Saraf optik/Lapisan serabut saraf : pemeriksaan stereoskopik untuk
buktikan tidak adanya kerusakan glaukomatous termasuk ratio cup-to-
disc pada bidang horizontal dan vertical, penampakan dari disc,
pembesaran cup yang progresif, bukti kerusakan lapisan serabut saraf
dengan filter red-free, notching atau penipisan dari disc rim (terutama
pada pole superior atau inferior), pallor, timbul perdarahan (biasanya
daerah inferotemporal), tidak simetrisnya disc, atrophy parapapillary atau
abnormalitas saraf kongenital.
f. Fundus : abnormalitas lain yang biasa dianggap sebagai defek lapang
pandangan nonglaukomatous atau kehilangan penglihatan termasuk disc
drusen, optic pits, penyakit retina, perdarahan vitreous, atau retinopati
proliferatif.17
Tonometri
Tonometri merupakan pemeriksaan untuk menentukan tekanan bola mata
seseorang berdasarkan fungsinya di mana tekanan bola mata merupakan keadaan
mempertahankan bola mata sehingga tekanan bola mata yang normal tidak akan
memberikan kerusakan saraf optik atau yang terlihat sebagai kerusakan dalam
bentuk kerusakan glaukoma pada papil saraf optik. Batas tekanan bola mata tidak
sama pada setiap individu, karena dapat saja tekanan ukuran tertentu memberikan
kerusakan pada papil saraf optik pada orang tertentu. Untuk hal demikian yang
dapat kita temukan kemungkinan tekanan tertentu memberikan kerusakan.
Dengan tonometer Schiotz tekanan bola mata penderita diukur.
38
Pada keadaan normal tekanan bola mata tidak akan mengakibatkan
kerusakan pada papil saraf optik. Reaksi mata tidak sama pada setiap orang,
sehingga tidaklah sama tekanan normal pada setiap orang. Tujuan pemeriksaan
dengan tonometer atau tonometri untuk mengetahui tekanan bola mata seseorang.
Tonometer yang ditaruh pada permukaan mata atau kornea akan menekan bola
mata ke dalam. Tekanan ke dalam ini akan mendapatkan perlawanan tekanan dari
dalam bola mata melalui kornea.15
Gonioscopy
Dilakukan untuk memeriksa drainase sudut mata Anda, untuk
melakukannya, lensa kontak khusus ditempatkan pada mata. Tes ini penting untuk
menentukan apakah sudut terbuka, menyempit, atau tertutup dan untuk
menyingkirkan kondisi lainnya yang dapat menyebabkan tekanan intraokular
tinggi.
Penatalaksanaan
Target TIO
Dalam manajemen pasien glaukoma, dokter harus berusaha untuk
mencapai rentang stabil dari TIO yang terukur untuk menghindari kerusakan
nervus optikus lebih jauh. Batas atas dari limit dipertimbangkan sebagai target
pressure. Tekanan target bervariasi pada tiap pasien sehingga pada pasien yang
sama memerlukan penyesuaian seiring perjalanan penyakit. Ketika memulai
39
terapi, ahli mata mengasumsikan bahwa rentang tekanan yang terukur pada saat
sebelum pengobatan telah memberi kontribusi pada kerusakan nervus optikus dan
mempunyai kemungkinan menyebabkan kerusakan lebih jauh di masa yang akan
datang. Target pressure permulaan yang dipilih harus setidaknya 20% dibawah
TIO sebelum pengobatan, tergantung pada penemuan klinis. Pada umumnya jika
terdapat kerusakan yang lebih lanjut maka target pressure saat mulai terapi harus
lebih rendah lagi. Selama follow up tujuh tahun pasien dari the Advanced
Glaucoma Intervention Study dimana TIO selalu dibawah18 mmHg mempunyai
progresi hilangnya lapangan pandang yang minimal. Terdapat dua bentuk klinis
yang secara empiris dapat berguna untuk observasi pasien POAG yaitu kerusakan
yang telah ada memprediksikan kerusakan yang akan datang kecuali TIO
diturunkan, dan kerusakan pada satu mata berhubungan dengan meningkatnya
resiko yang signifikan kerusakan pada mata lainnya.
Derajat keparahan kerusakan glaukoma dapat diestimasikan dengan
menggunakan 3 skala, yaitu ringan ketika abnormalitas nervus optikus konsisten
dengan glaukoma dan lapangan pandang normal ketika di tes dengan standard
automated perimetry, sedang ketika abnormalitas nervus optikus konsisten dengan
glaukoma dan abnormalitas lapangan pandang pada satu hemifield antara 50 dari
fiksasi, dan berat ketika abnormalitas nervus optikus konsisten dengan glaukoma
dan abnormalitas lapangan pandang pada kedua hemifield antara 50 dari fiksasi
pada minimal satu hemisfield.
Validitas dan adekuatnya target pressure harus secara periodik diukur
dengan membandingkan dengan status nervus optikus (gambaran optic disc,
penilaian kuantitatif dari diskus dan lapisan serat saraf, dan tes lapangan pandang)
dengan pemeriksaan sebelumnya. Jika progresi muncul pada target pressure,
target TIO harus diturunkan lagi. Kegagalan untuk mencapai dan
mempertahankan target tekanan harus dipikirkan mengenai evaluasi ulang dari
regimen terapi mengenai resiko dan keuntungan dari terapi alternatif.
Hipertensi okuler sebagian besar diobati dengan pilocarpine, timolol,
acetazolamide dan clonidine. Ada juga lainnya, yang kurang umum digunakan,
alternatif. tetes mata awalnya dapat dimulai baik pada salah satu atau kedua mata.4
40
Perbandingan tabel antihipertensi mata
Tindakan Operasi
Secara umum, jika kontrol tidak dapat dicapai dengan 1-2 kali pengobatan
pertimbangkan diagnosa hipertensi okuli dengan kemungkinan glaukoma
sudut terbuka primer tahap awal.
Laser dan therapy operasi tidak dapat menjadi pertimbangan untuk
pengobatan hipertensi okuli sebab resikonya lebih besar daripada resiko
timbulnya kerusakan glaucomatous dari hipertensi okuli.17
41
Low tension glaucoma atau disebut juga glaucoma normotension
adalah suatu varian dari glaukoma sudut terbuka (Kelainan drainase sudut
bilik mata depan), dimana terjadi kerusakan yang progresif terhadap
syaraf/nervus opticus dan terjadi kehilangan lapang pandangan meski
tekanan di dalam bola matanya tetap normal. Tipe glaukoma ini
diperkirakan ada hubungannya, meski kecil, dengan kurangnya sirkulasi
darah di syaraf/nervus opticus, yang mana mengakibatkan kematian dari sel-
sel yang bertugas membawa impuls/rangsang tersebut dari retina menuju ke
otak. Kondisi ini dikarakteristikan oleh kerusakan syaraf optik yang
progresif dan kehilangan penglihatan samping/peripheral vision (visual
field) meskipun tekanan dalam mata (intraocular pressure) berada dibatas-
batas normal atau bahkan dibawah normal. Tipe glaukoma ini dapat
didiagnosis dengan pemeriksaan yang berulang-ulang oleh seorang dokter
mata untuk mendeteksi kerusakan syaraf atau kehilangan penglihatan bidang
(visual field). Glaucoma normotension mendapat perhatian penelitian yang
cukup banyak karena penyebabnya dan perawatannya masih belum
menentu. 18
Faktor risiko
1. Faktor resiko umum
Glaucoma normotension lebih sering terjadi pada orang-orang
berusia lebih dari 60 tahun dan lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan pria. Terdapat riwayat keluarga yang menderita glaucoma
normotension dan penyakit ini bersifat progresif.19
42
menurunkan tekanan intraokuler, terdapat penurunan angka insiden
sebanyak 30 %.
Etiopatogenesis
43
Penyebab neuropati glaukoma bisa dibagi atas 2 yakni pressure
dependent causes dan pressure independent causes. Aliran tekanan
intraokular pada glaukoma tergantung pada aliran darah yang mendarahi
papil nervus optikus. Aliran darah ini dipengaruhi oleh banyak faktor
termasuk tekanan darah, tekanan intraokular, resistensi vaskular, dan
mekanisme autoregulasi. Viskositas dan kekentalan darah juga memiliki
pengaruh dalam perfusi jaringan. Hal ini penting diketahui untuk bisa
menentukan terapi yang tepat pada glaucoma normotension.20
Terdapat 2 mekanisme yang mempengaruhi pathogenesis dari NTG:
A. Pressure dependent mechanism
Pada beberapa kasus, NTG tidak dapat dibedakan dari glaucoma sudut
terbuka primer. Akan tetapi, pada NTG, terdapat peningkatan sensitivitas
terdapat tekanan intraokuler yang normal.
Tekanan intraokuler bisa menjadi lebih tinggi pada NTG dari pada
populasi umum. Pada NTG, pasien dengan peningkatan tekanan intraokuler
asimetrik, mata dengan tekanan intraokuler yang lebih tinggi memiliki
krusakan nervus optikus yang lebih buruk.
Hal ini didukung oleh studi NTG. Studi ini memperlihatkan bahwa
kombinasi tatalaksana dengan obat-obatan, laser, dan pembedahan menurunkan
tekanan intraokuler sebesar 30% disbanding tidak ada pengobatan yang
diberikan, pada pasien dengan NTG. Penurunan tekanan intraocular ini
memperlambat rasio timbulnya glaucomatous pada beberapa pasien.
Burgoyne, pada tahun 2000, mengatakan bahwa terdapat perubahan
anatomi dari papil nervus optikus pada NTG. Mekanisme dari kerusakan
nervus optikus pada NTG, mirip dengan glaucoma sudut terbuka primer,
seperti teori mekanik dan iskemik dari kerusakan nervus optikus glaucomatous
.
Teori mekanik dari kerusakan nervus optikus glaucomatous
Menurut teori ini, peningkatan tekanan intraocular mendistorsi lamina
cribrosa, melalui kompresi dari akson dan mempengaruhi aliran axoplasmik. Pada
NTG, terdapat kelemahan pada komponen structural dari saraf. Defek dari
44
jaringan ikat pada lamina atau pada jaringan penunjang glial meningkatkan
kerusakan pada saraf, walaupun pada tekanan yang normal.20
45
pasien, sebagian kecilnya menunjukkan perbaikan lapangan pandang. Angiotensin
adalah vasokonstriktor kuat dan hal ini menunjukkan bahwa angiotensin converting
enzym (ACE) inhibitors dapat digunakan sebagai terapi medikamentosa pada
glaucoma normotension.22
2. Hipotensi sistemik
Hubungan mekanisme hipotensi sistemik dengan patogenesis terjadinya
neuropati optikus pada normal tension glaukoma sudah dilakukan oleh
beberapa peneliti diantaranya, Hayreh et al melakukan monitoring tekanan
darah 24 jam pada pasien glaucoma normotension, ischemia optic
neuropathy(AION), POAG. Hasilnya yaitu terdapat penurunan tekanan
diastolik malam hari yang lebih besar pada pasien glaucoma normotension.
Beberapa penelitian diatas menunjukkan bahwa penurunan nocturnal
blood pressure pada pasien glaucoma normotension yang menggunakan obat
hipotensi oral harus lebih diperhatikan, dan hal tersebut harus dimodifikasi
segera.18
4. Faktor lainnya
Drance menemukan bahwa riwayat syok hipotensi atau kehilangan
darah hebat berkala ditemukan pada pasien glaucoma normotension. Golberg
et al menemukan bahwa pada pasien glaucoma normotension memiliki
46
insiden penyakit kardiovaskular yang lebih tinggi dibandingkan kelompok
ocular hipertensive. Ong et al menemukan insiden infark serebral lebih tinggi
pada pasien glaucoma normotension dibandingkan kontrol seusianya.
Walaupun TIO pada glaucoma normotension dalam batasan normal,
tetapi masih dianggap bahwa TIO adalah faktor risiko dalam perkembangan
dan progresifitas dari penyakit. Oleh karena itu, menurunkan TIO merupakan
salah satu pilihan terapi pada glaucoma normotension. Menurut Chrichton et
al menemukan bahwa adanya perbedaan TIO (1-5 mmHg) kedua mata,
menyebabkan kerusakan lapang pandang menjadi lebih buruk pada mata
dengan TIO yang lebih tinggi.
Glaukoma terjadi ketika produksi dari cairan bola mata meningkat
atau cairan bola mata tidak mengalir dengan sempurna sehingga tekanan bola
mata tinggi, serabut-serabut saraf di dalam saraf mata menjadi terjepit dan
mengalami kematian. Besarnya kerusakan tergantung pada besarnya dan
lamanya tekanan, maupun buruknya aliran darah disaraf optik.
Tekanan yang sangat tinggi akan menyebabkan kerusakan yang cepat,
sedangkan tekanan yang tidak tinggi akan menyebabkan kerusakan yang
perlahan-lahan dan akan menyebabkan kebutaan perlahan-lahan dan akan
menyebabkan kebutaan perlahan-lahan pula apabila tidak segera ditangani.
Tekanan intraokuler adalah keseimbangan antara produksi humor
aquous, hambatan terhadap aliran aqueous dan tekanan vena episklera.
Ketidakseimbangan antara ketiga hal tersebut diatas dapat menyebabkan
peningkatan TIO, akan tetapi hal ini lebih sering disebabkan oleh hambatan
terhadap aliran humor aqueous. Namun pada glaucoma normotension banyak
faktor yang mempengaruhi perkembangan tidak terjadinya peningkatan TIO
bahkan selalu normal. Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan
glaukoma jenis ini, namun penyebab pastinya tidak diketahui.
Ketidaknormalan perfusi nervus optik akan meningkatkan terjadinya
kerusakan pada nervus optik. Tipe glaukoma ini diperkirakan ada
hubungannya, meski kecil, dengan kurangnya sirkulasi darah di syaraf/nervus
opticus, yang mana mengakibatkan kematian dari sel-sel yang bertugas
membawa impuls/rangsang tersebut dari retina menuju ke otak. Sebagai
47
tambahan, kerusakan yang terjadi karena hubungannya dengan tekanan
dalam bola mata juga bisa terjadi pada yang masih dalam batas normal tinggi
(high normal), jadi tekanan yang lebih rendah dari normal juga seringkali
dibutuhkan untuk mencegah hilangnya penglihatan yang lebih lanjut.
Glaukoma bertekanan normal ini paling sering terjadi pada orang-orang yang
memiliki riwayat penyakit pembuluh darah, orang Jepang atau pada wanita.
Beberapa penelitian menebak peningkatan viskositas dan hiperkoagubilitas
darah, dan peningkatan TIO berada diatas normal dipengaruhi oleh variasi
diurnal postural sangat berpengaruh.19,21
Gejala Klinis
Pasien dengan low tension glaucoma memperlihatkan peningkatan
perubahan glaukomatosa pada diskus optik dan defek lapangan pandang tanpa
peningkatan tekanan intraokular. Kamal dan Hitchings menetapkan beberapa
kriteria yaitu:
Tekanan intraokular rata-rata adalah 21 mmHg dan tidak pernah melebihi
24 mmHg.
Pada pemeriksaan gonioskopi didapatkan sudut bilik mata depan terbuka.
Gambaran kerusakan diskus optikus dengan cupping glaumatosa yang
disertai defek lapangan pandang.
Kerusakan glaumatosa yang progresif.
Tidak ada kelainan ocular atau sistemik lain yang dapat menyebabkan
galukoma.
Glaukoma Normotension juga merupakan variasi dari Primary Open
Angle Glaucoma. Bisa juga disebut Pseudoglaucoma, Posterior
Glaucoma, Para Glaucoma, atau Low-tension Glaucoma.18
Pemeriksaan Oftalmologi
A. Pengukuran Tekanan Intraokular
Rentang tekanan intraokular normal adalah 10-21 mmHg. Pada usia
lanjut, rerata tekanan intraokularnya lebih tinggi sehingga batas atasnya
adalah 24 mmHg. Tekanan bola mata untuk satu mata tak selalu tetap, tetapi
48
dapat dipengaruhi seperti pada saat bernapas mengalami fluktuasi 1-2 mmHg
dan pada jam 5-7 pagi paling tinggi, siang hari menurun, malam hari naik
lagi. Hal ini dinamakan variasi diurnal dengan fluktuasi 3 mmHg.(1,3)
Menurut Langley dan kawan-kawan, pada glaukoma primer sudut
terbuka terdapat empat tipe variasi diurnal yaitu 1) Flat type, TIO sama
sepanjang hari; 2) Falling type, puncak TIO terdapat pada waktu bangun
tidur; 3) Rising type, puncak TIO didapat pada malam hari; 4) Double
variation; puncak TIO didapatkan pada jam 9 pagi dan malam hari. Menurut
Downey, jika pada sebuah mata didapatkan variasi diurnal melebihi 5 mmHg
ataupun selalu terdapat perbedaan TIO sebesar 4 mmHg atau lebih maka
menunjukan kemungkinan suatu glaukoma primer sudut terbuka, meskipun
TIO normal.
Pada glaukoma sudut terbuka primer, 32-50% individu yang terkena
akan memperlihatkan tekanan intraokular yang normal saat pertama kali
diperiksa. Sebaliknya, peningkatan tekanan intraokular semata tidak selalu
diartikan bahwa pasien mengedap glaukoma sudut terbuka primer; untuk
menegakkan diagnosis diperlukan bukti-bukti lain seperti adanya diskus
optikus glaukomatosa atau kelainan lapangan pandang. Apabila tekanan
intraokular terus-menerus meninggi sementara diskus optikus dan lapangan
pandang normal (hipertensi okular), pasien dapat diobservasi secara berkala
sebagai tersangka glaukoma.20
Ada empat macam tonometer yang dikenal yaitu tonometer schiotz,
tonometer digital, tonometer aplanasi dan tonometeri Mackay-Marg.
Pengukuran tekanan intraokular yang paling luas digunakan adalah tonometer
aplanasi Goldmann, yang dilekatkan ke slitlamp dan mengukur gaya yang
diperlukan untuk meratakan daerah kornea tertentu.
Tonometer aplanasi merupakan alat yang paling tepat untuk mengukur
tekanan bola mata dan tidak dipengaruhi oleh faktor kekakuan sklera.
Tonometer schiotz merupakan alat yang paling praktis sederhana.
Pengukuran tekanan bola mata dinilai secara tidak langsung yaitu dengan
melihat daya tekan alat pada kornea, karna itu dinamakan juga tonometri
indentasi schiotz. Dengan tonometer ini dilakukan penekanan terhadap
49
permukaan kornea menggunakan sebuah beban tertentu. Makin rendah
tekanan bola mata, makin mudah bola mata ditekan, yang pada skala akan
terlihat angka skala yang lebih besar. Tansformasi pembacaan skala
tonometer ke dalam tabel akan menunjukan tekanan bola mata dalam mmHg.
Kelemahan alat ini adalah mengabaikan faktor kekakuan sklera. 22
Tonometer digital adalah cara yang paling buruk dalam penilaian
terhadap tekanan bola mata oleh karena bersifat subjektif. Dasar
pemeriksaannya adalah dengan merasakan reaksi kelenturan bola mata
(balotement) pada saat melakukan penekanan bergantian dengan kedua jari
tangan. Tekanan bola mata dengan cara digital dinyatakan dengan nilai N+1,
N+2, N+3, dan sebaliknya N-1 sampai seterusnya.
Pada penderita tersangka glaukoma, harus dilakukan pemeriksaan
serial tonometri. Variasi diurnal tekanan intraokular pada pada orang normal
berkisar 6 mmHg dan pada pasien glaukoma variasi dapat mencapai 30
mmHg.
50
Apabila keseluruhan anyaman trabekular, taji sklera dan processus iris
dapat terlihat, sudut dinyatakan terbuka. Apabila hanya garis Schwalbe atau
sebagian kecil dari anyaman trabekular yang terlihat, sudut dinyatakan
sempit. Apabila garis Scwalbe tidak terlihat, sudut dinyatakan tertutup.21
Gambar II.9. Diskus optikus yang membesar dengan cupping yang melebar.
dengan kehilangan bagian inferior dan nasal21
51
Pada galukoma normotension, gambaran klinis dari kerusakan nervus
optikus sama dengan Glaukoma dengan peningkatan TIO. Rasio cup/disc
pada NTG lebih besar dibandingkan pada Galukoma dengan peningkatan
TIO. Gambaran cup pada NTG lebih pucat dan landai dengan pinggir diskus
optikus lebih tipis pada daerah inferior dan inferotemporal. Defek lapangan
pandang pada NTG lebih terlokalisasi. Kemudian tampak defek serabut
papilomakular difus dengan pinggir yang curam. Pada retinal nerve fiber
layer ditemukan perubahan yang lebih awal pada NTG dan defek inferior
yang terlokalisasi. Perdarahan diskus juga sering muncul pada NTG yang
dapat meningkatkan progresifitas kehilangan lapangan pandang yaitu 8,2 %
per tahun dibandingkan tanpa perdarahan diskus yang hanya 3,6% per tahun.
Pada NTG juga ditemukan area parapapiler avaskular dan zona beta yang
lebih luas dibandingkan pada glaukoma dengan peningkatan TIO.
Pemeriksaan Central Corneal Thickness (CCT) pada NTG lebih kecil
dibandingkan pada Glaukoma sudut terbuka primer.
52
terutama mengenai 30 derajat lapangan pandang bagian tengah. Perubahan
paling dini adalah semakin nyatanya skotoma relative atau absolut yang
terletak pada 30 derajat sentral.. Pada stadium akhir penyakit, ketajaman
penglihatan sentral mungkin normal tetapi hanya 5 derajat lapangan pandang
di tiap-tiap mata. Pada glaukoma lanjut, pasien mungkin memiliki ketajaman
penglihatan 20/20 tetapi secara legal buta. 21,22
Penatalaksanaan
Pengunaan obat-obatan topikal juga sering dilakukan pada kasus NTG ini
sama seperti kasus glaukoma sudut terbuka primer. Pengobatan dilakukan
pada satu mata, dimana mata yang lain menjadi kontrol respon terapi.
53
seperti proteksi neuron dan peningkatan sirkulasi okuler belum dapat
ditunjukkan.
TIO yang tidak bisa ditoleransi oleh nervus optikus akan tetap menjadi
54
faktor resiko utama glaukoma, mengesampingkan tipe dari glaukoma tersebut.
Penelitian mengenai faktor-faktor yang menyebabkan seseorang sensitif
terhadap tekanan intraocular tertentu masih tetap dilanjutkan, dengan fokus pada
trabecular meshwork, status imunologi, variasi genetik, aliran darah, dan
apoptosis. Dengan penelitian ini diharapkan nantinya perbedaan antara NTG
dengan Glaukoma primer sudut terbuka akan lebih jelas.
II.10. Prognosis
II.11. Komplikasi
55
pupil optik dan atrofi retina, terutama pada lapisan sel-sel
ganglion.6
BAB III
KESIMPULAN
56
Untuk itu sekali lagi ditekankan pentingnya untuk deteksi glaukoma pada
stadium dini. Keadaan saraf mata yang masih sedikit kerusakannya dapat
dipertahankan dengan pemberian obat-obatan, laser atau tindakan bedah.
DAFTAR PUSTAKA
57
8. Ilyas S. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta.
9. Kanski JJ. The Glaucomas, in Clinical Ophthalmology Third edition.
Butterworth Heineann. London. 1994; 233-279.
10. Setiawan A.Glukoma. [serial online]. Available from: URL: http://fkuii.org
diakses 25 Agustus 2017
11. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asburys General Ophthalmology. 17th ed. USA : Mc
Graw-Hill; 2007.
12. Guyton AC, Hall EH. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelphia : W.B.
Saunders Company ; 2006.
13. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology : A Systemic Approach. 7th ed. China:
Elsevier : 2011. (e-book)
14. Ocampo VVD. Cataract, Senile : Differential Diagnosis and Workup. 2009. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com tanggal 28 agustus 2017
15. Pascolini D, Mariotti SP. Global estimates of visual impairment:2010. BR J Ophthalmol.
2011.
16. Scanlon VC, Sanders T. Indra. In. : Komalasari R, Subekti NB, Hani A, editors. Buku Ajar
Anatomi dan Fisiologi. 3rd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.
17. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. Oftalmologi Umum. Edisi 14.
Jakarta: Widya Medika, 2000.
18. Kwitko, Marvin L.Geriatric Ophtalmology. : 193-197.
19. Vaughan, Daniel G. Asbury, Taylor. Asylor. Riordan, Paul. ( 2010)
Glaukoma: Oftalmologi Umum. Penerbit Kedokteran EGC. Jakarta. 220- 238.
20. Mundrof.K Thomas. (2001) Normo Tension Glaucoma. Clinical Pathway of
Glaucoma. Thieme. New York.71-78
21. Babar, Tariq farooq, dkk. Normal Tension Glaucoma. Pak J Ophthalmol 2006,
Vol. 22 No. 2
22. Azuara, Agusto. Handbook of Glaucoma. Normal Tension Glaucoma 105-
109. United Kingdom. 2002.
58